Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu dan Islam pada Zaman Nabi:
Studi Teologis dan Historis
Dosen Pengampu: Dr. Saifudin, M.Pd.I.

Nama : Rista Oktafiani (11210970000063)


Tanggal: 5 Desember 2022
Kelas : Fisika III A

Program Studi Fisika


Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Semester Ganjil 2022/2023
A. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemikiran manusia tentang Tuhan, hadir bersama dengan keberadaan


manusia.Tetapi tidak hanya itu, manusia juga mengalami hidupnya sebagai
keterbukaan mutlak. Dan keteraturannya menuju kepada yang tak terbatas.1Pada
mulanya manusia menciptakan satu Tuhan yang merupakan penyebab pertama bagi
segala sesuatu, penguasa langit dan bumi.Tuhan yang satu tak terjangkau oleh
pikiran manusia. Namun Dia dipersepsikan secara berbeda-beda oleh berbagai
kelompok sepanjang sejarah manusia.

Pengertian sejarah secara etimologi berasal dari kata Arab syajarah artinya
“pohon”. Dalam bahasa Inggris peristilahan sejarah disebut history yang berarti
pengetahuan tentang gejala-gejala alam, khususnya manusia yang bersifat kronologis.
Sementara itu, pengetahuan serupa yang tidak kronologis diistilahkan dengan science.2
Oleh karena itu dapat dipahami bahwa sejarah itu adalah aktivitas manusia yang
berhubungan dengan kejadian-kejadian tertentu yang tersusun secara kronologis.

Pengertian sejarah juga berarti ilmu pengetahuan yang berikhtiar untuk


melukiskan atau menjelaskan fenomena kehidupan sepanjang terjadinya perubahan
karena adanya hubungan antara manusia terhadap masyarakatnya.3 Menjelang wafatnya,
Nabi Muhammad SAW telah memberi petunjuk kepada para pengikutnya tentang cara
untuk melestarikan kelompok sosial yang telah dibangun ini. Petunjuknya berisi ketentuan
agar berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah yang telah ditinggalkan. Kenyataan yang
harus dipertimbangkan adalah wujud sumber ajaran yang sekarang bukan lagi dalam
bentuk norma, melainkan sudah dalam bentuk praktek kehidupan sosial yaitu masyarakat
Islam yang Madinah.

Setelah Rasulullah SAW sendiri wafat, persoalan yang pokok justru menjadi
permasalahan yang pelestarian dari bentuk masyarakat Madinah dan kualitas pencapaian
tujuan risalah yang telah dicapai. Awal mulanya konflik adalah terpilihnya Abu Bakar
menjadi khalifah pertama dilanjutkan terbunuhnya Umar, Usman, terjadinya perang jamal,
perang Shiffin dan terbunuhnya Ali sampai munculnya aliran Teologi. Konflik yang muncul
lahir dari sejumlah pemikiran mengenai kondisi kepemimpinan sejumlah Khalifah
tersebut.4

1
Tom Jacobs SJ, Paham Allah: dalam Filsafat, Agama-Agama dan Teologi (Yogyakarta:
Kasinus, 2002), 81.
2
T. Ibrahim Alfian dkk., Bunga Rampai Metode Penelitian Sejarah (Yogyakarta: Lembaga
Riset IAIN Sunan Kalijaga, 1984), hlm. 3.
3
Nuruzzaman Shiddiqi, Pengantar Sejarah Muslim (Yogyakarta: Cakra Donya. 1981), hlm. 7
4
Penulis adalah dosen STAI YASNI Muara Bungo

1
B. PEMBAHASAN
1.1 Studi Teologi
Teologi, menurut Harun Nasution (1919 M.-1997 M.) ilmu yang membahas ajaran
dasar dari sesuatu agama. Ajaran dasar agama itu berupa keyakinan mengenai
ketuhanan.5 Sebagai agama yang bersumber dari wahyu, seluruh bangunan keilmuan
Islam, termasuk teologi, normativitas ajarannya bersumber dari Al-Qur`an dan hadis. Dari
kedua sumber itulah prinsip-prinsip ajaran teologi Islam digali dan kemudian disusun
secara sistematis oleh para ulama dari masa ke masa.

Ilmu ini tidak tumbuh langsung menjadi sempurna, melainkan keadaannya seperti
keadaan ilmu-ilmu Islam yang lain, yang pada mulanya terbatas ruang lingkup
pembahasannya, kemudian meluas dan berkembang sedikit demi sedikit. Dalam hal ini,
ia mengikuti hukum pertumbuhan dan perkembangan dan terpengaruh oleh beberapa
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya sehingga menjadi
sempurna seperti apa yang diketahui dewasa ini. Di antara faktor-faktor itu ada yang
berkaitan dengan Al-Qur’an dan Hadist Hadist Rasulullah SAW, ada yang berkaitan
dengan orang-orang yang masuk Islam yang berasal dari bangsa-bangsa yang berbeda
intelektualitas, kebudayaan serta ada pula yang berkaitan dengan filsafat Yunani dan lain-
lainnya yang ditransfer ke dalam Islam.

Al-Qur’an yang merupakan kitab suci agama Islam mengajak untuk berfikir,
melakukan penalaran dan memperhatikan dengan indra, dicerna dengan akal pikiran agar
orang-orang melakukannya, khususnya dalam akidah-akidah keagamaan.6 Karena itu,
orang-orang Islam harus menggunakan akalnya untuk memahami Al-Qur’an, Sunnah dan
Hadist Nabi yang datang untuk menetapkan dan menjelaskan kitab suci ini. Mereka
bertanya kepada Rasulullah tentang apa yang tidak mereka pahami, tidak ketahui,
kemudian beliau menjelaskannya. Ketika Beliau meninggal, muncullah masalah jabatan
khalifah dan siapa yang berhak memangkunya sesudah beliau, dalam pro kontra
kekhalifahan tersebut, kemudian terjadi pembunuhan terhadap Utsman bin Affan dan Ali
bin Abi Thalib. Hal ini menjadi salah satu sebab yang menimbulkan perbedaan pendapat
dan perdebatan, sehingga akhirnya menjadi jelas kebenaran tentang masalah yang
mereka perselisihkan itu.

Pertama-tama mereka berpendapat tentang pemimpin, pemerintah dan syarat-


syaratnya. Siapakah yang berhak menjadi pemimpin kaum Muslimin seluruhnya. Syi’ah
berpendapat bahwa hak itu hanya khusus untuk Sayidina Ali dan anak keturunannya.
Khawarij sama dengan Mu’tazilah berpendapat bahwa pemerintah merupakan hak bagi
orang Islam yang paling pantas untuk mendudukinya, walaupun ia seorang hamba sahaya
ia berkebangsaan non-Arab, sedangkan orang-orang moderat, mereka merupakan
mayoritas umat, berpendapat bahwa pemimpin pemerintahan merupakan hak bagi orang
dari suku Quraisy yang paling pantas untuk mendudukinya, karena Rasulullah telah
bersabda: “Pemimpin-pemimpin umat ini harus dari suku Quraisy” Setelah terjadinya
perang saudara dengan terbunuhnya Utsman bin ‘Affan, kaum muslimin berbeda
pendapat tentang dosa besar. Apakah dosa besar itu, dan tentang orang yang
melakukannya. Apakah ia mukmin atau kafir, perbedaan ini secara otomatis disusul
dengan perbedaan pendapat tentang “Iman”, definisi dan penjelasannya. Berangkat dari
perbedaan pendapat tentang hal itu, muncul golongan Khawarij, Murji’ah kemudian
Mu’tazilah.7

5 Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa perbandingan, Jakarta: UI Press,
1986,h.ix.
6 Muslim A. kadir, Ilmu Islam Terapan (Menggagas Paradigma Amali dalam Agama Islam), (Jakarta:

Pustaka Pelajar, 2003), h. 29.


7 Said Agil Al-Munawar dan Husni Rahim, Teologi Islam Regional (Aplikasi terhadap Wacana dan

Praktis Harun Nasution), Cet. I, (Jakarta: Ciputat Press, tt) h. 19.

2
2.1 Historis

Kalau kita mau melihat lebih jauh munculnya paham teologi dalam Islam ini dapat
kita lihat pada sejarah perkembangan kalam pra-Khawarij. Perkembangan kalam tidak
dapat dilepaskan dari dua sisi latar belakang sejarah Islam, Pertama,sisi historis kekuatan
politik dan kepentingan kelompok. Kedua, aspek pergumulan tradisi Islam dengan
diskursus budaya lain. Kedua aspek ini dipandang mendahului lahirnya persoalan
teologis, dari pada dipengaruhi oleh aspek internal dalam teologi Islam itu sendiri.8

Lebih lanjut, awal munculnya persoalan kalam dapat dilacak dari awal perbedaan
para ulama kalam atau aliran-aliran pra-Mu'tazilah. Di sini, bahkan sejarah awal kenabian
dan sahabat bisa menjadi titik-tolak lahirnya persoalan-persoalan kalam atau teologis
dalam Islam. Hal ini didasarkan ketika para sahabat mulai mempertanyakan tentang
ketuhanan kepada Nabi Muhammad. Artinya, kalam sebagai sistem kepercayaan diawali
dengan adanya penggunaan teks-teks agama secara sederhana, tanpa tindakan
teoritisasi. Teks itu sendiri tanpa disertai akal, akan menjadi argument kekuasaan. Di sini
sistem kepercayaan masih didasarkan pada kekuasaan teks dan kekuatan iman.9

Akan tetapi, ketika umat Islam mulai bersentuhan dengan budaya lain dan
kekuasaan umat Islam mulai meluas, apalagi persoalan sosial politik yang muncul
semakin pelik.10Konteks politik dalam Islam pada masa Khalifah ‟Ali bin Abi Thalib inilah
kemudian menjadi awal munculnya perbincangan mengenai teologi. Munculnya ilmu
kalam atau teologi, baru akan dimulai setelah pertempuran antara kelompok Ali bin Abi
Thalib dengan kelompok Muawiyah. Kelompok Ali bin Abi Thalib berhasil memukul
mundur tentara Muawiyah.11

Akan tetapi tangan kanan Mu‟awiyah,‟Amr Ibn al-‟As yang terkenal licik, meminta
jalan damai kepada Ali bin Abi Talib dengan mengangkat Alquran ke atas. Qurra’ yang
ada di pihak Ali bin Abi Talib mendesak agar menerima tawaran damai itu dengan jalan
arbitrase. Singkat kata akibat kelicikan orang-orang Mu‟awiyah maka ‟Ali bin Abi Thalib
kalah dan sangat dirugikan sehingga Mu‟awiyah lah yang berkuasa.

Kemudian putusan Ali ibn Abi Talib yang menerima tawaran damai dari Mu‟awiyah
dengan jalan arbitrase tidak sepenuhnya didukung oleh tentaranya, karena sebagian
yang lain menentang proses arbitrase yang dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib. Karena
bagi sebagian tentara itu menganggap bahwa segala keputusan itu hanya datang dari
Allah. “La hukma illa lillah” (tidak ada hukum selain dari hukum Allah). Atau “la hakama illa
Allah” (tidak ada pengantara selain dari Allah).12

8
Bahrus Surur-Iyunk, Teologi Amal Saleh: Membongkar Nalar kalam Muhammadiyah
Kontemporer (Surabaya: Lembaga Pengkajian Agama dan Masyarakat, 2005),
9
Ibid.
10
Ibid., 20
11
Taufiqurrahman, Sejarah Sosial., 83.
12
Alquran Al-Ma‟idah 5: 44.

3
Dan dengan dasar inilahkemudian sebagian tentara yang tidak setuju dengan
Ali bin Abi Talib meninggalkan barisannya serta menganggap bahwa Ali bin Abi Talib telah
melakukan dosa besar, pada akhirnya melawan Ali bin Abi Talib. Kelompok yang keluar
dari barisan Ali bin Abi Thalib dan berbalik melawannya Kemudian dikenal dengan
golongan al-Khawarij. Dengan demikian musuh Ali bin Abi Thalib Ada dua yaitu Khawarij
dan Muawiyah, sehingga Ali Bin Abi Thalib meninggal dengan cara di bunuh oleh Ibn
Muljam pada 17 Ramadhan 40 H (661 M).13

Persoalan politik sebagaimana digambarkan di atas pada akhirnya telah


membawa Islam pada pergumulan kalam atau teologi. Sebab dari peristiwa Ali bin Abi
Talib muncul kelompok yang bernama Khawarij dengan memandang keputusan Ali bin
Abi Talib adalah melanggar hukum Allah, dan apabila telah melanggar hukum Allah maka
akan diaggap kafir. Anggapan inilah yang kemudian membawa pada persoalan teologi.
Sehingga dari Khawarij muncul lagi aliran-aliran dalam slam hingga sampai pada
Mu‟tazilah dan paham teologi Al-Asy‟ari.14

C. KESIMPULAN

● Historisitas teologi Islam maksudnya adalah bahwa teologi Islam yang dikenal dan
berkembang sampai sekarang ini, seluruhnya terkait dengan dimensi ruang dan waktu
tertentu, ia dipengaruhi oleh subjek tertentu, situasi dan kondisi tertentu, konteks tertentu,
motivasi dan tujuan tertentu. 15

● Dengan demikian, teologi Islam dalam masa pertumbuhan, persoalan teologi sudah muncul
sejak zaman Rasulullah saw.

13
Nasution, Teologi Islam., 8.
14
Volume 6, Nomor 1, Juni 2020| 35
15
HISTORISITAS TEOLOGI ISLAM Dr. Norhidayat, S.Ag.,M.A.

Anda mungkin juga menyukai