Anda di halaman 1dari 7

Sejarah Kaum Intelektual (Rasionalisme) Mu’tazilah Pada Periode Klasik Islam 650-1000

M
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Islam
Dosen Pengampu: Drs. Tri Yuniyanto, M.Hum

Disusun oleh :

Penta Lavida (K4419069)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2020
Latar Belakang

Manusia dikaruniai Allah SWT fikiran dan akal agar menjadi makhluk yang bisa berfikir dan
berakal dalam kehidupannya sehari-hari. Hal ini juga yang membedakan manusia dengan
makhluk tuhan lainnya. Dalam Islam terdapat banyak aliran, namun terdapat salah satu aliran
yang mengagungkan kemampuan yakni aliran Mu’tazilah sehingga pemikiran atau kalam yang
mereka kembangkan bersifat rasional dan liberal yang kemudian pada masa itu mempengaruhi
kehidupan masyarakat.

Tulisan ini akan membahas bagaimana sejarah munculnya dan berkembangnya aliran kaum
Mu’tazilah yang berasal dari Basrah, Irak.

Lahirnya Kaum Mu’tazilah

Pada penghujung abad I hijriyah terjadi persoalan teologis yang diperbincangkan oleh para
ulama mengenai status orang mukmin yang melakukan dosa besar, apakah ia tetap mukmin
ataukah menjadi seorang yang kafir. Kemudian, persoalan tersebut muncul di majelis taklim
yang dipimpin oleh Hasan al-Bashri (642-728 M) di masjid Bashrah. Masalah status mukmin
tersebut muncul di forum ketika dipertanyakan oleh peserta kepada Hasan al-Bashri. Disaat
Hasan al-Bashri masih berfikir untuk menjawab, secara spontan seorang peserta pengajian yang
bernama Washil ibn Atha melontarkan jawaban. Inti dari jawaban Washil ibn Atha adalah orang
mukmin yang melakukan dosa besar maka status nya diantara mukmin dan kafir. Dia berada
diantara dua posisi yang disebut al-Manzilah bayn al-Manzilatain (tempat diantara dua tempat).
Sesudah mengemumakan pendapat tersebut, Washil ibn Atha langsung meninggalkan forum
pengajian Hasan al-Basr dan diikuti salah seorang temannya yakni Amr ibn Ubaid mereka
langsung menuju salah satu tempat lain di masjid tersebut.

Melihat kejadian tersebut kemudian Hasan al-Bashri berkomentar dengan kata: I’tazala Anna
Washil yang artinya Washil telah memisahkan diri dari kita. Semenjak saat itu Washil dan
kawannya dinamai dengan sebutan Mu’tazilah. Peristiwa Washil meninggalkan forum pengajian
Hasan al-Basrh tersebut dinilai sebagai faktor utama penyebab lahirnya aliran Mu’tazilah yang
berasal dari kata I’tazala yang artinya memisahkan diri.
Sebenarnya istilah Mu’tazilah sudah muncul satu abad sebelum munculnya Mu’tazilah yang
dipelopori oleh Washil ibn Atha. Sebutan ketika itu merupakan julukan bagi kelmpok yang tidak
mau terlibat dengan urusan politik dan hanya menekuni ibadah dan dakwah semata. Kemudian,
secara khusus sebutan Mu’tazilah ditunjukan kepada mereka yang tidak mau ikut peperangan
baik perang Jamal anatara Sayidina Ali ibn Abi Thalib dengan pasukan Siti Aisyah maupun
perang Shiffin antara pasukan Ali ibn Abi Thalib dengan pasukan Siti Aisyah.

Metode Pemikiran

Menurut Abu Zahrah dalam menetapkan akidah, kaum Mu’tazilah berpegang pada
premis-premis logika kecuali dalam masalah-masalah yang tidak dapat dijangkau logika. Kaum
ini mempercayai dan mengagungkan kemampuan logika dan akal budi. Yang dapat diterima
akal, mereka terima dan yang tidak dapat diterima akal mereka tolak.

Kaum Mu’tazilah dipengaruhi dan dilandasi oleh pemkiran filsafat Yunani dan logika
dalam menemukan pehamanan mereka. Penyebab hal tersebut ada dua yaitu:

1. Dalam filsafat Yunani mereka menemukan keserasian yang sama mengenai pemikiran
mereka. Kemudian dijadikanlah kerangka berpikir yang membuat mereka lebih lancar
dan kuat dalam berargumentasi.
2. Ketika para filsuf berusaha meruntuhkan dasar ajaran Islam dengan argumentasi-
argumentassi logis hal ini berkebalikan dengan Mu’tazilah yang menggunakan metode
diskusi dan debat terbuka.

Kaum Mu’tazilah banyak mempelajari filsafat untuk mengalahkan serangan dari filosof
dan pihqk lainnya. Dapat disimpulkan bahwa kaum Mu’tazilah adalah para filsuf Islam pada
zaman klasik.

Lima Doktrin Aliran Mu’tazilah

Aliran ini mempiinyai ajaran atau doktrin yang popular disebut dengan sebutan al-Ushul
al-Khamsah kelima doktrin sebagai berikut:
1. At-Tauhid
Tidak ada keraguan dalam diri para aliran Mu’tazilah untuk mengesakan Tuhan. Kaum
Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat-sifat sendiri di luar zat,
karena akan berakibat yang qadim. Mereka juga menolak sifat-sifat jasmaniah bagi tuhan
karea akan membawa tafsim dan tasybih.
2. Al-Adlu
Al-adlu yang berarti Tuhan Maha Adil. Adil merupakan hal untuk menunjukan
kesempurnaan-Nya. Karena Tuhan maha sempurna pasti maha adil.
Manusia memiliki kebebasan dalam perbuatannya maka itulah manusia harus
mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Jika perbuatan manusia baik maka Allah
memberikan kebaikan dan kalau salah maka Allah akan memberikan siksaan.
Mereka berpendapat:
1. Tuhan menguasai kebaikan serta tidak menghendaki keburukan.
2. Manusia memiliki hak untuk berbuat kebebasan itu karena qudrat dari Allah SWT.
3. Makhluk hidup diciptakan Tuhan atas dasar hikmah kebijaksanaan.
3. Al-Wa’d wa al-Wa’id
Yang berarti janji dan ancaman difahamkan kaum Mu’tazilah untuk membuktikan
keadalian tuhan sehingga manusia dapat merasakan balasan Tuhan atas segala
perbuatannya.
4. Al-Manzilah bain al-Manzilatain
Artinya adalah tempat diantara dua tempat yang dahulu seperti jawaban Washil ibn Atha
ketika menjawab pertanyaan bagaimana posisi mukmin ketika melakukan dosa besar.
Jawaban Washil ibn Atha adalah bahwa mukmin tersebut berada diantara kafir dan
mukmin. Ia dikatakan bukan kafir karena masih percaya kepada Tuhan dan Rasulnya
tetapi ia juga bukanlah mukmin karena imannya tidak lagi sempurna.
5. Al-Amr bi Al-Ma’ruf wa Al-Nahyu an al-Munkar
Yang berarti adalah menyuruh kebaikan dan melarang keburukan, ajaran ini menekankan
manusia untuk berfihak kepada kebenaran dan kebaikan. Hal ini merupakan konsekuensi
logis dari keimanan seseorang.
Tokoh-Tokoh Aliran Mu’tazilah

1. Washil ibn Atha


Ia adalah orang pertama yang meletakkan kerangka dasar ajaran Mu’tazilah. Ajaran
pokok yang dicetuskan sebagai berikut yakni paham Al-Manzilah Bain Al-Manzilatain,
paham Kadariyah dan paham peniadaan sifat-sifat Tuhan.
2. Abu Huzail al-Allaf
Merupakan pengikut Washil ibn Atha dan mendirikan sekolah Mu’tazilah pertama di
Kota Bashrah. Melalui sekolah ini pemikiran Mu’tazilah dikaji dan dikembangkan
3. Al-Jubba’i
Ia adalah guru Abu Hasan al-Asyari, pendiri aliran Asyariah. Pendapatnya yang terkenal
ialah mengenai kalam Allah SWT, sifat Allah SWT, kewajiban manusia dan daya akal.
4. An-Nazzam
Pendapatnya terpenting ialah mengenai keadilan Tuhan. Karena Tuhan itu Maha Adil
maka ia tidak berkuasa untuk zalim. Ini berbeda dengan pendapat gurunya al-Allaf.
5. Al-Jahiz
Dalam tulisan-tulisan al-Jahiz dijumpai paham naturalism atau kepercayaan akan hukum
alam yang oleh kaum Mu’tazilah disebut sunah Allah.
6. Mu’amamar bin Abbad
Ia adalah pendiri Mu’tazilah aliran Baghdad, pendapatnya sama dengan Al-Jahiz
mengenai hukum alam. Ia mengatakan bahwa Tuhan menciptakan benda-benda materi.
7. Bisyr al-Mu’tamir
Ajarannya ialah menyangkut pertanggungjawaban perbuatan manusia. Anak kecil
baginya tidak dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya di akhirat kelak karena
belum mukalaf.
8. Ushul Al Khamsah
Ia berkata dalam kitabnya Al-Intisar “Tidak ada seorang pun yang berhak mengaku
sebagai penganut Mu’tazilah sebelum ia mengakui Al-Ushul Al-Khamsa.
9. Abu Musa al-Mudrar
Ia dianggap sebagai pemimpin Mu’tazilah yang sangat ekstrim karena pendapatnya yang
mudah mengkafirkan orang lain.
10. Hisyam bin Amr al-Fuwati
Ia berpendapat bahwa apa yang dinamakan surga dan neraka hanyalah ilusi, belum ada
wujudnya sampai sekarang.
Kesimpulan
Awal mula kemunculan Mu’tazilah adalah berakar dari masalah teologi tentang
pelaku dosa besar. Yang menyatakan bahwa orang mukmin ketika melakukan dosa besar
maka posisinya diantara mukmin dan kafir. Kemudian aliran ini berlanjut menjadi satu
aliran teologi.
Aliran ini dipelopori oleh Washil ibn Atha di Basrah dan kemudian dilanjutkan oleh
para pengikut-pengikutnya. Selanjutnya aliran ini menonjolkan diri pada masa dinasti
Abbasiyah. Hal ini dikarenakan pada dinasti tersebut orang-orang diluar Islam mulai
menyerang ajaran Islam dengan filsafat-filsafat dan kemudian Mu’tazilah maju untuk
mengantisipansinya sehingga aliran ini berkembang dan terkemuka. Pada masa khalifah
Abu Ja’far Abdullah Al-Makmun, Mu’tazilah dijadikan mazhab resmi negara. Al
Makmun sendiri sangat fanatic terhadap ajaran aliran Mu’tazilah. Pada saat itu juga
dilaksanakan minhah yang dilakukan kepada para pejabat dan ulama untuk suatu ujian
bagi mereka agar sepaham dengan aliran Mu’tazilah yang menyatakan bahwa Al-Qur’an
adalah makhluk.
Minhah terus berlangsung sampai masa khalifah Al Mutawakkil yang bukan pengikut
aliran ini. Kemudian pengaruh Mu’tazilah diturunkan bahkan para pemuka Mu’tazilah
ditindas dan kemudian minhah dapat dihentikan.
Namun demikian, Mutazilah sangat berkontribusi terhadap dunia Islam dan sebagai
orang islam pertama yang membuka pintu dunia filsafat, menerjemahkan buku-buku
filsafat. Mereka juga mempertahankan Islam dari serangan-serangan orang diluar Islam
menggunakan filsafat dan dibalas dengan filsafat juga.
Daftar Pustaka
Safii, S. (2014). Teologi Mu’tazilah: Sebuah Upaya Revitalisasi. Jurnal
Theologia, 25(2), 27-48.
Hatta, M. (2013). Aliran Mu’tazilah dalam Lintasan Sejarah Pemikiran Islam. Ilmu
Ushuluddin, 1.
Pakpahan, E. S. (2018). Pemikiran Mu’tazilah.  Al-Hadi, 2(2), 413-424.
Zulhelmi, Z. (2013). Epistemologi Pemikiran Mu’tazilah Pengaruhnya Terhadap
Perkembangan Pemikiran Islam Di Indonesia. Jurnal Ilmu Agama: Mengkaji Doktrin,
Pemikiran, Dan Fenomena Agama, 14(2), 119-145.
Rohidin, R. (2018). Mu’tazilah; Sejarah Dan Perkembangannya. El-Afkar: Jurnal
Pemikiran Keislaman dan Tafsir Hadis, 7(2), 1-10.
Zaeny, A. (2011). IDIOLOGI DAN POLITIK KEKUASAAN KAUM
MU’TAZILAH. Jurnal Tapis: Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam, 7(2), 94-109.

Anda mungkin juga menyukai