Aliran Asy’ariyah
Aliran Asy’ariyah adalah salah satu aliran/paham akidah dalam Ilmu Kalam
yang dipelopori oleh Abdul Hasan Al-As’ari pada abad ke-3 Hijriah. Abdul Hasan Al-
As’Ari awalnya merupakan salah satu pengikut Mu’tazilah, namun ia memutuskan
untuk keluar dari aliran tersebut diikarenakan ada perbedaan pendapat dengan
gurunya.
Nama kelompok Asy’Ariyah ini diambil dari nama belakang Abdul Hasan al-
Asy’ari yang merupakan pendiri kelompok ini. Beliau nermimpi bertemu dengan
Rasulullah yang mengatakan jika Ahlu Hadist lah yang sebenarnya benar,
sedangkan Mu’tazilah adalah salah. Kemudian Imam Asy’Ari mengajarkan paham
yang berdasar pada teks wahyu disertai argumen rasional.Paham Asy’Ariyah ini
menjadi cikal bakal berdirinya paham Ahlusunnah Wal Jama’ah pada kurang lebih
tahun 300 H, yang juga merupakan usaha dari Abdul Hasan Al-Asy’Ari.
Berikut pokok-pokok pandangan Asy-A’riyah yaitu :
1. Sifat Tuhan menurut paham Asy’ariyyah
Menurut paham asy’ariyyah bahwa Tuhan memiliki sifat sebagaimana dalam
al-quran dan al-Hadist, dan sifat tersebut sesuai dengan zatnya sendiri dan
sama sekali tidak menyerupai Makhluk. Sifat tuhan tidak boleh disamakan
dengan sifat makhluk atau sifat makhluk tidak Dapat disamakan dengan sifat
tuhan.
2. Melihat Tuhan Menurut Paham Al-Asy’ariyyah
Menurut paham asy'ariyyah bahwa manusia mampu untuk melihat tuhan di
akhirat, karena sesuatu yang tidak dapat dilihat hanyalah sesuatu yang tidak
berwujud, dan Tuhan itu Berwujud maka tuhan dapat dilihat.
3. Kekuasaan Tuhan dan Perbuatan Manusia , menurut Al-asy’ari tuhan tidak
memiliki kewajiban apa-apa terhadap manusia. Dengan Kekuasaan yang
mutlak, Tuhan bisa saja memberikan petunjuk kepada siapa saja yang
dikehendaki atau sebaliknya.
4. Konsep keimanan asy’ari yang seperti ini mengikuti alur pemikiran sunni,
dimana keimanan seseorang tidak bisa dilepaskan begitu saja, karena
perdebatan tentang kriteia mukmin-kafir Adalah Firqoh al-waqifiyah yang
mempertanyakan apa hak kita mengurusi seseorang sampai Sejauh
menilaiseseorang itu mukmin apa kafir? Kita harus berhenti pada urusan yang
bersifat Lahiriyah saja, selebihnya kita serahkan pada Allah.
5. Al-Asy’ari meyakini bahwa Al-Quran adalah kalam illahi yang bersifat qadim.
Asy’ari nerpendapat bahwa kalam adalah sesuatu yang bertempat pada diri
mutakallim. Kalam dalam pengertian ini berarti bukan huruf atau suara,
melainkan kata yang berada dalam diri. Kalam ini diisitilahkan dengan kalam
nafsi.