Anda di halaman 1dari 6

Mata Kuliah : ILMU KALAM

Prodi : KPI/PAI/HES
Semester : I (Satu)
Pokok Bahasan : 6- Muktazilah
Dosen : Dr. H. Abubakar Sidik, MAg

Pendahuluan

Perbedaan pemikiran dalam kelompok umat Islam adalah sebuah kenyataan yang tidak bisa
dipungkuri. Sekeras apapun usaha manusia mempersatukan pemikiran akan berujung pada
rasa kecewa. Bahkan, semakin banyak yang berusaha mempersatukannya, semakin bertambah
jumlah kelompok yang dibentuk. Banyaknya perbedaan haruslah disikapi dengan saling
memahami, dan saling memahami akan dicapai kalau mengetahui akar pemikiran dan
perbedaannya.

Dalam ilmu kalam, banyak sekali perbedaan pemikiran umat Islam. Ppemikiran ini ada yang soft
(lembut) dan ada yang hard (keras). Pengaruhnya terhadap perilaku manusia tentu saja ada,
karena perilaku itu ditentukan oleh pemikiran. Karena itu munculnya perilaku soft dalam
menyikapi keberagamaan dan perbedaan, dan ada juga yanng memunculkan perilaku hard
sebagai wujud implementasi pemikirannya.

Mu’tazilah sebagai salah satu aliran pemikiran dalam Islam, bahkan pernah menjadi aliran
pergerakan, lahir pertama kali sebagai reaksi atas ketidakharmonisan politik pada masa Ali bin
Abi Thalib dan Muawiyah, Aisyah, dan lain-lain, termasuk dalam perang Jamal dan perang
Syiffin. Mu’tazilah disebut sebagai kelompok moderat yang tidak memihak kepada Ali maupun
kepada Muawiyah.

Kelompok ini tidak memiliki pandangan kalam sama sekali. Karena itu, banyak ahli yang
menolak adanya Mu’tazilah pada masa ini. Alasannya, karena para moderat politik antara Ali
dan Muawiyah tidak memiliki pemikiran kalam yang sama dengan Mu’tazilah yang berkembang
selanjutnya. Tetapi, ada juga yang menyebutknya sebagai Mu’tazilah I yang tidak memiliki
faham kalam.

Mu’tazilah yang muncul selanjutnya, adalah Mu’tazilah yang dipelopori Washil bin Atho ketika
memisahkan diri (i’tazala orangnya mu’tazil) dari gurunya Hasan al-Bashri. Washil berpendapat
bahwa mu’min yang berdosa bukanlah mu’min dan bukanlah kafir, tetapi berada diantara
mu’min dan kafir, yang dikenal dengan al-manzilah bayna al-manzilatayn .

Tokoh-tokohnya

Washil bin Atho (80 H-131 H). Beliau adalah murid dari Hasan Al-Bashri, seorang pembesar
Thabi’in. Washil bin Atho mulai menampakkan perbedaan pemikiran dengan gurunya ketika
memiliki pemikiran al-manzilah bayna al-manzilatayn.

Nama-Nama Mu’tazilah

1. Penamaan dari eksternal


a. Mu’tazilah. Sebab dinamakan ini adalah karena Washil bin Atho memisahkan diri
(bahasa Arabnya i’tazala) dari kelompok gurunya Hasan Al-Bashri. Waktu itu ada

1
seseorang yang masuk dalam kelompok pengajian Hasan Al-Bashri dan bertanya
tentang mu’min yang berdosa, apakah masih tetap mu’min. Belum juga Hasan Al-Bashri
menjawab, Washil bin Atho menjawab bahwa mu’min yang berdosa besar tidaklah
termasuk mu’min secara muthlak dan tidak juga termasuk kafir secara muthlak, dia ada
diantaran mu’min dan kafir, al-mazilah bayn al-manzilatayn. Karena itulah, kemudian
Washil bin Atho memisahkan diri bersama kelompoknya, kemudian Hasan Al-Bashri
menyebutkan “i’tzala washil”. Lalu disebutlah kelompok Washil bin Atho Mu’tazilah,
yang memisahkan diri.
b. Jahmiyyah. Kelompok Jahmiyah sebenarnya kelompok tersendiri dan terdahulu. Akan
tetapi pemikiran Mu’tazilah banya yang sama dengan Jahmiyyah, terutama dalam
ketiadaan sifat Allah dan al-Qur’an sebagai makhluk.
c. Qadariyah. Dinamakan ini karena pemahaman Mu’tazilah yang menyebutkan adanya
kekuasaan manusia (qadar) dalam melakukan apapun atas keputusannya sendiri.
Karena perbuatan manusilah, maka Allah wajib menghukum yang berbuat salah dan
memberi pahala kepada yang berbuat baik.
d. Tsanawiyah dan Majusiah. Penamaan ini karena ada persamaan pemikiran
Mu’tazilah dalam hal bahwa perbuatan baik dari Allah dan perbuatan jelek dari
manusia.
e. Makhanits Khawarij. Ini karena Mu’tazilah memiliki pemikiran yang sama dengan
Khawarij dalam keabadian orang yang berdosa besar di neraka, padahal Mu’tazilah
berkeyakinan bahwa manzilah bayn al-manzilatayn.
f. Al-Wa’idiyah. Nama ini disematkan atas pokok Mu’tazilah soal Al-Wa’du wa Al-wa’id.
Mu’tazilah berpendapat bahwa Allah akan menepati janji-Nya dan ancaman-Nya, dan
Allah tidak akan mengampuni dosa kecuali sudah bertaubat.
g. Al-Mu’aththilah. Penamaan ini disematkan karena Mu’tazilah meniadakan sifat pada
Allah.
2. Penamaan dari internalnya
a. Mu’tazilah.
b. Ahlu Al-Adl dan Tauhid. Ini atas klaim Mu’tazilah karena meniadakan sifat pada Allah
yang menjamin ketauhidan Allah yang berbeda dengan kelompok yang memberi sifat
pada Allah yang menjadikan tidak lagi esa. Mu’tazilah juga berkeyakinan bahwa Allah
itu adil karena yang berbuat baik wajib masuk sorga dan yang berbuat jelek wajib ke
neraka.
c. Ahlu al-Haq dan Najiyah. Ini mereka sematkan karena mereka mengakui telah
mensucikan Allah dari berbagai sifat.

Lima Ajaran Pokok Mu’tazilah (Al-Ushul al-Khamsah)

Terdapat lima pokok pemikiran Mu’taziah yang kemudian dikenal dengan sebutan al-Ushul al-
Khamsah.
1. Al-Tauhid

Mu’tazilah memiliki pemikiran bahwa Allah itu tidak memiliki sifat. Allah itu mengetahui, tapi
mengetahui bukan dengan ilmu melainkan dengan dzat-Nya. Bila Allah dianggap
mengetahui dengan ilmu-Nya, maka ada dua Tuhan, yaitu Allah dan Ilmu-Nya. Allah juga
memiliki kekuasaan (Qadirun) tetapi kekuasaan Allah itu dengan Dzat-Nya, bukan dengan
Qudrat-Nya. Kalau dengan Qudrat-Nya berarti akan ada dua Tuhan. Demikian juga pada
sifat yang lain. Mu’tazilah membersihkan Allah dari segala sifat sebab dengan penyematan
sifat, Allah menjadi tidak Esa, tidak tauhid.

2
Mu’tazilah juga menolak penggambaran Allah sebagai sesuatu yang berwujud, berwajah,
bertangan. Karena itu, yad dalam Al-Qur’an dimaknai sebagai kekuasaan atau nikmat, dan
wajah diartikan dengan dzat-Nya, dan Arsy diartikan dengan kekuasaan atau menguasai.
Karena itulah, maka Mu’tazilah menganggap Allah tidak bisa dilihat dengan mata. Mu’tazilah
menyandarkan pendapatnya, antara lain pada Al-Qur’an surat Asy-Syura ayat 11, laisa
kamitslihi syaiun.

Menurut Abd Rozak dan Rosihon, pemikiran Mu’tazilah ini dipengaruhi oleh filsafat
Hellenisme Yunani sebagai bentuk perlawanan terlawan lawan pemikirannya dari
muhadditsin, rafidhah, dan berbagai aliran keagamaan di India1.

2. Al-Adl

Adil menurut mutakallimin adalah perbuatan Allah semuanya baik, Allah tidak melalukan
yang jelek, dan tidak mengecewakan untuk melakukan kewajiban-Nya 2.

Mu’tazilah berkeyakinan bahwa Allah tidak mungkin berbuat kecuali yang baik dan shalah.
Dan Allah berkewajiban menjaga kemashlatan makhluk dan kebaikan makhluk. Kalau tidak
maka Allah tidak adil. 3

Menurut Mu’tazilah, makhluk memiliki kekuasaan untuk melakukan dan tidak melakukan.
Apa yang dilakukan manusia sebagai kebaikam, maka Allah harus memberikan pahala atas
kebaikannya, dan memberikan siksaan apabila perbuatannya itu buruk 4. Kalau Allah
memasukkan orang baik ke neraka, misalnya, maka Allah tidak adil.

Mengutus Rasul juga merupakan kewajiban Allah karena Allah wajib berbuat baik dan
mewujudkan kebaikan kepada manusia. Dan itu dengan cara mengutus para Rasul 5.

3. Al-Wa’d wa Al-Wa’id

Al-Wa’du berarti janji dan al-wa’id berarti ancaman. Ini konsekwensi dari pemikiran
sebelumnya. Maknanya bahwa Allah akan (dan wajib) memenuhi janji-Nya bahwa siapapun
yang berbuat baik akan mendapat pahala dan kenikmatan nantinya. Sebaliknya,
barangsiapa yang tidak berbuat baik, maka diancam oleh Allah untuk disiksa pedih dan
tidak diberi kenikmatan nantinya.

4. Al-Manzilah bayna al-Manzilatayn

Ini jawaban Mu’tazilah terhadap mu’min yang melakukan dosa besar. Menurut Mu’tazilah,
seorang Mu’min yang melakukan dosa besar tidak bisa disebut mu’min karena dia sudah

1
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung, hal 102
2
Abd Al-Jabbar al-Qhadi, Syarh al-Ushul al-Khamsah, Maktaba Wahbah, Kairo dan Al-Mu’thiq
‘Awwad bin Adbillah, Al-Mu’tazilah wa Ushuluhum al-Khamsah wa Mawqif Alhi Sunnah minha,
Maktabah Al-Rasyid, Riyadh, hal 152
3
Al-Syahrasytani Abu al-Fath Muhammad bin Abdil al-Karim Abi Bakr Ahmad, Al-Milal wa Al-
Nihal, Dar Al-Ma’rifat, Beirut Lebanon, hal 45
4
Ibid
5
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung, hal 104-105

3
tidak melakukan kewajiban dan konsekwensi kemu’minannya berupa perbuatan dosa besar,
akan tetapi karena dia memiliki iman, maka dia tidak bisa dikategorikan kafir. Karena itu,
Mu’tazilah berpendapat bahwa mu’min berdosa besar bukanlah mu’min dan bukan pula
kafir, tetapi diantara mu’min dan kafir, atau dalam istilah Mu’tazilah al manzilah bayna al-
manzilatayn.

5. Al-Amru bi Al-Ma’ruf wa Al-Nahyu ‘an Al-Munkar

Al-Amru bil ma’ruf adalah menyuruh kepada kebaikan dan al-nahyu al al-munkar adalah
mencegah kejahatan atau kemunkaran. Ajaran ini bukan saja wilayah Mu’tazilah, tetapi
diterima oleh semua kalangan, Akan tetapi menurut Harun nasutian seperti dikuti Abd
Rozak dan Rosihon, pada Mu’tazilah dibolehkan digunakan kekerasan 6.

Menurut Al-Qadhi Abdul Jabar, tentang Amar Ma’ruf Nahyi Munkar dinyatakan sebagai
berikut7:
‫واعلم أن بين األمر بالمعروف والنهي عن المنك ر فرق ا أن فى األم ر ب المعروف يكفى مج رد‬
‫ حتى ليس يجب علين ا أن نحم ل ت ارك الص الة على‬،‫ وال يلزمنا حمل من ضيعه عليه‬،‫األمر به‬
‫ وليس ك ذلك النهي عن المنك ر فإن ه ال يكفى في ه مج رد النهى عن د اس تكمال‬،‫الص الة حمال‬
،‫ ولهذا فلو ظفرنا بشارب خمر وحصلت الشرائط المعت برة فى ذل ك‬،‫ حتى يمنعه منعا‬،‫الشرائط‬
‫ فإن لم‬،‫ فإن لم ينته ضربناه‬،‫ فإن لم ينته خ ّشنا له القول‬،‫فإن الواجب علينا أن ننهانا بالقول اللـين‬
.‫ينته قاتلناه إلى أن يترك ذلك‬
Maksudnya, bahwa amar ma’ruf wajibnya hanya menyuruh saja, tidak diwajibkan
membawa orang sampai ke masjid misalnya. Tetapi dalam melarang kemungkaran tidak
cukup dengan melarang saja ketika sudah terpenuhi syaratnya, tetapi melalui tahapan,
yaitu :
a. Melarangnya dengan perkataan yang lembut. Kalau belum berhasil lalu
b. Melarangnya dengan perkataan yang keras. Kalau belum berhasil lalu
c. Memukulnya sampai dia meninggalkan kemunkarana. Kalau belum berhasil lalu
d. Membunuhnya sampai kemunkarannya hilang.

Kelompok-Kelompok dalam Mu’tazilah.

Asy-Syahrasytani menyebutkan ada 12 kelompok besar dalam Mu’tazilah, yaitu 8

1. Al-Washiliyah. Kelompok ini pengikut Washil bin Atho al-Gazzal (80-131 H). Beliau pendiri
sekaligus pembesat Mu’tazilah. Ada empat pemikiran utama Washil bin Atho, yaitu :
a. Menafikan (meniadakan) sifat pada Allah
b. Tentang Qadar, yaitu kekuasaan manusia dalam berbuat, bukan kekuasaan Allah.
c. Al-Manzilah bayna al-manzilatayn. Yaitu memposisikan mu’min berdosa besar sebagai
bukan mu’min dan bukan kafir, tetapi diantara mu’min dan kafir
d. Pendapatnya tentang dua kelompok Perang Jamal dan perang Siffin, menurutnya salah
satunya merupakan yang bersalah dan fasik. Demikian juga salah seorang yang saling

6
Ibid, hal 107
7
Abd Al-Jabbar al-Qhadi, Syarh al-Ushul al-Khamsah, Maktabah Wahbah, Kairo, hal 744-745
8
Al-Syahrasytani Abu al-Fath Muhammad bin Abdil al-Karim Abi Bakr Ahmad, Al-Milal wa Al-
Nihal, Dar Al-Ma’rifat, Beirut Lebanon, hal 46-85

4
melaknati, merupakan orang fasik. Orang fasik tidak diterima syahadatnya. Jadi
dimungkinkan Ali, Thalhah, Zubayr, dan yang lainnya tidak diterima syahadatnya.
2. Al-Hudzailiyah. Kelompok ini pengikut Abu Al-Hudzail Hamdan bin Hudzail al-Ilaf. Abu
Hudzail berbeda dengan washil bin Atho. Beliau menyatakan bahwa Allah mengetahui
dengan ilmu-Nya dan yang mengajarkan-Nya adalah Dzat-Nya.
3. Al-Nadlamiyah. Ini kelompok Ibrahim bin Yasar bin Hani’ al-Nadlam
4. Al-Khobithiyah wa Al-Hadatsiyah. Ini kelompok Ahmad bin Khabith dan Al-Fadl al-
Hadatsy. Diantara pemikirannya adalah menganggap Isa sebagai Tuhan sama dengan
Nasrani. Isa lah yang akan menghisab makhluk nanti di akhirat
5. Al-Bisyriyah. Kelompok basyr bin Al-Mu’tamir.
6. Al-Mu’ammariyah. Pemimpinnya Muammar bin Ibad Al-Salmy.
7. Al-Mardariyah. Pemimpinnya Isa bin Shabih Abu Musa Al-Mardar
8. Al-Tsumamiyah. Pemimpinnya Tsumamah bin Atras al-Namiry. Menurutnya orang fasik
kekal selamanya dalam neraka kalau matinya dalam keadaan fasik dan belum bertaubat.
9. Al-Hisyamiyah. Pemimpinnya Hisyam bin Ma’mar Al-Fuwatha. Pendapatnya tentang
kekuasaan manusia melebihi pendapat yang lain. Menurut dia Allah sama sekali bukan
pelakunya. Iman yang ada pada kita itu karena kita, tidak ada campur tangan Allah.
10. AL-Jahidliyah. Pelopornya Amru bin bahr Abu Ustman al-Jahidl.
11. Al-Khiyathiyah wa Al-Ka’biyah. Pelopornya Abu al-Husayn bin Abi Amru al-Khayyath
12. Al-Jabaiyah wa Al-Bahsyamiyah. Pelopornya Abu Muhammad bin Abd Al-Wahhab al-
Jubbany dan puteranya Abu Hasyim abd Al-Salam.

Referensi

Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung
Abd Al-Jabbar al-Qhadi, Syarh al-Ushul al-Khamsah, Maktabah Wahbah, Kairo
Al-Asy’ari Abu Hasan, Maqalat Islamiyyin wa Ikhtilaf Al-Mushallin , Maktabah Al-Nahdlah Al-
Mishriyah, 1969
Al-Mu’thiq ‘Awwad bin Adbillah, Al-Mu’tazilah wa Ushuluhum al-Khamsah wa Mawqif Alhi
Sunnah minha, Maktabah Al-Rasyid, Riyadh
Al-Syahrasytani Abu al-Fath Muhammad bin Abdil al-Karim Abi Bakr Ahmad, Al-Milal wa Al-Nihal,
Dar Al-Ma’rifat, Beirut Lebanon.
Taufik Rahman, Tauhid Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung
Taib Thahir Abd Mu’in, Ilmu Kalam, Widjaya, Jakarta

5
6

Anda mungkin juga menyukai