Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH MU TAZILAH

Anggota Kelompok :
1.Muhammad Rafiq Fariez Aditya Fadillah
2.Muhammad Wafik Qurrahman
3.Saifuddin Alim
4.Septiandi Nur Fadhilah
Kata Pengantar :
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur ke hadirat Allah SWT. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Aliran mu tazilah" dengan tepat
waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Sejarah. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang Aliran mu tazilah.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Pak Sofyan selaku guru Mata Pelajaran
Akidah Akhlaq. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang
telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Daftar isi:
A. 1.Pengertian nama aliran dan nama pelopornya ….
B. 2.Latar belakang dan sejarah awal ….
C. 3.Doktrin doktrin aliran ….
D. 4.Tokoh tokoh aliran ….
1.Pengertian Mu’tazilah.
Perkataan Mu’tazilah berasal dari kata i’tizal yang artinya memisahkan
diri, pada mulanya nama ini diberikan oleh orang dari luar Mu’tazilah karena
pendirinya, Washil bin Atha’, tidak sependapat dan memisahkan diri dari
gurunya, Hasan al-Bashri. Dalam perkembangan selanjutnya, nama ini kemudian
disetujui oleh pengikut Mu’tazilah dan digunakan sebagai nama dari bagi aliran
teologi mereka. Sejarah munculnya aliran mu’tazilah oleh para kelompok
pemuja dan aliran mu’tazilah tersebut muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad
ke 2 Hijriyah, tahun 105 – 110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah
Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin Abdul Malik.

Dan Pelopornya.
Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan
Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal, kemunculan
ini adalah karena Wasil bin Atha’ berpendapat bahwa muslim berdosa besar
bukan mukmin dan bukan kafir yang berarti ia fasik. Imam Hasan al-Bashri
berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin. Inilah awal
kemunculan paham ini dikarenakan perselisihan tersebut antar murid dan Guru,
dan akhirnya golongan mu’tazilah pun dinisbahkan kepadanya. Sehingga
kelompok Mu’tazilah semakin berkembang dengan sekian banyak sektenya.
kemudian para dedengkot mereka mendalami buku-buku filsafat yang banyak
tersebar di masa khalifah Al-Makmun. Maka sejak saat itulah manhaj mereka
benar-benar diwarnai oleh manhaj ahli kalam (yang berorientasi pada akal dan
mencampakkan dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah). Aliran m’tazilah
merupakan salah satu aliran teologi dalam islam yang dapat dikelompokkan
sebagai kaum rasionalis Islam.
2) latar belakang dan sejarah awal aliran.
Aliran mu'tazilah lahir pada tahun 120 H, pada abad permulaan kedua
hijriyah di kota Basrah dan mampu bertahan sampai sekarang, aliran ini telah
muncul pada pertengahan abad pertama hijriyah yakni di istilahkan pada para
sahabat yang memisahkan diri atau bersikap netral dalam peristiwa politik yakni
peristiwa meletusnya perang jamal dan perang sifik,yang kemudian mendasari
sejumlah sahabat yang tidak mau terlibat dalam konflik tersebut dan memilih
untuk menjauhkan diri mereka dan memilih jalan tengah.

3.Doktrin Ajaran Aliran Mu’tazilah.


1.At-Tauḥid (Keesaan Allah) Meyakini sepenuhnya hanya Allah Swt. yang Maha
Esa. Tidak ada yang serupa dengan-Nya. Mereka menganggap konsep tauhid ini
yang paling murni sehingga mereka senang disebut ahlut tauḥīd (pembela
tauhid). Dalam mempertahankan paham keesaan Allah Swt., mereka
meniadakan segala sifat Allah, yaitu bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat yang
berdiri di luar Dzat-Nya. Kaum Mu’tazilah enggan mengakui adanya sifat Tuhan
dalam pengertian sesuatu yang melekat pada Dzat Tuhan. Jika Tuhan dikatakan
Maha Mengetahui maka itu bukan sifat-Nya tapi Dzat-Nya. Mu’tazilah juga
meyakini bahwa al-Quran adalah mahluk.
2. Al-‘Adl (Keadlilan Tuhan) Paham keadilan yang dikehendaki Mu’tazilah adalah
bahwa Allah Swt. tidak menghendaki keburukan, tidak menciptakan perbuatan
manusia dan manusia dapat mengerjakan perintah-perintah-Nya dan
meninggalkan larangan-laranganNya dengan qudrah (kekuasaan) yang
ditetapkan Allah Swt. pada diri manusia itu. Allah tidak memerintahkan sesuatu
kecuali menurut apa yang dikehendakiNya. Ia hanya menguasai kebaikan-
kebaikan yang diperintahkan-Nya dan tidak tahu menahu (bebas) dari
keburukan-keburukan yang dilarang-Nya. Dengan pemahaman demikian, maka
tidaklah adil bagi Allah Swt. seandainya Ia menyiksa manusia karena perbuatan
dosanya, sementara perbuatan dosanya itu dilakukan karena diperintah Tuhan.
Tuhan dikatakan adil jika menghukum orang yang berbuat buruk atas
kemauannya sendiri.
3. Al-Wa’d wa al-Wa’id (Janji dan Ancaman) Al-wa’du wa al-wa’īd (janji dan
ancaman), bahwa wajib bagi Allah Swt. untuk memenuhi janji-Nya (al-wa’d) bagi
pelaku kebaikan agar dimasukkan ke dalam surga, dan melaksanakan ancaman-
Nya (al-wa’īd) bagi pelaku dosa besar (walaupun di bawah syirik) agar
dimasukkan ke dalam neraka, kekal abadi di dalamnya, dan tidak boleh bagi
Allah Swt. untuk menyelisihinya. Karena inilah mereka disebut dengan
Wa’idiyyah. 4) Al-Manzilah bain al-Manzilatain (Posisi diantara dua tempat).
Adalah suatu tempat antara surga dan neraka sebagai konsekwensi dari
pemahaman yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar adalah fasiq, tidak
dikatakan beriman dan tidak pula dikatakan kafir, dia tidak berhak dihukumkan
mukmin dan tidak pula dihukumkan Kafir. 5) Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.
Dalam pandangan Mu’tazilah, dalam keadaan normal pelaksanaan al-amru bil
ma’ruf wan nahyu ‘anil munkar itu cukup dengan seruan saja, tetapi dalam
keadaan tertentu perlu kekerasan.
4.  Al-Manzilah Bain Al-Manzilatain.
Ini adalah ajaran yang menyebabkan munculnya aliran Mutazilah.
Ajaran ini terkenal dengan status orang beriman yang melakukan dosa besar.
Dalam historiografi , Khawarij menganggap orang tersebut sebagai kafir dan
musyrik dan menurut Murjiah orang itu tetap mukmin dan dosanya diserahkan
kepada Tuhan. Mutazilah memisahkan diri dari keduanya makanya disebut
I'tizal dari majelis gurunya, Hasan Al-Bisri. 
Menurut Mutazilah, pelaku dosa besar tersebut tidak dapat dikatakan
mukmin secara mutlak karena iman menuntut adanya kepatuhan kepada
Tuhan, tidak cukup hanya pengakuan dan pembenaran. Berdosa besar bukanlah
kepatuhan, melainkan kedurhakaan. 
Orang ini tidak dapat dikatakan kafir secara mutlak karena masih
percaya kepada Tuhan dan Rasulnya. Hanya jika ia meninggal sebelum bertobat,
ia dimasukkan ke neraka dan kekal didalamnya, karena diakhirat hanya ada dua
yaitu syurga dan neraka. Orang fasiq diletakkan di neraka hanya siksaanya lebih
ringan dari orang kafir.
5. Al-Amr bi Al-Ma'ruf wa An-Nahyan Al-Munkar
Ajaran ini menyuruh kebajikan dan melarang kemungkaran. Menurut
Abd Al-Jabbar (w. 1024) syarat orang mukmin beramar ma'ruf dan anhi munkar
sebagai berikut :
a. Mengetahui perbuatan yang disuruh itu ma'ruf dan yang dilarang itu munkar
b. Mengetahui bahwa kemungkaran telah dilakukan orang
c. Mengetahui bahwa perbuatan amar ma'ruf dan nahi munkar tidak akan
membawa mudharat yang lebih besar
d. Mengetahui atau menduga bahwa tindakannya tidak akan membahayakan
diri dan hartanya

4. Tokoh Aliran Mu’tazilah.


1) Washil bin Atha (700 M/80 H di Madinah sampai 748 M/131 H di Bashrah)
Wasil Bin Atha merupakan pelopor ajaran mu’tazilah. Ada tiga ajaran
pokok yang dicetuskan oleh Wasil bin Atha, yaitu paham al-manzilah bain al-
manzilatain, paham qadariyah (yang diambilnya dari ma’bad dan gailan, dua
tokoh aliran qadariyah), dan paham peniadaan sifat-sifat Tuhan. Dua dari tiga
ajaran itu kemudian menjadi doktrin ajaran Mu’tazilah, yaitu al manzilah bain al-
manzilatain dan peniadaan sifat-sifat Tuhan.
2) Abu Huzail al-Allaf (751/135 di Baghdad,Irak -849 M/249 H di Kairo, Mesir),
penyusun 5 ajaran pokoq Muktazilah.
Abu Huzail al-‘Allaf (wafat. 235 H), seorang pengikut aliran Wasil bin
Atha, mendirikan sekolah Mu’tazilah pertama dikota Bashrah (Iraq). Melalui
sekolah ini, pemikiran Mu’tazilah sempat menjadi madzhab resmi Negara. Abu
Huzail al-Allaf adalah seorang filosof islam.
Ia banyak mengetahui falsafah Yunani dan itu memudahkannya untuk
menyusun ajaran-ajaran Mu’tazilah yang bercorak filsafat dan rasionalitas.
Diantaranya ia membuat uraian mengenai pengertian Nafy as-sifat.
Ia menjelaskan bahwa” Tuhan Maha Mengetahui” dengan
pengetahuannya dan pengetahuannya itu adalah dzat-Nya bukan sifatnya,
Tuhan Maha Kuasa dengan kekuasaannya dan kekasaannya itu juga dzat-Nya
bukan sifatnya dan begitu seterusnya.
Penjelasan dimaksudkan oleh Abu Huzail untuk menghindari adanya yang
qadim selain Tuhan, karena menurutnya jika dikatakan ada sifat (dalam arti
sesuatu yang melekat di luar dzat Tuhan), berarti sifatnya itu qadim ini akan
membawa kepada kemusyrikan.

3) Al-Nazzam murid Abu Huzail al-Allaf{777 M di Basra, Irak sampai 845 M di


Irak}
Pendapatnya yang terpenting adalah mengenai keadilan Tuhan. Karena T
uhan itu Maha adil, maka ia tidak berkuasa untuk berlaku dzalim. Pendapatnya
ini lebih ekstrim jauh dari gurunya, Al-Allaf.
Jika Al-Allaf mengatakan bahwa Tuhan mustahil berbuat dzalim kepada
hambanya, maka An-Nazzam menegaskan bahwa hal itu bukanlah hal yang
mustahil, bahkan Tuhan tidak mempunyai kemampuan untuk berbuat dzalim.
Ia berpendapat bahwa perbuatan dzalim hanya dilakukan oleh orang
yang bodoh dan tidak sempurna, sedangkan Tuhan jauh dari keadaan yang
demikian.
4) Abu Hasyim al-Jubba’i (849/235 H di Khuzestan ,Iran - 915 M/ 303 H di Basra
Iran ).
Al-Jubba’I ialah guru Abu Hasan al- Asy’ari pendiri aliran Asy’ariah.
Pendapatnya yang masyhur adalah mengenai kalam Allah, sifat Allah, kewajiban
manusia, dan daya akal. Ia mengatakan bahwa Allah tidak mempunyai sifat.
5) Al-Jahiz (781 M /160 H di Basra,Irak sampai 868 M di Basra, Irak)
Al- Jahiz Abu Usman bin Bahar mengemukakan paham kepercayaan akan
hukum alam (naturalism) yang oleh aliran Mu’tazilah disebut Sunatullah. Ia
menjelaskan bahwa perbuatan-perbuatan manusia tidaklah sepenuhnya
diwujudkan oleh manusia itu sendiri, melainkan ada pengaruh hukum alam.
6) Mu’amar bin Abbad (728 sampai 824 M)
Pendapatnya tentang kepercayan pada hukum alam dan pendapatnya ini
sama dengan pendapat Al-Jahiz. Ia mengatakan bahwa Tuhan hanya
menciptakan benda-benda materi.
Adapun sesuatu yang datang pada benda-benda itu adalah hasil dari
hukum alam. Contohnya, jika sebuah batu dilontarkan ke air maka gelombang
air yang dihasilkan oleh batu yang dilempar merupakan hasil dari kreasi batu itu
sendiri bukan hasil ciptaan atau kehendak Tuhan.
7) Bisyr al- Mu’tamir (767 M /150 H di Merv sampai 841 M/ 227 H di Baghdad )
Ajarannya yang penting menyangkut pertanggungjawaban perbuatan
manusia. Seorang yang berdosa besar kemudian bertobat, lalu mengulangi lagi
perbuatan dosa besar, akan mendapan siksa ganda, meskipun ia telah bertobat
atas dosa besarnya yang terdahulu.
8) Abu Musa al-Mudrar
Al- Mudrar dianggap sebagai pemimpin Mu’tazilah yang sangat ekstrim,
karena pendapatnya yang mudah mengkafirkan orang lain. Menurut Asy
Syahrastani, Al-Mudrar menuduh semua orang kafir yang mempercayai
keqadiman Al-qur’an. Al Mudrar juga mengatakan bahwa di akhirat Allah tidak
dapat dilihat.
Ajaran Mu’tazilah pada dasarnya adalah lebih mengedepankan akal dari
pada wahyu, sehingga mereka mengandalkan rasionalitas. Dan pada faktanya
didalam diri aliran mereka sendiri banyak sekali perbedaan pandangan pokok.
Dan itu salah satu bukti bahwa dokktrin dan pandangan mereka bisa dikatakan
sesat dan menyesatkan. Seperti pandangan bahwa semua perbuatan manusia
tidak ada sangkut pautnya dengan Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai