Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ILMU KALAM

MU’TAZILAH

Disusun oleh kelompok 7 :


 Ela Perlinasari
 Fani Fadilla Damayanti Lestari
 Iqbal Rizki
 Nur Anisa Diniyah
 M. Lukmanul Hakim
 Rika Amelia
 Siti Halimah
 Yola Maulidya

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH SIROJUL FALAH

STIT-SIFA BOGOR

Jl. Karadenan no.6 Cibinong Kota Bogor Jawa Barat


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh. Puji syukur atas rahmat Allah SWT,


berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah dengan berjudul "MU'TAZILAH"

Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas Ilmu Kalam kelas 1C dari Bapak
Ahmad Sofyan, M. Si . Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan menambah
wawasan kepada pembaca tentang Pengertian sampai Sekte - sekte yang terkandung
dalam Mu'tazilah

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Ahmad Sofyan, M. SI .


Pengempu mata kulih Ilmu Kalam. Berkat tugas yang diberikan ini, dapat menambah
wawasan penulis berkaitan dengan topik yang diberikan. Penulis juga mengucapkan
terima kasih yang sebesarnya kepada semua pihak yang membantu dalam proses
penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak
kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan
ketaksempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga mengharap
adanya kritik serta saran dari pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah
ini.

Bogor, 24 Oktober 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aliran mu'tazilah lahir pada tahun 120 H, pada abad permulaan kedua
hijriyah di kota Basrah dan mampu bertahan sampai sekarang, aliran ini telah
muncul pada pertengahan abad pertama hijriyah yakni di istilahkan pada para
sahabat yang memisahkan diri atau bersikap netral dalam peristiwa politik
yakni peristiwa meletusnya perang jamal dan perang sifik,yang kemudian
mendasari sejumlah sahabat yang tidak mau terlibat dalam konflik tersebut
dan memilih untuk menjauhkan diri mereka dan memilih jalan tengah.
Doktrin Ajaran, Di sisi lain yang melatar belakangi munculnya aliran
mu'tazilah adalah sebagai respon persoalan teologis yang berkembang
dikalangin hawarij dan mu'tazilah akibat adanya peristiwa tahkim.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Pengertian Mu'tazilah !
2. Jelaskan Secara Rinci Istilah Dari Mu'tazilah !
3. Siapa saja tokoh - tokoh yang terlibat dalam Mu'tazilah ?
4. Apa saja Sekte sekte dalam Mu'tazilah ?
5. Apa saja Ajaran yang ada di dalam Mu'tazilah ?

C. Tujuan
1. Pembaca mampu Menjelaskan pengertian dari Mu'tazilah
2. Pembaca mampu Menjelaskan istilah yang terkandung dalam Mu'tazilah
3. Pembaca mampu menjelaskan sejarah dari Mu'tazilah
4. Pembaca mampu menyebutkan dan menjelaskan perjalanan hidup tokoh
dari Mu'tazilah
5. Pembaca mampu menjelaskan dan menyebutkan ajaran - ajaran yang
terkandung dalam Mu'tazilah
BAB II

PEMBAHASAN

MU'TAZILAH

A. Istilah Mu'tazilah
Istilah Mu'tazilah berasal dari kata i'tizal yang berati memisahkan diri,
asl usulnya nama ini diberikan oleh orang dari luar yang namanya, Washil
bin Atha'karna tidak sependapat dan memisahkan diri dari gurunya, Hasan al-
Bashri kemudian disetujui oleh pengikut Mu'tazilah dan digunakan sebagai
nama dari bagi aliran teologi mereka. Sejarah munculnya aliran mu'tazilah
oleh para kelompok pemuja dan aliran mu'tazilah tersebut muncul di kota
Bashrah (Iraq) abad 2 Hijriyah, tahun 105 -- 110 H, masa pemerintahan
khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin Abdul Malik.
Pelopornya penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang
bernama Washil bin Atha' AlMakhzumi Al-Ghozzal ini adalah,. Jika Tuhan
dikatakan Maha Mengetahui maka itu bukan sifat-Nya tapi Dzat-Nya.

Mu'tazilah juga meyakini bahwa al-Quran adalah mahluk. 2) Al'Adl


(Keadlilan Tuhan) Paham keadilan yang dikehendaki Mu'tazilah adalah
bahwa Allah Swt. tidak menghendaki keburukan, tidak menciptakan
perbuatan manusia dan manusia dapat mengerjakan perintah-perintah-Nya
dan meninggalkan larangan-laranganNya dengan qudrah (kekuasaan) yang
ditetapkan Allah Swt. pada diri manusia itu. Allah tidak memerintahkan
sesuatu kecuali menurut apa yang dikehendakiNya. Ia hanya menguasai
kebaikan-kebaikan yang diperintahkan-Nya dan tidak tahu menahu (bebas)
dari keburukan-keburukan yang dilarang-Nya.

Dengan pemahaman demikian, maka tidaklah adil bagi Allah Swt.


seandainya Ia menyiksa manusia karena perbuatan dosanya, sementara
perbuatan dosanya itu dilakukan karena diperintah Tuhan. Tuhan dikatakan
adil jika menghukum orang yang berbuat buruk atas kemauannya sendiri. 3)
Al-Wa'd wa al-Wa'id (Janji dan Ancaman) Al-wa'du wa al-wa'd (janji dan
ancaman), bahwa wajib bagi Allah Swt. untuk memenuhi janji-Nya (al-wa'd)
bagi pelaku kebaikan agar dimasukkan ke dalam surga, dan melaksanakan
ancaman-Nya (al-wa'd) bagi pelaku dosa besar (walaupun di bawah syirik)
agar dimasukkan ke dalam neraka, kekal abadi di dalamnya, dan tidak boleh
bagi Allah Swt. untuk menyelisihinya. Karena inilah mereka disebut dengan
Wa'idiyyah. 4) Al-Manzilah bain al-Manzilatain (Posisi diantara dua tempat).
Adalah suatu tempat antara surga dan neraka sebagai konsekwensi dari
pemahaman yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar adalah fasiq, tidak
dikatakan beriman dan tidak pula dikatakan kafir, dia tidak berhak
dihukumkan mukmin dan tidak pula dihukumkan Kafir. 5) Amar Ma'ruf
dan Nahi Munkar.

Pengaruh Aliran Mu'tazilah Terhadap Dunia Islam 1. Penyusunan Buku-


buku Ilmiah. Aktivitas penyusunan buku ini, sebagaimana diutarakan oleh
Syalabi berjalan melalui tiga fase. Fase pertama adalah pencatatan pemikiran
atau hadis atau hal-hal lain pada kertas kemudian dirangkap. Fase kedua
pembukuan pemikiran-pemikiran atau hadis-hadis Rasulullah dalam satu
buku, misalnya menghimpun hukum-hukum fikih dalam buku tertentu dan
sejarah dalam buku tertentu pula. Fase ketiga adalah penyusunan dan
pengaturan kembali buku yang telah ada ke dalam pasal-pasal dan bab-bab
tertentu Penyusunan buku-buku ini berlangsung pada masa dinasti Abbasiyah
I (132- 232 H). Pada masa sebelumnya, ulama-ulama mentransfer ilmu
mereka hanya melalui hafalan atau lembaran-lembaran yang tidak teratur.
Pada tahun 143 H, barulah mereka menyusun hadis, fikih, tafsir dan banyak
buku dari berbagai bahasa yang meliputi segala bidang ilmu yang telah
berhasil diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dalam bentuk buku yang
tersusun secara sistematis.

Penerjemahan Penerjemahan merupakan aktivitas yang paling besar


peranannya dalam mentransfer ilmu pengetahuan yang berasal dari buku-
buku bahasa asing, seperti bahasa Sansekerta, Suryani atau Yunani ke dalam
bahasa Arab. Pada dasarnya, penerjemahan dari bahasa asing ke bahasa Arab
telah dilakukan sejak masa Muawiyah, seperti yang dilakukan oleh Khalid
bin Yazid yang memerintahkan sekelompok orang yang tinggal di Mesir
untuk menerjemahkan buku-buku tentang kedokteran, falaq dan kimia yang
berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Demikian juga khalifah Umar bin
Abd al-Aziz menyuruh menerjemahkan buku-buku kedokteran ke dalam
bahasa Arab. Namun, penerjemahan ini menurut Daudy pada umumnya
hanya dilakukan orang-orang yang berkepentingan serta dilakukan terhadap
buku-buku yang ada kaitannya langsung dengan kehidupan praktis] Setelah
kekuasaan berpindah ke tangan khalifah Abbasiyah, aktivitas penerjemahan
semakin berkembang dengan pesat.

Rasionalisme filosofis cenderung hanya bersandar pada nalar, sedangkan


rasionalisme sekular disamping menerima nalar pun lebih cenderung
bersandar pada pengalaman inderawi dengan menolak otoritas, intuisi,
wahyu dan agama sebagai sumber ilmu yang benar. Sekiranya pun
rasionalisme menerima otoritas dan intuisi sebagai sumber ilmu maka
mereka tetap mereduksinya kepada nalar. Pada hal jika kita menerima bahwa
pada tingkat kesadaran manusia normal saja nalar dan inderawi memiliki
tingkat-tingkat yang batasnya dapat dikenali, maka tidak berdasarlah jika
menganggap bahwa tidak ada tingkat-tingkat pengalaman dan kesadaran
manusia yang tertinggi, yang melampaui batas-batas akal dan pengalaman
normal (tingkatan kognisi intelektual dan rohaniah), yang batasbatasnya
hanya diketahui oleh Tuhan Dari segi lain, kebebasan berpikir dianggap
sebagai suatu nilai mutlak. Ini merupakan logika yang keliru sekaligus
sebagai "kado" kultur masa lalu yang berakar dalam masyarakat.Sehingga
indera atau persepi dan al-Quran serta sunnah ternegasikan sebagai sumber
yang dapat membangun tingkat-tingkat kognisi intelektual dan ruhaniah yang
lebih tinggi dan di atas pengalaman transendental yang tidak dapat
disempitkan hanya pada tingkat akal dan pengalaman biasa

B. Pokok-Pokok dan Prinsip Prinsip Ajaran al-Mu'tazilah.


1) Al-Tauhid Al-Tauhid
adalah intisari dan merupakan ajaran terpenting dari al-Mu'tazilah.
Golongan ini berusaha maksimal untuk menyucikan Tuhan dari
segala sesuatu yang dapat mengurangi nilai ke-Maha Esaan Tuhan.
Bagi al-Muktazilah, Tuha itu betul-betul Esa dan tak ada sesuatu yang
dapat menyebabkan pengertia berbilangnya Tuhan ditolak oleh al-
Muktazilah. Menurut al-Muktazilah yang qadim hanya Tuhan. Selain
dari Tuhan tidak ada yang qadim. Satu-satunya sifat Tuhan yang tidak
ada pada yang lain adalah sifat qadim itu. Penolakan terhadap sifat-
sifat Tuhan dalam paham al-Muktazilah sifat adalah apabila sifat-sifat
itu berdiri sendiri terpisah dari Dzat. Dengan kata lain, Dzat di satu
pihak dan sifat di pihak lain. Komposisi seperti ini melahirkan dua
yang qadim, yaitu dzat dan sifat. Adanya dua yang qadim berarti
adanya dua Tuhan, dan ini tidak bias diterima oleh mereka. Washil
Bin Atha' menganggap bahwa orang yang menetapkan sifat itu adalah
qadim, maka orang menetapkan adanya dua Tuhan. Bagi al-
Muktazilah, apa yang disebut sebagai sifat Tuhan awalnya berdiri di
luar Dzat, melainkan sifat yang merupakan Dzat atau esensi-Nya.
Dengan demikian kata sifat-sifat itu adalah Dzat-Nya yang tidak
dapat dipisahkan.

2) Al-'Adl
Ajaran pokok al-Muktazilah yang kedua adalah al-'adl yang berarti
keadilan Tuhan. Al-'Adl adalah konsep yang mengandung arti bahwa
segala sesuatu yang dilakukan oleh Tuhan adalah baik dan Dia tidak
melakukan yang buruk. Tuhan juga tidak akan meninggalkan sesuatu
yang wajib dikerjakannya. Jika ternyata ada sesuatu yang terjadi di
alam ini yang buruk, maka dibalik itu semua ada hikmah yang baik,
karena Tuhan tidak menginginkan pemandangan.

3) Al-Wa'd wa al-Wa'id Tuhan Maha Adil dan Maha Bijaksana


Karena itu Tuhan tidak akan menyalahi janji-Nya. Janji Tuhan
berupa pahala dan ancama Tuhan berupa siksa yang pasti akan
terjadi. Demikian pula penerimaan taubat nasuha dari orang-orang
yang bertaubat atas kesalahan yang meminta, pasti akan berlaku.
Prinsip yang dipegang al-Muktazilah dalam hal ini adalah “siapa
yang berbuat baik akan dibalas dengan kebaikan, dan siapa yang
melakukan kejahatan, disiksa dengan siksaan yang pedih.

4) Al-Manzilah Bain al-Manzilatain


Al-Manzilah bain al-Manzilatain berarti “Posisi di antara dua
posisi.” Yang dimaksud di sini adalah di antara mukmin dan kafir,
bukan di antara dua tempat, surga dan neraka. Menurut ajaran ini,
orang yang berdosa besar tidak percaya karena masih percaya kepada
Tuhan dan Nabi Muhammad, tetapi tidak pula mukmin karena
imannya tidak sempurna Washil menyebut orang yang dosa besar itu
sebagai fasik dalam arti tidak mukmin dan tidak pula kafir.

5) Al-'Amr bi al-Ma'ruf wa al-Nahy'al al-Munkar.


Sebenarnya, kewajiban untuk melaksanakan al-amr bi al-ma 'ruf wa
al-Nahy'al al-munkar bukan hanya dimiliki oleh al-Muktazilah, tetapi
juga dimiliki oleh golongan lain. Perbedaan di antara mereka Cuma
dari segi pelaksanaanya. Ada yang berpendapat harus dilaksanakan
dengan kekerasan, ada pula tidak cukup dengan seruan dan
penjelasan saja. Pada dasarnya kaum al-Muktazilah berpendapat
bahwa kegiatan itu dilakukan dengan seruan saja, namun jika
memang diperlukan dapat dengan kekerasan.

C. Tokoh tokoh dalam Mu'tazilah


Tokoh-tokoh Muktazilah yang terkenal adalah:
1. Wasil bin Atha'
Washil bin Atha’ lahir di Madinah pada masa pemerintahan salah satu
khalifah Bani Umayyah, Abdul Malik bin Marwan (65-86 H/684-705
M).Washil bin Atha’ mulai belajar dan mendalami agama Islam di Madinah.
Ketika ia tumbuh dewasa, pengaruh Islam di bawah pemerintahan Khalifah al-
Walid I (86-96 H/705-715 M) sedang meluas hingga mencapai Andalusia. Saat
dewasa, ia bermukim di Bashrah. Di kota tersebut, Washil berhubungan dan
menimba ilmu dari banyak tokoh intelektual muslim, terutama Hasan al-Basri.
Selama hidupnya, Washil bin Atha’ memperoleh julukan al-Gazzal
(penenun). Sebab, dia gemar sekali berkeliling dalam pasar tenun dan
memberikan sumbangan kepada buruh-buruh melarat di kilang-kilang
tenun.Sejumlah kitab berpengaruh juga lahir dari pemikiran Washil bin Atha’.
Misalnya, kitab Tabaqat al-Murji'ah, Tabaqat al-'Ulama wa al-Juhala, Kitab al-
Taubah, Kitab Manzilah bain al-Manzilatain, dan Khutbah al-Tauhid wa al-
Adl. Washil bin Atha’ meninggal dunia pada masa pemerintahan Marwan II
(127-132 H/744-750 M), juga khalifah dari Bani Umayyah. Sosoknya pun
dikenang sebagai intelektual muslim yang zahid (asketis).
Salah satu aliran teologi Islam yang mengagungkan akal di atas segala
hal adalah Mu'tazilah. Dalil-dalil nas Al-Quran dan hadis adalah penopang
dari kapasitas akal yang sudah dianugerahkan Allah SWT kepada manusia,
demikian kesimpulan umum dari doktrin ajaran Mu'tazilah. Penganut aliran
Mu'tazilah meyakini bahwa akal bisa mengantarkan pada keimanan dan
ketaatan pada Allah SWT.

Aliran Mu'tazilah dipelopori tokoh intelektual muslim bernama Washil


bin Atha' Al-Makhzumi pada tahun 700-an masehi di Irak. Dia dianggap
sebagai tokoh pemula yang membangun aliran ini. Mengutip ulasan karya
Analiansyah bertajuk "Peran Akal dan Kebebasan Bertindak dalam Filsafat
Ketuhanan Mu'tazilah", Washil bin Atha’ lahir di Madinah pada masa
pemerintahan salah satu khalifah Bani Umayyah, Abdul Malik bin Marwan
(65-86 H/684-705 M).

Washil bin Atha’ mulai belajar dan mendalami agama Islam di Madinah.
Ketika ia tumbuh dewasa, pengaruh Islam di bawah pemerintahan Khalifah al-
Walid I (86-96 H/705-715 M) sedang meluas hingga mencapai Andalusia. Saat
dewasa, ia bermukim di Bashrah. Di kota tersebut, Washil berhubungan dan
menimba ilmu dari banyak tokoh intelektual muslim, terutama Hasan al-Basri.
Selama hidupnya, Washil bin Atha’ memperoleh julukan al-Gazzal (penenun).
Sebab, dia gemar sekali berkeliling dalam pasar tenun dan memberikan
sumbangan kepada buruh-buruh melarat di kilang-kilang tenun. Sejumlah
kitab berpengaruh juga lahir dari pemikiran Washil bin Atha’. Misalnya, kitab
Tabaqat al-Murji'ah, Tabaqat al-'Ulama wa al-Juhala, Kitab al-Taubah, Kitab
Manzilah bain al-Manzilatain, dan Khutbah al-Tauhid wa al-Adl.

 Pemikiran Washil bin Atha'

Pada mulanya, Washil bin Atha' adalah murid ulama terkenal, Hasan Al-
Bashri. Namun, Washil bin Atha' kemudian mengembangkan paham teologi
tersendiri sehingga menentang pendapat gurunya tersebut. Alkisah, suatu kali
Hasan Al-Bashri menjelaskan pokok-pokok ajaran Khawarij yang
memfatwakan bahwa pelaku dosa besar dihukum kafir. Hasan Al-Bashri
mengomentari bahwa pelaku dosa besar tidak bisa digolongkan sebagai orang
kafir, tetapi masin berstatus mukmin sepanjang ia beriman.

Lantas, Washil bin Atha' berkomentar atas pendapat Hasan Al-Bashri


dengan menyatakan bahwa pelaku dosa besar tidak dapat dikategorikan
mukmin, tidak bisa juga dianggap kafir. Kedudukan pelaku dosa besar,
menurut Washil bin Atha', di antara 2 posisi (al-manzilatu baina manzilatain).
2. Abu Huzail al-Allaf (751-849 M)
Abu Huzail al-'Allaf (wafat. 235 H), seorang pengikut Wasil bin Atha,
mendirikan sekolah Mu'tazilah pertama dikota Bashrah (Irak). Melalui sekolah
ini, pemikiran Mu'tazilah sempat menjadi madzhab resmi Negara. Abu Huzail
al-Allaf adalah seorang filosof islam. Ia banyak mengetahui falsafah Yunani
dan memudahkannya untuk menyusun ajaran-ajaran Mu'tazilah yang bercorak
filsafat dan rasionalitas. Diantaranya menjelaskan mengenai pengertian Nafy
sebagai-sifat. Ia menjelaskan bahwa "Tuhan Maha Mengetahui" dengan
pengetahuannya dan pengetahuannya itu adalah dzat-Nya bukan sifat, Tuhan
Maha Kuasa dengannya dan kekasaannya itu juga bukan sifatnya dan begitu
seterusnya. Penjelasan dari keberadaan Abu Huzail untuk menghindari yang
qadim, karena kepemimpinan itu penting ada sifat (dalam arti sesuatu yang
melekat di luar dzat Tuhan), bermanfaat untuk membantu kemusyrikan.

3. An-Nazzam, Murid Abu Huzail Al-Allaf.


Pendapatnya yang terpenting adalah mengenai keadilan Tuhan. Karena
Tuhan itu Maha adil, maka ia tidak berlaku untuk berlaku dzalim. Pendapatnya
ini lebih ekstrim dari gurunya, Al-Allaf.Jika Al-Allaf mengatakan bahwa
Tuhan Tuhan yang Maha Kuasa kepada hambanya, maka An-Nazzam
menegaskan bahwa hal itu tidak mungkin, bahkan Tuhan tidak memiliki
kemampuan untuk melakukan dzalim. Ia berpendapat bahwa perbuatan dzalim
hanya dilakukan oleh orang yang bodoh dan tidak sempurna, sedangkan Tuhan
jauh dari keadaan yang demikian.

4. Al-Jahiz
Al- Jahiz Abu Usman bin Bahar mengemukakan kepercayaan akan
hukum alam yang oleh aliran Mu'tazilah disebut Sunatullah. Ia menjelaskan
bahwa perbuatan-perbuatan manusia terwujud sepenuhnya oleh manusia itu
sendiri, melainkan ada pengaruh hukum alam.

5. Al-Jubba'i
Al-Jubba'I adalah menemukan guru Abu Hasan al- Asy'ari para pendiri
aliran Asy'ariah. Pendapatnya yang masyhur adalah mengenai kalam Allah,
sifat Allah, kewajiban manusia, dan daya akal. Ia mengatakan bahwa Allah
tidak memiliki sifat.

6. Mu'amar bin Abbad


Pendapatnya tentang kepercayan pada hukum alam dan pendapatnya
sama dengan Al-Jahiz. Ia mengatakan bahwa Tuhan hanya menciptakan
benda-benda materi. The something that coming on benda-benda itu adalah
hasil dari hukum alam. Contohnya, jika sebuah batu dilontarkan ke air maka
gelombang air yang dihasilkan oleh batu yang dilempar merupakan hasil dari
kreasi batu itu sendiri bukan hasil ciptaan atau kehendak Tuhan.
7. Bisyr al-Mu'tamir
Ajarannya yang penting menyangkut pertanggungjawaban perbuatan
manusia. Seorang yang berdosa besar kemudian, lalu mengulangi lagi
perbuatan dosa besar, akan mendapan siksa ganda, meskipun ia telah
menerapkan atas dosa yang terdahulu.

8. Abu Musa al-Mudraro


Al-Mudrar dianggap sebagai pemimpin Mu'tazilah yang sangat ekstrim,
karena pendapatnya yang mudah mengkafirkan orang lain. Menurut Asy
Syahrastani, Al-Mudrar menuduh semua orang kafir yang mempercayai
keqadiman Al-qur'an. Al Mudrar juga mengatakan bahwa di akhirat Allah
tidak dapat dilihat.

Ajaran Mu'tazilah pada dasarnya adalah lebih dari akal pada wahyu,
sehingga mereka mengandalkan rasionalitas. Dan pada faktanya didalam diri
aliran mereka sendiri banyak sekali perbedaan pandangan pokok. Dan itu
salah satu bukti bahwa dokktrin dan pandangan mereka bisa dikatakan sesat
dan menyesatkan. Seperti pandangan bahwa semua perbuatan manusia tidak
ada sangkut pautnya dengan Tuhan.

C. Sekte Sekte Dalam Mu'tazilah


1) Aliran Bashrah
Tokoh Tokoh Pada Aliran ini yaitu :
a) Washil Bin Atha' (80-131 H.)
b) Amr Bin Ubaid (Wafat 143 H.)
c) Abu Huzail al-Allaf (Wafat 235 H.)
d) Al-Nazzam (Wafat 231 H.)
e) Al-Jahiz (Wafat 256 H.)
f) Al-Jubba'i (Wafat 303 H.)

2) Aliran Bagdad
Tokoh-Tokoh yang terdapat pada aliran Ini Yaitu :
a) Bisyr Bin al-Mu'tamar (Wafat 210 H.)
b) Abu Musa al-Murdar (Wafat 226 H.)
c) Sumamah Bin al-Asyras (Wafat 213 H.)
d) Ahmad Bin Abi Du'ad (Wafat 240 H.)

D. Rasionalisme Mu'tazilah
Mu'tazilah adalah suatu Aliran pemikiran dalam Islam yang berusaha membahas
masalah dasar-dasar agama dengan cara filosofis dan menjauhi kemusyrikan dan
menyesuaikan kepercayaan agama dengan akal pikiran. Aliran ini di Indonesia belum
begitu dikenal karena tidak pernah didiskusikan dengan cara yang baik, karena
dianggap mempunyai pendapat-pendapat yang menyimpang dari ajaran agama Islam
yang benar. Anggapan salah ini muncul karena banyaknya pembaca yang membaca
buku dari karangan orang-orang Ahlussunnah yang dianut oleh sebagian besar umat
Islam di Indonesia. Dengan cara tegas penulis mengatakan bahwa Aliran Mu'tazilah di
Indonesia tidak ada, karena Aliran Mu'tazilah mempunyai ushulul khamsah ( Hanafi,
1979, hal 47 ). yaitu : At-tauhid, Al 'adl, Wa'id, Al Mazilatu Bainal Manzilataini dan
Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Wawancara Penulis dengan Harun Nasution tanggal 21
September 1988 ). Belum tentu pokok-pokok ajaran dasar Mu'tazilah itu cocok untuk
umat muslim di Indonesia, tetapi cara berpikir yang Rasional dibawa Aliran Teologi
Mu'tazilah itu cocok untuk kita (Umat Islam di Indonesia), dan pemikiran Rasional
memang sudah berjalan dikalangan kaum terpelajar. Di Indonesia mempunyai dasar
Negara Pancasila, kita mesti mengakui yang lima sila itu. Kalau hanya satu sila
namanya belum Pancasilais, begitu pula, Mu'tazilah, kalau hanya mengakui satu sila
disebut dengan Mu'tazilah.

Jadi yang diperlukan bagi umat Islam di Indonesia yang sedang giat membangun
adalah pemikiran Rasional yang dibawa Mu'tazilah. Bukan Mu'tazilahnya (Ushulul
Khamsah) tetapi Teologi yang dinamis, yaitu percaya pada kekuatan akal manusia,
percaya pada ilmu pengetahuan dan percaya pada, hukum alam ini yang penting.
Perlunya memperkenalkan paham Teologi Rasional yang dibawa Mu'tazilah di
Indonesia adalah agar pemikiran Rasional Mu'tazilah itu dipahami orang, karena umat
Islam zaman lampau itu dipahami orang, karena umat Islam zaman lampau itu maju
disebabkan memakai paham Rasional, orang eropa sekarang maju karena memakai
paham Rasional. Teologi Rasional itu akal kuat, manusia mempunyai

kebebasan, ilmu pengetahuan diakui dan hukum alam diakui. Ini yang membawa
kepada kemajuan, tetapi kalau Teologi Tradisional yang kuat berpegang pada tradisi
kita tidak maju, karna terikat pada tradisitradisi dan adat istiadat dan pikiran lama.
Tetapi kalau umat Islam Indonesia ingin maju, pakailah Teologi Rasional dalam
memahami Al Qur'an dan Hadits Nabi SAW. Untuk menghadapi perkembangan-
perkembangan IPTEK sekarang ini umat Islam Indonesia pakailah Teologi Rasional,
jangan pakai Teologi Tradisional, karena kalau kita, pakai Teologi rasional kita mudah
menghadapi permasalahan yang sedang kita, hadapi sekarang ini dalam mengikuti
lajunya perkembangan dunia, tetapi kalau kita memakai Teologi Tradisional kita, akan
kacau dan static hingga umat Islam dianggap menghambat pembangunan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Istilah Mu'tazilah berasal dari kata i'tizal yang berati memisahkan diri.
Secara umum, kemunculan al-Muktazilah memiliki dua versi yang berbeda, versi
pertama mengatakan bahwa kemunculan Muktazilah berawal dari Perang Shiffin
antara Ali dan Muawiyah. Golongan yang menghindar dari ke dua orang tersebut
disebut al-Muktazilah. Versi yang kedua adalah pada saat pengajian Hasan al-Bashri
di Bashrah, yang mana Washil Bin Atha' memisahkan diri dari Hasan al-Bashri karena
Washil berbeda pendapat tentang posisi seorang muslim yang bersalah besar, sehingga
ia al-Muktazilah. Jadi menurut penulis kata al-Muktazilah mungkin sudah digunakan
pada saat Ali dan Muawiyah berselisih, namun belum berbentuk aliran, karena
golongan tersebut memisahkan diri dari keduanya dalam masalah politik, dan bukan
masalah keagamaan. Aliran al-Muktazilah dalam artian aliran muncul pada versi yang
kedua.
Secara Garis Besar, Sekte Al-Muktazilah Terbagi Dua :
1. Aliran Bashrah
2. Aliran Baghdad.

Tokoh-Tokoh Aliran Bashrah Terdiri Dari :


1) Washil Bin Atha',
2) Amr Bin Ubaid
3) Abu Huzail Al-Allaf
4) Al-Nazzam
5) Al-Jahiz
6) Al-Jubba'

Tokoh-Tokoh Aliran Baghdad Terdiri Dari:


1) Bisyr Bin Al- Mu'tamar
2) Abu Musa Al-Murdar
3) Sumamah Bin Al-Asyras
4) Ahmad Bin Abi Du'ad.

Paham Al-Muktazilah Terdiri Dari :


a) Masalah Tauhid
b) Al-'Adl
c) Al-Wa'd Wa Al-Wa'id
d) Al-Manzilah Bain Al-Manzilatain
e) Al-'Amr Bi Al-Ma'ruf Wa Al-Nahy'al Al-Munkar.
Daftar Pustaka

https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/aminatulfitriyah6158/5ba
c382112ae9450da1987c2/pengertian-mu-tazilah

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Muktazilah

https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/sejarah-mutazilah-tokoh-aliran-
pemikiran-dan-doktrin-ajarannya-gixq

https://pecihitam.org/tokoh-tokoh-aliran-mutazilah-dan-pemikirannya/

https://youchenkymayeli.blogspot.com/2015/04/mengenal-aliran-
muktazilah.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai