Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Jabariyah Dan Qadariyah

Diajukan Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Ilmu Kalam

Dosen Pengampu :

Disusun oleh :

ANITA

KHAYA TETI

FAUZAN HUSNA

ADIB AONILLAH

MOHAMMAD FALDO FIRDATULLAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH ( STIT ) AL-AMIN INDRAMAYU 2021


Alamat : Jl P.U Kemped Wirakanan, Kandanghaur, Karangmulya, Kabupaten
Indramayu, Jawa Barat 45254

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “PENGERTIAN JABARIYAH DAN
QADARIYAH”.

Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian Jabariyah dan Qadariyah atau yang lebih
khususnya membahas tentang sejarah dan asal usul Jabariyah dan Qadariyah,  Diharapkan
Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang pengertian Jabariyah
dan qadariyah.

Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
Makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin

Indramayu, 11 Maret 2022

Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang Ilmu Kalam.
Kalam secara harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog Islam berdebat dengan kata-kata
dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga teolog disebut sebagai
mutakallim yaitu ahli debat yang pintar mengolah kata. Ilmu kalam juga diartikan sebagai
teologi Islam atau ushuluddin, ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar dari agama.
Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan yang mendasar dan tidak mudah
digoyahkan. Munculnya perbedaan antara umat Islam. Perbedaan yang pertama muncul
dalam Islam bukanlah masalah teologi melainkan di bidang politik. Akan tetapi perselisihan
politik ini, seiring dengan perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan teologi.

B. Rumus Masalah
Berdasarkan dari latar belakang diatas maka dapat ditarik rumusan masalah berikut:

1. Pengertian Jabariyah?

2. Asal Usul Jabariyah!

3. Pengertian Qadariyah?

4. Asal Usul Qadariyah!

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengertian kalimat isim.


2. Mengetahui ciri-ciri kalimat isim.
3. Mengetahui macam-macam kalimat isim.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jabariyah

Jabrariyah berasal dari kata jabar yang artinya memaksa, menurut Asy- Asyahrastani,
Jabariyah berarti penolakan atas perbuatan yang hakikatnya berasal dari manusia dan
menyandarkannya kepada Tuhan. Paham ini memposisikan manusia tidak memiliki
kebebasan dan inisiatip sendiri, tetapi terikat pada kehendak mutlak Tuhan.

Menurut Harhun Nasution Jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa segala
perbuatan manusia telah ditentukan oleh qodo dan qodar Alloh, maksudnya, setiap perbuatan
yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia, namun diciptakan oleh Tuhan
dan dengan kehendak-Nya. Ada yang mengistilahkan bahwa Jabariyah adalah aliran manusia
menjadi wayang dan tuhan sebagai wayangnya.

B. Asal Usul Jabariyah

Tidak terdapat penjelasan yang pasti tentang latar belakang lahirnya aliran Jabariyah
sebagai salah satu madzah dalam ilmu kalam. Abu Zahrah menuturkan bahwa paham ini
muncul sejak jaman sahabat dan masa bani Umayyah. Ketika itu para ulama membicarakan
tentang masalah qadar dan kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan mutlak
Tuhan.

Pendapat lain mengatakan, bahwa paham ini diduga muncul sebelum agama Islam
datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun pasir sahara
telah memberikan pengaruh besar dalam cara hidup mereka. Ditengah bumi yang disinari
terik matahari dengan air yang sangat sedikit dan udara yang panas, ternyata tidak dapat
memberikan kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan dan suburnya tanaman, tapi yang
tumbuh hanya rumput yang kering dan beberapa pohon kuat untuk menghadapi panasnya
musim serta keringnya udara.

Keadaan mereka yang bersahaja dengan lingkungan yang gersang dan tandus,
menyebabkan mereka tidak dapat melakukan perubahan – perubahan sesuai dengan kemauan
mereka. Akibatnya mereka lebih bergantung pada kehendak alam. Keadaan ini membawa
mereka pada sikap pasrah dan patalistik.

Jabariyah sebagai suatu pola pikir yang di anut dipelajari dan dikembangkan terjadi
pada akhir pemerintah Bani Umayyah. Pada masa pemerintah bani umayyah pandangan
tentang Jabar semakin mencuat ke permukaan.

Abdullah Ibnu Abbas dengan surat nya, memberi reaksi keras kepada penduduk Syiria
yang di duga berpaham Jabariyah. Hal ini sama dilakukan Hasan Bisri kepada penduduk
Basrah. Semua ini menunjukan bahwa pada waktu itu sudah mulai banyak orang berpaham
Jabariyah. Paham ini disiarkan pertama kali oleh Jaad Ibnu Dirham.
C. Pengertian Qadariah

Qadariyah berasal bahasa Arab, yaitu dari kata qadara yang artinya kemampuan dan
kekuatan. Adapun pengertian secara terminologi, Qadariyah adalah suatu aliran yang
percaya bahwa segala tindakan manuasi tidak di intervensi oleh Tuhan (Mustopa.2011.28) .
Dari pengertian tersebut aliran ini berpendapat bahwa setiap manusia adalah pencipta bagi
segala perbuatanya, manusia dapat berbuat atas kehendaknya. Dari pengertian inilah,
Qadarayah dipakai untuk nama suatu aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dan
kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatanya.

Dalam hal ini, Harun Nasution menegaskan bahwa kaum Qadariah berasal dari
pengertian bahwa manusia memiliki Qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan
kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar
Tuhan (Mustopa.2011.28). Setiap manusia dibri kekuatan atau Qudrah oleh yang maha kuasa,
namun dalam aliran Qadariyah ini, mereka menolak adanya qadha dan qadar, karena mereka
berpendapat bahwa manusia dipandang mempunyai kekuatan atau kemampuan untuk
melaksanakan kehendak dan kemaunya sendiri.

D. Asal Usul Qodaryiah

Menurut informasi Muhammad Ibnu Syu’aib yang memperoleh informasi dari Al-
Auza’i, beliau mengatakan orang yang pertama kali memperkenalkan Qadariyah adalah
seorang nasrani dari Irak yang masuk Islam dan balik lagi ke nasraninya. Dari sinilah
Ma’bad Ibnu Khalif Al-Jahani Al-Basri dan Ghalian Al-Dimasyqi memperoleh paham
Qadariyah Sebenarnya kemunculan aliran ini belum jelas asal mulanya dari mana, dan hal ini
menjadi tema yang masih diperdebatkan. Namun menurur informasi yang di terima
Muhamad Ibnu Syu’aib, berasal dari seseorang yang beragama Nasrani.

Dengan demikian lahirnya aliran Qadariyah dalam Islam ini dipengaruhi oleh paham
yang berkembang di kalangan agama Nasrani. Ibnu Nabatah dalam kitabnya, Syarh al-uyun,
seperti dikutip Al-Amin memberi informasi lain bahwa yang pertama kali memunculkan
paham Qadariyah adalah orang Irak yang semula beragama Kristen dan kemudian masuk
Islam dan balik lagi ke agama Kristen.

Dari sinilah Ma’bad dan Gailan mengambil faham ini Ma’bad merupakan seorang
tabi’in dipercaya oleh masyarakat pada masa itu dan Ma’bad juga merupakan murid dari
Hasan Al-Basri. Sedangkan Gailan adalah orang yang berasal dari Damaskus, Dia merupakan
seorang Qatar anak dari Maulana Usman Ibn ‘Affan. Menurut Ibnu nabatah mereka
berdualah yang pertama kali menyebarkan ajaran aliran Qadaiyah.

E. Iman dan Kufur Menurut Aliran Ilmu Kalam

Akibat dari perbedan pandangan mengenai unsur-unsur iman, maka timbulah aliranaliran
teologi yang mengemukakan persoalan siapa yang beriman dan siapa yang kafir. Dapaun
aliran-aliran tersebut adalah Khawarij, Murji’ah, Mu’tajilah, Asy’ariyah, Maturidiyah dan
Ahlus Sunnah.

1. Khawarij
Iman dalam pandangan Khawarij, tidak semata-mata percaya kepada Allah,
mengerjakan segala perintah kewajiban agama juga merupakan bagian dari keimanan.
Segala perbuatan yang berbau religius, termasuk di dalamnya masalah kekeuasaan
adalah bagian dari keimanan (alamal juz’un al-iman).
Menurut Khawarij, orang yang tidak mengerjakan shalat, puasa, zakat dan lain-lain,
maka orang itu kafir.Tegasnya sekalian orang mukmin yang berbuat dosa, baik besar
maupun kecil, maka orang itu kafir. Tegasnya sekalian orang mukmin yang berbuat
dosa, baik besar maupun kecil, maka orang itu kafir, wajib diperangi dan boleh
dibunuh, oleh dirampas hartanya. Demikianlah menurut faham Khawarij.
Aliran Khwarij berpegang pada semboyan la hukma illa lillah menjadi asas bagi
mereka dalam mengukur apakah seseorang masih mukmin atau sudah kafir. Asas itu
membawa mereka kepada paham, setiap orang yang melakukan perbuataun dosa
adalah kafir, akrena tidak sesuai dengan hukum yang ditetapkan Allah. Dengan
demikian, orang Islam yang berzina, membunuh sesama manusia tanpa sebab yang
sah, memakan harta anak yatim, riba, dan dosa-dosa lainnya bukan lagi mukmin, ia
telah kafir. Perbuatan dosa yang membawa kepada kafirnya seseorang menurut
golongan ini terbatas pada dosa.
2. Murji’ah
Aliran Murji’ah berpendapat, orang yang melakukan dosa besar tetap mukmin.
Adapun soal dosa besar yang mereka lakukan ditunda penyelesaiannya pada hari
kiamat. Mereka berpendapat bahwa iman hanya pengakuan dalam hati sehingga orang
tidak menjadi kafir karena melakukan dosa besar.

Berdasarkan pandangan mereka tentang iman, Abu-Hasan Al-Asy’ary


Mengklasifikasikan aliran teologi Murji’ah menjadi 12 subsekte, yaitu Al-Jahmiyah,
AshShalihiyah, Al-Yunusiyah, Asy-Syimriya, As-Saubaniyah, Ash-Salihiyah, AL-
Yunusiyah, AsySyimriyah, As-Saubaniyah, An-Najjariyah, Al-Kailaniyah bin Syabib
dan pengikutnya, Abu Hanifah dan pengikutnya, At-Tumaniyah, Al-Marisiyah, dan
Al-Karramiyah. Sementara itu, harun Nasution dan Abu Zahrah membedakan
Murji’ah menjadi dua kelompok utama, yaitu Murji’ah moderat (Murji’ah Sunnah)
dan Murji’ah ekstrim (Murji’ah Bid’ah).

Namun kedua belas kelompok tersebut masing-masing memiliki pendapat mengenai


Iman dan kufur. Dan aliran Mur’jiah ini kemudian berbeda anggapan tentang batasan
kufur yang terpecah dalam tujuh kelompok.

a. Kelompok pertama ini beranggapan: kufur ini beranggapan: kufur itu merupakan
sesuatu hal yang berkenaan dengan hati, dimana hati tidak mengenal (jahl) terhadap
Allah swt. Adapun mereka yang beranggapan seperti ini ialah para pengikut
kelompok Jahamiyyah.
b. Kelompok kedua ini beranggapan: kufur itu merupakan banyak hal yang berkenaan
dengan hati ataupun selainnya, seperti tidak mengenal (Jahl) terhadap Allah swt,
membenci dan sombong atas-Nya, mendustakan Allah dan rasul-Nya, menyepelekan
Allah dan rasul-Nya, tidak mengakui Allah itu Esa dan menganggap-Nya lebih dari
satu. Karena itu mereka pun menganggap bisa saja terjadi kekufuran tersebut, baik
dengan hati ataupun lisan, tetapi bukan dengan perbuatan, dan begitupun iman.
Mereka pun beranggapan bahwa sesorang yang membunuh ataupun hanya menyakiti
nabi dengan tidak karena mengingkarinya, tetapi hanya karena membunuh ataupun
menyakiti itu semata, niscaya dia tidaklah disebut kufur. Begitupun seseorang yang
meninggalkan kewajiban agama seperti halnya salah dengan tidak karena
menghalalkannya, tetapi hanya karena meninggalkan salat itu semata, niscaya dia pun
tidaklah disebut kufur.
Tetapi mereka beranggapan: kalau seseorang menghalalkan sesuatu yang
diharamkan Allah, rasul-Nya dan juga orang-orang muslim, niscaya dia pun disebut
kufur. Begitupun kalau seseorang beritikad dengan itikad yang menurut kesepakatan
segenap orang muslim merupakan suatu kekufuran, atau berbuat dengan perbuatan
yang merupakan suatu kekufuran. Niscaya dia pun disebut sebagai oranmenjadi

.
c. Kelompok ketiga ini tidak dijelaskan.
d. Kelompok keempat itu beranggapan: Kufur terhadap Allah itu mendustakan-Nya,
membangkang terhadap-Nya dan mengingkari-Nya secara lisan. Karena itu tidaklah
kekufuran, kecuali dengan lisan dan bukan dengan selainnya. Adapun anggapan ini
dikemukakan oleh Muhammad ibn karam dan para pengikutnya.
e. Kelompok kelima ini beranggapan: kufur itu membangkang melawan dan
mengingkari Allah, baik sepenuh hati ataupun secara lisan.
f. Kelompok keenam ini ialah para pengikut Abu Syamr, dimana anggapan-anggapan
mereka tentang kufur ini telah di kemukakan dalam uraian yang terdahulu, yang
menyangkut anggapannya tentang tauhid dan qadar.
g. Kelompok ketujuh ini ialah para pengikut Muhammad ibn Syabib di mana
anggapananggapan mereka tentang kufur ini pun telah dikemukakan dalam uraian
yang terdahulu, yang menyangkut anggapannya tentang iman.
Adapun kebanyakan pengikut aliran Murji’ah tidak mengkufurkan seseorang yang
mentakwilkan al-Quran, bahkan tidak pula mengkufurkan siapa pun selain yang
kekufurannya itu telah disepakati orang-orang muslim.
3. Mutazilah
Menurut mereka iman adalah pelaksanaan kewajiban-kewajiban kepada Tuhan.
Jadi, orang yang membenarkan (tashdiq) tidak ada Tuhan selain Allah dan
Muhammad rasul-Nya, tetapi tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban itu tidak
dikatakan mukmin. Tegasnya iman adalah amal. Iman tidak berarti pasif, menerima
apa yang dikatakan orang lain, iman mesti aktif karena akal mampu mengetahui
kewajiban-kewajiban kepada Tuhan.
Kaum Mu’tajilah berpendapat bahwa orang mukmin yang mengerjakan dosa besar
dan mati sebelum tobat, tidak lagi mukmin dan tidak pula kafir, tetapi dihukumi
sebagai orang fasiq.Di akhirat ia dimasukkan ke neraka untuk selama-lamanya, tetapi
nerakanya agak dingin tidak seperti nerakanya orang kafir. Dan tidak pula berhak
masuk surga. Jelasnya menurut kaum.Mutazilah, orang mu’min yang berbuat dosa
besar dan mati sebelum tobat, maka menempati tempat diantara dua tempat, yakni
antara neraka dan surga (manzilatan bainal manzilatain).

4. Asy'ariyah
Kaum Asy’ariyah – yang muncul sebagai reaksi terhadap kekerasan Mu’tazilah
memaksakan paham khalq al-Quran – banyak membicarakan persoalan iman dan
kufur. Asy’ariyah berpendapat bahwa akal manusia tidak bisa merupakan ma’rifah
dan amal. Manusia dapat bahwa akal manusia tidak bisa merupakan ma’rifah dan
amal. Manusia dapat mengetahui kewajiban hanya melalui wahyu bahwa ia
berkewajiban mengetahui Tuhan dan manusia harus menerimanya sebagai suatu
kebenaran. Oleh karena itu, iman bagi mereka adalah tashdiq. Pendapat ini berbeda
dengan kaum Khawarij dan Mu’tajilah tapi dekat dengan kaum Jabariyah.
Tasdiq menurut Asy’ariyah merupakan pengakuan dalam hati yang mengandung
ma’rifah terhadap Allah (qaulun bi al-nafs ya tadhammanu a’rifatullah).Mengenai
penuturan dengan lidah (iqrar bi al-lisan) merupakan syarat iman, tetapi tidak
termasuk hakikat iman yaitu tashdiq argumentasi mereka istilah al-nahl, ayat 106.

‫من كفر باهلل من بعد أيمانه األمن أكره و قلبه مطمئن باإليمان‬

Seseorang yang menuturkan kekafirannya dengan lidah dalam keadaan terpaksa,


sedangkan hatinya tetap membenarkan Tuhan dan rasul-Nya, ia tetap dipandang
mukmin.
Karena pernyataan lidah itu bukan iman tapi amal yang berada di luar juzu’iman.
Seseorang yang berdosa besar tetap mukmin karena iman tetap berada dalam hatinya.

5. Al-Maturidiyah

Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman


adalah tashdiq bi al-qalb, bukan semata-mata iqrar bi al-lisan. Pengertian ini
dikemukakan oleh AlMaturidi sebagai bantahan terhadap al-Karamiyah, salah satu
subsekte Murji’ah. Ia berargumentasi dengan ayat al-Quran surat al-Al-Maturidiya

Ayat tersebut dipahami al-Maturidi sebagai suatu penegasan bahwa keimanan itu
tidak cukup hanya dengan perkataan semata, tanpa diimani pula oleh kalbu. Apa yang
diucapkan oleh lidah dalam bentuk pernyataan iman, menjadi batal bila hati tidak
mengakui ucapan lidah. AlMaturidi tidak berhenti sampai di situ. Menurutnya,
tashdiq, seperti yang dipahami di atas, harus diperoleh dari ma’rifah.

Tashdiq hasil dari ma’rifah ini didapatkan melalui penalaran akal, bukan sekedar
berdasarkan wahyu. Lebih lanjut, Al-Maturidi mendasari pandangannya pada dalil
naqli surat Al-Baqarah ayat 260. Pada surat Al-Baqarah tersebut dijelaskan bahwa
Nabi Ibrahim meminta kepada Tuhan untuk memperlihatkan bukti dengan Nabi
Ibrahim meminta kepada Tuhan untuk memperlihatkan bukti dengan menghidupkan
orang yang sudah mati. Permintaan Ibrahim tersebut, lanjut Al-maturidi, tidaklah
berarti bahwa Ibrahim belum beriman. Akan tetapi, Ibrahim mengharapkan agar iman
yang telah dimilikinya dapat meningkat menjadi iman hasil ma’rifah. Jadi, menurut
Al-Maturidi, iman adalah tashdiq yang berdasarkan ma’rifah.

Meskipun demikian, ma’rifah menurutnya sama sekali bukan esensi iman,


melainkan faktor penyebab kehadiran iman. Adapun pengertian iman menurut
Maturidiyah Bukhara, seperti yang dijelaskan oleh Al-Bazdawi, adalah tashdiq bi al
qalb dan tashdiq bi al-lisan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tashdiq bi al-qalb adalah
meyakini dan membenarkan dalam hati tentang keesaan Allah dan rasul-rasul yang
diutus-Nya beserta risalah yang dibawanya. Adapun yang dimaksud demgan tashdiq
al-lisan adalah mengakui kebenaran seluruh pokok ajaran Islam secara verbal.
Pendapat ini tampaknya tidak banyak berbeda dengan Asy’ariyah, yaitu sama-sama
menempatkan tashdiq sebagai unsur esensial dari keimanan walaupun dengan
pengungkapan yang berbeda.

6. Ahlus Sunnah

Menurut Ahlus Sunnah, Iman ialah mengikrarkan dengan lisan dan membenarkan
dengan hati. Iman yang sempurna ialah mengikrarkan dengan lisan, membenarkan
dengan hati dan mengerjakan dengan anggota.

Orang mukmin yang melakukan dosa besar dan mati sebelum tobat, maka orang
itu tetap mukmin. Bila orang itu tidak mendapat ampunan dari Allah dan tidak pula
mendapat syafa’at Nabi Muhammad saw untuk mendapatkan ampunan dari Allah swt
maka orang itu dimasukkan ke neraka buat sementara, kemudian dikeluarkan dari
neraka untuk dimasukkan ke surga.

Orang mukmin bisa menjadi kafir (murtad), karena mengingkari rukun iman yang
enam, misalnya: ragu-ragu atas adanya Tuhan, menyembah kepada makhluk,
menuduh kafir kepada orang Islam.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Qadariyah pada dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan
atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala
perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berupa kebaikan atau kejahatan. Balasan surga atau
neraka tergantung pada pilihan manusia itu sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Sedangkan
Jabariyah terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok moderat dan ekstrim. Jabariyah
moderat mengatakan bahwa tuhan memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan
jahat maupun perbuatan baik. Tetapi manusia memiliki bagian didalamnya. Menurut paham
Kasab manusi tidak tidaklah majbur ( dipaksa oleh Tuhan ), tidak seperti wayang
dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia
memperoleh perbuatan yang diciptakan Tuhan. Dan doktrin Jabariyah Ekstrim adalah
pendaatnya bahwa segala pebuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari
kemauanya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya
.

Daftar Pustaka

osihon Anwar .Ilmu Kalam untuk IAIN, STAIN, PTAIN. Pustaka Setia. Bandung,

Mustopa.mazhab-mazhab ilmu kalam.Nurjati IAIN Publisher.Cirebon: 2011

Anda mungkin juga menyukai