Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ILMU KALAM Aliran JABARIYAH DAN QADARIYAH


(Makalah ini dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam)

Dosen Pembimbing : Subechi, M.A

Disusun Oleh :
Kelompok 5
 Adelia Faradila
 Dani Firmansyah
 Nurul Mawaddah
Semester II

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)


BUNTET PESANTREN CIREBON
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta hidayah kepada kita semua, sehingga berkat Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “ALIRAN JABARIYAH DAN QADARIYAH”. Makalah ini
diajukan guna memenuhi tugas matakuliah STUDI KALAM.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih
pada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Dan tidak lupa juga penulis
mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dosen Subechi, M.A yang telah membimbing
penulis.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharap kritik dan
saran yang bersiifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Dalam penyusunan
makalah ini penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri
maupun kepada pembaca umumnya.

Buntet Pesantren, 25 April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................................ i


Daftar Isi ......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Paham Jabariyah ................................................................................................. 3
B. Para Tokoh Jabariyah dan Doktrin-Doktrinnya .................................................. 7
C. Paham Qadariyah ................................................................................................ 9
D. Para Tokoh dan Doktrin-doktrinnya ................................................................... 12

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ......................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak rasulullah saw diutus kepada umat Islam turunnya wahyu Allah dan
keluarnya ungkapan serta tervisualisasikannya perilaku dan keadaan hidup rasulullah
saw lahirlah sebuah disiplin Ilmu yang para orientalis menyebutnya “teologi” yakni
cabang ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan
beragama dan semua hal yang berhubungan dengan Tuhan.1
Dikalangan umat Islam sejak awal telah terjadi perbedaaan pendapat
mengenai teologi baik dalam bentuk praktis maupun teoritis. Perbedaan tersebut
tampak melalui perdebatan dalam masalah kalam yang ahirnya menimbulkan
berbagai aliran-aliran dalam Islam.
Dalam perdebatan tentang teologi ini, yang diperdebatkan bukanlah akidah-
akidah pokok seperti iman kepada Allah, kepada malaikat dan lain sebagainya,
melainkan perdebatan masalah akidah cabang yang membahas bagaimana sifat Allah,
Al-Qur’an itu baru (jadid) ataukah azali (qadim), malaikat itu termasuk golongan jin
atau bukan, dan hal-hal yang berkaitan dengan itu.
Perbedaan tersebut akhirnya menimbulkan berbagai macam aliran diantaranya
seperti Khawarij, Syiah, Murji’ah, Mu’tazilah, Jabariyah dan Qodariyah, Asy’ariyah
dan Maturidiyah. Dalam tulisan ini penulis hanya akan mengulas 2 paham saja, yaitu
Paham Jabariyah dan Qadariyah.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dinamakan paham Jabariyah?
2. Siapa tokoh2 dalam aliran Jabariyah dan Bagaimanakah pemikiran teologinya?
3. Apakah yang dinamakan paham Qadariyah?
4. Siapa tokoh-tokoh yang terdapat di aliran Qadariyah dan Bagaimanakah
pemikiran teologinya?

1
Teologi, http://id.wikipedia.org/wiki/Teologi (diakses tanggal 9 Oktober
2014)

1
C. Tujuan
1. Dapat memahami paham Jabariyah
2. Dapat mengetahui tokoh-tokoh yang terdapat dalam aliran Jabariyahdan
mengetahui pemikiran teologinya.
3. Dapat memahami paham Qadariyah
4. Dapat mengetahui tokoh-tokoh yang terdapat dalam aliran Qadariyah dan
mengetahui pemikiran teologinya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PAHAM JABARIYAH
Secara bahasa Jabariyah berasal dari bahasa arab “jabara” artinya memaksa.
Di dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata “
‫ جبراوجبارة – يجبر – جبر‬yang mengandung pengertian “memaksa” atau “mengharuskan
dalam kalimat misalnya ‫“ بفعله الزمه و اكرهه‬dia memaksakannya dan mewajibkan
melakukan hal itu. 2
Salah satu sifat dari Allah adalah alJabbar yang berarti Allah Maha Memaksa.
Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia
dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia
mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur).
Jaham bin Sofyan berpendapat mengenai aliran Jabariyah “manusia tidak
mempunyai kodrat untuk berbuat sesuatu dan tidak mempunyai kesanggupan dia
hanya terpaksa dalam semua perbuatannya” dia tidak mempunyai kodrat dan ikhtiar,
melainkan Tuhanlah yang menciptakan perbuatan-perbuatan pada dirinya seperti
ciptaan-ciptaan Tuhan pada benda mati, memang perbuatan - perbuatan itu
dinisbatkan kepada orang tersebut tetapi itu hanyalah nisbah majazi, Jaham juga
berkata apabila paksaan itu telah tetap maka taklif adalah paksaan juga. 3
Dalam tulisannya Harun Nasution menjelaskan bahwa Jabariyah adalah paham
yang meyakini bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh
Qadha dan Qadar Allah. Manusia dalam paham ini terikat pada kehendak mutlak
Tuhan. 4
Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak
berdasarkan kehendak manusia, tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-
Nya, di sini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat, karena tidak

2
Al-Munjid fi al-Lugati wal al-„A‟lam, (Beirut: Dar al-Masriq, 2011, Cet.
ke – 44) 78
3
Asy-Syahrastani, Al-Milal wa An-Nihal, Dar al- Fikri, Beirut, 1985, 87
4
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa
Perbandingan, (Jakarta:UI-Press, 1986), 31.

3
memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahkan bahwa Jabariyah adalah aliran
manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya. 5
Ada beberapa pendapat yang melatar belakangi lahirnya aliran Jabariyah. Abu
Zahra menuturkan bahwa paham ini muncul sejak zaman sahabat dan masa Bani
Umayyah. Ketika itu para ulama membicarakan tentang masalah Qadar dan
kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan mutlak Tuhan. Adapaun
tokoh yang mendirikan aliran ini menurut Abu Zahrah dan al-Qasimi adalah Jahm bin
Safwan yang bersamaan dengan munculnya aliran Qadariayah. 6
Pendapat yang lain mengatakan bahwa paham jabariyah ini diduga telah
muncul sejak sebelum agama Islam datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa
Arab yang diliputi oleh gurun pasir sahara telah memberikan pengaruh besar dalam
cara hidup mereka. Di tengah bumi yang disinari terik matahari dengan air yang
sangat sedikit dan udara yang panas ternyata tidak dapat memberikan kesempatan
bagi tumbuhnya pepohonan dan suburnya tanaman, tapi yang tumbuh hanya rumput
yang kering dan beberapa pohon kuat untuk menghadapi panasnya musim serta
keringnya udara.
Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian masyarakat arab
tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan disekeliling mereka sesuai dengan
kehidupan yang diinginkan.
Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Artinya
mereka banyak tergantung dengan Alam, sehingga menyebabakan mereka kepada
paham fatalism. 7
Terlepas dari perbedaan pendapat tentang awal lahirnya aliran ini, dalam
Alquran sendiri banyak terdapat ayat-ayat yang menunjukkan tentang latar belakang
lahirnya paham Jabariyah, diantaranya:
a. Q.S ash-Shaffat: 96

َ‫ّللاه َخلَقَ هكم َو َما تَع َملهون‬


َ ‫َو‬
Artinya: “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu
perbuat itu".8

5
Harun Nasution, 34.
6
Tim, Ensiklopedi Islam, “Jabariyah” Cet. IV, Jakarta: Ikkhtiar Baru
Van Hoeve, 1997
7
Harun Nasution, 32.
8
Agus Hidayatullah, dkk. Al-Jamil, Al-Qur‟an Tajwid dan terjemah,

4
b. QS al-Anfal: 17

‫ي ال همؤ ِمنِينَ ِمنهه َب ََلء‬ َ ‫ت َو َٰ َل ِك َن‬


َ ‫ّللاَ َر َم َٰى َو ِليهب ِل‬ َ ‫ت ِإذ َر َمي‬ َ ‫فَلَم ت َقتهلهو ههم َو َٰلَ ِك َن‬
َ ‫ّللاَ قَتَلَ ههم َو َما َر َمي‬
‫ع ِليم‬
َ ‫س ِميع‬ َ ‫سنا إِ َن‬
َ َ‫ّللا‬ َ ‫َح‬

Artinya: “Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka,


akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar
ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian
untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-
orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha
mendengar lagi Maha mengetahui.” 9
c. Q.S al-Insan: 30

َ َ‫ّللا َكان‬
‫ع ِليما َح ِكيما‬ َ ‫َو َما تَشَا هءونَ ِإ َّل أَن يَشَا َء‬
َ َ ‫ّللاه ِإ َن‬

Artinya : “Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila
dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana.”
Selain ayat-ayat Alquran di atas benih-benih paham al-Jabar juga dapat dilihat
dalam beberapa peristiwa sejarah:
a) Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam
masalah Takdir Tuhan, Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan
persoalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat
Tuhan mengenai takdir.
b) Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah menangkap seorang pencuri. Ketika
diinterogasi, pencuri itu berkata "Tuhan telah menentukan aku mencuri".
Mendengar itu Umar kemudian marah sekali dan menganggap orang itu telah
berdusta. Oleh karena itu Umar memberikan dua jenis hukuman kepada orang
itu, yaitu: hukuman potongan tangan karena mencuri dan hukuman dera
karena menggunakan dalil takdir Tuhan.

(Bekasi: Cipta Bagus Segara, 2012), 449.


9
Agus Hidayatullah, dkk. Al-Jamil, Al-Qur‟an Tajwid dan terjemah, 179.

5
c) Ketika Khalifah Ali bin Abu Thalib ditanya tentang qadar Tuhan dalam
kaitannya dengan siksa dan pahala. Orang tua itu bertanya,"apabila perjalanan
(menuju perang siffin) itu terjadi dengan qadha dan qadar Tuhan, tidak ada
pahala sebagai balasannya. Kemudian Ali menjelaskannya bahwa Qadha dan
Qadar Tuhan bukanlah sebuah paksaan. Pahala dan siksa akan didapat
berdasarkan atas amal perbuatan manusia. Kalau itu sebuah paksaan, maka
tidak ada pahala dan siksa, gugur pula janji dan ancaman Allah, dan tidak ada
pujian bagi orang yang baik dan tidak ada celaan bagi orang berbuat dosa.
d) Adanya paham Jabar telah mengemuka kepermukaan pada masa Bani
Umayyah yang tumbuh berkembang di Syiria.
Di samping adanya bibit pengaruh paham jabar yang telah muncul dari
pemahaman terhadap ajaran Islam itu sendiri. Ada sebuah pandangan mengatakan
bahwa aliran Jabar muncul karena adanya pengaruh dari pemikriran asing, yaitu
pengaruh agama Yahudi bermazhab Qurra dan agama Kristen bermazhab Yacobit.
Dengan demikian, latar belakang lahirnya aliran Jabariyah dapat
dibedakan kedalam dua faktor, yaitu faktor yang berasal dari pemahaman ajaran-
ajaran Islam yang bersumber dari Alquran dan Sunnah, yang mempunyai paham
yang mengarah kepada Jabariyah. Lebih dari itu adalah adanya pengaruh dari luar
Islam yang ikut andil dalam melahirkan aliran ini.
Adapun yang menjadi dasar munculnya paham ini adalah sebagai reaksi
dari tiga perkara: pertama, adanya paham Qadariyah, keduanya, terlalu
tekstualnya pamahaman agama tanpa adanya keberanian menakwilkan dan ketiga
adalah adanya aliran salaf yang ditokohi Muqatil bin Sulaiman yang berlebihan
dalam menetapkan sifat-sifat Tuhan sehingga membawa kepada Tasybih.
Ajaran-ajaran Jabariyah dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
Jabariyah Ekstrim dan Jabariyah Moderat. Pertama, aliran ekstrim. Di antara
tokoh adalah Jahm bin Shofwan dengan pendapatnya adalah bahwa manusia tidak
mempu untuk berbuat apa - apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai
kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang
keterpaksaan ini lebih dikenal dibandingkan dengan pendapatnya tentang surga
dan neraka, konsep iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan, dan melihat
Tuhan di akherat. Surga dan neraka tidak kekal, dan yang kekal hanya Allah.
Sedangkan iman dalam pengertianya adalah ma'rifat atau membenarkan dengan
hati, dan hal ini sama dengan konsep yang dikemukakan oleh kaum Murjiah.

6
Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah tidak mempunyai keserupaan dengan
manusia seperti berbicara, mendengar, dan melihat, dan Tuhan juga tidak dapat
dilihat dengan indera mata di akherat kelak. Aliran ini dikenal juga dengan nama
al-Jahmiyyah atau Jabariyah Khalisah.
Ja'ad bin Dirham, menjelaskan tentang ajaran pokok dari Jabariyah adalah
Alquran adalah makhluk dan sesuatu yang baru dan tidak dapat disifatkan kepada
Allah. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti
berbicara, melihat dan mendengar. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala hal.
Dengan demikian ajaran Jabariyah yang ekstrim mengatakan bahwa manusia
lemah, tidak berdaya, terikat dengan kekuasaan dan kehendak Tuhan, tidak
mempunyai kehendak dan kemauan bebas sebagaimana dimilki oleh paham
Qadariyah. Seluruh tindakan dan perbuatan manusia tidak boleh lepas dari
skenario dan kehendak Allah. Segala akibat, baik dan buruk yang diterima oleh
manusia dalam perjalanan hidupnya adalah merupakan ketentuan Allah. Kedua,
ajaran Jabariyah yang moderat adalah Tuhan menciptakan perbuatan manusia,
baik itu positif atau negatif, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya.
Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan
perbuatannya. Manusia juga tidak dipaksa, tidak seperti wayang yang
dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi
manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan tuhan. Tokoh yang berpaham
seperti ini adalah Husain bin Muhammad an-Najjar
yang mengatakan bahwa Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi
manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan
itu dan Tuhan tidak dapat dilihat di akherat. Sedangkan adh-Dhirar (tokoh
jabariayah moderat lainnya) pendapat bahwa Tuhan dapat saja dilihat dengan
indera keenam dan perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pihak.

B. Para Tokoh Jabariyah dan Doktin-Doktrinnya


Menurut Asy-Syahratsani, Jabariyahdapat dikelompokkan menjadi dua bagian,
ekstrim dan moderat. Di antara tokoh Jabariyah ekstrim adalah sebagai berikut:
Ja’d bin Dirham
Al-Ja’d adalah seorang Maulana Bani Hakim, tinggal di Damaskus. Ia
dibesarkan di dalam lingkungan orang Kristen yang senang membicarakan teologi.
Semula ia dipercaya untuk mengajar di lingkungan pemerintah Bani Umayah, tetapi

7
setelah tampak pikiran-pikirannya yang kontroversial, Bani Umayah menolaknya.
Kemudian Al-Ja’d lari ke Kufah dan di sana ia bertemu dengan Jahm, serta
mentransfer pikirannya kepada Jahm untuk dikembangkan dan disebarluaskan.
Al-Ghuraby sebagaimana yang dikutib oleh Abdul Rozak menjelaskan doktrin
pokok Ja’d sebagai berikut:
1) Al-Qur’an itu adalah makhluk. Oleh karena itu, dia baru. Sesuatu yang baru itu
tidak dapat disifatkan kepada Allah.
2) Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara,
melihat, dan mendengar.
3) Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-segalanya.
Jahm bin Shafwan
Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham bin Shafwan. Ia berasal dari
Khurasan, bertempat tinggal di Khuffah; ia seorang da’i yang fasih dan
lincah (orator). Ia menjabat sebagai sekretaris Harits bin Surais, seorang mawali yang
menentang pemerintah Bani Umayah di Khurasan. Ia ditawan kemudian dibunuh
secara politis tanpa ada kaitannya dengan agama. Sebagai seorang penganut dan
penyebar faham Jabariyah, banyak usaha yang dilakukan Jahm yang tersebar ke
berbagai tempat, seperti ke Tirmidz dan Balk.
Pendapat Jahm yang berkaitan dengan persoalan teologi adalah sebagai
berikut:
1) Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak
mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
2) Surga dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain Tuhan.
3) Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya
sama dengan konsep iman yang dimajukan kaum Murji’ah.
4) Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah Mahasuci dari segala sifat dan keserupaan
dengan manusia seperti berbicara, mendengar, dan melihat.
Berbeda dengan Jabariyah ekstrim,Jabariyah moderat mengatakan bahwa
Tuhan memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun
perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang
diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.
Inilah yang dimaksud dengan kasab. Menurut faham kasab, manusia
tidaklah majbur (dipaksa oleh Tuhan), tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh

8
dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh
perbuatan yang diciptakan Tuhan.
Adapun tokoh-tokoh dari faham Jabariyah moderatadalah sebagai berikut:
An-Najjar
Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad An-Najjar (wafat 230 H).
Para pengikutnya disebut An-Najjariyah atau Al-Husainiyah. Di antara pendapat-
pendapatnya:
1) Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian
atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu.
2) Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi, An-Najjar menyatakan bahwa
Tuhan dapat saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga
manusia dapat melihat Tuhan.
Adh-Dhirar
Nama lengkapnya adalah Dhihar bin Amr. Pendapatnya tentang perbuatan
manusia sama dengan Husein An-Najjar, yakni bahwa manusia tidak hanya
merupakan wayang yang digerakkan dalang. Manusia mempunyai bagian dalam
perwujudan perbuatannya dan tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan
perbuatannya. Secara tegas Dhihar mengatakan bahwa satu perbuatan dapat
ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan manusia tidak
hanya ditimbulkan oleh Tuhan, tetapi juga oleh manusia itu sendiri. Manusia turut
berperan dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Mengenai ru’yat Tuhan di akhirat, Dhihar mengatakan bahwa Tuhan dapat
dilihat di akhirat melalui indera keenam. Ia juga berpendapat bahwa hujjah yang dapat
diterima setelah Nabi adalah ijtihad. Hadits ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam
menetapkan hukum.

C. PAHAM QADARIYAH
Secara etimologis, Qadariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu
lqadara “ ‫ يقر – قدر‬yang bemakna kemampuan dan kekuatan. 10
Adapun secara terminologi istilah adalah suatu aliran yang percaya bahwa
segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Allah. Aliran - aliran ini berpendapat

10
Al-Munji fi al-Lugati wal al-„A‟lam, (Beirut: Dar al-Masriq, 2011, Cet.
ke – 44)

9
bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat
sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih menekankan
atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbutan- perbutannya.
Harun Nasution menulis bahwa aliran qadariayah berpendapat bahwa manusia
mempunyai kekuatan, kemerdekaan dan kebebasan untuk melaksanakan kehendaknya
dan menentukan perjalanan hidupnya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa
manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan. Kaum orientalis menyebut paham ini
sebagai free will atau free act sedangkan jabariyah disebut sebagai fatalism atau
predestination. 11
Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Hadariansyah, orang-orang
yang berpaham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki
kebebasan berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan.
Manusia
mampu melakukan perbuatan, mencakup semua perbuatan, yakni baik dan buruk.
Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih
merupakan sebuah perdebatan.
Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian pakar teologi yang
mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad al-Jauhani dan
Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M. Ibnu Nabatah menjelaskan dalam
kitabnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmad Amin, aliran Qadariyah
pertama kali dimunculkan oleh orang Irak yang pada mulanya beragama Kristen,
kemudian masuk Islam dan kembali lagi ke agama Kristen. Namanya adalah Susan,
demikian juga pendapat Muhammad Ibnu Syu’ib. Sementara W. Montgomery Watt
menemukan dokumen lain yang menyatakan bahwa paham Qadariyah terdapat dalam
kitab ar-Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-Basri sekitar
tahun 700M.
Ditinjau dari segi politik kehadiran mazhab Qadariyah sebagai isyarat
menentang politik Bani Umayyah, karena itu kehadiran Qadariyah dalam wilayah
kekuasaanya selalu mendapat tekanan, bahkan pada zaman Abdul Malik bin Marwan
pengaruh Qadariyah dapat dikatakan lenyap tapi hanya untuk sementara saja, sebab
dalam perkembangan selanjutnya paham Qadariyah itu dianut oleh Mu’tazilah
sedangkan paham Jabariyah walaupun tidak identik dengan paham yang dibawa oleh

11
Harun Nasution, 31-45.

10
Ibn Safwan atau Al-Najjar dan Dirar, pengaruh aliran ini terdapat dalam al-
Asy’ariah.12
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran Qadariyah
bahwa manusia berkuasa atas perbuatan- perbutannya. Manusia sendirilah yang
melakukan perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri
pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan - perbutan jahat atas kemauan dan
dayanya sendiri. Tokoh an-Nazzam menyatakan bahwa manusia hidup mempunyai
daya, dan dengan daya itu ia dapat berkuasa atas segala perbuatannya. Dengan
demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri.
Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas
kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia
berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula
memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini
disamakan dengan balasan surga kelak di akherat dan ganjaran siksa dengan balasan
neraka kelak di akherat, itu didasarkan atas pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh
takdir Tuhan. Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat akan mendapatkan
balasannya sesuai dengan tindakannya.
Paham takdir yang dikembangkan oleh Qadariyah berbeda dengan konsep
yang umum yang dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan
bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatannya, manusia
hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak azali terhadap dirinya.
Dengan demikian takdir adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi
alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hukum yang dalam istilah
Alquran adalah sunnatullah.
Secara alamiah sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak dapat
diubah. Manusia dalam demensi fisiknya tidak dapat bebruat lain, kecuali mengikuti
hukum alam. Misalnya manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip seperti
ikan yang mampu berenang di lautan lepas. Demikian juga manusia tidak mempunyai
kekuatan seperti gajah yang mampu membawa barang seratus kilogram.
Dengan pemahaman seperti ini tidak ada alasan untuk menyandarkan perbuatan
kepada Allah. Di antara dalil (naqli) yang mereka gunakan adalah banyak ayat-ayat
Alquran yang berbicara dan mendukung paham itu.

12
Harun Nasution, 37.

11
1. Artinya : “Kerjakanlah apa yang kamu kehendaki sesungguhnya Ia melihat apa
yang kamu perbuat”. (QS. Fush-Shilat : 40).
2. Artinya : “Katakanlah kebenaran dari Tuhanmu, barang siapa yang mau beriman
maka berimanlah dan barang siapa yang mau kafir maka kafirlah”. (QS. Al-Kahfi
: 29).

‫َوقه ِل ال َحق ِمن َر ِب هكم فَ َمن شَا َء فَليهؤ ِمن َو َمن شَا َء فَل َيكفهر‬

3. Artinya : “dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud),
Padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-
musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya
(kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS.Ali Imran :165).

‫صبتهم ِمثلَي َها قهلتهم أَنَ َٰى َٰ َهذَا قهل هه َو ِمن ِعن ِد أَنفه ِس هكم ۗ ِإ َن‬
َ َ ‫صيبَة قَد أ‬ َ َ ‫أ َ َولَ َما أ‬
ِ ‫صابَت هكم م‬
‫ّللاَ َع َل َٰى هك ِل شَيء َقدِير‬
َ

Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga


mereka merobah keadaan[Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama
mereka tidak merobah sebabsebab kemunduran mereka.] yang ada pada diri
mereka sendiri”. (QS.Ar-R’d :11)

ۗ ‫ّللاَ َّل يهغَيِ هر َما بِقَوم َحت َ َٰى يهغَيِ هروا َما بِأَنفه ِس ِهم‬
َ ‫ۗۗ إِ َن‬

D. Para Tokoh Qadariyah dan Doktrin-Doktrinnya


Qadariyah muncul sekitar tahun 70 H/689 M. Sedangkan menurut Ahmad
Amin, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa qadariyah pertama sekali
dimunculkan oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy. Ma’bad adalah
seorang taba’i yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada Hasal Al-Basri. Adapun
Ghailan adalah seorang orator berasal dari Damaskus dan ayahnya menjadi maula
Utsman bin Affan. Kedua tokoh Qadariyah di atas mati dibunuh, Ghailan dibunuh
pada masa Hisyam ibn Abdul Malik dan Ma’bad dibunuh karena dituduh terlibat
dalam pemberontakan bersama dengan Abdurrahman Al-Asy’ats.

12
Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh Al-Uyun, seperti yang dikutip Ahmad
Amin, memberi informasi lain bahwa yang pertama sekali memunculkan
faham Qadariyah adalah orang Irak yang semula beragama Kristen kemudian masuk
Islam dan balik lagi ke agama Kristen. Dari orang inilah Ma’bad dan Ghailan
mengambil faham ini.
Faham Qadariyah mendapat tantangan keras dari umat Islam ketika itu. Ada
beberapa hal yang mengakibatkan terjadinya reaksi keras ini, pertama, seperti
pendapat Harun Nasution, karena masyarakat Arab sebelum Islam kelihatannya
dipengaruhi oleh faham fatalis. Kehidupan bangsa Arab ketika itu serba sederhana
dan jauh dari pengetahuan. Mereka merasa irinya lemah dan tak mampu menghadapi
kesukaran hidup yang ditimbulkan oleh alam sekelilingnya. Faham itu terus dianut
kendatipun mereka sudah beragama Islam. Karena itu, ketika
faham Qadariyah dikembangkan, mereka tidak dapat menerimanya.
Faham Qadariyah itu dianggap bertentangan dengan doktrin Islam.
Kedua, tantangan dari pemerintah ketika itu. Tantangan ini sangat mungkin
terjadi karena para pejabat pemerintahan menganut paham Jabariyah. Selain itu,
pemerintah menganggap gerakan faham Qadariyah sebagai suatu usaha menyebarkan
faham dinamis dan daya kritis rakyat yang pada gilirannya mampu mengkritik dan
menentang kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap tidak sesuai dan bahkan
dapat menggulingkan mereka dari tahta kekuasaan.
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang doktrin Qadariyah,
bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Manusia sendirilah yang
melakukan perbuatan baik atas kehendak maupun kekuasaannya sendiri dan manusia
sendiri yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan
dayanya sendiri. Salah seorang pemuka Qadariyah, yaitu An-Nazzam mengemukakan
bahwa manusia hidup mempunyai daya atau kekuatan sendiri. Selagi hidup manusia
mempunyai daya, ia berkuasa atas segala perbuatan yang ia lakukan.
Dari penjelasan yang ada dapat dipahami bahwa doktrin atau
ajaran Qadariyah pada intinya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia
dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan atau kehendak
untuk melakukan segala perbuatan atas kemauannya sendiri, baim perbuatan baik
maupun perbuatan jahat. Oleh sebab itu, manusia berhak mendapat pahala atas
kebaikannya dan berhak pula memperoleh hukuman atau dosa atas kejahatan yang
diperbuatnya.

13
Dalam faham Qadariyah, takdir itu adalah ketentuan Allah yang diciptakannya
bagi alam semesta beserta seluruh isinya sejak zaman azali, yaitu hukum yang dalam
istilah Al-Qur’an adalah sunnatullah, bukan takdir secara mutlak bahwa nasib
manusia telah ditentukan terlebih dahulu.
Dengan pemahaman seperti itu, kaum Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada
alasan yang tepat untuk menyandarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan
Tuhan. Gejala-gejala dari faham Qadariyah sekarang banyak kelihatan di Indonesia,
umpamanya ada orang yang berkata:
Bagaimanapun juga yang menentukan berhasil tidaknya suatu pekerjaan, pada
akhirnya toh manusia itu sendiri.
Tuhan Allah tidak bisa merubah nasib manusia, kalau tidak manusia itu sendiri
yang merubah nasibnya.
Perbuatan manusia itu dijadikan oleh manusia itu sendiri. Ini adalah faham dan
I’tikad dari golongan Qadariyah.
Doktrin-doktrin Qadariyah di atas mempunyai tempat pijakan di dalam Al-
Qur’an yang dapat mendukung pendapat mereka, yaitu QS Al-Kahfi ayat 29:
Artinya: “Dan Katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka
barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin
(kafir) Biarlah ia kafir”. Sesungguhnya kami Telah sediakan bagi orang orang zalim
itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum,
niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang
menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang
paling jelek.”(QS. Al-Kahfi/18: 29)
Artinya: ”Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki
keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-
kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”(QS. Ar-Ra’d/13: 11)
artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat kami,
mereka tidak tersembunyi dari kami. Maka apakah orang-orang yang dilemparkan ke
dalam neraka lebih baik, ataukah orang-orang yang datang dengan aman sentosa pada
hari kiamat? perbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya dia Maha melihat
apa yang kamu kerjakan.”(QS. Fushilat/41: 40)

ِ ‫اع َملهوا َما ِشئتهم ِإنَهه بِ َما تَع َملهونَ َب‬


‫صير‬

14
Melihat pada ayat-ayat di atas tentang dalil Qadariyah walaupun penganut-
penganutnya telah meninggal tetap terdapat pemikiran dalam kalangan umat Islam.
Dalam sejarah teologi Islam selanjutnya paham Qadariyah dianut oleh
kaum Mu’tazilah. Sedang faham Jabariyah kendatipun tidak identik dengan faham
yang dibawa Jahm ibn Shafwan atau An-Najjar dan Dhirar terdapat dalam
aliran Asy’ariyah.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bahwa titik temu antara Aliran Jabariyah dan Qadariyah adalah manusia
benar-benar memiliki kebebasan berkehendak dan karenanya ia akan dimintai
pertanggungjawaban atas keputusannya, meskipun demikian keputusan tersebut pada
dasarnya merupakan pemenuhan takdir (ketentuan) yang telah ditentukan. Dengan
kata lain, kebebasan berkehendak manusia tidak dapat tercapai tanpa campur tangan
Allah swt. Misalnya seseorang dapat membuat makanan apasaja yang dikendakinya,
tetapi dalam hal ini makanan itu tidak akan jadi bilamana campur tangan Tuhan atau
kehendak Tuhan tidak ada, yakni bila bahan makanan yang bersumber dari tumbuh-
tumbuhan atau hewan tidak ada sementara makhluk tersebut adalah ciptaan Allah swt.
Dalam masalah Iman dan Kufur ajaran Jabariyah bisa diberlakukan untuk
menyampaikan dakwah Islam sehingga dapat merangkul berbagai golongan Islam
yang masih memerlukan pengayoman. Di samping itu pendapat-pendapat Jabariyah
sebenarnya didasarkan karena kuatnya iman terhadap qudrat dan iradat Allah swt,
ditambah pula dengan sifat wahdaniat-Nya.
Bagi Qadariyah manusia adalah pelaku kebaikan dan juga keburukan,
keimanan dan juga kekufuran. Aliran ini termasuk Jabariyah mengemukakan alasan-
alasan dan dalil-dalil serta pendapat yang demikian itu dengan maksud untuk
menghindarkan diri kekeliruan yang menjerumuskan penganutnya ke dalam kesesatan
beragama dan mencapai kemuliaan dan kesucian Allah swt. dengan sesempurna
mungkin.

16
DAFTAR PUSTAKA

Luwis Ma’luf. Al-Munjid fi al-Lugati wal al-„A‟lam. Beirut:


Dar al-Masriq, 1998

Asy-Syahrastani, Al-Milal wa An-Nihal, Dar al- Fikri, Beirut,


1985

Agus Hidayatullah, dkk. Al-Jamil, Al-Qur‟an Tajwid dan terjemah. Bekasi: Cipta Bagus
Segara, 2012

Harun Nasution. Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI-
Press, 1986

Tim, Ensiklopedi Islam, “Jabariyah” Cet. IV, Jakarta: Ikkhtiar Baru Van Hoeve, 1997

http://syafieh.blogspot.com/2013/03/aliran-teologi-islamjabariyah-dan.html
Teologi, http://id.wikipedia.org/wiki/Teologi (diakses tanggal
9 Oktober 2014)

17

Anda mungkin juga menyukai