Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Sejarah Perkembangan Pemikiran Kalam

“Pemikiran Teologi Al-Jabariyah Dan Al-Qadariyah”

Dosen Pengampu : Dr. H. M. Junaid, M.Pd.I

Kelompok 2 :

1. Maslia Munawaroh (201220007)


2. Dini Apriliani (201220010)
3. Hafizhatul Hikmah (201220031)

Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan

Pendidikan Agama Islam

Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Tahun 2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Segala puji bagi Allah


SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita
yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya diakhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampuuntuk menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Pemikiran
Teologi Al-Jabariyah Dan Al-Qadariyah”

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah
ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.

Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya. Demikian, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

ii
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR………………………………………………………

DAFTAR ISI.………..........................……………….……………………

BAB1 PENDAHULUAN…………………………………………………1
A. Latar Belakang………………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………1

BAB 2 PEMBAHASAN…………………………………………………..
A. Pengertian Teologi al-jabariyah dan al-qadariyah ………………… 2
B. Latar belakang munculnya al-jabariyah dan al-qadariyah …4
C. Pokok Pemikiran Jabariyah………………………………………

BAB 3 PENUTUP…………………………………………………………

Kesimpulan…………………………………………………………

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Seperti agama-agama besar lainnya, agama islam memiliki sitem


teologi yang dinamakan ilmu kalam. Ilmu ini bertujuan menegakkan
keimanan dan menolak penyelewengan serta bi’ah-bid’ah dalam akidah.
Nabi Muhammad SAW. Memang bukan seorang teolog, seperti juga nabi-
nabi sebelumnya, dan Al-Quran juga bukan buku teologi.

Sejak awal permasalahan teologis di kalangan umat Islam telah terjadi


perbedaaan dalam bentuk praktis maupun teoritis. Perbedaan tersebut
tampak melalui perdebatan dalam masalah kalam yang ahirnya
menimbulkan berbagai aliran-aliran dalam Islam. Dalam perdebatan
tentang teologi ini, yang diperdebatkan bukanlah akidah-akidah pokok
seperti iman kepada Allah, kepada malaikat dan lain sebagainya,
melainkan perdebatan masalah akidah cabang yang membahas bagaimana
sifat Allah, Al-Qur’an itu baru ataukah qodim, malaikat itu termasuk
golongan jin atau bukan, dan hal-hal yang berkaitan dengan itu.

Perbedaan tersebut ahirnya menimbulkan berbagai macam aliran


diantaranya seperti Khawarij, Syiah, Murji’ah, Mu’tazilah, Jabariyah dan
Qodariyah, Asy’ariyah dan Maturidiyah. Dalam bab ini kita akan
membahas sedikit banyak tentang aliran Qodariyah dan Jabariyah yang
juga timbul akibat dari adanya permasalahan-permasalahan kalam.

1
RUMUSAN MASALAH

A. Apa yang dimaksud dengan teologi al-jabariyah dan al- qadariyah?


B. Latar belakang munculnya aliran teologi al-jabariyah dan al-
qadariyah?
C. Pemikiran-pemikiran teologi al-jabariyah dan al-qadariyah

TUJUAN MAKALAH

A. Mengetahui teologi al-jabariyah dan al-qadariyah


B. Mengetahui Latar belakang munculnya aliran teologi al-jabariyah dan
al-qadariyah
C. Mengetahui Pemikiran-pemikiran teologi al-jabariyah dan al-qadariyah

2
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian Teologi Al-Jabriyah Dan Qadariyah


1. Pengertian Teologi
Teologi adalah ilmu yang membahas tentang ketuhanan, dan
segala hal yang berkaitan dengan nilai-nilai ketuhanan. Posisi teologi
sangatlah penting dalam berbagai pembahasan tentang studi
pengajaran agama. Kajian teologi dalam ranah Islam memiliki nama
terkenal lainnya seperti ilmu kalam dan ilmu tauhid.
Menurut Ibnu Khaldun, ilmu kalam berarti ilmu yang berisi
alasan- alasan untuk mempertahankan kepercayaannya dengan
menggunakan dalil-dalil pikiran yang berisikan bantahan-bantahan
terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan aliran
golongan aliran golongan salaf dan Ahli Sunnah. Dan Aristoteles
merupakan salah seorah filsuf pertama yang menganggap bahwa
teologi sebagai suatu disiplin, seraya mengidentikkan dengan filsafat
pertama, yang tertinggi dari semua ilmu teoretis, yang kemudian
dinamakan dengan metafisika.1
Kata Teologi terbentuk dari dua istilah bahasa Yunani: theos dan
logos. Theos berarti Yang Ilahi atau Tuhan, logos berarti ide atau
gagasan, kata, ilmu, diskursus atau pembicaraan, pemikiran. Maka
Teologi berarti pemikiran tentang Yang Ilahi, Tuhan atau Allah. Jadi
Teologi merupakan sebuah cabang ilmu, dan orang yang
berkecimpung dalam dunia Teologi disebut teolog.
Kemunculan istilah teologi dalam Islam, pada awalnya terkait
dalam ranah politik dengan maksud perluasan ekspansi daerah
kekuasaan Islam pada awal-awal perkembangan Islam. Peristiwa yang
1
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama), hal. 1090-
1091

3
diawali oleh pertentangan politik menyangkut peristiwa pembunuhan,
Uṡmān bin ‘Affān (574-656 M) yang berujung pada penolakan
Mu’āwīyah bin Abū Sufyān (602-680 M) atas kekhalifahan Alī bin
Abī Ṭālib (599-661 M). Pertentangan antara Mu„āwīyah bin Abū
Sufyān dan Alī bin Abī Ṭālib berakhir pada peristiwa perang Ṣiffin
yang menghasilkan keputusan taḥkīm (arbitrase).
Akibat adanya taḥkīm tersebut, muncullah aliran teologi yang
pertama dalam sejarah Islam, yaitu Khawarij, Murjiah dan Syi’ah. Hal
ini berkaitan dengan kajian teologi Islam yang merupakan kajian
paling fundamental dalam Islam yang harus dibangun kembali sesuai
dengan prespektif dan standar modernitas. Seseorang yang ingin
menyelami dan mengetahui seluk-beluk agama secara mendalam, perlu
mempelajari kajian teologi terhadap agama yang dianutnya.
Pengetahuan tentang ilmu ketuhanan didasarkan pada keyakinan yang
kuat, maka seseorang tidak akan mudah terpengaruh dengan paham-
paham teologi yang salah.
Dapat disimpulkan bahwa Teologi merupakan disiplin ilmu yang
mempelajari hakikat tuhan dan sifat-sifatnya, serta pengetahuan yang
dipunyai oleh manusia mengenai ketuhanan itu.

2. Pengertian Al Jabariyah
Secara bahasa Jabariyah berasal dari kata jabbara yang
mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu.
Salah satu sifat dari Allah Swt adalah al-Jabbar yang berarti Allah
Maha Memaksa. Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah menolak
adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan
kepada Allah Swt. Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan
perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur). Aliran Jabariyah lahir di
Khurasan, Iran pada paruh pertama abad ke-2 H/ ke-8 M, yang
dipelopori oleh Ja’ad bin Dirham ( wafat 124 H/ 724 M).

4
Menurut Nasution 2 ( 1986 ) Jabariyah adalah paham yang
menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan dari
semula oleh qaḍa dan qadar Allah Swt. Maksudnya adalah bahwa
setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak
manusia, tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini
manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat, karena tidak
memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahlkan bahwa Jabariyah
adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.
3. Pengertian Qadariyah
Qodariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu kata qadara yang
artinya kemampuan dan kekutaan . Adapun menurut pengertian
termologi, qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwasegala
tindakan manusia tidak diinvertasi oleh Tuhan.Aliran ini berpendapat
bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi setiap perbuatannya. Ia
dapat berbuat sesuatu atau meninngalkannya atas kehendaknnya
sendiri.Berdasarkan paham tersebut dapat dipahami bahwa paham
qadariyah dipakai untuk nama suatu aliran yang memberi penekanan
bahwa manusia mempunyai
kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalan hidupnya
untuk mewujudkan perbuatan-perbutannnya .
Dilihat dari segi bahasa qadar berarti ketetapan, hukum ketentuan,
ukuran dan kekuatan. Dalam pengertian lain adalah ketergantungan
perbuatan hamba pada kekuatannya sendiri. Manusia mempunyai
kekuatan dan kebebasan mutlak untuk menentukan dan melakukan
perbuatannya atas kehendak dan pilihan sendiri.
Dalam hal ini, Harun Nasution menegaskan bahwa nama qadariyah
berasal dari pengertian bahawa manusia mempunyai qudrah atau
kekutan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari
pengertian bahwa manusia tunduk terhadap qadar atau kadar Tuhan.

2
Harun, Teologi Islam: aliran-aliran sejarah analisa perbandingan (Jakarta: UI Press : 1986), hal.

5
Adapun paham Qodariyah secara matematis sulit dipastikan kapan
ia mulai muncul, apalagi paham tersebut ketika dikenalkan kepada
masyarakat Arab oleh orang Arab non padang pasir, kegoncangan dan
sikap menentang sikap Qodariyah adalah hadits:''Kaum Qodariyah
merupakan majusi umat islam,'' dalam arti golongan yang tersesat.
B. Latar Belakang Munculnya Al-Jabariyah Dan Al-Qadariyah
Sejarah Munculnya Pemikiran Jabariyah dan Qadariyah Aliran
Jabariyah timbul bersamaan dengan timbulnya aliran Qadariah, yang
daerah tempat timbulnya juga tidak berjauhan. Aliran Jabariah timbul di
Khurasan Persia, dan Qadariyah di Irak.Paham al-jabar pertama kali
diperkenalkan oleh Ja’ad bin Dirham kemudian disebarkan oleh Jahm bin
Shafwan dari Khurasan. Dalam sejarah teologi Islam. Jahm tercatat
sebagai tokoh yang mendirikan aliran Jahmiah dalam kalangan Murji’ah.
Ia adalah sekertaris Suraih bin al-Haris dan selalu menemaninya dalam
gerakan melawaan kekuasaan Bani Umayyah.
Namun dalam perkembangannya, Paham al-jabar juga dikembangkan
oleh tokoh lainnya Al-Husain bin Muhammad, An-Najjar dan Ja’d bin
Dirham. Jahm bin Shafwan terkenal sebagai orang tekun dan rajin
menyiarkan agama. Fatwanya yang menarik adalah bahwa manusia tidak
mempunyai daya upaya, tidak ada ikthiar dan tidak ada kasab. Semua
perbuatan manusia itu terpaksa di luar kemauannya. Masuknya pemeluk-
pemeluk agama lain ke dalam Islam yang jiwanya tetap dipengaruhi oleh
unsur-unsur agama mereka yang telah mereka tinggalkan, lahirlah
kebebasan berbicara tentang masalah-masalah yang didiamkan oleh ulama
salaf.
Mengenai kemunculan paham al-jabar, para ahli sejarah
pemikiran mengkajinya melalui pendekatan geokultural bangsa Arab.
Diantara ahli yang dimaksud adalah Ahmad Amin. Ia mengambarkan
kehidupan bangsa Arab yang dikungkung oleh gurun pasir sahara yang
memberikan pengaruh besarkedalam cara hidup mereka. Ketergantungan

6
mereka pada alam sahara yang ganas telah mencuatkan sikap penyerahan
diri terhadap alam.
Segolongan umat muslim memperkatakan masalah qadar, seperti
Ma’bad Al-Juhani, Ghailan Ad Dimasyiqy, dan Ja’ad Ibn Dirham.
dikembangkan oleh tokoh lainnya Al-Husain bin Muhammad, An-Najjar
dan Ja’d bin Dirham. Jahm bin Shafwan terkenal sebagai orang tekun dan
rjin menyiarkan agama. Masuknya pemeluk-pemeluk agama lain ke dalam
Islam yang jiwanya tetap dipengaruhi oleh unsur-unsur agama mereka
yang telah mereka tinggalkan, lahirlah kebebasan berbicara tentang
masalah-masalah yang didiamkan oleh ulama salaf. Segolongan umat
muslim memperkatakan masalah qadar, seperti Ma’bad Al-Juhani, Ghailan
Ad Dimasyiqy, dan Ja’ad Ibn Dirham.
Terdapat sejumlah tokoh aliran Jabariyah yang berpengaruh dalam
sejarah pemikiran ilmu kalam. Dari pemikiran tokoh-tokoh itu, aliran
Jabariyah terbagi menjadi dua paham lagi.
Pertama, Jabariyah ekstrem yang dipelopori Ja'ad bin Dirham dan
Jaham bin Shofwan. Sementara yang kedua adalah Jabariyah moderat
yang dipengaruhi oleh An-Najjar dan Ad-Dhirar.
Aliran Qadariyah merupakan salah satu aliran teologi tertua dalam
Islam. Kemunculan aliran qadariyah sendiri tidak semata-mata hanya
karena dinamika pemikiran dalam Islam saja, akan tetapi juga disebabkan
oleh gejolak politik yang ada pada masa Dinasti Umayyah I yaitu pada
tahun 661 hingga 750 M.
Sejarah munculnya aliran ini masih menjadi perdebatan dikalangan
ahli teologi islam, versi pertama mengatakan bahwa aliran ini
diperkenalkan oleh seorang tokoh yang bernama Ma’had al-Juhani dan
Ghailan ad-Dimasyqi. Ma’bad al-Juhani merupakan seorang taba’I yang
berguru kepada Hasan al-Bisri, sementara Ghailan ad-Dimasyqi adalah
seorang orator yang berasal dari Damaskusdan ayahnya berprofesi sebagai
maula Utsman bin Affan.

7
Versi kedua mengatakan bahwa, paham Qadariyah pertama kali
dimunculkan oleh seorang penduduk Irak yang beragama Nasrani yang
menjadi muallaf lalu kembali lagi menjadi Nasrani. Dari orang ini Ma’bad
al-Juhani dan Ghailan ad-Dimasyqi mengambil paham Qodariyah.
Sedangkan versi ketiga memiliki pendapat lain, dikemukakan oleh W.
Montgomery Watt melalui tulisannya yang berjudul Hellmut Ritter
menjelaskan bahwa paham Qadariyah yang terdapat dalam kitab Risalah
ditulis oleh Hasan Al-Basri sekitar tahun 700 M, memiliki kesamaan
pemikiran dengan pahamQadariyah yaitu percaya bahwa manusia dapat
memilih. Beberapa pemikiran dari aliran qadariyah seperti manusia
memiliki kehendak bebas atau free will membuat aliran tersebut
bertentangan dengan aliran jabariyah. Di mana pokok pemikiran tersebut
pula yang menyebabkan aliran qadariyah sebagai ideologi serta sekte
bidah.
Dalam paham ini, perbuatan manusia merupakan ciptaan dan pilihan
manusia sendiri, bukan ciptaan atau plihan Tuhan. Hal ini didasarkan atas
kemampuan manusia membedakan antara orang yang berbuat baik dan
berbuat buruk. Dalam tinjauan sejarah, paham ini pertama kali
dikemukakan oleh seorang penduduk Irak yang beragama Kristen. Dari
dialah Ma’bad al-Juhani (w. 80 H) dan Ghailan al-Dimasyqi (105 H)
menerima paham Qadariah. Ma’bad menyebarkan paham ini di Irak
sementara Ghailan menyebarkannya di Syam dan mendapat tantangn dari
khalifah Umar bin Abdul Azis.
Selain itu, Ghailan juga menganut paham bahwa iman tidak
bertambah dan berkurang, sehingga manusia tidak perlu berusaha untuk
meraihnya. Ia termasuk salah seorang tokoh aliran Murji’ah aliran sekte al-
Salihiah.Meskipun demikian, Qadariah hanya diidentikkan dengan
manusia memiliki kebebasan dan kemerdekaan dalam memilih dan
melakukan perbuatan, sehingga dikenal juga dengan sebutan free will dan
free act.

8
C. Pemikiran Teologi Al-Jabariyah Dan Qadariyah
1. Pemikiran Teologi Al Jabariyah
Cikal bakal timbulnya faham Jabariyah sudah dimulai sejak zaman
Khulafa ar- Rasyidin, disaat umat Islam mulai berbicara tentang Qada
dan Qadar bagi seorang yang berbuat dosa, meski belum nampak betul
pada saat itu, bahkan sebenamya faham ini pun telah nampak semenjak
manusia ada. Namun jelas perkembangannya telah memicu timbulnya
berbagai macam aliran lain dalam Islam.
Golongan Jabariyah pada mulanya merupakan kelompok aliran
teologis, bersifat ketuhanan dan berhubungan dengan aqidah tauhid,
kemudian berkembang dan merambah ke berbagai dimensi keilmuan
keislaman yang lain diataranya: tasawwuf, akhlak, filsafat, fiqih dan
tafsir.
Perkembangan selanjutnya membentuk ideologi Jabariyah yang
dijadikan pijakan utama dalam memahami agama dan realitas
Penganut aliran Jabariyah berpendapat bahwa manusia tidak
mempunyai kekuasaan untuk berbuat. Menurut tokoh aliran ini (Jahm
bin Shofwan) manusia tidak mempunyai kekuasaan terhadap apapun.
Manusia dalam perbuatannya dipaksa, tidak mempunyai kehendak dan
tidak mempunyai pilihan sendiri. Allah menciptakan perbuatan pada
diri manusia seperti benda mati. Oleh karena itu manusia berbuat
dalam arti Majazi bukan hakiki seperti yang terjadi pada pohon
berbuah, air mengalir, batu bergerak, matahari terbit dan tenggelam
dan sebagainya. Segala perbuatan manusia merupakan perbuatan yang
dipaksa, termasuk menerima pahala atau siksa.
Menurut Hasan ( 1969, 338 ) aliran Jabariyah berpegang kuat
pada Qadha Tuhan dan mereka melihat baik dan buruk datang dari
Tuhan. Manusia tidak memiliki peluang untuk berbuat. Allah

9
menentukan segalanya. Pada hakekatnya perbuatan manusia itu adalah
perbuatan Allah sendiri. Allah lah pelaku dari setiap perbuatan.3
Dengan adanya keterpaksaan tersebut, penganut aliran
jabariyahmenempatkan akal pada kedudukan yang rendah,
Ketidakbebasan tersebut mengharuskan manusia untuk terikat pada
dogma dan menggiring manusia untuk tidak mempercayai hukum
kausalitas. Dan dari pernyataan manusia tidak mempunyai daya dan
kehendak memberikan pemahaman bahwa daya. kehendak dan upaya
serta perbuatan itu adalah Allah semata, Tentang kewajiban-kewajiban
agama. menurut faham ini, hal tersebut juga merapakan suatu paksaan,
sehingga pahala dan dosa dikaitkan dengan takdir. karena manusia di
dalam melakukan perbuatannya apakah itu perbuatan baik atau
perbuatan buruk hanyalah menjalankan takdir yang sudah ditentukan
Tuhan padanya.
Dengan begitu bahwa seorang mukmin dan kafir adalah takdir
Tuhan yang telah digariskan untuk kehidupan manusia di dunia dan
akhirat. Sehingga seorang kafir dan mukmin sekalipun tidak
mempunyai daya untuk merubah kehidupannya di dunia agar menjadi
lebih baik. Selain itu Jahm juga berpendapat bahwa Allah Ta'ala tidak
memiliki sifat kecuali sifat al-fi‟lu (berbuat) dan alkhalku
(menciptakan) Karena menurutnya pensifatan terhadap Allah dengan
sifat-sifat yang dimiliki manusia akan menimbulkan tasyabuh antara
khaliq dan makhluk. Dan sebaliknya bahwa manusia tidak dibenarkan
bahwa ia memiliki sifat al-fi‟lu dan al-khalku sebagai bentuk realisasi
dari faham ini, Jahm tidak mengakui bahwa Allah memiliki sifat
mutakallimin (yang berbicara), karena sifat ini dimiliki oleh manusia.
Kalupun Al-Qur'an disebut dengan Kalamullah, maka penisbatannya
kepada Allah hanyalah sematamata karena Al-Qu‘an sebagai
makhluknya dan bukan peikataannya. Sebagaimana ia pun

3
Abi Hasan Ali bin Isma‟il al-Asy‟ari, Maqalat al-Islamiyin wa ikhtilaf alMushaliin, (Kairo:
Maktabah an-Nahdhah al-Mishriyah, 1969), juz II, h. 338

10
beranggapan bahwa syurga dan neraka itu tidak kekal (fana), karena
apabila syurga dan neraka kekal, maka terdapat kesamaan sifat antara
Allah dan ciptaan-Nya, dan itu mustahil adanya.4
faham Jabariyah yang dipelopori Jahm Ibnu Sofwan ini dalam
kaitannya dengan ajaran yang dibawa selalu berpijak pada ayat-ayat
yang dirasa mendukung pemikiraimya, seperti :
َ‫َوا هّٰلل ُ خَ لَقَ ُك ْم َو َما تَ ْع َملُوْ ن‬
"padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu
perbuat itu.""
(QS. As-Saffat 37: Ayat 96)
‫َو َما َر َميْتَ اِ ْذ َر َميْتَ َو ٰلـ ِك َّن هّٰللا َ َرمٰ ى‬
“dan bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar, tetapi
Allah yang melempar”
(QS. Al-Anfal 8: Ayat 17)
‫  َو َما تَ َشٓاءُوْ نَ اِاَّل ۤ اَ ْن يَّ َشٓا َء هّٰللا ُ ۗ اِ َّن هّٰللا َ َكا نَ َعلِ ْي ًما َح ِك ْي ًما‬

"Tetapi kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali apabila


dikehendaki Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha
Bijaksana."
(QS. Al-Insan 76: Ayat 30)

Tokoh Jabariyah Ekstrim:

1. Jahm bin Shafwan


Jahm bin Shafwan merupakan murid dari Ja’d bin Dirham. Ia
merupakan seorang ahli debat yang memiliki etika, pandangan, dan
pengetahuan yang tinggi.
Doktrin yang dikembangkaannya adalah:
4
Ali Mustafa al-Ghuraby, Tarikh al-Firaq al-Islamiyah wa nasy‟atu „ilm alKalam „inda al-Muslimin,
(Kairo: Maktabah wa matba‟ah Muhammad „ali
Shabih, 19590, h. 25

11
 Manusia tidak mampu berbuat apa-apa ;
 Surga dan neraka tidak kekal;
 Iman adalah ma’rifat atau membenarkan didalam hati.
 Kalam Tuhan adalah makhluk.
 Allah bukan sesuatu, tidak pula mempunyai sifat.
 Tuhan tidak dapat dilihat di hari kemudian.

2. Ja’d bin Dirham


 Al-Quran adalah makhluk dan sesuatu yang baru dan tidak
dapat disifatkan kepada Allah;
 Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk,
seperti berbicara, melihat dan mendengar;
 Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala hal.

Paham ini pada mulanya dianut oleh kaum Yahudi kemudin


diajarkan kepada sekelompok kaum muslimin, sehingga cepat tersebar.
Meskipun ada beberapa paham yang diajarkan oleh Jahm bin Shafwan,
akan tetapi yang besar pengaruhnya adalah paham yang yang tidak
mengakui adanya kebebasan dan kemerdekaan untuk memilih dan
melakukan perbuatan bagi manusia. Semua telah ditentukan oleh
Tuhan, sehingga jika disebut Jabariah, maka orientasinya adalah
manusia terpaksa dalam melakukan perbuatannya.
Terdapat perbedaan yang mencolok antara Jabariyah Ekstrem
(murni) dengan Jabariyah Moderat yaitu terletak pada ada tidaknya
peranan manusia dalam setiap perbuatannya.Jabariyah Ektrem sangat
menafikan peran manusia, artinya manusia tidak mempunyai daya atau
kekuatan,kehendak apapun kecuali atas kehendak Allah
swt..Sedangkan Jabariyah Moderat masih mengakui adanya peran
manusia didalam perbuatannya, walaupun peran yang diberikan

12
manusia adalah atas kehendak Allah.Hal inilah kemudian
memunculkan istilah kasab (aquisition).
Menurut paham kasab bahwa manusia itu tidaklah majbu (dipaksa
oleh Tuhan), tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan
tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia itu memperoleh
perbuatan yang diciptakan oleh Tuhan.

2. Pemikiran Teologi Al Qadariyah


Perbedaan pemikiran antara aliran-aliran keislaman sebetulnya
terletak pada penempatan porsi akal dan wahyu, mana yang lebih
diperioritaskan dan mana yang lebih di kesampingkan. Apabilah porsi
akal yang ditempatkan pada kedudukan yang lebih tinggi maka lebih
akan lebih mengesampingkan porsi wahyu atau sebaliknya bila mana
wahyu yang dijadikan skala prioritas, maka bukan hal yang mustahil
akan menempatkan porsi akal pada kedudukan yang inferior.
Faham Qadariyah yang dipelopori oleh Ma’bad al-Juhaini dan
Ghailan al- Dimasyqi adalah lawan dari faham yang dipelopori oleh
Jahm ibnu Sofwan. Menurut al-Zahabi Ma’bad adalah seorang tabi’i
Yang baik,5 tetapi kemudian ia masuk ke dalam dunia politik dan
Bergabung dengan Abdul Rahman ibnu al-Asy’as, gubernur Sajistan
Dalam menentang pemerintahan bani Umayah. Dalam pertempuran
Dengan al-Hajjaj Ma’bad mati terbunuh pada tahun 80 H. Setelah
Ma’bad terbunuh Ghailan terus menyebarkan faham Qadariyahnya di
Damaskus, tetapi dalam dakwahnya Ghailan mendapatkan tantangan
Dari Kholifah Umar ibnu Abdul Aziz.
Menurut Zahra ( 190 ) setelah Umar wafat ia meneruskan kembali
kegiatannya, hingga Akhimya ia divonis hukuman mati oleh Hisyam
Abdul al-Malik (724–743 M). Sebelum ia dijatuhi hukuman mati

5
Ahmad amin, op.cit, hal 255

13
diadakan perdebatan antara Ghailan dan al-Awza’i yang dihadiri oleh
Hisyam Sendiri.6
Pemikiran kaum Qadariyah lebih menempatkan akal pada porsi
yang superior, sehingga mengesampingkan yang lainnya, termasuk
takdir Allah. Kehendak akal menjadi rujukan utama manusia dalam
melakukan kehendaknya, tidak sedikitpun terkait dengan ketentuan
Allah Swt., adapun turunan dari aliran ini adalah Mu’tazilah yang juga
menempatkan posisi akal sebagai segala-galanya dalam pemikiran
keislaman. Disatu sisi memang aliran ini memberikan sumbangsi yang
cukup besar dalam ranah pemikiran Islam, karena penggunaan akal
sangat diperlukan dalam proses ijtihadi atau menginterpertasikan teks-
teks keagamaan agar dapat dipahami secara kontekstual sesuai
sosiokultur yang berkembang. Disamping itu umat Islam agar tidak
tertutup atau tidak konsevatif dalam hal pemikiran. Dengan kata lain,
penggunaan rasio dalam memahami tekstualitas keagamaan dapat
menjauhkan dari tertutupnya pintu ijtihadi
Adapun corak pemikiran paham Qadariyah lebih mengedepankan
sikap rasionalitas, otoritas akal yang sangat berperan dalam segala
perbuatan atau aktivitas manusia tanpa adanya campur tangan Tuhan.
Dalam filsafat, paham Qadariyah disebut Paham indeterminisme
sebagai lawan determinisme (Jabariyah). Paham indeterminisme
memiliki beberapa argumen yang membuktikan kebebasan kehendak
manusia dalam berbuat, antara lain:
1. Kehendak merupakan salah satu bentuk keinginan. Sebagai
umumnya, keinginan, Kehendak itu mempunyai tujuan tertentu dan
karena itu menghendaki terjadinya Tindakan untuk mencapainya.
2. Keinginan merupakan suatu tindak lanjut dari pengetahuan, dengan
demikian kehendak itu disebut juga keinginan rasional. Hal ini

6
Untuk mengetahui teks perdebatan itu lihat Muhammad Abu Zahrah,
al-mazahib al-islamiyah (selanjutnya disebut Mazahib), (Kairo: Maktabah al-Adab,
tth), h. 190

14
menentukan adanya hubungan Konsekuensi antara kehendak
dengan pengetahuan sebelumnya.
3. Oleh karena kehendak itu bersifat rasional maka biasanya selalu
mengarah kepada Nilai kebaikan umum termasuk keinginan yang
bersifat parsial. Akibatnya, seseorang tidak pernah menghendaki
sesuatu kecuali jika mengandung nilai baik menurut pandangan
orang tersebut.
4. Tidak ada hubungan kemestian antara tujuan umum (dalam
perbuatanTuhan) dan Tujuan parsial (dalam perbuatan manusia),
sebaliknya manusia yakin bahwa terdapat ruang perbedaan antara
kebaikan transenden dan kebaikan terestial (alam); Kebaikan
terestial dapat saja bersifat bebas sebagai anugerah dari Yang Maha
Baik.
5. Ketika kehendak itu mengarah kepada suatu objek, dasar
ketergantungannya adalah dirinya sendiri. Dengan demikian, ruang
lingkup kosmologi tentang objek
6. Yang bergerak dan diam, wujud pasif dan aktif adalah mencakup
pengertian tentang pengaruh yang sangat menentukan dari kekuatan
manusia terhadap perbuatannya sendiri.7
Sikap antroprosentris, free will dan free act kelompok Qodariyah
adalah wujud dari kemampuan manusia yang amat potensial, dengan
akal, panca indra, insting dan hati yang diberikan kepadanya, hingga ia
mampu menentukan keiginannya sendiri. Sehingga sikap seperti ini
sering kali membawa manusia kepada kemajuan dan rasa optimis dalam
dirinya, namun berapa banyak pula orang-orang yang berpikiran
Qadariyah seperti ini, hingga membawa manusia kepada kekufuran dan
kebinasaan.
Qadariyah sangat menghargai akal dengan member porsi sangat
besar dalam berpikir sehingga manusia diberi kebebasan dalam

7
Lihat Hamka Haq, Faslsafat Ushul Fiqh, Makassar: Yayasan al-Ahkam, 2003, h. 164

15
berkeinginan dan berbuat. Kebebasan berpikir sangat dijunjung tinggi,
tetapi tetap berdasar pada Alquran dan Sunnah Rasulullah saw.

BAB 3

PENUTUP

Kesimpulan

. Aliran Jabariyah timbul bersamaan dengan timbulnya aliran Qadariah, yang


daerah tempat timbulnya juga tidak berjauhan. Aliran Jabariah timbul di Khurasan
Persia, dan Qadariyah di Irak.Paham al-jabar pertama kali diperkenalkan oleh
Ja’ad bin Dirham kemudian disebarkan oleh Jahm bin Shafwan dari Khurasan.
Dalam sejarah teologi Islam. Jahm tercatat sebagai tokoh yang mendirikan aliran
Jahmiah dalam kalangan Murji’ah. Ia adalah sekertaris Suraih bin al-Haris dan
selalu menemaninya dalam gerakan melawaan kekuasaan Bani Umayyah.

Berdasarkan makalah ini, dapat disimpulkan bahwa perdebatan antara Al


Jabariyah dan Al Qadariyah merupakan perdebatan yang penting dalam sejarah
pemikiran Islam, karena hal ini mempengaruhi pandangan umat Muslim mengenai
takdir dan kebebasan manusia. Namun, perdebatan ini juga menunjukkan bahwa
terdapat keragaman pandangan dalam teologi Islam dan bahwa setiap aliran
memiliki pandangan yang berbeda dalam hal tertentu.

Saran

Ada beberapa konsep kunci yang perlu dipahami ketika mempelajari teologi Al
Jabariyah dan Al Qadariyah, seperti takdir, kehendak bebas, keadilan Allah, dan
ketidakmampuan manusia. Memahami konsep-konsep ini akan membantu
pembaca untuk memahami dan menghargai pemikiran teologi Al Jabariyah dan Al
Qadariyah.

16
pembaca dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang teologi Al
Jabariyah dan Al Qadariyah. Namun, disarankan untuk selalu membaca dengan
kritis dan terbuka terhadap perspektif lain, serta mengambil waktu untuk
merenungkan dan meresapi pembaca.

Daftar Pustaka
Pakatuwo M Leassach, Mawaddah. Al Jabariyah dan Al-Qadariyah: Pengertian,
Latar Belakang Munculnya dan Pemikirannya. Jurnal Jabariyah dan
Qadariyah. Vol. 1, No. 15.
Samad, Yunus. 2013. Pendidikan Islam Dalam Presfektif Aliran Kalam: Qadariah
Jabariyah dan Asy’ariah. Jurnal Lentera Pendidikan, Vol. 16. No. 1 Juni
2013.
Syarifudin Achmad. 2015. Pemikiran Islam (Tauhid dan Ilmu Kalam).
Palembang: NeorFikri Offset.

Zulkarnain. Skripsi :Buku Ajar Teologi Islam. 2020 Universitas Negeri Sumatra
Utara.

17

Anda mungkin juga menyukai