Anda di halaman 1dari 79

BAB I PENDAHULUAN 1. a.

Latar Belakang

Dalam menjalani kehidupan suatu hal yang kita mantapkan adalah aqidah/kayakinan kepada allah SWT. Rasanya aktifitas sehari-hari tak ada gunanya jika tidak di dasari dengan keimanan yang kuat. Dalam kajian ini kita telah mengenal Teologi Islam yang membahas tentang pemikiran dan kepercayaan tentang ketuhanan. Teologi Islam ini sudah sepantasnya kita ketahui agar dalam menjalani kehidupan ini kita mengetahaui dan menjadi Idealnya orang Islam. Dalam kehidupan sehari-hari kita banyak menjumpai perbedaan-perbedaan pemikiran dan aqidah yang mengiringi, dan kita harus pandai dalam memilih dan memilahnya dengan berlandaskan Alquran dan Al-hadist. Perlu kita mengingat apa yang pernah di katakan oleh Rasulullah bahwa umatku akan berpecah menjadi tujuh pulu tiga dan hanya satu yang benar. Perbedaan pemikiran tersebut membuat mereka saling menyalahkan, antara lain yang kita ketahui adalah: Ahlussunnah Wal Jamaah, Mutazilah Qodariyah dll. Yang semuanya memiliki pendapat masing-masing tentang Tauhid/keyakinan atau tentang hal ketuhanan. Dan kita sebagai orang yang memegang agama allah harus mengetahui manakah pemikiran yang benar dal yang salah, dalam memandangnya kita harus berpegang teguh pada Al-quran dan Al-hadist. Hal ini merupakan hal penting yang harus di pelajari agar apa yang menjadi keyakinan kita tentang Allah tidak salah, dan seaandainya apabila keyakinan kita salah tentang-Nya maka kita bisa saja kita di anggap orang keluar agama Islam. Sebelum mengenal teologi Islam, kita terlebih dahulu mengenal istilah atau ilmu filsafat islam dan tasawuf. Dan kesemuanya itu memiliki hubungan khusus. Dalam makalah ini akan dijelaskan secara ringkas mengenai studi teologi islam baik meliputi Pengertian teologi islam, Ruang lingkup studi islam, Sumber-sumber Teologi Islam, dll.

1. b. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Rumusan Masalah Apa pengertian dari teologi Islam Apa ruang lingkup teologi Islam Apa sumber-sumber pembahasan teologi Islam Apa metode pembahasan studi teologi Islam Apa hubungan ilmu teologi, filsafat Islam dan tasawuf Apa manfaat studi teologi Islam c. Tujuan 1. Untuk mengetahui apa pengertian dari teologi Islam 2. Untuk mengetahui apa saja ruang lingkup dalam teologi Islam 3. Dapat mengetahui sumber-sumber pembahasan teologi Islam 4. Agar mengetahui metode pembahasan dalam studi teologi Islam

5. Mengetahui hubungan antara ilmu teologi, filsafat Islam dan tasawuf 6. Dapat mengetahui manfaat dari studi teologi Islam

BAB II PEMBAHASAN

a. Pengertian Teologi Islam Teologi dari segi etimologi berasal dari bahsa yunani yaitu theologia. Yang terdiri dari kata theos yang berarti tuhan atau dewa, dan logos yang artinya ilmu. Sehingga teologi adalah pengetahuan ketuhanan . menurut William L. Resse, Teologi berasal dari bahasa Inggris yaitu theology yang artinya discourse or reason concerning god (diskursus atau pemikiran tentang tuhan) dengan kata-kata ini Reese lebih jauh mengatakan, teologi merupakan disiplin ilmu yang berbicara tentang kebenaran wahyu serta independensi filsafat dan ilmu pengetahuan. Gove mengatkan bahwa teologi merupakan penjelasan tentang keimanan, perbuatan, dan pengalaman agama secara rasional[1]. Sedangkan menurut Fergilius Ferm the discipline which consern God (or yhe divine Reality)and God relation to the word (pemikiran sistematis yang berhubungan dengan alam semesta). Dalam ensiklopedia everymans di sebutkan tentang teologi sebagai science of religion, dealing therefore with god, and man his relation to god (pengetahuan tentang agama, yang karenanya membicarakan tentang tuhan dan manusia dalam pertaliannya dengan tuhan). Disebutkan dalam New English Dictionary, susunan Collins, the science treats of the facts and phenomena of religion and the relation between God and men (ilmu yang membahs fakta-fakta dan gejala-gejala agama dan hubungan-hubungan antara tuhan dan manusia[2]). Sedangkan pengertian teologi islam secara terminologi terdapat berbagai perbedaan. Menurut abdurrazak, Teologi islam adalah ilmu yang membahas aspek ketuhanan dan segala sesuatu yang berkait dengan-NYA secara rasional. Muhammad Abduh : . tauhid adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah, tentang sifat yang wajib tetap padaNya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, sifat-sifat yang sma sekali wajib di lenyapkan dari pada-Nya; juga membahas tentang Rasul-rasul Allah, meyakinkan keyakinan mereka, meyakinkan apa yang ada pada diri mereka, apa yang boleh di hubungkan kepada diri mereka dan apa yang terlarang menghubungkanya kepada diri mereka.[3]

Kalau melihat definisi pertama dapat di pahami bahwa Muhammad Abduh lebih menekankan pada Ilmu Tauhid/Teologi yaitu pembahasan tentang Allah dengan segala sifat-Nya, Rasul dan segala sifat-Nya, sedang yang kedua menekankan pada metode pembahsan, yaitu dengan menggunakan dalil-dali yang meyakinkan. B. Ruang Lingkup Studi Teologi Islam Aspek pokok dalam kajian ilmu Teologi Islam adalah keyakinan akan eksistensi Allah yang maha sempurna, maha kuasa dan memiliki sifat-sifat kesempurnaan lainnya. Karena itu pula, ruang lingkup pembahasan yang pokok adalah: 1. Hal-hal yang berhubungan dengan Allah SWT atau yang sering disebut dengan istilah Mabda. Dalam bagian ini termasuk Tuhan dan hubungannya dengan alam semesta dan manusia. 2. Hal yang berhubungan dengan utusan Allah sebagai perantara antara manusia dan Allah atau disebut pula wasilah meliputi: Malaikat, Nabi/Rosul, dan kitab-kitab suci. 3. Hal-hal yang berhubungan dengan samiyyat (sesuatu yang diperoleh melalui lewat sumber yang meyakinkan, yakni Al-Quran dan Hadits, misalnya tentang alam kubur, azab kubur, bangkit di padang mahsyar, alam akhirat, arsh, lauhil mahfud, dll). Didalam sejarah perkembangannya, Teologi islam pada mulanya berkembang dari: pertama, sebagai metodologi teologi. Sebagai sebuah metodologi teologi merupakan suatu cara untuk memahami doktrin agama melalui pendekatan wahyu dan pemikiran rasionalnya. Kedua, menjadi ilmu teologi. Sebagai sebuah ilmu, teologi merupakan ilmu yang membahas masalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. Dan ketiga, menjadi teologi aksiologi. Sebagai sebuah aksiologi teologi, merupakan upaya memahami doktrin agama secara mendalam untuk mengadvokasi berbagai permasalahan ketimpangan sosial. Wilayah pembahasan teologi Islam secara ilmiyah, dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu: pertama, teologi islam klasik teoritik. Disiplin ilmu ini, hanya membahas secara teoritik aspek-aspek ketuhanan dan berbagai kaitan-Nya. Kedua, teologi islam kontemporer praktik. Disiplin ilmu ini, secara praktik membahas ayat-ayat Tuhan dan sunnah-sunnah Rasul-Nya yang nilai doktrinnya mengadvokasi berbagai ketimpangan sosial. Teologi kedua ini dapat dikembangkan lagi menjadi tiga kategori: pertama, Teologi Lingkungan; kedua, Teologi Pembebasan; dan ketiga, Teologi Sosial. Ketiga teologi Islam ini, merupakan teologi-teologi yang membahas aspek-aspek ketuhanan dan berbagai kaitan-Nya, untuk mengadvokasi obyek formal teologi itu. Seperti teologi lingkungan maksudnya yaitu pembahasan secara mendalam doktrin-doktrin agama islam dengan argumen rasionalnya yang nilainya berupaya mengadvokasi permasalahan alam semesta. Disini dapat dikaji lebih luas lagi dengan menampilkan kajian seperti: teologi pemelihara lingkungan, teologi sampah, teologi banjir, dan yang sebangsanya. Teologi Transformatif. Maksudnya yaitu pembahasan secara mendalam doktrin-doktrin agama islam dengan argumen rasionalnya yang nilainya berupaya mengadvokasi permasalahan perubahan. Disini dapat dikaji lebih luas lagi dengan menampilkan kajian seperti: teologi pembebasan, teologi pos modernisme, teologi sains, dan yang sebangsanya. Dan Teologi Sosial. Maksudnya yaitu pembahasan secara mendalam

doktrin-doktrin agama islam dengan argumen rasionalnya yang nilainya berupaya mengadvokasi permasalahan kemasyarakatan. Dalam mengembangkan kajian dalam bidang ilmu teologi Islam, maka berbagai metodologi/pendekatan penelitiannya, dapat menggunakan beragam metodologi penelitian. Hal ini disesuaikan dengan aspek teologi apa (aspek tokoh teologi,; karya-karya para teolog; gagasan atau ide para teolog; sejarah perkembangan (tokoh-tokoh, karya-karya, dan gagasan para teolog); pengaruh timbal balik antar tokoh, karya-karya, dan gagasan para teolog dengan ipoleksosbudagama; perbandingan (tokoh, karya-karya, dan gagasan); dan selain hal yang tersebut didepan) yang akan diteliti oleh para pengkajinya. C. Sumber-sumber Pembahasan Teologi Islam Adapun sumber pembahasan yang digunakan untuk membangun Ilmu Teologi Islam menggunakan beberapa sumber, yaitu:[4] 1. Sumber yang ideal Yang dimaksud dengan sumber ideal adalah Quran dan Hadits yang didalamnya dapat memuat data yang berkaitan dengan objek kajian dalam Ilmu Tauhid. Misalnya, telah dimaklumi dalam ajaran agama, bahwa semua amal sholeh yang dilakukan oleh ketulusan hanya akan diterima oleh Allah SWT apabila didasari dengan akidah islam yang benar. Karena penyimpangan dari akidah yang benar berarti penyimpangan dari keimanan yang murni dari Allah. Dan penyimpangan dari keimanan berarti kekufuran kepada Allah SWT. Sedangkan Allah tidak akan menerima amal baik yang dilakukan oleh orang kafir, berapapun banyaknya amal yang dia kerjakan. Dalam hal ini Allah SWT berfirman: Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lau dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya. (QS. Al- Baqoroh : 217) 1. 2. Sumber Historik

Sumber historis adalah perkembangan pemikiran yang berkaitan dengan objek kajian ilmu tauhid, baik yang terdapat dalam kalangan internal umat islam maupun pemikiran eksternal yang masuk kedalam rumah tangga islam. Sebab, setelah Rosulullah saw wafat, islam menjadi tersebar, dan ini memungkinkan umat islam berkenalan dengan ajaran-ajaran, atau pemikiranpemikiran dari luar islam, misalnya dari Persia dan Yunani. Pemikiran yang berkembang dalam kalangan internal umat islam, antara lain: 1. Pelaku dosa besar. Masalah yang muncul, apakah masih ddihukumi sebagai mukmin atau tidak. 2. Al-Quran wahyu Allah. Apakah ia makhluk atau bukan, atau dengan kata lain, apakah Al-Quran itu qadim atau hudus (baru).

3. Melihat Tuhan Allah. Apakah itu di dunia atau di akhirat, atau di akhirat saja, dan apakah dengan mata kepala ataukah dengan hati saja. 4. Sifat-sifat Tuhan. Apakah Tuhan memiliki sifat-sifat zati dan sifat afal (menurut konsepsi al-sanusi,sifat-sifat manawiyah), ataukah Dia tidak layak diberi sifat-sifat tersebut. 5. Kepemimpinan setelah Rosulullah wafat, apakah ia harus dipegang oleh suku Qurays saja , atau apakah nabi Muhammad saw meninggalkan wasiat bagi seseorang dari ahlul bait untuk memimpin umatnya ataukah tidak atau bahwa pemimpin itu harus dipilih berdasar musyawaroh, atau menurut keputusan ahlul hall wal aqdi. 6. Takwil terhadap ayat-ayat mutasyabihat. Apakah diperbolehkan mengadakan takwil atau tidak. Misalnya: Janganlah kamu sembah disamping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (QS. Al-Qashas : 88) Pemikiran eksternal yang masuk kedalam rumah tangga Islam saat itu, dan melahirkan persoalan teologi yang berkenaan dengan perbuatan baik dan buruk. Apakah Tuhan Allah menciptakan baik dan yang terbaik saja (al-salah wa al aslah) untuk manusia? Atau, Tuhan wajib menciptakan yang baik dan yang terbaik saja bagi manusia sebab jika tidak demikian maka Dia tidak adil (dhalim), dan itu mustahil bagi-Nya. Pendapat diatas diteruskan dengan pendapatnya, bahwa Tuhan tidak menciptakan yang jahat. Jahat dan buruk, pada hakikatnya, ciptaan manusia sendiri dan dia harus bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukannya. Seperti, pemikiran dari Zoroaster dan filsafat Yunani. Ini yang pada saat itu nampaknya lebih domonan dibanding dari pemikiran-penikiran lainnya. D. Metode Pembahasan Studi Teologi islam Ada dua metode atau cara pembahasan Ilmu Tauhid, yakni: 1. Menggunakan dalil naqli Pada dasarnya inti pokok ajara Al-Quran adalah tauhid, nabi Muhammad saw diutus Allah kepada umat manusia adalah juga untuk mendengarkan ketauhidan tersebut, karena itu ilmu tauhid yang terdapat didalam Al-Quran dipertegas dan diperjelas oleh Rosulullah saw dalam haditsnya. Penegasan Allah dalam Al-Quran yang mengatakan bahwa Allah itu Maha Esa antara lain: Katakanlah Dia-lah Allah, yang Maha Esa; Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan diperanakkan. Dan tidak ada serangpun yang setara dengan Dia. (QS. Al-Ikhlas : 1-4) Keesaan Allah SWT tidak hanya pada zat-nyatapi juga esa pada sifat dan afal (perbuatan)-Nya. Yang dimaksud Esa pada zat adalah Zat Allah itu tidak tersusun dari beberapa bagian. Esa pada

sifat berarti sifat Allah tidak sama dengan sifat-sifat yang lain dan tak seorangpun mempunyai sifat sebagaimana sifat Allah SWT. 1. Menggunakan Dalil Aqli Penggunaan metode rasional adalah salah satu usaha untuk menghindari keyakinan yang didasarkan atas taklid saja. Seperti telah disebutkan dalam pembahasan terdahulu bahwa iman yang diperoleh secara taklid mudah terkena sikap ragu-ragu dan mudah goyah apabila berhadapan dengan hujjah yang lebih kuat dan lebih mapan. Karena itu ulama sepakat melarang sikap taklid didalam beriman. Orang harus melakukan nalar dan penalaran baik dengan memakai dalil aqli maupun dalil naqli. Didalam Al-Quran banyak ditemukan ayat yang mengkritik sikap taklid ini, antara lain: apabila dikatakan kepada mereka, marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rosul-Nya. Mereka menjawab, cukuplah bagi kami apa yang kita dapatkan dari bapak-bapak kami, meskipun bapak-bapak mereka tidakmengetahui apa-apa (tidak punya hujjah yang kuat) dan tidak mendapat petunjuk. (QS Al- Maidah : 104) Ayat ini mengandung kritikan terhadap sikap yang hanya ikut-ikutan sedangkan nenek moyang yang diikutinya tidak memiliki hujjah yang kuat bagi keyakinannya. Dalam hukum akal dijelaskan, apabila kita menerima suatu keterangan, maka akal kita tentu akan menerima dengan salah suatu pendapat atau keputusan hukum, seperti: 1. Membenarkan dan mempercayainya (wajib aqli) 2. Mengingkari dan tidak mempercayainya (muhal atau mustahil) 3. Memungkinkan (jaiz) Adapun dalam hal keyakinan, teori keyakinan membagi tipe keyakinan ada tiga, yaitu: 1. Keyakinan itu ada dua, sentral dan periferal, 2. Makin sentral sebuah keyakinan, ia makin dipertahankan untuk tidak berubah, 3. Jika terjadi perubahan pada keyakinan sentral, maka sistem keyakinan yang lainnya akan ikut berubah. E. Hubungan Ilmu Teologi, Filsafat Islam dan Tasawuf Teologi Islam sebagai sebuah disiplin ilmu yang subjek matternya adalah ketuhanan, berada satu rumpun dengan disiplin ilmu pemikiran dalam islam (Teologi Islam, Filsafat dan Tasawuf), memiliki hubungan yang dapat di klasifikasikan dalam: 1. Dalam argumentasinya filasafat dibangun di atas dasar logika, sehingga hasil kajianya spekulatif. Sedangkan ilmu Teologi sebagai ilmu yang menggunakan logika di samping argumentasi naqliyah berfungsi untuk mempertahankan keyakinan-keyakinan agama yang sangat tampak nilai apologinya. Teologi berisi keyakinan kebenaran agama yang di pertahankan melalui argumen-argumen rasional. Ilmu Tasawuf adalahh ilmu yang lebih

menekankan rasa, intuisi, atau ilham dan inspirasi yang datang dari tuhan pada rasio sehingga bersifat subyektif. 2. Di pandang dari obyek kajianya ilmu teologi adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan denganya. Filsafat mengkaji masalah ketuhanan di samping masalh alam, manusia, dan segala sesuatu yang ada. Sementara kajian tasawuf adalah tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan pada-Nya. Di pandang dari hal ini ketiga di siplin ilmu ini membahas maslah tentang ketuhanan. 3. Dalam masalah kebenaran, ilmu teologi dengan metodenya sendiri berusaha mencari kebenaran tentang tuhan dan yang berkaitan denganya. Filsafat dengan wataknya sendiri,berusaha menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun manusia atau tentang tuhan. Tasawuf dengan metodenya juga berusaha menghampiri kebenaran yang berkaitan dengan perjalanan spritual. 4. Di lihat dari aspek aksiologi, teologi berperan sebagai ilmu yang mengajak orang yang baru untuk mengenal rasio sebagai upaya mengenal tuhan secara rasional. Adapun filsafat, lebih berperan sebagai ilmu yang mengajak kepada orang yang mempuyai rasio secara prima untuk mengenal tuhan secara lebih bebas melalui pengamatan dan kajian alam dan ekosistemnya langsung. Sedangkan tasawuf lebih berperan sebagai ilmu yang memberi kepuasan kepada oarnga telah melepaskan rasionya secara bebas karena tidak memperoleh apa yang di carinya, selain itu tasawuf berfungsi muatan rohaniah terhadap teologi dan filsafat. tapi, sebagian orang memandang ketiganya memiliki jenjang tertentu. Pertam ilmu teologi islam, kemudian filsafat dan tasawuf. Jadi merupaka kekeliruan jika dialektika kefilsatan atau tasawuf teoretis diperkenalkan kepada masyarakat awam karena akan berdampak pada terjadinya rational jaumping. F. Manfaat Studi Teologi Islam Teologi Islam merupakan salah satu dari tiga pondasi Islam dan pemahamanya harus ada dalam diri seseorang manusia yang beriman. Sedangkan iman itu di nyatakan pertama nutqun bil lisan (menyatakan keislam secaralisan) harus berlandaskan ilmu yang kuat yang di antaranya adalah ilmu kalam ini. Kedua, amalu bil arkan(melaksanakan keislaman secara fisik) dengan berlandaskan ilmu yang hak di antaranya ilmu fiqh. Ketiga tashdiqu bil qolbi (membenarkan islam dengan hatinya). Harus berpangkkal dengan ilmu batin yang benar dan yang membenarkan adalah iomu tasawuf. Dari itu, mempelajari ilmu teologi sangat urgen karena dapat memberikan landasan kuat bagi kebenaran kayakinan keberislaman atau keberagamaan seseorang. Dalam hal ini menjadi kekuatan keimanan seseorang muslim. Aspek lain, ketuhanan merambah dan mengisi pada berbagai organisasi tertentu sehingga menyebabkan timbulnya konflik, dengan ilmu teologi ini mengkaji tentang kebenaran tentang ketuhanan sehingga konflik tersebut dapat di atasi, dan tidak mendiskriminasikan antara satu aliran dengan aliran yang lain. Akhir-akhir ini, teologi islam sebagai sebuah aksiologi, telah banyak di tulis. Tulisan itu di maksudkan mengadvokasi berbagai ketimpangan sosial baik aspek sosial keperempuan, seperti

teologi gender dll. Dengan teologi ini di harapkan ketimpangan sosial yang terjadi dapat tereleminasi atau kalo mungkin teratasi secara baik dan benar.

BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan

Teologi islam adalah ilmu yang membahas aspek ketuhanan dan segala sesuatu yang berkait dengan-Nya Ruang lingkupnya, Hal-hal yang berhubungan dengan Allah SWT atau yang sering disebut dengan istilah Mabda, berkenaan dengan utusan Allah dan samiyyat. Teologi Islam berdasarkan Al-quran, Al-hadist dan sumber historis (perkembangan pemikiran yang berkaitan dengan objek kajian ilmu tauhid) Dengan mempelajari Teologi Islam ini di harapkan agar mengetahui kebenarankebenaran yang menjadi dan kebenaran tentang ketuhanan dan ketimpangan sosial yang terjadi dapat tereleminasi atau kalau mungkin teratasi secara baik dan benar.

b. Saran Sudah sepantasnya kita sebagai orang Islam mengethui adanya aliran-aliran dalam Islam, dan mungkin makalah sangat cocok bagi kita untuk di jadikan sebagai pegangan dalam pembelajaran tentang ilmu kalam atau tentang ketuhanan, apalagi kita brada di ingkungan bebas yang di situ banyak aliran-aliran dan pemikiran menyimpang.

Daftar Pustaka

Sarkowi, Teologi Islam Klasik, ReSIST Literacy, Malang Cet I 2010. Rozak, Abdul. Anwar,Rosihan, Ilmu Kalam, CV Pustaka Setia, Bandung, 2006.

Majdid Fakhry, The History of Islsmic Philoshopy, Columbia university, press Netwyor ,1983. Hanafi Ahmad, Pengantar Teologi Islam, Pustaka Alhusna Baru, Jakarta 2003. Abduh, Muhammad, Terj Risalah tauhid, Firdaus A.N, Bulan Bintang, jakarta 1979,

[1] Abdur Razak dan Rosihan Anwar, Ilmu kalan, Pustaka Setia, bandung, 2006, Cet II, hlm. 14 [2] A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam, Pustaka Alhusna Baru, Jakarta 2003 Cet VIII, hlm. 1 [3] Muhammad Abduh, Risalah tauhid, terj, Firdaus A.N, Bulan Bintang, jakarta, 1979, hlm 36 [4] Ibid, hlm 47-48

http://blog.uin-malang.ac.id/fityanku/makalah-teologi-islam/

BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan yang kita mantapkan adalah aqidah/kayakinan kepada Allah SWT. Rasanya aktivitas sehari-hari tak ada gunanya jika tidak di dasari dengan keimanan yang kuat. Dalam kajian ini, kita telah mengenal Teologi Islam yang membahas tentang pemikiran dan kepercayaan tentang ketuhanan. Teologi Islam ini sudah sepantasnya kita ketahui agar dalam menjalani kehidupan ini kita mengetahaui dan menjadi Idealnya orang Islam. Dalam kehidupan sehari-hari kita banyak menjumpai perbedaan-perbedaan pemikiran dan aqidah yang mengiringi, dan kita harus pandai dalam memilih dan memilahnya dengan berlandaskan Al-quran dan Alhadist. Perlu kita mengingat apa yang pernah di katakan oleh Rasulullah bahwa umatku akan berpecah menjadi tujuh pulu tiga dan hanya satu yang benar. Perbedaan pemikiran tersebut membuat mereka saling menyalahkan, antara lain yang kita ketahui adalah Ahlussunnah Wal Jamaah, Mutazilah Qodariyah dan lain lain. Yang semuanya memiliki pendapat masing-masing tentang Tauhid/keyakinan atau tentang hal ketuhanan. Dan kita sebagai orang yang memegang agama Allah harus mengetahui manakah pemikiran yang benar dan yang salah, dalam memandangnya kita harus berpegang teguh pada Al-quran dan Alhadist. Hal ini merupakan hal penting yang harus di pelajari agar apa yang menjadi keyakinan kita tentang Allah tidak salah, dan seaandainya apabila keyakinan kita salah tentang-Nya maka kita bisa saja kita di anggap orang keluar agama Islam. Sebelum mengenal teologi Islam, kita terlebih dahulu mengenal istilah atau ilmu filsafat islam dan tasawuf. Dan kesemuanya itu memiliki hubungan khusus. Dalam makalah ini akan dijelaskan secara ringkas mengenai studi teologi islam baik meliputi Pengertian teologi islam, Ruang lingkup studi islam, Sumber-sumber Teologi Islam, dan lain lain. b. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari teologi Islam ? 2. Apa ruang lingkup teologi Islam ? 3. Apa sumber-sumber pembahasan teologi Islam ? 4. Apa metode pembahasan studi teologi Islam ? 5. Apa hubungan ilmu teologi, filsafat Islam dan tasawuf ? 6. Apa manfaat studi teologi Islam ? c. Tujuan 1. Untuk mengetahui apa pengertian dari teologi Islam 2. Untuk mengetahui apa saja ruang lingkup dalam teologi Islam 3. Dapat mengetahui sumber-sumber pembahasan teologi Islam 4. Agar mengetahui metode pembahasan dalam studi teologi Islam 5. Mengetahui hubungan antara ilmu teologi, filsafat Islam dan tasawuf 6. Dapat mengetahui manfaat dari studi teologi Islam

BAB II PEMBAHASAN a. Pengertian Teologi Islam Teologi dari segi etimologi berasal dari bahsa yunani yaitu theologia. Yang terdiri dari kata theos yang berarti tuhan atau dewa, dan logos yang artinya ilmu. Sehingga teologi adalah pengetahuan ketuhanan . menurut William L. Resse, Teologi berasal dari bahasa Inggris yaitu theology yang artinya discourse or reason concerning god (diskursus atau pemikiran tentang tuhan) dengan kata-kata ini Reese lebih jauh mengatakan, teologi merupakan disiplin ilmu yang berbicara tentang kebenaran wahyu serta independensi filsafat dan ilmu pengetahuan. Gove mengatkan bahwa teologi merupakan penjelasan tentang keimanan, perbuatan, dan pengalaman agama secara rasional[1]. Sedangkan menurut Fergilius Ferm the discipline which consern God (or yhe divine Reality)and God relation to the word (pemikiran sistematis yang berhubungan dengan alam semesta). Dalam ensiklopedia everymans di sebutkan tentang teologi sebagai science of religion, dealing therefore with god, and man his relation to god (pengetahuan tentang agama, yang karenanya membicarakan tentang tuhan dan manusia dalam pertaliannya dengan tuhan). Disebutkan dalam New English Dictionary, susunan Collins, the science treats of the facts and phenomena of religion and the relation between God and men (ilmu yang membahs fakta-fakta dan gejala-gejala agama dan hubungan-hubungan antara tuhan dan manusia[2]. Sedangkan pengertian teologi islam secara terminologi terdapat berbagai perbedaan. Menurut abdurrazak, Teologi islam adalah ilmu yang membahas aspek ketuhanan dan segala sesuatu yang berkait dengan-NYA secara rasional. Muhammad Abduh : . tauhid adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah, tentang sifat yang wajib tetap padaNya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, sifat-sifat yang sma sekali wajib di lenyapkan dari pada-Nya; juga membahas tentang Rasul-rasul Allah, meyakinkan keyakinan mereka, meyakinkan apa yang ada pada diri mereka, apa yang boleh di hubungkan kepada diri mereka dan apa yang terlarang menghubungkanya kepada diri mereka.[3] Kalau melihat definisi pertama dapat di pahami bahwa Muhammad Abduh lebih menekankan pada Ilmu Tauhid/Teologi yaitu pembahasan tentang Allah dengan segala sifat-Nya, Rasul dan segala sifat-Nya, sedang yang kedua menekankan pada metode pembahsan, yaitu dengan menggunakan dalil-dali yang meyakinkan. Apakah maksud Teologi ? Perkataan teologi adalah perkataan yang berasal daripada dua kalimah kata yang berbeza daripada bahasa Greek iaitu teo dan logis. Dari sudut bahasa, teo membawa maksud Tuhan ataupun pencipta dan pemilik alam ini. Logis pula membawa maksud kata-kata, cakap-cakap ataupun cerita-cerita. Dari sudut Istilah pula, kita dapat simpulkan bahawa teologi adalah sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan kepada Tuhan .Teologi meliputi segala sesuatu yangberhubungan kait dengan Tuhan. Dengan kata lain, teologi membawa maksud perbincangan mengenai konsep ketuhanan.

Perbincangan mengenai teologi adalah perbincangan pokok bagi sesebuah agama kerana dasar di dalam agama adalah beriman dan mempercayai tentang kewujudan tuhan mereka. Oleh disebabkan itu,Islam tidak terlepas daripada perbincangan tentang teologi kerana agama ini mengakui bahawa adanya tuhan yang maha Esa. Dengan adanya perbincangan dan perbahasan mengenai soal ketuhanan, maka wujudlah perselisihan dan perbezaan pendapat tentang aspek perbincangan dalam kalangan umat Islam itu sendiri. Perbezaan ini telah dijadikan sempadan dan titik perbezaan antara kumpulan-kumpulan islam (firqah) dalam agama Islam. Antara kumpulan Islam yang mempunyai perbezaan dalam membahaskan aspek kertuhanan dalam agama Islam adalah Salafiyyah atau lebih dikenali dengan nama golongan Wahabi. Istilah Wahabiyah merujuk kepada suatu aliran atau fahaman yang dinisbahkan kepada Muhammad Bin Abdul Wahab.Wahabi juga merujuk kepada pengikut dan pendokong fahaman beliau.Kedua-dua istilah ini adalah sandaran kepada Muhammad Bin Abdul Wahab. Sejarah Wahabi. Fahaman atau golongan wahabi ini bermulanya diambil nama itu dari seorang tokoh yang bernama Muhammad Bin Abdul wahab, lahir pada tahun 1699 masihi, yang mana ulama berselisih pendapat tentang tarikh kelahiran dan kematian beliau namun pendapat yang masyhur tentang kelahiran beliau adalah pada tahun 1115 hijriah atau bersamaan dengan 1703 masihi di kampung Huraimila, Najd, Arab Saudi. Wahabi diambil sempena nama ayah beliau sebagai mana Imam As-SyafiI, Imam Hanbali dan sebagainya. Golongan Ahli Sunnah Wal Jamaah bersepakat untuk tidak menisbahkan nama golongan tersebut sempena nama beliau sendiri sebagai muhammadi supaya masyarakat Islam tidak keliru dengan ajaran Islam sebenar lantas menganggap fahaman beliau adalah ajaran Rasulullah SAW. Pada mulanya beliau merupakan seorang peniaga atau dikira pedagang yang sering berpindah dari satu negara ke satu negara yang lain, dan diantara negara yang beliau pernah singgah adalah Baghdad, Iran, India, dan Syik.Beliau mengembara dan belajar dengan Mr Hampher atau dikenali sebagai Syeikh Muhammad Al-Majmui di Basrah. . Pada 1710 masihi Mr. Hampher dihantar oleh pihak British ke Mesir, Turki, Iran, Hijaz dan sekitarnya. Kemudian pada tahun 1125 hijriah bersamaan dengan 1713 masihi beliau telah terpengaruh oleh seorang orientalis inggeris yang bernama Mr. Hampher yang merupakan agen Yahudi yang bekerja sebagai mata-mata inggeris di Timur Tengah. Mr. Hampher merupakan seorang pakar ilmu Islam yang pandai berbahasa Arab, Turki, Parsi dan telah lama memperlajari Islam di Turki dan Iraq,Dia telah merasuah Ibnu Wahab dengan hadiah kahwin mutaah dengan dua orang ejen yahudi perempuan yang menyamar sebagai muslimah yang bernama Safian Isfahan dan Asiahni Siraj . Sejak itulah beliau menjadi alat bagi inggeris untuk menyebarkan ajaran barunya.Inggeris telah berhasil mendirikan golongan bahkan agama baru ditengah-tengah umat Islam demi untuk menghancurkan Islam bahkan adanya ajaran-ajaran baru seperti Ahmadiyah dan Qadiyani. Bakan Muhammad Bin Abdul Wahab juga termasuk dalam target dalam program kerja kaum kolonial dengan alirannya Wahabi. Kemudian, Ibnu Wahab pulang ke kampungnya, namun ditentang dan diusir oleh bapanya, Syeikh Abdul Wahab seorang ulama sunnah yang baik. Begitu pula guru-gurunya.Bapanya mengatakan bahawa Ibnu Wahab seorang yang lemah ingatan dan gagap.Ibnu Wahab pada asalnya seorang pengikut mazhab Hanbali.Namun begitu, Ibnu Wahab sangat terpengaruh dengan ajaran Ibnu Taimiyyah yang mengasaskan fahaman mujassimah.

Namun sejak dari mulanya lagi, ayah dan guru-gurunya mempunyai firasat dan pandangan yang kurang baik tentang diri beliau, bahkan beliau akan sesat dan menyebarkan kesesatan. Oleh itu, mereka menyuruh orang ramai berhati-hati dengannya. Akhirnya ternyata bahawasanya sangkaan dan ramalan itu benar.Setelah perkara itu didapati benar, ayahnya pun memberi amaran yang keras dan menentangnya. Bahkan abang kandungya Sulaiman Bin Abdul Wahab, seorang ulama besar dari mazhab Hanbali turut menulis buku bantahan terhadap Muhammad Bin Abdul Wahab yang berjudul As-Sawaiqul Ilahiyah Fi Radi Ala Wahabiyah. Tidak ketinggalan juga salah satu guru Ibnu Wahab di Madinah, Syaikh Muhammad Bin Sulaiman Al-Kurdi As-Syafii, menulis surat berisi nasihat : wahai Ibnu Abdil Wahab, aku menasihatimu kerana Allah, tahanlah lisanmu dari mengkafirkan kaum muslim, jika kau mendengar seorang meyakini bahawa orang yang ditawassulkan boleh memberi manfaat tanpa kehendak Allah, maka ajarilah dia kebenaran dan terangkan dalil bahawa selain Allah tidak boleh memberi manfaat maupun kemudharatan, kalau dia menentang bolehlah kau menganggapnya kafir, tetapi tidak mungkin kau mengkafirkan kaum As-Sawadul Adham (kaum majoriti) diantara kaum muslim, kerana engkau menjauhi dari kelompok yang besar, orang yang menjauhi dari kelompok yang besar lebih dekat dengan kekafiran, sebab dia tidak mengikuti kaum muslim. Setelah diusir oleh bapanya, Ibnu Wahab menyambung terus ajaran dan fahamannya itu di seluruh Najd.Perjuangannya itu dipantau oleh Mr. Hampher dan disokong oleh British.Pada tahun 1747, Ibnu Wahab bertemu dengan Muhammad Ibnu Saud yang berketurunan Yahudi yang mana menguasai kawasan Durriyyah ketika itu.Ibnu Wahab meminta pertolongan dari Ibu Saud.Maka Ibnu Wahab bergabung dan bekerjasama dengan keluarga Saud mengembangkan ajaran Wahabi lantas membentuk kerajaan Arab Saudi.Ibnu Wahab telah mengumumkan penubuhan mazhab wahabi pada tahun 1737 masihi. Diantara ajarannya barang sesiapa yang tidak mengikutinya dianggap sesat, kafir, halal darah dan hartanya.Hadrat Abdullah bin Umar meriwayatkan dua hadith yang menyebutkan Mereka telah menyimpang dari ajaran yang benar. Mereka telah menuduh umat Islam (menerusi pengertian) ayat-ayat yang sebenarnya diturunkan kepada orangorang kafir, dan juga Apa yang aku bimbang, terjadi ke atas umatku, perkara-perkara yang paling menakutkan ialah tafsiran mereka terhadap ayat-ayat al-Quran menurut akal mereka sendiri dan yang menyimpang dari maksud yang sebenar . Muhammad Bin Abdul Wahab meninggal pada 1795 Masihi. Menurut Syeikh Nasiruddin al-Bani tahap penguasaan ilmu Muhammad Bin Abdul Wahab hanya mengfokuskan kepada persoalan tauhid yang tulin sahaja dan tidak menumpukan dalam konsep Islam yang lain. Ini menunjukan bahawa pembaharuan atau tajdid yang dibawa oleh Muhammad Bin Abdul Wahab hanya menumpukan kepada permasalahan akidah sahaja. Penekanan terhadap akidah sahaja menyebabkan beliau dan pengikutnya menjadikan persoalan ibadat sama dan setara dengan persoalan akidah. Bukan itu sahaja Muhammad Bin Abdul Wahab juga tidak mengambil berat mengenai penggunaan hadith daif, hadith yang lemah dan penghujahan hujah hukum mengenai hadith daif. Begitu juga beliau berpegang pada mazhab Hanbali. Manakala menurut pandangan Syeikh Muhamad Abu Zuhrah , Muhammad Bin Abdul Wahab menjadikan persoalan dan permasalahan ibadat sama dengan persoalan akidah sehingga seseorang itu boleh menjadi kufur sebab masalah ibadahnya, sehinggakan ada diantara orang awam menganggap sama perokok dengan orang musyrik. Bukan itu sahaja, Muhammad Bin Abdul Wahab turut memikul senjata memerangai mereka yang bercanggah pendapat dengan

beliau dengan alasan memerangai amalan bidaah dan wajib melaksanakan amar makruf dan nahi mungkar.Ibnu Wahab juga berpegang dengan perkara-perkara yang kecil.Sebagai contoh walaupun sesuatu itu tiada kaitan dengan berhala namun dianggapnya sebagai berhala seperti penggunaan fotografi dan gambar.Fahaman mereka itu juga keterlampauan dalam memahami bidaah sehinggakan dalam setiap perkara yang tiada kaitan dengan ajaran agama dan ibadah juga dihukum dan dikira sebagai bidaah seperti meletakkan langsir di Raudhah Nabi. Pengikut Muhammad Bin Abdul Wahab yang terlampau taksub, menganggap bahawa hanya pendapat mereka dan golongan mereka sahaja yang benar serta tidak mungkin berlaku salah sementara pendapat orang lain adalah salah dan tidak mungkin wujudnya kebenaran. Para ulama Ahlu Sunnah Wal Jamaah menyimpulkan bahawa, mereka yang berfahaman wahabi bahkan pengikut wahabi mempunyai ciri-ciri yang tertentu. Barang sesiapa yang mempunyai banyak atau majoriti ciri-ciri, maka sahlah dia seorang wahabi, atau berfahaman seperti wahabi mahupun pendokong fahaman Wahabi. Ini kerana, kita tidak boleh dilabelkan atau melabelkan seseorang sebagai wahabi selagi mana mempunyai ciri-ciri yang sedikit sahaja. Sebagai contoh, golongan wahabi ini beranggapan bahawa qunut dalam solat subuh adalah bidaah. Namun kita tidak boleh menentukan hanya dengan tidak melakukan qunut dikatakan sebagai wahabi kerana imam mazhab juga ada yang tidak melakukan qunut ketika solat subuh. Adakah imam mazhab tersebut merupakan wahabi? Sedangkan wahabi muncul kebelakangan ini, selepas kurun imamimam mazhab empat. Oleh itu, digariskan bebarapa ciri-ciri wahabi seperti berikut ; Tiada bidaah hasanah Fahaman dan golongan wahabi ini berpegang bahawa setiap perkara yang baru dan direka dalam agama adalah bidaah, dan segala yang bidaah adalah mungkar. Seperti mana yang kita sendiri ketahui, bidaah itu terbahagi kepada dua iaitu bidaah hasanah dan bidaah saiyiah, atau bidaah mahmudah dan bidaah mazmumah.Namun mereka menolak semua bentuk bidaah walaupun sesuatu itu mempunyai maslahah tersendiri. Ibnu al-Qayyim , Abdul Aziz Ibnu Bazz,Terpengaruh dengan IbnuTamiyyah, Nasiruddin al-Albani, Sheikh Soleh Ibn Uthaimin, Sheikh Soleh Fawzan al-Fawzan. Seperti mana yang telah dinyatakan sebelum ini, wahabi ini amat gemar membaca dan menelaah karya-karya terutama sekali pandangan Ibnu Taimiyyah. Selain itu, mereka juga suka menukilkan pandangan Ibnu Bazz, dan al-Bani disamping tokoh-tokoh mereka yang lain. Menggelar penentang mereka sebagai syiah, ahbash, khawarij Golongan wahabi ini amat gemar menggelarkan penentang mereka dengan gelaran seperti syiah, khawarij dan juga ahbash. Rentetan itu, barang sesiapa yang tidak setuju dengan pandangan mereka atau tidak menyokong fahaman mereka, mereka dengan mudah menggelarkannya dengan gelaran tersebut. Menentang tasawwuf, kaum sufi dan jemaah tarekat

Wahabi amat sensitif dan terkesan dengan kaum-kaum sufi dan tarekat. Mereka beranggapan bahwa kaum tersebut bukannya dating dari Rasulullah bahkan menyempang jauh dari ajaran Islam. Terpengaruh dengan ajaran yang lemah, samar dan salah dari Ibnu Taimiyyah Ahlu Sunnah terima sebarang ajaran atau pandangan yang benar dari Aibnu Taimiyyah. Yang menjadi permasalahannya sekarang, golongan-golongan wahabi ini amat taksub dengan setiap ajaran Ibnu Taimiyyah meskipun ajaran tersebut bersifat lemah mahupun salah dari kebenaran Tidak suka keturunan Rasulullah Mereka amat benci dengan keturunan rasulullah SAW. Ini kerana dia menganggap keturunan rasulullah atau ahlu bait sebagai pengikut syiah yang taksub dengan saidina Ali RA, serta mengkafirkan para sahabat baginda yang lain. Menolak keberbagaian jemaah-jemaah Golongan wahabi ini amat benci keberbagaian jemaah. Ini kerana mereka beranggapan bahwa merekalah Ahlu Sunnah Wal Jamaah yang sebenar seperti mana yang dimaksudkan oleh rasulullah SAW. Oleh itu, barang sesiapa yang tidak menyokongnya, dan tidak berbaiah dengan kepimpan mereka serta lari dari ketaatan, mereka seharusnya dibunuh.Ini kerana halah darah dan harta mereka. Mentajsimkan sifat-sifat Allah Wahabi ini mentajsimkan sifat-sifat Allah apabila berhadapan dengan ayat-ayat mutasyabihat.Ini kerana mereka mengambil serta memahami setiap nas-nas al-Quran secara zahir sahaja. Menolak sifat 20 Wahabi bukan sahaja menolak ajaran sifat 20 bahkan mereka amat menentang keras ajaran tersebut.Ini kerana ajaran tersebut tidak diajar oleh rasulullah, malahan dicipta oleh seorang tokoh mutazilah iaitu Imam Abu Hassan al-Asyaari.Mereka juga berpendapat bahawa ajaran tersebut menyukarkan umat Islam untuk memahami aqidah Islam. Mengambil nas secara literal Golongan wahabi ini memahami setiap ayat-ayat al-Quran secara zahir atau literal sahaja terutama sekali berhubung dengan ayat-ayat mutasyabihat iaitu ayat-ayat yang berkaitan dengan zat dan sifat-sifat Allah. Mereka ini, amat menolak keras pentawilan kepada nas-nas baik dari segi ijmali mahupun tafsili. Konsep Ketuhanan yang Dibawa Oleh Golongan Wahabi Tauhid Tiga

1. Tauhid Rububiyyah Ar-Rububiyyah berasal dari kalimah ar-Rabb. Ar-Rabb ) )bermaksud yang memiliki, yang menguasai dan yang mentadbir. Tauhid Rububiyyah bermaksud mengesakan Allah sebagai arRabb, iaitu meyakini bahawa Allahlah satu-satunya Tuhan yang mencipta alam ini, yang memilikinya, yang mengatur perjalanannya, yang menghidup dan mematikan, yang menurunkan rezki kepada makhluk, yang berkuasa mendatangkan manfaat dan menimpakan mudharat, yang mengabulkan doa dan permintaan hamba tatkala mereka terdesak, yang berkuasa melaksanakan apa yang dikehendakinya, yang memberi dan menegah, di tanganNya segala kebaikan dan bagiNya penciptaan dan juga segala urusan Dan jika kamu bertanyakan mereka tentang: Siapakah pencipta mereka? Nescaya mereka menjawab: Allah. (Az-Zukhruf: 87) Dan jika kamu bertanyakan mereka tentang: Siapakah pencipta langit dan bumi? Nescaya mereka menjawab: Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa dan Yang Maha Mengetahui. (Az-Zukhruf: 9) 2. Tauhid Uluhiyyah Al-Uluhiyyah pula berasal dari kalimah al-Ilah. Al-Ilah ()bermaksud yang berhak disembah di mana kepadanya ditujukan segala ibadah (pengabdian diri). Jadi, Tauhid al-Uluhiyyah bermaksud mengesakan Allah sebagai Ilah, iaitu meyakini bahawa Allahlah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah dan diqasadkan segala ibadah, tidak harus ditunaikan ibadah melainkan kepadaNya sahaja dan tidak harus mensyirikkanNya dengan sesuatu apapun di langit mahupun di bumi. Dan Kami tidak mengutuskan seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya bahawasanya tiada tuhan melainkan Aku, maka kamu sekelian hendaklah menyembah Aku. (Al-Anbiya: 25) Dan sesungguhnya Kami telah utuskan pada setiap umat itu seorang rasul (untuk menyeru): Sembahlah Allah dan jauhilah Taghut. (An-Nahl: 36) 2. Tauhid dari sudut perspektif Ibnu Taimiyyah Yang dimaksudkan dengan tauhid rububiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam perbuatannya, iaitu mentauhidkan Allah yang mencipta, mentadbir, memiliki alam selaras dengan makna rububiyyah itu sendiri.Manakala tauhid uluhiyyah pula adalah mentauhidkan dan mengesakan Allah dalam perbuatan hamba, beriman dan percaya dengan Allah di samping menunaikan segala kewajipan serta suruhan Allah. Tambahan beliau lagi, tauhidrububiyyah tidak cukup dalam perkara keimanan sahaja, ini kerana orang musyrik juga mengakui tauhid rububiyyah iaitu

mengaku bahawa Allah yang meciptakan, mengatur alam dan sebagainya. Dalam erti kata lain, melalui konsep tauhid rekaan Ibnu Taimiyyah ini, orang musyrik atau orang yang tidak mengucapkan kalimah syahadah dianggap sebagai ahli tauhid atau orang yang mengesakan Allah. Ini kerana, mereka percaya dan mengakui bahawa Allah yang mencipta segala sesuatu dan mentadbir segala urusan alam ini, tetapi mereka tidak bertauhid dengan tauhid uluhiah kerana menyekutukan Allah dalam sembahannya. Mereka berpegang dengan nas :

Dan sesungguhnya jika engkau (wahai Muhammad) bertanya kepada mereka (yang musyrik) itu: Siapakah yang menciptakan langit dan bumi, dan yang memudahkan matahari dan bulan (untuk faedah makhluk-makhlukNya)? Sudah tentu mereka akan menjawab: Allah. Maka bagaimana mereka tergamak dipalingkan (oleh hawa nafsunya daripada mengakui keesaan Allah dan mematuhi perintahNya)? Di sini terdapat kata-kata yang sering kita dengar berhubung permasalahan tauhid tiga serangkai. Sesungguhnya orang-orang musyrik adalah ahli tauhid dengan tauhid rububiah. Mereka tidak termasuk dari kalangan ahli tauhid uluhiah kerana telah mengambil sembahan-sembahan yang lain untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah SWT. Tauhid rububiah sahaja tidak menafikan kekufuran seseorang dan tidak mencukupi bagi keimanan/keislaman seseorang 3. Tauid Asma dan Sifat Tauhid ini adalah beriman dengan nama-nama Allah yang baik dan sifat-sifatnya yang suci dari kekurangan dan penyerupaan terhadap makhluk yang bersifat baharu sebagai mana yang telah diterangkan dalam al-Quran dan hadith.Maksudnya di sini, kita beriman bahwa Allah memiliki nama-nama yang Dia telah menamakan diri-Nya dan yang telah dinamakan oleh Rasul-Nya.Dan beriman bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang tinggi yang telah Dia sifati diri-Nya dan yang telah disifati oleh Rasul-Nya. Allah memiliki nama-nama yang mulia dan sifat yang tinggi

Dan Allah memiliki Asmaul Husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya.Mereka kelak akan mendapatkan balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.( Al Araf : 180)

Katakanlah (Muhammad), Serulah Allah atau serulah Ar Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu dapat menyeru, karena Dia mempunyai nama-nama terbaik (Asmaul Husna) dan janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam shalat dan janganlah pula merendahkannya dan usahakan jalan tengah di antara kedua itu. (Al-Isra : 110)

Dalam hal ini, kita harus beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah sesuai dengan apa yang dimahukan Allah dan Rasul-Nya dan tidak menyelewengkannya sedikitpun. Imam Syafii meletakkan kaidah dasar ketika berbicara tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah sebagai berikut: Aku beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah dan sesuai dengan apa yang dimahukan oleh Allah. Aku beriman kepada Rasulullah dan apa-apa yang datang dari Rasulullah sesuai dengan apa yang dimahukan oleh Rasulullah Permasalahan berkaitan Di mana Allah Seperti mana yang kita ketahui bahawa, golongan wahabi beritiqad dan meyakini bahawa tuhan di langit. Ini kerana, mereka amat berpegang kuat dengan hadith jariah. Telah datang seorang hamba perempuan kepada Rasulullah SAW, kemudian rasulullah bertanya kepadanya di manakah Allah, jawab perempuan tersebut di langit, rasulullah bertanya lagi, siapakah aku, dia menjawab lagi, engkau rasulullah, kemudian rasulullah bersabda, yakinilah bahawa sesungguhnya dia seorang perempuan yang beriman (Hadith riwayat Muslim) Permasalahan berkaitan ayat mutayabihat terutama pada lafaz istiwa Fahaman wahabi beserta pendokongnya, mereka mengimani bahawa Allah duduk bersila di atas arasy tetapi duduknya tidak serupa dengan duduk makhluk. Kenyataan seperti lebih cenderung kepada mujassimah kerana meletakkan Allah bertempat dan melakukan perbuatan menyerupai makhluk. Mereka juga berpegang dengan hujah yang tidak benar yaitu Berdasarkan riwayat Imam Malik RA : Istiwa itu kita ketahui, dan caranya kita tidak ketahui, beriman dengannya wajib, menanyakan tentangnya bidaah.. Jawaban Ahlu Sunnah Wal Jamaah Terhadap Persoalan di mana Allah. Namun begitu, ulama Ahlu Sunnah Wal Jamaah khususnya telah menjawab setiap persoalan dan keraguan yang diajukan oleh golongan wahabi. Mereka berpendapat bahawa hadith yang dinyatakan sebentar tadi bukannya merupakan hadith mutawatir.Maksudnya di sini, hanya segelintir sahabat Nabi SAW sahaja yang meriwayatkannya, yang mana jumlahnya tidak ramai yang tidak mencapai jumlah mutawatir. Hadith ini juga masyur digelarkan sebagai hadith jariah (hamba perempuan). Bukan itu sahaja, hadith tersebut difahami berhubung dengan situasi hadith itu diucapkan, di mana jariyah tersebut adalah orang biasa yang kurang berpelajaran, maka wajarlah Nabi SAW melayaninya menurut kemampuan akal fikirannya. Dalam riwayat berkenaan beliau menjawab: Di langit, kerana inilah kefahaman semua orang biasa, termasuk kaum Yahudi, Nasrani dan kaum musyrikin yang percaya kewujudan Tuhan dan kekuasaannya. Apa yang membezakan dengan mereka di sini ialah pengakuannya terhadap kerasulan Nabi SAW, lalu baginda menghukumkannya sebagai mukminah. Manakala dalam satu riwayat lain, beliau hanya menunjuk ke arah atas, manakala yang berkata ke langit ialah perawi hadith yang menceritakan situasi berkenaan Namun begitu, ada sebahagian ulama Ahlus Sunnah seperti Imam Muhammad Zahid al-

Kawthari dan al-Hafiz Abdullah al-Ghumari mengatakan bahawa hadith tersebut adalah syaz, iaitu hadith yang sahih sanadnya, tetapi matannya berlawanan dengan hadith-hadith sahih yang lain. Ini kerana kebanyakan dakwah Nabi SAW adalah dengan seruan supaya mengucap syahadah () , bukannya bertanya ; Di mana Allah? ( ).Maka hadith syaz tidak dapat dijadikan hujah. Jawapan Ahlu Sunnah Wal Jamaah Terhadap Permasalahan Yang Wujud Pada Lafaz Istiwa Jawapan Imam Malik RA terhadap ayat ini : Beristiwa sebagaimana Dia menyifatkat zatNya, tidak dikatakan bagaimana, dan persoalan bagaimana tidak layak bagi Allah (Riwayat Imam Baihaqi dan Ibnu Asakir) Menurut riwayat Imam al-LalikaI pula : Istiwa sudah diketahui,dan tidak boleh bertanya bagaimana caranya, dan bagaimana caranya itu tidak boleh diterima akal Mengikut riwayat Imam Ahmad Bin Hanbal pula : Allah beristiwa seperti mana disebutkan dalam al-Quran, bukannya seperti yang terlintas dalam fikiran manusia Abu al-Qasim al-Ashfahani berpendapat bahawa : Sesungguhnya jika kalimah istiwa ditaaddikan dengan kalimah ala, maka akan menjadi makna memerintah atau menguasai Imam al-Qusyairi berpandangan pula bahawa : Istiwa beerti memelihara, menguasai, menetapkan. Tidak boleh mengitikadkan bahawa Allah duduk atau bersemanyam di atas Arasy, kerana keyakinan seperti ini adalah aqidah orang yahudi Perbandingan Antara Manhaj As-Salafiyyah Al-Wahabiyyah dengan Manhaj ASWJ ( ASYAIRAH ) Konsep KetuhananSalafiyyah al-Wahabiyyah Sepertimana yang telah dibincangkan sebelum ini, konsep ketuhanan yang digunakan oleh golongan Wahabi adalah berdasarkan kepada konsep Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma wa sifat ataupun dikenali sebagai tauhid tiga. Selain mengenengahkan konsep tauhid tiga ini, mereka juga menyeru supaya umat Islam meninggalkan perbahasan yang mendalam dalam bab aqidah

sepertimana yang dipelopori oleh golongan Asyairah dan Maturidiyyah. Mereka menyatakan bahawa persoalan aqidah adalah persoalan yang sepatutnya dibahaskan secara ringkas tanpa dimasukkan unsur-unsur falsafah ke dalamnya.Mereka juga telah mendakwa bahawa diri mereka beraqidah dan berpegang dengan pegangan golongan salaf dan para sahabat Nabi Muhammad S.A.W. Langkah mereka dalam menyatakan pendirian mereka berkenaan dengan perkara aqidah dan tentangan mereka terhadap golongan Asyairah menunjukkan bahawa mereka tidak mengiktiraf penggunaan aqal dalam mengukuhkan pemahaman terhadap nas-nas al-Quran.Mereka menafikan kemampuan aqal dalam memahami nas-nas al-Quran kerana bagi mereka aqal manusia tidak mampu untuk memahami isi al-Quran. Natijahnya, mereka telah berpegang dengan al-Quran secara total dan menerima keseluruhan ayat- al-Quran secara literal. Metodologi ini digunakan kerana mereka mahu persoalan aqidah perlu dikembalikan sepertimana pegangan hidup golongan ahli salaf. Mereka juga mendakwa bahawa penggunaan aqal dalam mengisbatkan perkaraperkara berkenaan dengan aqidah adalah perkara yang baharu yang mana perkara ini sama sekali tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad S.A.W dengan kata lain ia merupakan sesuatu bidah yang perlu dielakkan. Jawapan daripada pendukung Asyairah Sesesungguhnya, apa yang telah didakwa oleh golongan Wahabi adalah tidak benar. Pertamanya mengenai dakwaan mereka tentang tauhid tiga. Sesungguhnya tiada perbezaan antara tauhid Uluhiyyah dan tauhid Rububiyyah, sepertimana apa yang telah didakwa oleh mereka. Perbezaan antara Uluhiyyah dan Rububiyyahadalah pada masalah bahasa sahaja. Hakikatnya, ia membawa maksud yang sama. Ilah adalah Rab, dan Rab adalah Ilah. Firman Allah S.W.T; Katakanlah: Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia.Sembahan manusia.Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia. Dari (golongan) jin dan manusia. Pengangan mereka ini jelas bertentangan dengan Surah an-Nas yang mana pada ayat pertama surah ini, Allah telah menggunakan perkataan Rab dan diikuti dengan perkataan Ilah pada ayat yang ketiga.Selain itu, dalam pembahagian tauhid Rububiyyah, terdapat pendapat dalam kalangan mereka menyatakan bahawa orang-orang kafir turut beriman kepada Allah. Selain itu, pendapat mereka dalam menolak kemampuan aqal bagi mengisbatkan dan mengukuhkan aqidah amatlah janggal sekali kerana penggunaan aqal yang digunakan oleh Asyairah ada batasnya dimana penggunaan aqal adalah untuk berkhidmat kepada nas al-Quran agar apa yang disampaikan oleh Allah kepada manusia dapat difahami dengan baik. Bagi Ahlussunnah wal-Jamaah, penggunaan aqal yang sejahtera dalam mengukuhkan nas-nas alQuran mahupun al-Sunnah adalah dibenarkan kerana matlamat penggunaan aqal ini adalah menambahkan keyakinan pada nas-nas al-Quran mahupun al-Sunnah. Selain itu, Ulama Asyairah tidak setuju dengan pendekatan yang digunakan oleh golongan Wahabi yang mana mudah untuk membidahkan satu-satu perkara baru. Sesungguhnya, apabila terwujudnya perkara-perkara baru, perbahasan mengenai hukumnya terletak pada neraca penilaian yang sebenar, bukan kerana tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad S.A.W.

Perbahasannya haruslah pada sekitar sama ada perkara baru itu wajib, haram. Sunat, ataupun makruh. Pentawilan pada ayat-ayat Mutasyabih a.Makna secara bahasa Mutasyabih secara bahasa berasal dari kata syabaha, yakni bila salah satu dari dua hal serupa dengan yang lain. Syubhah ialah keadaan di mana satu dari dua hal itu tidak dapat dibezakan dari yang lain karena adanya kemiripan di antara keduanya secara konkrit atau abstrak. b. Makna secara Istilah Nas-nas al-Quran atau al-Sunnah yang mengandungi makna yang tidak jelas umpamanya nas yang mengenai sifat-sifat Allah dan huruf-huruf di awal surah. Perbedaan dalam Pendekatan memahami ayat-ayat mutasyabih Salafiyyah al-Wahabiyyah Golongan wahabi mendakwa diri mereka mengikut manhaj yang ditinggalkan oleh golongan salaf dimana mereka tidak mentawilkan ayat-ayat mutasyabih. Namun ketika menukilkannya, mereka terperangkap dengan menghampiri kaedah yang digunakan oleh golongan Mujassimah. Hal ini sama sekali tidak sealiran dengan manhaj yang digunakan oleh golongan salaf yang terdahulu kerana golongan salaf mengambil pendekatan mentawfidkan ayat-ayat ini. Antara contoh kesilapan mereka dalam menafsirka ayat-ayat mutasyabih ialah Tuhan yang Maha Pemurah.yang bersemayam di atas Arsy. Golongan Wahabi dalam menerangkan tentang pegangan mereka berkenaan dengan ayat dengan menerima ayat ini secara literal.Mereka menyatakan bahawa Allah S.W.T bersemayam di atas Arasy, namun bersemayamNya tidak seperti bersemayam makhluk.Ini amat jelas bertentangan dengan golongan salaf yang mengembalikan ayat ini bulat-bulat kepada Allah S.W.T. Asyairah (Ahli as-Sunnah Wal Jamaah), bagi manhaj yang dipelopori oleh golongan Asyairah, mereka bersama dengan pendekatan yang diguna pakai oleh golongan ahli salaf.Namun begitu, terdapat keperluan untuk mentawilkan ayat-ayat mtasyabih kerana beberapa faktor. Antara faktornya ialah penguasaan bahasa arab oleh umat Islam mulai menurun dan masuknya golongan bukan bangsa arab ke dalam agama Islam yang tidak memahami sepenuhnya bahasa arab. Tawilan adalah bertujuan untuk menjaga aqidah umat Islam supaya ayat-ayat ini tidak disalah tafsirkan maknanya. Dalam mereka menawil ayat-ayat mutasyabih, mereka merujuk kepada ayat yang muhkam yang mana maknanya telah jelas. Antara contoh penawilan yang dilakukan oleh mereka ialah Tuhan yang Maha Pemurah.yang bersemayam (menguasai) di atas Arsy. Golongan Asyairah telah menawilkan kalimah yang membawa maksud bersemayam dengan menguasai. Hal ini kerana perkataan menguasai adalah salah satu maksud daripada maksud istiwa dan maksudnya adalah lebih sejahtera berbanding dengan maksud-maksud yang lain. Tawassul dan Tabarruk

Antara isu lain yang telah dimainkan oleh golongan Wahabi adalah isu tawassul dan tabarruk.Perselisihan pendapat tentang masalah ini berlaku dan pendapat mereka teramatlah jelas bertentangan dengan amalan-amalan yang pernah dilakukan oleh para sahabat dan ulama-ulama yang mutabar.Mereka juga meletakkankedua-dua isu ini dikaitkan dengan masalah aqidah umat Islam. Makna Tawassul Tawassul secara bahasa berasal dareipada perkataan wasilahbermaksud mengambil perantaraan. Secara Istilah pula, ia membawa maksud perkara-perkara yang dapat mendekatkan diri kepada Allah S.W.T denganmenggunakan wasilah yang mulia (bukandaripada perkaraperkara yang maksiat). Antara contoh tawassul yang terdapat dalam umat islam ialah seperti doa yang dipohon kepada Allah dan diperantarai dengan sesuatu yang baik. Sebenarnya, kita sering kali bertawassul dalam kehidupan kita seharian, cuma kita sahaja yang tidak menyedarinya, iaitu lafaz Basmalah yang sering kita bacakan sewaktu kita mahu memulakan sesuatu perkara.Dengan itu, Basmalah adalah contoh terbaik bagi kita memahami maksud tawassul. Apabila kita membaca Basmalah, kita akan mulakannya dengan membaca kalimah Bismillah yang membawa maksud Dengan nama Allah. Kita memperantaraiNya dengan nama Allah S.W.T, bukan pada zatNya. Itulah antara contoh terdekat dalam diri kita. Pendapat Wahabi tentang Isu Tawassul Dalam isu ini, mereka hanya menerima pakai pendapat yang telah dinyatakan oleh ulama-ulama yang mana telah membahagikan tawassul yang dibenarkan pada tiga keadaan iaitu Pertama, bertawassul dengan nama-nama Allah S.W.T seperti mana firman Allah S.W.T; Dan Allah mempunyai nama-nama Yang baik (yang mulia), maka serulah (dan berdoalah) kepadanya Dengan menyebut nama-nama itu, dan pulaukanlah orang-orang Yang berpaling dari kebenaran Dalam masa menggunakan nama-namaNya.mereka akan mendapat balasan mengenai apa Yang mereka telah kerjakan. Kedua, bertawassul dengan amalan soleh yang telah kita kerjakan pada masa lalu sepertimana yang telah diceritakan oleh Rasulullah S.A.W kepada para sahabat tentang tiga orang hamba Allah yang telah terperangkap dalam sebuah gua, lalu mereka bertawassul kepada Allah dengan perkara-perkara baik yang telah mereka kerjakan pada masa lalu, lalu mereka telah dibebaskan daripada gua tersebut dengan izin Allah S.W.T. Dan tawassul yang terakhir yang dibenarkan oleh mereka ialah bertawassul dengan orang-orang soleh yang masih hidup sepertimana yang telah dilakukan para sahabat keatas Nabi serta keatas para sahabat yang lain sewaktu mereka masih hidup. Hanya tiga keadaan ini sahaja yang diterima dalam bertawassul, Adapun bertawassul selain daripada tiga perkara dianggap bidah.Mereka menolak amalan tawassul dengan orang alim yang terdahulu yang telah mati termasuklah Rasul, Nabi dan para Wali Allah. Mereka juga telah menghukum masalah tawassul ini adalah masalah yang berkait rapat dengan masalah aqidah yang mana ia boleh mendatangkan syirik kapada Allah S.W.T. Pendapat Ulama-ulama Asyairah dalam menjawab Isu ini

Masalah bertawassul tidaklah dilihat menjadi salah satu masalah yang boleh mendatangkan syirik kepada Allah S.W.T Selagi mana doa ditujukan dan dipohon kepada Allah, dan tidak pula mensyirikkan Allah dengan sesuatu. Ianya tidak melibatkan persoalan aqidah selagi mana Allah dijadikan tempat untuk memohon Bahkan, Ijma 4 mazhab telah mengharuskan bertawassul dengan perkara-perkara yang dimuliakan termasuklah kepada orang-orang yang telah mati.Banyak dalil menunjukkan para ulama yang mutabar menerima tawassul, antaranya diceeritakan bahawa Imam Syafie bertawassul keatas Imam Abu Hanifah yang mana telah meniggal dunia.Cerita ini telah dipetik di dalam bukual-Tarikh Baghdad dimana apabila Imam Syafie mempunyai sesuatu hajat, beliau akan sembahyang dua rakaat dan terus pergi ke kubur Imam Abu Hanifah untuk bertawassul, tidak lama kemudian, hajatnya termakbul oleh Allah. Selain itu, Contoh lain dalam penerimaan tawassul kepada orang yang telah meninggal dunia ialah Imam Berzanji dalam kitabNya Maulid telah bertawassul kepada zat Nabi S.A.W begitu juga yang telah dilakukan oleh Imam Ramli didalam kitabnya Nihayah al-Muhtaj. Makna Tabarruk Kalimat Tabarruk berasal daripada perkataan Barakah yang membawa maksud kebahagiaan atau penambahan.Daripada sudut istilah pula, tabarruk adalah membawa maksud pengharapan mendapat keberkatan daripada Allah S.W.T dengan sesuatu perkara atau barang yang mulia. Jika kita lihat, konsep yang dibawa antara tawassul dan tabarruk adalah hampir sama. Namun, Ulama telah menfokuskan perbuatan bertabarruk adalah sesuatu yang diperantarai oleh barang ataupun perkara tertentu manakalan tawassul adalah perkara yang diperantarai dalam bentuk doa dan kata-kata. Antara contoh tabarruk yang boleh kita lihat dalam masyarakat kita adalah seperti air Yasiin, air minuman orang alim, tempat ibadat orang alim, dan lain-lain lagi. Pendapat Wahabi tentang Isu Tabarruk Menurut pendapat golongan Wahabi,Mengambil berkat atau tabarruk terbahagi kepada dua bahagian iaitu bertabarruk secara Syaridan bertabarruk secara tidak syari.Bertabarruk secara syari adalah terbahagi kepada dua sahaja iaitu Mengambil berkat daripada al-Quran dan alSunnah yakni melalui ilmu dan pengamalannya dan yang kedua, Mengambil berkat daripada orang alim melalui asuhan dan tarbiyyahnya.Adapun amalan tabarruk selain daripada dua perkara ini adalah tergolong dalam golongan amalan tabarruk yang tidak syari. Antara contoh amalan tabarruk yang tidak syari ialah sepertiair Yasiin, air yang didoa oleh orang alim, sisa makanan dan minuman orang-orang alim, melazimi tempat Ibadat orang alim, ayat al-Quran atau al-Sunnah digantung didinding rumah dan lain-lain lagi. Pendapat Ulama-ulama Asyairah dalam menjawab Isu ini Kebanyakan Ulama termasuklah Ulama yang bermazhab Asyairah telah mengharuskan perbuatan bertabarruk ini. Dalilnya adalah perkara-perkara yang telah dilakukan oleh para sahabat keatas Nabi Muhammad S.A.W. Antara amalan-amalan yang pernah dilakukan oleh para sahabat untuk bertabarruk keatas Nabi ialah para sahabat berebut untuk mengambil bekas yang mempunyai lebihan air wuduk Nabi, para sahabat meminum air daripada bekas minuman Nabi dan isteri Nabi telah mengumpulkan peluh nabi sewaktu nabi sedang tidur. Kesemua peristiwa

ini telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari didalam Shahihnya.Terdapat juga seorang sahabat yang memohon Nabi supaya bersolat dirumahnya.Terdapat juga kisah dimana Saidina Abu Bakar ditegur oleh Aisyah kerana beliau amat gemar memakai satu baju yang lusuh. Apabila ditanya apakah sebabnya, Abu Bakar telah menyatakan bahawasanya dia pernah memakai baju itu sewaktu solat bersama-sama Nabi S.A.W. Selain itu, kisah Muawiyyah bin Abi Sufyan dalam kitab Tarikh Damsyiqdan kisah Khalifah Umar Abdul Aziz yang dipetik daripadaatTobaqatpernah memesan kepada waris mereka supaya mereka dikafankan dengan helaian rambut Nabi Muhammad SAW. Aliran Teologi dalam Islam Beberapa aliran yang membahas tentang teologi atau ilmu kalam dalam Islam sangat banyak, diantara aliran aliran tersebut adalah Khawarij, Jabbariyah, Qadariyah, Syiah, Murjiah, dan Mutazilah. Aliran Khawarij berpendapat bahwa mereka mensucikan Dzat Ilahiayah dan menolak sifat sifat Allah, maka dari itu mereka menyatakan bahwa sifat merupakan Dzat itu sendiri.[4] Adapun aliran Jabbariyah berpandangan bahwa mereka menolak sifat Kalam bagi Allah SWT, karena Kalam merupakan sifat dari makhluk.[5] Selain dua aliran tersebut ada beberapa aliran yang lain dalam memandang masalah ketuhanan dalam Islam atau ilmu kalam. Aliaran tersebut dalah aliran Mutazilah yang didirikan oleh Wasil bin Atho. Dalam masalah ketuhanan mereka mempunyai konsep sendiri, konsep tersebut biasa disebut dengan Al-Usul Al-Khamsah yaitu Tauhid, Al-Adlu, Al-Wadu wa Al-Waid, AlManzil baina Manzilatain dan Al-Amru bil Maruf wa An-Nahyu An Al-Munkar. Dalam salah satu konsepnya yaitu Tauhid, mereka berbicara banyak tentang ketuhanan. Diantara pendapatnya yaitu : artinya bahwa sifat Allah tidak terpisah dari dzat-Nya. Untuk mempertegas konsepnya ini, Mutazilah menjelaskan bahwa artinya Allah Maha Mengetahui dengan ilmu-Nya, sifat ilmu adalah dzat-Nya.[6] Banyak para ulama yang tidak setuju dengan pendapat yang dimilki oleh Mutazilah. Al-Asyari membuat rumusan yang lain yaitu atau diringkaskan tafis awhab aynitra sifat ilahiyah itu bukan dzat-Nya, dan bukan selain dzat-Nya.[7] Dari pernyataan tersebut timbul pertanyaan, apakah sifat sifat ilahiyah itu ain dzat, atau di luar dari dzat? Al-Syahrastani menjawab dengan menampilkan perkataan Al-Asyari dengan konsepnya yaitu , ,aynnial gnay nakub nad tazd halada tafis aynitra , , bukan bukan, Ia bukan yang lain.[8] Aliran Aliran Dalam Konsep Ketuhanan Sebelum memasuki kedalam permasalahan tentang ketuhanan, ada baiknya kita sedikit banyak membahasah tentang beberapa aliran dalam konsep ketuhanan yang telah berkembang dari satu fase ke fase yang lain. Diantara aliran tersebut adalah Teisme, Tuhan menurut aliran ini berada di alam atau immanent dan Dia juga jauh dari alam atau transendent. Adapun ciri lain dari teisme adalah mereka menegaskan bahwasannya Tuhan setelah proses penciptaan alam selesai, Dia tetap aktif dan selalu memelihara alam. Agama agama besar pada dasarnya penganut paham teusme, seperti Yahudi, Kristen, dan Islam.[9] Tokoh Kristen yang mengemukakan gagasan ini ialah St. Augustinus. Menurutnya, Tuhan ada dengan sendirinya (self existing), tidak diciptakan, tidak berubah, abadi, bersifat personal yang terdiri dari tiga person, yaitu Bapak, Anak dan Roh kudus.[10] Konsep teisme dalam Islam dijelaskan oleh Al-Ghazali. Menurutnya, Allah adalah Zat yang Esa dan pencipta alam serta berperan aktif dalam mengendalikan alam. Yang dimaksud Esa menurutnya adalah kembali kepada penetapan dzat-Nya.[11] Dalam Al-

Quran banyak ayat yang menjelaskan tentang Tuhan yang Esa, diantaranya QS 112: 1 yang artinya Katakanlah wahai Muhammad, Dia (Allah) adalah satu. Adapun ayat yang menunjukkan bahwa Allah bersifat transendent dan immanent adalah QS 10: 3 yang artinya Sesungguhya Tuhan kamu adalah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy untuk mengatur semua urusan Aliran dalam konsep ketuhanan yang berikutnya adalah Deisme. Menurut paham ini,Tuhan berada jauh di luar alam dan setelah menciptakan alam, Dia tidak memperhatikan alam dan memeliharanya lagi. Alam berjalan sesuai dengan peraturan peraturan yang telah sempurna yang telah ditetapkan ketika proses penciptaan dan peraturan peraturan tersebut tidak berubah ubah. Tokoh yang mempelopori munculnya aliran ini ialah Newton (1642-1727). Menurutnya, Tuhan hanya pencipta alam dan apabila ada kerusakan, alam tidak membutuhkan Tuhan untuk memperbaikinya karena alam sudah memiliki mekanisme sendiri untuk menjaga keseimbangan.[12] Aliran yang selanjutnya adalah Panteisme. Aliran ini berpendapat bahwa seluruh alam ini adalah Tuhan dan Tuhan adalah seluruh alam, termasuk benda benda yang bisa ditangkap oleh panca indra seperti manusia, binatang, tumbuh tumbuhan, dan benda mati adalah bagian dari Tuhan. Dalam agama Islam, paham ini biasa disebut dengan Wihdatut al-wujud (kesatuan wujud) yang dikenalkan oleh Ibnu al-Arabi. Disamping memiliki persamaan, keduanya juga memiliki perbedaan, yaitu dalam panteisme alam adalah Tuhan dan Tuhan adalah alam akan tetapi dalam wihdat al-wujud alam bukan Tuhan tetapi bagian dari Tuhan. Bisa disimpulkan bahwa dalam wihdat al-wujud alam dan Tuhan tidak identik, sedangkan dalam panteisme alam dan Tuhan identik.[13] Keraguan Terhadap Eksistensi Tuhan Pada Zaman Pertengahan yaitu antara abad lima belas dan enam belas Masehi, agama Kristen sangat mendominasi bangsa Barat. Dengan sangat otoriternya, mereka menindak para ilmuwan yang berbeda pendapat dengan doktrin Gereja. Diantara para ilmuwan tersebut ialah Nicolaus Copernicus (1473 1543) dengan teorinya tentang heliocentris. Dia mengatakan bumi berputar pada porosnya, bahwa bulan berputar mengelilingi matahari dan bumi, serta planet-planet lain semuanya berputar mengelilingi matahari.[14] Akan tetapi teori Copernicus tersebut sangat bertentangan dengan doktrin yang ada dalam ajaran Gereja pada saat itu. Gereja berpendapat bahwa pusat dari tata surya ini adalah bumi atau biasa disebut dengan geocentris. Tepat pada tanggal 24 Mei 1543, Copernicus dijatuhi hukuman mati oleh Gereja karena teorinya bertentangan dengan ajaran Gereja.[15] Setelah Zaman Pertengahan atau yang biasa disebut dengan Zaman Kegelapan (Dark Ages), muncul periode Pencerahan (Renaissance). Pada periode ini, berbagai ilmu di Barat banyak berkembang dan juga periode ini menandakan awal dari Zaman Modern. Adalah David Hume (17111776) tokoh filsafat barat yang yang mengembangkan filsafat Empirisme. Dia berpendapat bahwa manusia tidak perlu mengunyah tafsiran ilmiah tentang realitas serta alasan filosofis untuk mempercayai sesuatu di luar jankauan indra dan Hume membuang argumen yang berusaha membuktikan eksistensi Tuhan dari ketertataan alam, dengan menyatakan bahwa hal itu didasarkan pada argumen analogis yang tidak konklusif.[14] Dengan kata lain, Hume menolak hukum Kausalitas seperti adanya alam ini disebabkan oleh adanya Tuhan. Selain Empirisme, filsafat Positivisme yang dikembangkan oleh August Comte (17981857) pun mempunyai pengaruh besar di Zaman Modern. Menurut Comte, sejarah perkembangan alam

pikir manusia terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap teologik, tahap metaphisik, dan tahap positif.[16] Dalam pandangannya tentang Tuhan, Comte mempunyai pendapat bahwa agama atau Tuhan tidak bisa dilihat, diukur dan dibuktikan, maka Tuhan tidak mempunyai arti dan faedah karena suatu pernyataan akan dianggap benar oleh positivisme apabila pernyataan itu sesuai dengan fakta.[17] Ludwig Andreas Feuerbach (1804-1872) yang sepaham dengan Comte memiliki pandangan yang lebih positif tentang manusia, ia ingin mencampakan Tuhan yang telah menyebabkan menyebarnya rasa putus asa di masa silam.[18] Karl Heinrich Mark (18181883) tokoh Materialisme dan pencetus Komunisme, memandang agama sebagai desahan makhluk yang tertekan dan candu masyarakat. Selain itu, Mark menegaskan bahwa kepercayaan kepada Tuhan atau dewa dewa adalah lambang kekecewaan atas kekalahan dalam perjuangan kelas. Kepercayaan tersebut adalah sikap yang memalukan yang harus dienyahkan, bahkan dengan cara paksaan.[19] Dia sendiri mengaku sebagai seorang ateis yang radikal dengan mengatakan saya membenci segala Tuhan.[20] Tokoh yang lebih ekstim dalam memandang Tuhan selain Mark adalah Friedrich Wilhelm Nietzsche (18441900). Keyakinan yang mendasari Nietzsche adalah bahwa Tuhan telah mati dan segala dewata sudah mati, hanya manusia ataslah yang masih hidup.[21] Dia mengumumkan ini dalam tamsil tentang orang gila yang berlari ke pasar pada suatu pagi, meneriakan, aku mencari Tuhan! ketika seorang penonton dengan pongah bertanya ke mana menurutnya Tuhan pergi, apakah Dia melarikan diri atau mungkin pindah?, orang gila itu menatap tajam kearah mereka. Kemana Tuhan pergi? dia bertanya.aku ingin mengatakan kepada kalian, kita telah membunuhnya aku dan kalian! Kita semua adalah pembunuhnya!.[22] Kritik Einstein Atas Teologi Ketuhanan Plato Sejak zaman Yunani Kuno, peradaban umat manusia telah mulai menemukan identitasnya. Proyek pencarian akan eksistensi Tuhan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perbincangan sehari-hari para ahli filsafat di negeri para dewa itu. Pada awalnya orang Yunani Kuno secara mitodologi mengenal banyak dewa yang diyakini sebagai Tuhan yang mengatur alam semesta. Namun, bersamaan dengan semakin berkembangnya alam berpikir orang Yunani Kuno, mitos-mitos para dewa yang menjadi sebuah doktrin warisan turun temurun, mulai runtuh dan tergantikan oleh doktrin yang lebih rasionalempiris. Doktrin inilah yang diusung oleh para ahli filsafat di Yunani. Buku Einstein Mencari Tuhan yang ditulis Winus Arya Wardhana mengungkap kembali persoalan filsafat yang disinggung oleh para ahli filsafat Yunani Kuno, di antaranya adalah Plato. Persoalan filsafat inilah yang kemudian juga menarik perhatian sosok manusia jenius di abad 20, yakni Albert Einstein. Kedua sosok manusia ini adalah mereka yang dipercaya memiliki peran sangat penting dalam perjalanan sejarah umat manusia. Tak pelak, penulis menganggap perlu untuk membahas secara khusus kedua tokoh tersebut di dalam salah satu bab bukunya ini. Anggapan bahwa kedua tokoh ini (Plato dan Einstein), penting dikarenakan dari keduanya memang telah banyak lahir teoriteori baru yang turut membawa arus perubahan dalam peradaban manusia. Adalah Plato, seorang filosof dari Athena di zaman Yunani Kuno, mulai mengenalkan alam berpikir baru tentang realitas kebenaran abadi. Bagi Plato, di alam semesta ini terdapat sesuatu yang kekal dan abadi. Dengan demikian, eksistensi para dewa dipertanyakan kembali. Apakah para dewa memiliki kekekalan dan keabadian sebagaimana yang dimaksud oleh Plato?. Untuk menjawab pertanyaan ini, Plato juga tidak dapat menggambarkan secara spesifik. Namun, ketika

ia mulai mengalihkan perbincangan terkait dengan para dewa dengan menyebut entitas baru, yakni Tuhan. Ia menggambarkan sosok Tuhan sebagai sosok yang niscaya tetap memiliki kekuatan untuk melakukan segala sesuatu. Dengan keadaan niscaya, Tuhan tidak dapat berbuat apapun selain dari yang ia lakukan. Penjelasan tentang sosok Tuhan di atas yang masih rancu, terkesan amat sulit untuk dipahami oleh siapapun. Tentunya penjelasan Plato telah memantik reaksi yang beragam dari berbagai kalangan, tak terkecuali oleh Albert Einstein. Dalam konteks inilah, Einstein, seorang pemikir, seorang ahli fisika, ahli matematika dan ahli astronomi mengkritisi pemikiran Plato. Bagaimanapun, secara implisit Plato telah dianggap membatasi kekekalan dan keabadian Tuhan dengan membatasi perbuatan-Nya. Apalagi ketika Plato memiliki pemikiran bahwa bumi, matahari, bulan dan bintang tidak akan berubah, akan tetap seperti keadaan semula. Dengan kata lain, semua itu dianggap oleh Plato memiliki keabadian. Tak ayal, sebagai seorang ahli dalam bidang astronomi, fisika dan matematika, Einstein menolak secara tegas pemikiran-pemikiran yang demikian. Menurutnya, berdasarkan pengamatannya terhadap alam semesta, utamanya terhadap bintangbintang di angkasa raya ini, semuanya mengalami perubahan, tidak ada yang kekal dan abadi. Langit mengalami pengembangan, bintang yang semula bersinar seperti matahari, pada suatu saat akan padam (hal 56-57). Dari penjelasan di atas, penemuan-penemuan Einstein jelas bertentangan dengan teori Plato yang mengatakan bahwa alam semesta itu kekal dan abadi. Adapun teori Plato tentang entitas Tuhan, Einstein juga tidak dapat menerimanya, bahkan ia terkesan menentang teori itu. Bagi Einstein, pendapat Plato seringkali tidak sesuai dengan logika dan jalan pemikirannya. Oleh karenanya, ketika Einstein tidak menemukan kebenaran pada filsafat Plato, ia mulai mencari jawabannya lewat penelitian dalam bidang sains. Di dunia sains inilah Einstein percaya bahwa kebenaran abadi akan terbuktikan secara ilmiah. Einstein sebagai seorang ahli fisika dan matematik, memang selalu berpikir secara rasional terhadap segala masalah yang dihadapinya, termasuk masalah filsafat. Namun, persoalan yang masih belum dapat ditemukan jawabannya, adalah masalah terkait dengan sosok Tuhan. Ketika menggambarkan sosok Tuhan, Einstein juga menemukan kesulitan yang sama sebagaimana dihadapi Plato. Tuhan memang tidak mungkin untuk dibuktikan secara kongkrit. Mengutip pendapat Karen Armstrong dalam bukunya Sejarah Tuhan, pada mulanya manusia menciptakan satu Tuhan yang merupakan Penyebab Pertama bagi segala sesuatu dan Penguasa langit dan bumi dan Dia tidak terwakili oleh gambaran apapun. Dalam konteks inilah, jelas bagi kita bahwa Tuhan memang tidak mungkin digambarkan secara nyata. Oleh karenanya, tak salah jika Einstein pernah melontarkan kata-kata Kini aku tahu, Tuhan berada di Surga. Sementara Plato, ia tetaplah seorang filofof yang pola berpikirnya tidak mungkin terlepas dari mitos-mitos yang ada di masyarakat Yunani Kuno. Pola berfikir yang berbeda di atas, baik berpikir ala Plato maupun Einstein, setidaknya dapat dipergunakan sebagai alat pembanding dalam mitodologi berpikir filsafat. Sebab bagaimanapun, Plato dan Einstein memiliki model berpikir filsafat yang relevan dengan konteks zaman dan bidang kajian keilmuan yang mereka tekuni masing-masing. Dengan demikian, berfikir dan berfilsafat ala Plato dan Einstein tetaplah menarik untuk dikaji dan diperbincangkan sebagai sebuah landasan berfikir sebelum kita mengenal alam berpikir para filosof lainnya.

B. Ruang Lingkup Studi Teologi Islam Aspek pokok dalam kajian ilmu Teologi Islam adalah keyakinan akan eksistensi Allah yang maha sempurna, maha kuasa dan memiliki sifat-sifat kesempurnaan lainnya. Karena itu pula, ruang lingkup pembahasan yang pokok adalah: 1. Hal-hal yang berhubungan dengan Allah SWT atau yang sering disebut dengan istilah Mabda. Dalam bagian ini termasuk Tuhan dan hubungannya dengan alam semesta dan manusia. 2. Hal yang berhubungan dengan utusan Allah sebagai perantara antara manusia dan Allah atau disebut pula wasilah meliputi: Malaikat, Nabi/Rosul, dan kitab-kitab suci. 3. Hal-hal yang berhubungan dengan samiyyat (sesuatu yang diperoleh melalui lewat sumber yang meyakinkan, yakni Al-Quran dan Hadits, misalnya tentang alam kubur, azab kubur, bangkit di padang mahsyar, alam akhirat, arsh, lauhil mahfud, dll). Didalam sejarah perkembangannya, Teologi islam pada mulanya berkembang dari: pertama, sebagai metodologi teologi. Sebagai sebuah metodologi teologi merupakan suatu cara untuk memahami doktrin agama melalui pendekatan wahyu dan pemikiran rasionalnya. Kedua, menjadi ilmu teologi. Sebagai sebuah ilmu, teologi merupakan ilmu yang membahas masalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. Dan ketiga, menjadi teologi aksiologi. Sebagai sebuah aksiologi teologi, merupakan upaya memahami doktrin agama secara mendalam untuk mengadvokasi berbagai permasalahan ketimpangan sosial. Wilayah pembahasan teologi Islam secara ilmiyah, dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu: pertama, teologi islam klasik teoritik. Disiplin ilmu ini, hanya membahas secara teoritik aspek-aspek ketuhanan dan berbagai kaitan-Nya. Kedua, teologi islam kontemporer praktik. Disiplin ilmu ini, secara praktik membahas ayat-ayat Tuhan dan sunnah-sunnah Rasul-Nya yang nilai doktrinnya mengadvokasi berbagai ketimpangan sosial. Teologi kedua ini dapat dikembangkan lagi menjadi tiga kategori: pertama, Teologi Lingkungan; kedua, Teologi Pembebasan; dan ketiga, Teologi Sosial. Ketiga teologi Islam ini, merupakan teologi-teologi yang membahas aspek-aspek ketuhanan dan berbagai kaitan-Nya, untuk mengadvokasi obyek formal teologi itu. Seperti teologi lingkungan maksudnya yaitu pembahasan secara mendalam doktrin-doktrin agama islam dengan argumen rasionalnya yang nilainya berupaya mengadvokasi permasalahan alam semesta. Disini dapat dikaji lebih luas lagi dengan menampilkan kajian seperti: teologi pemelihara lingkungan, teologi sampah, teologi banjir, dan yang sebangsanya. Teologi Transformatif. Maksudnya yaitu pembahasan secara mendalam doktrin-doktrin agama islam dengan argumen rasionalnya yang nilainya berupaya mengadvokasi permasalahan perubahan. Disini dapat dikaji lebih luas lagi dengan menampilkan kajian seperti: teologi pembebasan, teologi pos modernisme, teologi sains, dan yang sebangsanya. Dan Teologi Sosial. Maksudnya yaitu pembahasan secara mendalam doktrin-doktrin agama islam dengan argumen rasionalnya yang nilainya berupaya mengadvokasi permasalahan kemasyarakatan. Dalam mengembangkan kajian dalam bidang ilmu teologi Islam, maka berbagai metodologi/pendekatan penelitiannya, dapat menggunakan beragam metodologi penelitian. Hal ini disesuaikan dengan aspek teologi apa (aspek tokoh teologi,; karya-karya para teolog; gagasan atau ide para teolog; sejarah perkembangan (tokoh-tokoh, karya-karya, dan gagasan para teolog); pengaruh timbal balik antar tokoh, karya-karya, dan gagasan para teolog dengan ipoleksosbudagama; perbandingan (tokoh, karya-karya, dan gagasan); dan selain hal yang tersebut didepan) yang akan diteliti oleh para pengkajinya.

Teologi Islam dan Problem Ketuhanan di Zaman Modern Masalah yang sedang dihadapi umat Islam pada zaman sekarang merupakan masalah yang sangat serius. Disamping masalah pemikiran, problem tentang ketuhanan pun menjadi tantangan yang harus di hadapi oleh umat Islam. masalah dan problem tersebut tidak lepas dari peranan bangsa Barat yang sangat gencar mempengaruhi pemikiran umat Islam. berbagai bidang ilmu pengetahhuan barat banyak dimasukan bahkan diaplikasikan dalam keilmuan Islam, diantaranya tentang teologi. Islam merupakan agama yang mempunyai peradaban ilmu paling maju dan banyak memberikan kontribusi kepada perkembangan ilmu pengetahuan yang ada di Barat. Dalam khazanah ilmu pengetahuan Islam sendiri, terdapat banyak macam bidang ilmu yang merupakan produk asli agama Islam. diantara bidang bidang ilmu tersebut adalah Ilmu Kalam atau istilah lain adalah teologi dan para teolog Islam biasa disebut dengan mutakallimin atau ahli kalam. Disebut Ilmu Kalam karena ilmu ini membahas tentang kalam atau wahyu Tuhan. Adapun kata teologi, merupakan istilah yang diambil dari Yunani dan terdiri dari dua kata yaitu theos yang berarti Tuhan dan logos yang berarti ilmu. Jadi, teologi merupakan ilmu tentang Tuhan atau ilmu ketuhanan. Adapun pokok pembahasan yang ada dalam teologi adalah Tuhan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya.[23] C. Sumber-sumber Pembahasan Teologi Islam Adapun sumber pembahasan yang digunakan untuk membangun Ilmu Teologi Islam menggunakan beberapa sumber, yaitu:[24] 1.Sumber yang ideal Yang dimaksud dengan sumber ideal adalah Quran dan Hadits yang didalamnya dapat memuat data yang berkaitan dengan objek kajian dalam Ilmu Tauhid. Misalnya, telah dimaklumi dalam ajaran agama, bahwa semua amal sholeh yang dilakukan oleh ketulusan hanya akan diterima oleh Allah SWT apabila didasari dengan akidah islam yang benar. Karena penyimpangan dari akidah yang benar berarti penyimpangan dari keimanan yang murni dari Allah. Dan penyimpangan dari keimanan berarti kekufuran kepada Allah SWT. Sedangkan Allah tidak akan menerima amal baik yang dilakukan oleh orang kafir, berapapun banyaknya amal yang dia kerjakan. Dalam hal ini Allah SWT berfirman: Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lau dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya. (QS. Al- Baqoroh : 217) 2.Sumber Historik Sumber historis adalah perkembangan pemikiran yang berkaitan dengan objek kajian ilmu tauhid, baik yang terdapat dalam kalangan internal umat islam maupun pemikiran eksternal yang masuk kedalam rumah tangga islam. Sebab, setelah Rosulullah saw wafat, islam menjadi tersebar, dan ini memungkinkan umat islam berkenalan dengan ajaran-ajaran, atau pemikiranpemikiran dari luar islam, misalnya dari Persia dan Yunani. Pemikiran yang berkembang dalam kalangan internal umat islam, antara lain: 1. Pelaku dosa besar. Masalah yang muncul, apakah masih ddihukumi sebagai mukmin atau tidak.

2. Al-Quran wahyu Allah. Apakah ia makhluk atau bukan, atau dengan kata lain, apakah AlQuran itu qadim atau hudus (baru). 3. Melihat Tuhan Allah. Apakah itu di dunia atau di akhirat, atau di akhirat saja, dan apakah dengan mata kepala ataukah dengan hati saja. 4. Sifat-sifat Tuhan. Apakah Tuhan memiliki sifat-sifat zati dan sifat afal (menurut konsepsi alsanusi,sifat-sifat manawiyah), ataukah Dia tidak layak diberi sifat-sifat tersebut. 5. Kepemimpinan setelah Rosulullah wafat, apakah ia harus dipegang oleh suku Qurays saja , atau apakah nabi Muhammad saw meninggalkan wasiat bagi seseorang dari ahlul bait untuk memimpin umatnya ataukah tidak atau bahwa pemimpin itu harus dipilih berdasar musyawaroh, atau menurut keputusan ahlul hall wal aqdi. 6. Takwil terhadap ayat-ayat mutasyabihat. Apakah diperbolehkan mengadakan takwil atau tidak. Misalnya: Janganlah kamu sembah disamping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (QS. Al-Qashas : 88) Pemikiran eksternal yang masuk kedalam rumah tangga Islam saat itu, dan melahirkan persoalan teologi yang berkenaan dengan perbuatan baik dan buruk. Apakah Tuhan Allah menciptakan baik dan yang terbaik saja (al-salah wa al aslah) untuk manusia? Atau, Tuhan wajib menciptakan yang baik dan yang terbaik saja bagi manusia sebab jika tidak demikian maka Dia tidak adil (dhalim), dan itu mustahil bagi-Nya. Pendapat diatas diteruskan dengan pendapatnya, bahwa Tuhan tidak menciptakan yang jahat. Jahat dan buruk, pada hakikatnya, ciptaan manusia sendiri dan dia harus bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukannya. Seperti, pemikiran dari Zoroaster dan filsafat Yunani. Ini yang pada saat itu nampaknya lebih domonan dibanding dari pemikiran-penikiran lainnya. D. Metode Pembahasan Studi Teologi islam Ada dua metode atau cara pembahasan Ilmu Tauhid, yakni: 1. Menggunakan dalil naqli Pada dasarnya inti pokok ajara Al-Quran adalah tauhid, nabi Muhammad saw diutus Allah kepada umat manusia adalah juga untuk mendengarkan ketauhidan tersebut, karena itu ilmu tauhid yang terdapat didalam Al-Quran dipertegas dan diperjelas oleh Rosulullah saw dalam haditsnya. Penegasan Allah dalam Al-Quran yang mengatakan bahwa Allah itu Maha Esa antara lain: Katakanlah Dia-lah Allah, yang Maha Esa; Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan diperanakkan. Dan tidak ada serangpun yang setara dengan Dia. (QS. Al-Ikhlas : 1-4) Keesaan Allah SWT tidak hanya pada zat-nyatapi juga esa pada sifat dan afal (perbuatan)-Nya. Yang dimaksud Esa pada zat adalah Zat Allah itu tidak tersusun dari beberapa bagian. Esa pada sifat berarti sifat Allah tidak sama dengan sifat-sifat yang lain dan tak seorangpun mempunyai sifat sebagaimana sifat Allah SWT. 2.Menggunakan Dalil Aqli Penggunaan metode rasional adalah salah satu usaha untuk menghindari keyakinan yang didasarkan atas taklid saja. Seperti telah disebutkan dalam pembahasan terdahulu bahwa iman

yang diperoleh secara taklid mudah terkena sikap ragu-ragu dan mudah goyah apabila berhadapan dengan hujjah yang lebih kuat dan lebih mapan. Karena itu ulama sepakat melarang sikap taklid didalam beriman. Orang harus melakukan nalar dan penalaran baik dengan memakai dalil aqli maupun dalil naqli. Didalam Al-Quran banyak ditemukan ayat yang mengkritik sikap taklid ini, antara lain: apabila dikatakan kepada mereka, marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rosul-Nya. Mereka menjawab, cukuplah bagi kami apa yang kita dapatkan dari bapak-bapak kami, meskipun bapak-bapak mereka tidakmengetahui apa-apa (tidak punya hujjah yang kuat) dan tidak mendapat petunjuk. (QS Al- Maidah : 104) Ayat ini mengandung kritikan terhadap sikap yang hanya ikut-ikutan sedangkan nenek moyang yang diikutinya tidak memiliki hujjah yang kuat bagi keyakinannya. Dalam hukum akal dijelaskan, apabila kita menerima suatu keterangan, maka akal kita tentu akan menerima dengan salah suatu pendapat atau keputusan hukum, seperti: 1. Membenarkan dan mempercayainya (wajib aqli) 2. Mengingkari dan tidak mempercayainya (muhal atau mustahil) 3. Memungkinkan (jaiz) Adapun dalam hal keyakinan, teori keyakinan membagi tipe keyakinan ada tiga, yaitu: 1. Keyakinan itu ada dua, sentral dan periferal, 2. Makin sentral sebuah keyakinan, ia makin dipertahankan untuk tidak berubah, 3. Jika terjadi perubahan pada keyakinan sentral, maka sistem keyakinan yang lainnya akan ikut berubah.

E. Hubungan Ilmu Teologi, Filsafat Islam dan Tasawuf Teologi Islam sebagai sebuah disiplin ilmu yang subjek matternya adalah ketuhanan, berada satu rumpun dengan disiplin ilmu pemikiran dalam islam (Teologi Islam, Filsafat dan Tasawuf), memiliki hubungan yang dapat di klasifikasikan dalam: 1. Dalam argumentasinya filasafat dibangun di atas dasar logika, sehingga hasil kajianya spekulatif. Sedangkan ilmu Teologi sebagai ilmu yang menggunakan logika di samping argumentasi naqliyah berfungsi untuk mempertahankan keyakinan-keyakinan agama yang sangat tampak nilai apologinya. Teologi berisi keyakinan kebenaran agama yang di pertahankan melalui argumen-argumen rasional. Ilmu Tasawuf adalahh ilmu yang lebih menekankan rasa, intuisi, atau ilham dan inspirasi yang datang dari tuhan pada rasio sehingga bersifat subyektif. 2. Di pandang dari obyek kajianya ilmu teologi adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan denganya. Filsafat mengkaji masalah ketuhanan di samping masalh alam, manusia, dan segala sesuatu yang ada. Sementara kajian tasawuf adalah tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan pada-Nya. Di pandang dari hal ini ketiga di siplin ilmu ini membahas maslah tentang ketuhanan. 3. Dalam masalah kebenaran, ilmu teologi dengan metodenya sendiri berusaha mencari kebenaran tentang tuhan dan yang berkaitan denganya. Filsafat dengan wataknya sendiri,berusaha menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun manusia atau tentang tuhan. Tasawuf dengan metodenya juga berusaha menghampiri kebenaran yang berkaitan dengan perjalanan spritual.

4. Di lihat dari aspek aksiologi, teologi berperan sebagai ilmu yang mengajak orang yang baru untuk mengenal rasio sebagai upaya mengenal tuhan secara rasional. Adapun filsafat, lebih berperan sebagai ilmu yang mengajak kepada orang yang mempuyai rasio secara prima untuk mengenal tuhan secara lebih bebas melalui pengamatan dan kajian alam dan ekosistemnya langsung. Sedangkan tasawuf lebih berperan sebagai ilmu yang memberi kepuasan kepada oarnga telah melepaskan rasionya secara bebas karena tidak memperoleh apa yang di carinya, selain itu tasawuf berfungsi muatan rohaniah terhadap teologi dan filsafat. Tapi, sebagian orang memandang ketiganya memiliki jenjang tertentu. Pertam ilmu teologi islam, kemudian filsafat dan tasawuf. Jadi merupaka kekeliruan jika dialektika kefilsatan atau tasawuf teoretis diperkenalkan kepada masyarakat awam karena akan berdampak pada terjadinya rational jaumping. F. Manfaat Studi Teologi Islam Teologi Islam merupakan salah satu dari tiga pondasi Islam dan pemahamanya harus ada dalam diri seseorang manusia yang beriman. Sedangkan iman itu di nyatakan pertama nutqun bil lisan (menyatakan keislam secaralisan) harus berlandaskan ilmu yang kuat yang di antaranya adalah ilmu kalam ini. Kedua, amalu bil arkan(melaksanakan keislaman secara fisik) dengan berlandaskan ilmu yang hak di antaranya ilmu fiqh. Ketiga tashdiqu bil qolbi (membenarkan islam dengan hatinya). Harus berpangkkal dengan ilmu batin yang benar dan yang membenarkan adalah iomu tasawuf. Dari itu, mempelajari ilmu teologi sangat urgen karena dapat memberikan landasan kuat bagi kebenaran kayakinan keberislaman atau keberagamaan seseorang. Dalam hal ini menjadi kekuatan keimanan seseorang muslim. Aspek lain, ketuhanan merambah dan mengisi pada berbagai organisasi tertentu sehingga menyebabkan timbulnya konflik, dengan ilmu teologi ini mengkaji tentang kebenaran tentang ketuhanan sehingga konflik tersebut dapat di atasi, dan tidak mendiskriminasikan antara satu aliran dengan aliran yang lain. Akhir-akhir ini, teologi islam sebagai sebuah aksiologi, telah banyak di tulis. Tulisan itu di maksudkan mengadvokasi berbagai ketimpangan sosial baik aspek sosial keperempuan, seperti teologi gender dll. Dengan teologi ini di harapkan ketimpangan sosial yang terjadi dapat tereleminasi atau kalo mungkin teratasi secara baik dan benar. BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan Teologi islam adalah ilmu yang membahas aspek ketuhanan dan segala sesuatu yang berkait dengan-Nya Ruang lingkupnya, Hal-hal yang berhubungan dengan Allah SWT atau yang sering disebut dengan istilah Mabda, berkenaan dengan utusan Allah dan samiyyat. Teologi Islam berdasarkan Al-quran, Al-hadist dan sumber historis (perkembangan pemikiran yang berkaitan dengan objek kajian ilmu tauhid) Dengan mempelajari Teologi Islam ini di harapkan agar mengetahui kebenaran-kebenaran yang

menjadi dan kebenaran tentang ketuhanan dan ketimpangan sosial yang terjadi dapat tereleminasi atau kalau mungkin teratasi secara baik dan benar. b. Saran Sudah sepantasnya kita sebagai orang Islam mengethui adanya aliran-aliran dalam Islam, dan mungkin makalah sangat cocok bagi kita untuk di jadikan sebagai pegangan dalam pembelajaran tentang ilmu kalam atau tentang ketuhanan, apalagi kita brada di ingkungan bebas yang di situ banyak aliran-aliran dan pemikiran menyimpang. Daftar Pustaka Abduh, Muhammad, Terj Risalah tauhid, Firdaus A.N, Bulan Bintang, jakarta 1979, Hanafi Ahmad, Pengantar Teologi Islam, Pustaka Alhusna Baru, Jakarta 2003. Majdid Fakhry, The History of Islsmic Philoshopy, Columbia university, press Netwyor ,1983. Rozak, Abdul. Anwar,Rosihan, Ilmu Kalam, CV Pustaka Setia, Bandung, 2006. Sarkowi, Teologi Islam Klasik, ReSIST Literacy, Malang Cet I 2010.
http://rumahradhen.wordpress.com/materi-kuliahku/islam/teologi-ketuhanan/

KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM


Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI)

Disusun Oleh : 1. Arif Widiyanto 2. Basuki Rahmat ( 32 11 1002 ) ( 32 11 1018 ) Teknik Informatika C Semester I

POLITEKNIK SAWUNGALIH AJI PURWOREJO 2011


KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji hanya bagiNya. Semoga sholawat beserta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya, dan juga kepada para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Puji syukur Alhamdulilah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan segala rahmat,hidayah,inayah-Nya.Sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan lancar. Makalah dengan judul KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM sebagai tugas mata kuliah Agama. Dalam penulisan makalah ini kami bayak menerima bantuan bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak.Pada kesempatan ini ,kami tidak lupa mngucapkan terima kasih yang sedalam- dalamnnya kepada: 1. Bapak H.Mulyadi selaku direktur Politeknik Sawunggalih Aji Purworejo. 2. 3. 4. Bapak Nasrudin selaku guru mata kuliah agama. Orang tua kami yang telah memberikan bantuan materiil dan spirtual. Teman-teman kami di Politeknik Sawunggalih Aji Purworejo umumnya dan kelas TIC khususnya atas segala bantuannya. Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa Politeknik Sawunggalih Aji Purworejo khususnya kelas TI C. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, karena masih banyak kekurangan dan kesalahan. Maka penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk meyempurnakan makalah ini. Dengan makalah ini, penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi penulis serta pembaca pada umumnya. Purworejo, November 2011 03

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan BAB I TUHAN MENURUT AJARAN ISLAM A. Siapakah Tuhan itu? B. Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan C. Tuhan Menurut Agama-agama Wahyu D. Pembuktian Wujud Tuhan BAB II KEIMANAN DAN IMPLIKASI TAUHID DALAM ISLAM A. Pengertian Iman B. Wujud Iman C. Proses Terbentuknya Iman D. Tanda-tanda Orang Beriman E. Korelasi Keimanan dan Ketakwaan F. Problematika, Tantangan, dan Resiko dalam Kehidupan Modern G. Peran Iman dan Takwa dalam Menjawa Problema dan Tantangan Kehidupan Modern BAB III KETAQWAAN DAN IMPLIKASINYA DALAM KEHIDUPAN A. Pengertian B. Beberapa Ciri-ciri Orang Bertaqwa Dalam Alquran C. Taqwa Dan Implikasi Kemanusiaan D. Ruang Lingkup Taqwa PENUTUP DAFTAR PUSTAKA

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pembicaraan tentang Tuhan merupakan pembicaraan yang menyedot pemikiran manusia sejak jaman dahulu kala. Manusia senantiasa bertanya tentang siapa di balik adanya alam semesta ini. Apakah alam semesta terjadi dengan sendirinya ataukah ada kekuatan lain yang mengatur alam semesta ini. Bertitik-tolak dari keinginan manusia untuk mengetahui keberadaan alam semesta ini, maka manusia mencoba mengkajinya sesuai dengan kemampuan akal yang dimilikinya.

Hasil dari kajian-kajian yang dilakukan, manusia sejak jaman primitif sudah mempercayai adanya kekuatan lain di luar diri manusia yang disebut dengan Tuhan. Namun, kepercayaan kepada adanya Tuhan berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena perbedaan tingkat kemampuan akal manusia. Menurut Ibnu Thufail yang menulis kisah novel Hayy bin Yaqdzan mengatakan bahwa manusia dengan akalnya mampu mempercayai adanya Tuhan.1 Demikian juga para pemikir dari semua aliran teologi dalam Islam seperti Mutazilah, Asyariyah, Maturidiyah Bukhara dan Samarkand berpendapat bahwa mengetahui Tuhan dapat diketahui melalui akal.2 Mengingat kepercayaan terhadap Tuhan berbeda-beda, lantas apakah semua Tuhan yang dipercayai oleh manusia merupakan Tuhan yang Haq (benar), dan bagaimana cara mengetahui Tuhan yang Haq (benar) tersebut? Tulisan ini akan menjelaskan tentang Tuhan yang Haq (benar) dalam perspektif Islam, dan menguji Tuhan-Tuhan yang ada dalam kepercayaan manusia di luar Islam. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, terkait dengan pembahasan KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM, maka masalah yang timbul dirumuskan berikut ini. 1. Tuhan menurut ajaran Islam, 2. Keimanan dan Implikasi Tauhid dalam Islam, 3. Ketaqwaan dan Implikasinya dalam kehidupan. C. Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui: 1. Tuhan menurut ajaran Islam, 2. Keimanan dan Implikasi Tauhid dalam Islam, 3. Ketaqwaan dan Implikasinya dalam kehidupan

BAB I TUHAN MENURUT AJARAN ISLAM A. Siapakah Tuhan itu?


Perkataan ilah, yang diterjemahkan Tuhan, dalam Al-Quran dipakai untuk menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS 45 (Al-Jatsiiyah): 23, yaitu: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya.? Dalam QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan ilah dipakai oleh Firaun untuk dirinya sendiri: Dan Firaun berkata: Wahai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun benda nyata (Firaun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataanilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna:ilaahaini), dan banyak (jama: aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut: Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian. Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut: Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin, 1989:56) Atas dasar definisi ini, Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan manusia. Yang pasti, manusia tidak mungkin ateis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika Al-Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka. Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat la ilaaha illa Allah. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu tidak ada Tuhan, kemudian baru diikuti dengan penegasan melainkan Allah. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah.

B. Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan I. Pemikiran Barat


Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian

rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan Javens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut:

Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama yang berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti (India). Mana adalah kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan pancaindera. Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Meskipun nama tidak dapat diindera, tetapi ia dapat dirasakan pengaruhnya.

Animisme
Masyarakat primitif pun mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan kebutuhan roh. Sajisajian yang sesuai dengan saran dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.

Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yangmembidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya.

Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan ( Ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan Tingkat Nasional).

Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga paham, yaitu: deisme, panteisme, dan teisme.

a) Deisme yaitu suatu paham yang berpendapat bahwa Tuhan sebagai pencipta alam berada di luar alam. Tuhan menciptakan alam dengan sempurna dank arena telah sempurna, maka alam bergerak menurut hokum alam. Antara alam dengan Tuhan sebagai penciptanya tidak tidak lagi mempunyai kontak. Ajaran Tuhan yang dikenal dengan wahyu tidak lagi diperlukan manusia. Dengan akal manusia mampu menanggulangi kesulitan hidupnya. b) Panteisme berpendapat bahwa Tuhan sebagai pencipta alam ada bersama alam. Di mana adal alam di situ ada Tuhan. Alam sebagai ciptaan Tuhan merupakan bagian daripada-Nya. Tuhan ada di mana-mana, bahkan setiap bagian dari alam adalah Tuhan. c) Teisme (eklektisme) berpendapat bahwa Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta alam berada di luar alam. Tuhan tidak bersama alam dan Tuhan tidak ada di alam. Namun Tuhan selalu dekat

dengan alam. Tuhan mempunyai peranan terhadap alam sebagai ciptaan-Nya. Tuhan adalah pengatur alam. Tak sedikit pun peredaran alam terlepas dari control-Nya. Alam tidak bergerak menurut hokum alam, tetapi gerak alam diatur oleh Tuhan.
Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa orang-orang yang berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung dan sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang lain. Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat mulai menantang evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme dan monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan (Zaglul Yusuf, 1993:26-27).

1.

2.

3.

4.

II. Pemikiran Umat Islam Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, atau Ilmu Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW. Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara keduanya. Ketiga corak pemikiran ini telah mewarnai sejarah pemikiran ilmu ketuhanan dalam Islam. Satu hal yang perlu diingat, bahwa masih-masing menggunakan akal pikiran atau logika dalam mempertahankan pendapat mereka. Hal ini perlu ditekankan, sebab satu hal pokok yang menyebabkan kemunduran umat Islam ialah kurangnya penggunaan kemampuan akal pikirannya dalam mengkaji nilai-nilai yang menurut pemikiran manusia atau nilai yang murni bersumber dari ajaran Islam yakni al-Quran dan Sunnah Rasul. Di antara aliran pemikiran tentang Tuhan adalah : Aliran Mutazilah yang merupakan kum rasionalis di kalangan muslim, serta menekankan pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajarandan keimanan dalam Islam. Orang Islam yang berbuat dosa besar, tidak kafir dan tidak mukmin. Ia berada di antara posisi mukmin dan kafir (manzilah bainal manzilatain). Dalam menganalisis ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika Yunani, satu sistem teologi untuk mempertahankan kedudukan keimanan. Hasil dari paham Mutazilah yang bercorak rasional ialah muncul abad kemajuan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun kemajuan ilmu pengetahuan akhirnya menurun dengan kalahnya mereka dalam perselisihan dengan kaum Islam ortodoks. Mutazilah lahir sebagai pecahan dari kelompok Qadariah, sedang Qadariah adalah pecahan dari Khawariji. Qadariah yang berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak atau berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin dan hal itu yang menyebabkan manusia harus bertanggungjawab atas perbuatannya. Berbeda dengan Qadariah, kelompok Jabariah yang merupakan pecahan dari Murjiah berteori bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan. Kelompok yang tidak sependapat dengan Mutazilah mendirikan kelompok sendiri, yakni kelompok Asyariyah dan Maturidiniayah yang pendapatnya berada di antara Qadariah dan Jabariah.

Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam kalangan umat islam periode masa lalu. Pada prinsipnya aliran-aliran tersebut di atas tidak bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Oleh karena itu umat Islam yang memilih aliran mana saja diantara aliran-aliran tersebut sebagai teologi mana yang dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar dari islam. Menghadapi situasi dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini, umat Islam perlu mengadakan koreksi ilmu berlandaskan al-Quran dan Sunnah Rasul, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu.

C. Tuhan Menurut Agama-agama Wahyu


Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan dan pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab Tuhan merupakan sesuatu yang ghaib, sehingga informasi tentang Tuhan yang hanya berasal dari manusia biarpun dinyatakan sebagai hasil renungan maupun pemikiran rasional, tidak akan benar. Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain tertera dalam: QS 21 (Al-Anbiya): 92, Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah adalah satu, yaitu agama Tauhid. Oleh karena itu seharusnya manusia menganut satu agama, tetapi mereka telah berpecah belah. Mereka akan kembali kepada Allah dan Allah akan menghakimi mereka. Ayat tersebut di atas memberi petunjuk kepada manusia bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan konsep tentang ajaran ketuhanan sejak zaman dahulu hingga sekarang. Melalui Rasul-rasul-Nya, Allah memperkenalkan dirinya melalui ajaran-Nya, yang dibawa para Rasul, Adam sebagai Rasul pertama dan Muhammad sebagai terakhir. Jika terjadi perbedaan-perbedaan ajaran tentang ketuhanan di antara agama-agama adalah karena perbuatan manusia. Ajaran yang tidak sama dengan konsep ajaran aslinya, merupakan manipulasi dan kebohongan manusia yang teramat besar. QS 5 (Al-Maidah):72, Al-Masih berkata: Hai Bani Israil sembahlah Allah Tuhaku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti mengharamkan kepadanya syurga, dan tempat mereka adalah neraka. QS 112 (Al-Ikhlas): 1-4, Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia. Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah. Kata Allah adalah nama isim jumid atau personal name. Merupakan suatu pendapat yang keliru, jika nama Allah diterjemahkan dengan kata Tuhan, karena dianggap sebagai isim musytaq. Tuhan yang haq dalam konsep al-Quran adalah Allah. Hal ini dinyatakan antara lain dalam surat Ali Imran ayat 62, surat Shad 35 dan 65, surat Muhammad ayat 19. Dalam al-quran diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang diberikan kepada Nabi sebelum Muhammad adalah Tuhan Allah juga. Perhatikan antara lain surat Hud ayat 84 dan surat al-Maidah ayat 72. Tuhan Allah adalah esa sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Ankabut ayat 46, Thaha ayat 98, dan Shad ayat 4. Dengan mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas, maka menurut informasi al-Quran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan adalah sebutan Allah, dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi melainkan melalui wahyu yang datang dari Allah. Hal ini berarti konsep tauhid telah ada sejak datangnya Rasul Adam di muka bumi. Esa menurut al-Quran adalah esa yang sebenar-benarnya esa, yang tidak berasal dari bagian-bagiandan tidak pula dapat dibagi menjadi bagian-bagian. Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa Allah harus menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan dan ucapannya. Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran memberi petunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang lain selain Allah dan hal itu akan kelihatan dalam sikap dan praktik menjalani kehidupan.

D. Pembuktian Wujud Tuhan 1. Metode Pembuktian Ilmiah


Tantangan zaman modern terhadap agama terletak dalam masalah metode pembuktian. Metode ini mengenal hakikat melalui percobaan dan pengamatan, sedang akidah agama berhubungan dengan alam di luar indera, yang tidak mungkin dilakukan percobaan (agama didasarkan pada analogi dan induksi). Hal inilah yang menyebabkan menurut metode ini agama batal, sebab agama tidak mempunyai landasan ilmiah. Sebenarnya sebagian ilmu modern juga batal, sebab juga tidak mempunyai landasan ilmiah. Metode baru tidak mengingkari wujud sesuatu, walaupun belum diuji secara empiris. Di samping itu metode ini juga tidak menolak analogi antara sesuatu yang tidak terlihat dengan sesuatu yang telah diamati secara empiris. Hal ini disebut dengan analogi ilmiah dan dianggap sama dengan percobaan empiris. Suatu percobaan dipandang sebagai kenyataan ilmiah, tidak hanya karena percobaan itu dapat diamati secara langsung. Demikian pula suatu analogi tidak dapat dianggap salah, hanya karena dia analogi. Kemungkinan benar dan salah dari keduanya berada pada tingkat yang sama. Percobaan dan pengamatan bukanlah metode sains yang pasti, karena ilmu pengetahuan tidak terbatas pada persoalan yang dapat diamati dengan hanya penelitian secara empiris saja. Teori yang disimpulkan dari pengamatan merupakan hal-hal yang tidak punya jalan untuk mengobservasi. Orang yang mempelajari ilmu pengetahuan modern berpendapat bahwa kebanyakan pandangan pengetahuan modern, hanya merupakan interpretasi terhadap pengamatan dan pandangan tersebut belum dicoba secara empiris. Oleh karena itu banyak sarjana percaya padanya hakikat yang tidak dapat diindera secara langsung. Sarjana mana pun tidak mampu melangkah lebih jauh tanpa berpegang pada kata-kata seperti: Gaya (force), Energy, alam (nature), dan hukum alam. Padahal tidak ada seorang sarjana pun yang mengenal apa itu: Gaya, energi, alam, dan hukum alam. Sarjana tersebut tidak mampu memberikan penjelasan terhadap kata-kata tersebut secara sempurna, sama seperti ahli teologi yang tidak mampu memberikan penjelasan tentang sifat Tuhan. Keduanya percaya sesuai dengan bidangnya pada sebab-sebab yang tidak diketahui. Dengan demikian tidak berarti bahwa agama adalah iman kepada yang ghaib dan ilmu pengetahuan adalah percaya kepada pengamatan ilmiah. Sebab, baik agama maupun ilmu pengetahuan kedua-duanya berlandaskan pada keimanan pada yang ghaib. Hanya saja ruang lingkup agama yang sebenarnya adalah ruang lingkup penentuan hakikat terakhir dan asli, sedang ruang lingkup ilmu pengetahuan terbatas pada pembahasan ciri-ciri luar saja. Kalau ilmu pengtahuan memasuki bidang penentuan hakikat, yang sebenarnya adalah bidang agama, berarti ilmu pengetahuan telah menempuh jalan iman kepada yang ghaib. Oleh sebab itu harus ditempuh bidang lain. Para sarjana masih menganggap bahwa hipotesis yang menafsirkan pengamatan tidak kurang nilainya dari hakikat yang diamati. Mereka tidak dapat mengatakan: Kenyataan yang diamati adalah satusatunya ilmu dan semua hal yang berada di luar kenyataan bukan ilmu, sebab tidak dapat diamati. Sebenarnya apa yang disebut dengan iman kepada yang ghaib oleh orang mukmin, adalah iman kepada hakikat yang tidak dapat diamati. Hal ini tidak berarti satu kepercayaan buta, tetapi justru merupakan interpretasi yang terbaik terhadap kenyataan yang tidak dapat diamati oleh para sarjana. 2. Keberadaan Alam Membuktikan Adanya Tuhan Adanya alam serta organisasinya yang menakjubkan dan rahasianya yang pelik, tidak boleh tidak memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu kekuatan yang telah menciptakannya, suatu Akal yang tidak ada batasnya. Setiap manusia normal percaya bahwa dirinya ada dan percaya pula bahwa alam ini ada. Dengan dasar itu dan dengan kepercayaan inilah dijalani setiap bentuk kegiatan ilmiah dan kehidupan.

Jika percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika harus percaya tentang adanya Pencipta Alam. Pernyataan yang mengatakan: <<Percaya adanya makhluk, tetapi menolak adanya Khaliq>> adalah suatu pernyataan yang tidak benar. Belum pernah diketahui adanya sesuatu yang berasal dari tidak ada tanpa diciptakan. Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada penyebabnya. Oleh karena itu bagaimana akan percaya bahwa alam semesta yang demikian luasnya, ada dengan sendirinya tanpa pencipta? 3. Pembuktian Adanya Tuhan dengan Pendekatan Fisika Sampai abad ke-19 pendapat yang mengatakan bahwa alam menciptakan dirinya sendiri (alam bersifat azali) masih banyak pengikutnya. Tetapi setelah ditemukan hukum kedua termodinamika (Second law of Thermodynamics), pernyataan ini telah kehilangan landasan berpijak. Hukum tersebut yang dikenal dengan hukum keterbatasan energi atau teori pembatasan perubahan energi panas membuktikan bahwa adanya alam tidak mungkin bersifat azali. Hukum tersebut menerangkan bahwa energi panas selalu berpindah dari keadaan panas beralih menjadi tidak panas. Sedang kebalikannya tidak mungkin, yakni energi panas tidak mungkin berubah dari keadaan yang tidak panas menjadi panas. Perubahan energi panas dikendalikan oleh keseimbangan antara energi yang ada dengan energi yang tidak ada. Bertitik tolak dari kenyataan bahwa proses kerja kimia dan fisika di alam terus berlangsung, serta kehidupan tetap berjalan. Hal itu membuktikan secara pasti bahwa alam bukan bersifat azali. Seandainya alam ini azali, maka sejak dulu alam sudah kehilangan energinya, sesuai dengan hukum tersebut dan tidak akan ada lagi kehidupan di alam ini. Oleh karena itu pasti ada yang menciptakan alam yaitu Tuhan. 4. Pembuktian Adanya Tuhan dengan Pendekatan Astronomi Benda alam yang paling dekat dengan bumi adalah bulan, yang jaraknya dari bumi sekitar 240.000 mil, yang bergerak mengelilingi bumi dan menyelesaikan setiap edarannya selama dua puluh sembilan hari sekali. Demikian pula bumi yang terletak 93.000.000.000 mil dari matahari berputar pada porosnya dengan kecepatan seribu mil per jam dan menempuh garis edarnya sepanjang 190.000.000 mil setiap setahun sekali. Di samping bumi terdapat gugus sembilan planet tata surya, termasuk bumi, yang mengelilingi matahari dengan kecepatan luar biasa. Matahari tidak berhenti pada suatu tempat tertentu, tetapi ia beredar bersama-sama dengan planetplanet dan asteroid mengelilingi garis edarnya dengan kecepatan 600.000 mil per jam. Di samping itu masih ada ribuan sistem selain sistem tata surya kita dan setiap sistem mempunyai kumpulan atau galaxy sendiri-sendiri. Galaxy-galaxy tersebut juga beredar pada garis edarnya. Galaxy dimana terletak sistem matahari kita, beredar pada sumbunya dan menyelesaikan edarannya sekali dalam 200.000.000 tahun cahaya. Logika manusia dengan memperhatikan sistem yang luar biasa dan organisasi yang teliti, akan berkesimpulan bahwa mustahil semuanya ini terjadi dengan sendirinya, bahkan akan menyimpulkan bahwa di balik semuanya itu ada kekuatan maha besar yang membuat dan mengendalikan sistem yang luar biasa tersebut, kekuatan maha besar tersebut adalah Tuhan. Metode pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan penghayatan keserasian alam tersebut oleh Ibnu Rusyd diberi istilah dalil ikhtira. Di samping itu Ibnu Rusyd juga menggunakan metode lain yaitu dalil inayah. Dalil inayah adalah metode pembuktian adanya Tuhan mela lui pemahaman dan penghayatan manfaat alam bagi kehidupan manusia (Zakiah Daradjat, 1996:78-80).

BAB II KEIMANAN DAN IMPLIKASI TAUHID DALAM ISLAM A. Pengertian Iman Kebanyakan orang menyatakan bahwa kata iman berasal dari kata kerja amina-yumanuamanan yang berarti percaya. Oleh karena itu, iman yang berarti percaya menunjuk sikap batin yang terletak dalam hati. Akibatnya, orang yang percaya kepada Allah dan selainnya seperti yang ada dalam rukun iman, walaupun dalam sikap kesehariannya tidak mencerminkan ketaatan dan kepatuhan (taqwa) kepada yang telah dipercayainya, masih disebut orang yang beriman. Hal itu disebabkan karena adanya keyakinan mereka bahwa yang tahu tentang urusan hati manusia adalah Allah dan dengan membaca dua kalimah syahadat telah menjadi Islam. Dalam surah al-Baqarah ayat 165 dikatakan bahwa orang yang beriman adalah orang yang amat sangat cinta kepada Allah (asyaddu hubban lillah). Oleh karena itu beriman kepada Allah berarti amat sangat rindu terhadap ajaran Allah, yaitu Al-Quran menurut Sunnah Rasul. Hal itu karena apa yang dikehendaki Allah, menjadi kehendak orang yang beriman, sehingga dapat menimbulkan tekad untuk mengorbankan segalanya dan kalau perlu mempertaruhkan nyawa. Dalam hadits diriwayatkan Ibnu Majah Atthabrani, iman didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan (Al-Immaanu aqdun bil qalbi waigraarun billisaani waamalun bil arkaan). Dengan demikian, iman merupakan kesatuan atau keselarasan antara hati, ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup. Istilah iman dalam al-Quran selalu dirangkaikan dengan kata lain yang memberikan corak dan warna tentang sesuatu yang diimani, seperti dalam surat an-Nisa:51 yang dikaitkan dengan jibti (kebatinan/idealisme) dan thaghut(realita/naturalisme). Sedangkan dalam surat alAnkabut: 52 dikaitkan dengan kata bathil, yaitu walladziina aamanuu bil baathili. Bhatil berarti tidak benar menurut Allah. Dalam surat lain iman dirangkaikan dengan kata kaafir atau dengan kata Allah. Sementara dalam al-Baqarah: 4, iman dirangkaikan dengan kata ajaran yang diturunkan Allah (yuminuuna bimaa unzila ilaika wamaa unzila min qablika). Kata iman yang tidak dirangkaikan dengan kata lain dalam al-Quran, mengandung arti positif. Dengan demikian, kata iman yang tidak dikaitkan dengan kata Allah atau dengan ajarannya, dikatakan sebagai iman haq. Sedangkan yang dikaitkan dengan selainnya, disebut iman bathil. B. Wujud Iman Akidah Islam dalam al-Quran disebut iman. Iman bukan hanya berarti percaya, melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat. Oleh karena itu lapangan iman sangat luas, bahkan mencakup segala sesuatu yang dilakukan seorang muslim yang disebut amal saleh. Seseorang dinyatakan iman bukan hanya percaya terhadap sesuatu, melainkan kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai dengan keyakinan. Karena itu iman bukan hanya dipercayai atau diucapkan, melainkan menyatu secara utuh dalam diri seseorang yang dibuktikan dalam perbuatannya.

Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama Islam. Ia merupakan keyakinan yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan atau amal. Seseorang dipandang sebagai muslim atau bukan muslim tergantung pada akidahnya. Apabila ia berakidah Islam, maka segala sesuatu yang dilakukannya akan bernilai sebagai amaliah seorang muslim atau amal saleh. Apabila tidak beraqidah, maka segala amalnya tidak memiliki arti apa-apa, kendatipun perbuatan yang dilakukan bernilai dalam pendengaran manusia. Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat dengan segala aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu menjadi seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran Islam. Seluruh hidupnya didasarkan pada ajaran Islam. C. Proses Terbentuknya Iman Spermatozoa dan ovum yang diproduksi dan dipertemukan atas dasar ketentuan yang digariskan ajaran Allah, merupakan benih yang baik. Allah menginginkan agar makanan yang dimakan berasal dari rezeki yang halalanthayyiban. Pandangan dan sikap hidup seorang ibu yang sedang hamil mempengaruhi psikis yang dikandungnya. Ibu yang mengandung tidak lepas dari pengaruh suami, maka secara tidak langsung pandangan dan sikap hidup suami juga berpengaruh secara psikologis terhadap bayi yang sedang dikandung. Oleh karena jika seseorang menginginkan anaknya kelak menjadi mukmin yang muttaqin, maka isteri hendaknya berpandangan dan bersikap sesuai dengan yang dikehendaki Allah. Benih iman yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pemupukan yang berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak disertai pemeliharaan yang intensif, besar kemungkinan menjadi punah. Demikian pula halnya dengan benih iman. Berbagai pengaruh terhadap seseorang akan mengarahkan iman/kepribadian seseorang, baik yang datang dari lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan, maupun lingkungan termasuk benda-benda mati seperti cuaca, tanah, air, dan lingkungan flora serta fauna. Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung, baik yang disengaja maupun tidak disengaja amat berpengaruh terhadap iman seseorang. Tingkah laku orang tua dalam rumah tangga senantiasa merupakan contoh dan teladan bagi anak-anak. Tingkah laku yang baik maupun yang buruk akan ditiru anak-anaknya. Jangan diharapkan anak berperilaku baik, apabila orang tuanya selalu melakukan perbuatan yang tercela. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda, Setiap anak, lahir membawa fitrah. Orang tuanya yang berperan menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Pada dasarnya, proses pembentukan iman juga demikian. Diawali dengan proses perkenalan, kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal ajaran Allah adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika seseorang tidak mengenal ajaran Allah, maka orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah. Seseorang yang menghendaki anaknya menjadi mukmin kepada Allah, maka ajaran Allah harus diperkenalkan sedini mungkin sesuai dengan kemampuan anak itu dari tingkat verbal sampai tingkat pemahaman. Bagaimana seorang anak menjadi mukmin, jika kepada mereka tidak diperkenalkan al-Quran. Di samping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan, karena tanpa pembiasaan, seseorang bisa saja semula benci berubah menjadi senang. Seorang anak harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya, agar kelak setelah dewasa menjadi senang dan terampil dalam melaksanakan ajaran-ajaran Allah.

Berbuat sesuatu secara fisik adalah satu bentuk tingkah laku yang mudah dilihat dan diukur. Tetapi tingkah laku tidak terdiri atas perbuatan yang tampak saja. Di dalamnya tercakup juga sikap-sikap mental yang tidak selalu mudah ditanggapi kecuali secara fisik langsung (misalnya, melalui ucapan atau perbuatan yang diduga dapat menggambarkan sikap mental tersebut), bahkan secara tidak langsung itu adakalanya cukup sulit menarik kesimpulan yang teliti. Di dalam tulisan ini dipergunakan istilah tingkah laku dalam arti luas dan dikaitkan dengan nilai-nilai hidup, yakni seperangkat nilai yang diterima oleh manusia sebagai nilai yang penting dalam kehidupan, yaitu iman. Yang dituju adalah tingkah laku yang merupakan perwujudan nilai-nilai hidup tertentu, yang disebut tingkah laku terpola. Dalam keadaan tertentu, sifat, arah, dan intensitas tingkah laku dapat dipengaruhi melalui campur tangan secara langsung, yakni dalam bentuk intervensi terhadap interaksi yang terjadi. Dalam hal ini dijelaskan beberap prinsip dengan mengemukakan implikasi metodologinya, yaitu: 1. Prinsip pembinaan berkesinambungan Proses pembentukan iman adalah suatu proses yang penting, terus menerus, dan tidak berkesudahan. Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan orang semakin lama semakin mampu bersikap selektif. Implikasinya ialah diperlukan motivasi sejak kecil dan berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu penting mengarahkan proses motivasi agar membuat tingkah laku lebih terarah dan selektif menghadapi nilai-nilai hidup yang patut diterima atau yang seharusnya ditolak. 2. Prinsip internalisasi dan individuasi Suatu nilai hidup antara lain iman dapat lebih mantap terjelma dalam bentuk tingkah laku tertentu, apabila anak didik diberi kesempatan untuk menghayatinya melalui suatu peristiwa internalisasi (yakni usaha menerima nilai sebagai bagian dari sikap mentalnya) dan individuasi (yakni menempatkan nilai serasi dengan sifat kepribadiannya). Melalui pengalaman penghayatan pribadi, ia bergerak menuju satu penjelmaan dan perwujudan nilai dalam diri manusia secara lebih wajar dan amaliah, dibandingkan bilamana nilai itu langsung diperkenalkan dalam bentuk utuh, yakni bilamana nilai tersebut langsung ditanamkan kepada anak didik sebagai suatu produk akhir semata-mata. Prinsip ini menekankan pentingnya mempelajari iman sebagai proses (internalisasi dan individuasi). Implikasi metodologinya ialah bahwa pendekatan untuk membentuk tingkah laku yang mewujudkan nilai-nilai iman tidak dapat hanya mengutamakan nilai-nilai itu dalam bentuk jadi, tetapi juga harus mementingkan proses dan cara pengenalan nilai hidup tersebut. Dari sudut anak didik, hal ini bahwa seyogianya anak didik mendapat kesempatan sebaik-baiknya mengalami proses tersebut sebagai peristiwa pengalaman pribadi, agar melalui pengalaman-pengalaman itu terjadi kristalisasi nilai iman. 3. Prinsip sosialisasi Pada umumnya nilai-nilai hidup bru benar-benar mempunyai arti apabila telah memperoleh dimensi sosial. Oleh karena itu suatu bentuk tingkah laku terpola baru teruji secara tuntas bilamana sudah diterima secara sosial. Implikasi metodologinya ialah bahwa usaha pembentukan tingkah laku mewujudkan nilai iman hendaknya tidak diukur keberhasilannya terbatas pada tingkat individual (yaitu hanya dengan memperhatikan kemampuan seseorang dalam kedudukannya sebagai individu), tetapi perlu mengutamakan penilaian dalam kaitan kehidupan interaksi sosial (proses sosialisasi) orang tersebut. Pada tingkat akhir harus terjadi

proses sosialisasi tingkah laku, sebagai kelengkapan proses individuasi, karena nilai iman yang diwujudkan ke dalam tingkah laku selalu mempunyai dimensi sosial. 4. Prinsip konsistensi dan koherensi Nilai iman lebih mudah tumbuh terakselerasi, apabila sejak semula ditangani secara konsisten, yaitu secara tetap dan konsekuen, serta secara koheren, yaitu tanpa mengandung pertentangan antara nilai yang satu dengan nilai lainnya. Implikasi metodologinya adalah bahwa usaha yang dikembangkan untuk mempercepat tumbuhnya tingkah laku yang mewujudkan nilai iman hendaknya selalu konsisten dan koheren. Alasannya, caranya dan konsekuensinya dapat dihayati dalam sifat dan bentuk yang jelas dan terpola serta tidak berubah-ubah tanpa arah. Pendekatan demikian berarti bahwa setiap langkah yang terdahulu akan mendukung serta memperkuat langkah-langkah berikutnya. Apabila pendekatan yang konsisten dan koheren sudah tampat, maka dapat diharapkan bahwa proses pembentukan tingkah laku dapat berlangsung lebih lancar dan lebih cepat, karena kerangka pola tingkah laku sudah tercipta. 5. Prinsip integrasi Hakikat kehidupan sebagai totalitas, senantiasa menghadapkan setiap orang pada problematika kehidupan yang menuntut pendekatan yang luas dan menyeluruh. Jarang sekali fenomena kehidupan yang berdiri sendiri. Begitu pula dengan setiap bentuk nilai hidup yang berdimensi sosial. Oleh karena itu tingkah laku yang dihubungkan dengan nilai iman tidak dapat dibentuk terpisah-pisah. Makin integral pendekatan seseorang terhadap kehidupan, makin fungsional pula hubungan setiap bentuk tingkah laku yang berhubungan dengan nilai iman yang dipelajari. Implikasi metodologinya ialah agar nilai iman hendaknya dapat dipelajari seseorang tidak sebagai ilmu dan keterampilan tingkah laku yang terpisah-pisah, tetapi melalui pendekatan yang integratif, dalam kaitan problematik kehidupan yang nyata.

D. Tanda-tanda Orang Beriman Al-Quran menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut: 1. Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak lepas dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Quran, maka bergejolak hatinya untuk segera melaksanakannya (al-Anfal: 2). Dia akan memahami ayat yang tidak dia pahami. 2. Senantiasa tawakal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah, diiringi dengan doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul (Ali Imran: 120, al-Maidah: 12, al-Anfal: 2, at-Taubah: 52,Ibrahim: 11, Mujadalah: 10, dan at-Taghabun:13). 3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya (al-Anfal: 3 dan al-Muminun: 2, 7). Bagaimanapun sibuknya, kalau sudah masuk waktu shalat, dia segera shalat untuk membina kualitas imannya. 4. Menafkahkan rezki yang diterimanya (al-Anfal: 3 dan al-Mukminun:4). Hal ini dilakukan sebagai suatu kesadaran bahwa harta yang dinafkahkan di jalan Allah merupakan upaya pemerataan ekonomi, agar tidak terjadi ketimpangan antara yang kaya dengan yang miskin.

5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan (al-Mukminun: 3,5). Perkataan yang bermanfaat atau yang baik adalah yang berstandar ilmu Allah, yaitu al-Quran menurut Sunnah Rasulullah. 6. Memelihara amanah dan menepati janji (al-Mukminun: 6). Seorang mumin tidak akan berkhianat dan dia akan selalu memegang amanah dan menepati janji. 7. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (al-Anfal:74). Berjihad di jalan Allah adalah bersungguh-sungguh dalam menegakkan ajaran Allah, baik dengan harta benda yang dimiliki maupun dengan nyawa. 8. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (an-Nur: 62). Sikap seperti itu merupakan salah satu sikap hidup seorang mukmin, orang yang berpandangan dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul. Akidah Islam sebagai keyakinan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi kehidupan seorang muslim. Abu Ala Maudadi menyebutkan tanda orang beriman sebagai berikut: 1. Menjauhkan diri dari pandangan yang sempit dan picik. 2. Mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri 3. Mempunyai sifat rendah hati dan khidmat 4. Senantiasa jujur dan adil 5. Tidak bersifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan situasi 6. Mempunyai pendirian teguh, kesabaran, ketabahan, dan optimisme. 7. Mempunyai sifat ksatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapi resiko, bahkan tidak takut kepada maut. 8. Mempunyai sikap hidup damai dan ridha. 9. Patuh, taat, dan disiplin menjalankan peraturan Ilahi. E. Korelasi Keimanan dan Ketakwaan Keimanan pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi dua, yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis. Tauhid teoritis adalah tauhid yang membahas tentang keesaan Zat, keesaan Sifat, dan keesaaan Perbuatan Tuhan. Pembahasan keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan berkaitan dengan kepercayaan, pengetahuan, persepsi, dan pemikiran atau konsep tentang Tuhan. Konsekuensi logis tauhid teoritis adalah pengakuan yang ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya Wujud Mutlak, yang menjadi sumber semua wujud. Adapun tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah, berhubungan dengan amal ibadah manusia. Tauhid praktis merupakan terapan dari tauhid teoritis. Kalimat Laa ilaaha illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah) lebih menekankan pengertian tauhid praktis (tauhid ibadah). Tauhid ibadah adalah ketaatan hanya kepada Allah. Dengan kata lain, tidak ada yang disembah selain Allah, atau yang berhak disembah hanyalah Allah semata dan menjadikan-Nya tempat tumpuan hati dan tujuan segala gerak dan langkah. Selama ini pemahaman tentang tauhid hanyalah dalam pengertian beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Mempercayai saja keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan, tanpa mengucapkan dengan lisan serta tanpa mengamalkan dengan perbuatan, tidak dapat dikatakan seorang yang sudah bertauhid secara sempurna. Dalam pandangan Islam, yang dimaksud dengan tauhid yang sempurna adalah tauhid yang tercermin dalam ibadah dan dalam perbuatan praktis kehidupan manusia sehari-hari. Dengan kata lain, harus ada kesatuan dan keharmonisan tauhid

teoritis dan tauhid praktis dalam diri dan dalam kehidupan sehari-hari secara murni dan konsekuen. Dalam menegakkan tauhid, seseorang harus menyatukan iman dan amal, konsep dan pelaksanaan, fikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks. Dengan demikian bertauhid adalah mengesakan Tuhan dalam pengertian yakin dan percaya kepada Allah melalui pikiran, membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan perbuatan. Oleh karena itu seseorang baru dinyatakan beriman dan bertakwa, apabila sudah mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadat asyhadu allaa ilaaha illa Alah, (Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah), kemudian diikuti dengan mengamalkan semua perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya. F. Problematika, Tantangan, dan Resiko dalam Kehidupan Modern Di antara problematika dalam kehidupan modern adalah masalah sosial-budaya yang sudah established, sehingga sulit sekali memperbaikinya. Berbicara tentang masalah sosial budaya berarti berbicara tentang masalah alam pikiran dan realitas hidup masyarakat. Alam pikiran bangsa Indonesia adalah majemuk (pluralistik), sehingga pergaulan hidupnya selalu dipenuhi oleh konflik baik sesama orang Islam maupun orang Islam dengan non-Islam. Pada millenium ketiga, bangsa Indonesia dideskripsikan sebagai masyarakat yang antara satu dengan lainnya saling bermusuhan. Hal itu digambarkan oleh Ali Imran: 103, sebagai kehidupan yang terlibat dalam wujud saling bermusuhan (idz kuntum adaaan), yaitu suatu wujud kehidupan yang berada pada ancaman kehancuran. Adopsi modernisme (werternisme), kendatipun tidak secara total, yang dilakukan bangsa Indonesia selama ini, telah menempatkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang semi naturalis. Di sisi lain, diadopsinya idealisme juga telah menjadikan bangsa Indonesia menjadi pengkhayal. Adanya tarik menarik antara kekuatan idealisme dan naturalisme menjadikan bangsa Indonesia bersikap tidak menentu. Oleh karena itu, kehidupannya selalu terombang-ambing oleh isme-isme tersebut. Secara ekonomi bangsa Indonesia semakin tambah terpuruk. Hal ini karena diadopsinya sistem kapitalisme dan melahirkan korupsi besar-besaran. Sedangkan di bidang politik, selalu muncul konflik di antara partai dan semakin jauhnya anggota parlemen dengan nilai-nilai qurani, karena pragmatis dan oportunis. Di bidang sosial banyak muncul masalah. Berbagai tindakan kriminal sering terjadi dan pelanggaran terhadap norma-norma bisa dilakukan oleh anggota masyarakat. Lebih memprihatinkan lagi adalah tindakan penyalahgunaan NARKOBA oleh anak-anak sekolah, mahasiswa, serta masyarakat. Di samping itu masih terdapat bermacam-macam masalah yang dihadapi bangsa Indonesia dalam kehidupan modern. Persoalan itu muncul, karena wawasan ilmunya salah, sedang ilmu merupakan roh yang menggerakkan dan mewarnai budaya. Hal itu menjadi tantangan yang amat berat dan dapat menimbulkan tekanan kejiwaan, karena kalau masuk dalam kehidupan seperti itu, maka akan melahirkan risiko yang besar. Untuk membebaskan bangsa Indonesia dari berbagai persoalan di atas, perlu diadakan revolusi pandangan. Dalam kaitan ini, iman dan taqwa yang dapat berperan menyelesaikan problema dan tantangan kehidupan modern tersebut. G. Peran Iman dan Takwa dalam Menjawa Problema dan Tantangan Kehidupan Modern

Pengaruh iman terhadap kehidupan manusia sangat besar. Berikut ini dikemukakan beberapa pokok manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia. 1. Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda Orang yang beriman hanya percaya pada kekuatan dan kekuasaan Allah. Kalau Allah hendak memberikan pertolongan, maka tidak ada satu kekuatanpun yang dapat mencegahnya. Sebaliknya, jika Allah hendak menimpakan bencana, maka tidak ada satu kekuatanpun yang sanggup menahan dan mencegahnya. Kepercayaan dan keyakinan demikian menghilangkan sifat mendewa-dewakan manusia yang kebetulan sedang memegang kekuasaan, menghilangkan kepercayaan pada kesaktian benda-benda kramat, mengikis kepercayaan pada khurat, takhyul, jampi-jampi dan sebagainya. Pegangan orang yang beriman adalah firman Allah surat alFatihah ayat 1-7 . 2. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut Takut menghadapi maut menyebabkan manusia menjadi pengecut. Banyak di antara manusia yang tidak berani mengemukakan kebenaran, karena takut menghadapi resiko. Orang yang beriman yakin sepenuhnya bahwa kematian di tangan Allah. Pegangan orang beriman mengenai soal hidup dan mati adalah firman Allah dalam QS 4 (al-Nisa):78: Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh 3. Iman menanamkan sikap self help dalam kehidupan . Rezeki atau mata pencaharian memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Banyak orang yang melepaskan pendiriannya, karena kepentingan penghidupannya. Kadangkadang manusia tidak segan-segan melepaskan prinsip, menjual kehormatan, bermuka dua, menjilat, dan memperbudak diri, karena kepentingan materi. Pegangan orang beriman dalam hal ini ialah firman Allah dalam QS 11 (Hud):6: Dan tidak ada satu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata. (lauh mahfud).

A.

B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. C.

1.

2.

BAB III KETAQWAAN DAN IMPLIKASINYA DALAM KEHIDUPAN Pengertian Kata taqwa berasal dari kata waqaya yang memiliki arti takut, menjaga diri tanggung jawab dan memenuhi tanggung jawab. Karena itu orang yang bertaqwa adalah orang yang takut kepada Allah SWT. berdasarkan kesadaran, mengerjakan perintah-Nya dan tidak melanggar larangan-Nya baik secara lahiriah maupun batiniah, ia takut terjerumus ke dalam perbuatan dosa. Orang yang taqwa adalah orang yang menjaga (membentengi) dirinya dari perbuatan jahat, memelihara diri agar tidak melakukan perbuatan yang tidak diridhai oleh Allah SWT., bertanggung jawab mengenai sikap tingkah laku dan perbuatannya serta memenuhi kewajiban. Di dalam QS. Al-Hujarat ayat 13, Allah SWT. mengatakan bahwa : Manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa. Dalam surat lain, taqwa dipergunakan sebagai dasar persamaan hak antara pria dan wanita (suami dan isteri) dalam keluarga, karena pria dan wanita diciptakan dari jenis yang sama (QS. An-Nisa ayat 1). Sedangkan dalam QS. Al-Baqarah ayat 117 makna taqwa terhimpun dalam pokok-pokok kebajikan. Beberapa Ciri-ciri Orang Bertaqwa Dalam Alquran Berdasarkan beberapa ayat Alquran, ada beberapa ciri orang bertaqwa, diantaranya : Beriman dan meyakini tanpa keraguan bahwa Alquran sebagai pedoman hidupnya; Beriman kepada perkara-perkara yang gaib; Mendirikan sholat; Orang yang selalu membelanjakan sebahagian dari rezeki yang diperolehnya; Orang yang selalu mendermakan hartanya baik ketika senangmaupun susah; Orang yang bisa menahan amarahnya, dan mudah memberi maaf; Mensyukuri nikmat Allah yang telah diterimanya, karena Allah mengasihani orang-orang yang selalu berbuat kebaikan; Takut melanggar perintah Allah; Oleh karena itu, tempat mereka adalah surga sesuai dengan yang dijanjikan Allah, dan tempatnya tidak jauh dari mereka. Taqwa Dan Implikasi Kemanusiaan Taqwa menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi, sebagaimana dikemukakan dari sejumlah ayat-ayat Alquran di atas, memiliki makna dan implikasi kemanusiaan yang sangat luas. Nilai-nilai kemanusiaan sebagai akibat ketaqwaan itu diantaranya : Berilmu; dalam Alquran pada prinsipnya taqwa berarti mentaati segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya. Setiap perintah Allah adalah kebaikan untuk dirinya; sebaliknya setiap larangan Allah apabila tetap dilanggar maka keburukan akan menimpa dirinya. Maka, dalam konteks ini, taqwa menjadi ukuran baik tidaknya seseorang, dan seseorang bisa mengetahui baik dan tidak baik itu memerlukan pengetahuan (ilmu). Kepatuhan dan disiplin; taqwa menjadi indikator beriman tidaknya seseorang kepada Allah. Sebab, setiap perintah dan larangan dalam Alquran selalu dalam konteks keimanan kepada Allah. Oleh karena itu, secara sederhana, setiap orang yang mengamalkan taqwa kepada Allah pasti ia beriman; tapi, tidak setiap orang beriman bisa menjalani proses ketaqwaannya, yang diantaranya disebabkan oleh faktor ketidaktahuan dan pembangkangan. Maka, iman, islam,

dan taqwa dalam beberapa ayat selalu disebut sekaligus, untuk menunjukkan integralitas dan mempribadi dalam diri seseorang. 3. Sikap hidup dinamis; taqwa pada dasarnya merupakan suatu proses dalam menjaga dan memelihara hubungan baik dengan Allah, sesama manusia, dan alam. Karena berhadapan dengan situasi yang berkembang dan berubah-ubah, maka dari proses ini manusia taqwa membentuk suatu cara dan sikap hidup. Cara dan sikaphidup yang sudah dibentuk ini, secara antropologis-sosiologis menghasilkan etika, norma dan sistem kemasyarakatan ( kebudayaan). 4. Kejujuran, keadilan, dan kesabaran; tga hal ini merupakan bagian yang ditonjolkan dalam ayatayat taqwa. Kejujuran, keadilan, dan kesabaranmerupakan dasar-dasar kemanusiaan universal. Dalam konteks ini, kesabaran dipahami sebagai keharmonisan dan keteguhan diri dalam menghadapi segala cobaan hidup. Empat poin di atas, merupakan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan yang terrdapat dalam nilai-nilai taqwa. Dengan demikian, taqwa merupakan dasar-dasar kemanusiaan universal yang nilai-nilainya tidak mutlak dimiliki oleh Muslim, tetapi oleh seluruh manusia yang berada pada jalur atau fitrah kemanusiaannya. Karena memiliki nilai-nilai kemanusiaan universal, maka taqwa bisa berimplikasi kepada seluruh sektor dan kepentingan hidup manusia. D. Ruang Lingkup Taqwa Ruang lingkup taqwa dalam makna memelihara meliputi empat jalur hubungan manusia, yaitu : I. Hubungan Manusia dengan Allah SWT. Ketaqwaan atau pemeliharaan hubungan dengan Allah SWT. dapat dilakukan dengan cara : 1. Beriman kepada Allah SWT. menurut cara-cara yang diajarkannya melalui wahyu yang disengaja diturunkannya untuk menjadi petunjuk dan pedoman hidup manusia. 2. Beribadah kepada Allah SWT. dengan jalan melaksanakan sholat lima waktu dalam sehari, menunaikan zakat apabila telah mencapai syarat nisab dan haulnya, berpuasa pada bulan suci ramadhan, dan melakukan ibadah haji seumur hidup sekali dengan cara-cara yang telah ditentukan. 3. Mensyukuri nikmat-Nya dengan jalan menerima, mengurus dan memanfaatkan semua karunia dan pemberian Allah kepada manusia. 4. Bersabar menerima cobaan dari Allah dalam pengertian tabah, tidak putus asa ketika mendapat musibah. 5. Memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan serta bertaubat dalam arti sadar untuk tidak lagi melakukan segala perbuatan jahat atau tercela. II. Hubungan Manusia dengan Dirinya Sendiri Hubungan manusia dengan dirinya sendiri sebagai dimensi taqwa yang kedua dapat dipelihara dengan jalan menghayati benar patokan-patokan akhlak yang telah disebutkan oleh Allah SWT. di dalam Al-Quran, begitu pula pedoman yang telah disampaikan oleh Rasul-Nya melalui AsSunnah (Al-Hadits) sebagai teladan bagi umatnya. Secara singkat berikut dikemukakan beberapa contoh : 1. Sabar (QS. Al-Baqarah ayat 153) 2. Ikhlas (QS. Al-Bayyinah ayat 5) 3. Berkata benar (QS. Al-Kahfi ayat 29) 4. Berlaku adil (QS. An-Nisa ayat 135) 5. Tidak menganiaya diri (QS. Al-Baqarah ayat 195)

6. Berlaku benar dan jujur (QS. At-Taubah ayat 119) 7. Menjaga diri (QS. At-Tahrim ayat 6) 8. Pemaaf (QS. Ali Imran ayat 134)

III.

Hubungan Manusia dengan Sesama Manusia

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dan pertolongan manusia lain. Karena ternyata manusia yang mengaku pintar ini tidak dapat dan tidak mampu mencukupi kebutuhan diri sendiri tanpa bantuan orang atau pihak lain. Oleh sebab itu manusia sebagaimana diajarkan oleh Al-Quran dan As-Sunnah agar menjaga dan memelihara hubungan baik antar sesamanya. Hubungan manusia dengan sesamanya dalam masyarakat dapat dibina dan dipelihara melalui : 1. Tolong menolong dan bantu membantu dalam kebaikan dan tidak mengembangkan perbuatan dosa dan menyebarkan permusuhan (QS. Al-Maidah ayat 2) 2. Suka memaafkan kesalahan orang lain (QS. Ali Imran ayat 134) 3. Menepati janji (QS. Al-Maidah ayat 1) 4. Toleransi dan lapang dada (QS. Ali Imran ayat 159) 5. Menegakkan keadilan dengan berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain (QS.An-Nisa 135) 6. Tidak menyombongkan diri/angkuh dalam pergaulan (QS. Luqman ayat 18) 7. Berlaku sederhana dan lemah lembut dalam pergaulan (QS.Luqman ayat 19) IV. Hubungan Manusia dengan Lingkungan Hidup Di lihat secara umum mengenai pelaksanaan taqwa bila digambarkan oleh kewajiban terhadap lingkungan hidup adalah : 1. Kewajiban terhadap lingkungan hidup dapat disimpulkan dari pernyataan Allah dalam AlQuran yang menggambarkan kerusakan yang telah terjadi di daratan dan di lautan, karena ulah tangan-tangan manusia, yang tidak mensyukuri karunia Allah. Untuk mencegah derita yang dirasakan oleh manusia, manusia wajib memelihara dan melestarikan lingkungan hidupnya. Memelihara dan melestarikan alam lingkungan hidup berarti pula memelihara kelangsungan hidup manusia sendiri dan keturunannya di kemudian hari. 2. Kewajiban orang yang taqwa terhadap harta yang dititipkan atau diamanatkan oleh Allah SWT. padanya. Menurut ketentuan Allah SWT. dan Sunnah Nabi Muhammad SAW yang kini terekam dalam kitab-kitab hadits, hubungan manusia dengan hartanya dapat di lihat dari tiga sisi, yaitu: a. Cara memperolehnya, b. Fungsi dari harta, c. Cara memanfaatkan atau membelanjakannya.

PENUTUP Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA http://ibda.files.wordpress.com/2008/04/10-konsepsi-tuhan-dalam-perspektif-islam.pdf http://www.scribd.com/document_downloads/direct/56214739?extension=pdf&ft=1320233984 &lt=1320237594&uahk=mnMhTzeqgaWZhVN+JURE6sNk8sE http://hikmah.blog.uns.ac.id/2010/05/08/konsep-ketuhanan-dalam-islam/ http://kirliankid.wordpress.com/2010/04/02/konsep-ketuhanan-dalam-islam/ http://agungsukses.wordpress.com/2008/07/24/konsep-ketuhanan-dalam-islam/ http://arieshieddin.blogspot.com/search/label/KONSEP%20KETUHANAN%20DAN%20HAKI KAT%20MANUSIA%20DALAM%20ISLAM http://firmanazka.blogspot.com/2010/12/konsep-ketuhanan-dalam-islam.html http://zaifbio.wordpress.com/2010/06/25/memahami-konsep-al-quran-tentang-taqwa-danimplikasinya-dalam-kehidupan/ http://agusnotes.blogspot.com/2010/01/tauhid-konsep-ketuhanan-dalam-islam.html http://id.wikipedia.org/wiki/Tuhan_dalam_Islam

KETUHANAN Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Makalah Dan Presentasi Pada Mata Kuliah Ilmu Tafsir Dosen pengampu : Mayadina Rahmi Musfiroh, SHI., MA.

Disusun Kelompok 1 : 1. Ahmad Baedlowi (211012) 2. Ahmad Arif (211011) 3. Ahmad Ansoruddin (211010)

Instutut Islam Nahdlatul Ulama (INISNU) Jepara Fakultas Tarbiyah 2A


Jalan Taman Siswa No. 09 Tahunan Jepara Tahun Akademi 2012

KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah Tabaroka Wataala atas segala limpahan rahmat, taufik, serta inayah-Nya sehingga makalah kami dapat diselesaikan tepat waktu dengan hasil yang insyaAllah semaksimal mungkin. Salawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita nabi agung Muhammad SAW yang telah membawa ajaran kebenaran yang menerangi hati kita dengan nur ilahi, dan kita mendapatkan safaatnya di yaumul kuyamah kelak, amiin. Kami mengangkat makalah ini dengan judul Ketuhanan dalam rangka menyelesaikan tugas pada mata kuliah ilmu tafsir. Kami mengucapakan banyak terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah ilmu tafsir beliau ibu Mayadina Rahmi Musfiroh, SHI., MA. yang telah membimbing kami agar selalu berada pada jalan yang lurus. Terima kasih kami sapaikan pula kepada orang tua kami yang selalu memberi dukungan dan doa demi kelancaran studi kami. Tidak lupa kami sampaikan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah bersusah payah bekerja sama dalam pembuatan makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikannya dengan lebih maksimal. Kami menyadari bahwa di dunia ini tidak ada yang sempurna termasuk makalah kami ini, untuk itu kami membutuhkan segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kebaikan bersama yaitu kesempurnaan makalah ini. Terima kasih.

Jepara, 21 Maret 2012 Penyusun (Kelompok 2)

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL.......................................................................................... KATA PENGANTAR........................................................................................... DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang............................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah....................................................................................... 2 C. Tujuan Masalah........................................................................................... 2 i ii

BAB II PEMBAHASAN A. Al-Quran Surah Al-Ikhlas Ayat 1-4 1. Lafad Ayat...................................................................................... 2. Arti Mufrodat.................................................................................. 3. Terjemah Ayat................................................................................. 4. Asbabun Nuyul................................................................................ 5. Tafsir dan Penjelasan...................................................................... B. Isi Kandungan Surat Al-Ikhlas Ayat 1-4 1. 2. 3. 4.

3 3 3 3 4

Kedudukan Tauhid dalam Islam..................................................... Menyebutkan Beberapa Argumentasi Tentang Eksistensi Tuhan... 7 Fungsi Tauhid Dan Bahaya Syirik Dalam Kehidupan Manusia...... 9 Sikap Robbaniyah (Ketuhanan) Dalam Kehidupan Sehari-Hari...... 14

BAB III PENUTUP A. Simpulan....................................................................................................... 16 B. Penutup......................................................................................................... 16 DAFATAR PUSTAKA........................................................................................... 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecintaan kepada Allah, ikhlas beramal hanya karena Allah, serta mengabdikan diri dan tawakkal sepenuhnya kepada-Nya, merupakan nilai keutamaan yang perlu diperhatikan dan diutamakan dalam menyempurnakan cabang-cabang keimanan seseorang terhadap Tuhan. Sesungguhnya amalan lahiriah berupa ibadah mahdhah dan muamalah tidak akan tercapai kesempurnaan kecuali, jika didasari dan dirimu dengan nilai-nilai tersebut senantiasa mengalir dalam hati dan tertuang dalam setiap gerak serta perilaku keseharian. Sejak dalam alam penciptaannya, seorang manusia (sesungguhnya) telah memiliki rasa ingin tahu terhadap apa dan mengapa telah tercipta segala yang ada di depannya. Dalam naluri mereka mulai bertanya dari mana semua ini berasal dan akan kemana itu berakhir? Pertanyaan itulah yang kemudian tercatat dalam al-Quran, yang pada akhirnya membawa Nabi Ibrahim as. ke jalan untuk menemukan Rabbnya. Ayat tersebut ialah surat al-Anam ayat 76-80 yang artinya : Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, inilah Tuhanku, tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata, Saya tidak suka kepada yang tenggelam,. Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata, Inilah Tuanku. Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata, sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah akulah termasuk orang yang sesat. Kemudian tatkala dia melihat matahari, Dia berkata, Inilah Tuhanku inilah yang lebih besar. Maka tatkala matahari terbenam, Dia berkata, Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cendrung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata apakah kamu hendak membantah tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah member petunjuk kepadaku. Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali dikala Tuhanku menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka, apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (dari padanya)? Ayat di atas menjadi sebuah bukti bahwasanya Tauhid merupakan sebuah misi risalah yang hendak dicapai oleh Nabi Ibrahim as sehingga pada akhirnya dia beriman kepada Allah yang Esa, dan meyakini bahwa tidak ada Tuhan selain-Nya. Misi risalah itulah yang juga diemban oleh Nabi Muhammad saw dan juga para Nabi lainnya. Sebagaimana firman Allah dalam alQuran dalam surat al-Anbiya ayat 25 yang artinya: Dan tidaklah Kami mengutus seorang Rasul pun sebelum engkau (Muhammad) melainkan kami wahyukan kepadanya Bahwa tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, Maka sembahlah Aku.

Betapa pentingnya Tauhid bagi kehidupan manusia, sehingga ditempatkan pada bagian yang pertama dan utama oleh semua agama khususnya agama samawi. oleh karenanya, sangat penting sekali untuk diketahui tentang apa sebenarnya Fungsi atau manfaat ilmu Tauhid bagi kehidupan manusia? sehingga dijadikan sebuah tujuan utama dari diutusnya para nabi dan Rasul.[1] Dalam makalah ini, penulis akan membahas secara singkat tentang prinsip tauhid tersebut dalam kehidupan umat manusia dengan mengacu pada salah satu wahyu Allah yaitu Al-Quran surah Al-Ikhlas ayat 1-4 dan surah Al-Misa ayat 48, dengan harapan bisa bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan juga bagi pembaca makalah ini.

B. Rumusan Masalah 1. Apakah tauhid itu dan bagaimana kedudukanya dalam ajaran Islam ? 2. Apakah fungsi tauhid dan dampaknya ? 3. Bagaimana perilaku manusia jika mengetahui tauhid secara benar? C. Tujuan Masalah 1. Untuk mengetahui Apakah tauhid itu dan bagaimana kedudukanya dalam ajaran Islam. 2. Untuk mengetahui Apakah fungsi tauhid dan dampaknya. 3. Untuk mengetahui Bagaimana perilaku manusia jika mengetahui tauhid secara benar?

BAB II PEMBAHASAN A. Al-Quran Surah Al-Ikhlas Ayat 1-4

1. Lafad Ayat

( )( ) ( ) )(
2. Arti Mufrodat

Katakanlah = Maha Esa = bergantung kepada-Nya segala sesuatu = tiada beranak = tidak pula diperanakkan = setara =
1. Terjemahan Ayat 1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. 2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. 3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. 4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.

2. Asbabun Nuzul

Ath Thabrani dan Ibnu Jarir menceritakan hadist serupa dari Jabir dari Abdullah. Kita bisa mengambil kesimpulan dari periwayatan ini, bahwa surat Al-Ikhlash adalah makiyyah. Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas : Orang Yahudi yang terdiri antara lain, Kaab bin Asraf dan Huyayyin bin Athhab, datang kepada Nabi SAW, seraya berkata: Hai Muhammad, berikan penjelasan tentang hakikat Tuhanmu yang telah mengutusmu ! Atas pertanyaan itu, turunlah surat Al-Ikhlash. Ibnu Jarir dari Qtadah dan Ibnu Mundzir dari Said bin Jubair, menceritakan hadist yang serupa. Bila kita melihat hadist ini, maka surat Al-Ikhlash masuk madaniyyah. Ibnu Jarir dari Abi Aliya berkata : Berkata Qtadah, sekelompok (kafir) minta kepada Nabi SAW agar memberi nisbat atas Tuhan Allah, Tuhannya Muhammad. Kemudian Jibril menyampaikan surat Al-Ikhlash, dimaksudkan orang kafir atau Musyrik adalah Musyrik yang dalam hadist Ubayyi. Apabila meninjau hadist ini, maka surat Al-Ikhlash masuka dalam lingkup surat madaniyyah. Hal ini sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Bila kita tarik pengertian earah ini, aka hilanglah pertentangan di antara dua sebab turun ayat pada surat Al-Ikhlash ini. Namun Abu Syeh, meriwayatkan hadist dalam kitab Udzmah dari Anas berkata : Orang Yhudi Haibar datang kepada Nab SAW dan bertanya: Hai bapaknya Qasim, Allah menciptakan Malaikat dari nur yangg tertutup, menciptakan Adam dari tanah liat yang lekat, menciptakan Iblis dari nyala api, menciptakan langit dari asap dan mencitakan bumi dari busa air. Sekarang cobalah ceritakan tentang hakikat Tuhan ! Nabi diam tak menjawab. Sampai Jibril datang menyampaikan wahyu berupa surat Al-Ikhlash.[2]

3. Tafsir dan Penjelasan

(Ayat Pertama) Ayat ini diawali oleh kata Qul yang berarti katakanlah, hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW selalu menyampaikan segala sesuatu yang diterimanya dari ayat-ayat AlQuran yang disampaikan malaikat Jibril. Beliau tidak mengubahnya walau hanya satu huruf. Secara tidak langsung ini merupakan penolakan terhadap terhadap anggapan sebagian orang kafir yang menuduh bahwa Al-Quran itu karangan Nabi Muhammad SAW, bukan firman Allah. Kemudian kata Qul didampingi oleh kata Huwa yang berarti Dia-lah, yang mengendung arti bahwa yang disampaikan itu kebenarannya sudah pasti dan didukung oleh bukti rasional yang tidak ada sedikitpun keraguan padanya, bahwa Allah SWT itu esa dalam dzat-Nya. Dia-lah Allah yang Maha Tunggal. Maksudnya Dia benar-benar satu, baik secra lafdziyah maupun maknawiyyah (pure monoteism), bukan hasil eliminasi dari dua atau tiga, bukan ula tunggal yang berasal dari dwi-tunggal atau tri-tunggal, dan bukan pula monoteism yang berasal dari polyteism atau trinitas dan trimukti bagi umat islam, dalam menginterpretasikan klimat ketuhanan yang maha esa itu tida lain melainkan Huwallahu ahad. Menurut Imam Ath-Thabarasy dalam kitab tafsirnya Majma Al-Bayan Fi Tafsir Al-Quran dikatakn bahwa penggunaan kata ahad bukan dengan wahid itu termasuk ke dalam hisab atau hitungan. Sedangkan ahad itu tidak dapat dibagi-bagi pada dzat-Nya. Kita boleh menjadikan bagi wahid itu dua dan seterusnya, akan tetapi tidak boleh menadikan bagi ahad itu dua dan seterusnya. (Ayat Kedua) Ibnu Abbas berkata : Ash-Shomad adalah yang bergantung kepada-Nya semua makhluk untuk mendapatkan hajat-hajt dan permintaan-permintaan mereka. Beliau berkata pula tentang makna Ash-Shomad : Dia adalah As-Sayyid (Maha Pemimpin) yang Maha Sempurna dalam kepemimpinan-Nya, Asy-Syarif (Maha Mulia) yang Maha sempurna dalam kemuliaan-Nya, AlAdzim (Maha Agung) yang Maha Sempurna dalam keagungan-Nya, Al-Halim (Mha Penyantun) yang Maha Sempurna dalam kesantunan-Nya, Al-Alim (Maha Mengetahui) yang Mha Sempurna dalam pengetahuan-Nya, Al-Hakim (Maha Bijaksana) yang Maha Sempurna dalam kebijakan-Nya. Dia-lah yang Maha Sempurna dalam kemuliaan dan kepemimpinan dan Dia adalah Allah, inilah sifat-Nya yang tidak sepatutnya kecuali Dia. Tidak ada yang setara dengan-Nya dan tidak ada pula sesuatu yang seperti Dia. Maha Suci Allah yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan (musuh-musuh-Nya). (Ayat Ketiga) Ada dua kata yang ada dalam Al-Quran yang sering digunakan untuk menafikan atau meniadakan sesuatu, yaitu kata lamdan kata lan. Kata lam digunakan untuk menafikan sesuatu yang telah terjadi. Sedangkan lan digunakan untuk menafikan sesuatu yang akan terjadi. Kata lam digunakan pada ayat ini untuk menggambarkan bahwa pada saat itu telah beredar keyakinan bahwa Tuhan itu beranak. Ibnu Abbas berkata: Dia tidak beranak sebagaimana Maryam melahirkan Isa A.S. dan tidak pula diperanakkan. Ini adalah bantahan terhadap orang-orang Nasrani yang mengatakan bahwa Isa Al Masih adalah anak Allah dan bantahan terhadap orang-orang Yahudi yang mengatakan Uzair adalah Anak Allah.

Singkatnya, kata lam yang digunakan pada ayat ini merupakan koreksi terhadap keyakinan yang beredar pada saat itu. Seolah ayat ini mengatakan, keyakinan anda keliru, sesungguhnya Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. (Ayat Keempat) Surat Al-Ikhlash ini ditutup dengan ayat yang menafikan segala sesuatu yang sama dengan Allah artinya bukan dari segi beranak dan diperanakkannya, tetapi itu berbeda dengan makhluk dalam segala dimensinya. Tidak ada yang menyamai Alllah. Ayat ini merupakan jawaban terhadap keyakinan orang-orang yang bodoh, yang beranggapan bahwa Allah itu ada yang menyamai-Nya dalam seluruh perbuatan-Nya. Keyakinan ini juga diaanut oleh kaum musyrik Arab yang mengatakan bahwa para malaikat itu adalah sekutu Allah. Kesimpulan: Surah ini mengendung nilai sanggahan terhadap keyakinan kaum musyrik dengan seluruh aneka keyakinannya. Allah mensucikan diri-Nya dsri berbagai sifat yang menjadi keyakinan kaum musyrik melalui Nya Allah ahad. Allah juga mensucikan diri-Nya dari segala bentuk kebutuhan dengan firman-Nya Alllahussamad. Allah juga mensucikan diri-Nya dari hal-hal yang baru (dilahirkan ) dan berawal mula melalui firman-Nya Lam yalid. Allah mensucikan diri-Nya pula dari segala bentuk rupa yang sejenis atau serupa dengan-Nya melalui firman-Nya Wa lam yulad. Allah juga mensucikan diri dari adanya sekutu melalui firman-Nya Lam yakun lahu kufuwan ahad. [3] B. Isi Kandungan Surat Al-Ikhlas Ayat 1-4 1. Kedudukan Tauhid dalam Islam Tidak ada keraguan lagi bahwa tauhid memiliki kedudukan yang tinggi bahkan yang paling tinggi di dalam agama. Tauhid merupakan hak Allah yang paling besar atas hamba-hamba-Nya, sebagaimana dalam hadits Muadz bin Jabal radiyallahu anhu. Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam berkata kepadanya: Hai Muadz, tahukah kamu hak Allah atas hamba-Nya dan hak hamba atas Allah? Ia menjawab: Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Beliau mengatakan: Hak Allah atas hamba-Nya adalah mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun. ( HR. Bukhari dan Muslim) 1. Tauhid merupakan dasar dibangunnya segala amalan yang ada di dalam agama ini. Rasulullah bersabda: Islam dibangun di atas lima dasar, bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji dan puasa pada bulan Ramadhan. (Shahih, HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah Ibnu Umar) 2. Tauhid merupakan perintah pertama kali yang kita temukan di dalam Al Quran sebagaimana lawannya (yaitu syirik) yang merupakan larangan paling besar dan pertama kali kita temukan di dalam Al Quran, sebagaimana firman Allah: Hai sekalian manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orangorang yang bertakwa. Yang telah menjadikan bumi terhampar dan langit sebagai bangunan dan menurunkan air dari langit, lalu Allah mengeluarkan dengannya buah-buahan sebagai rizki bagi kalian. Maka janganlah kalian menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah. (Al-Baqarah: 2122) Dalil yang menunjukkan hal tadi dalam ayat ini adalah perintah Allah sembahlah Rabb kalian dan janganlah kalian menjadikan tandingan bagi Allah.

3. Tauhid merupakan poros dakwah seluruh para Rasul, sejak Rasul yang pertama hingga penutup para Rasul yaitu Muhammad Shallallahu alaihi wassallam. Allah berfirman: Dan sungguh Kami telah mengutus pada setiap umat seorang Rasul (yang menyeru) agar kalian menyembah Allah dan menjauhi thagut. (An-Nahl: 36) 4. Tauhid merupakan perintah Allah yang paling besar dari semua perintah. Sementara lawannya, yaitu syirik, merupakan larangan paling besar dari semua larangan. Allah berfirman: Dan Rabbmu telah memerintahkan agar kalian jangan menyembah kecuali kepada-Nya dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua. (Al-Isra: 23) Dan sembahlah oleh kalian Allah dan janganlah kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. (An-Nisa: 36) 5. Tauhid merupakan syarat masuknya seseorang ke dalam surga dan terlindungi dari neraka Allah, sebagaimana syirik merupakan sebab utama yang akan menjerumuskan seseorang ke dalam neraka dan diharamkan dari surga Allah. Allah berfirman: Sesungguhnya barangsiapa yang menyekutukan Allah maka Allah akan mengharamkan baginya surga dan tempat kembalinya adalah neraka dan tidak ada bagi orang-orang dzalim seorang penolongpun. (Al-Maidah: 72)[4]

2. Menyebutkan Beberapa Argumentasi Tentang Eksistensi Tuhan Sebenarnya, pembuktian tentang keberadaan Tuhan bisa dijelaskan dengan berbagai argumen, empat argumen yang paling terkenal antara lain ; Argumentasi Ontologis Argumentasi Kosmologis Argumentasi Teleologis atau argumentasi from design Argumentasi Moral Menurut Ibnu Sina keberadaaan alam ini adalah sesuatu yang mungkin ada (possible beings), yang keberadaannya memiliki keterkaitan sebab-akibat dengan keberadaan ada-ada yang lainnya. Keterkaitan ini tidak mungkin menjadi suatu rangkaian tak terbatas, sebab pasti ada sesuatu yang adanya tidak disebabkan lagi oleh sesuatu diluar dirinya sebagai "Penyebab Utama" atau a first cause. Ada yang satu secara esensial ini menghasilkan suatu akibat langsung, yaitu "intelejen". Menurut Ibnu Sina berpikir adalah mencipta dan hal ini hanya dapat dilakukan oleh "pemikir yang niscaya" yaitu Tuhan karena hanya Tuhanlah yang Ada Mutlak. Menurut Thomas Aquinas yang nampaknya sangat terpengaruh dengan Aristoteles, bahwa keberadaan Tuhan bisa dibuktikan dengan "lima jalan".

Pertama, dengan berdasarkan teori "gerak". Berdasarkan teori ini, hal-hal yang ada bergerak dimana nampak perubahan dari potensial ke aktual, yang tidak bisa menjadi "regresi tak terhingga", karenanya haruslah ada gerak pertama yang mana dirinya sendiri tidak digerakkan, yaitu Tuhan. Kedua, sebab efisien. Ada sebab efisien didalam dunia (sebab penghasil). Tidak ada yang menjadi sebab efisien dari dirinya sendiri, dan tidak mungkin ada suatu regresi tak terhingga darinya sebab jika tidak ada sebab pertama, maka tidak mungkin ada rangkatan sebab akibat. Karena itu, harus ada "sebab efisien pertama" yang tidak disebabkan oleh yang lain. Dan Dia adalah Tuhan. Ketiga, didasari pada posibilitas dan necesitas. Ada yang muncul berada dan berakhir untuk ada. Tetapi tidak semua ada dapat menjadi ada yang mungkin (posible), karena apa yang menjadi ada hanya mungkin terjadi lewat apa yang telah ada (tidak ada sesuatu yang tidak disebabkan). Karenanya pasti ada "ada" yang keberadaannya niscaya (tidak pernah menjadi dan tidak pernah berakhir untuk ada). Ada seperti ini adalah Tuhan. Keempat, didasari pada tingkat-tingkat (gradiation) pada benda-benda. Ada tingkattingkat berbeda di antara yang ada (yang satu lebih sempurna daripada yang lain). Ada hal-hal yang menjadi tidak kurang dan tidak lebih sempurna apabila tidak ada yang sempurna total. Karena itu pasti ada "ada yang sempurna" atau perpect being, yaitu Tuhan. Kelima, didasari pada adanya tujuan dunia (governace of the world). Benda-benda, seperti halnya benda-benda angkasa, bergerak ke suatu tujuan, tentu saja untuk mencapai hasil yang terbaik. Hal ini tidak mungkin apabila tidak ada "ada yang berintelejen", sebagaimana ada sebuah panah yang meluncur yang dilepaskan pemanah. Maka pastilah "ada intelejen" untuk segala ada di dunia ini, yaitu Tuhan. Argumentasi kosmologi ini mendapat kritik tajam dari filsuf Inggris, David Hume (1711-1776). Filsuf yang dikenal sebagai penganjur aliran skeptisme ini berpendapat bahwa apa yang direkomendasikan oleh argumentasi kosmologis memiliki kelemahan besar dari penalarannya. Argumentasi tersebut mengacaukan konsep sebab dan akibat. Menurut Hume, kesimpulan yang ditarik dari akibat yang terbatas, menghasilkan sebab yang terbatas pula. Tidak mungkin lebih jauh dari itu. Maka konsep Tuhan dalam argumentasi kosmologis adalah terbatas. Tidak ada cara untuk menentukan prinsip kausalitas, sebab sesungguhnya penalaran ini hanya berdasar pada suatu kebiasaan saja (habit). Kita hanya dapat mengetahui bahwa Z terjadi setelah Y, tapi apakah benar bahwa Z itu disebabkan oleh Y, kita tidak ketahui. Alam semesta ini secara keseluruhan tidak membutuhkan suatu sebab, kecuali bagian-bagian daripadanya saja.

Kant yang sebagaimana disebut dipengaruhi oleh filsafat Hume, juga mengkritik argumentasi kosmologis. Baginya, dunia noumena (esensi) tidak bisa disimpulkan dari dunia fenomena (gejala). Dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan eksistensil sebagai hal yang niscaya adalah tidak mungkin, sebab hal itu hanya mungkin dalam pernyataan logika. Argumentasi kosmologis ini memiliki kontradiksi-kontradiksi metafisik. Kritik Hume dan Kant bukanlah akhir dari problem argumentasi kosmologis. Pemikir-pemikir seperti Richard Taylor, Stuart C. Hackett, dan James Ross dapat disebut pembela argumentasi ini, dengan pertimbangan bahwa keberadaan Tuhan memang bukanlah hasil dari argumentasi, tapi paling tidak dengan argumentasi kosmologis diperlihatkan bagaimana dasar-dasar logis dalam kaitan antara suatu keberadaan yang terbatas dengan ada yang tidak terbatas.[5] 3. Fungsi Tauhid Dan Bahaya Syirik Dalam Kehidupan Manusia 3.1. Fungsi Tauhid Ilmu tauhid merupakan sebuah disiplin ilmu Islam yang amat dikenal baik oleh kalangan akademis ataupun oleh masyarakat pada umumnya. Hal itu terlihat dari keterlibatan ilmu tersebut dalam menjelaskan berbagai masalah yang muncul di masyarakat. Karena keberhasilan dan kegagalan seseorang dalam kehidupannya seringkali dilihat dari sisi tauhid (teologi). Hal itulah yang menjadikan ilmu ini menarik untuk dikaji, dan diketahui oleh setiap umat islam, sehingga bisa mengambil manfaat dari ilmu ini untuk mencapai sebuah tujuan hakiki dari kehidupan ini. Akan tetapi, bukan berarti disiplin ilmu ini adalah ilmu satu-satunya yang harus dipelajari, karena sebagaimana dikatakan oleh Harun Nasution bahwa untuk mengetahui dan memahami tentang agama Islam, diharuskan islam ini dipelajari dari berbagai disiplin ilmu (persepektif). Namun, yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini ialah Sebagaimana disebutkan yaitu tentang fungsi atau manfaat ilmu tauhid dalam kehidupan manusia. Setelah sebelumnya dibahas tentang pengertian dari ilmu tauhid, maka pada bagian ini akan dibahas tentang fungsi dan manfaat dari ilmu tauhid ini dalam kehidupan manusia. Namun, oleh karena keterbatasan pengetahuan dan sumber yang penulis dapatkan, maka bahasan tentang bagian sangat minim. Perlu diketahui, bahwa pada hakikatnya tauhid ini bukan hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh seseorang, tetapi lebih dari itu, ia harus dihayati dengan baik dan benar, karena apabila tauhid telah dimiliki, dimengerti, dan dihayati dengan baik dan benar, maka kesadaran seseorang akan tugas dan kewajibannya sebagai hamba Allah akan muncul dengan sendirinya.Inilah salah satu manfaat dari ilmu tauhid. Selain itu, tauhid juga berfungsi sebagai pembimbimbing umat manusia untuk menemukan kembali jalan yang lurus seperti yang telah dilakukan para Nabi dan Rasul, karena jika diibaratkan sebuah pohon, tauhid adalah pokok akar untuk menemukan kembali jalan Allah, yang dapat membawa umat manusia kepada puncak segala kebaikan.[6] Begitu juga dengan kayakinan (tauhid) akan eksistensi tuhan yang maha esa (Allah) akan melahirkan keyakinan bahwa semua yang ada di ala mini adalah ciptaan tuhan; semuanya akan kembali kepada tuhan, dan segala sesuatu berada dalam urusan yang maha esa itu. Dengan demikian segala perbuatan, sikap, tingkah laku, dan perkataan seseorang selalu berpokok pada modus ini. Sebagai mana firman Allah dalam al-Quran yang artinya :

a. b. c. d.

Dan Aku tidak ciptakan jin dan manusia melainkan supaya menyembah-Ku(alDzariyat:56) Hanya engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada engkaulah kami mohon pertolongan(al-Fatihah:5) Katakanlah, Dialah Allah yang maha Esa. Allah adalah tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu..(al-Ikhlas:1-2) Dari ayat diatas dapat diketahui bahwa ketauhidan tidak hanya menyangkut hal-hal batin, tetapi juga meliputi sikap tingkah laku, perkataan, dan perbuatan seseorang. Oleh karena itu, orang-orang yang telah mampu memahami dan menghayati tauhid dengan dan dan benar akan membawa kepada kebahagiaan baik itu segi lahir ataupun batin. Sehingga jelas bagi seseorang, bahwa tauhid tidak cukup untuk dimiliki dan dihayati, karena jika hanya demikian hanya akan menghasilkan keahlian dalam seluk beluk ketuhanan, namun tidak berpengaruh apa-apa terhadap seseorang tersebut, sehingga dirinya akan berada diluar ketauhidan yang sebenarnya, bahkan mungkin bisa sampai keluar dari keislamannya, karena maksud dan tujuan tauhid bukan sekedar diakui dan diketahui saja, tetapi lebih dari itu tauhid mengadung hal-hal yang beramanfaat bagi kehidupan manusia yaitu : Sebagai sumber dan mutivator perbuatan kebajikan dan keutamaan; Membimbing manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan ibadah dengan penuh keikhlasan; Mengerluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan, dan kegoncangan hidup yang dapat menyesatkan; Mengantarkan umat manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.[7] Dari empat poin yang diatas dapat dipahami bahwa tauhid selain bermanfaat bagi hal-hal batin, juga bermanfaat bagi hal-hal lahir. Sehingga dari poin tersebut sangat jelas manfaatnya bagi kehidupan manusia. Sementara dalam sumber lain, ada yang menspesifikasikan fungsi atau manfaat ilmu tauhid bagi kehidupan manusia ialah sebagai pendoman hidup yang dengannya umat manusia bisa terbimbing kepada jalan yang diridhai Allah, serta dengan tauhid manusia bisa menjalani hidup sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh Allah SWT. Dengan tauhid manusia tidak hanya bebas dan merdeka, melainkan juga akan sadar bahwa kedudukannya sama dengan manusia lain manapun. Tidak ada manusia yang superior atau inferior terhadap manusia lainnya. Suatu hal yang tidak boleh dilupakan ialah bahwa kometmen manusia-tauhid tidak saja terbatas pada hubungan verticalnya dengan tuhan, melainkan juga mencakup hubungan Horizontal dengan sesama manusia dan seluruh makhluk, dan hubungan-hubungan ini harus sesuai dengan kehendak Allah. Sehingga dengan misi ini tauhid dapat mewujudkan sesuatu bentuk kehidupan social yang adil dan etis.[8] Dalam kontek pengembangan umat, tauhid berfungsi antara lain mentranformasikan setiap individu yang meyakininya menjadi manusia yang lebih kurang ideal dalam arti memiliki sifatsifat mulia yang membebaskan dirinya dari setiap belenggu social, politik, ekonomi, dan budaya. Dengan demikian, akan muncul manusia-manusia tauhid yang memiliki cirri-ciri positif yaitu :

a. Memiliki kometmen utuh pada tuhannya. b. Menolak pedoman hidup yang datang bukan dari Allah. c. Bersikap progresif dengan selalu melakukan penilaian terhadap terhadap kualitas kehidupannya, adat-istiadatnya, tradisi dan faham hidupnya.

d.

Tujuan hidupnya jelas. Ibadatnya, kerja kerasnya, hidup dan matinya hanyalah untuk Allah semata-mata. e. Meimiliki visi jelas tentang kehidupan yang harus dibangunnya bersama-sama manusia lain; suatu kehidupan yang harmunis antara manusia dengan Tuhannya, dengan lingkungan hidupnya, dengan sesama manusia dan dengan dirinya sendiri. Oleh karena itu, Nampak jelas bahwa tauhid memberikan dampak positif bagi kehidupan manusia. Bila setiap individu memiliki komitmen tauhid yang kukuh dan utuh, maka akan menjadi suatu kekuatan yang besar untuk mambangaun dunia yang lebih adil, etis dan dinamis.[9] 3.2 Bahaya Syirik

a. Syirik asghar 1) Merusak amal yang tercampur dengan syirik ashghar. Dari Abu Hurairah radiallahu anhu marfu (yang terjemahannya): Allah berfirman: "Aku tidak butuh sekutu-sekutu dari kalian, barang siapa yang melakukan suatu amalan yang dia menyekutukan-Ku padanya selain Aku, maka Aku tinggalkan dia dan persekutuannya". (Riwayat Muslim, kitab az-Zuhud 2985, 46). 2) Terkena ancaman dari dalil-dalil tentang syirik, karena salaf menggunakan setiap dalil yang berkenaan dengan syirik akbar untuk syirik ashghar. (Lihat al-Madkhal, hal 124). 3) Termasuk dosa besar yang terbesar.

b. Syirik Akbar 1) Kezhaliman terbesar. Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya): "Sesungguhnya syirik itu kezhaliman yang besar". (QS. Luqman: 13). 2) Menghancurkan seluruh amal. Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya): "Sesungguhnya jika engkau berbuat syirik, niscaya hapuslah amalmu, dan benar-benar engkau termasuk orang yang rugi". (QS. Az-Zumar: 65). 3) Jika meninggal dalam keadaan syirik, maka tidak akan diampuni oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya):Sesungguhnya, Allah tidak akan mengampuni jika disekutukan, dan Dia akan mengampuni selain itu (syirik) bagi siapa yang (Dia) kehendaki. (QS. An-Nisa: 48, 116).

4) Pelakunya diharamkan masuk surga.

Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya): "Sesungguhnya barang siapa menyekutukan Allah, maka pasti Allah mengharamkan jannah baginya dan tempatnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun". (QS. Al-Maidah: 72). 5) Kekal di dalam neraka. Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya): "Sesungguhnya orang kafir, yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk". (QS. Al-Bayyinah: 6). 6) Syirik adalah dosa paling besar. Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya): "Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu. Bagi siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya". (QS. An-Nisa: 116). 7) Perkara pertama yang diharamkan oleh Allah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (yang terjemahannya): "Katakanlah: Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun ter-sembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menu-runkan hujjah untuk itu dan (meng-haram-kan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui". (QS. Al-Araaf: 33). 8) Dosa pertama yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Lihat Quran surah Al-Anaam: 151. 9) Pelakunya adalah orang-orang najis (kotor) akidahnya. Allah Ta'ala berfirman (yang terjemahannya): "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis". (QS. At-Taubah: 28). 4. Sikap Robbaniyah (Ketuhanan) Dalam Kehidupan Sehari-Hari Prinsip dasar ajaran Islam tentang ketuhanan adalah tauhid yang berarti meng-Esa-kan Tuhan. Dalam Islam, mengajarkan adanya Allah SWT., yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Esa adalah kewajiban. Sebab, pengakuan akan keesaan Allah ini merupakan prasyarat bagi seseorang untuk dapat dikatakan sebagai muslim, yaitu seorang yang beragama Islam. Seorang muslim tidak boleh mempercayai adanya kekuatan lain yang menandingi kekuatan dan kekuasaan Tuhan. Seorang muslim juga tidak boleh mempercayai adanya Tuhan selain Allah. Sikap mempercayai adanya Tuhan selain Allah itu dalam Islam disebut syirk, yaitu mempersekutukan Allah SWT. Orang yang berbuat syirik disebut musyrik. Syirik itu bukan hanya merusak keimanan, melainkan lebih dari itu menghapus iman. Oleh karena itu, setiap muslim harus menghindarkan diri dari segala perbuatan syirik. Ada juga perbuatan lain yang juga merupakan dosa besar tetapi tidak langsung menghapus iman, melainkan hanya dapat merusak iman, yaitu bersikap munafik (nifaq). Nifaq adalah sikap

mendua dalam beriman, yaitu lain di mulut lain pula dalam perbuatan. Apabila seorang munafik bertemu dengan orang-orang beriman, ia akan berkata bahwa dirinya adalah orang beriman. Akan tetapi jika ia bertemu dengan orang yang tidak beriman, seorang munafik berkata bahwa dirinya tidak beriman. Sikap munafik merusak iman dan sebab itu dikecam oleh Allah dengan pernyataan-Nya bahwa orang munafik akan dimasukkan ke dalam neraka. Yang juga berkaitan dengan nifaq adalah fasiq (fisq). Orang yang fasiq adalah orang Islam yang tidak menaati aturan-aturan yang ditetapkan oleh Allah SWT. Ia berbuat durhaka kepada Tuhan, berbuat maksiat, melakukan perbuatan dosa, melanggar aturan Tuhan, dan sebagainya. Perusakan iman dalam bentuk dosa besar adalah segala perbuatan yang melanggar perintah maupun larangan-Nya, misalnya berbuat zina, membunuh orang, makan harta anak yatim, dan durhaka kepada kedua orang tua. Mengenai perbuatan dosa besar seperti itu, ulama sepakat bahwa hal demikian jelas-jelas merusak iman, meskipun belum sampai kepada tingkat menghapus iman. Pelaku dosa besar harus segera meminta ampunan kepada Allah dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan dosanya itu. Oleh karena itu, sikap yang paling baik adalah menghindari semua perbuatan dosa, baik besar maupun kecil. Hal demikian dapat dilakukan apabila seseorang merasa bahwa Allah Yang Maha Esa selalu diyakini hadir dalam dirinya dan mengawasi segala perbuatanya. Inilah yang disebut dengan iman yang fungsional. Iman yang fungsional juga melahirkan sikap dan kepribadian yang mulia pada diri orang yang bersangkutan, misalnya karena seseorang merasa bahwa Allah selalu hadir dalam dirinya maka ia tidak akan berbuat dusta. Orang yang beriman dengan cara seperti ini memilliki tingkat kejujuran yang tinggi, karena ia yakin bahwa segala perbuatannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan dan selalu mempertimbangkan telebih dahulu segala perbuatannya, sehingga ia menjadi manusia yang bertanggung jawab. Demikianlah prinsip dasar Islam tentang ketuhanan. Dalam Islam Allah adalah Maha Ada, Maha Esa, dan Maha Kuasa. Tidak ada satupun selain Allah yang dapat menandingi keberadaanNya, keesaan-Nya dan kebesaran-Nya. Bagi seorang mukmin atau muslim yang baik, Allah selalu Maha Hadir pada dirinya sehingga mengontrol segala kata dan perbuatannya, serta melahirkan sikap dan kepribadian mulia (akhlaqul karimah).[10]

BAB III PENUTUP

A. Simpulan 1. Dengan Tauhid tidak saja manusia akan merdeka dan bebas, tetapi juga akan sadar bahwa kedudukannya itu sama dengan manusia manapun, dan yang membedakan satu dengan yang lain hanyalah tingkat ketakwaan kepada Allah SWT. 2. Pada hakikatnya tauhid ini bukan hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh seseorang, tetapi lebih dari itu, ia harus dihayati dengan baik dan benar, karena apabila tauhid telah dimiliki, dimengerti, dan dihayati dengan baik dan benar, maka kesadaran seseorang akan tugas dan kewajibannya sebagai hamba Allah akan muncul dengan sendirinya. 3. Tauhid berfungsi sebagai pembimbimbing umat manusia untuk menemukan kembali jalan yang lurus seperti yang telah dilakukan para Nabi dan Rasul, karena jika diibaratkan sebuah pohon, tauhid adalah pokok akar untuk menemukan kembali jalan Allah, yang dapat membawa umat manusia kepada puncak segala kebaikan. 4. Seorang manusia jangan sampai sekali-kali dalam menjalani suatu kehidupan memiliki sifat yang namanya syirik, karena perbuatan syirik itu merupakan perbuatan yang dibenci oleh Allah SWT, yang memilili dampak buruk bagi pribadi maupun orang lain. B. Penutup Demikianlah yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan jujul makalah ini. Penulis banyak berharap pembaca yang budiman sudih memberikan kritik dan saran yang membengun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah dikesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalh ini berguna dan bermanfaat bagi penulis juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

REFERENSI

Al-Marogi, Ahmad Mustofa. 1993. Tafsir Al-Maragi. Semarang: Toha Putra. Asmuni, Muhamad Yusran. 1993. Ilmu Tauhid.Jakarta: Citra Niaga Rajawali Pres. Departemen Agama RI. AlQuran dan Terjemahannya. Semarang: Toha Putra. Khalis, Muhammad. 2007. Mutahim, Laa Tansa Ya.. Muslimin. Jakarta: Alifbata. . Syarobasyi, Ahamad.1997. Himpunan Fatwa. Surabaya: Al Ikhlas.

[1] Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi, Kitab Tauhid (terjemah), (Jakarta: Erlangga, 1973), hlm.
22. [2]

Departemen Agama RI, AlQuran dan Terjemahannya, (Semarang: Toha Putra, 1971), hlm.

1118.
[3] Ahmad Mustofa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: Toha Putra, 1993), hlm.463 [4] ) http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detail&id_online=30 [5] Ahamad Syarobasyi, Himpunan Fatwa, (Surabaya: Al Ikhlas, 1997), hlm. 488-489. [6] Muhammad Khalis, Mutahim, Laa Tansa Ya.. Muslimin, (Jakarta: Alifbata, 2007), hlm.

56.
[7] M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: citra Niaga Rajawali [8] Pokja , Tauhid.(Semarang: t.p, t.tt), hlm. 79. [9] Pokja, Ibid. hal 79-80 [10] Iman Khan,www.parapemikir.com/indo

press, 1993), hlm.7.

Teologi Islam dan Problem Ketuhanan di Zaman Modern


11.44 Dadan Dhunzhill No comments

Masalah yang sedang dihadapi umat Islam pada zaman sekarang merupakan masalah yang sangat serius. Disamping masalah pemikiran, problem tentang ketuhanan pun menjadi tantangan yang harus di hadapi oleh umat Islam. masalah dan problem tersebut tidak lepas dari peranan bangsa Barat yang sangat gencar mempengaruhi pemikiran umat Islam. berbagai bidang ilmu pengetahhuan barat banyak dimasukan bahkan diaplikasikan dalam keilmuan Islam, diantaranya tentang teologi. Islam merupakan agama yang mempunyai peradaban ilmu paling maju dan banyak memberikan kontribusi kepada perkembangan ilmu pengetahuan yang ada di Barat. Dalam khazanah ilmu pengetahuan Islam sendiri, terdapat banyak macam bidang ilmu yang merupakan produk asli agama Islam. diantara bidang bidang ilmu tersebut adalah Ilmu Kalam atau istilah lain adalah teologi dan para teolog Islam biasa disebut dengan mutakallimin atau ahli kalam. Disebut Ilmu Kalam karena ilmu ini membahas tentang kalam atau wahyu Tuhan. Adapun kata teologi, merupakan istilah yang diambil dari Yunani dan terdiri dari dua kata yaitu theos yang berarti Tuhan dan logos yang berarti ilmu. Jadi, teologi merupakan ilmu tentang Tuhan atau ilmu ketuhanan. Adapun pokok pembahasan yang ada dalam teologi adalah Tuhan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya.[1]

Aliran Teologi dalam Islam Beberapa aliran yang membahas tentang teologi atau ilmu kalam dalam Islam sangat banyak, diantara aliran aliran tersebut adalah Khawarij, Jabbariyah, Qadariyah, Syiah, Murjiah, dan Mutazilah. Aliran Khawarij berpendapat bahwa mereka mensucikan Dzat Ilahiayah dan menolak sifat sifat Allah, maka dari itu mereka menyatakan bahwa sifat merupakan Dzat itu sendiri.[2] Adapun aliran Jabbariyah berpandangan bahwa mereka menolak sifat Kalam bagi Allah SWT, karena Kalam merupakan sifat dari makhluk.[3] Selain dua aliran tersebut ada beberapa aliran yang lain dalam memandang masalah ketuhanan dalam Islam atau ilmu kalam. Aliaran tersebut dalah aliran Mutazilah yang didirikan oleh Wasil bin Atho. Dalam masalah ketuhanan mereka mempunyai konsep sendiri, konsep

tersebut biasa disebut dengan Al-Usul Al-Khamsah yaitu Tauhid, Al-Adlu, Al-Wadu wa AlWaid, Al-Manzil baina Manzilatain dan Al-Amru bil Maruf wa An-Nahyu An Al-Munkar. Dalam salah satu konsepnya yaitu Tauhid, mereka berbicara banyak tentang ketuhanan. Diantara pendapatnya yaitu : artinya bahwa sifat Allah tidak terpisah dari dzat-Nya. Untuk mempertegas konsepnya ini, Mutazilah menjelaskan bahwa artinya Allah Maha Mengetahui dengan ilmu-Nya, sifat ilmu adalah dzat-Nya.[4] Banyak para ulama yang tidak setuju dengan pendapat yang dimilki oleh Mutazilah. AlAsyari membuat rumusan yang lain yaitu atau diringkaskan artinya bahwa sifat sifat ilahiyah itu bukan dzat-Nya, dan bukan selain dzat-Nya.[5] Dari pernyataan tersebut timbul pertanyaan, apakah sifat sifat ilahiyah itu ain dzat, atau di luar dari dzat? Al-Syahrastani menjawab dengan menampilkan perkataan Al-Asyari dengan konsepnya yaitu , , , artinya sifat adalah dzat dan bukan yang lainnya, bukan bukan, Ia bukan yang lain.[6] Aliran Aliran Dalam Konsep Ketuhanana Sebelum memasuki kedalam permasalahan tentang ketuhanan, ada baiknya kita sedikit banyak membahasah tentang beberapa aliran dalam konsep ketuhanan yang telah berkembang dari satu fase ke fase yang lain. Diantara aliran tersebut adalah Teisme, Tuhan menurut aliran ini berada di alam atau immanent dan Dia juga jauh dari alam atau transendent. Adapun ciri lain dari teisme adalah mereka menegaskan bahwasannya Tuhan setelah proses penciptaan alam selesai, Dia tetap aktif dan selalu memelihara alam. Agama agama besar pada dasarnya penganut paham teusme, seperti Yahudi, Kristen, dan Islam.[7] Tokoh Kristen yang mengemukakan gagasan ini ialah St. Augustinus. Menurutnya, Tuhan ada dengan sendirinya (self existing), tidak diciptakan, tidak berubah, abadi, bersifat personal yang terdiri dari tiga person, yaitu Bapak, Anak dan Roh kudus.[8] Konsep teisme dalam Islam dijelaskan oleh AlGhazali. Menurutnya, Allah adalah Zat yang Esa dan pencipta alam serta berperan aktif dalam mengendalikan alam. Yang dimaksud Esa menurutnya adalah kembali kepada penetapan dzatNya.[9] Dalam Al-Quran banyak ayat yang menjelaskan tentang Tuhan yang Esa, diantaranya QS 112: 1 yang artinya Katakanlah wahai Muhammad, Dia (Allah) adalah satu. Adapun ayat yang menunjukkan bahwa Allah bersifat transendent dan immanent adalah QS 10: 3 yang artinya

Sesungguhya Tuhan kamu adalah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy untuk mengatur semua urusan Aliran dalam konsep ketuhanan yang berikutnya adalah Deisme. Menurut paham ini,Tuhan berada jauh di luar alam dan setelah menciptakan alam, Dia tidak memperhatikan alam dan memeliharanya lagi. Alam berjalan sesuai dengan peraturan peraturan yang telah sempurna yang telah ditetapkan ketika proses penciptaan dan peraturan peraturan tersebut tidak berubah ubah. Tokoh yang mempelopori munculnya aliran ini ialah Newton (1642-1727). Menurutnya, Tuhan hanya pencipta alam dan apabila ada kerusakan, alam tidak membutuhkan Tuhan untuk memperbaikinya keseimbangan.[10] Aliran yang selanjutnya adalah Panteisme. Aliran ini berpendapat bahwa seluruh alam ini adalah Tuhan dan Tuhan adalah seluruh alam, termasuk benda benda yang bisa ditangkap oleh panca indra seperti manusia, binatang, tumbuh tumbuhan, dan benda mati adalah bagian dari Tuhan. Dalam agama Islam, paham ini biasa disebut dengan Wihdatut al-wujud (kesatuan wujud) yang dikenalkan oleh Ibnu al-Arabi. Disamping memiliki persamaan, keduanya juga memiliki perbedaan, yaitu dalam panteisme alam adalah Tuhan dan Tuhan adalah alam akan tetapi dalam wihdat al-wujud alam bukan Tuhan tetapi bagian dari Tuhan. Bisa disimpulkan bahwa dalam wihdat al-wujud alam dan Tuhan tidak identik, sedangkan dalam panteisme alam dan Tuhan identik.[11] karena alam sudah memiliki mekanisme sendiri untuk menjaga

Keraguan Terhadap Eksistensi Tuhan Pada Zaman Pertengahan yaitu antara abad lima belas dan enam belas Masehi, agama Kristen sangat mendominasi bangsa Barat. Dengan sangat otoriternya, mereka menindak para ilmuwan yang berbeda pendapat dengan doktrin Gereja. Diantara para ilmuwan tersebut ialah Nicolaus Copernicus (1473 1543) dengan teorinya tentang heliocentris. Dia mengatakan bumi berputar pada porosnya, bahwa bulan berputar mengelilingi matahari dan bumi, serta planetplanet lain semuanya berputar mengelilingi matahari.[12] Akan tetapi teori Copernicus tersebut sangat bertentangan dengan doktrin yang ada dalam ajaran Gereja pada saat itu. Gereja berpendapat bahwa pusat dari tata surya ini adalah bumi atau biasa disebut dengan geocentris. Tepat pada tanggal 24 Mei 1543, Copernicus dijatuhi hukuman mati oleh Gereja karena teorinya bertentangan dengan ajaran Gereja.[13]

Setelah Zaman Pertengahan atau yang biasa disebut dengan Zaman Kegelapan (Dark Ages), muncul periode Pencerahan (Renaissance). Pada periode ini, berbagai ilmu di Barat banyak berkembang dan juga periode ini menandakan awal dari Zaman Modern. Adalah David Hume (17111776) tokoh filsafat barat yang yang mengembangkan filsafat Empirisme. Dia berpendapat bahwa manusia tidak perlu mengunyah tafsiran ilmiah tentang realitas serta alasan filosofis untuk mempercayai sesuatu di luar jankauan indra dan Hume membuang argumen yang berusaha membuktikan eksistensi Tuhan dari ketertataan alam, dengan menyatakan bahwa hal itu didasarkan pada argumen analogis yang tidak konklusif.[14] Dengan kata lain, Hume menolak hukum Kausalitas seperti adanya alam ini disebabkan oleh adanya Tuhan. Selain Empirisme, filsafat Positivisme yang dikembangkan oleh August Comte (1798 1857) pun mempunyai pengaruh besar di Zaman Modern. Menurut Comte, sejarah perkembangan alam pikir manusia terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap teologik, tahap metaphisik, dan tahap positif.[15] Dalam pandangannya tentang Tuhan, Comte mempunyai pendapat bahwa agama atau Tuhan tidak bisa dilihat, diukur dan dibuktikan, maka Tuhan tidak mempunyai arti dan faedah karena suatu pernyataan akan dianggap benar oleh positivisme apabila pernyataan itu sesuai dengan fakta.[16] Ludwig Andreas Feuerbach (1804-1872) yang sepaham dengan Comte memiliki pandangan yang lebih positif tentang manusia, ia ingin mencampakan Tuhan yang telah menyebabkan menyebarnya rasa putus asa di masa silam.[17] Karl Heinrich Mark (18181883) tokoh Materialisme dan pencetus Komunisme, memandang agama sebagai desahan makhluk yang tertekan dan candu masyarakat. Selain itu, Mark menegaskan bahwa kepercayaan kepada Tuhan atau dewa dewa adalah lambang kekecewaan atas kekalahan dalam perjuangan kelas. Kepercayaan tersebut adalah sikap yang memalukan yang harus dienyahkan, bahkan dengan cara paksaan.[18] Dia sendiri mengaku sebagai seorang ateis yang radikal dengan mengatakan saya membenci segala Tuhan.[19] Tokoh yang lebih ekstim dalam memandang Tuhan selain Mark adalah Friedrich Wilhelm Nietzsche (18441900). Keyakinan yang mendasari Nietzsche adalah bahwa Tuhan telah mati dan segala dewata sudah mati, hanya manusia ataslah yang masih hidup.[20] Dia mengumumkan ini dalam tamsil tentang orang gila yang berlari ke pasar pada suatu pagi, meneriakan, aku mencari Tuhan! ketika seorang penonton dengan pongah bertanya ke mana menurutnya Tuhan pergi, apakah Dia melarikan diri atau mungkin pindah?, orang gila itu menatap tajam kearah

mereka. Kemana Tuhan pergi? dia bertanya.aku ingin mengatakan kepada kalian, kita telah membunuhnya aku dan kalian! Kita semua adalah pembunuhnya!.[21]

Suatu Kesimpulan Setelah mengenal sedikit banyak tentang aliran - aliran teologi dalam Islam dan beberapa aliran konsep ketuhanan serta pendapat para tokoh Barat dalam memandang Tuhan, maka kita akan mengetahuhi bagaimana konsep ketuhanan yang begitu komplek yang ada dalam Islam dengan berbagai pendapat yang ada di dalamnya, serta pengertian pengertian dalam konsep ketuhanan yang telah berkembang dari satu fase ke fase yang lainnya dan keraguan serta penolakan terhadap Tuhan. Semuanya menjadi sebuah keberagaman dalam memandang wujud Tuhan. Islam dengan aliran aliran Kalam dan perbedaan pendapat di dalamnya, mampu mempersatukan umat dibawah naungan ke-Esaan Allah SWT. Teisme, Deisme dan Panteisme mampu memberikan contoh dari pengertian dalam konsep ketuhanan kepada umat Islam agar bisa membedaka satu dengan yang lainnya. Berbagai disiplin ilmu serta paham ideologi yang berkembang di Barat banyak ditawarkan kepada umat Islam, menjadi sebuah tantangan dalam memahami arti dari eksistensi Tuhan. Sebagian dari mereka berpandangan bahwa wujud Tuhan tidak benar dan tidak dapat dibuktikan keberadaanya, karena suatu kebenaran diukur dari fakta yang ada. Pencampakan Tuhan serta berkeyakinan kepada-Nya adalah sikap yang memalukan, merupakan suatu problem yang sedang dan akan dihadapi oleh umat islam di Zaman Modern ini. Untuk membentengi dari itu semua, umat Islam sadar bahwa paham ideologi tersebut berasal dari Barat dan bertolak belakang dengan ajaran Islam yang berlandaskan Al-Quran dan Sunnah. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalilahia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian (QS 4:59). Wallahul mutaan... Hamzah Yaqub, Filsafat Agama Titik Temu Akal dan Wahyu, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991) hal. 10 [2] Amal Fathullah Zarkasyi, Ilmu Al- Kalam: Tarikhul Madzahib Al-Islamiyyah wa Qodloyaha Al-Kalamiyyah, (Ponorogo: Darussalam University Press, 2006) hal. 47 [3] Ibid., hal. 50
[1]

Amal Fathullah Zarkasyi, Kuliah Tentang Konsep Tauhid Dalam Perspektif Filsafat, Ilmu Kalam dan Tasawwuf, (Ponorogo: Fakultas Ushuluddin ISID, 2006) hal. 7 [5] Ibid., hal. 12 [6] Ibid., hal. 13 [7] Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama: Wiasta Pemikiran dan Kepercayaan Manusia, (Jakarta: Rajawali Press, 2009) hal. 81 [8] Norman L. Geisler dan Williams D. Watkins, perspectives Understandingand Evaluating Todays World Views, (California: Heres Life Peblisers, Inc, 1984) hal. 23. Lihat juga Ibid., hal. 84 [9] Amal Fathullah Zarkasyi, Aqidah Al-Tauhd Inda Al-Falasifah wa Al-Mutakallimin wa As-Sufiyah, (Ponorogo: Darussalam University Press, 2008) hal. 96 [10] Bakhtiar, Op.cit., hal. 89 [11] Bakhtiar, Op.cit., hal. 94 [12] Michael H. Hart, Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, terj: H. Mahbub Djunaidi (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1982) [13] Hart, Ibid hal. [14] Karen Amstrong, Sejarah Tuhan: Kisah Pencarian Tuhan yang dilakukan oleh Orang Orang Yahudi, Kristen dan Islam, terj: Zaimul Am, (Bandung: Mizan Pustaka, 2007) hal. 441 [15] Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Belukar, 2004) hal. 109 [16] Bakhtiar, Op.cit., hal. 116 [17] Amstrong, Op.cit., hal 451 [18] Daniel L. Pals, Dekonstruksi kebenaran: Kritik Tujuh Teori Agama, terj: Inyiak Ridwan Munir (Yogyakarta: IRCiSoD, 2005) hal. 201 [19] Bakhtiar, Op.cit., hal. 124 - 125 [20] Ali Mudhofir, Kamus Filsafat Barat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hal. 375 [21] Amstrong, Op.cit., hal. 458
[4]

http://ibnuhazm57.blogspot.com/2011/03/teologi-islam-dan-problem-ketuhanan-di.html

Anda mungkin juga menyukai