MODERN
Disusun Oleh:
BANDUNG
2021
ABSTRAK
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
2. Teologi Islam
Teologi Islam kerap disamakan dengan Ilmu Kalam, Ilmu
Aqidah, dan Ilmu Tauhid. Bagaimana kita memahami sejumlah istilah
ini? Tradisi Islam, paling tidak, mengenalkan lima terminologi untuk
mendefinisikan “teologi”, yakni ilmu kalam, ushuluddin, ilm-aqaid,
dan fiqh al-akbar. Kelima istilah ini
memang ditemukan dalam khazanah ilmu pengetahuan Islam.
Walaupun namanya berbeda-beda, semuanya membicarakan hal-
ihwal tentang Tuhan.
Teologi Islam disebut ‘ilm al-kalam (atau sering disingkat
menjadi “kalam” saja), didasarkan pada factor historis bahwa terjadi
perdebatan (kalam) yang sengit di antara kaum teolog Islam tentang
status keabadian kalam (atau firman Allah). Di sini, kalam berarti
perbincangan, bisa juga berarti Firman Tuhan. Teologi Islam, saat
menggunakan nama Ilmu Kalam, sebagaimana dikemukakan Ibn
Khaldun, adalah ilmu yang menggunakan bukti-bukti logis dalam
mempertahankan akidah keimanan dan menolak pembaharuan yang
menyimpang dalam dogma yang dianut kaum muslimin
pertama dan ortodok Muslim. Dari sini, Teologi Islam atau Ilmu Kalam
menghasilkan sejumlah argument filosofis makhluk, sifat perbuatan
Tuhan dan manusia, dan sebagainya. Karena Kalam berarti
perbincangan, maka disiplin ilmu ini lebih tepat disebut sebagai
wacana yang terbuka. Inilah kira-kira maksud William L Rese saat
mendefinisikan Ilmu Kalam sebagai discourse or reason concerning
God.3
Teologi Islam disebut ilm ‘ushul al-din, dalam arti bahwa tema
perbincangan dalam ilmu ini merupakan pengetahuan tentang dasar-
dasar agama (keyakinan dan keimanan). Semua orang beragama
niscaya membicarakan hal ihwal keimanan, semua agama pasti
membicarakan Tuhan (atau nama lain). Kata ushul berarti inti,
mengisyaratkan adanya cabang. Ushuluddin adalah inti atau pokok
agama, atau hal terdalam dan yang menjadi pusat dari pemikiran dan
aktivitas beragama. Ada pokok (ushul), pasti ada cabang (furu’). Yang
pokok dalam khazanah intelektual Islam disebut ushul al-din,
sementara yang cabangnya adalah apapun pemikiran Islam seperti
fiqh, dakwah, pendidikan, dan sejenisnya.
Logika yang sama dapat ditemukan pada nama al-fiqh al-akbar
atau pengetahuan yang paling agung. Teologi Islam disebut juga
sebagai al-fiqh al-Akbar, sementara selain teologi Islam disebut sebagai
al-fiqh al-shagir (pemahaman mengenai Islam yang lebih kecil). Kata
akbar mengindikasikan yang lebih besar yang secara otomatis meliputi
yang lebih kecil. Jadi al-fiqh al-akbar menjadi payung bagi yang al-fiqh
al-ashgar, atau al-fiqh al-akbar bersifat teoritis dan al-fiqh al-ashgar
merupakan turunannya sebagai ilmu yang lebih praksis. Pada
perkembangan selanjutnya, kajian fiqh seakan terlepas dari kategori
akbar dan ashgar, fiqh adalah fiqh saja yakni satu bidang kajian
hukum Islam. Lazim ditemukan pada kitab-kitab modern, kitab-kitab
fiqh memulai uraian pemikirannya dengan langsung membahas bab
“thaharah”, bukan bab keimanan.mengenai ada tidaknya Tuhan, sifat
wujud Tuhan dan Dari atau Ilmu Tauhid.
3 Resse, 1980:28
Teologi modern merupakan ilmu yang mempelajari ajaran-
ajaran dasar suatu agama. Dalam Islam khususnya, teologi disebut
sebagai ilmu kalam. Secara umum teologi rasional maksudnya adalah
bahwa kita harus mempergunakan rasio kita dalam menyikapi
masalah. Namun bukan berarti kita menyepelekan wahyu. Karena
didalam al-Qur’an hanya memuat sebagian kecil ayat ketentuan-
ketentuan tentang iman, ibadah, hidup bermasyarakat, serta hal-hal
mengenai ilmu pengetahuan dan fenomena natur. Secara teologis
Islam merupakan sistem nilai yang bersifat ilahiyah, tetapi dari sudut
sosiologis, ia merupakn fenomena peradaban, kultural, dan realitas
sosial dalam kehidupan manusia. Ia tidak dapat menghindarkan diri
dari kenyataan sosial lain, yaitu perubahan.
Pandangan umat islam terhadap modernitas barat dapat
ditipologikan menjadi 3 kelompok, yaitu modrnis (ashraniyyun
hadatsiyun), tradisionalis atau salafi (salafiyyun) dan kaum elektis
(tadzabdzub). Yang pertama menganjurkan adopsi modernitas berat
sebagai model yang tepat bagi masa kini. Artinya sebagai model secara
historis memaksakan dirinya sebagai paradigma peradaban modern
untuk masa kini dan amasa depa. Sikap kaum salafi sebaliknya
berupaya mengembalikan kejayaan islam masa lalu sebelum terjadinya
penyimpangan dan kemunduran. Sedangkan yang terakhir (kaum
elektis) berupaya menghadapi unsur-unsur yang terbaik, baik yang
terdapat dalam model barat modern maupun dalam islam masa lalu,
serta menyatukan diantara keduanya dalam bentuk yang dianggap
memenuhi kedua model tersebut. Era modern secara umum dimulai
ketika masyarakat Eropa menyadari tentang pentingnya kembali
berfikir filsafat, Sari (2018;66).
Abbas mengatakan bahwa modernisme adalah aliran aliran
pemikir keagamaan yang menafsirkan islam melalui pendekatan
rasional untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Dengan
demikian Islam harus beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang
terjadi di zaman modern Abbas (2015;7). Untuk itu, umat Islam harus
kembali ke ajaran-ajaran Islam yang semula, ajaran-ajaran Islam seperti
yang terdapat di zaman Salaf, yaitu zaman sahabat dan ulama-ulama
besar, kemudian menyesuaikannya dengan keadaan modern sekarang.
Dalam rangka penyesuaian itu, Abduh mengambil rujukan
kepada pemikiran Ibn Taimiyah yang membagi ajaran Islam ke dalam
dua kategori: ibâdah dan mu’âmalah (hidup kemasyarakatan
manusia). Ia melihat bahwa ajaran yang terdapat dalam alQur‟an dan
hadits mengenai ibadah bersifat tegas, jelas dan terperinci. Sebaliknya,
ajaran-ajaran mengenai hidup kemasyarakatan umat Islam merupakan
dasar-dasar dan prinsipprinsip umum yang tidak terperinci dan
sedikit jumlahnya. Karena prinsip-prinsip itu bersifat umum, tanpa
perincian, maka semua itu dapat disesuaikan dengan tuntutan zaman
Makrum (2009;290).
Memperhatikan pernyataan di atas, berarti teologi kontemporer
orientasinya pada transformasi sosial masyarakat, melakukan langkah
praktis karena perintah nash. Sedangkan aliran teologi klasik, hanya
berkutat pada persoalan hakikat yang berdasarkan atas penafsiran
terhadap wahyu Allah dan Sunnah berhubungan dengan ketuhanan,
keimanan, takdir, dosa, kafir, imamah, khalifah dan perbuatan-
perbuatan manusia.
Aliran teologi Islam modern ini bisa saja orang memandang
sebagai Islam kiri, Islam liberal, Islam progresif khazanah.
Kadangkadang aliran ini bisa saja dinilai positif dan negatif. Positif jika
dapat bergerak dalam bidang ekonomi, sosial dan politik serta benar-
benar fokus dan maju dibidang kajiannya dan bisa negatif bila dilihat
sebagai sebuah gerakan mandiri yang tampak menantang dunia.
b. Pemikiran Teologis
1) Ilmu Tauhid
Muhammad Ibn Abdul Wahab berpendapat
bahwa kemunduran umat Islam disebabkan kerusakan
tauhid dan kepercayaannya kepada Allah Swt.
Pendapat ini didasarkan kepada al-Qur’an Surat al-
Dzariyat ayat 56, yang artinya: “Dan sekali-kali Aku
tidak mencipta jin dan manusia itu, melainkan agar
mereka berbakti kepada-Ku semata”.
Menurut Muhammad Ibn Abdul Wahab, lafadz
Illa liya’budundalam ayat di atas mengandung dua
perintah, yaitu: 1. Perintah agar manusia beribadah; 2.
Perintah agar manusia mentauhidkan Allah Swt. Dalam
ibadahnya.Ibadah yang dimaksud dalam ayat tersebut
mengandung arti bahwa manusia hanya akan taat
kepada Allah dengan memenuhi segala perintah yang
dibebankan kepada dirinya menurut garis ketentuan
Allah dan Rasul-Nya, dan menjauhi segala larangan-
Nya.
Tauhid dari akar kata wahdah yang bermakna
sendirian dan kata wahid yang berarti satu atau
tunggal, lalu menjadi kata tauhid dari kata kerja:
wahhada – yuwahhidu – tauhidan, yang menurut
bahasa adalah meyakini ke-Esaan-an Tuhan, meyakini
hanya ada satu Tuhan, dan tidak ada yang lain.
Tauhid, menurut istilah adalah bahwa di dunia
ini hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah Swt. Tidak ada
yang disebut Tuhan, atau dianggap sebagai Tuhan, atau
dinobatkan sebagai Tuhan, selain Allah Swt.
2) Pembagian Tauhid
Tauhid, menurut Muhammad Ibn Abdul Wahab
dibagi menjadi tiga, yaitu: tauhid uluhiyah, tauhid
rububiyah, dan tauhidu hududiyah. Tauhid uluhiyah,
dalam tujuan ibadah, yakni meluruskan dan
memurnikan tujuan ibadah hanya kepada Allah saja.
Artinya, suatu kepercayaan untuk menetapkan bahwa
sifat ketuhanan itu hanya milik Allah belaka dengan
penyaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah yang
dilahirkan dengan mengucapkan kalimat thayyibah “La
Ilaha ill Allah”
Tauhid uluhiyah ini lebih sedikit orang yang
memahaminya, dibandingkan dengan orang yang
memurnikan tauhid Rububiyah. Artinya, masih banyak
orang Islam yang beribadah tidak memurnikan
ibadahnya kepada Allah semata-mata, melainkan
masih Riya’, yang disebut dengan syirik khofi atau
syirik samar. Dengan alasan apapun, menyelewengkan
tujuan ibadah kepada selain Allah Swt adalah merusak
tauhid uluhiyah. Seperti alasan yang dikemukakan oleh
kaum musyrikin Mekkah yang melakukan ibadah
kepada Allah Swt. Lewat berhala sebaga sarana atau
wasilahnya. Yang namanya Ibadah, menurut Islam
tidak boleh ditujukan kecuali hanya kepada Allah Swt
saja. Sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut
Artinya: "Sesungguhnya Kami menurunkan
kepadamu kitab dengan kebenaran. Maka sembahlah
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang
bersih. Dan orang-orang yang mengambil pelindung
selain Allah: kami tidak menyembah mereka,
melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada
Allah dengan sedekat-dekatnya. Sesungguhnya Allah
akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang
mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak
menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat
ingkar. (Q.S. al-Zumar: 2-3).
Dalam ayat lain juga dijelaskan:Dalam ayat lain
juga dijelaskan:
Yang artinya : "Hanya Engkaulah yang kami sembah,
dan hanya kepada Engkaulah kami meminta
pertolongan. (Q.S. al-Fatihah: 5).
Ayat di atas mengajak kita supaya ikhlas dalam
beribadah dan berdo’a kepada Allah Swt.Tauhid
Rububiyah, tauhid dalam akidah, ialah kepercayaan
bahwa pencipta alam ini ialah Allah, akan tetapi, ia
tidak mengabdi kepada-Nya saja. Maka dengan
pengertian kedua, jelas kemutlakan Allah dalam segala
sifat dan namaNya, tidak murni lagi. Dia masih terbatas
dalam lingkungan dan situasi.
Tauhid hududiyah, tauhid dalam materi ibadah,
yakni bertauhid dalam petunjuk atas dasar amal ibadah
kepada hukum syari’at Allah Swt. Artinya,
mendasarkan amal ibadah dalam petunjuk hukum
syari’at Allah atau memurnikan ibadah kepada Allah
dengan amalan yang disyari’atkan, ditetapkan dalam
agama-Nya saja.
Tauhid yang ketiga ini adalah tauhid yang
sangat rawan dan mudah dilanggar. Oleh karena itu,
pengikutnya semakin sedikit. Artinya, manusia yang
mengaku beriman dan konsisten menjaga kemurnian
tauhid yang ketiga ini, jauh lebih sedikit dibandingkan
dengan pengikut kedua tauhid terdahulu. Sebab,
disamping hanya orang Islam saja yang mengakui
tauhid hududiyah, diantara kaum muslimin sendiri
tidak sedikit ceroboh mengotori kemurnian tauhidini.
Sesungguhnya bertauhid kepada Allah Swt. Tidak
berguna, kalau dalam beribadah untuk mencari ridha-
Nya, justeru bukan amalan yang disyari’atkan dalam
agama-Nya.
Ketiga macam tauhid di atas merupakan satu
kesatuan, antarasatu tauhid dengan yang lainnya tidak
boleh dipisahkan. Ketiga macam tauhid, Uluhiyah,
Rububiyah, dan Hududiyah, wajib menyatu di dalam
iman seseorang muslim sebagai pengikut Ahlissunnah
waljama’ah. Bertauhid dengan tiga pengertian tauhid
diatas, berarti bertuhan hanya kepada Allah Swt.
Beribadah hanya dengan Allah Swt. Dan menjalankan
amal ibadah hanya yang ada perintah dari, hukum
syari’at Allah Swt. Kemurnian tauhid tidak diakui
kecuali yang sudah mencakup tiga pengertian tauhid di
atas.
c. Pergerakan Al-Afghani
Di samping beberapa pemikiran modern yang mampu
mendobrak dunia, khusunya di dunia Islam, al-Afghani juga
melakukan pergerakan secara nyata, seperti penerbitan jurnal
dan dakwah yang sempat terkonsentrasi di India. Mengenai
Pergerakan al-Afghani dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Al-Urwat al-Wusqa
Salah satu bukti kejeniusan al-Afghani
adalah dengan terbitnya jurnal “al-Urwat al-
Wusqa”, sebuah jurnal anti penjajahan yang
diterbitkan secara berkala di Paris. Al-Afghani
mendapat sokongan dari seorang Ulama Mesir,
yakni Muhammad Abduh. Keduanya secara
bersamaan menerbitkan majalah Al-Urwat al-
Wusqa pada tahun 1884 selama tujuh bulan dan
mencapai 18 nomor.
Publikasi tersebut, tidak hanya
menggoncang dunia Islam, bahkan telah
menimbulkan kegelisahan di dunia Barat. Jurnal
ini dengan segera menjadi barometer perlawanan
Islam terhadap imperialism. Jurnal ini merekam
berbagai komentar dari para tokoh muslim dan
para ilmuwan Barat yang kagum dan penasaran
terhadap kecemerlangan al-Afghani.Meskipun
penerbitan jurnal ini pada akhirnya tidak mampu
dipertahankan, karena besarnya rintangan, akan
tetapi pencetakan ulang atas nomor-nomor lama
dan peredarannya tetap berlangsung di jalur
perdagangan gelap.
2) Penyucian India
Al-Afghani secara aktif ikut berupaya
memberantas pemikiran naturalism di India, yang
mengingkari adanya hakekat ketuhanan.
Menurutnya, dasar aliran ini merupakan hawa
nafsu yang menggelora dan mengembangkan
egoisme sesaat yang berlebihan, tanpa
mempertimbangkan umat manusia secara
keseluruhan.
Hal tersebut karena pengingkaran terhadap
hakekat ketuhanan dan adanya anggapan bahwa
materi mampu membuka pintu lebar-lebar bagi
terhapusnya kewajiban manusia sebagai hamba
Tuhan. Dari situlah al-Afghani berusaha
menghancurkan pemikiran ini dengan
menunjukkn bahwa agama mampu memperbaiki
kehidupan masyarakat dengan syari’at dan ajaran-
ajarannya.
KESIMPULAN
1. Pada kata teologi terdapat kata “logos” yang terkait maknanya dengan kata
“logis”. Kata “logis” sering dimaknai sebagai perkataan atau pikiran yang
“dapat diterima pikiran semua orang”. Sesuatu yang “logis” secara niscaya
dapat dipahami dan karenanya diterima kebenarannya. Jadi, pada kata
teologi ada tendensi untuk membicarakan Tuhan dengan “pengetahuan yang
dapat dipahami”. Pada sisi lain, logos juga berarti “kebenaran”, jadi teologi
adalah “kebenaran tentang Tuhan”. Teologi memberikan pengetahuan
tentang Tuhan secara “benar”, yang secara otomatis membicarakan juga
pengetahuan yang “tidak benar” mengenai Tuhan.
2. Teologi Islam kerap disamakan dengan Ilmu Kalam, Ilmu Aqidah, dan Ilmu
Tauhid. Bagaimana kita memahami sejumlah istilah ini? Tradisi Islam, paling
tidak, mengenalkan lima terminologi untuk mendefinisikan “teologi”, yakni
ilmu kalam, ushuluddin, ilm-aqaid, dan fiqh al-akbar. Kelima istilah ini
memang ditemukan dalam khazanah ilmu pengetahuan Islam. Walaupun
namanya berbeda-beda, semuanya membicarakan hal-ihwal tentang Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.uinsgd.ac.id/33684/
https://ejournal.iainkerinci.ac.id/index.php/islamika/article/download/46
2/327
https://osf.io/n6zj4/download
http://digilib.uinsby.ac.id/20120/1/Pemikiran%20teologi%20Islam%20mod
ern.pdf