Pendahuluan
Berbicara tentang Teologi merupakan hal yang menarik sekaligus sulit, di
samping karena perkembangannya yang sangat dinamis Teologia juga
berhubungan dengan Allah yang tidak terbatas sedangkan manusia sangat
terbatas. Namun, ada beberapa defenisi dari para ahli untuk menolong mengerti
tentang Teologia.
Secara etimilogi, istilah “Teologia” berasal bahasa Yunani yaitu: “Theos”
(Allah) dan “Logos” (kata, pemikiran, uraian, ilmu). Daniel Lucas Lukito
menjelaskan Teologia sebagai pembicaraan secara rasional tentang Allah dan
pekerjaan-Nya, hal ini merupakan hasil dari Alkitab sebagai titik tolak penemuan. 1
Sedikit berbeda dengan Pdt. Stevri Lumintang yang menjelaskan istilah Teologia
secara praktis dan juga teoritis. Pengertian secara praktis yaitu pengertian yang
tidak hanya dalam batas pemahaman kognitif mengenai Allah melainkan juga
penghayatan afektif dan pengalaman psikomotoris dari dan bersama Allah.
Sedangkan pengertian teoritis mengartikan Teologia adalah suatu aktivitas iman
orang percaya mempelajari Alkitab dengan maksud untuk mengalami kemurahan
1
Daniel Lucas Lukito, Pengantar Teologia Kristen, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2002), 12.
1
2
2
Stevri I. Lumintang, Keunikan Theologia Kristen di Tengah Kepalsuan, (Batu:Literatur YPPII,
2010), 8-26.
3
Eta Linnemann, Teologia Kontemporer, (Batu: Literatur YPPII, 2011), xiii-xv
4
Paul Enns, The Moody Hand Book of Theology, (Malang: SAAT, 2010), 189
3
teologi mereka? Sumber teologi mereka adalah filsafat, dan dapat dikatakan
bahwa bagi kalangan ini bahwa mereka telah menggeser kedudukan firman
Tuhan dan menggantikannya dengan fisafat.
Metode Penelitian
Metode penulisan dalam penelitian ini adalah study literature review
(SLR). Study literature review merupakan jenis metode dengan menggunakan
artikel atau jurnal penelitian terdahulu sebagai bahan rujukan. SLR sebagai sebuah
meode yang sistematis, eksplisit, dan reprodusibel untuk melakukan identifikasi,
evaluasi, dan sintesis terhadap hasil karya-karya para peneliti dan praktisi. Dalam
bahasa lain, metode ini dinamakan sebagai metode kajian pustaka atau (library
reseach)5 yang bersifat kualitatif. Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka
penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif.6 Penggunakan deskriptif kualitatif ini
karena peneliti ingin menggambarkan dan melukiskan keadaan teks atau fakta-
fakta maupun gejala-gejala yang tampak dalam berbagai referensi yang membahas
mengenai teologi-teologi kontemporer.
Berdasarkan corak penelitian ini, maka semua yang menjadi sumber datanya
adalah berasal dari bahan-bahan tertulis yang berhubungan dengan tema yang
peneliti kaji. Pengambilan data menggunakan metode deskriptif singkronik
artinya data dikumpulkan seperti kondisi apa adanya dan dideskrepsikan sesuai
ciri alamiah teks tersebut.7 Keseluruhan data yang ada oleh peneliti pertama
dilakukan pemilahan secara review yaitu yang membahas mengenai teologi
kontemporer secara umum. Kemudian untuk menganalisis permasalahannya,
5
Penelitian kepustakaan adalah jenis penelitian kualitatif yang sumber datanya dicari peneliti
dengan cara tidak terjun ke lapangan atau penelitian berdasarkan atas karya-karya tertulis baik
yang dipublikasikan maupun belum. Disebut demikian karena data-data atau bahan yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan penelitian didapat dari perpustakaan yang berupa buku,
ensiklopedi, kamus, jurnal, dokumen majalah dan lain-lainnya. Penelitian ini juga merupakan
metode dalam pencarian, mengumpulkan dan menganalisis sumber data untuk diolah dan disajikan
dalam bentuk laporan penelitizn kepustakaan. Lihat Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan,
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), 4-5. Penelitian ini juga memerlukan olahan filosofis dan
teoritis dari pada uji empiris di lapangan. Karena sifatnya teoritis dan filosofis, dibutuhkan
pendekatan filosofis-teologis juga dari pada pendekatan yang lain. Lihat Juga Noeng Muhadjir,
Metode Penelitian: Paradigma Positivisme Obyektif Logika Bahasa Platonis, Chomskyist,
Hegelian & Hermeneutik, Paradigma Studi Islam, Matematik Recursion, Set-Theory & Structural
Equation Modeling Dan Mixed, (Yogyakarta: Rake Sarasi, 1996),169
6
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), (Bandung: Alfabeta, 2017), 283
7
T. Fatimah Djajasudarma, Metode Linguistik: Ancaman Metode Penelitian dan Kajian
(Bandung: Eresco, 1993), 6.
4
penulis memakai pola pikir induktif, yakni berpikir sintetis yang berangkat dari
fakta-fakta, data-data, kasus-kasus dan pengetahuan yang bersifat khusus, menuju
pada kesimpulan-kesimpulan yang bersifat umum.8
Hasil dan Pembahasan
Latar Belakang adanya Teologi Kontemporer
Teologi kontemporer dalam arti yang sesungguhnya baru lahir tahun 1919
di Swiss, 40 mil sebelah selatan perbatasan dengan Jerman. Karl Barth (1886-
1968), yang sudah melayani di tempat tersebut sejak tahun 1919 yaitu tepatnya
sejak beliau berusia 25 tahun. Kemudian teologi ini dilanjutkan oleh Immanuel
Kant.9 Jadi, tahun 1919 lah merupakan titik tolak lahirnya teologi kontemporer.
a. Renaissance
Renaissance berarti kelahiran baru, dan menjelaskan kebangkitan
intelektual yang terjadi di Eropa setelah abad pertengahan. Periode ini juga
sering disebut sebagai sebuah kebangkitan pembelajaran. Renaissance ini
muncul dari 1350-1650. 10 Jadi penekanan renaissance ini adalah kemuliaan
manusia bukan kemuliaan Allah. Pusat dari manusia dan dunia ini adalah
manusia dan bukan Allah. Manusia pada saat sudah bertolak kepada rasio
atau penalaran bukan lagi pada wahyu ilahi.
Renaissance telah mendatangkan skeptis (keragu-raguan) terhadap
Alkitab dan hal-hal yang supranatural. Tokoh filsafat seperti Descartes,
Spinoza dan Libniz berargumentasi bahwa penalaran manusia dan ilmu
pengetahuan mampu untuk memahami teka-teki kehidupan. Tulisan-tulisan
parahumanis sekular berperan dalam meremehkan Alkitab, mukjizat, dan
wahyu ilahi. Pencerahan dari filsafat humanis sekular telah melakukan dasar
bagi liberalisme riligius dan penyangkalannya pada hal-hal yang supranatural.
8
Abd. Rachman Assegaf, Desain Riset Sosial-Keagamaan: Pendekatan Integratif Interkonektif
(Yogyakarta: Gama Media, 2007), 88-89
9
Harvie M. Conn, Teologi Semesta Kontemporer, (Malang: seminari Alkitab Asia Tenggara,
1985),15
10
Paul Enns, Buku Pegangan Teologi Jilid 2, (Malang: Literature, 2012), 189
5
11
Ibid., 190-191
12
Ibid.
13
Conn, Teologi Semesta..., 5
14
Enns, Buku Pegangan..., 192
6
pemikiran teologi historis-kritis adalah, setiap isi Alkitab yang adalah sejarah
tidak dapat diterima dengan rasio.15.
Ruang Lingkup Teologi Kontemporer
Ruang lingkup dari teologi kontemporer itu sendiri ada banyak, antara lain
seperti berikut:
1. Teologi liberal (1763-1834): menempatkan penalaran manusia dan penemuan-
penemuan ilmiah pada tempat utama, segala sesuatu yang tidak sepakat
dengan penalaran dan ilmu pengetahuan harus ditolak. Akibatnya, teologi
liberal menolak doktrin historik dari iman Kristen, karena berhubungan
dengan mukjizat dan supranatural.
2. Teologi neo-Ortodox (setelah perang dunia I): mengaplikasikan kembalinya
pada kepercayaan Kristen ortodoksi setelah hampir dua abad berlangsungnya
liberalisme.16 Dalam teologi neo-ortodox ini ada kejanggalan, karena mereka
memperlakukan Alkitab lebih serius daripada liberalisme lama, namun tetap
mempertahankan fondasi-fondasi liberalisme. Jadi memang ada kebingungan
di dalamnya.
3. Teologi Demitologisasi (oleh Rudoolf Bultmann,1941): memahami
keberadaan manusia dari perspektif manusia dan dapat diterima oleh manusia
modern.
4. Teologi Fundamental: mempertahankan teologi injili tetapi mati-matian
menolak rasio dan filsafat dalam berteologi, teologi Fundamental ini juga
terlalu kaku.
5. Teologi Pengharapan (1965, perang dunia I dan II): saat itu disebut era
kebingungan, dimana manusia sedang mencari-cari jawaban atas ketidak
menentuan yang terjadi.
6. Teologi Neo-Evangelikalisme (1948), frase ini merupakan suatu usaha untuk
merelasikan fase yang baru ini dalam teologi injili dengan fundamentalisme
15
James Barr, Alkitab di Dunia Modern, (Jakarta: Penerbit BPK, 1999), 107.
16
Enns, Buku Pegangan..., 209
8
17
Victor M.Matthews, Neo Evangelikalisme, (Des Plaines: Regular Baptist Press, 1971), 1-2
18
Harvie M.Conn, Teologi Semesta Kontemporer, (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara,
1985), 63-68
9
Teologi, secara etimologis, berasal dari kata theos yang berarti Tuhan dan
logos yang berarti ilmu. Jika dilihat dari akar kata tersebut, istilah teologi bisa
dipastikan bukan berasal dari Islam. Akan tetapi, sebenarnya istilah teologi
tersebut bukan sesuatu yang baru dalam khazanah pemikiran Islam sekarang.
Perlu diketahui bahwa Islam mengalami perkembangan intelektual yang cukup
signifikan melalui gerakan penerjemahan berbagai karya-karya monumental
Yunani. Sebut saja karya yang berjudul Theologia Aristotle dan Elementatio
Theologia yang telah dikenal di kalangan para pemikir Islam.19
Secara terminologis ada beberapa pengertian tentang teologi yang
diberikan yang layak diperhatikan. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa menjelaskan bahwa teologi adalah pengetahuan ketuhanan
(mengenai sifat-sifat Allah dan agama terutama berdasar pada kitab-kitab Suci. 20
D.S. Adam memberikan batasan pengertian teologi merupakan disiplin yang
membahas mengenai Tuhan dan hubungan Tuhan dengan dunia.21
Kemudian dengan didasarkan pada kenyataan bahwa arus utama
intelektualisme berada di tangan orang-orang Islam Arab dan didominasi oleh
gerakan Arabisme pada saat itu. Teologi didefinisikan sebagai ilmu dengan bidang
pengkajian tertentu yaitu Tuhan dan hubungannya dengan alam semesta dan
manusia. Sedangkan dalam ilmu kalam sendiri, pengertian teologi merupakan
sebuah rumusan yang telah berusia tua yang hanya berkutat pada persoalan
ketuhanan yang hampir tanpa menyentuh aspek kemanusiaan dengan
kemungkinan ada yang sangat minim.
Teologi Pembebasan
Istilah pembebasan yang muncul di dalam berbagai Teologi Agama adalah
sebuah gambaran fenomenatif dari aspek teologi, yang secara konklusifnya
melahirkan banyak pemikir, mulai dari ortodok, sampai dengan pemikir modern.
19
Nasihun Amin. Teologi Islam Transformatif, 3 (dikutip dari, Madjid Fakhry, The History of
Islamic Philosophy (New York: Columbia University Press, 1983)
20
Nasihun Amin. Teologi Islam Transformatif, hal. 3 (dikutip dari, Tim Penyusun Kamus Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar
Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990)
21
Nasihun Amin. Teologi Islam Transformatif, hal. 3 (dikutip dari, D.S. Adam, "Theology" dalam
James Hastings, Encyclopaedia of Religion and Ethics (New York: Charlers Scribner`s Sons, vol.
12. tth.)
10
Semua pemikira dimaksud mengandung makna dan tuntutan agar teologi tidak
mendoktrinisasikan ajarannya sebagai sebuah tesis mutlak yang mengekang
penganut-penganutya. Pembebasan atau Liberalisasi yang lahirnya dilatar
belakangi oleh suatu kondisi Diktatoral Politik secara politis, otoriter lembaga-
lembaga keagamaan dan kondisi sosial kemasyarakatan yang diskriminatif dan
tidak populis telah mewujudkan berbagai gerakan dan aliran pembebasan didalam
teologi agama dan wilayah pengembangan teologi secara geografis.22
Wilayah pengembangan teologi secara geografis terbentuk dari
pemahaman dan orientasi teologi pembebasan itu sendiri.Secara geografis terdapat
tiga wilayah pengembangan pengembangan teologi pembebasan yakni Amerika
Latin, Afrika dan India. Masing-masing wilayah mengembangkan pemikiran
teologi pembebasan ini dengan orientasi masing-masing namun masih dalam
kerangka yang sama. kesamaan kerangka pemikiran ini sesungguhnya dilandasi
oleh pendefenisian teologi pembebasan yang sama.
Wasito Raharjo mengatakan mengenai Pengertian Teologi Pembebasan
secara harfiah sebagai tanggapan pemahaman agama dalam membaca kasus
ketimpangan sosial politik yang di akibatkan oleh rezim hegemonik yang
melakukan praktik subsordinasi dan intimidatif kepada masyarakatnya yang
sangat erat kaitannya dengan gerakan politik.23
Dengan kata lain dapat dikatakan juga bahwa teologi pembebasaan
(Libertion theology) merupakan sebuah konsep teologi yang mengasumsikan
bahwa teologi harus mampu berperan dalam mendorong terjadinya perubahan
sosial dan mengembangkan spiritualitas pembebasan dari ketidak adilan sosial,
ekonomi, dan intelektualitas.24
Gustavo Guitirrez mengatakan, Istilah Teologi Pembebasan mengandung
tiga makna, pertama, memberikan perlindungan dan penyelamatan manusia dalam
22.
M. Husein A. Wahab, Pemikiran Pembebasan Dalam Teologi (Suatu Analisis Historis dan
Geografis), (Banda Aceh, Jurnal Substantia, Vol. 15, No. 2, Oktober 2013), 218.
23
Wasito Raharjo jati, Agama dan Politik: Teologi Pembebasan Sebagai Arena Profetisasi Agama,
(Jakarta, Jurnal Walisongo Volume 22, Nomor 1, Mei 2014), 135.
24.
Loren Bagus dalam Lukman Hakim, Wacana Teologi Tranformatif Dari Teosentris ke-
Antroposentris, Banda Aceh (Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Ar-raniry, cet-1,
2014), 113.
11
tenaga kerohanian.30 Akan tetapi ternyata pengiriman besar besaran pastor juga
ternyata tidak berhasil membawa dampak yang signifikan teradap ketimpangan
dan penindasan penganut yang didominasi oleh masyarakat ekonomi menengah
kebawah.
Pada pertengahan abad 20, Gustvo Gotierrez seorang pastor kelahiran peru
mulai membahas paradigma pembebasan keranah yang lebih luas. Pada saat ini
perkembangan kristen Amerika Latin digolongkan kedalam dua mazhab
besar..yakni kristen liberal dengan praktek penebusan dosa yang bersifat
kompetitif sehingga sama sekali tidak memberikan peluang kepada kaum miskin
tertindas untuk melakukan penebusan dosa sebagai mana mestinya. Pada saat ini
ia melihat jurang yang sangat besar antara the others sebagai kaum miskin
menjadi entitas yang termarjinalkan di pandangan teologis. Mazhab kedua adalah
mazhab kristen konservatif yang memiliki karakteristik stagnan dengan
statusquonya dan sama sekali tidak meakukan perubahan-perubahan kearah
pembebasan bagi kaum tertindas. Menurutnya munculnya pemikiran teologi
pembebasan adalah sebagi kritik terhadap dua mazhab tadi.
Pemikiran Teologi Pembebasan pada dasarnya terkait dengan
berkembangnya pemikiran politik kiri yang bersinergis agama sehingga
memunculkan adanya teologi pembebasan. Secara garis besar, pemikiran politik
Marxisme. Pandangan marx yang mengatakan bahwa agama adalah candu
masyarakat sebenarnya merupakan benruk kritik Marx terhadap agama yang ada
pada saat itu tidak mampu memberikan solusi-solusi dalam kehidupan sosial.
Terutama pada kaum buruh. Kritik Marx ini kemudian banyak mempengaruhi
pemikiran teologi pembebasan yang terangkum dalam beberapa poin mendasar
berikut ini: 1) analisis perjuangan kelas; 2) menolak adanya akumulasi kapital dan
kepemilikan pribadi; 3) mendukung adanya gerakan perubahan; 4) manusia perlu
dinilai sebagai makhluk sosialis dan bukan mengarah pada persaingan
kompetitif.31
30
Sahrul, Agama dan Teologi..., 84.
31.
Natalie, “Evaluasi Kritis terhadap Doktrin Gereja dari Teologi Pembebasan,” (Jurnal Veritas,
Vol. 1, No. 2, 2000 ), 185.
14
memahami ajaran agamanya sendiri. Itulah yang membuat umat Islam tertinggal
dari kemajuan yang dicapai barat.
Paradigma modernisasi Islam sendiri cenderung melakukan liberalisasi
pandangan yang mudah menyesuaikan diri terhadap kemajuan zaman tanpa harus
melakukan sikap kritis terhadap unsur negatif dari proses modernisasi itu sendiri.
Inilah mengapa muncul Teologi Transformatif.
Teologi Transformatif adalah teologi yang berusaha menggerakkan rakyat/
masyarakat untuk mengubah dirinya dan berperan dalam perubahan sosial yang
mendasar. Memberantas penindasan dan ketidakadilan. Bagi orang-orang
berteologi transformatif, mereka menganggap bahwa semua persoalan peradaban
manusia yang ada saat ini berpangkal pada ketimpangan sosial-ekonomi, inilah
yang menimbulkan adanya ketidakadilan juga.
Gagasan teologi transformatif Moeslim merupakan alternatif dari orientasi
paradigma teologi modernisasi dan teologi totalistik atau yang disebut dengan
Islamisasi. Moeslim menjelaskan bahwa, teologi modernisasi bertolak dari isu-isu
keterbelakangan, karena menurut teologi modernis hal ini penting untuk
dilakukan sebagai upaya liberalisasi adaptif dalam menghadapi kemajuan zaman
dapat diimbangi dengan sikap kritis terkait hal-hal negatif dari proses
modernisasi. Oleh karena itu, sikap yang ditekankan adalah fleksibel, terbuka, dan
dialogis dalam menghadapi pluralitas.
Sedangkan teologi totalistik atau Islamisasi fokus pada topik persoalan
normatif yang Islami dan yang tidak Islami. Istilah lainnya adalah norma yang asli
dan bid’ah.Teologi ini condong pada pendekatan fiqih, sehingga dalam
pandangannya hidup di dunia ini bersifat dikotomis, yaitu halal-haram dan surga-
neraka. Yang ditekanlan oleh teologi ini adalah mencita-citakan umat sebagai
konsumen teologis, sedangkan para teolog sebagi produsennya.
Dari kedua teologi ini menurut Moeslim tidak memberikan perhatian
terhadap kondisi sosial. Dengan demikian Moeslim menggagas teologi
transformatif sebagai teologi yang menitikberatkan pada perubahan secara praksis,
dengan tujuan untuk mengatasi problem sosial yang diakibatkan oleh dampak
modernisasi. Dampaknya adalah kesenjangan sosial antara penindas, yaitu pemilik
16
34
Moeslim Abdurrahman, Islam Sebagai Kritik Sosial, Seri Islam & Modernitas (Jakarta:
Erlangga, 2003), 186
35
Ibid., 110
36
Ali Subekti, Islam Transformatif: Studi Tentang Pemikiran Moeslim Abdurrahman (Surabaya:
Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel, 2002), 58
17
DAFTAR RUJUKAN
41
Abdurrahman, Islam Trasnformatif..., 10
42
Ibid.
19
Abdurrahman, Moeslim, Islam Sebagai Kritik Sosial, Seri Islam & Modernitas
(Jakarta: Erlangga, 2003).
Abdurrahman, Moeslim, Islam Trasnformatif (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995).
Abdurrahman, Moeslim, Suara Tuhan, Suara Pemerdekaan: Menuju Demokrasi
Dan Kesadaran Bernegara (Yogyakarta: Kanisius, 2009).
Barr, James, Alkitab di Dunia Modern, (Jakarta: Penerbit BPK, 1999).
Conn, Harvie M., Teologi Semesta Kontemporer, (Malang: seminari Alkitab Asia
Tenggara, 1985).
Enns, Paul, The Moody Hand Book of Theology, (Malang: SAAT, 2010).
Enns, Paul, Buku Pegangan Teologi Jilid 2, (Malang: Literature, 2012).
Fakhry, Madjid, The History of Islamic Philosophy (New York: Columbia
University Press, 1983)
Hakim, Lukman, Wacana Teologi Tranformatif Dari Teosentris ke-
Antroposentris, Banda Aceh (Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri
Ar-raniry, cet-1, 2014).
Hastings, James, Encyclopaedia of Religion and Ethics (New York: Charlers
Scribner`s Sons, vol. 12. tth.)
Linnemann, Eta, Teologia Kontemporer, (Batu: Literatur YPPII, 2011).
Lukito, Daniel Lucas, Pengantar Teologia Kristen, (Bandung: Yayasan Kalam
Hidup, 2002).
Lumintang, Stevri I., Keunikan Theologia Kristen di Tengah Kepalsuan,
(Batu:Literatur YPPII, 2010).
Matthews, Victor M., Neo Evangelikalisme, (Des Plaines: Regular Baptist Press,
1971).
Natalie, “Evaluasi Kritis terhadap Doktrin Gereja dari Teologi Pembebasan,”
(Jurnal Veritas, Vol. 1, No. 2, 2000 ).
Nurdin, Arbain, “Paradigma Islam transformatif dan implikasinya terhadap
pengembangan pendidikan Islam: Studi komparasi pemikiran Kuntowijoyo
dan Moeslim Abdurrahman” (Tesis, Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim, 2013).
Raharjo jati, Wasito, Agama dan Politik: Teologi Pembebasan Sebagai Arena
Profetisasi Agama, (Jakarta, Jurnal Walisongo Volume 22, Nomor 1, Mei
2014).
Sahrul, Agama dan Teologi Pembebasan, (Jurnal An-nadwah, Vol. XIV, No.1,
Januari-Februari, 2009).
Siregar,.Parluhutan, Agama dan Teologi Pembebasan, (Medan: Makalah program
S3 Agama dan Filsafat Islam, Pascasarjana IAIN Sumatra Utara, 2009).
20