Anda di halaman 1dari 6

BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang :

Dalam membicarakan ilmu pengetahuan, tidak bisa lepas dari yang namanya Filsafat.
Menurut beberapa sumber, filsafat lahir pada masa Yunani kuno terjadi pada abad 6 SM.
Filsafat lahir akibat orang-orang yunani kuno, yang mulai berpikir mengenai awal mula
alam semesta serta isinya, apalagi waktu itu ritual dan penyembahan dewa-dewi sangat
berkembang pesat. Dalam perkembangannya, filsafat dan ilmu mempunyai hubungan
dan titik singgung yang saling keterkaitan. Dalam perannya, ilmu dan filsafat memliki
peran masing-masing. Ilmu memiliki peran yaitu melukiskan dan memahamkan suatu
hal, hingga hilang suatu ketidaktahuan. Adapun filsafat, memiliki peran menafsirkan
fenomena semesta, kebenaran suatu pemikiran ilmu, serta mencari suatu akar
permasalahan secara mendalam dan mendetail. Jika suatu kebenaran disusun secara
sistematis, maka maka jadilah sistematika filsafat. Dalam perkembangannya, Filsafat
pun bersentuhan dengan budaya luar Yunani, seperti budaya islam, kristen, dll. Hingga
pada akhirnya ada sekumpulan orang yang mempelajari filsafat sekaligus
menggabungkannya dengan nilai-nilai agama yanga ada, yang berfungsi untuk
memperkuat argumen serta membantu memahami konsep-konsep ketuhanan dengan
pendekatan akal serta ilmu logika.

Adapun ilmu pengetahuan, ada sebagai produk kegiatan berpikir yang merupakan obor
peradapan dimana manusia menemukan dirinya dan menghayati hidup lebih sempurna.
Dalam rangka berpikir dan mencari kebenaran, manusia akan merenung, berfikir dan
bertanya, lalu mencari jawaban segala sesuatu yang ada, dan inilah manusia sebagai
makhluk pencari kebenaran.

Maka untuk menjawab persoalan diatas, diperlukan berpikir secara bebas, sistematis,
atau universal sebagai kebenaran ilmu yang dibahas dalam filsafat keilmuan dan
ketuhanan. Oleh karena itu, ilmu tidak lepas dari landasan Ontologi, Epistomologi, dan
Aksiologi. Ontologi membahas apa yang ingin diketahui mengenai teori tentang “Ada”
dengan perkataan lain, bagaimana hakikat objek yang ditelaah sehingga membuahkan
pengetahuan, yang bisa juga ditujukan kepada Tuhan yang Maha Ada. Epistomologi,
membahas bagaimana proses atau perjalanan memperoleh pengetahuan. Dan Aksiologi,
yang membahas tentang nilai yang berkaitan dengan fungsi atau kegunaan pengetahuan
yang diperoleh.

Sebagaimana uraian diatas dan memenuhi target, maka penulis akan membahas
pengertian Ontologi dalam kajian Filsafat Ketuhanan, yang akan membahas beberapa hal
tekait definisi, sejarah, dan wilayah kajian.
1.2 RUMUSAN MASALAH :

1. Apa itu Ontologi?


2. Bagaimana Ontologi bisa ada?
3. Apa saja wilayah kajian atau yang di bahas Ontologi dalam kajian Filsafat?
4. Apa saja wilayah kajian atau yang di bahas dalam Filsafat Ketuhanan?

1.3 TUJUAN MASALAH :

1. Mengetahui definisi Ontologi dalam kajian Filsafat.


2. Mengetahui sejarah dari Ontologi.
3. Mengetahui wilayah kajian atau hal-hal yang dibahas dalam Ontologi.
4. Mengetahui wilayah kajian atau hal-hal yang dibahas dalam Filsafat Ketuhanan.

BAB 2 :PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI :
Membahas Ontologi, tidak bisa lepas dari yang namanya metafisika, kariena keduanya
ada saling berterkaitan. Menurut beberapa definisi yang penulis temukan, Ontologi
memiliki beberapa definisi atau istilah. Kata Ontologi, berasal dari kata-kata berbahasa
yunani, yaitu Ontos : berada (yang ada) dan Logia : pengetahuan. Jadi Ontiologi adalah
pemikiran mengenai yang ada dan keberadaannya.. Ontologi adalah ilmu hakekat yang
menyelidiki alam nyata ini dan bagaimana keberadaannya. Ontologi merupakan salah
satu kajian kefilsafatan yang membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret.
Ontologi adalah bagian filsafat yang paling umum, atau merupakan bagian dari
metafisik, dan metafisika merupakan salah satu bab di Filsafat. Adapun metafisika ialah,
membicarakan segala sesuatu yang dianggap ada, serta mempersoalkan hakekat.
Hakekat ini biasanya tidak dapat dijangkau panca indera karena tak berbentuk, berupa,
berwaktu, dan bertempat. Dengan mempelajari hakikat kita dapat memperoleh
pengetahuan dan dapat menjawab apa permasalahan yang dibahas itu. Sedangkan dalam
kajian Filsafat, ilmu yang membahs permasalahan ketuhanan dikenal dengan sebutan
Teologis.

Dalam membicarakan filsafat ketuhanan, tidak lepas dari yang namanya ketuhanan,
sedangkan ilmu yang membahas ketuhanan disebut teologis. Adapun Teologis, menurut
kamus Filsafat (Lorens Bagus, 1996 : 1090), kata teologis berasal dari bahasa Yunani,
yaitu dari kata “theo” yang artinya Tuhan/Allah, dan “logi/logos” yang berarti
ilmu/wacana. Menurut beberapa istilah, teologi dapat diartikan sebagai ilmu yang
berhubungan dengan dunia ilahi (dunia ideal dan dunia kekal) dengan dunia fisik, atau
ilmu yang membahas tentang hakikat sang ada dan kehendak Allah, yang dalam Yunani
dikenal dengan sebutan Dewa.

Berdasarkan hal-hal yang di atas, dapat di definisikan kalau Ontologi ialah Suatu proses
berpikir dan berteori mengenai suatu permasalahan yang ada, atau mengenai sesuatu
yang dianggap ada dan bersifat konkrit secara mendalam dan konkret. Adapun Filsafat
Ketuhanan adalah pemikiran tentang tuhan dengan pendekatan akal budi, dipakai
pendekatan yang disebut filosofis, atau pemikiran para manusia dengan pendekatan akal
budi tentang Tuhan.

2.2 SEJARAH :
Menurut beberapa data yang penulis temukan, istilah Ontologi pertama kali
diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1936 M, untuk menamai hakikat
menjadi metafisis. Dalam perkembangannya, metafisika terbagi menjadi dua yarkanng
hal ini dilakukan oleh Christian Wolf (1679-1754), yaitu khusus dan umum. Metafisika
umum ialah istilah lain dari Ontologi. Sedangkan metafisika khusus lebih mengarah dan
berfokus pada Kosmologi, Psikologi, dan Teologi.

Akan tetapi pola pemikiran Ontologi, dapat ditemukan pada era sebelum masehi sekitar
3-5 SM atau sekitaran era yunani kuno, hal tersebut dapat dibuktikan dengan tokoh
yunani yang mempunyai pemikiran yang bersifat ontologi. Para pemikir tersebut, dapat
dilihat pada Thales dan Aristoteles. Dimana hal itu dapat dilihat, kalau Thales pernah
berkesimpulan kalau air adalah substansial terdalam dan awal mula segala sesuatu.
Dalam perkembangannya, Louis O. Kattsoff (1987:192) membagi ontoklogi menjadi
Ontologi bersahaja, Ontologi kuantitatif, dan Ontologi monistik. Lalu Ontologi
Monistik terbagi menjadi monisme dan materialisme.

Adapun Filsafat Ketuhanan, menurut beberapa sumber yang ditemukan oleh penulis.
Plato (427 SM-347 SM) adalah filsuf pertama yang menulis secara filosofis dan secara
sistematik teologis mengenai konsep ketuhanan sehingga dapat dikatakan peletak dasar
ilmu teologi dan memberikan pengaruh besar bagi perkembangana filsafat barat tentang
ketuhanan. Dalam dunia islam, Al-Kindi disebut sebagai penggerak tradisi filsafat
sehingga dikenal sebagai bapak filsafat islam. Nurcholish Madjid atau Cak Nur dalam
Warisan Intelektual Islam menyebut Al-Kindi sebagai sosok yang mula-mula berhasil
menghadirkan filsafat Yunani kepada kaum muslimin pada masa itu. Hingga pada
akhirnya muncullah para orang-orang yang memadukan antara filsafat dan konsep
ketuhanan maupun keagamaan, seperti Al-Ghazali, Ibn Rusdy, Ibn Sina, dll
2.3 WILAYAH ATAU OBJEK KAJIAN :
Wilayah atau objek kajian ialah suatu yang ada dan tidak terikat pada satu perwujudan
tertentu, membahas sesuatu yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari Inti yang
dimuat pada setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya.
Secara sederhana dapat dikatakan, kalau hal-hal yang berada diluar nalar tidak dapat
dibahas dalam persfektif ilmu karena tidak meteodologis dan empiris. Sedangkan ilmu
bercirikan empiris.

Dalam ontologi, lebih baik diuraikan secara : metodis, sistematis, koheren, rasional,
komprehensif, radikal, dan universal.

Berdasarkan objek yang dibahas ada dua macam, yaitu :

1. Objek Material, yaitu seluruh lapangan atau bahan yang dijadikan objek
penyelidikan suatu ilmu.
2. Objek Formal, yaitu penentuan titik pandang terhadap objek material.

Berdasarkan Asumsi, yaitu :

1. Menganggap objek tertentu memiliki kesamaan antara yang satu dengan lainnya.
2. Menganggap bahwa suatu benda tau hal tidak mengalami perubahan dalam jangka
waktu tertentu.
3. Determinise yakni menganggap segala gejala bukan merupakan suatu kejadian yang
bersifat kebetulan.

Asumsi tersebut dapat dikembangkan jika pengalaman manusia dianalisis dengan


berbagai disiplin keilmuan dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu Asumsi
hendaknya relevan dengan bidang atau tujuan yang dibahas dan asumsi harus
disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya” bukan “bagaimana keadaan yang
seharusnya”

Berdasarkan dalam Filsafat Islam, ada dua hal :


1. Konsep Mengenal Tuhan (Ma’rifatullah), ialah cara atau pandagan dalam
mengenal Tuhan, yang bisa dilakukan berbagai cara hingga terciptalah aliran-aliran
dalam konsep ketuhanan, seperti : Teisme, Deisme, Panteisme, Panenteisme,
Naturalisme, Ateisme, Agnostisme.
2. Pembuktian keberadaan Tuhan, ialah cara dalam menyelesaikan persoalan tentang
adanya Tuhan sebagai yang maha Ada, dengan cara argumen Ontologis, argumen
Kosmologi, argumen Teleologi, argumen Naturalis, dll.
BAB 3 : PENUTUP

3.1 KESIMPULAN :

 Ontologi ialah Suatu proses berpikir dan berteori mengenai suatu permasalahan yang
ada, atau mengenai sesuatu yang dianggap ada dan bersifat konkrit secara mendalam
dan konkret
 Istilah Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1936
M, untuk menamai hakikat menjadi metafisis, akan tetapi pada era kuno sudah banyak
pemikir bersifat ontologi, seperti Thales, Plato dan Aristoteles.
 Objek kajian Ontologi ialah suatu yang ada dan tidak terikat pada satu perwujudan
tertentu serta Asumsi yang berkembang menjadi pengalam manusia.
 Filsafat Ketuhanan suatu cara atau cara pandang pemikiran tentang tuhan dengan
pendekatan akal budi, dipakai pendekatan yang disebut filosofis, atau pemikiran para
manusia dengan pendekatan akal budi tentang Tuhan.
 Wilayah atau objek kajian Filsafat ketuhanan lebih berpusat Konsep Mengenal Tuhan
(Ma’rifatullah) dengan berbagai cara atau pandangan, serta Pembuktian keberadaan
Tuhan
 Ontologi adalah salah satu cara dalam memahami Filsafat Ketuhanan, yang
membahas Tuhan Yang Maha Ada.
DAFTAR PUSTAKA

 Rodric Firth, Encyclopedia Internasional, (Phippines: Gloria Incorperation,


19720)
 Stefanus Supriyanto, Filsafat Ilmu, (Surabaya: Prestasi Pustaka, 2013),30
 Inu Kencana Syafi’i, Pengantar Filsafat, (Cet 1 : Bandung; Refika Aditama,
2004),9 & 33
 Jujun Suariasumantri, Ilmu dalam perspektif sebuah kumpulan tentang hakekat
ilmu, (Cet IX;Jakarta: Gramedia, 1991),5-8
 AM.Saefuddin et.al,op.cit, hal 50-51
 Ibid., hal 66-67
 Stefanus Supriyanto, Filsafat Ilmu, (Surabaya: Prestasi Pustaka, 2013),31
 Jalaluddin, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: rajawali Pers, 2013), 158
 Dr. HM. Zainuddin, MA, ONTOLOGI, www.uin-malang.ac.id, 2013
 Bahrum, SE,M.Ak,Akt, ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, DAN
AKSIOLOGI, www.journal,uin-alauddin.ac.id
 Moh.Hifni, ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, DAN AKSIOLOGI
DALAM KEILMUAN, www.reseachgate.net
 Mukhtar, Mengenal Al-Kindi, Filsuf Pertama dalam Sejarah
Peradapan Islam, uici.ac.id, 2022
 Ivan Th J. Weismann, Filsafat Ketuhanan Menurut Plato, jurnal
article, www.neliti,com, 2005.
 Muhammad Noor , FILSAFAT KETUHANAN , https://jht.politala.ac.id, 2017.

Anda mungkin juga menyukai