Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filsafat sering kali dipandang sebagai ilmu yang abstrak, padahal filsafat ini
sangat dekat sekali dengan kehidupan kita. Filsafat bagi sebagian orang
merupakan disiplin ilmu yang kurang diminati, karena dianggap sebagai ilmu
yang membingungkan. Sebagai manusia yang telah dianugerahi Allah sebuah
potensi yang berharga yaitu akal, kita selayaknya dapat mengoptimalkan potensi
tersebut dengan cara mempelajari salah satu bidang ilmu yang memang banyak
melibatkan akal sebagai alat untuk berpikir yaitu filsafat. Kajian filsafat itu sendiri
sebetulnya bertujuan untuk menemukan kebenaran yang sebenarnya. Jika
kebenaran itu disusun secara sistematis, jadilah ia sistematika filsafat. Sistematika
filsafat itu yang kemudian biasanya mempermudah kita untuk mempelajari
filsafat secara rinci. Sistematika filsafat itu biasanya terbagi atas tiga cabang besar
filsafat yaitu teori pengetahuan, teori hakikat, dan teori nilai.
Ilmu pengetahuan sebagi produk kegiatanberpikir yang merupakan obor
peradaban dimana manusia menemukan dirinya dan mengahayati hidup lebih
sempurna. Bagaimana masalah dalam benak pemikiran manusia telah mendorong
untuk berpikir, bertanya, lalu mencari jawaban segala sesuatu yang ada, dan
akhirnya manusia adalah makhluk pencari kebenarannya.
Oleh karena itu, melalui makalah ini penyusun mencoba menguraikan secara
sistematis bidang kajian filsafat yang berisi tentang cabang-cabang filsafat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian filsafat tersebut?
2. Apa saja cabang-cabang filsafat?
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat
Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal
dari bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau
philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan,
pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Jadi secara
etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Plato menyebut
Socrates sebagai philosophos (filosof) dalam pengertian pencinta kebijaksanaan.
Kata falsafah merupakan arabisasi yang berarti pencarian yang dilakukan oleh para
filosof. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan
pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi
mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya. Manusia filosofis
adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan akal sebagaimana ia juga
memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual. Sebelum Socrates ada satu
kelompok yang menyebut diri mereka sophist (kaum sofis) yang berarti
cendekiawan. Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami segala
sesuatu secara sistematis, radikal, dan kritis. Berarti filsafat merupakan sebuah
proses bukan sebuah produk. Maka proses yang dilakukan adalah berpikir kritis
yaitu usaha secara aktif, sistematis, dan mengikuti prinsip-prinsip logika untuk
mengerti dan mengevaluasi suatu informasi dengan tujuan menentukan apakah
informasi itu diterima atau ditolak. Dengan demikian filsafat akan terus berubah
hingga satu titik tertentu (Takwin, 2001). Filsafat adalah pandangan hidup
seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai
kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap
seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara
mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala
hubungan.

B. Cabang-Cabang Filsafat
Menurut The Liang Gie pembagian filsafat berdasarkan pada struktur
pengetahuan filsafat yang berkembang sekarang ini, terbagi menjadi tiga bidang,
yaitu filsafat sistematis, filsafat khusus, dan filsafat keilmuan.
1. Filsafat sistematis, terdiri dari :
a. Metafisika
b. Epistemologi
c. Metodologi
d. Logika
e. Etika
f. Estetika
2. Filsafat khusus, terdiri dari :
a. Filsafat seni
b. Filsafat kebudayaan
c. Filsafat pendidikan
d. Filsafat sejarah
e. Filsafat bahasa
f. Filsafat hukum
g. Filsafat budi
h. Filsafat politik
i. Filsafat agama
j. Filsafat kehidupan
k. Filsafat nilai
3. Filsafat keilmuan, terdiri dari :
a. Filsafat matematika
b. Filsafat ilmu-ilmu fisik
c. Filsafat biologi
d. Filsafat linguistik
Filsafat psikolog
e. Filsafat ilmu-ilmu sosial
Dalam studi filsafat untuk memahaminya secara baik paling tidak kita harus
mempelajari lima bidang pokok, yaitu : Metafisika, Epistemologi, Logika, Etika,
dan Sejarah Filsafat

1. Metafisika
Metafisika merupakan cabang filsafat yang memuat suatu bagian dari
persoalan filsafat yang :
- Membicarakan tentang prinsip-prinsip yang paling universal.
- Membicarakan sesuatu yang bersifat keluarbiasaan
- Membicarakan karakteristik hal-hal yang sangat mendasar, yang berada
diluar pengalaman manusia.
- Berupaya menyajikan suatu pandangan yang komprehensif tentang segala
sesuatu.
- Mebicarakan persoalan-persoalan seperti : hubungan akal dengan benda,
hakikat perubahan, pengertian tentang kemerdekaan, wujud Tuhan, kehidupan
setelah mati dan lainnya.
Metafisika ini suatu cabang filsafat yang paling sulit dipahami, terutama bagi
pemuda belajar filsafat. Pada umumya filsafat kontemporer yang orientasinya
pada pengetahuan ilmiah, terdapat metafisika lebih skeptis.1 Cabang utama
metafisika adalah ontologi.
a. Pengertian ontologi
Secara etimologis, istilah ontologi berasal dari bahasa yunani, yang terdiri
dari dua kata ontos yang berarti ada atau keberadaan dan logos yang berarti
studi atau ilmu tentang. Jadi secara sederhana, ontologi berarti ilmu atau studi
tentang keberadaan atau ada. Sedangkan dalam kamus Oxsford, ontologi
(ontology) merupakan sebuah cabang filsafat yang berhubungan dengan inti
keberadaan.
Sementara itu, secara terminologis dalam kajian filsafat terdapat sejumlah
pengertian umum tentang ontologi,yakni :
1. Studi tentang ciri-ciri ensensial dari yang ada dalam dirinya sendiri yang
berada dari studi tentang hal-hal yang ada secara khusus.
2. Cabang filsafat yang menggeluti tata dan struktur riaritas dalam arti seluas
mungkin, yang menggunakan kategori-kategori seperti ada / menjadi,
nyata / tampak, perubahan, waktu, ketergantungan pada diri sendiri, hal
mencukupi diri sendiri, hal-hal terakhir dan dasar.2
Jadi sebenarnya, ontologi merupakan sebuah studi yang mempelajari
hakikat keberadaan sesuatu, dari yang berbentuk kongkret sampai yang
berbentuk abstrak, tentang sesuatu yang tampak sampai sesuatu yang tidak
tampak, mengenai eksitensi dunia nyata maupun eksitensi dunia dan eksitensi
gaib. Ini salah satu makna ontologi yang ditekankan oleh Sidi Gazalba.
Bagi Sidi Gazalba, ontologi mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir
dari pada kenyataan. Karena itu iya disebut ilmu hakikat yang bergantung
pada pengetahuan. Ilmu alam atau fisika memikirkan yang nyata, tanpa
mempersoalkan hakikatnya. Ilmu hakikat justru mempersoalkan hakikat itu,
dengan memisahkan secara tajam subjek dan objek. Dalam agama, ontologi
memikirkantentang Tuhan.
Dibawah ini kita akan mengeksplorasi sejumlah aliran-aliran ontologi
yang sangat populer.3
b. Aliran-aliran ontologi
Beberapa aliran ontologi terkenal yang berupaya menjelaskan hakikat realitas
antara lain:
 Monisme
Istilah monisme berasal dari bahasa Yunani,monos yang berarti
tunggal (sendiri). Dari istilah tersebut, terdapat beberapa pengertian
tentang monisme :
1. Teori yang menyatakan bahwa segala hal dalam alam semesta dapat
dijabarkan pada kegiatan satu unsur dasriah. Misalnya, Allah, materi,
pikiran, energi, bentuk;
2. Teori yang menyatakan bahwa segala hal bersal dari satu sumber
terakhir tunggal;
3. Keyakinan bahwa realitas adalah satu, dan segala sesuatu lainnya
adalah ilusi. Berbeda dengan Dualisme dan Pluralisme; dan
4. Ajaran yang mempertahankan bahwa dasar pokok seluruh eksitensi
adalah satu sumber. Jadi monisme berpandangan bahwa realitas secara
mendasar adalah satu dari segi proses, sturuktur, substansi, atau
landasannya.
 Dualisme
Istilah Dualisme bearasal dari bahasa latin, dualis yang berarti bersifat
dua. Jika Monisme berpandangan bahwa hanya ada satu substansi yang
tidak tersentuh perubahan dan bersifat abadi, maka Dualisme justru
berpandangan bahwa ada dua substansi dalam kehidupan ini. Pertama,
Dualisme pada umumnya, berbeda dengan Monisme, mempertahankan
perbedaan- perbedaan mendasar yang ada dalam realitas antara eksistensi
yang kontingen dan eksistensi yang absolut (dunia dan Allah), antara yang
mengetahui dan yang ada dalam bidang kontingen, antara materi dan roh
(antara materi dan kehidupan yang terikat pada materi), antara substansi
dan oksiden, dan sebagainya.Kedua, Dualisme merupakan pandangan
filosofis yang menegaskan eksistensi dari dua bidang (dunia) yang
terpisah, tidak dapat direduksi, unik. Contoh : Allah/Alam Semesta.
Roh/Materi. Jiwa/Badan. Dunia yang Kelihatan/Dunia yang Tidak
Kelihatan.4
 Pluralisme
Istilah Pluralisme berakar pada kata dalam bahsa latin pluralis yang
berarti jamak atau plural. Aliran pluralisme secara umum dicirikan oleh
keyakinan- keyakinan berikut : Pertama, realitas fundamental bersifat
jamak; berbeda dengan dualisme (yang menyatakan bahwa realitas
fundamental ada dua) dan monisme (yang menyatakan realitas
fundamental hanya satu). Kedua, ada banyak tingkatan hal-hal dalam
alam semesta yang terpisah, yang tidak dapat direduksi, dan pada dirinya
independen. Ketiga, alam semesta pada dasarnya tidak tertentukan dalam
bentuk; tidak memiliki kesatuan atau kontinuitas harmonis yang
mendasar, tidak ada tatanan koheren dan rasional fundamental.5
 Materialisme
Materialisme memiliki sejumlah pengertian berikut :
1. Dari sudut ekstrim, materialisme merupakan keyakinan bahwa tidak
ada suatu selain materi yang sedang bergerak. Pikiran (roh, kesadaran,
jiwa) tidak lain adalah materi yang sedang bergerak.
2. Materi dan alam semesta sama sekali tidak memiliki karakteristik-
karakteristik pikiran seperti : maksud, kesadaran, intensi, tujuan-
tujuan, arti, arah, inteligensi, dan kehendak.
3. Setiap perubahan (peristiwa,aktivitas) mempunyai sebuah material,
penjelasan materiil (fisik) tentang gejala-gejala merupakan satu-
satunya penjelasan yang tepat. Segala sesuatu dalam alam semesta
dapat dijelaskan dalam kerangka kondisi- kondisi materiil (fisik).
4. Bentuk material dari barang-barang dapat diubah, dan materi itu
sendiri mungkin ada dalam dimensi yang beragam dan rumit tetapi
materi tidak dapat diciptakan.6
 Idealisme
Istilah idealisme berasal dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir
dalam jiwa. Secara sederhana, idealisme hendak menyakan bahwa realitas
terdiri atas ide-ide, pikiran-pikiran, akal, bukan benda material dan
kekuatan.
Idealisme adalah suatu pandangan dunia atau metafisik yang
mengatakan bahwa realitas dasar terdiri atas, atau sangat erat
hubungannya dengan ide, pikiranatau jiwa.7
 Nihilisme
Istilah nihilisme berasal dari bahasa latin yang secara harfiah berarti
tidak ada atau ketiadaan. Pengertian nihilisme dapat dirinci dalam
beberapa poin berikut ini :
1. Penyangkalan mutlak. Dalam konteks ini nihilisme berarti titik
pandang yang menolak ideal positif manapun.
2. Dalam epistemologi, penyangkalan terhadap setiap dasar kebenaran
yang objektif dan real.
3. Teori bahwa tidak ada yang dapat diketahui. Semua pengetahuan
adalah ilusi, tidak bermanfaat, tidak berarti, realatif(nisbi) dan tidak
bermakna.
4. Tidak ada pengetahuan yang mungkin.
Secara umum, nihilisme berarti pandangan bahwa keberadaan dan
kehidupan didunia ini sama sekali tidak berarti dan sama sekali tidak
bermanfaat. Dalam kemasyarakatan, nihilisme berarti kepercayaan dan
ajaran bahwa keadaan masyarakat sudah demikian buruk dan tak tertolog
lagi sehingga lebih baik dihancurkan saja. Tujuan penghancuran adalah
agar hancur demi kehancuran sendiri. Karena menuruk mereka, bagi
masyarakat dengan keadaan itu program dan usaha perbaikan apa pun tak
mungkin mengubahnya menjadi lebih baik.8
 Agnotisisme
Istilah agnotisisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua
kata yaitu a yang berarti „bukan‟, „tidak‟, dan gnostikos yang berarti
„orang yang mengetahui atau mempunyai tentang‟. Secara global,
terdapat beberapa pengertian mengenai agnotisme, yaitu :
1. Keyakinan bahwa kita tidak dapat memiliki pengetahuan tentang
Tuhan. Atau keyakinan bahawa mustahil untuk membuktikan ada atau
tidak adanya Tuhan.
2. Kadang-kadang digunakan untuk menunjuk pada penanguhan-
penangguhan putusan tentang beberapa jenis pengetahuan. Misalnya
pengetahuan tentang jiwa, roh-roh, neraka, kehidupan diluar bumi
3. Keyakinan atau ketidakmampuan untuk memahami pengertian
Tuhan dan tentang asas-asas pokok, agama dan filsafat.
4. Ajaran yang secara keseluruan atau sebagian menyangkal
kemungkinan untuk mengetahui alamsemesta.9

2. Epistemologi
a. Pengertian Epistemologi
Epistemologi dalam bahasa Yunani berasal dari dua kata, episteme
(dalam bahasa Inggris, epistemic) dan logos, adalah teori pengetahuan yang
mengkaji tentang: (a) asal-usul, (b) anggapan dasar, (c) tabiat, (d) rentang,
dan (e) kecermatan, yang meliputi kebenaran, keterandalan, dan keabsahan
pengetahuan. Sehingga sebagai cabang filsafat, epistemologi akan
mengajukan pertanyaan seperti:
1. Dari manakah datangnya pengetahuan,
2. Bagaimana pengetahuan itu dirumuskan, diekspresikan, dan
dikomunikasikan?
3. Apakah sesungguhnya pengetahuan itu?
4. Apakah pengalaman inderawi itu penting bagi semua jenis
pengetahuan?
5. Bagian apa yang dimainkan rasio dalam pengetahuan?
6. Apakah perbedaan antara konsep seperti: keyakinan, pengetahuan,
pendapat, fakta, realitas, kesalahan, imajinasi, konseptualisasi, gagasan,
kebenaran, kemungkinan, dan kepastian?
Dengan demikian, secara sederhana epistemologi dapat diartikan sebagai
teori pengetahuan yang benar. Sedangkan dalam pustaka filsafat, kata
“epistemologi” memiliki tiga istilah lain sesuai dengan objek bahasan yang
ditegaskan, yaitu: pertama, Gnosiologi; epistemologi khusus yang
membahas teori pengetahuan tentang ketuhanan. Kedua, Logika Material;
yang berbicara tentang objek acuan bagi satu konstruksi logis pemikiran,
danketiga, Kriteriologi; yang membahas kriteria pengetahuan benar yang
akurat dan adekuat. Epistemologi adalah cabang filsafat yang secara khusus
membahas teori pengetahuan. Menurut Amin Abdullah, terdapat persoalan
pokok yang menjadi perhatian epistemologi:
1. Apakah sumber pengetahuan itu? Dari manakah pengetahuan yang
benar itu datang dan bagaimana mengetahuinya?
2. Apakah sifat dasar pengetahuan itu?
3. Apakah ada dunia yang benar-benar di luar pikiran kita, dan jika ada,
apakah kita dapat mengetahuinya?
4. Apakah pengetahuan kita itu benar (valid)? dan
5. Bagaimanakah kita dapat membedakan yang benar dari yang salah?10
b. Metode untuk Memperoleh Epistemologi
1. Empirisme
Empirisme merupakan suatu doktrin filsafat yang menekankan
peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan
peranan akal. Seorang penganut empirisme biasanya berpendirian bahwa
kita dapat memperoleh pengetahuan melalui pengalaman.
Pengetahuan di peroleh dengan perantaraan indra, kata seorang
penganut empirisme. John Locke adalah seorang bapak empirisme
britania yang mengatakan bahwa pada waktu manusia dilahirkan akalnya
merupakan sejenis buku catatan yang kosong dan didalam buku catatan
itulah dicatat pengalaman-pengalaman indrawi.Menurut Locke, seluruh
sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta
membandingkan ide-ide yang di proleh dari pengindraan, refleksi yang
pertama-tama dan sederhana tersebut.
Ia memandang akal sebagai jenis tempat penampungan yang secara
pasif menerima hasil-hasil pengindraan tersebut. Ini berarti semua
pengetahuan kita betapapun rumitnya yang dilacak kembali sampai
kepada pengalaman-pengalaman indrawi yang pertama- tama yang dapat
di ibaratkan sebagai atom-atom yang menyusun objek-objek material.
Apa yang tidak dapat atau tidak perlu dilacak kembali secara demikian
itu bukanlah pengetahuan atau setidak- tidaknya bukan lah pengetahuan
mengenai hal-hal paktual.11
2. Rasionalisme
Para pemikir yang menekankan bahwa pikiran atau akal adalah
faktor yang pokok dalam pengetahuan kita inilah yang dinamakan
rasionalis. Rasionalisme adalah pandangan bahwa kita mengetahui apa
yang kita pikirkan dan bahwa akal mempunyai kemapuan untuk
mengungkapkan kebenaran dengan diri sendiri atau bahwa pengetahuan
itu diperoleh dengan membandingkan ide-ide. Dengan menekankan
kekuatan manusia untuk berpikir dan apa yang diberikan oleh akal
kepada pengetahuan, seorang rasionalis pada hakikatnya berkata bahwa
rasa itu sendiri tidak dapat memberikan kepada kita suatu pertimbangan
yang koheren dan benar-benar universal.
Dalam bentuknya yang kurang ekstrem, rasionalisme berpendirian
bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk mengetahuai dengan pasti
tentang beberapa hal mengenai alam, pengetahuan semacam itu tak dapat
di berikan rasa sendiri. Contoh: Jika A lebih besar daripada B, dan B
lebih besar daripada C, maka A lebih besar daripada C. Kita mengetahui
bahwa hal ini adalah benar tanpa melihat kepada contoh-contoh yang
konkret. Kita mengetahui bahwa kaidah tersebut dapat dipakai untuk
peta-peta, kota-kota, bangsa-bangsa, walaupun kita tidak mengalaminya
atau mencobanya. Diantara kebeneran-kebeneran yang pasti yakni
kebeneran yang tidak bersandar kepada pengamatan, baik untuk
mengetahuinya atau untuk mengkaji kebenerannya adalah 5+5=10. Tiga
sudut dalam segita adalah sama besar nya dengan 2 sudut lurus.
Dalam bentuknya yang lebih ekstrem, rasionalisme berpendirian
bahwa kita dapat mencapai suatu pengetahuan yang tak dapat disangkal
tanpa pengalaman indrawi. Dari titik tolak pandangan ini, seorang
rasionalis mengaku dapat memberikan kepada kita pengetahuan yang
benar, hukum tentang alam dan tidak hanya aturan berpikir. Selanjutnya,
seorang rasionalis yang radikal memberi interpretasi bahwa hukum-
hukum yang diungkapakan oleh akal adalah prinsip-prinsip pokok dari
alam pada umumnya. Persoalan apakah ada pengetahuan yang tidak
berasal dari pengalaman, merupakan persoalan yang sangat
kontroversial. Contoh yang sering dikutip adalah berasal dari logika dan
matematika dimana prinsip nya tampak mempunyai sifat kepastian dan
universalitas yang tinggi. Logika dan Matematika adalah hasil dari akal
dan bukan dari indra, walaupun begitu keduanya memberi pengetahuan
yang dapat diandalkan.12
3. Kritisisme
Kritisisme dicetuskan oleh filsuf besar asal Germany abad ke-18
yang beranama Immanuel Kant. Dalam upaya menyingkapi pengetahuan,
kritisisme memulainya dengan pertanyaan fundamental: Apa yang
sesungguhnya dapat kita ketahui? Dan bagaiamana cara kita mengetahui
sesuatu? Dalam perspektif kritisisme, pengetahuan kita tentang semua
realitas eksternal hanyalah penampakannya saja yakni hanya pandangan
kita mengenainya. Kita hanya mengetahui pengalaman tentang dunia luar,
bukan dunia luar itu hanya hakiki. Sebab bagi kritisisme, dalam diri setiap
manusia sudah ada kondisi-kondisi tertentu dalam pikiran mengatur cara
kerja pikiran dan memengaruhi cara mereka dalam memandang dunia.
Pertama-tama apapun yang kita saksi kan dalam kehidupan ini realitas
tersebut selalu berada dalam waktu dan ruang.13
4. Intuisionisme
Intuisionisme merupakan paham yang menekankan tidak
terperantara nya pengetahuan atau bukti-bukti dari karakter ide-ide
tertentu. Dalam metode untuk memperoleh pengetahuan, intuisionisme
mengajarkan bahwa tidak ada pemisahan antara yang mengetahui
dengan diketahui.
Henry Bergson seorang filsuf France modern sebagai pencetus
aliran intuisionisme modern bertegang pada perbedaan tersebut.
Pengetahuan diskursif diperoleh melalui penggunaan simbol- simbol
yang mencoba mengatakan kepada kita mengenai sesuatu dengan jalan
berlaku sebagai terjemahan bagi sesuatu itu. Ini tergantung pada
pemikiran dari suatu sudut pandang dan pelukisan kejadian yang
berhubungan sudut pandang tersebut.
Dengan cara demikian kita memperoleh pengetahuan mengenai
suatu segi atau bagian dari kejadian tadi, tetapi tidak pernah mengenai
kejadian itu sebelumnya. Pelukisan suatu kejadian tersebut ditinjau dari
sudut pandang tertentu, berhubungan dengan suatu penglihatan tertentu
dan atas dasar itulah kita dapat merasakan diri kita berada didalamanya
dan mengalaminya sebagai suatu keseluruhan dan sesuatu yang mutlak.
Hanya mengunakan dengan intuisi kita dapat memperoleh pengetahuan
tentang kejadian itu, suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan
bukannya pengetahuan yang ada perantaranya.14
5. Metode Ilmiah
Metode ilmiah adalah suatu rangkaian prosedur tertentu yang diikuti
untuk mendapatkan jawaban tertentu dari pernyataan yang tertentu pula.
Epistemologi dari metode keilmuwan akan lebih mudah dibahas apabila
mengarahkan perhatian kita kepada sebuah rumus yang mengatur
langkah-langkah proses berfikir yang diatur dalam suatu urutan tertentu.
Menurut Harold H. Titus dkk., metode ilmiah dalam memperoleh
pengetahuan secara rinci harus meliputi enam langkah berikut :
1. Sadar akan adanya masalah dan perumusan masalah.
2. Pengamatan dan pengumpulan data yang relevan.
3. Penyusunan atau klarifikasi data.
4. Perumusan hipotesis.
5. Deduksi dari hipotesis.
6. Tes pengujian kebenaran (Verfikasi).
Keenam langkah yang terdapat dalam metode keilmuan tersebut
masing-masing terdapat unsur-unsur empiris dan rasional.
Menurut AM. Saefuddin bahwa untukmenjadikan pengetahuan
sebagai ilmu maka hendaklah melalui metode ilmiah yang terdiri atas
dua pendekatan: Pendekatan Deduktif dan Pendekatan Induktif. Kedua
pendekatan ini tidak dapat dipisahkan dengan menggunakan salah
satunya saja, sebab deduksi tanpa diperkuat induksi dapat dimisalkan
sport otak tanpa mutu kebenaran, sebaliknya induksi tanpa deduksi
menghasilkan buah pikiran yang mandul.
Proses metode keilmuan pada akhirnya berhenti sejenak ketika
sampai pada titik “pengujian kebenaran” untuk mendiskusikan benar
atau tidaknya suatu ilmu. Ada tiga ukuran kebenaran yang tampil dalam
gelenggang diskusi mengenai teori kebenaran, yaitu teori korespondensi,
koherensi dan pragmatis. Penilaian ini sangat menentukan untuk
menerima, menolak, menambah atau merubah hipotesa, selanjutnya
diadakanlah teori ilmu pengetahuan.15
c. Macam-Macam Epistemologi
Dalam pandangan para ahli ada beberapa macam epistemologi antara lain :
1. Epistemologi Metafisis
Plato dan Hegel membicarakan pengetahuan bertolak dari
pandangan tentang metafisika yang dianggap mendasari semua realitas.
Pembedaan Plato antara dunia idea dengan dunia fisis atau fenomenal
(yang diasumsikan hanya sebagai tiruan dari dunia idea) bertolak dan
pembedaan Plato atas episteme dengan doxa. Hal yang sama terjadi juga
pada epistemologi Hegel yang bertolak dari asumsi metafisis, dimana
baginya realitas hanya merupakan perwujudan dari roh, karena itu “ ide
yang dimengerti “ dan “ realitas atau kenyataan “ adalah yang sama.
2. Epistemologi Skeptis
Epistemologi Rene Descrates adalah sebagai upaya untuk
menmukan metode yang pasti, sehingga filsafat dan pengetahuan dapat
mengatasi berbagai perbedaan dan pertentangan filsafat yang
muncul.298 Dari metode skeptis ini Descrates mau mendirikan
bangunan filsafat dan ilmu pengetahuan diatas fundasi yang kokoh dan
terpercaya, suatu sistem yang didasarkan atas aksioma- aksioma, dan
tersusun menurut langkah-langkah logis.
3. Epistemologi Kritis
Epistemologi kritis bertolakdari sikap kritis terhadap berbagai
macam asumsi, teori, dan metode yang ada dalam pemikiran
(pengetahuan dan ilmu pengetahuan) serta yang ada dalam kehidupan
kita. Pengetahuan, teori, metode, dan cara berfikir yang telah ada
dikritisi, yakni dicari kelemahan atau kekurangannya, kemudian
diupayakan untuk merumuskan metode : cara berpikir yang dapat
dipertanggung jawabkan dengan lebih rasional.16

3. Logika
Pada mulanya sebagai pengetahuan rasional. Oleh Aristoteles logika
disebutnya sebagai analitika, yang kemudian dikembangkan oleh para ahli Abad
Tengah yang disebut tradisional. Mulai akhir abad ke-19, oleh George Boole
logika tradisional dikembangkan menjadi logika modern, sehingga dewasa ini
logika telah menjadi bidang pengetahuan yang amat luas yang tidak lagi semata-
mata bersifat filsafati, tetapi bercorak teknis dan ilmiah. Logika modern saat ini
berkembang menjadi logika perlambang, logika kewajiban, logika ganda-nilai,
logika intuisionistik, dan berbagai sistem logika tidak baku.17 Terdapat berbagai
logika, namun dalam dunia keilmuan, secara garis besar dapat dibedakan menjadi
dua jenis logika, yakni logika induktif dan logika deduktif.
 Logika induktif
Logika induktif adalah suatu cara penarikan simpulan pada suatu proses
berpikir dengan menyimpulkan sesuatu yang bersifat umum dari berbagai
kasus yang bersifat individual. Suatu penalaran dengan logika induktif dimulai
dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang
lingkup yang khas dan terbatas sebagai argumentasi dan kemudian diakhiri
dengan pernyataan yang bersifat umum. Dari fakta pengamatan didapatkan
kenyataan bahwa sebatang besi jika dipanaskan memuai, demikian juga
dengan sebatang tembaga, alumunium dan berbagai batang logam yang lain.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan individual ini dapat ditarik suatu simpulan
yang bersifat umum yakni semua logam jika dipanaskan akan memuai.
 Logika deduktif
Logika deduktif adalah suatu logika pada suatu proses berpikir yang
sebaliknya dari logika induktif. Dalam proses berpikir ini dari pernyataan yang
bersifat umum ditarik disimpulkan yang bersifat khusus. Logika secara
deduktif biasanya mempergunakan pola pikir silogismus. Sebagai seorang
pelopor dalam logika deduktif, Aristetoles mengajarkan silogismus kategori
yang tersusun dari tiga buah proposisi kategoris (Poespoprodjo, 1999:206).
Berdasarkan alur logika deduktif diatas dapat dibuat contoh silogismus
kategoris sebagai berikut :
 Semua logam jika dipanaskan akan memuai (Premis mayor)
 Besi termasuk logam (Premis minor)
 Maka jika besi dipanaskan akan memuai (Konklusi)18

4. Etika
Secara etimologis, etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata ethikos
atau ethos yang berarti adat, kebiasaan, dan praktik. Secara umum, etika
merupakan teori tentang laku perbuatan manusia, dipandang nilai baik dan buruk,
sejauh yang dapat di tentukan oleh akal.19
Sikap dalam menghadapi tantangan terhadap pendidikan, menurut Aridin ada
beberapa sikap yang dipegang, bergantung pada dimensi filosofis dari masing-
masing intuisi kependidikan itu sendiri. Sikap-siap tersebut diantaranya:
a. Sikap tak acuh terhadap tantangan perubahan sosial
Sikap ini adalah yang paling mudah dilakukan oleh karena tidak
memerlukan konsep pemecahan permasalahan yang dihadapi cukup hanya
mengamati dan membiarkan segala apa yang terjadi. Walaupun demikian,
sikap ini juga mempunyai landasan pendirian yaitu bahwa suatu perubahan
sosial yang mengakibatkan berbagai macam tantangan itu pada hakikatnya
adalah sunnah Allah yang senantiasa berjalan didalam semua masyarakat. Jadi
memang dikehendaki oleh hukum alam yang telah ditakdirkan oleh Allah.
b. Sikap yang mengakui adanya perubahan sosial akan tetapi menyerahkan
pemecahan kepada orang lain
Sikap demikian bersifat moderat dengan latar belakang pandangan bahwa
segala perubahan yang ada itu bukan untuk dijawab oleh lembaga
kependidikan, juga tidak perlu membuat argumentasi tentang realitas
perubahan itu, cukuplah orang atau lembaga lain yang menanganinya.
Sikap yang mengidentifikasikan perubahan dan berpartisipasi dalam
perubahan itu
Sikap demikian lebih positif dari sikap-sikap dua yang lainnya, yaitu merasa
bahwa fungsi lembaga pendidikan adalah commited dengan kehidupan
masyarakat yang sedang berlangsung di dalam realitas kehidupan masyarakat
kita. Oleh karena itu, lembaga pendidikan itu bertugas untuk mengenalkannya
kepada anak didiknya agar mengenal realitas yang ada, dan membuatnya
mampu menghayati perubahan- perubahannya, bagaimana watak dan ciri-
cirinya, serta mengenal akan metode apa yang baik untuk menanganinya.
c. Sikap yang lebih aktif yang melibatkan diri dalam perubahan sosial dan
menjadikan dirinya sebagai pusat perubahan sosial
Sikap demikian lebih militant dan progresif dari sikap yang ketiga, karena
ia berpendirian bahwa lembaga kependidikan harus bertanggung jawab
terhadap perubahan sosial tersebut. Suatu perubahan adalah suatu kenyataan
yang tak perlu dipersoalkan lagi. Sedang lembaga kependidikan adalah bagian
dari masyarakat, karenanya ia harus terlibat dalam perubahan masyarakat.
Perubahan yang sedang terjadi itu dipandang sebagai sesuatu hal yang lebih
penting daripada apa yang harus dipikirkan. Lembaga pendidikan tidah hanya
bergerak sepanjang waktu, melainkan juga perlu menyesuaikan mekanisme
sosial dengan tuntutan masyarakat teknologis dan organisasinya.20

5. Sejarah Filsafat
Sejarah filsafat adalah laporan suatu peristiwa yang berkaitan dengan
pemikiran filsafat. Biasanya sejarah filsafat ini memuat sebagai pemikiran
kefilsafatan (yang beraneka ragam) mulai dari zaman pra-yunani hingga zaman
modern.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Filsafat adalah sebuah ilmu yang sebenarnya bisa dipelajari oleh semua orang.
Walaupun memang sedikit rumit bagi sebagian anggapan orang tentang filsafat,
tetapi apabila kita dapat mempelajarinya secara sistematik, maka akan didapat
pemahaman yang komprehensif mengenai filsafat tersebut. Dalam studi filsafat
untuk memahaminya secara baik paling tidak kita harus mempelajari lima bidang
pokok, yaitu :
1. Metafisika,
2. Epistemologi,
3. Logika,
4. Etika, dan
5. Sejarah Filsafat
Filsafat merupakan bidang studi sedemikian luasnya sehingga diperlukan
pembagian yang lebih kecil lagi. Dalam pembagian tersebut tidak ada tata cara
pembagian sehingga terdapat perbedaan, hingga banyak cabang yang muncul dan
di buat dari banyaknya cabang tersebut hendaklah kita dapat menyaring segala
hal yang baik, baik untuk kita sendiri maupun orang lain.

B. Saran
Sebagai manusia yang telah dianugerahi potensi berharga yaitu akal, sudah
seharusnya kita bersyukur kepada Allah SWT dengan menggunakan segala
potensi yang dimiliki oleh akal tersebut melalui belajar filsafat, karena dengan
filsafat kita sebagai manusia mampu berpikir, bernalar dan memahami diri serta
lingkungannya, serta berefleksi tentang bagaimana kita sebagai seorang manusia
memandang dunia dan menata kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA

Zaprulkhan. 2016. Filsafat Ilmu : Sebuah Analisis Kontemporer. Jakarta: Rajawali


Pers

Ihsan, Fuad. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Rineka Cipta

Ibrahmi, Duski. 2017. Filsafat Ilmu : Dari Penumpang Asing Untuk Para Tamu.
Palembang: NoerFikri Offset

Hidayatullah,Syarif. 2006. Relasi Filsafat dan Agama, Jurnal Filsafat Vol. 40 No.2

Hawi, Akmal. 2017. Tantangan Lembaga Pendidikan Islam. Tadrib Jurnal Pendidikan
Agama Islam. Vol. 3 No. 01

Bahrum. 2013. ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Jurnal Sulesana Vol. 8 No.03

Anda mungkin juga menyukai