Anda di halaman 1dari 13

Pengertian Ontologi dan Sains dan Landasan Berpikir Ontologis

A. Pendahuluan
Filsafat ilmu adalah merupakan bagian dari filsafat yang menjawab
beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-
dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya
antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan
erat dengan epistemologi dan ontologi. Ontologi merupakan salah satu kajian
filsafat. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret.
Ontologi membahas realitas atau suatu entitas dengan apa adanya.
Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta.
Untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana
realitas tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk itu proses tersebut
memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada bagaimana
ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas. Ilmu
merupakan kegiatan untuk mencari suatu pengetahuan dengan jalan
melakukan pengamatan atau pun penelitian, kemudian peneliti atau pengamat
tersebut berusaha membuat penjelasan mengenai hasil pengamatan atau
penelitiannya tersebut. Dengan demikian, ilmu merupakan suatu kegiatan
yang sifatnya operasional. Jadi terdapat runtut yang jelas dari mana suatu
ilmu pengetahuan berasal. Karena sifat yang operasional tersebut, ilmu
pengetahuan tidak dapat menempatkan diri dengan mengambil bagian dalam
pengkajiannya

1
B. Pembahasan
1. Pengertian Ontologi
Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk
menjawab “apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First
Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda1. kata ontologi
berasal dari bahasa Yunani: On yang berarti being dan logos yang berarti
logic. Jadi Ontologi adalah The theory of being qua being (teori tentang
keberadaan sebagai keberadaan)2. Luis O. Kattsof dalam Elements of
Filosophy mengatakan, ontologi itu mencari ultimate reality dan
menceritakan bahwa di antara contoh pemikiran ontologi adalah pemikiran
Thales.3
Tokoh yang mempopulerkan ontologi dalam pencarian
pengetahuan ilmu adalah Cristian Wolf (1697-1714), yang mengambil
kata ontologi dari bahasa Yunani, yaitu “ta onta”, yang dapat diartikan
“berada dan logi” yang dapat dimaknai sebagai ilmu pengetahuan. Oleh
sebab itu ontologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan atau
ajaran tentang sesuatu yang berada.
Dari beberapa pengetahuan dia atas dapat disimpulkan bahwa:
a. Menurut bahasa, ontologi ialah berasal dari bahasa Yunani yaitu, on
atau ontos yang artinya adalah ada, dan logos yang berarti ilmu. Jadi,
ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
b. Menurut istilah, ontologi ialah ilmu yang membahas tentang hakikat
yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk
jasmani/konkret maupun rohani atau abstrak.

1
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 132.
2
Dikutip oleh Amsal Bakhtiar dari buku Lih. James K. Feibleman, Ontologi dalam
Dagobert D. Runes (ed), Dictionary Philoshopy, (Totowa New Jersey: Litlle Adam & Co., 1967),
hlm. 219.
3
Louis O Katsoff, Element of Philosophy, (New York: The Roland Press Company,
1953), hlm.178.

2
Term ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius
pada tahun 1636 M. Untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang
bersifat metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wolff (1679-1754)
membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika
khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi.
Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat
yang membicarakan prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari
segala sesuatu yang ada. Sedang metafisika khusus masih dibagi lagi
menjadi kosmologi, psikologi, teologi.4

2. Pengertian Sains (ilmu)


Ilmu berasal dari bahasa Arab,“alam” yang artinya adalah
pengetahuan. Penggunaan kata ilmu dalam proposisi bahasa Indonesia
sering disejajarkan dengan kata science dalam bahasa Inggris. Kata
science itu sendiri memang bukan bahasa asli Inggris, tetapi merupakan
serapan dari bahasa latin “Scio;scire” yang arti dasarnya pengetahuan.
Ada juga yang menyebutkan bahwa science berasal dari kata “scientia”
yang berarti pengetahuan. Scientia bersumber dari bahasa latin Scire yang
artinya mengetahui. Terlepas dari berbagai perbedaan asal kata, tetapi jika
benar ilmu disejajarkan dengan kata science dalam bahasa Inggris,
maka   pengertiannya adalah pengetahuan. Pengetahuan yang di pakai
dalam bahasa Indonesia, kata dasarnya adalah “tahu”. Secara umum
pengertian dari kata “tahu” ini menandakan adanya suatu pengetahuan
yang didasarkan atas pengalaman dan pemahaman tertentu yang dimiliki
oleh seseorang.5
Pendapat yang sama diungkapkan M. Quraisy Shihab. Ia
berpendapat bahwa ilmu berasal dari bahasa Arab, “ilm” yang berarti
kejelasan. Karena itu, segala bentuk kata yang terambil dari kata “lm”
seperti kata “alm” (bendera), “ulma” (bibir sumbing), “alam” (gunung-
4
Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama I, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, cet. I, 1997), hlm. 169.
5
http:// de-nenidriutari.blogspot.com/2015/01/makalah-tentang-ontologi-sains/ diakses
pada 08 maret 2019 pukul 15.24.

3
gunung) dan ‘alamat mengandung objek pengetahuan. Ilmu dengan
demikian dapat diartikan sebagai pengetahuan yang jelas tentang sesuatu.
Penjelasan diatas juga menyiratkan bahwa hakikat ilmu bersifat
koherensi sistematik. Artinya, ilmu sedikit berbeda dengan pengetahuan .
ilmu tidak memerlukan kepastian kepingan-kepingan pengetahuan
berdasarkan satu putusan tersendiri, ilmu justru menandakan adanya satu
keseluruhan ide yang mengacu kepada objek atau alam objek yang sama
saling berkaitan secara logis. Setiap ilmu bersumber didalam kesatuan
objeknya. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan
penalaran masing-masing orang. Ilmu akan memuat sendiri hipotesis-
hipotesis dan teori-teori yang sepenuhnya belum dimantapkan. Oleh
karena itu, ilmu membutuhkan metodologi, sebab dan kaitan logis. Ilmu
menuntut pengamatan dan kerangka berpikir metodik serta tertata rapi.
Alat bantu metodologis yang penting dalam konteks ilmu adalah
terminologi ilmiah. 
Jadi, ontologi sains merupakan ilmu yang mempelajari tentang
hakikat dan struktur sains. Dan hakikat sains menjawab pertanyaan apa
sains itu sebenarnya, dan struktur sains menjelaskan tentang cabang-
cabang sains.

3. Landasan berpikir ontologi


Ontologi membahas tentang apa yang ingin diketahui atau dengan
kata lain merupakan suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Dasar
ontologis dari ilmu berhubungan dengan materi yang menjadi objek
penelaahan ilmu. Didalam pemahaman ontologi ada beberapa landasan
berpikir ontologi:6

6
Amsal Bakhtiar, Op.Cit., hlm. 135.

4
a. Menoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh
kenyataan itu hanyalah itu satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu
hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi
maupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing
bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan sumber
yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya.
Istilah menoisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block
Universe. Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran:
1) Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah
materi, bukan rohani. Aliran ini sering juga disebut dengan
naturalisme. Namun begitu, materialisme dapat dianggap suatu
penampakan diri dari naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati
merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah
materi, yang lainnya jiwa atau ruh tidakalah merupakan suatu
kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa atau ruh itu hanyalah
merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan salah
satu cara tertentu. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh bapak
filsafat yaitu Thales (624-546 SM). Ia berpendapat bahwa unsur
asal adalah air karena pentingnya bagi kehidupan. Anaximander
(585-528 SM) berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara
dengan alasan bahwa udara adalah merupakan sumber dari segala
kehidupan. Demokritos (460-370) berpendapat bahwa hakikat alam
ini merupakan atom-atom inilah yang merupakan asal kejadian
alam.7

7
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1996), hlm. 64.

5
2) Idealisme
Sebagai lawan materialisme adalah aliran idealisme yang
dinamakan juga dengan spritualisme. Idealisme berarti serba cita.,
Sedang spritualisme berarti serba ruh. Idealisme diambil dari kata
“idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan
bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu berasal dari ruh
(sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk
dan menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari
pada penjelmaan rohani.
Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda
adalah rohani, spirit atau sebangsanya adalah:
a) Nilai ruh lebih tinggi daripada badan, lebih tinggi nilainya dari
materi bagi kehidupan manusia. Ruh itu dianggap sebagai
hakikat yang sebenarnya. Sehingga materi hanyalah badannya,
bayangan atau penjelmaan saja.
b) Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar
dirinya.
c) Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda
tidak ada, yang ada energi itu saja.
Materi bagi penganut idealisme sebenarnya tidak ada.
Segala kenyataan itu termasuk kenyataan manusia adalah sebagai
ruh. Ruh itu tidak hanya menguasai manusia perorangan, tetapi
juga kebudayaan. Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui pada
ajaran Plato (428-348 SM) dengan teori ideanya. Menurutnya, tiap-
tiap yang ada di alam mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari
setiap sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah
berupa bayanagan saja dari alam ide itu. Jadi idelah yang menjadi
hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.8

8
Ibid.

6
b. Dualisme
Setelah kita memahami bahwa hakikat itu satu (monisme) baik
materi ataupu rohani, ada juga pandangan yang mengatakan bahwa
hakikat itu ada dua. Aliran ini disebut dualisme. Aliran ini berpendapat
bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya,,
yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, benda dan ruh, jasad dan spirit..
Materi bukan muncul dari ruh, dan ruh bukan muncul dari benda.
Sama-sama hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas
dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya
menciptakan kehidupan dalam alam ini.9
Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap
sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan
istilah dunia kesadaran (rohani) dan dunia ruang (kebendaan). Di
samping Descartes, ada juga Benedictus De Spinoza (1632-1677 M),
dan Gitifried Wilhelm Von Leibniz (1646-1716 M).Descartes
meragukan segala sesuatu yang dapat diragukan. Mula-mula ia
mencoba meragukan semua yang dapat di indra, objek yang sebenarnya
tidak mungkin diragukan. Dia meragukan badannya sendiri. keraguan
itu menjadi mungkin karena pada pengalaman mimpi, halusinasi, ilusi,
dan juga pada pengalaman pada rub halus ada yang sebenarnya itu tidak
jelas. Pada empat keadaan seseorang dapat mengalami sesuatu seola-
olah dalam keadaan sesungguhnya. Didalam mimpi seolah-olah
seseorang mengalami sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi persis
seperti tidak mimpi (jaga), begitupula pada pengalaman halusinasi,
ilusi, dan kenyataan gaib.

9
Ibid.

7
c. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan
kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa
segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Tokoh aliran ini pada masa
Yunani kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan
bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur
yaitu tanah, air, api, dan udara.
Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M).
Kelahiran New York dan terkenal sebagai seorang psikolog dan filosof
Amerika. Dalam bukunya The Meaning Of Truth James
mengemukakan, tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum,
yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal.
Sebab pengalaman kita berjalan terus, dan segala yang kita anggap
benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena
dalam peraktiknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh
pengalaman berikutnya.
d. Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa latin yang berarti nothing yang
berarti tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas
alternatif yang positif. Istilah nihilisme diperkenalkan oleh Ivan
Turgeniev dalam novelnya Fathers and Children yang dituliskannya
pada tahun 1862 di Rusia. Dalam novel itu Bazarov sebagai tokoh
sentral mengatakan lemahnya kutukan ketika ia menerima ide
nihilisme.
Tokoh lain aliran ini adalah Friedrich Nietzsche (1844-1900 M).
Dilahirkan di Rocken di Prusia, dari keluarga pendeta. Dalam
pandangannya bahwa “Allah sudah mati”, Allah Kristiani dengan
segala perintah dan larangannya sudah tidak merupakan rintangan lagi.
Dunia terbuka untuk kebebasan dan kreativitas manusia. Mata manusia
tidak lagi di arahkan pada suatu dunia di belakang atau di atas dunia di

8
mana ia hidup. Nietsche mengakui bahwa pada kenyataannya bahwa
10

moral di Eropa sebagian besar masih bersandar pada nilai-nilai kristiani.


Tetapi tidak dapat di hindarkan bahwa nilai-nilai itu akan lenyap.
Dengan sendirinya itu manusia modern terancam nihilisme. Dengan
demikian ia sendir harus mengatasi bahaya itu dengan menciptakan
nilai-nilai baru, dengan tranpaluasi semua nilai.
e. Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui
hakikat benda, baik hakikat materi maupun hakikat rohani. Kata
agnosticime berasal dari bahasa Grik Agnostos yang berarti unknown.
A artinya not, Gno artinya know.
Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang
mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya
kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan
tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat
trancendent. Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan
tokoh tokohnya seperti, Soren Kierkegaar, heidegger, sartre, dan
jaspers. Soren Kierkegaar (1813-1855 M) yang terkenal dengan julukan
sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme menyatakan, manusia tidak
pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku individual
yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu
yang lain.
Sementara itu, heidegger (1889-1976), seseorang filosof jerman
mengatakan, satu-satunya yang ada itu ialah manusia, karena hanya
manusialah yang dapat memahami dirinya sendiri. Jadi dunia ini adalah
bagi manusia, tidak ada persoalan bagi alam metafisika.11
Pada pemahaman lainnya, Jean Paul Sartre (1905-1980 M),
sesorang filosof dan sastrawan Perancis yang ateis sangat terpengaruh
dengan pikiran ateisnya mengatakan bahwa manusia selalu
10
Ibid.
11
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 146.

9
menyangkal. Segala perbuatan manusia tanpa tujuan karena tidak ada
yang tetap (selalu disangkal).
Karl Jaspers (1883-1969 M) menyangkal adanya suatu
kenyataan yang traspenden. Yang mungkin itu hanyalah manusia
berusaha mengatasi dirinya yang belum sadar kepada kesadaran yang
sejati, namun suatu yang mutlak (trancendent) itu tidak ada sama sekali.
Jadi agnostosisme adalah paham pengingkaran atau
penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda
baik materi maupun rohani.

4. Pendekatan Kajian dalam Ontologi Sains12


Penelitian pada dasarnya merupakan suatu pencarian, menghimpun
data, mengadakan pengukuran, analisis, sintesis, membandingkan, mencari
hubungan, menafsirkan hal- hal yang bersifat teka- teki. Banyak jenis
pencarian yang dapat dilakukan berdasarkan pendekatan.
a. Penelitian Kuantitatif
Metode  kuantitatif  dinamakan  metode tradisional, karena metode
ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai
metode untuk penelitian. Metode ini disebut sebagai metode positivistic
karena berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode ini sebagai
metode scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu
konkrit/ empiris, objektif, terukur, rasional dan sistematis. Metode ini
juga disebut metode discovery, Karena dengan metode ini dapat
ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru. Penelitian kuantitatif
adalah penelitian yang dilakukan menggunakan angka sebagai alat
untuk mengukur suatu objek penelitian tertentu, penelitian kuantitatif
ini menggunakan pola pikir deduktif yang mempelajari sebuah objek
dengan menggunakan konsep- konsep yang lebih khusus / terperinci.

12
Sugiono, Metode penelitian kuantitatif  kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta,
2012).

10
b.  Penelitian Kualitatif
Metode penelitian kualitatif dinamakan sebagai metode baru
karena popularitasnya belum lama, metode ini dinamakan
postpositivistik Karena berlandaskan pada filsafat   post positifisme.
Metode ini disebut juga sebagai metode artistic, Karena proses
penelitian lebih bersifat seni (kurang terpola) , dan disebut metode
interpretive karena data hasil peneletian lebih berkenaan dengan
interprestasi terhadap data yang di temukan di lapangan. Penelitian
kualitatif menggali makna kehidupan berdasarkan perspektif
partisipan, yakni berdasarkan proses subjek mengkonstruk atau
menyusun makna dan berdasarkan proses mendeskrispsikan makna
yang disusun subjek.  Penelitian kualitatif meneliti secara objektif
pernyataan subjektif para subjeknya. Tujuan penelitian kualitatif untuk
memperoleh pengetahuan yang terungkap dari persepktif dalam para
pelakunya, bukan menilai subjek & latarnya dengan kriteria dari luar
diri pelaku. Peneliti dipandu dengan catatan lapangan dan refleksi
objektif dan subjektif peneliti saat mengumpulkan data. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang lebih bersifat penelitian deskriptif
dimana peneliti cenderung menggunakan pendekatan induktif.
Penelitian kualitatif ini tidak menggunakan perhitunga dan komputer
dalam penelitiannya. Penelitian dilakukan dengan menyusun asumsi
dasar yang nantinya digunakan untuk mengumpulkan dan mengelola
data dengan cara sistematis. Namun tetap saja dalam penelitian
kualitatif ini data yang dikumpulkan haruslah objektif dan tidak
terpengaruh oleh pendapat peneliti sendiri.

11
C. KESIMPULAN
Menurut bahasa, ontologi ialah berasal dari bahasa Yunani yaitu, on
atau ontos yang artinya adalah ada, dan logos yang berarti ilmu. Jadi, ontologi
adalah ilmu tentang yang ada. Menurut istilah, ontologi ialah ilmu yang
membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik
yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani atau abstrak
Sedangkan sains pengertiannya adalah pengetahuan, pengetahuan
yang di pakai dalam bahasa Indonesia, kata dasarnya adalah “tahu”. Secara
umum pengertian dari kata “tahu” ini menandakan adanya suatu
pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman dan pemahaman tertentu
yang dimiliki oleh seseorang. Landasan berpikir ontologi terbagi dalam
berbagai macam yaitu: Menoisme, Dualisme, Pluralisme, Nihilisme,
Agnostisisme.

12
Daftar Pustaka

Bakhtiar , Amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,


2004.
Bakhtiar , Amsal, Filsafat Agama I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, cet.
I, 1997.
Dikutip oleh Amsal Bakhtiar dari buku Lih. James K. Feibleman,
Ontologi dalam Dagobert D. Runes (ed), Dictionary Philoshopy, Totowa
New Jersey: Litlle Adam & Co., 1967.
Katsoff , Louis , Element of Philosophy, New York: The Roland Press
Company, 1953.
Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996.
Sugiono, Metode penelitian kuantitatif  kualitatif dan R & D,
Bandung: Alfabeta, 2012.
Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum, Akal dan Hati Sejak Thales Sampai
Capra, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.

13

Anda mungkin juga menyukai