Anda di halaman 1dari 12

ONTOLOGI, METAFISIKA, ASUMSI DAN PELUANG

Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Oleh : Catur Puji Hastuti 06032682327011

MAHASISWI FAKULTAS KEGURUAN DAN PENDIDIKAN

PRODI PASCASARJANA TEKHNOLOGI PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Secara etimologi, kita mengetahui bahwa filosofi berasal dari kata philosophia
yang diartikan sebagai cinta kebijaksanaan. Dalam filsafat ilmu, kita mengkaji
mengenai ontologi ilmu, suatu analisis filsafat tentang kenyataan dan
keberadaan yang berkaitan dengan hakikat “ada”, epistimologi ilmu, suatu teori
tentang pengetahuan yang berkaitan dengan cara memperoleh pengetahuan dan
metode keilmuan, dan aksiologi ilmu, suatu teori tentang nilai atau makna.
Ontologi secara ringkas membahas realitas atau suatu entitas dengan apa
adanya. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu
fakta. Untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses
bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk itu proses
tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada
bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas.
Penulis akan memaparkan lebih jauh mengenai kajian ontologi, berkaitan
dengan ruang lingkup metafisika, asumsi, dan peluang

2. Rumusan Masalah
● Apa definisi dari ontologi?
● Apa definisi dari metafisika?
● Apa definisi dari asumsi?
● Apa definisi dari peluang?
BAB II

PEMBAHASAN

1. ONTOLOGI

Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno yang berasal dari
yunani. Menurut bahasa yunani, Secara etimologi (bahasa), Ontologi berasal dari
bahasa Yunani yaitu : On/Ontos = ada (being), dan Logos = ilmu (logic). Jadi,
ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Menurut istilah, berikut adalah definisi
ontologi dari beberapa ahli :

a. Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang
merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun
rohani/abstrak (Bakhtiar, 2010)
b. Menurut (Suriasumantri, 1998), ontologi membahas tentang apa yang
ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan kata lain
suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Telaah ontologis akan
menjawab pertanyaan-pertanyaan :
● apakah obyek ilmu yang akan ditelaah,
● bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut, dan
● bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia
(seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan
pengetahuan.
1) Menurut (Soetriono & Hanafie, 2007), ontologi yaitu merupakan azas
dalam menerapkan batas atau ruang lingkup wujud yang menjadi obyek
penelaahan (obyek ontologis atau obyek formal dari pengetahuan) serta
penafsiran tentang hakikat realita (metafisika) dari obyek ontologi atau
obyek formal tersebut dan dapat merupakan landasan ilmu yang
menanyakan apa yang dikaji oleh pengetahuan dan biasanya berkaitan
dengan alam kenyataan dan keberadaan.
2) Menurut The Liang Gie (Gie, 2010)
Ontologi adalah bagian dari filsafat dasar yang mengungkap makna dari sebuah
eksistensi yang pembahasannya meliputi persoalan-persoalan :

❖ Apakah artinya ada, hal ada ?


❖ Apakah golongan-golongan dari hal yang ada ?
❖ Apakah sifat dasar kenyataan dan hal ada ?
❖ Apakah cara-cara yang berbeda dalam mana entitas dari kategori-kategori
logis yang berlainan (misalnya objek-objek fisis, pengertian universal,
abstraksi dan bilangan) dapat dikatakan ada ?

Menurut Ensiklopedi Britannica Yang juga diangkat dari Konsepsi


Aristoteles, ontologi yaitu teori atau studi tentang being / wujud seperti
karakteristik dasar dari seluruh realitas. Ontologi sinonim dengan metafisika
yaitu, studi filosofis untuk menentukan sifat nyata yang asli (real nature) dari
suatu benda untuk menentukan arti , struktur dan prinsip benda tersebut.
(Filosofi ini didefinisikan oleh Aristoteles abad ke-4 SM)

Dari beberapa definisi tersebut, ditarik sebuah pengertian paling umum


yang menyatakan ontologi adalah bagian dari bidang filsafat yang mencoba
mencari hakikat dari sesuatu. Pengertian ini menjadi melebar dan dikaji secara
tersendiri menurut lingkup cabang-cabang keilmuan tersendiri. Pengertian
ontologi ini menjadi sangat beragam dan berubah sesuai dengan berjalannya
waktu. Sebuah ontologi juga dapat diartikan sebuah struktur hirarki dari istilah
untuk menjelaskan sebuah domain yang dapat digunakan sebagai landasan
untuk sebuah knowledge base”. Dengan demikian, ontologi merupakan suatu
teori tentang makna dari suatu objek, properti dari suatu objek, serta relasi objek
tersebut yang mungkin terjadi pada suatu domain pengetahuan. Ringkasnya,
pada tinjauan filsafat, ontologi adalah studi tentang sesuatu yang ada.
2. METAFISIKA

Sebuah analogi yang sangat indah dalam Suriasumantri (1984), yang


menyatakan ibarat pikiran kita ialah roket yang meluncur ke bintang-bintang,
menembus galaksi dan awan, maka metafisika adalah landasan peluncuran roket
tersebut.
Pembahasan ontologi terkait dengan pembahasan mengenai metafisika.
Mengapa ontologi terkait dengan metafisika? Ontologi membahas hakikat yang
“ada”, metafisika menjawab pertanyaan apakah hakikat kenyataan ini
sebenar-benarnya. Pada suatu pembahasan, metafisika merupakan bagian dari
ontologi, tetapi pada pembahasan lain, ontologi merupakan salah satu dimensi
saja dari metafisika. Karena itu, metafisika dan ontologi merupakan dua hal yang
saling terkait. Bidang metafisika merupakan tempat berpijak dari setiap
pemikiran filsafati, termasuk pemikiran ilmiah. Metafisika berusaha menggagas
jawaban tentang apakah alam ini.
Terdapat beberapa penafsiran yang diberikan manusia mengenai alam ini,
diantaranya :

a. Supernaturalisme

Di alam terdapat wujud-wujud gaib (supernatural) dan wujud ini bersifat


lebih tinggi atau lebih berkuasa dibandingkan dengan alam yang nyata.
Animisme merupakan kepercayaan yang berdasarkan pemikiran
supernaturalisme ini, dimana manusia percaya bahwa terdapat roh yang sifatnya
gaib terdapat dalam benda-benda.
Paham ini menolak wujud-wujud yang bersifat supernatural. Materialisme
merupakan paham yang berdasarkan pada aliran naturalisme ini. Kaum
materialisme menyatakan bahwa gejala-gejala alam disebabkan oleh kekuatan
yang terdapat dalam alam itu sendiri, yang dapat dipelajari dan dengan
demikian dapat kita ketahui.
Democritos (460-370 S.M.) adalah salah satu tokoh awal paham
materialisme. Ia mengembangkan paham materialisme dan mengemukakan
bahwa unsur dasar dari alam adalah atom. Hanya berdasar kebiasaan saja maka
manis itu manis, panas itu panas, dan sebagainya. Obyek dari penginderaan
sering dianggap nyata, padahal tidak demikian, hanya atom dan kehampaan
itulah yang bersifat nyata. Jadi, panas, dingin, warna merupakan terminologi
yang manusia berikan arti dari setiap gejala yang ditangkap oleh pancaindra.
Dengan demikian, gejala alam dapat didekati dari proses kimia fisika. Pendapat
ini merupakan pendapat kaum mekanistik, bahwa gejala alam (termasuk
makhluk hidup) hanya merupakan gejala kimia-fisika semata.
Hal ini ditentang oleh kaum vitalistik, yang merupakan kelompok
naturalisme juga. Paham vitalistik sepakat bahwa proses kimia fisika sebagai
gejala alam dapat diterapkan, tetapi hanya meliputi unsur dan zat yang mati
saja, tidak untuk makhluk hidup. Karena kaum vitalistik menganggap makhluk
hidup adalah sesuatu yang unik dan berbeda secara substansif dengan proses
tersebut.
Namun, penolakan datang dari kaum dualistik yang dianut oleh Rene
Descartes (1596 – 1650), John Locke (1632 – 1714), dan George Berkeley (1685 –
1753). Ketiga filsuf ini berpendapat bahwa apa yang ditangkap oleh pikiran,
termasuk penginderaan dan segenap pengalaman manusia, adalah bersifat
mental. Paham ini berpendapat bahwa yang bersifat nyata adalah pikiran sebab
dengan berpikirlah maka sesuatu itu lantas ada.
Dari definisi diatas, dapat dikatakan bahwa metafisika adalah kajian
filsafat yang membahas hakikat atau hal-hal yang berada dibalik
kenyataan/gejala-gejala yanga ada. Dalam kajian metafisika, ilmu merupakan
pengetahuan yang mencoba menafsirkan alam ini sebagaimana adanya. Manusia
tidak dapat melepaskan diri dari setiap permasalahan yang dihadapinya. Makin
dalam penjelajahan ilmiah dilakukan, akan semakin banyak pertanyaan yang
muncul, termasuk pertanyaan-pertanyaan mengenai hal-hal tersebut di atas.
Karena beragam tinjauan filsafat diberikan oleh setiap ilmuwan, maka pada
dasarnya setiap ilmuwan bisa memiliki filsafat individual yang berbeda-beda.
Titik pertemuan kaum ilmuwan dari semua itu adalah sifat pragmatis dari ilmu.
3. ASUMSI

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, asumsi berarti dugaan yang


diterima sebagai dasar atau landasan berpikir karena dianggap benar. Menurut
Suriasumantri (1984) asumsi diperlukan sebagai arah dan landasan bagi kegiatan
penelaahan kita. Sebuah pengetahuan dapat dianggap benar, selama kita bisa
menemukan asumsi yang ada di dalamnya.
Setiap ilmu selalu memerlukan asumsi. Asumsi diperlukan untuk mengatasi
penelaahan suatu permasalahan menjadi lebar. Semakin terfokus obyek telaah
suatu bidang kajian, semakin memerlukan asumsi yang lebih banyak. Asumsi
dapat dikatakan merupakan latar belakang intelektal suatu jalur pemikiran.
Asumsi dapat diartikan pula sebagai merupakan gagasan primitif, atau gagasan
tanpa penumpu yang diperlukan untuk menumpu gagasan lain yang akan
muncul kemudian. Asumsi diperlukan untuk menyuratkan segala hal yang
tersirat.
Dari definisi ini dapat dikatakan, jika diperiksa ke belakang (backward)
maka hipotesis merupakan asumsi. Jika diperiksa ke depan (forward) maka
hipotesis merupakan kesimpulan. Untuk memahami hal ini dapat dibuat suatu
pernyataan: “Bawalah payung agar pakaianmu tidak basah waktu sampai ke
sekolah”. Asumsi yang digunakan adalah hujan akan jatuh di tengah perjalanan
ke sekolah. Implikasinya, memakai payung akan menghindarkan pakaian dari
kebasahan karena hujan.
Dengan demikian, asumsi menjadi masalah yang penting dalam setiap
bidang ilmu pengetahuan. Kesalahan menggunakan asumsi akan berakibat
kesalahan dalam pengambilan kesimpulan. Asumsi yang benar akan
menjembatani tujuan penelitian sampai penarikan kesimpulan dari hasil
pengujian hipotesis. Bahkan asumsi berguna sebagai jembatan untuk melompati
suatu bagian jalur penalaran yang sedikit atau bahkan hampa fakta atau data.
Terdapat beberapa jenis asumsi yang dikenal, antara lain;
● Pernyataan yang disetujui umum tanpa memerlukan pembuktian karena
kebenaran sudah membuktikan sendiri. Contoh : kebudayaan yang tidak
tumbuh dan berkembang adalah kebudayaan yang mati
● Pernyataan yang dimintakan persetujuan umum tanpa pembuktian, atau
suatu fakta yang hendaknya diterima saja sebagaimana adanya. Contoh:
manusia yang berkawan adalah manusia sebagai makhluk sosial
● Pangkal pendapat dalam suatu entimen

Pertanyaan penting yang terkait dengan asumsi adalah bagaimana


penggunaan asumsi secara tepat? Untuk menjawab permasalahan ini, perlu
tinjauan dari awal bahwa gejala alam tunduk pada tiga karakteristik :
Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton (1788-1856) dari
doktrin Thomas Hobbes (1588-1679) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan
adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak universal. Aliran
filsafat ini merupakan lawan dari paham fatalisme yang berpendapat bahwa
segala kejadian ditentukan oleh nasib yang telah ditetapkan lebih dahulu.

1. Pilihan Bebas

Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya, tidak terikat


pada hukum alam yang tidak memberikan alternatif. Karakteristik ini banyak
ditemukan pada bidang ilmu sosial. Sebagai misal, tidak ada tolak ukur yang
tepat dalam melambangkan arti kebahagiaan. Masyarakat materialistik
menunjukkan semakin banyak harta semakin bahagia, tetapi di belahan dunia
lain, kebahagiaan suatu suku primitif bisa jadi diartikan jika mampu
melestarikan budaya animismenya. Sebagai mana pula masyarakat brahmana di
India mengartikan bahagia jika mampu membendung hasrat keduniawiannya.
Tidak ada ukuran yang pasti dalam pilihan bebas, semua tergantung ruang dan
waktu.

2. Probabilistik
Pada sifat probabilstik, kecenderungan keumuman dikenal memang ada
namun sifatnya berupa peluang. Sesuatu akan berlaku deterministik dengan
peluang tertentu. Probabilistik menunjukkan sesuatu memiliki kesempatan
untuk memiliki sifat deterministik dengan menolerir sifat pilihan bebas. Pada
ilmu pengetahuan modern, karakteristik probabilitas ini lebih banyak
dipergunakan. Dalam ilmu ekonomi misalnya, kebenaran suatu hubungan
variabel diukur dengan metode statistik dengan derajat kesalahan ukur sebesar
5%. Pernyataan ini berarti suatu variabel dicoba diukur kondisi deterministiknya
hanya sebesar 95%, sisanya adalah kesalahan yang bisa ditoleransi. Jika
kebenaran statistiknya kurang dari 95% berarti hubungan variabel tesebut tidak
mencapai sifat-sifat deterministik menurut kriteria ilmu ekonomi.
Dalam menentukan suatu asumsi dalam perspektif filsafat, permasalahan
utamanya adalah mempertanyakan pada pada diri sendiri (peneliti) apakah
sebenarnya yang ingin dipelajari dari ilmu. Terdapat kecenderungan, sekiranya
menyangkut hukum kejadian yang berlaku bagi seluruh manusia, maka harus
bertitik tolak pada paham deterministik. Sekiranya yang dipilih adalah hukum
kejadian yang bersifat khas bagi tiap individu manusia maka akan digunakan
asumsi pilihan bebas. Di antara kutub deterministik dan pilihan bebas,
penafsiran probabilistik merupakan jalan tengahnya.

4. PELUANG

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peluang berarti ruang gerak,


baik yang konkret maupun yang abstrak, yang memberikan kemungkinan bagi
suatu kegiatan untuk memanfaatkannya dalam usaha mencapai tujuan. Menurut
(Murwani, 2007), peluang merupakan perbandingan antara banyaknya kejadian
yang muncul (observed) dengan banyaknya seluruh kejadian yang mungkin
muncul (expected).
Dalam perkembangannya peluang menjadi salah satu cabang ilmu yang
baru yang kemudian dikenal dengan ilmu probabilistik atau ilmu peluang.
Walau termasuk ilmu yang relatif baru, ilmu ini bersama dengan statistika
berkembang cukup pesat. Peluang dinyatakan dari angka 0 sampai 1. Angka 0
menyatakan bahwa suatu kejadian itu tidak mungkin terjadi. Dan angka 1
menyatakan bahwa sesuatu itu pasti terjadi. Misalnya bahwa peluang semua
makhluk hidup itu akan mati dinyatakan dengan angka 1.
Dalam proses pencarian ilmu, peluang merupakan
kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam pencarian atau perumusan suatu
pengetahuan yang pasti.
Misalnya seorang ilmuwan geofisika dan meteorologi hanya bisa memberikan
bahwa kepastian tidak turun hujan 0.8. Keputusan apa yang akan diambil
seseorang sehubungan informasi cuaca di atas atau langkah apa yang akan
diambil. Seseorang yang mengenal dengan baik hakikat ilmu akan lebih
mempercayai pernyataan “80% anda akan sembuh jika meminum obat ini”
daripada pernyataan “yakinlah bahwa anda pasti sembuh setelah meminum obat
ini”.
Ilmu tidak pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan
pengetahuan yang bersifat mutlak. Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar
untuk mengambil keputusan lewat penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat
relatif. Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar bagi kita untuk mengambil
keputusan, dimana keputusan harus berdasarkan penafsiran kesimpulan ilmiah
yang bersifat relatif dengan demikian maka kata akhir dari suatu keputusan
terletak di tangan kita dan bukan di teori-teori keilmuan. Oleh karena itu
manusia yang mempercayai ilmu tidak akan sepenuhnya menumpukan
kepercayaannya terhadap apa yang dinyatakan oleh ilmu tersebut.
Dalam proses pembuktian sebuah ilmu, peluang merupakan
kemungkinan-kemungkinan yang mendasari terbentuknya sebuah hipotesa.
Hipotesa ilmiah mengutarakan peluang-peluang yang mungkin menjadi
jawaban sementara daru problema yang dihadapi, akan tetapi kebenaran akan
sebuah hipotesa harus dibuktikan dengan adanya kejadian nyata.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa :

● Ontologi adalah bagian dari bidang filsafat yang mencoba mencari hakikat
dari sesuatu. Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui,
seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian
mengenai teori tentang “ada”.
● Metafisika adalah kajian filsafat yang membahas hakikat atau hal-hal yang
berada dibalik kenyataan/gejala-gejala yanga ada. Dalam kajian metafisika,
ilmu merupakan pengetahuan yang mencoba menafsirkan alam ini
sebagaimana adanya.
● Asumsi berarti dugaan yang diterima sebagai dasar atau landasan berpikir
karena dianggap benar. Asumsi diperlukan sebagai arah dan landasan
bagi kegiatan penelaahan kita. Sebuah pengetahuan dapat dianggap benar,
selama kita bisa menemukan asumsi yang ada di dalamnya.
● Peluang merupakan kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam
pencarian atau perumusan suatu pengetahuan yang pasti. Peluang
mendasari terbentuknya hipotesa untuk menjawab masalah keilmuan.
B. DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, A. (2010). Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada (Rajawali


Press).
Gie, T. L. (2010). Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty.
Murwani, S. (2007). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: UHAMKA
PRESS.
Soetriono, & Hanafie, R. (2007). Filsafat Ilmu Dan Methodologi Penelitian.
Yogyakarta: C.V. Andi Offset.
Suriasumantri, J. S. (1998). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popular.
Jakarta: Pustaka Sinar harapan.

Anda mungkin juga menyukai