Anda di halaman 1dari 8

FILSAFAT ILMU

ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, AKSIOLOGI DAN LOGIKA ILMU PENGETAHUAN

Latar Belakang Masalah


Filsafat merupakan suatu ilmu pengetahuan yang bersifat ekstensial, artinya sangat erat hubungannya
dengan kehidupan kita sehari-hari. Bahkan dapat dikatakan filsafat menjadi motor penggerak
kehidupan sehari-hari sebagai manusia pribadi maupun sebagai manusia kolektif dalam bentuk suatu
masyarakat atau bangsa. Dalam konteks filsafat hidup, seseorang selalu mempertimbangkan hal-hal
yang penting dan terpenting sebelum menetapkan keputusan untuk berperilaku. Hal-hal yang
terpenting tersebut tergolong esensial. Dalam pengertian ini, hal-hal yang esensial meliputi pengertian
filsafat.
Filsafat ilmu merupakan kajian atau telaah secara mendalam terhadap hakikat ilmu. Filsafat ilmu
dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat ilmu, diantaranya adalah:

A. Ontologi
Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan logos.
Ontos berarti sesuatu yang Berwujud dan logos berarti Ilmu.
Ontologi dapat diartikan sebagai ilmu atau teori tentang Wujud Hakikat Yang Ada.
Objek ilmu atau keilmuan merupakan dunia empirik, yaitu dunia yang dapat di jangkau panca
indra dan objek ilmu merupakan pengalaman indrawi.
Dengan kata lain, ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat sesuatu yang berwujud
dengan berdasarkan pada logika semata. Dari teori hakikat (ontologi) ini kemudian muncullah
beberapa aliran dalam filsafat, antara lain: Filsafat Materialisme, Filsafat Idealisme, Filsafat
Dualisme, Filsafat Skeptisisme dan Filsafat Agnotisisme.
Ontologi merupakan salah satu dari tiga kajian Filasafat Ilmu yang paling kuno dan berasal dari
Yunani. Beberapa tokoh Yunani yang memiliki pemikiran yang bersifat ontologis adalah Thales,
Plato, dan Aristoteles. Pada masa Yunani ketika mithology masih memiliki pengaruh yang kuat,
kebanyakan orang belum mampu membedakan antara penampakan dengan kenyataan. Bahkan
pada masa tersebut ada banyak hal yang masih mengkaji kejadian alam dalam bentuk mistis
sebagai penanggung jawab dari fenomena alam yang sulit untuk dimengerti. Ontologi juga dapat
diartikan sebagai Keberadaan (The theory of being qua being) atau Ilmu Tentang Yang Ada.
Menurut istilah,
Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality
yang berbentuk jasmani, kongkret maupun rohani atau abstrak (Bakhtiar, 2004).

Dalam bukunya The Meaning of Truth, James mengemukakan bahwa tidak ada kebenaran yang
mutlak, berlaku umum, bersifat tetap, berdiri sendiri serta lepas dari akal yang mengenal.
Apa yang kita anggap benar sebelumnya dapat dikoreksi atau diubah oleh pengalaman
berikutnya.

1
Pokok permasalahan yang menjadi objek kajian filsafat mencakup tiga segi, yaitu:
Logika (benar-salah), Etika (baik-buruk), Estetika (indah-jelek), Metafisika (Zat-maya) dan
Politik (Sosial-Pemerintah).

Kemudian berkembang menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai bidang kajian lebih
spesifik lagi yang disebut filsafat ilmu. Dalam hal ini, ontologi membahas tentang apa yang ingin
kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori
tentang “ada”. Dengan begitu, telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai:
1. Apakah obyek ilmu?
2. Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek ilmu?
3. Bagaimana hubungan antara objek tersebut dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir,
merasa, dan mengindera) yang dapat membuahkan pengetahuan?

Soetriono & Hanafie (2007), Ontologi merupakan azas dalam menerapkan batas atau ruang
lingkup wujud yang menjadi obyek penelaahan (objek ontologis atau objek formal dari
pengetahuan) serta penafsiran tentang hakikat realita (metafisika) dari objek ontologi atau objek
formal tersebut dan dapat merupakan landasan ilmu yang menanyakan apa yang dikaji oleh
pengetahuan dan biasanya berkaitan dengan alam kenyataan dan keberadaan.
Pengertian paling umum pada ontologi adalah bagian dari bidang filsafat yang mencoba mencari
hakikat dari sesuatu. Pengertian ini menjadi melebar dan dikaji secara tersendiri menurut lingkup
cabang-cabang keilmuan tersendiri. Pengertian ontologi ini menjadi sangat beragam dan berubah
sesuai dengan berjalannya waktu. Dalam hal ini sebuah ontologi memberikan pengertian untuk
penjelasan secara eksplisit dari konsep terhadap representasi pengetahuan pada sebuah knowledge
base. Sebuah ontologi juga dapat diartikan sebagai sebuah struktur hirarki dari istilah untuk
menjelaskan sebuah domain yang dapat digunakan sebagai landasan untuk sebuah knowledge
base.
Dengan demikian, ontologi merupakan suatu teori tentang makna dari suatu objek, property dari
suatu objek, serta relasi objek yang mungkin terjadi pada suatu domain pengetahuan. Pada
tinjauan filsafat, ontologi adalah sebuah studi tentang sesuatu yang ada.

B. Epistemologi
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani yaitu episteme, yang berarti pengetahuan (knowledge)
dan logos yang berarti ilmu.
Menurut arti katanya, epistemologi ialah ilmu yang membahas masalah-masalah pengetahuan.

Di dalam Webster New International Dictionary, epistemologi diberi definisi sebagai berikut:
Epistimology is the theory or science the method and grounds of knowledge, especially with
reference to its limits and validity, yang artinya Epistemologi adalah teori atau ilmu pengetahuan

2
tentang metode dan dasar-dasar pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan batas-batas
pengetahuan dan validitas atau berlakunya sebuah pengetahuan (Darwis. A. Soelaiman, 2007).

Epistemologi atau filsafat pengetahuan merupakan salah satu cabang filsafat yang mempersoalkan
masalah hakikat pengetahuan. Apabila kita berbicara mengenai filsafat pengetahuan, yang
dimaksud dalam hal ini adalah ilmu pengetahuan kefilsafatan yang secara khusus hendak
memperoleh pengetahuan tentang hakikat pengetahuan.
J.A Niels Mulder menuturkan, epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang
watak, batas-batas dan berlakunya dari ilmu pengetahuan. Sedangkan Jacques Veuger
berpendapat bahwa epistemologi adalah pengetahuan tentang pengetahuan serta pengetahuan
yang kita miliki tentang pengetahuan orang lain.
Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa epistemologi adalah bagian dari filsafat yang
membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan,
batas-batas, sifat, metode, dan keshahihan pengetahuan.
Jadi objek material dari epistemologi adalah pengetahuan dan objek formalnya adalah hakikat
pengetahuan.
Abbas Hammami Mintarejo, memberikan pendapat bahwa epistemologi adalah bagian filsafat
atau cabang filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan dan mengadakan
penilaian atau pembenaran dari pengetahuan yang telah terjadi. (Surajiyo, 2008).
Epistemologi atau teori pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan,
pengandaian, dasar-dasar serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang
dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca
indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode
positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.

Metode Filsafat dalam Memperoleh Pengetahuan


1. Empirisme
Empirisme adalah suatu cara atau metode dalam filsafat yang mendasarkan cara untuk
memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman atau pengamatan (Panca Indra).
John Locke, seorang bapak empirisme Britania mengatakan bahwa pada waktu manusia di
lahirkan akalnya merupakan jenis catatan yang kosong (tabula rasa) dan di dalam buku
catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman inderawi.
Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan seseorang diperoleh dengan jalan menggunakan
serta membandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama
dan sederhana. Ia memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan yang secara pasif
menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Hal ini menyatakan bahwa semua pengetahuan
seseorang dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang
pertama, yang dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang menyusun objek-objek material.

3
Apa yang tidak dapat atau tidak perlu di lacak kembali secara demikian itu bukanlah
pengetahuan, atau dianggap bukan pengetahuan mengenai hal-hal yang factual.
2. Rasionalisme
Rasionalisme adalah sebuah pikiran manusia, hal ini menimbulkan faham rasionalisme, yang
mempercayai adanya kebenaran dan berpendirian bahwa manusia mungkin mengerti dan alat
pengetahuannya berupa akal. Seseorang yang berpegang pada epistemologi menyatakan
bahwa kebenaran dapat ditemukan sebelum adanya pengalaman.
Rasionalisme memiliki sumber pengetahuan yang terletak pada akal seseorang, bukan karena
rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman dipandang sebagai sebuah
perangsang bagi akal pikiran.
Para penganut rasionalisme meyakini bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita
dan bukannya di dalam diri seseorang.
Jika kebenaran mengandung makna atau ide yang sesuai dengan petunjuk kepada kenyataan,
maka kebenaran hanya ada di dalam pikiran seseorang dan hanya dapat diperoleh dengan akal
budi serta dapat melahirkan paham intelektualisme dalam dunia pendidikan.
3. Fenomenalisme
Immanuel Kant membuat uraian tentang pengalaman, yaitu segala sesuatu yang terdapat
dalam dirinya sendiri untuk merangsang alat inderawi dan diterima oleh akal dalam
bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran.
Karena itu seseorang tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang sesuatu seperti keadaannya
sendiri, melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak kepadanya, artinya
pengetahuan tentang gejala / kejadian (Phenomenon).
Bagi Kant para penganut empirisme benar bila berpendapat bahwa semua pengetahuan
didasarkan pada pengalaman meskipun benar hanya untuk sebagian. Penganut rasionalisme
juga benar, karena akal memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap sesuatu serta
pengalaman.
4. Intusionisme
Menurut Bergson, Intusionisme adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung
dan seketika.
Analisa atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan tidak akan dapat
menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif.
Salah satu diantara unsur-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson ialah, paham ini
memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman disamping pengalaman yang dihayati oleh
indera.
Dengan demikian, data yang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi
pengetahuan di samping pengetahuan yang dihasilkan oleh penginderaan.
5. Dialektis
Dialektis adalah tahap logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode penuturan serta
analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.

4
Dalam kehidupan sehari-hari dialektika berarti kecakapan untuk melakukan perdebatan.
Dalam teori pengetahuan, hal ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu
pikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan serta bertolak pada dua kutub.
6. Metode Induktif
Metode Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan pernyataan hasil
observasi dalam suatu pernyataan yang lebih umum dan menurut suatu pandangan yang dapat
diterima secara luas. Ilmu empiris ditandai oleh metode induktif, disebut induktif bila
bertolak dari pernyataan tunggal seperti gambaran mengenai hasil pengamatan dan penelitian
seseorang sampai pada pernyataan universal.
7. Metode Deduktif
Metode deduksi adalah suatu metode yang menyimpan bahwa data-data empiris diolah lebih
lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang harus ada dalam metode deduktif, yaitu adanya
perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri.
Bentuk logis teori bertujuan untuk apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah
serta perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori dengan jalan rnenerapkan
secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut.
8. Metode Positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh August Comte. Metode ini berpangkal dari apa yang diketahui,
yaitu faktual dan bersifat positif dengan menyampingkan segala uraian persoalan diluar
yang ada sebagai fakta, oleh karena itu ia menolak metafisika yang diketahui positif,
yaitu segala yang nampak dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan diatasi kepada bidang
gejala saja.
9. Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan manusia untuk memperoleh
pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan akan berbeda.
Hal ini seharusnya dikembangkan dengan kemampuan akal yang disebut dengan intuisi.
10. Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan
filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun Pidato mengartikannya diskusi logika.
Kini dialekta berarti tahap logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode
penuturan serta analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam
metode peraturan, juga analisis sistematika tentang ide untuk mencapai apa yang terkandung
dalam pandangannya.

C. Aksiologi
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia
menggunakan ilmunya.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Berikut pengertian aksiologi
menurut para ahli:

5
 Koento (2003: 13), aksiologi membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia dari
pengetahuan yang didapatkannya. Aksiologi merupakan sebuah ilmu yang terdiri dari nilai-
nilai yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan
seperti yang dijumpai dalam kehidupan yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan
sosial, kawasan simbolik ataupun fisik material.
 Kattsoff (2004: 319), aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang
pada umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.
 Scheleer dan Langeveld (Wiramihardja, 2006: 155-157), Scheleer mengontraskan aksiologi
dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan
dengan deontology, yaitu suatu teori mengenai tindakan baik secara moral. Langeveld
berpendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama: etika dan estetika. Etika merupakan
bagian filsafat penilaian yang membicarakan perilaku seseorang, sedangkan estetika adalah
bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari sudut indah
dan buruk.

Logika Ilmu Pengetahuan


Dengan mempelajari filsafat ilmu, akan diketahui hakekat ilmu pengetahuan dan hakekat
pengetahuan, kita tidak akan terbenam dalam suatu ilmu yang spesifik sehingga semakin menyempit
dan eksklusif. Dengan mempelajari filsafat ilmu pengetahuan akan membuka perspektif (wawasan)
yang luas, sehingga kita dapat menghargai dan berkomunikasi dengan ilmu lainnya. Dengan demikian
kita dapat mengembangkan ilmu pengetahuan secara interdisipliner.
Ilmu pengetahuan diperoleh dari pengalaman (empiris) dan akal (ratio). Sehingga timbul paham atau
aliran yang disebut empirisme dan rasionalisme. David Hume (1711-1776), John Locke (1632-1704)
dan Berkley menyampaikan bahwa rasionalisme menyusun teorinya berdasarkan ratio. Metode yang
digunakan aliran emperisme adalah induksi, sedangkan rasionalisme menggunakan metode deduksi.
Immanuel Kant merupakan tokoh yang mensintesakan paham empirisme dan rasionalisme.
Logika adalah ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir lurus (tepat). Ilmu pengetahuan
mempunyai arti yang luas dan yang sempit. Di dalam bahasa asing dipergunakan istilah-istilah seperti
: Science (bahasa Inggris) dan Wissenschaft atau Wetensekap (Jerman). Kata-kata itu ada
persamaannya dengan istilah ilmu pengetahuan tetapi tidak selalu sama. Di dalam science seseorang
harus bersikap kritis, artinya seseorang harus mampu menemukan kenyataan fakta-fakta dan mampu
membedakan antara fakta yang murni dan apa yang telah diberi corak oleh pandangan atau keinginan
tertentu, dimana seseorang cenderung untuk memakai pandangan yang obyektif.
Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan tentang pokok tertentu. Kumpulan ini merupakan
suatu kesatuan yang sistematis serta memberikan penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Penjelasan ini terjadi dengan menunjukkan sebab-akibatnya. Lapangan ilmu pengetahuan yang
dimaksud adalah azas-azas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat dan teratur. Agar dapat
berpikir lurus, tepat, dan teratur, logika harus menyelidiki dan merumuskan serta menerapkan hukum-
hukum yang tepat. Logika sebagai proses berfikir identik dengan masuk akal dan penalaran. Penalaran

6
adalah salah satu bentuk pemikiran. Pemikiran adalah pengetahuan tidak langsung yang didasarkan
pada pernyataan langsung, dimana pemikiran dapat benar dan salah. Definisi logika sangat sederhana,
yaitu ilmu yang memberikan prinsip-prinsip yang harus diikuti agar dapat berpikir valid menurut
aturan yang berlaku. Faedah logika menimbulkan kesadaran untuk menggunakan prinsip-prinsip
dalam berfikir secara sistematis, faedah tersebut yaitu :
1. Logika menyatakan, menjelaskan dan mempergunakan prinsip-prinsip abstrak yang dapat
digunakan dalam semua lapangan ilmu pengetahuan.
2. Menambah daya berfikir abstrak, yang menimbulkan sikap intelektual.
3. Mencegah agar tidak tersesat dari segala sesuatu yang kita peroleh berdasarkan authority.

Teori Agenda Setting Dalam 3 Perspektif: Epistemologi, Ontologi, Aksiologi


Teori Agenda Setting pertama kali dikemukakan oleh Walter Lippman pada tahun 1965, dengan
konsep “The World Outside and the Picture in our head.” Penelitian teori empiris dilakukan Mc
Combs dan Shaw ketika mereka meniliti pemilihan presiden tahun 1972. Mereka mengatakan,
walaupun para ilmuwan yang meneliti perilaku manusia belum menemukan kekuatan media seperti
yang disinyalir oleh pandangan masyarakat yang konvensional, belakangan ini mereka menemukan
cukup bukti bahwa para penyunting dan penyiar memainkan peranan yang penting dalam membentuk
realitas sosial, ketika mereka melaksanakan tugas keseharian mereka dalam menonjolkan berita.

Pada teori ini, media tidak menentukan what to think, tetapi what to think about. Teori ini berdiri atas
asumsi bahwa media atau pers does not reflect reality, but rether filters and shapes it, much as a
caleidoscope filters and shapes it (David H. Heaver, 1981). Dari sekian peristiwa dan kenyataan sosial
yang terjadi, media massa memilih dan memilahnya berdasarkan kategori tertentu dan menyampaikan
kepada khalayak dan khalayak menerima bahwa peristiwa tersebut adalah penting. Dalam teori ini ada
3 tahapan utama, yaitu: Media agenda, Public agenda dan Policy agenda.
1. Ontologi
Teori ini mengkaji bagaimana media massa mampu mempengaruhi pikiran-pikiran audiensnya,
dimana dari apa yang disajikan oleh media massa, mampu menjadi sebuah agenda publik yang
kekuatannya akan mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang akan muncul. Berkaitan dengan apa yang
dirasakan seseorang melalui media massa, dimana sajian media massa dengan segala sesuatunya
(struktur pesan/pemberitaan, frekuensi, visualisasi, dll) akan mampu mempengaruhi seseorang untuk
berpikir isu-isu apa saja yang ada di sekitar mereka, seperti yang mereka pedulikan serta
mengkonstruksi maknanya, sehingga para pembuat kebijakan harus menyadari hal ini untuk
menentukan kebijakan yang akan dipilih dan diterapkan.
2. Epistemologi
Teori ini berasal dari kajian di saat seorang Walter Lippman berpikir mengenai pentingnya sebuah
”picture in our head”. Bagaimana media massa menciptakan gambaran-gambaran di dalam pikiran
seseorang dan para pembuat kebijakan harus mengetahui gambaran-gambaran ini. Lippman
menangkap bahwa publik tidak merespon isu yang aktual di lingkungan mereka, tetapi lebih pada apa

7
yang ada di gambaran benak mereka. Disinilah kemudian media massa mengambil peran dalam
mengkomstruksi gambaran melalui outline-outline sajian mereka.
3. Aksiologi
Dalam bukunya, Littlejohn menjelaskan bahwa Agenda Setting ini berfungsi dalam menetapkan isu
yang menonjol dan gambaran-gambaran di dalam pikiran audiensnya. Dalam fungsinya, teori ini dapat
bermanfaat untuk memudahkan pengambil kebijakan untuk menetapkan kebijakan yang akan
diterapkan. Selain itu, dari teori ini dapat ditegaskan pentingnya peran media massa dalam kehidupan
sebuah sistem dalam sebuah negara atau pemerintahan. Teori ini mempunyai nilai yang baik manakala
media massa dapat menjalankan fungsinya sebagai sebuha sarana informasi edukasi dengan benar.
Sehigga media massa sebagai filter dari segala isu dengan outline yang mereka sajikan dapat
mengkonstruksi sebuah gambaran yang benar di dalam publiknya.

Kesimpulan
Dalam konteks filsafat hidup, seseorang selalu mempertimbangkan hal-hal yang penting dan
terpenting sebelum menetapkan keputusan untuk berperilaku. Hal-hal yang terpenting tersebut
tergolong esensial. Pengertian ontologi ini menjadi sangat beragam dan berubah sesuai dengan
berjalannya waktu. Sebuah ontologi memberikan pengertian untuk penjelasan secara eksplisit dari
konsep terhadap representasi pengetahuan pada sebuah knowledge base. Ontologi juga dapat diartikan
sebagai keberadaan (The theory of being qua being) atau ilmu tentang yang ada. Menurut istilah,
Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality
yang berbentuk jasmani, kongkret maupun rohani atau abstrak (Bakhtiar, 2004).
Epistemologi atau filsafat pengetahuan merupakan salah satu cabang filsafat yang
mempersoalkan masalah hakikat pengetahuan. Apabila kita berbicara mengenai filsafat
pengetahuan, yang dimaksud dalam hal ini adalah ilmu pengetahuan kefilsafatan yang secara khusus
hendak memperoleh pengetahuan tentang hakikat pengetahuan.
Aksiologi merupakan sebuah teori dasar tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan
dengan deontology, yaitu suatu teori mengenai tindakan baik secara moral. Langeveld
berpendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama: etika dan estetika. Etika merupakan bagian
filsafat penilaian yang membicarakan perilaku seseorang, sedangkan estetika adalah bagian filsafat
tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari sudut indah dan buruk.

Daftar Pustaka
1. Adib, Mohammad. 2010. Filsafat Ilmu: Ontologi, Efistemologi, Aksiologi dan Logika Ilmu
Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2. Suriasumantri, Jujun S. 1996. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.

Anda mungkin juga menyukai