Anda di halaman 1dari 39

Filsafat ilmu

Oleh : Ahmad Dibul Amda

I. Pengertian Filsafat, Ilmu, dan Filsafat Ilmu

Dari beberapa Tokoh. dan Ruang Lingkupnya. 

1.     Pengertian FILSAFAT

menurut beberapa tokoh adalah sebagai berikut :

Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.

Aristoteles ( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas
segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang
sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.

Cicero ( (106 – 43 SM ) : filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “( the mother of all the
arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai arts vitae (seni kehidupan )

Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu ,
yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis
kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran
dari seluruh kenyataan.

Paul Nartorp (1854 – 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan
kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul
sekaliannya .

Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok dan
pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.

1. Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )


2. Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )

2. Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )

3.  Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )

Notonegoro : Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak,
yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.

Driyakarya : filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada


dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang
penghabisan “.

Sidi Gazalba : Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran , tentang
segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal.

Harold H. Titus (1979 ) : (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap
kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik
atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu
usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3) Filsafat adalah analisis logis dari
bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian ( konsep ); Filsafat adalah kumpulan
masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.

Hasbullah Bakry : Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam
mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan
tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu.

2.     PENGERTIAN ILMU

M. IZUDDIN TAUFIQ

Ilmu adalah penelusuran data atau informasi melalui pengamatan, pengkajian dan
eksperimen, dengan tujuan menetapkan hakikat, landasan dasar ataupun asal usulnya

# THOMAS KUHN
Ilmu adalah himpunan aktivitas yang menghasilkan banyak penemuan, baik dalam
bentuk penolakan maupun pengembangannya

# Dr. MAURICE BUCAILLE

Ilmu adalah kunci untuk mengungkapkan segala hal, baik dalam jangka waktu yang lama
maupun sebentar.

# NS. ASMADI

Ilmu merupakan sekumpulan pengetahuan yang padat dan proses mengetahui


melalui penyelidikan yang sistematis dan terkendali (metode ilmiah)

# POESPOPRODJO

Ilmu adalah proses perbaikan diri secara bersinambungan yang meliputi perkembangan
teori dan uji empiris

3.Definisi Filsafat Ilmu

1. Robert Ackermann

Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat
ilmiah dewasa ini dengan perbandingn terhadap pendapat-pendapat lampau yang telah
dibuktikan atau dalam kerangka ukuran-ukuran yang dikembangkan dari pendapat-pendapat
demikian itu, tetapi filsafat ilmu demikian bukan suatu cabang yang bebas dari praktek ilmiah
senyatanya.

2. Peter Caws

Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang
filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia.

3. Lewis White Beck

Filsafat ilmu mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah serta


mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
4. John Macmurray

Filsafat ilmu terutama bersangkutan dengan pemeriksaan kritis terhadap pandangan-


pandangan umum, prasangka-prasangka alamiah yang terkandung dalam asumsi-asumsi ilmu
atau yang berasal dari keasyikan dengan ilmu.

4.     Ruang lingkup Filsafat Ilmu

Bidang garapan Filsafat Ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang


menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

Ontologi ilmu

meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan
pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana (yang)
“Ada” itu (being Sein, het zijn). Paham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau
spiritualisme, Paham dualisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham
ontologik yang pada akhimya menentukan pendapat bahkan keyakinan kita masing-masing
mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.

Epistemologi ilmu

meliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan
(ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan
perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand), akal budi (Vernunft)
pengalaman, atau komunikasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang
dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal adanya model-model epistemologik seperti:
rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi dengan
berbagai variasinya. Ditunjukkan pula bagaimana kelebihan dan kelemahan sesuatu model
epistemologik beserta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu seperti teori koherensi,
korespondesi, pragmatis, dan teori intersubjektif.

Aksiologi llmu
meliputi nilal-nilal (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran
atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai
kawasan, seperti kawasan sosial, kawasansimbolik atau pun fisik-material. Lebih dari itu
nilai-nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine qua non yang wajib
dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan
ilmu.

Dalam perkembangannya Filsafat llmu juga mengarahkan pandangannya pada Strategi


Pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampal pada dimensi ke-
budayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti
maknanya bagi kehidupan

Terimakasih.

Ilmu Filsafat, Filsafat Ilmu

dan Filsafat Ilmu Pengetahuan;

1.Perbedaan ilmu filsafat dengan filsafat ilmu.

Perbedaan ilmu filsafat dengan filsafat ilmu dapat dilihat dari definisinya. Ilmu filsafat
adalah ilmu tentang dasar-dasar filsafat yang mencakup sistematika filsafat yaitu ontologi,
epistemologi dan aksiologi, objek-objek filsafat, sejarah filsafat dan metode-metode
filsafat. Sedangkan filsafat ilmu adalah cabang filsafat dan bagian dari Epistemologi yang
mengkaji ilmu pengetahuan dari segi ciri-ciri dan cara-cara memperolehnya. Dilihat dari
objek kajiannya, objek kajian ilmu filsafat adalah semesta atau semua yang ada di sekitar
manusia dalam arti seluas-luasnya. Sedangkan objek kajian filsafat ilmu adalah ilmu-ilmu yang
diperoleh manusia baik yang bersifat ilmiah maupun tidak. Selain itu, perbedaan juga ditemukan
pada sudut pandang atau pendekatan yang dipakai. Ilmu filsafat pendekatannya bersifat integral
yang artinya ilmu filsafat tidak hanya mengkaji dari satu sudut pandang saja tetapi menyeluruh.
Sedangkan filsafat ilmu pendekatannya disesuaikan dengan kajian ilmunya masing-masing.

2. Perbedaan filsafat pengetahuan (Epistemologi) dengan filsafat ilmu pengetahuan.

Walaupun objek kajian keduanya sama-sama pengetahuan, filsafat pengetahuan mengkaji


pengetahuan dalam arti seluas-luasnya, termasuk pengetahuan sehari-hari. Sedangkan
filsafat ilmu pengetahuan mengkaji pengetahuan yang bersifat khusus dan bersifat ilmiah
untuk membedakannya dari pengetahuan sehari-hari. Selain itu, filsafat pengetahuan
juga  membahas tentang batas, sumber, struktur dan keabsahan pengetahuan sedangkan
filsafat ilmu pengetahuan membahas ciri keilmiahan suatu ilmu pengetahuan dengan cara
kerja ilmiah. Perbedaan yang lain, filsafat pengetahuan bertujuan untuk mencapai hakikat
ilmu pengetahuan sedangkan filsafat ilmu pengetahuan hanya mencoba menerangkan
gejala-gejala secara ilmiah.

Referensi

1. Akhyar Yusuf Lubis, Donny Gahral Adian, Pengantar Filsafat Ilmu Pengetahuan
2. Akhyar Yusuf Lubis, Epistemologi Fundasional

3. http://www.filsafatilmu.com/artikel/pengertian/pengertian-filsafat-ilmu

Perbedaan Filsafat dengan Filsafat Ilmu

A. Pengertian Filsafat
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan jaman
akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa
Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam
bahasa Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab. Para filsuf memberi batasan yang berbeda-
beda mengenai filsafat, namun batasan yang berbeda itu tidak mendasar. Selanjutnya batasan
filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara etimologi dan secara terminologi. Secara
etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani
yaitu philosophia – philien : cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat
berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta
kebijaksanaan dalam arti hakikat.
Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan
pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya.
Seorang Plato mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai
pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat
adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu
metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya dengan Al Farabi
yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana
hakikat yang sebenarnya. Berikut ini disajikan beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa
para ahli:
Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.

Aristoteles ( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan
asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan
tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.

Cicero ( (106 – 43 SM ) : filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “( the mother of all
the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan )

Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-
ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau
jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari
kebenaran dari seluruh kenyataan.

Paul Nartorp (1854 – 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak
menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang
memikul sekaliannya .
Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok
dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.

1. Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )


2. Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )

3. Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )

4. Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi ).

Hasbullah Bakry: Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan
mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu.

Prof. Mr.Mumahamd Yamin: Filsafat ialah pemusatan pikiran , sehingga manusia


menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.

Prof.Dr.Ismaun, M.Pd. : Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan
akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh , yakni secara kritis sistematis, fundamentalis,
universal, integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki
(pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati.

Bertrand Russel: Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan
sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah
yang pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan;namun,
seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia daripada otoritas tradisi maupun
otoritas wahyu.

Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat ditegaskan bahwa“
filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara
mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi
tersebut.”

B. Pengertian Filsafat Ilmu

Filsafat mengambil peran penting karena dalam filsafat kita bisa menjumpai pandangan-
pandangan tentang apa saja (kompleksitas, mendiskusikan dan menguji kesahihan dan
akuntabilitas pemikiran sertagagasan-gagasan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah
dan intelektual (Bagir, 2005).
Menurut kamus Webster New World Dictionary, kata science berasal dari kata latin, scire
yang artinya mengetahui. Secara bahasa science berarti “keadaan atau fakta mengetahui dan
sering diambil dalam arti pengetahuan (knowledge) yang dikontraskan melalui intuisi
ataukepercayaan. Namun kata ini mengalami perkembangan dan perubahan makna sehingga
berarti pengetahuan yang sistematis yang berasal dari 11 observasi, kajian, dan percobaan-
percobaan yang dilakukan untuk menetukan sifat dasar atau prinsip apa yang dikaji.
Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu (ilm) berasal dari kata alima yang artinya mengetahui. Jadi
ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal dari kata scire. Namun
ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan science (sains). Sains hanya dibatasi pada
bidang-bidang empirisme – positiviesme sedangkan ilmu melampuinya dengan nonempirisme
seperti matematika dan metafisika (Kartanegara, 2003).Berbicara mengenai ilmu (sains) maka
tidak akan terlepas dari filsafat. Tugas filsafat pengetahuan adalah menunjukkan bagaimana
“pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya”. Will Duran dalam bukunya The story of
Philosophy mengibaratkan bahwa filsafat seperti pasukan marinir yang merebut pantai untuk
pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri inilah sebagai pengetahuan yang di antaranya
ilmu. Filsafat yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Semua ilmu baik
ilmu alam maupun ilmu sosial bertolak dari pengembangannya sebagai filsafat. Nama asal fisika
adalah filsafat alam (natural philosophy) dan nama asal ekonomi adalah filsafat moral (moral
philosophy). Issac Newton (1642-1627) menulis hukum-hukum fisika sebagai Philosophiae
Naturalis Principia Mathematica (1686) dan Adam Smith (1723-1790) Bapak Ilmu Ekonomi
menulis buku The Wealth Of Nation (1776) dalam fungsinya sebagai Professor of Moral
Philosophy di Universitas Glasgow. Agus Comte dalam Scientific Metaphysic, Philosophy,
Religion and Science, 1963 membagi tiga tingkat perkembangan ilmu pengetahuan yaitu:
religius, metafisic dan positif. Dalam tahap awal asas religilah yang dijadikan postulat ilmiah
sehingga ilmu merupakan deduksi atau penjabaran religi. Tahap berikutnya orang mulai
berspekulasi tentang metafisika dan keberadaan wujud yang menjadi obyek penelaahan yang
terbebas dari dogma religi dan mengembangkan sistem pengetahuan di atas dasar postulat
metafisik. Tahap terakhir adalah tahap pengetahuan ilmiah (ilmu)di mana asas-asas yang
digunakan diuji secara positif dalam proses 12 verifikasi yang obyektif. Tahap terakhir Inilah
karakteristik sains yang mendasar selain matematika.
Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat pengetahuan atau sering juga disebut
epistimologi. Epistimologi berasal dari bahasa Yunani yakni episcmc yang berarti knowledge,
pengetahuan dan logos yang berarti teori. Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh J.F. Ferier
tahun 1854 yang membuat dua cabang filsafat yakni epistemology dan ontology (on = being,
wujud, apa + logos = teori ), ontology ( teori tentang apa). Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh
pengetahuan secara ilmiah. Ini berarti bahwa terdapat pengetahuan yang ilmiah dan tak-ilmiah.
Adapun yang tergolong ilmiah ialah yang disebut ilmu pengetahuan atau singkatnya ilmu saja,
yaitu akumulasi pengetahuanyang telah disistematisasi dan diorganisasi sedemikian rupa;
sehingga memenuhi asas pengaturan secara prosedural, metologis, teknis, dan normatif
akademis. Dengan demikian teruji kebenaran ilmiahnya sehingga memenuhi kesahihan atau
validitas ilmu, atau secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan. Sedang pengetahuan tak-ilmiah
adalah yang masih tergolong prailmiah. Dalam hal ini berupa pengetahuan hasil serapan
inderawi yang secara sadar diperoleh, baik yang telah lama maupun baru didapat. Di samping itu
termasuk yang diperoleh secara pasif atau di luar kesadaran seperti ilham, intuisi, wangsit, atau
wahyu (oleh nabi).

C. Perbedaan Filsafat dan Filsafat Ilmu


Banyak ilmuwan dan golongan akademis yang masih belum memahami perbedaan antara
ilmu filsafat dan filsafat ilmu secara ‘utuh’. Jika direnungkan kembali, perkembangan IPTEK
saat ini sudah lebih cepat dari sebuah kedipan mata. Yang paling mencengangkan lagi adalah
tidak hanya sekadar sekat-sekat antar disiplin ilmu dan arogansi ilmu saja yang terjadi saat ini,
tetapi yang paling mendasar adalah terpisahnya ilmu itu dengan nilai luhur ilmu yaitu untuk
menyejahterakan umat manusia (Bakhtiar, 2011). Jika dicermati lebih lanjut, ilmu filsafat harus
dipahami terlebih dahulu secara mendalam dan holistik, sebelum menerapkan ilmu filsafat ke
dalam suatu ilmu (filsafat ilmu). Pada hakikatnya, ilmu filsafat memiliki peran yang sangat vital
bagi perkembangan ilmu-ilmu sebab ilmu filsafatlah yang telah melahirkan ilmu-ilmu. Oleh
sebab itu, ilmu filsafat dikatakan sebagai ‘induk ilmu’. Menurut Setia (1997) filsafat berasal dari
Bahasa Yunani yaitu dari akar kata; ‘philein’ (cinta) dan ‘shopos’ (hikmah, kebijaksanaan,
kebenaran). Jadi filsafat bermakna cinta akan kebijaksaan (love to the wisdom). Sebagai
manusia, kita adalah mahluk yang senantiasa berpikir karena memiliki ‘idep’ (pikiran).
Dengan kemampuan berpikir inilah, pada awalnya manusia merasa keheranan dengan
segala sesuatu yang ada dan terjadi di alam. Hingga akhirnya dengan kemampuan berpikir inilah
yang menghantarkan manusia untuk memperoleh suatu jawaban yang bersifat logis. Proses
berfilsafat adalah proses berpikir, tetapi tidak semua proses berpikir adalah proses berfilsafat.
Berpikir yang bagaimana dapat dikatakan berfilsafat? Berfilsafat adalah berpikir yang radikal,
universal, konseptual, koheren, konsisten, sistematik, komperehensif, kritis, bebas, bertanggung
jawab, dan bijaksana. Ilmu filsafat yang diterapkan ke dalam suatu ilmu (filsafat ilmu)
memperhatikan tiga penelahaan dasar ilmu yaitu aspek ontologi (teori hakikat / theory of being),
epistemologi (teori pengetahuan/ theory of knowledge), dan aksiologi (teori nilai/ theory of
meaning). Kajian ilmu filsafat dalam suatu ilmu (filsafat ilmu) sangat penting dan fundamental.
Keramas (2008) membedakan antara kajian ilmu filsafat dan kajian filsafat ilmu dengan
menyatakan bahwa kajian ilmu filsafat ditujukan untuk mendapatkan kebenaran mutlak (absolut)
yaitu benar dilihat dari berbagai sudut pandang dan benar pula untuk sepanjang masa sedangkan
kajian filsafat pada ilmu (filsafat ilmu) bertujuan untuk memegang etika keilmuan, mencari
kegunaan yang terbaik dari ilmu itu untuk kesejahteraan manusia, mencegah agar ilmu tidak
menghancurkan manusia tetapi menyejahterakannya, serta mencari kebenaran common sense
(bukan kebenaran mutlak/ kebenaran yang masuk akal/ kebenaran sementara/ kebenaran dalam
praktek), namun tetap diupayakan mencari kajian-kajian yang mendekati kebenaran mutlak.

Referensi :
Bakhtiar, Amsal. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Keramas, Tantera.
2008. Filsafat Ilmu. Surabaya: Paramita.
Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu

V. CARA-CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN ***

A.   Pengertian Ilmu Pengetahuan

Secara etimologi, ilmu pengetahuan terdiri dari dua kata, yakni ilmu dan pengetahuan.
Ilmu dalam bahas Arab, berasal dari kata Alama artinya mengecap atau memberi tanda.
Sedangkan ilmu berarti pengetahuan. Sedangkan dalam bahasa Inggris ilmu berarti science, yang
berasal dari bahasa latin scientia, yang merupakan turunan dari kata scire, dan mempunyai arti
mengetahui (to know), yang juga berarti belajar (to learn). Dalam Webster’s Dictionary
disebutkan bahwa;

“Pengetahuan yang membedakan dari ketidak tahuan atau kesalahpahaman; pengetahuan


yang diperoleh melalui belajar atau praktek, suatu bagian dari pengetahuan yang  disusun secara
sistematis  sebagai salah satu objek studi (ilmu teologi), pengetahuan yang mencakup kebenaran
umum atau hukum-hukum operasinal yang diperoleh dan diuji melalui metode ilmiah;
pengetahuan yang memperhatikan dunia pisik dan gejala-gejalanya (ilmu pengetahuan alami),
suatu sistem atau metode atau pengakuan yang didasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah.

Sedangkan pengetahuan merupakan arti dari kata knowledge yang mempunyai arti;

“Kenyataan atau keadaan mengetahui sesuatu yang diperoleh secara umum melalui pengalaman
atau kebenaran secara umum, kenyataan atau kondisi manusia yang menyadari sesuatu,
kenyataan atau kondisi memiliki informasi yang sedang dipelajari, sejumlah pengetahuan;
susunan kepercayaan, informasi dan prinsip-prinsip yang diperoleh manusia”.

Konklusi dari pernyataan tersebut diatas, Ilmu diinterpretasikan sebagai  


salah satu dari pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah yang
sistematis. Sedangkan pengetahuan diperoleh dari kebiasaan atau
pengalaman sehari-hari. Dengan demikian ilmu lebih sempit dari pegetahuan, atau ilmu
merupakan bagian dari pengetahuan.

Pengertian tersebut tidak jauh berbeda dari definisi yang dikemukakan  oleh para ahli
terminologi. Kata ilmu diartikan oleh Charles Singer sebagai proses membuat pengetahuan.
Definisi yang hampir sama dikemukakan John  Warfield  yang mengartikan ilmu sebagai
rangkaian aktivitas penyelidikan. Sedangkan pengetahuan menurut Zidi Gazalba merupakan
hasil pekerjaan dari tahu yang merupakan hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai.
Pengetahuan menurutnya adalah milik atau isi fikiran. Sedangkan pengertian ilmu pengetahuan
sebagai terjemahan dari science, seperti dikatakan oleh Endang Saefuddin Anshori ialah;
“Usaha pemahaman manusia yang disusun dalam satu sistem mengenai kenyataan,
struktur, pembagian, bagian-bagian dan hukum-hukum tentang hal-ihwal yang diselidiki (alam,
manusia, dan agama) sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiran yang dibantu penginderaan
itu, yang kebenarannya diuji secara empiris, riset dan eksprimental”.

Dari definisi tersebut diperoleh ciri-ciri ilmu pengetahuan yaitu; sistematis, generalitas
(keumuman), rasionalitas, objektivitas, verifibialitas dan komunitas. Sistematis, ilmu
pengetahuan disusun seperti sistem yang memiliki fakta-fakta penting yang saling berkaitan.
Generalitas, kualitas ilmu pengetahuan untuk merangkum fenomena yang senantiasa makin luas
dengan penentuan konsep yang makin umum dalam pembahasan sasarannya. Rasionalitas,
bersumber pada pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah logika. Verifiabilitas, dapat
diperiksa kebenarannya, diselidiki kembali atau diuji ulang oleh setiap anggota lainnya dari
masyarakat ilmuan. Komunitas, dapat diterima secara umum, setelah diuji kebenarannya oleh
ilmuwan.

Sedangkan yang menjadi objek ilmu pengetahuan dapat dibagi dua yaitu objek materi
(material objek) dan objek fomal (formal objek). Objek materi adalah sasaran yang berupa materi
yang dihadirkan dalam suatu pemikiran atau penelitian. Didalamnya terkandung benda-benda
materi ataupun non-materi. Bisa juga berupa hal-hal, masalah-masalah, ide-ide, konsep-konsep
dll.

Objek formal yang berarti sudut pandang menurut segi mana suatu objek diselidiki.
Objek formal menunjukkan pentingnya arti, posisi dan fungsi-fungsi objek dalam ilmu
pengetahuan. Sebagai contoh pembahasan tentang objek materi “manusia”. Dalam diri manusia
terdapat beberapa aspek, seperti: kejiwaan, keragaan, keindividuaan dan juga kesosialan. Aspek
inilah yang menjadi objek forma ilmu pengetahuan. Manusia dengan objek formalnya akan
menghasilkan beberapa macam ilmu pengetahuan, misalnya biologi, fisikologi, sosiologi,
antropologi dll.

Dengan kata lain ilmu pengetahuan adalah pengetahuan tentang suatu objek yang
diperoleh dengan metode ilmiah yang disusun secara sistematik sebagai sebuah kebenaran.

**********************
B.     Epistemologi Dan Jenis Pengetahuan

Menurut Basford, Slevin, (2006) Cabang dari filosofi yang membahas tentang definisi
dan klasifikasi pengetahuan disebut epistemologi. Secara umum ahli filsafat epistemologi
mengklasifikasikan pengetahuan sebagai berikut:

1.      Pengetahuan tentang

Pengetahuan yang mengidentifikasi semua hal yang kita ketahui.Secara sederhana, kita
mengetahui keberadaannya dan kita mengetahui sesuatu tentang hal tersebut.

2.      Pengetahuan bagaimana

Pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu. Ini yang kita maksud ketika kita
mengatakan bahwa seseorang memiliki “cara mengetahui sesuatu”. Sebagai contoh, seorang
diplomat dapat berbicara dengan beberapa bahasa yang berbeda, atau seorang perawat dapat
memasang slang nasogastrik, ia mengetahui bagaimana cara melakukan hal tersebut.

3.      Pengetahuan bahwa

Pengetahuan dalam memahami sesuatu, tentang apa arti dari sesuatu, sifat dan cara kerjanya, dan
bagaimana hubungannya dengan hal-hal lain.

Pengetahuan bahwa, dapat dibagi menjadi:

  Pengetahuan apriori

Pengetahuan yang diambil dari dasar aksiomatiknya sendiri.Pengetahuan yang dihasilkan dari
proses pemikiran dan dedukasi tanpa ada stimulus eksternal atau bukti yang berperan pada
kesimpulan. Hal ini dikatakan sebagai suatu yang benar karena adanya suatu alasan atau bukti-
bukti tertentu.

  Pengetahuan empiris

Pengetahuan ini diambil dari persepsi, misal, observasi yang dilakukan di lingkuang. Dari hal-hal
yang diobservasi didapatkan pengetahuan dengan proses induksi. Hal tersebut tidak mengubah
kondisi yang ada, dan secara aktual mengobservasi dan mengetahui bahwa hal-hal tersebut ada.
C.    Cara-Cara Memperoleh Pengetahuan

Dari lahir hingga matinya, manusia tak akan lepas dari proses mengumpulkan pengetahuan.
Contoh paling mudah adalah pengetahuan yang didapat melalui proses sensori indera.
Pengetahuan tentang warna, tentang nada, tentang perbedaan panas dingin semuanya didapat
melalui pengalaman langsung inderawi.

Pengalaman inderawi hanya menjadi bagian kecil bagaimana manusia memperoleh


pengetahuan. Dalam perkembangannya, cara memperoleh pengetahuan telah merentang
sedemikian jauh diiringi dengan ragam pengetahuan itu sendiri. Lantas bagaimana proses
manusia mendapatkan pengetahuan?

Tahap pertama dicapai melalui konseptualisasi. Benda nyata seperti piring atau sendok
perlu dikonseptualisasi melalui proses mental. Pengalaman atas piring dan sendok diabstraksi
dan kemudian disatukan menjadi pengalaman mental yang tersimpan dalam otak.
Proses ini terjadi berulang tiap manusia mendapatkan pengetahuan baru. Kemampuan
konseptualisasi tidak akan sama antara satu orang dengan yang lain. Pengetahuan akan piring
dan sendok relatif mudah dipahami karena keduanya merupakan perkakas sederhana, nyata, bisa
dilihat maupun diraba.

Namun jenis pengetahuan yang melibatkan struktur yang rumit serta abstrak akan
membutuhkan usaha dan mungkin juga kemampuan lebih untuk memahaminya. Kabar baiknya,
layaknya pengetahuan itu sendiri, kemampuan konseptualisasi juga bisa dilatih dan
dikembangkan. Lantas apakah semua proses ini akan mengantarkan pada pengetahuan yang
benar?

Jawabnya belum tentu. Sangat mungkin manusia mengalami kesalahan. Seorang astronom bisa
saja salah mengartikan gelombang radio yang terdeteksi dari luar angkasa sebagai sinyal dari
makhluk asing, padahal itu hanya pulsar yang dipancarkan oleh kumpulan bintang.
Agar kesalahan bisa diminimalkan diperlukan verifikasi. Verifikasi mesti menunjukkan hasil
yang konsisten dari waktu ke waktu. Jika hari ini hasilnya merah dan sebulan kemudian tetap
merah, tingkat kepercayaan atas pengetahuan ini akan semakin tinggi. Begitulah siklus utama
manusia dalam memperoleh pengetahuan, konseptualisasi yang mesti diiringi dengan
verifikasi. Namun ada satu faktor lagi yang juga berpengaruh, meski ini tidak terkait langsung
dengan proses mental, yaitu metode dalam meraih pengetahuan itu sendiri.

            Mengambil contoh di dunia sains, saat ini dikenal apa yang disebut sebagai metode
ilmiah. Metode ini baru diterapkan luas pada abad ke-17. Sebelum itu, mengikuti Aristoteles,
masalah sains cukup dipecahkan melalui proses berpikir tanpa disertai pembuktian langsung atas
hasil proses berpikir itu. Dalam metode ilmiah, semuanya hanya sebatas dugaan sebelum dapat
dibuktikan lebih jauh. Hasil berpikir saja tidak akan mencukupi.

Melalaui metode ini, pengetahuan akan memiliki validitas lebih baik dan memperkecil
peluang kesalahan. Ini menjelaskan, metode memperoleh pengetahuan juga akan menentukan
derajat kesahihan atas pengetahuan itu.

Pengetahuan dapat diperoleh kebenarannya dari dua pendekatan, yaitu pendekatan


non-ilmiah dan pendekatan ilmiah. Pada pendekatan non ilmiah ada beberapa pendekatan
yang digunakan yakni; akal sehat, intuisi, prasangka, penemuan coba-coba dan pikiran
kritis.

1.      Akal sehat


Menurut Conant yang dikutip Kerlinger (1973, h. 3) akal sehat adalah serangkaian konsep dan
bagian konseptual yang memuaskan untuk penggunaan praktis bagi kemanusiaan. Konsep
merupakan kata yang dinyatakan abstrak dan dapat digeneralisasikan kepada hal-hal yang
khusus. Akal sehat ini dapat menunjukan hal yang benar, walaupun disisi lainnya dapat pula
menyesatkan.
2.      Intuisi
Intuisi adalah penilaian terhadap suatu pengetahuan yang cukup cepat dan berjalan dengan
sendirinya. Biasanya didapat dengan cepat tanpa melalui proses yang panjang tanpa disadari.
Dalam pendekatan ini tidak terdapat hal yang sistemik.
3.      Prasangka
Pengetahuan yang dicapai secara akal sehat biasanya diikuti dengan kepentingan orang yang
melakukannya kemudian membuat orang mengumumkan hal yang khusus menjadi terlalu luas.
Dan menyebabkan akal sehat ini berubah menjadi sebuah prasangka.
4.      Penemuan coba-coba
Pengetahuan yang ditemukan dengan pendekatan ini tidak terkontrol dan tidak pasti. Diawali
dengan usaha coba-coba atau dapat dikatakan trial and error. Dilakukan dengan tidak
kesengajaan yang menghasilkan sebuah pengetahuan dan setiap cara pemecahan masalahnya
tidak selalu sama. Sebagai contoh seorang anak yang mencoba meraba-raba dinding kemudian
tidak sengaja menekan saklar lampu dan lampu itu menyala kemudian anak tersebut terperangah
akan hal yang ditemukannya. Dan anak tersebut pun mengulangi hal yang tadi ia lakukan hingga
ia mendapatkan jawaban yang pasti akan hal tersebut.
5.      Pikiran Kritis
Pikiran kritis ini biasa didapat dari orang yang sudah mengenyam pendidikan formal yang tinggi
sehingga banyak dipercaya benar oleh orang lain, walaupun tidak semuanya benar karena
pendapat tersebut tidak semuanya melalui percobaan yang pasti, terkadang pendapatnya hanya
didapatkan melalui pikiran yang logis.
Pendekatan Ilmiah

Pendekatan ilmiah adalah pengetahuan yang didapatkan melalui percobaan yang


terstruktur dan dikontrol oleh data-data empiris. Percobaan ini dibangun diatas teori-teori
terdahulu sehingga ditemukan pembenaran-pembenaran atau perbaikan-perbaikan atas
teori sebelumnya. Dan dapat diuji kembali oleh siapa saja yang ingin memastikan
kebenarannya.

Ilmu pengetahuan dianggap Ilmiah apabila memenuhi 4 syarat yaitu:

   Objektif
Pengetahuan itu sesuai dengan Objek yang diteliti.
   Metodik
Pengetahuan itu diperoleh dengan cara-cara tertentu dan terkontrol
    Sistematis
Pengetahuan itu tersusun dalam suatu system, tidak berdiri sendiri, satu sama lain saling
berkaitan, saling menjelaskan, sehingga keseluruhan menjadi kesatuan yg utuh.
  Universal /Berlaku Umum
Pengetahuan itu tidak hanya diamati oleh seseorang atau oleh beberapa orang saja, tapi semua
orang dengan eksperimentasi yg sama akan menghasilkan sesuatu yg sama atau konsisten.
CARA MEMPEROLEH PENGETAHUAN (Lanjutan)

Menurut Notoatmodjo (2005) dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua,
yakni:

1.      Cara tradisional

Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh pengetahuan, kebenaran
pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik
dan logis. Cara-cara ini antara lain:

a)      Trial and Error (Cara coba-coba)


Melalui cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan
masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain.
b)      Otority (Cara kekuasaan)
Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas
pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.
c)      Self Experiance (pengalaman pribadi)
Dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan
yang dihadapi.
d)     Thought (jalan pikiran)
Kemampuan manusia menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dalam
memperoleh kebenaran pengetahuan manusia menggunakan jalan pikirannya.

Menurut Charles Price ada 4 macam cara untuk memperoleh pengetahuan yaitu:

1.      Percaya
Seseorang akan mendapat pengatahuan karena ia percaya pada hal tersebut dan hal tersebut
adalah benar.
2.      Wibawa
Sesuatu akan dianggap benar,apabila seseorang yang berwibawa menyatakannya benar.
3.      Apriori
Merupakan suatu keyakinan/pendirian/anggapan sebelum mengetahui
(melihat,mendengar,menyelidiki) keadaan tertentu.
4.      Metode Ilmiah
Sesuatu dianggap ilmiah apabila memiliki patokan yg merupakan rambu-rambu untuk
menentukan benar atau salah.

2.      Cara modern


Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah”, atau lebih popular disebut metodologi penelitian
(research methodology). Menurut Deobold van Dalen, mengatakan bahwa dalam memperoleh
kesimpulan pengamatan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung, dan membuat
pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang diamati.
Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok, yaitu:
a.   Segala sesuatu yang positif, yakni gejala yang muncul pada saat dilakukan pengamatan.
b.   Segala sesuatu yang negative, yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat dilakukan
pengamatan.
c.   Gejala-gejala yang muncul secara bervariasi, yaitu gejala-gejala yang berubah-ubah pada
kondisi-kondisi tertentu.
D. Sumber Pengetahuan

Sumber dalam  Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagaia asal. Sebagai contoh
sumber mata air, berarti asal dari air yang berada di mata air itu. Dengan demikian sumber ilmu
pengetahuan adalah asal dari ilmu pengetahuan yang diperoleh manusia. Jika membicarakan
masalah asal, maka pengetahuan dan ilmu pengetahuan tidak dibedakan, karena dalam sumber
pengetahuan juga terdapat sumber ilmu pengetahuan.

Dr. Mulyadi Kartanegara mendefinisikan sumber pengetahuan adalah alat atau sesuatu
darimana manusia bisa memperoleh informasi tentang objek ilmu yang berbeda-beda sifat
dasarnya. Karena sumber pengetahuan adalah alat, maka Ia menyebut indera, akal  dan hati
sebagai sumber pengetahuan.

Amsal Bakhtiar berpendapat tidak jauh berbeda. Menurutnya sumber pengetahuan


merupakan alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Dengan istilah yang berbeda ia
menyebutkan empat macam sumber pengetahuan, yaitu: emperisme, rasionalisme, intuisi dan
wahyu. Begitu juga dengan Jujun Surya Sumantri, ia menyebutkan empat sumber pengetahuan
tersebut.

Sedangkan John Hospers dalam bukunya yang berjudul An Intruction to Filosofical Analysis ,
sebagaimana yang dikutip oleh Surajiyo menyebutkan beberapa alat untuk memperoleh
pengetahuan, antara lain: pengalaman indera, nalar, otoritas, intuisi, wahyu dan keyakinan.
Sedangkan Amin Abdullah menyebutkan dua aliran besar, idealisme dan imperisme.

Dari pemaparan di atas, penulis lebih condong kepada pendapat Mulyadi Kertanegara
yang menyebutkan indra, akal dan hati sebagai sumber pengetahuan. Hanya saja ketiga sumber
tersebut perlu ditambah dengan intuisi dan wahyu. Pengetahuan yang diperoleh intuisi berbeda
dengan pengetahuan yang diperoleh hati. Intiusi bagi para filsofi barat lebih dipahami sebagai
pengembangan insting yang dapat memperoleh pengetahuan secara langsung dan bersifat
mutlak.     

Berikut adalah uraian sumber pengetahuan yang  terdiri dari empirisme (indera),
rasionalisme (akal), intuisionisme (intuisi), illuminasionisme (hati), dan wahyu.  

1.      Empirisme (indera)


John Locke (1632-1704), mengemukakan teori tabula rasa yang menyatakan bahwa pada
awalnya manusia tidak tahu apa-apa. Seperti kertas putih yang belum ternoda. Pengalaman
inderawinya mengisi catatan harian jiwanya hingga menjadi pengetahuan yang sederhana sampai
begitu kompleks dan menjadi pengetahuan yang cukup berarti.

Selain John Locke, ada juga David Hume (1711-1776) yang mengatakan bahwa manusia
sejak lahirnya belum membawa pengetahuan apa-apa. Manusia mendapatkan atau pengetahuan
melalui pengamatannya yang memberikan dua hal, kesan (impression) dan pengertian ide
(idea). Kesan adalah pengamatan langsung yang diterima dari pengalaman. Seperti
merasakan sakitnya tangan yang terbakar. Sedangkan ide adalah gambaran tentang
pengamatan yang dihasilkan dengan merenungkan kembali atau terefleksikan dalam
kesan-kesan yang diterima dari pengalaman.
Gejala alam, menurut aliran ini bersifat konkret, dapat dinyatakan dengan panca indera
dan mempunyai karakteristik dengan pola keteraturan mengenai suatu kejadian.seperti langit
yang mendung yang biasanya diikuti oleh hujan, logam yang dipanaskan akan memanjang.
Berdasarkan teori ini akal hanya berfungsi sebagai pengelola konsep gagasan inderawi dengan
menyusun konsep tersebut atau membagi-baginya. Akal juga sebagai tempat penampungan yang
secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Akal berfungsi untuk memastikan
hubungan urutan-urutan peristiwa  tersebut.

Dengan kata lain, empirisme menjadikan pengalaman inderawi sebagai sumber


pengetahuan. Sesuatu yang tidak diamati dengan indera bukanlah pengetahuan yang benar.
Walaupun demikian, ternyata indera mempunyai beberapa kelemahan, antara lain; pertama,
keterbatasan indera. Seperti kasus semakin jauh objek semakin kecil penampakannya. Kasus
tersebut tidak menunjukkan bahwa objek tersebut mengecil, atau kecil. Kedua, indera menipu.
Penipuan indera terdapat pada orang yang sakit. Misalnya. Penderita malaria merasakan gula
yang manis, terasa pahit dan udara yang panas dirasakan dingin. Ketiga, objek yang menipu,
seperti pada ilusi dan fatamorgana. Keempat, objek dan indera yang menipu. Penglihatan kita
kepada kerbau, atau gajah. Jika kita memandang keduanya dari depan, yang kita lihat adalah
kepalanya, sedangkan ekornya tidak  kelihatan. dan kedua binatang itu sendiri tidak bisa
menunjukkan seluruh tubuhnya. Kelemahan-kelemahan pengalaman indera sebagai sumber
pengetahuan, maka lahirlah sumber kedua, yaitu Rasionalisme.

2.      Rasionalisme (akal)


Rene Descartes (1596-1650), dipandang sebagai bapak rasionalisme. Rasionalisme tidak
menganggap pengalaman indera (empiris) sebagai sumber pengetahuan, tetapi akal (rasio).
Kelemahan-kelemahan pada pengalaman empiris dapat dikoreksi seandainya akal digunakan.
Rasionalisme tidak mengingkari penggunaan indera dalam memperoleh pengetahuan, tetapi
indera hanyalah sebagai perangsang agar akal berfikir dan menemukan kebenaran/ pengetahuan.

Akal mengatur data-data yang dikirim oleh indera, mengolahnya dan menyusunnya
hingga menjadi pengetahuan yang benar. Dalam penyusunan ini akal menggunakan konsep
rasional atau ide-ide universal. Konsep tersebut mempunyai wujud dalam alam nyata dan bersifat
universal dan merupakan abstraksi dari benda-benda konkret. Selain menghasilkan pengetahuan
dari bahan-bahan yang dikirim indera, akal juga mampu menghasilkan pengetahuan tanpa
melalui indera, yaitu pengetahuan yang bersifat abstrak. Seperti pengetahuan tentang hukum/
aturan yang menanam jeruk selalu berbuah jeruk. Hukum ini ada dan logis tetapi tidak empiris.

Meski rasionalisme mengkritik emprisme dengan pengalaman inderanya,  rasionalisme


dengan akalnya pun tak lepas dari kritik. Kelemahan yang terdapat pada akal. Akal tidak dapat
mengetahui secara menyeluruh (universal) objek yang dihadapinya. Pengetahuan akal adalah
pengetahuan parsial, sebab akal hanya dapat memahami suatu objek bila ia memikirkannya dan
akal hanya memahami bagian-bagian tertentu dari objek tersebut.

Kelemahan yang dimiliki oleh empirisme dan rasionalisme disempurnakan sehingga


melahirkan teori positivisme yang dipelopori oleh August Comte (1798-1857) dan Immanuel
Kant (1724-1804), Ia telah melahirkan metode ilmiah yang menjadi dasar kegiatan ilmiah dan
telah menyumbangkan jasanya kepada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut
paham ini indera sangat penting untuk memperoleh ilmu pengetahuan, tetapi indera harus
dipertajam dengan eksperimen yang menggunakan ukuran pasti. Misalnya panas diukur dengan
derajat panas, berat diukur dengan timbangan dan jauh dengan meteran.

3.       Intuisionisme (intuisi)


            Kritik paling tajam terhadap empirisme dan rasionalisme di lontarkan oleh
Hendry Bergson (1859-1941). Menurutnya bukan hanya indera yang terbatas, akalpun
mempunyai keterbatasan juga. Objek yang ditangkap oleh indera dan akal hanya dapat
memahami suatu objek bila mengonsentrasikan akalnya pada objek tersebut. Dengan memahami
keterbatasan indera, akal serta objeknya, Bergson mengembangkan suatu kemampuan tingkat
tinggi yang dinamakannya intuisi. Kemampuan inilah yang dapat memahami suatu objek secara
utuh, tetap dan menyeluruh. Untuk memperoleh intuisi yang tinggi, manusia pun harus berusaha
melalui pemikiran dan perenungan yang konsisten terhadap suatu objek.

Lebih lanjut Bergson menyatakan bahwa pengetahuan intuisi bersifat mutlak dan bukan
pengetahuan yang nisbi. Intuisi mengatasi sifat lahiriah pengetahuan simbolis. Intuisi dan analisa
bisa bekerja sama dan saling membantu dalam menemukan kebenaran. Namun intuisi sendiri
tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan.

Salah satu contohnya adalah pembahasan tentang keadilan. Apa adil itu? Pengertian adil
akan berbeda tergantung akal manusia yang memahami. Adil bisa muncul dari si terhukum,
keluarga terhukum, hakim dan dari jaksa. Adil mempunyai banyak definisi. Disinilah intuisi
berperan. Menurut aliran ini intuisilah yang dapat mengetahui kebenaran secara utuh dan tetap.

4. Illuminasionisme (hati)

Paham ini mirip dengan intuisi tetapi mempunyai perbedaan dalam metodologinya.
Intuisi diperoleh melalui perenungan dan pemikiran yang mendalam, tetapi dalam illuminasi
diperoleh melalui hati. Secara lebih umum illuminasi banyak berkembang dikalangan agamawan
dan dalam Islam dikenal dengan teori kasyf yaitu teori yang mengatakan bahwa manusia yang
hatinya telah bersih mampu menerima pengetahuan dari Tuhan. Kemampuan menerima
pengetahuan secara langsung ini, diperoleh melalui latihan spiritual yang dikenal dengan suluk
atau riyadhah. Lebih khusus lagi, metode ini diajarkan dalam thariqat. Pengetahuan yang
diperoleh melalui illuminasi melampaui pengetahuan indera dan akal. Bahkan sampai pada
kemampuan melihat Tuhan, syurga, neraka dan alam ghaib lainnya.  

Di dalam ajaran Tasawuf, diperoleh pemahaman bahwa unsur Ilahiyah yang terdapat
pada manusia ditutupi (hijab) oleh hal-hal material dan hawa nafsunya. Jika kedua hal ini dapat
dilepaskan, maka kemampuan Ilahiyah itu akan berkembang sehingga mampu menangkap objek-
objek ghaib.

5. Wahyu (agama)

Wahyu sebagai sumber pengetahuan juga berkembang dikalangan agamawan. Wahyu


adalah pengetahuan agama disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantara para nabi
yang memperoleh pegetahuan tanpa mengusahakannnya. Pengetahuan ini terjadi karena
kehendak Tuhan. Hanya para nabilah yang mendapat wahyu.

Wahyu Allah berisikan pengetahuan yang baik mengenai kehidupan manusia itu sendiri,
alam semesta dan juga pengetahuan transendental, seperti latar belakang dan tujuan penciptaan
manusia, alam semesta dan kehidupan di akhirat nanti. Pengetahuan wahyu lebih banyak
menekankan pada kepercayaan yang merupakan sifat dasar dari agama.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian dari pembahasan di atas, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:


1.      Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan tentang suatu objek yang diperoleh dengan metode
ilmiah dengan mengikuti prinsip-prinsip ilmiah dan disusun secara sistematis sebagai sebuah
kebenaran.

2.      Sumber ilmu pengetahuan terdiri dari empirisme, rasonalisme, intuisionisme, illuminasionisme
dan wahyu.

3.       Ilmu pengetahuan diperoleh melalui metode ilmiah yang terdiri dari perumusan masalah,
penyusunan kerangka berfikir, perumusan hipotesis, pengumpulan data/ informasi dan penarikan
kesimpulan melalui pengujian hipotesis.

DAFTAR PUSTAKA

Suriasumantri, Jujun. 2010. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.

Muhammad Surip, Spd.M.Si.,Dra, Mursini, M.Pd. 2010. Filsafat Ilmu. Bandung: Cita Pustaka
Media Perintis

Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada

Prof. Dr. Syafaruddin, M.Pd.,2010. Filsafat Ilmu.Bandung: Cita Pustaka Media Perintis

4. Hakekat Pengetahuan

Ada dua teori yang digunakan untuk mengetahui hakekat Pengetahuan:


1. Realisme, teori ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan adalah
gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata.
2. Idealisme, teori ini menerangkan bahwa pengetahuan adalah proses-proses mental/psikologis
yang bersifat subjektif. Pengetahuan merupakan gambaran subjektif tentang sesuatu yang ada
dalam alam menurut pendapat atau penglihatan orang yang mengalami dan mengetahuinya.
Premis pokok adalah jiwa yang mempunyai kedudukan utama dalam alam semesta.

5. Sumber Pengetahuan
Ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain:
1. Empirisme, menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman
(empereikos= pengalaman). Dalam hal ini harus ada 3 hal, yaitu yang mengetahui (subjek), yang
diketahui (objek) dan cara mengetahui (pengalaman). Tokoh yang terkenal: John Locke (1632 –
1704), George Barkeley (1685 -1753) dan David Hume.
2. Rasionalisme, aliran ini menyatakan bahwa akal (reason) merupakan dasar kepastian dan
kebenaran pengetahuan, walaupun belum didukung oleh fakta empiris. Tokohnya adalah Rene
Descartes (1596 –1650, Baruch Spinoza (1632 –1677) danGottried Leibniz (1646 –1716).
3. Intuisi. Dengan intuisi, manusia memperoleh pengetahuan secara tiba-tiba tanpa melalui
proses penalaran tertentu. Henry Bergson menganggap intuisi merupakan hasil dari evolusi
pemikiran yang tertinggi, tetapi bersifat personal.
4. Wahyu adalah pengetahuan yang bersumber dari Tuhan melalui hambanya yang terpilih untuk
menyampaikannya (Nabi danRosul). Melalui wahyu atau agama, manusia diajarkan tentang
sejumlah pengetahuan baik yang terjangkau ataupun tidak terjangkau oleh manusia.

6. TERJADINYA PENGETAHUAN

Masalah terjadinya pengetahuan adalah masalah yang amat penting dalam epistemologi,
sebab jawaban terhadap terjadinya pengetahuan maka seseorang akan berwarna pandangan atau
paham filsafatnya. Jawaban yang paling sederhana tentang terjadinya pengetahuan ini apakah
berfilsafat a priori atau a posteriori. Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa
adanya pengalaman atau tanpa melalui pengalaman, baik pengalaman indera maupun pengalman
batin. Adapun pengetahuan a posteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya
pengalaman. Dengan demikian pengetahuan ini bertumpu pada kenyataan objektif. (Abbas
Hamami M.,1982,hlm .11)

Beberapa alat yang digunakan untuk mengetahui terjadinya suatu pengetahuan adalah:

Indera digunakan untuk berhubungan dengan dunia fisik atau lingkungan di sekitar kita.
Indera ada bermacam-macam; yang paling pokok ada lima (panca indera), yakni indera
penglihatan (mata) yang memungkinkan kita mengetahui warna, bentuk, dan ukuran suatu
benda; indera pendengaran (telinga) yang membuat kita membedakan macam-macam suara;
indera penciuman (hidung) untuk membedakan bermacam bau-bauan; indera perasa (lidah) yang
membuat kita bisa membedakan makanan enak dan tidak enak; dan indera peraba (kulit) yang
memungkinkan kita mengetahui suhu lingkungan dan kontur suatu benda.

Akal atau rasio merupakan fungsi dari organ yang secara fisik bertempat di dalam
kepala, yakni otak. Akal mampu menambal kekurangan yang ada pada indera. Akallah yang bisa
memastikan bahwa pensil dalam air itu tetap lurus, dan bentuk bulan tetap bulat walaupun
tampaknya sabit. Keunggulan akal yang paling utama adalah kemampuannya menangkap esensi
atau hakikat dari sesuatu, tanpa terikat pada fakta-fakta khusus. Akal bisa mengetahui hakekat
umum dari kucing, tanpa harus mengaitkannya dengan kucing tertentu yang ada di rumah
tetangganya, kucing hitam, kucing garong, atau kucing-kucingan. Kelemahan akal ialah terpagari
oleh kategori-kategori sehingga hal ini, menurut Immanuel Kant (1724-1804), membuat akal
tidak pernah bisa sampai pada pengetahuan langsung tentang sesuatu sebagaimana adanya (das
ding an sich) atau noumena. Akal hanya bisa menangkap yang tampak dari benda itu
(fenoumena), sementara hati bisa mengalami sesuatu secara langsung tanpa terhalang oleh
apapun, tanpa ada jarak antara subjek dan objek.

Hati atau Intuisi. Organ fisik yang berkaitan dengan fungsi hati atau intuisi tidak
diketahui dengan pasti; ada yang menyebut jantung, ada juga yang menyebut otak bagian kanan.
Pada praktiknya, intuisi muncul berupa pengetahuan yang tiba-tiba saja hadir dalam kesadaran,
tanpa melalui proses penalaran yang jelas, non-analitis, dan tidak selalu logis. Intuisi bisa muncul
kapan saja tanpa kita rencanakan, baik saat santai maupun tegang, ketika diam maupun bergerak.
Kadang ia datang saat kita tengah jalan-jalan di trotoar, saat kita sedang mandi, bangun tidur,
saat main catur, atau saat kita menikmati pemandangan alam. Hati bekerja pada wilayah yang
tidak bisa dijangkau oleh akal, yakni pengalaman emosional dan spiritual.

Wahyu. Sebagai manusia yang beragama pasti meyakini bahwa wahyu merupakan
sumber ilmu, Karena diyakini bahwa wakyu itu bukanlah buatan manusia tetapi buatan Tuhan
Yang Maha Esa.

7. JENIS PENGETAHUAN

Ada beberapa jenis Pengetahuan yaitu:


a. Pengetahuan biasa (common sense) yang digunakan terutama untuk kehidupan sehari-hari,
tanpa mengetahui seluk beluk yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya.
b. Pengetahuan ilmiah atau Ilmu (Scientific Knowledge), adalah pengetahuan yang diperoleh
dengan cara khusus, bukan hanya untuk digunakan saja tetapi ingin mengetahui lebih dalam dan
luas untuk mengetahui kebenarannya, tetapi masih berkisar pada pengalaman.
c. Pengetahuan filsafat, adalah pengetahuan yang tidak mengenal batas, sehingga yang dicari
adalah sebab-sebab yang paling dalam dan hakiki sampai diluar dan diatas pengalaman biasa.
d. Pengetahuan agama, suatu pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para Nabi dan
Rosul-Nya. Pengetahuan ini bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama.

Pada suatu saat, manusia ingin mengetahui sesuatu tentang dirinya, dunia sekitarnya, oranglain,
yang baik dan yang buruk, yang indah dan jelek, dan macam-macam lagi. Jika ingin mengetahui
sesuatu, tentu ada suatu dorongan dari dalam diri manusia yang mengajukan pertanyaan yang
perlu jawaban yang memuaskan keingintahuannya. Dorongan itu disebut rasa ingin mengetahui.

Sesuatu yang diketahui manusia disebut pengetahuan. Pengetahuan yang memuaskan manusia
adalah pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang tidak benar adalah kekeliruan. Keliru
seringkali lebih jelek dari pada tidak tahu. Pengetahuan yang keliru dijadikan tindakan/perbuatan
akan menghasilkan kekeliruan, kesalahan dan malapetaka. Sasaran atau objek yang ingin
diketahui adalah sesuatu yang ada, yang mungkin ada, yang pernah ada dan sesuatu yang
mengadakan. Dengan demikian manusia dirangsang keingintahuannya oleh alam sekitarnya
melalui indranya dan pengalamannya. Hasil gejala mengetahui adalah manusia mengetahui
secara sadar bahwa dia telah mengetahui.

Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa
yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk ke dalamnya adalah ilmu, jadi ilmu
merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia di samping berbagai
pengetahuan lainnya seperti seni dan agama.

Selanjutnya ada beberapa ahli membagi jenis pengetahuan sebagai berikut :

Pengetahuan langsung (immediate) adalah pengetahuan langsung yang hadir dalam jiwa tanpa
melalui proses penafsiran dan pikiran.
Pengetahuan tak langsung (mediated) adalah hasil dari pengaruh interpretasi dan proses
berpikir serta pengalaman-pengalaman yang lalu. Apa yang kita ketahui dari benda-benda
eksternal banyak berhubungan dengan penafsiran dan pencerapan pikiran kita.

Pengetahuan indrawi (perceptual) adalah sesuatu yang dicapai dan diraih melalui indra-indra
lahiriah. Sebagai contoh, kita menyaksikan satu pohon, batu, atau kursi, dan objek-objek ini yang
masuk ke alam pikiran melalui indra penglihatan akan membentuk pengetahuan kita. Tanpa
diragukan bahwa hubungan kita dengan alam eksternal melalui media indra-indra lahiriah ini,
akan tetapi pikiran kita tidak seperti klise foto dimana gambar-gambar dari apa yang diketahui
lewat indra-indra tersimpan didalamnya.

Pengetahuan konseptual (conceptual); juga tidak terpisah dari pengetahuan indrawi. Pikiran
manusia secara langsung tidak dapat membentuk suatu konsepsi-konsepsi tentang objek-objek
dan perkara-perkara eksternal tanpa berhubungan dengan alam eksternal. Alam luar dan konsepsi
saling berpengaruh satu dengan lainnya dan pemisahan di antara keduanya merupakan aktivitas
pikiran.

Pengetahuan partikular (particular) berkaitan dengan satu individu, objek-objek tertentu, atau
realitas-realitas khusus. Misalnya ketika kita membicarakan satu kitab atau individu tertentu,
maka hal ini berhubungan dengan pengetahuan partikular itu sendiri.

Pengetahuan universal (universal) mencakup individu-individu yang berbeda. Sebagai contoh,


ketika kita membincangkan tentang manusia dimana meliputi seluruh individu (seperti
Muhammad, Ali, hasan, husain, dan …), ilmuwan yang mencakup segala individunya (seperti
ilmuwan fisika, kimia, atom, dan lain sebagainya), atau hewan yang meliputi semua indvidunya
(seperti gajah, semut, kerbau, kambing, kelinci, burung, dan yang lainnya).

8. Pendekatan Ilmiah

Pendekatan ilmiah adalah pengetahuan yang didapatkan melalui percobaan yang


terstruktur dan dikontrol oleh data-data empiris. Percobaan ini dibangun diatas teori-teori
terdahulu sehingga ditemukan pembenaran-pembenaran atau perbaikan-perbaikan atas teori
sebelumnya. Dan dapat diuji kembali oleh siapa saja yang ingin memastikan kebenarannya.
Ilmu pengetahuan dianggap Ilmiah apabila memenuhi 4 syarat yaitu:

         Objektif
Pengetahuan itu sesuai dengan Objek
         Metodik
Pengetahuan itu diperoleh dengan cara2 tertentu dan terkontrol
         Sistematis
Pengetahuan ilmiah itu tersusun dalam suatu system, tidak berdiri sendiri satu sama lain saling
berkaitan ,saling menjelaskan,sehingga keseluruhan menjadi kesatuan yg utuh.
         Berlaku Umum/ Universal
Pengetahuan tidak hanya diamati hanya oleh seseorang atau oleh beberapa orang saja, tapi semua
org dengan eksperimentasi yg sama akan menghasilkan sesuatu yg sama atau konsisten.

9. METODE ILMIAH
Kata metode berasal bahasa Yunani yaitu kata “methos” yang terdiri dari unsur kata berarti cara,
perjalanan sesudah, dan kata “kovos” berarti cara perjalanan, arah. Metode merupakan kajian
atau telaah dan penyusunan secara sistematik dari beberapa proses dan asas-asas logis dan
percobaan yang sistematis yang menuntun suatu penelitian dan kajian ilmiah.

Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi
ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Metode, menurut Senn,
merupakan prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang memiliki langkah-langkah yang
sistematis. Metodologi ilmiah merupakan pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan
dalam metode tersebut. Jadi metodologi ilmiah merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan
yang terdapat dalam metode ilmiah.

Proses kegiatan ilmiah, menurut Riychia Calder, dimulai ketika manusia mengamati sesuatu.
Secara ontologis ilmu membatasi masalah yang diamati dan dikaji hanya pada masalah yang
terdapat dalam ruang lingkup jangkauan pengetahuan manusia. Jadi ilmu tidak
mempermasalahkan tentang hal-hal di luar jangkauan manusia. Karena yang dihadapinya adalah
nyata maka ilmu mencari jawabannya pada dunia yang nyata pula. Einstein menegaskan bahwa
ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta, apapun juga teori-teori yang menjembatani
antara keduanya. Teori yang dimaksud di sini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat
dalam dunia fisik tersebut, tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan
secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya, teori ilmu merupakan suatu
penjelasan rasional yang berkesusaian dengan obyek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar
bagaimanapun meyakinkannya, harus didukung oleh fakta empiris untuk dinyatakan benar.

Di sinilah pendekatan rasional digabungkan dengan pendekatan empiris dalam langkah-langkah


yang disebut metode ilmiah. Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten
dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan
fakta dari yang tidak.

Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang kebenaran, antara lain sebagai berikut:
1. The correspondence theory of truth. Menurut teori ini, kebenaran atau keadaan benar itu
berupa kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan apa yang sungguh
merupakan halnya atau faktanya.
2. The consistence theory of truth. Menurut teori ini, kebenaran tidak dibentuk atas hubungan
antara putusan dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara
putusan-putusan itu sendiri. Dengan kata lain bahwa kebenaran ditegaskan atas hubungan antara
yang baru itu dengan putusan-putusan lainnya yang telah kita ketahui dan kita akui benarnya
terlebih dahulu.
3. The pragmatic theory of truth. Yang dimaksud dengan teori ini ialah bahwa benar tidaknya
sesuatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung kepada berfaedah tidaknya ucapan,
dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya.

Dari tiga teori tersebut dapat disimpulkan bahwa kebenaran adalah kesesuaian arti dengan fakta
yang ada dengan putusan-putusan lain yang telah kita akui kebenarannya dan tergantung kepada
berfaedah tidaknya teori tersebut bagi kehidupan manusia.

Sedangkan nilai kebenaran itu bertingkat-tingkat, sebagai mana yang telah diuraikan oleh Andi
Hakim Nasution dalam bukunya Pengantar ke Filsafat Sains, bahwa kebenaran mempunyai tiga
tingkatan, yaitu; haq al-yaqin, ‘ain al-yaqin, dan ‘ilm al-yaqin. Adapun kebenaran menurut
Anshari mempunyai empat tingkatan, yaitu:
1. Kebenaran wahyu
2. Kebenaran spekulatif filsafat
3. Kebenaran positif ilmu pengetahuan
4. Kebenaran pengetahuan biasa.

Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan mutlak benar, sedang
pengetahuan yang diperoleh melalui akal bersifat relatif, mungkin benar dan mungkin salah.
Jadi, apa yang diyakini atas dasar pemikiran mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di
dalam nalar kita yang salah. Demikian pula apa yang kita yakini karena kita amati belum tentu
benar karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Karena itu, kebenaran
mutlak hanya ada pada Tuhan. Itulah sebabnya ilmu pengetahan selalu berubah-rubah dan
berkembang.

Menurut kajian epistemologi terdapat beberapa metode untuk memperoleh pengetahuan,


diantaranya adalah :
1. Metode Empirisme
Menurut paham empirisme, metode untuk memperoleh pengetahuan didasarkan pada
pengalaman yang bersifat empiris, yaitu pengalaman yang bisa dibuktikan tingkat kebenarannya
melalui pengamalan indera manusia. Seperti petanyaan-pertanyaan bagaimana orang tahu es
membeku? Jawab kaum empiris adalah karena saya melihatnya (secara inderawi/panca indera),
maka pengetahuan diperoleh melalui perantaraan indera. Menurut John Locke (Bapak
Empirisme Britania) berkata, waktu manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku catatan
kosong, dan didalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman indera. Akal
merupakan sejenis tempat penampungan, yang secara prinsip menerima hasil-hasil penginderaan
tersebut. Proses terjadinya pengetahuan menurut penganut empirisme berdasarkan pengalaman
akibat dari suatu objek yang merangsang alat inderawi, kemudian menumbuhkan rangsangan
saraf yang diteruskan ke otak. Di dalam otak, sumber rangsangan sebagaimana adanya dan
dibentuklah tanggapan-tanggapan mengenai objek yang telah merangsang alat inderawi ini.
Kesimpulannya adalah metode untuk memperoleh pengetahuan bagi penganut empirisme adalah
berdasarkan pengalaman inderawi atau pengalaman yang bisa ditangkap oleh panca indera
manusia.
2. Metode Rasionalisme
Berbeda dengan penganut empirisme, karena rasionalisme memandang bahwa metode untuk
memperoleh pengetahuan adalah melalui akal pikiran. Bukan berarti rasionalisme menegasikan
nilai pengalaman, melainkan pengalaman dijadikan sejenis perangsang bagi akal pikiran untuk
memperoleh suatu pengetahuan. Menurut Rene Descartes (Bapak Rasionalisme), bahwa
kebenaran suatu pengetahuan melalui metode deduktif melalui cahaya yang terang dari akal
budi. Maka akal budi dipahamkan sebagai :
a. Sejenis perantara khusus, yang dengan perantara itu dapat dikenal kebenaran.
b. Suatu teknik deduktif yang dengan memakai teknik tersebut dapat ditemukan kebenaran-
kebenaran yaitu dengan melakukan penalaran.
Fungsi pengalaman inderawi bagi penganut rasionalisme sebagai bahan pembantu atau sebagai
pendorong dalam penyelidikannya suatu memperoleh kebenaran.

3. Metode Fenomenalisme
Immanuel Kant adalah filsuf Jerman abad XX yang melakukan kembali metode untuk
memperoleh pengetahuan setelah memperhatikan kritikan-kritikan yang dilancarkan oleh David
Hume terhadap pandangan yang bersifat empiris dan rasionalisme. Menurut Kant, metode untuk
memperoleh pengetahuan tidaklah melalui pengalaman melainkan ditumbuhkan dengan
pengalaman-pengalaman empiris disamping pemikiran akal rasionalisme. Syarat dasar bagi ilmu
pengetahuan adalah bersifat umum dan mutlak serta memberi pengetahuan yang baru.
Menurutnya ada empat macam pengetahuan :
a. Pengetahuan analisis a priori yaitu pengetahuan yang dihasilkan oleh analisa terhadap unsur-
unsur pengetahuan yang tidak tergantung pada adanya pengalaman, atau yang ada sebelum
pengalaman.
b. Pengetahuan sintesis a priori, yaitu pengetahuan sebagai hasil penyelidikan akal terhadap
bentuk-bentuk pengalamannya sendiri yang mempersatukan dan penggabungan dua hal yang
biasanya terpisah.
c. Pengetahuan analitis a posteriori, yaitu pengetahuan yang terjadi sebagai akibat pengalaman.
d. Pengetahuan sintesis a posteriori yaitu pengetahuan sebagai hasil keadaan yang
mempersatukan dua akibat dari pengalaman yang berbeda.
Pengetahuan tentang gejala (phenomenon) merupakan pengetahuan yang paling sempurna,
karena ia dasarkan pada pengalaman inderawi dan pemikiran akal, jadi Kant mengakui dan
memakai empirisme dan rasionalisme dalam metode fenomenologinya untuk memperoleh
pengetahuan.

4. Metode Intuisionisme
Metode intuisionisme adalah suatu metode untuk memperoleh pengetahuan melalui intuisi
tentang kejadian sesuatu secara nisbi atau pengetahuan yang ada perantaraannya. Menurut Henry
Bergson, penganut intusionisme, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui suatu pengetahuan
secara langsung. Metode intuisionisme adalah metode untuk memperoleh pengetahuan dalam
bentuk perbuatan yang pernah dialami oleh manusia. Jadi penganut intuisionisme tidak
menegaskan nilai pengalaman inderawi yang bisa menghasilkan pengetahuan darinya. Maka
intuisionisme hanya mengatur bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi.

5. Metode Ilmiah
Pada metode ilmiah, untuk memperoleh pengetahuan dilakukan dengan cara menggabungkan
pengalaman dan akal pikiran sebagai pendekatan bersama dan dibentuk dengan ilmu. Secara
sederhana teori ilmiah harus memenuhi 2 syarat utama yaitu harus konsisten dengan teori-teori
sebelumnya dan harus cocok dengan fakta-fakta empiris
Jadi logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif dan induktif dimana rasionalisme
dan empirisme berdampingan dalam sebuah sistem dengan mekanisme korektif. Metode ilmiah
diawali dengan pengalaman-pengalaman dan dihubungkan satu sama lain secara sistematis
dengan fakta-fakta yang diamati secara inderawi. Untuk memperoleh pengetahuan dengan
metode ilmiah diajukan semua penjelasan rasional yang statusnya hanyalah bersifat sementara
yang disebut hipotesis sebelum teruji kebenarannya secara empiris. Hipotesis, yaitu dugaan atau
jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang kita hadapi.
Untuk memperkuat hipotesis dibutuhkan dua bahan-bahan bukti yaitu bahan-bahan keterangan
yang diketahui harus cocok dengan hipotesis tersebut dan hipotesis itu harus meramalkan bahan-
bahan yang dapat diamati yang memang demikian keadaannya. Pada metode ilmiah dibutuhkan
proses peramalan dengan deduksi. Deduksi pada hakikatnya bersifat rasionalistis dengan
mengambil premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya.
Menurut AR Lacey untuk menemukan kebenaran yang pertama kali dilakukan adalah
menemukan kebenaran dari masalah, melakukan pengamatan baik secara teori dan ekperimen
untuk menemukan kebenaran, falsification atau operasionalism (experimental opetarion,
operation research), konfirmasi kemungkinan untuk menemukan kebenaran, Metode hipotetico –
deduktif, Induksi dan presupposisi/teori untuk menemukan kebenaran fakta
Kerangka berpikir yang berintikan proses logico-hypothetico-verifikasi ini pada dasarnya terdiri
dari langkah-langkah sebagai berikut:
a. Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas-
batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya.
b. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi yang
menjelaskan hubungan yang mubgkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dan
bentuk konstelasi permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasrakan
premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor
empiris yang relevan dengan permasalahan.
c. Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan
yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang
dikembangkan.
d. Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis
yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis
tersebut atau tidak.
e. Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu di
tolak atau diterima. Seandainya dalam pengujian terdapat fakta-fakta yang cukup dan
mendukung maka hipotesis tersebut akan diterima dan sebaliknya jika tidak didukung fakta yang
cukup maka hipotesis tersebut ditolak. Hipotesis yang diterima dianggap menjadi bagian dari
pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan yakni mempunyai kerangka
penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah teruji
kebenarannya.

10. PENGETAHUAN ILMIAH


Pengetahuan Ilmiah atau Ilmu (Science) pada dasarnya merupakan usaha untuk
mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan sehari-hari yang
dilanjutkan dengan suatu pemikiran cermat dan seksama dengan menggunakan berbagai metode.
Ilmu merupakan suatu metode berfikir secara objektif yang bertujuan untuk menggambarkan dan
memberi makna terhadap gejala dan fakta melalui observasi, eksperimen dan klasifikasi. Ilmu
harus bersifat objektif, karena dimulai dari fakta, menyampingkan sifat kedirian, mengutamakan
pemikiran logik dan netral.

Secara defenitif, logika dapat dipahami sebagai studi tentang metode-metode dan prinsip-prinsip
yang dipergunakan untuk membedakan penalaran yang lurus dari penalaran yang tidak lurus.
Arti lain dari logika itu adalah pengetahuan dan keterampilan untuk berpikir lurus. Jadi logika itu
berhubungan dengan kegiatan berpikir, namun bukan sekedar berpikir sebagaimana merupakan
kodrat rasional manusia sendiri, melainkan berpikir lurus (E. Sumaryono, 1999:71). Dari defenisi
itu jelas bahwa logika itu terkait dengan “jalan berpikir” [metode], dan memuat sejumlah
pengetahuan yang sistematis dan berdasarkan pada hukum keilmuan sehingga orang dapat
berpikir dengan tepat, teratur dan lurus. Artinya, ber-logika berarti belajar menjadi terampil.
Karena itu kegiatan berlogika adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk melatih skill berpikir
seseorang.

Berfikir dan pengetahuan merupakan dua hal yang menjadi ciri keutamaan manusia, tanpa
pengetahuan manusia akan sulit berfikir dan tanpa berfikir pengetahuan lebih lanjut tidak
mungkin dapat dicapai, oleh karena itu nampaknya berfikir dan pengetahuan mempunyai
hubungan yang sifatnya siklikal.

Gerak sirkuler antara berfikir dan pengetahuan akan terus membesar mengingat pengetahuan
pada dasarnya bersifat akumulatit, semakin banyak pengetahuan yang dimiliki seseorang
semakin rumit aktivitas berfikir, demikian juga semakin rumit aktivitas berfikir semakin kaya
akumulasi pengetahuan. Semakin akumulatif pengetahuan manusia semakin rumit, namun
semakin memungkinkan untuk melihat pola umum serta mensistimatisirnya dalam suatu
kerangka tertentu, sehingga lahirlah pengetahuan ilmiah (ilmu), disamping itu terdapat pula
orang-orang yang tidak hanya puas dengan mengetahui, mereka ini mencoba memikirkan
hakekat dan kebenaran yang diketahuinya secara radikal dan mendalam, maka lahirlah
pengetahuan filsafat, oleh karena itu berfikir dan pengetahuan dilihat dari ciri prosesnya dapat
dibagi ke dalam (1) Berfikir biasa dan sederhana menghasilkan pengetahuan biasa (pengetahuan
eksistensial); (2) Berfikir sistematis faktual tentang objek tertentu menghasilkan pengetahuan
ilmiah (ilmu); (3) Berfikir radikal tentang hakekat sesuatu menghasilkan pengetahuan filosofis
(filsafat).

Dari ketiga jenis berfikir tersebut, cara berfikir yang sistematis merupakan cara untuk
menghasilkan suatu pengetahuan ilmiah.

C. KESIMPULAN
Epistemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia merupakan cabang
filsafat yang membahas tentang bagaimana proses yang memungkinkan diperoleh pengetahuan
berupa ilmu, bagaimna prosedurnya, hal-hal apa yang perlu diperhatikan agar didapat
pengetahuan yang benar, apa kriterianya, cara, teknik, sarana apa yang digunakan untuk
mendapatkan pengetahuan berupa ilmu.

Pengetahuan adalah kemampuan manusia seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pengamatan,


dan intuisi yang mampu menangkap alam dan kehidupannya serta mengabstraksikannya untuk
mencapai suatu tujuan. Pengetahuan yang diakui dan teruji kebenarannya melalui metode ilmiah
disebut pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan (sains).

Ilmu pengetahuan diperoleh berdasarkan analisis dengan langkah-langkah yang sistematis


(metode ilmiah) menggunakan nalar yang logis. Sarana berpikir ilmiah adalah bahasa,
matematika dan statistika. Metode ilmiah menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif
sehingga menjadi jembatan penghubung antara penjelasan teoritis dengan pembuktian yang
dilakukan secara empiris. Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan
kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta
dari yang tidak. Dengan metode ilmiah berbagai penjelasan teoritis (atau juga naluri) dapat diuji,
apakah sesuai dengan kenyataan empiris atau tidak.

Berfikir dan pengetahuan dilihat dari ciri prosesnya dapat dibagi ke dalam (1) Berfikir biasa dan
sederhana menghasilkan pengetahuan biasa (pengetahuan eksistensial); (2) Berfikir sistematis
faktual tentang objek tertentu menghasilkan pengetahuan ilmiah (ilmu); (3) Berfikir radikal
tentang hakekat sesuatu menghasilkan pengetahuan filosofis (filsafat).

DAFTAR PUSTAKA
Hamami, Abbas, 1997, Epistemologi Ilmu. Yogyakarta: Fakultas Filsafat Universitas Gadjah
Mada.

Hardono, Hadi, 1997, Epistemologi, Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta:Kanisius.

Kartanegara, Mulyadi, 2003, Pengantar Epistemologi Islam, Bandung: Mizan.

Lubis, Mochtar, 1978, Manusia Indonesia, Jakarta: Yayasan Idayu.

Nasution, Andi Hakim, 1988, Pengantar Filsafat Sains. Jakarta: Litera Antar Nusa.

Suriasmantri, Jujun S. , 2000, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Sinar Harapan.

Watloly, Anoliab, 2005, Tanggung Jawab Pengetahuan Mempertimbangkan Epistimologi Secara


Kultural ,Yogyakarta : Kanisius

**

II. Proses Mendapatkan Pengetahuan Yang Benar

Asal usul pengetahuan termasuk hal yang sangat penting dalam epistemology. Untuk
mendapatkan darimana pengetahuan itu muncul (berasal) bisa dilihat dari aliran-aliran dalam
pengetahuan, dan bisa dengan cara metode ilmiah, serta dari sarana berpikir ilmiah.

Rasional adalah suatu pengetahuan yang dihasilkan dari proses belajar dan mengajar,
diskusi ilmiah, pengkajian buku, pengajaran seorang guru, dan sekolah. Hal ini berbeda dengan
pengetahuan intuitif atau pengetahuan yang berasal dari hati. Pengetahuan ini tidak akan
didapatkan dari suatu proses pengajaran dan pembelajaran resmi, akan tetapi, jenis pengetahuan
ini akan terwujud dalam bentuk-bentuk “kehadiran” dan “penyingkapan” langsung terhadap
hakikat-hakikat yang dicapai melalui penapakan mistikal, penitian jalan-jalan keagamaan, dan
penelusuran tahapan-tahapan spiritual. Tokoh-tokoh paham rasionalisme yaitu : Agustinus,
Johanes Scotus, Avicena, Rene Descrates, Spinoza, Leibniz, Fichte, Hegel, Plato, Galileo,
Leonardo da Vinci.
Emperikal. Tidak diragukan bahwa indra-indra lahiriah manusia merupakan alat dan
sumber pengetahuan, dan manusia mengenal objek-objek fisik dengan perantaraanya. Setiap
orang yang kehilangan salah satu dari indranya akan hilang kemampuannya dalam mengetahui
suatu realitas secara partikular. Misalnya seorang yang kehilangan indra penglihatannya maka
dia tidak akan dapat menggambarkan warna dan bentuk sesuatu yang fisikal, dan lebih jauh lagi
orang itu tidak akan mempunyai suatu konsepsi universal tentang warna dan bentuk. Begitu pula
orang yang tidak memiliki kekuatan mendengar maka dapat dipastikan bahwa dia tidak mampu
mengkonstruksi suatu pemahaman tentang suara dan bunyi dalam pikirannya.

Fenomenal. Paham ini dikemukakan oleh Immanuel Kant, filsuf Jerman. Dia berusaha
mendamaikan pertentangan antara empirisme dan rasionalisme. Menurut Kant, pengetahuan
hanya bisa terjadi oleh kerjasama antara pengalaman indra dan akal budi, dan tidak mungkin
yang satu bekerja tanpa yang lain. Indra hanya memberikan data yakni warna,cita-rasa, bau, dan
lain-lain. Untuk memperoleh pengetahuan, kita harus keluar atau menembus pengalaman,
pengetahuan terjadi dengan menghubung-hubungkan, dan ini dilakukan oleh rasio (akal).

Metode Ilmiah

Ini digunakan oleh para ilmuwan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang


sesuatu. Metode Ilmiah terdiri dari :

a. Pengamatan / pengalaman yang digunakan sebagai dasar untuk merumuskan masalah.

b. Hipotesa, untuk penyelesaian yang berupa saran.

c. Eksperimentasi, merupakan kajian terhadap hipotesa.

JENIS – JENIS PENGETAHUAN

Pengetahuan dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya :

Pengetahuan langsung (immediate) adalah pengetahuan langsung yang hadir dalam jiwa tanpa
melalui proses penafsiran dan pikiran.
Pengetahuan tak langsung (mediated) adalah hasil dari pengaruh interpretasi dan proses
berpikir serta pengalaman-pengalaman yang lalu. Apa yang kita ketahui dari benda-benda
eksternal banyak berhubungan dengan penafsiran dan pencerapan pikiran kita.

Pengetahuan indrawi (perceptual) adalah sesuatu yang dicapai dan diraih melalui indra-indra
lahiriah. Sebagai contoh, kita menyaksikan satu pohon, batu, atau kursi, dan objek-objek ini yang
masuk ke alam pikiran melalui indra penglihatan akan membentuk pengetahuan kita. Tanpa
diragukan bahwa hubungan kita dengan alam eksternal melalui media indra-indra lahiriah ini,
akan tetapi pikiran kita tidak seperti klise foto dimana gambar-gambar dari apa yang diketahui
lewat indra-indra tersimpan didalamnya.

Pengetahuan konseptual (conceptual); juga tidak terpisah dari pengetahuan indrawi. Pikiran
manusia secara langsung tidak dapat membentuk suatu konsepsi-konsepsi tentang objek-objek
dan perkara-perkara eksternal tanpa berhubungan dengan alam eksternal. Alam luar dan konsepsi
saling berpengaruh satu dengan lainnya dan pemisahan di antara keduanya merupakan aktivitas
pikiran.

Pengetahuan partikular (particular) berkaitan dengan satu individu, objek-objek tertentu, atau
realitas-realitas khusus. Misalnya ketika kita membicarakan satu kitab atau individu tertentu,
maka hal ini berhubungan dengan pengetahuan partikular itu sendiri.

Pengetahuan universal (universal) mencakup individu-individu yang berbeda. Sebagai contoh,


ketika kita membincangkan tentang manusia dimana meliputi seluruh individu (seperti
Muhammad, Ali, hasan, husain, dan …), ilmuwan yang mencakup segala individunya (seperti
ilmuwan fisika, kimia, atom, dan lain sebagainya), atau hewan yang meliputi semua indvidunya
(seperti gajah, semut, kerbau, kambing, kelinci, burung, dan yang lainnya).

Anda mungkin juga menyukai