Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ILMU PENDIDIKAN ISLAM

PANDANGAN ISLAM TERHADAP MANUSIA

Di susun oleh

ALDO SANJAYA (19531005)

AKMAL AMALIAH (19531004)

ATHIA ZAINUN AQIHA (19531019)

Dosen pengampu

Dr. Muhammad Idris, S.Pd.I., MA.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) CURUP

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat,dan hidayah-
NYA,kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini yang diberi judul ”pandangan islam
terhadap manusia” dengan semaksimal mungkin untuk memenuhi tugas Makalah ILMU
PENDIDIKAN ISLAM

Terima kasih kami ucapkan kepada dosen,teman-teman sekalian yang telah


membantu,sehingga Makalah ILMU PENDIDIKAN ISLAM ini dapat diselesaikan dengan
waktu yang telah ditentukan.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih terdapat kekurangan-kekurangan ,maka dari itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makalah
kami dilain waktu.

Kami berharap seemoga makalah ini dapat bermanfaat serta dapat menambah
pengetahuan dan wawasan mahasiwas/I lainnya.

Curup , Maret 2021

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................1

B. Rumusan Masalah...................................................................................2

C. Tujuan Penulis.........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................3

A. Pengertian Manusia ................................................................................3

B. Tugas Manusia........................................................................................3

C. Peranan Manusia Dalam Islam................................................................4

D. Pandangan Islam Terhadap Manusia......................................................6

BAB III PENUTUP....................................................................................9

A. Kesimpulan.............................................................................................9

B. Saran .......................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Dalam pandangan Islam, manusia adalah makhluk Allah yang bertugas
sebagai khalifah di bumi. Allah telah memberitahukan kepada para malaikat bahwa
Dia akan menciptakan manusia yang diserahi tugas menjadi khalifah, sebagaimana
yang tersurat dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 30. Di samping manusia sebagai
khalifah, mereka juga termasuk makhluk paedagogik yaitu makhluk Allah yang
dilahirkan membawa potensi dapat dididik dan mendidik.
Pandangan Islam terhadap manusia. Pandangan adalah konsep yang dimiliki
seseorang yang bermaksud menanggapi dan menerangkan segala masalah di dunia.
Islam ialah kata jadian Arab. Asalnya dari kata jadian juga: aslama. Akar katanya
ialah salima, berarti: sejahtera, tidak tercela, tidak bercacat. Dari kata itu terjadi
kata masdar: salamat (dalam bahasa Malaysia/Indonesia menjadi selamat),
seterusnya salm dan silm. Salm dan silm berarti: kedamaian, kesejahteraan, kepatuhan
penyerahan diri kepada Tuhan. Kata salm dijumpai dalam ucapan assalaamu’alaikum,
sejahterahlah atas kamu. Orang Islam bila bertemu antara sesamanya tidak
mengucapkan selamat pagi atau selamat malam, melainkan mendo’akan salam atau
kesejahteraan orang yang dijumpainya itu. Sejahtera berarti: aman dan makmur,
senang dan tentram, terpelihara dalam bencana, kesusahan, gangguan dan lain-lain.
Dengan demikian kata itu mengandung pengertian keselamatan dan kesenangan, yang
jadi naluri asasi manusia.
Manusia adalah individu yang terdiri dari sel-sel daging, tulang, saraf, darah
dan lain-lain (materi) yang membentuk jasad. Manusia, dalam pandangan Islam,
adalah makhluk yang memiliki identitas istimewa. Ia bukan malaikat, tetapi juga
bukan setan. Ia dapat terjatuh sehingga berkualitas seperti setan. Ia, dengan keluhuran
rohaniannya, juga dapat mencapai kualitas kemalaikatan. Dalam spektrumnya yang
alami, yang merupakan tarikan antara setan dan malaikat, ia mengandung sifat antara
kebaikan dan kejahatan, yang mungkin saja tidak asing bagi sifatnya atau tidak
berasal dari luar.
Manusia dilengkapi dengan fitrah Allah yang dapat diisi dengan berbagai
kecakapan dan keterampilan, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang
mulia dan sebaik-baik ciptaan (ahsani taqwim). Pikiran, perasaan, dan kemampuannya

1
berbuat merupakan komponen fitrah Allah yang melengkapi penciptaan manusia,
sebagaimana yang tersurat dalam al-Qur’an surat ar-Rum ayat 30.
Fitrah Allah yang berupa potensi itu tidak akan mengalami perubahan dengan
pengertian bahwa manusia terus dapat berpikir, merasa, bertindak, dan dapat terus
berkembang. Fitrah inilah yang membedakan antara manusia dengan makhluk Allah
lainnya, dan fitrah ini pulalah yang membuat manusia itu istimewa, yang sekaligus
berarti bahwa manusia adalah makhluk pedagogik.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian manusia ?
2. Apa tugas manusia ?
3. Bagaimana peranan manusia menurut islam ?
4. Bagaimana pandangan islam terhadap manusia ?
C. TUJUAN PENULIS
1. Mengetahui pengertian manusia.
2. Mengetahui tugas manusia.
3. Mengetahui peranan manusia menurut islam.
4. Mengetahui pandangan islam terhadap manusia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MANUSIA
Al-Quran tidak memaparkan secara rinci asal-usul manusia tercipta. Al-Quran
hanya menerangkan tentang prinsipnya saja. Terdapat Ayat-ayat al-Quran mengenai
penciptaan Manusia terdapat pada beberapa surat surat Nuh: 17, surat Ash-Shaffat
ayat 11, surat AlMukminuun 12-13, surat Ar-Rum ayat : 20, Ali Imran ayat: 59, surat
As-Sajdah: 7-9, surat Al-Hijr ayat: 28, dan Al-Hajj ayat: 5.
Al-Quran menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah dengan
bermacammacam istilah, seperti : Turaab, Thieen, Shal-shal, dan Sulalah. Dapat
diartikan sesungguhnya Allah menciptakan jasad manusia dari berbagai macam unsur
kimiawi yang ada pada tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses berikutnya tidak
terdapat dalam Al-Quran secara rinci. Ayat-ayat Quran yang menyebutkan manusia
diciptakan dari tanah, pada umumnya hanya dipahami secara lahiriah saja.
Menimbulkan pendapat sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah SWT berasal
dari tanah, karena Allah maha kuasa, segala sesuatu pasti dapat terjadi.
Disisi lain sebagian dari umat Islam memiliki asumsi bahwa Nabi Adam AS.
bukan manusia yang pertama diciptakan. Pendapat ini didasarkan pada asumsi bahwa:
Ayat-ayat Quran yang menerangkan tentang manusia diciptakan berasal dari tanah
bukan berarti bahwa seluruh unsur kimia yang ada pada tanah turut mengalami reaksi
kimia. Hal itu sebagaiman pernyataan bahwa tumbuh-tumbuhan merupakan bahan
makanannya berasal dari tanah, sebab semua unsur kimia yang ada pada tanah tidak
semua ikut diserap oleh tumbuh-tumbuhan, tetapi hanya sebagian saja.
Oleh karenanya bahan-bahan yang membentuk manusia disebutkan dalam al-
Quran merupakan petunjuk bagi manusia disebutkan dalam al-Quran, sebenarnya
bahan-bahan yang membentuk manusia yaitu menthe, air, dan ammonia terdapat pada
tanah, untuk kemudian bereaksi kimia. Jika dinyatakan istilah “lumpur hitam yang di
beri bentuk” (mungkin yang dimaksud adalah bahan-bahan yang ada pada Lumpur
hitam, kemudian diolah dalam bentuk reaksi kimia).

B. TUGAS MANUSIA
Manusia di muka bumi ini mengemban tugas utama, yaitu beribadah dan
mengabdi kepada Allah SWT. Beribadah baik ibadah mahdoh yaitu menjaga

3
hubungan manusia dengan sang Maha Pencipta Allah SWT sedangkan ibadah ghaoiru
mahdoh, merupakan usaha sadar yang harus dilakukan oleh manusia sebagai makhluk
sosial yaitu menjaga hubungan baik dengan sesama manusia.
Karena setiap ibadah yang dilakukan oleh manusia baik ibadah yang langsung
berkaitan dengan Allah atau ibadah yang berkaitan dengan sesama manusia dan alam,
pastilah mengandung makna filosofi yang mendalam dan mendasar untuk dipahami
oleh manusia, sebagaia bekal untuk mempermudah menjalankan misi mulia yang
diemban oleh manusia
Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai khalifah di bumi disamping
untuk beribadah, juga harus mampu memelihara dan memakmurkan alam (Huud: 61).
Kerusakan yang ada di dunia, dan kerusakan di darat, maupun yang ada di lautan,
tetapi oleh tangantangan manusia yang keluar dari rambu-rambu yang sudah
ditetapkan oleh Allah. Benar, semua isi yang ada di muka bumi ini diciptakan oleh
Allah SWT. untuk manusia, namun tentunya menggunakan aturan main yang sudah
Allah tetapkan, tidak bebas sekehendak manusia.

Firman Allah SWT:


          
    
Artinya: telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (ar-Ruum: 41).
Maka, manusia yang sadar akan misi sucinya tersebut harus bisa
mengendalikan hawa nafsu dan tidak sebaliknya, diperbudak oleh hawa nafsu hingga
tidak mampu menjalankan tugas utamanya sebagai manusia.

C. PERANAN MANUSIA MENURUT ISLAM


Manusia senantiasa keliru dalam memahami dirinya. Kadangkala ia cenderung
untuk bersikap superior, sehingga memandang dirinya sebagai makhluk yang paling
besar dan agung di alam ini. Bahkan superioritas  ini diserukannya dengan penuh
keakuan, kecongkakan dan kesombongan.
Kadangkala pula dia cenderung untuk bersikap imferior, sehingga memandang dirinya
sebagai makhluk yang paling hina dan rendah di dunia ini. Karena itu dia bersujud

4
kepada pohon, batu, sungai, gunung atau binatang. Menurut keyakinannya,
keselamatan hanya kan diperoleh jika dia bersujud kepada matahari, bulan, bintang,
api dan makhluk-makhluk lain yang dipandangnya memiliki kekuatan dan kekuasaan
untuk memberikan bahaya atau manfaat kepadanya.
Islam telah menjelaskan hakikat dan asal diri manusia, keistimwaan dan
kelebihannya, tugasnya di dalam hidup, hubungannya dengan alam, serta kesiapannya
untuk menerima kebaikan dan keburukan.
Hakikat dan asal diri manusia berpangkal pada dua asal: asal yang jauh, yaitu
kejadian pertama dari tanah, ketika Allah menyempurnakan kejadiannya dan
meniupkan ruh ciptaan-Nya kepadanya; dan asal yang dekat, yaitu kejadian kedua
dari nuthfah.
Di antara hal yang memuliakan dan melebihkan manusia adalah bahwa Allah
telah meberikan kepadanya kemampuan untuk belajar dan berpengetahuan, serta
membekalinya dengan segala peralatan kemampuan ini.
Tugas paling luhur manusia ialah beribadah kepada Allah. Inti seluruh
tanggung jawab ini adalah tanggung jawab manusia terhadap ibadah kepada Allah dan
pentauhidan-Nya; yakni memurnikan ibadah hanya kepada Allah Semata.
Manusia mempunyai kedudukan ganda di alam semesta yang materil ini.
Sebagai jasad ia adalah bagian dari dan berada di dalam alam semesta, tetapi sebagai
ruh ia berada di atas atau di luar alam semesta. Dan karena kedudukannya yang
istimewa inilah manusia dipilih sebagai wakil Tuhan di muka bumi ini.
Peranan manusia sebagai “klhalifatullah fil ardh” ini dijelaskan oleh Qur’an suci
sebagai berikut:
         
            

“Dan Dia-lah yang telah membuatmu menjadi khalifah di muka bumi dan telah
mengangkat sebagian dari kamu di atas yang lain guna mengujimu dengan sesuatu yang
telah diberikan pada kamu sekalian ”. (Q.S, al-An’am, 6: 165)
Tetapi, lepas dari kekuasaannya sebagai khalifah, manusia juga mempunyai
kewajiban-kewajiban khusus kekhalifahan. Seperti seorang duta yang wajib
mencerminkan sifat-sifat mulia bangsa, yang mengangkatnya sebagai duta dalam setiap
perbuatannya, maka manusia sebagai wakil Tuhan di muka bum wajib mencerminkan

5
sifat-sifat mulia di dalam setiap perbuatan dan ciptaannya. Demikian pula sebagai
seperti seorang duta yang harus tetap tunduk hukum-hukum bangsa yang memberinya
kekuasaan sebagai wakil bangsa di samping is harus tunduk pada hukum-hukum negara
tempat ia bertugas, maka manusia pun harus tunduk pada hukum-hukum spiritual Ilahi
di samping harus tunduk pada hukum-hukum alam materil.
Walaupun manusia adalah khalifah Tuhan, hal ini tidaklah boleh menimbulkan
kesombongan di hati manusia, karena sebenarnya manusia tetaplah merupakan hamba
atau abdi-Nya sesuai dengan pernyataan Allah SWT dalam ayat suci yang berbunyi:
      

“Tidaklah Ku-jadikan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi Aku”. (Q.S. al-Dzariyat,
51: 56)

D. PANDANGAN ISLAM TERHADAP MANUSIA


Dalam al-Qur’an Allah SWT. menciptakan manusia dari saripati yang berasal
dari tanah:
Firman Allah :
           
         
        
           
      
Artinya: Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan)
dalam tempat yang kokoh (rahim). kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal
darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging
itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan
daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha
sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. Kemudian, sesudah itu, Sesungguhnya kamu
sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, Sesungguhnya kamu sekalian akan
dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat. ( QS. AlMukminun 12-16)
Manusia, dalam pandangan Islam, selalu dikaitkan dengan suatu kisah
tersendiri. Dalam Al-Qur’an, manusia berulang-kali diangkat derajatnya, berulang-

6
kali pula direndahkan. Mereka dinobatkan jauh mengungguli alam surga, bumi, dan
bahkan para malaikat; tetapi, pada saat yang sama, mereka bisa tak lebih berarti
dibandingkan dengan setan terkutuk dan binatang jahanam sekalipun. Manusia
dihargai sebagai makhluk yang mampu menaklukan alam, namun bisa juga mereka
merosot menjadi “yang paling rendah dari segala yang rendah”. Oleh karena itu,
makhluk manusia sendirilah yang harus menetapkan sikap dan menentukan nasib
akhir mereka sendiri.
Manusia adalah khalifah Tuhan di Bumi. Dibandingkan dengan semua
makhluk yang lain, manusia mempunyai kapasitas inteligensia yang paling tinggi.
Manusia mempunyai kecenderungan dekat dengan Tuhan. Dengan kata lain, manusia
sadar akan kehadiran Tuhan jauh di dasar sanubari mereka. Kesimpulannya, manusia
adalah suatu makhluk pilihan Tuhan, sebagai khalifah-Nya di muka bumi, serta
sebagai makhluk yang semi-samawi dan semi-duniawi, yang didalam dirinya
ditanamkan sifat mengakui Tuhan, bebas, terpercaya, rasa tanggung jawab terhadap
dirinya maupun alam semesta; serta karunia keunggulan atas alam semesta, langit,
dan bumi. Manusia dipusakai dengan kecenderungan ke arah kebaikan maupun
kejahatan. Kemaujudan mereka dimulai dari kelemahan dan ketidakmampuan, yang
kemudian bergerak ke arah kekuatan, tetapi itu tidak akan menghapuskan kegelisahan
mereka, kecuali jika mereka dekat dengan Tuhan dan mengingat-Nya. Kapasitas
mereka tidak terbatas, baik dalam kemampuan belajar maupun dalam menerapkan
ilmu. Mereka memiliki suatu keluhuran dan martabat naluriah. Motivasi dan
pendorong mereka, dalam banyak hal, tidak bersifat kebendaan. Akhirnya, mereka
dapat secara leluasa memanfaatkan rahmat dan karunia yang dilimpahkan kepada
mereka, namun pada saat yang sama, mereka harus menunaikan kewajiban mereka
kepada Tuhan.
Al-Qur’an memandang manusia sebagai makhluk moral, yang mampu
membedakan antara yang baik dan yang buruk, serta memiliki kebebasan untuk
memilih ke duanya. Tidak ada petunjuk pasti tentag kebaikan dan keburukan yang
melekat pada diri manusia- al-Qur’an memperingatkan akan adanya manusia yang
berdo’a (memohon) bagi kejahatan (syarr) dan juga memohon bagi kebaikan (khair).
Apabila manusia telah dilengkapi dengan kemampuan untuk menilai baik dan buruk,
dan membedakan antara yang benar dan yang salah, tanpa bantua wahyu Ilahi, maka
lembaga kerasulan jelas akan kehilangan kegunaannya. Dengan ringkas al-Qur’an

7
menyebut kemampuan manusia untuk menjadi baik atau buruk, sebagaimana
dinyatakan-Nya seperti berikut ini.
        
        
Artinya: Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan

Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.(Asy-syams:91: 7-10).


Manusia, dalam pandangan Islam, adalah makhluk yang memiliki identitas
istimewa. Ia bukan malaikat, tetapi juga bukan setan. Ia dapat terjatuh sehingga
berkualitas seperti setan. Ia, dengan keluhuran rohaniannya, juga dapat mencapai
kualitas kemalaikatan. Dalam spektrumnya yang alami, yang merupakan tarikan
antara setan dan malaikat, ia mengandung sifat antara kebaikan dan kejahatan, yang
mungkin saja tidak asing bagi sifatnya atau tidak berasal dari luar.
Konsep manusia dalam Islam mengandung sifat “ganda”, yang menyatakan
bahwa manusia terbantuk dari tanah liat dan roh suci dari Tuhan.
Cukup dinyatakan bahwa manusia  memiliki potensi untuk berbuat baik, dan
juga untuk berbuat buruk; yang mau menerima tuntunan (Ilahi) tetapi juga dapat
menjadi pembangkang; kemampuan untuk berbuat baik atau jahat. Maka menurut
ajaran Islam, hanyalah manusia yang merupakan makhluk yang dapat bertanggung
jawab. Manusialah yang harus mewujudkan misi Tuhan di dunia dan sekaligus
menjadi kepercayaannya.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Manusia adalah khalifah Tuhan di bumi. Oleh karena itu, manusia dikaruniai
pembawaan yang mulia dan martabat. Tuhan, pada kenyataannya, telah
menganugerahi manusia dengan keunggulan atas makhluk-makhluk lain. Manusia
akan menghargai dirinya sendiri hanya jika mereka mampu merasakan kemuliaan dan
martabat tersebut, serta mau melepaskan diri mereka dari kepicikan segala jenis
kerendahan budi, penghambaan, dan hawa nafsu.

8
Al-Qur’an dan as-Sunnah selalu meminta agar manusia mengisi hidupnya
dengan bekerja untuk mempertahankan kehidupanya, yaitu dengan memanfaatkan apa
yang telah Allah ciptakan baginya di muka bumi ini. Dari pandangan Islam, hanya
pekerjaan yang baik serta amal saleh sajalah yang mendapatkan pahala. Sedangkan
tindakan yang buruk, jahat, harus dihindari oleh setiap pribadi muslim. Al-Qur’an
penuh dengan ayat-ayat yang berisi pujian Allah terhadap pekerjaan yang “baik”
(amal saleh), dan tersedianya ganjaran baik di dunia ataupun di akhirat bagi mereka
yang bekerja dengan dilandasi iman.
Manusia adalah makhluk cerdas yang dapat memanfaatkan bakat serta
kecerdasannya untuk mengembangkan kehidupannya di atas muka bumi, dan
membuatnya lebih sejahtera. Islam mendorong (pemeluknya untuk melakukan)
inovasi di dalam segala lapangan teknologi. Tetapi Islam juga melarang inovasi yang
dilakukan dalam masalah agama dan kerohanian.
Tuhan menciptakan manusia agar mereka menyembah-Nya; dan tunduk patuh
kepada-Nya. Walaupun manusia adalah khalifah Tuhan, hal ini tidak boleh
menimbulkan kesombongan di hati manusia, karena sebenarnya tugas manusia yang
terpenting adalah mengabdi kepada-Nya dan menjadi wakil-Nya yang baik di muka
bumi.
B. SARAN
Dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan, maka
dari itu kami menerima kritik dan saran dari pembaca agar penulisan makalah
selanjutnya menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, (2003), Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Jamunu.

Rahmat, (1991), Hubungan antara Manusia dengan Manusia dan Alam Sekelilingnya,
Cetakan ke-1, PT. Pustaka Nasional Pte Ltd, Singapura.

An-Nahlawi, Abdurrahman, 1996, Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam Dalam


Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat, Bandung: CV Diponegoro.

Mahzar, Armahedi, 1993, Islam Masa Depan, Bandung: Penerbit Pustaka.

9
Muthahhari, Murtadha, 1992, Perspektif Al-Qur’an Tentang Manusia dan Agama, Bandung:
Penerbit Mizan

Al-Buraey, Muhammad, A., 1985, Islam Landasan Alternatif Administrasi Pembangunan,


Jakarta: CV Rajawali.

10

Anda mungkin juga menyukai