Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

HUBUNGAN MANUSIA DAN ALAM SEMESTA DALAM ISLAM

Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Dosen Pembimbing : Muhammad Qodhafi, M.Pd.I

Disusun Oleh:

KELOMPOK 10

1. Amalia Khairunnisa
2. M. Ikhsan Maulana F.R.
3. Nurul Izzah Samara

JURUSAN FARMASI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II

2016
Kata Pengantar

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya makalah ini telah diselesaikan oleh kami. Makalah ini kami buat untuk memberikan
sedikitnya informasi tentang “ Hubungan Manusia dengan Alam semesta dalam Islam”.
Dengan adanya makalah ini, kami berharap para pembaca ikut serta memahami serta
menambah pengetahuan mengenai hal tersebut.

Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penyusunan makalah ini tidak
akan berjalan dengan baik. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa
dalam makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan, dan juga kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan pada masa yang akan datang.

Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 6 Oktober 2016

Penulis
Daftar Isi

Kata Pengantar…………………………………………………………………. 2
Daftar Isi ……………………………….…….………………………...……… 3
BAB I Pendahuluan ………………….………………………………….…… 4
1.1 Latar Belakang …………………………….………………………………. 4
1.2 Rumusan Masalah ……………….………………………………………… 5
1.3 Tujuan Penulisan ………..……………………………………..……...…… 5
BAB II Pembahasan……………..……………………………………….…… 6
2.1 Pengertian Manusia…………………………………………………..…….. 6
2.1.1 Proses Penciptaan Manusia……………………………………….. 7
2.1.2 Kedudukan Manusia………………………………………………. 11
2.1.3 Konsep Islam tentang manusia……………………………………. 13
2.2 Pengertian Alam ……………………………………………………………. 14
2.2.1 Alam Semesta Tersusun Rapih, Seimbang dan Sempurna ………. 15
2.2.2 Proses Penciptaan Alam ………………………………………….. 17
2.2.3 Sunnatullah dan Hukum Alam …………………...………………. 19
2.3 Hubungan Manusia dan Alam dalam Islam ……...………………………… 21
BAB III Penutup ………….……...………………………………..………….. 24
3.1 Kesimpulan ……………………………….………………………………... 24
3.2 Saran …………………………………….…………………………………. 24
Daftar Pustaka ……………………/…………………………………………… 25
BAB 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Alam semesta ini tidak ada dengan sendirinya, tentunya Allah SWT telah
merancang dan menciptakan alam semesta ini dengan sedemikian rupa. Sesuai dengan
keadaan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Banyak sekali teori yang menyebutkan dan
menjelaskan bagaimana alam ini terbentuk. Manusia pada awal kali penciptaanya ditujukan
sebagai khalifah atau pemimpin di bumi ini oleh Allah SWT. Manusia pertama ialah Nabi
Adam as., kemudian turun temurun membentuk generasi umat manusia. Sesuai dengan
perkembangan zaman dari dahulu hingga modern seperti sekarang ini, telah membawa
perubahan besar pada kondisi alam dan pola pikir manusia itu sendiri. Pada zaman sekarang
ini misalnya, masih banyak manusia yang tidak beriman dan menaati perintah Allah SWT.
Mereka tidak beribadah dan menjalankan perintah Allah SWT. Bukan hanya secara
vertical, namun secara horizontal pun masih banyak yang belum bisa menghargai sesama
makhluk hidup serta menjaga alam ini. Mereka pun belum tau pasti untuk apa mereka
diciptakan dan ada di dunia ini. Masih banyak manusia yang merusak alam tempat tinggal
mereka sendiri. Padahal Allah SWT telah menciptakan alam semesta ini dengan
keselarasan dan keteraturan yang sangat tepat untuk manusia dan makhluk hidup lainnya.
Dalam makalah ini kami mencoba menjelaskan bagaimana hubungan antara
manusia dengan alam dalam Islam dengan penjabaran dalam bagian – bagian pembahasan.
Apabila dalam pembahasan makalah ini nantinya dijumpai adanya kesalahan, kami
harapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi tercapainya tujuan dari
pembuatan makalah ini di masa mendatang. Atas perhatian pembaca kami mengucapkan
terimakasih.

1.2 Rumusan Masalah


1 Apa itu pengertian manusia?
2 Bagaimana proses penciptaan manusia?
3 Apa kedudukan manusia dalam alam semesta ini?
4 Apa pengertian alam?
5 Bagaimana proses penciptaan alam?
6 Apa hubungan manusia dan alam dalam Islam?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mahasiswa/i dapat mengetahui pengertian manusia
penjabaran dalam bagian – bagian pembahasan. Apabila dalam pembahasan
makalah ini nantinya dijumpai adanya kesalahan, kami harapkan adanya kritik dan saran
yang membangun demi tercapainya tujuan dari pembuatan makalah ini di masa mendatang.
Atas perhatian pembaca kami mengucapkan terimakasih.

1.3 Rumusan Masalah


7 Apa itu pengertian manusia?
8 Bagaimana proses penciptaan manusia?
9 Apa kedudukan manusia dalam alam semesta ini?
10 Apa pengertian alam?
11 Bagaimana proses penciptaan alam?
12 Apa hubungan manusia dan alam dalam Islam?

1.4 Tujuan Penulisan


2. Mahasiswa/i dapat mengetahui pengertian manusia
3. Mahasiswa/i dapat mengetahui proses penciptaan manusia
4. Mahasiswa/i dapat mengetahui kedudukan manusia dalam alam semesta
5. Mahasiswa/i dapat mengetahui pengertian alam
6. Mahasiswa/i dapat mengetahui proses penciptaan alam
7. Mahasiswa/i dapat mengetahui hubungan manusia dan alam dalam islam
8. Untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan Agama Islam
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Manusia

Secara etimologi kata manusia adalah “mens”, yang artinya “sesuatu yang berfikir’.
Dalam bahasa Yunani berarti “antropos” yang pada mulanya mempunyai arti “seseorang yang
melihat keatas”, tapi kemudian berarti wajah seorang manusia. Manusia disebut juga dengan
istilah “homo”, dalam bahasa Latin sesuatu yang hadir di muka bumi. Dalam arti manusia
adalah: homo sapiens, homo religious, homo ekonomicus, dan lain sebagainya.

Allah menciptakan manusia dalam keadaan yang paling sempurna dibandingkan


makhluk lainnya. Karena itu Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi. Status
manusia sebagai khalifah , dinyatakan dalam Surat All-Baqarah ayat 30. Kata khalifah berasal
dari kata khalafa yakhlifu khilafatan atau khalifatan yang berarti meneruskan, sehingga kata
khalifah dapat diartikan sebagai pemilih atau penerus ajaran Allah. Namun kebanyakan umat
Islam menerjemahkan dengan pemimpin atau pengganti, yang biasanya dihubungkan dengan
jabatan pimpinan umat islam sesudah Nabi Muhammad saw wafat , baik pimpinan yang
termasuk khulafaurrasyidin maupun di masa Muawiyah-‘Abbasiah. Akan tetapi fungsi dari
khalifah itu sendiri sesuai dengan yang telah diuraikan diatas sangatlah luas, yakni selain
sebagai pemimpin manusia juga berfungsi sebagai penerusajaran agama yang telah dilakukan
oleh para pendahulunya, selain itu khalifah juga merupakan pemelihara ataupun penjaga bumi
ini dari kerusakan.

Walaupun manusia berasal dari materi alam dan dari kehidupan yang terdapat di
dalamnya, tetapi manusia berbeda dengan makhluk lainnya dengan perbedaan yang sangat
besar karena adanya karunia Allah yang diberikan kepadanya yaitu akal dan pemahaman. Itulah
sebab dari adanya penundukkan semua yang ada di alam ini untuk manusia, sebagai rahmat
dan karunia dari Allah SWT. Kedudukan akal dalam Islam adalah merupakan suatu kelebihan
yang diberikan Allah kepada manusia dibanding dengan makhluk-makhluk-Nya yang lain.
Dengannya, manusia dapat membuat hal-hal yang dapat mempermudah urusan mereka di
dunia. Namun, segala yang dimiliki manusia tentu ada keterbatasan-keterbatasan sehingga ada
pagar-pagar yang tidak boleh dilewati.

Para tokoh telah memberikan definisi tetang manusia antara lain :


1. Hegel (1770-1831 M) : Manusia pada hakikatnya merupakan penjelmaan roh (idea
mutlak). Hidup merupakan sintesis, yaitu persatuan antara “lahir” dan “mati”,
Manusia berawa; dari Ide Mutlak dan akhirnya akan kembali pada Ide Mutlak.
2. Feurbach (1804-1872 M) : Manusia pada hakikatnya adalah benda (materi) belaka.
“Der Mensht. Was er Ist” artinya : “manusia pada inti hakikatnya ditentukan oleh
maknanya (jadi bukan oleh pikirannya)”. Manusia berasal dari benda melalui proses
kimiawi dan akhirnya juga akan kembali pada benda yang dikatakan roh.
3. Plotinus (204-280 M) : manusia adalah hasil dari pancaran The One, To Hen (Yang
Esa). Menurut Plotinus tujuan hidup manusia adalah untuk mencapai persatuan
dengan To Hen. Manusia berasal dari To Hen dan akhirnya juga akan kembali pada
To Hen.
4. Ernest Cassier (1874-1945) : manusia dimaklumi sebagai makhluk yang terus-
menerus mencari dirinya, makhluk yang setiap saat harus menguji dan mengkaji
secara cermat kondisi-kondisi eksistensinya.
5. Dilihat dari segi manusia materialis, menurut Whitehead, manusia dalam arti tertentu
merupakan bagian alam, unsur-unsur alami terdapat dalam diri manusia. Hukum
alam dalam arti tertentu juga berlaku untuk manusia.

2.1.1 Proses Penciptaan Manusia

Sungguh tedapat banyak hal yang dapat membuat manusia beriman kepada Allah Swt.
Bahkan seluruh alam semesta beserta isinya, jika manusia mau menggunakan akalnya, pastilah
mereka beriman kepada Allah. Oleh karena itu Allah Swt menyuruh manusia dan alam semesta
mengarahkan perhatiannya terhadap diri mereka sendiri, sebagaimana tersebut dalam firman-
Nya di dalam QS AL-Waqi’ah [56]: 57-59.
Demikian pula lima belas abad yang lalu Al-Qur’an telah menjelaskan tentang
tahapan kejadian manusia (keturunan Adam a.s) secara biologi. Sebagaimana tersebut dalam
firmannya (QS Al-Mu’minun [23]: 12-14) :

Ilmu biologi modern (khususnya pada bidang embriologi) dalam penelitian ilmiahnya telah
membenarkan pernyataan Al-Qur’an bahwa terbentuknya manusia melalui tahapan demi
tahapan serta melalui proses pembentukan yang luar biasa ilmiah.

Dikatakan luar biasa ilmiah karena semakin temukan proses-proses pembentukan tersebut
semakin membenarkan pernyataan Al-Qur’an.
Dalam kitabnya al-Madhnun al-Shaghir dan Mi’rajus Salikhin yang dikutip oleh
Abidin Ibn Rusn, al-Ghazali menjelaskan pertemuan antara dua unsur pembentuk manusia –
sebagai proses kejadiannya– yaitu nafs dan nuthfah (sel benih). Menurutnya, nafs atau jiwa
diciptakan ketika sel benih (nuthfah) telah memenuhi persyaratan untuk menerimanya. Kata
nuthfah disini bukan sel benih pada sperma laki-laki saja, melainkan sel benih yang telah
menyatu dengan sel telur wanita pada rahimnya. Pada saat tertentu, nuthfah mempunyai
kesiapan untuk menerima jiwa, dan kondisi memenuhi syarat untuk menerima jiwa ini
disebutnya al istiwa’. Proses ini sesuai dengan firman Allah sebagai berikut (QS. Al-Hijr: 28-
29) :

Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa pandangan al Ghazali mengenai terciptanya
manusia, ia terbentuk dari dua unsur yang sifatnya berbeda yakni: bentuk luar yang disebut
jasad dan bentuk dalam yang disebut hati atau ruh. Akan tetapi, walaupun kedua unsur tersebut
mempunyai sifat yang berbeda, dalam membentuk makhluk sempurna, manusia, keduanya
berhubungan erat antara yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan dan hubungan itu
bersifat khususi. Artinya, satu unsur tidak berada di jasad juga tidak diluarnya, tidak terpisah
dan juga tidak menyatu, tetapi keduanya saling membutuhkan.

Kisah penciptaan manusia berawal di dua tempat yang saling berjauhan. Manusia
menapaki kehidupan melalui pertemuan dua zat terpisah di dalam tubuh lelaki dan perempuan,
yang diciptakan saling terpisah namun sangat selaras. Jelas, sprema dalam tubuh laki-laki tidak
dihasilkan atas kehendak dan kendali lelaki tersebut, sebagaimana sel telur di dalam tubuh
perempuan tidak terbentuk atas kehendak dan kendali perempuan tersebut. Sesungguhnya
mereka bahkan tidak menyadari pembentukan sel-sel ini.

Allah menciptakan seorang khalifah atau wakil bagi diri-Nya dari tanah liat kering. Dan
kemudian ia tiupkan sebagian dari ruh-Nya sendiri pada acuan tanah liat itu dan kemudian
kemudian lahirlah manusia. Manusia tersebut lahir dari dua hakikat yang berbeda; tanah bumi
dan ruh suci dalam bahasa manusia, simbol kerendahan dan kenistaan dan kekotoran adalah
lumpur. Dan tidak ada suatu apapun di dalam alam yang lebih rendah dan hina daripada lumpur,
darimana manusia telah diciptakan.

Demikianlah yang menjadikan manusia makhluk dominan di bumi ini bukanlah sifat-
sifat jasmaninya, melainkan penemuannya dan penggarapannya terhadap suatu evolusi yang
lain dari yang ditempuh hewan. Manusia mampu menyesuaikan lingkungannya, yaitu alam,
demi mendukung hidupnya. Begitulah Adam beserta anak cucunya yang dilebihkan oleh Allah
dari kebanyakan makhluk-makhluk ciptaan-Nya, akan tetapi kebenarannya di dunia penuh
rintangan dan ujian dalam menghadapi kemelut perkembangan duniawi yang semakin
menggelitik nafsu dan hati, disebarluaskan oleh Syaitan di setiap pelosok penjuru dunia.

Penciptaan langsung dati tidak ada tidak akan menimbulkan akibat perubahan pada
dzat Allah karena iradah Allah yang kadim memang menghendaki adanya penciptaan yang
seperti itu. Dengan iradah yang qadhim itu, Allah dapat menentukan waktu dimana Allah akan
menjadikan atau tidak menjadikan alam ini, dan sesuai dengan ketentuan itu alam ini ada atau
tidak ada.

2.1.2 Kedudukan Manusia

Manusia mempunyai kedudukan paling tinggi dibanding dengan makhluk lainya


yang ada di muka bumi ini. Karena kedudukannya yang paling tinggi itulah mampu menguasai
dunia. (firman Allah QS Al-Isra [17]: 70).

Ada beberapa potensi yang membuat manusia lebih unggul :

1. Manusia keturunan Adam a.s, fisiknya berasal dari tanah bukan dari hewan.
2. Mempunyai bentuk dan struktur yang lebih baik dan sempurna.
3. Memiliki ruh dan jiwa [potensi akal, kesadaran, perasaan (emosi)], dan kemauan
(antara lain hawa nafsu dan kebebasan).
4. Potensi hidayah (fitrah/insting, indra, akal, agama (wahyu), dan taufik (bimbingan
secara langsung).
5. Diberi potensi untuk dapat berbuat baik dan/atau buruk.
6. Diberi amanah sebagai Khalifah dimuka bumi (QS Al-Baqarah [2]: 30), kedudukan
sebagai hamba Allah (QS Al-Dzariyat [51]: 56).

7. Semua yang diciptakan dialam semesta untuk manusia (QS Al-Baqarah [2]: 29

Untuk mengaktualisasilkan potensi-potensinya dan untuk memanfaatkan serta


mempertahankan keunggulan manusia, mereka hendaklah menyadari akan keberadaan dirinya
di dunia, bahwa mereka diciptakan oleh Allah tidak lain ialah supaya beribadah kepada-Nya
(QS Al-Dzariyat [51]: 56) dan menjadi khalifah-Nya (QS Al-Baqarah [2]: 30). Jika mereka
benar-benar telah menyadari, lalu tunduk kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian menjalankan
amanah kekhalifah-Nya sesuai dengan tuntunan-Nya dengan menggunakan segala potensi
yang ada secara maksimal dan sebaik mungkin, niscaya manusia akan bahagia hidupnya serta
tinggi derajatnya. 2.1.3 Konsep Islam tentang manusia

Manusia dapat berada dalam keadaan yang serendah-rendahnya bagaikan tanah


endapan lempung, karena dalam dirinya terdapat unsure endapan lempung. Dan manusia dapat
meningkat dengan setinggi-tingginya, hal ini sesuai dengan sifat-sifat baik yang dimiliki semua
manusia, dan semua manusia selalu ingin maju. Kedua sifat yang berlawanan dari manusia
memungkinkannya untuk mempunyai kebebasan memilih antara dua pilihan yang kemudian
akan menentukan nasibnya.

Konsep manusia dalam Al-Quran dipahami juga sebagai berikut :

1. Basyar
Mengandung arti semangat, gembira, berseri-seri, langsung, kulit. Kata Mubasyir
berarti pembawa kabar gembira. Allah memakai konsep basyar sebanyak 37 kali. Salah
satunya al-Kahfi : 110 “sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu”
2. Insan
Yaitu makhluk yang mampu memikul beban amanat risalah dari Allah SWT. Kata insan
disebutkan dalam Al-Quran sebanyak 65 kali, diantaranya (al-alaq : 5), yaitu “Dia
mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”.
3. Al-nas
Kata al-nas disebut sebanyak 240 kali, seperti al-Zumar : 27, yaitu “Sesungguhnya telah
kami buatkan bagi manusia dalam Al-Quran ini setiap macam perumpamaan”. Konsep
al-nas menunjukkan kepada semua manusia sebagai makhluk social atau secara
kolektif.
4. Bani Adam
Adam mempunyai pengertian manusia dengan keturunannya yang mengandung
pengertian basyar, insan, dan al-nas. Kata bani Adam terulang sebanyak 8 kali.
Diantaranya dalam surat al-A’raf/7:26,27, dan 31

2.2 Pengertian Alam


Kosmos dalam bahasa Yunani adaah mengungkapkan gagasan tetang keteraturan
harmoni dan keadilan sebagai lawan chaos. Pengkajian kosmos adalah tentang keteraturan dan
keselarasan alam semesta dengan segala isinya termasuk tata surya galaksi antara satu dan
lainnya. Kosmos kemudian menjadi cabang ilmu bernama kosmologi yang memandang alam
semesta sebagai keseluruhan yang integral. Ilmu ini berupaya membuat hipotesis mengenai
asal, ciri khas dan perkembangan alam secara fisik berdasarkan pengamatan dan metode
ilmiah.

Dalam bahasa Indonesia istilah alam merupakan unsur serapan dari bahasa Arab alam.
Kata alam berasal dalam Al-Qur’an hanya datang dalam bentuk jamak alamin, yang disebut
sebanyak 26 kali dalam 17 surat. Kata alamin dari makhluk Tuhan yang berakal atau yang
memiliki sifat-sifat makhluk yang berada. Karena itu dikenal alam malaikat, alam manusia,
alam jin, alam tumbuhan dan sebagainya. Sebaliknya tidak dikenal istilah alam batu dan alam
tanah karena tidak memenuhi kriteria tersebut. Sementara kata alam dalam arti dunia atau
kosmos, didefinisikan segala sesuatu selain Allah. Istilah alam semesta sendiri direkam dalam
Al-Qur’an dengan sebutan al Samawat wa al Ardl wa ma bainahuma (langit dan bumi dan
segala isinya). Istilah ini ditemukan dalam Al-Qur’an sebanyak 18 kali yang tergelar dalam 15
surat.

Seperti dinyatakan dalam Al-Qur’an bahwa Allah sebagai pencipta segala sesuatu
sedang bagaimana dia menciptakan tidak banyak diterangkan kecuali pokoknya saja.
Bagaimana Allah menciptakan adalah tugas manusia untuk meneliti dengan akalnya. Manusia
dengan segenap kemampuan diberi kebebasan melakukan penyelidikan dengan panca indera
dan kecerdikan akalnya. Sehubungan dengan keharusan manusia mengenal alam dengan baik,
maka Allah SWT memerintahkan dalam Surat Yunus ayat 101 :
Ilmu tentang alam adalah ilmu kuantitatif, seperti halnya sains pada umumnya. Seluruh
kenyataan diterangkan secara materialistik. Selain observasi dang penngamatan unsur penting
dalam fisis yang dilakukan dengan proses pemikiran kritis untuk mencapai hasil rasional. Para
ahli astronomi menggunakan istilah alam semesta dalam pengertian tentang ruang angkasa dan
benda-benda langit yang ada di dalamnya. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang berakal budi
dan sebagai penghuni alam semesta selalu tergoda oleh rasa ingin tahunya untuk mencari
penjelasan tentang makna dari hal-hal yang diamati.

2.2.1 Alam Semesta Tersusun Rapih, Seimbang dan Sempurna

Miliaran bintang dan galaksi dialam semesta bergerak dalam keseimbangan sempurna
pada jalur-jalur yang sudah diciptakan oleh mereka. Bintang, planet dan satelit tidak hanya
berputar pada sumbu masing-masing, tetapi juga bergerak bersama sistem sebagai bagian
intergal. Terkadang galasi yang terdiri atas 200-300 miliar bintang bergerak, melewati jalur
galaksi lain. Namun ajaibnya tidak terjadi tubrukan yang merusak keteraturan jagad raya.
Kejaiban ini wajib kita renungkan. (perhatikan firman Allah dalam QS AL-Mulk [67]:: 3-4

Nuh [71]: 15 :
Al-Furqan [25]:2 :

Istilah fine-tuning yang mulai digunakan akhir abad ke-20, mewakili kebenran yang
digunakan dalam ayat-ayat tersebut. Lebih dari seperempat abad terakhir, sejumlah besar
ilmuwan, intelektual, dan penulis telah menunjukan bahwa alam semesta bukanlah kumpulan
kebetukan belaka. Sebaliknya, jagad raya memeiliki rabcangan dan keteraturan yang luar biasa
yang disesuaikan secara ideal untuk kehidupan manusia dalam setiap detailnya.

Firman Allah:

(QS AL-An’aam [6]: 73)

Dari ayat tersebut menegaskan bahwa Allah Swt, menciptakan langit dan bumi dengan
benar, yakni dengan sungguh-sungguh dan dengan rancang bangun yang luar biasa. Bukan
dengan bermain-main. Dengan main-main saja tidak akan tercipta alam semesta ini, apalagi
hanya dengan kebetulan.
2.2.2 Proses Penciptaan Alam

Pandangan tentang proses jagad raya adalah menjadi topik sentral yang dikemukakan
oleh para kosmolog sejak masa klasik hingga modern. Kaum Stoa menyatakan bahwa di dalam
wujud ini yang ada hanyalah materi. Tiap-tiap wujud tersusun dari dua unsur, pasif dan aktif.
Unsur aktif adalah kekuatan yang memberi gerak dan semua bentuk pada materi. Kekuatan
tersebut adalah api, lalu api bergerak dan sebagian berubah jadi udara, sebagian berubah jadi
air dan sebagian lagi berubah jadi debu. Segala sesuatu akan kembali menjadi api dan kembali
lagi seperti semula. Tuhan adalah alam itu sendiri dan alam ini adalah jasad Tuhan.

Sampai sekarang dalam menjelaskan kejadian alam semesta, para kosmolog masih
berpegangan pada teori “BB”. Pecahan inilah yang akan menjadi bintang-bintang dan galaksi.
Karena pemuaian alam, galaksi bergerak saling menjauhi dan akan terus bergerak pandangan
ini diperkuat oleh observasi radio-astronomi ArnoPenzias (L. 1933) pemenang nobel 1978 dan
Robert Wilson (L. 1936) pada tahun 1964 mengungkapkan adanya gelombang mikro yang
meluncur ke bumi dari segala penjuru alam yang tersisa dari peristiwa “BB” pada saat yang
sama Bob Dicke (L. 1916) menemukan gelombang radiasi serupa kilatan peninggalan era “BB”
yang terdeteksi melalui gelombang mikro bersuhu -2700C yang sampai saat ini membanjiri
kosmos. Sedangkan dalam Al-Qur’an, berkenaan dengan sains sekarang ini yang masna telah
dikaji oleh para ilmuwan, mereka telah dapat mengidentifikasi enam tahap proses alam semesta
sebagaimana diilustrasikan oleh Al-Qur’an sendiri, yaitu :

 Tahap pertama, sejak penciptaan sampai suhu kosmos menjadi seratus juta-juta-juta-
juta-juta derajat. Dalam tahap ini seluruh kosmos yang terdiri dari ruang, materi, dan
radiasi ditentukan interaksinya, sifat serta kelakuannya.
 Tahap kedua, sejak berakhirnya tahap pertama sampai suhu kosmos turun hingga
mencapai seratus ribu juta derajat. Kerapatan materi dalam alam semesta adalah empat
juta ton tiap lliter. Dalam tahap ini penyusun nuklir yaitu penyusun inti-inti atom telah
tertentu jumlahnya.
 Tahap ketiga, sejak berakhirnya tahap kedua sampai suhu kosmos tinggal seribu juta
derajat dan kerapatan materinya tinggal dua puluh kilo gram per liter. Dalam tahap ini
muatan kelistrikan di alam semesta telah ditetapkan.
 Tahap keempat, sejak berakhirnya tahap ketiga sampai suhu kosmos berada dibawah
seratus juta derajat. Kerapatan materinya tinggal sepersepuluh kilo gram tiap liter.
Dalam tahap ini telah dimulai penyusunan inti-inti atom, kecuali itu, pada waktu itu
kemungkinan terjadinya pengelompokkan-pengelompokkan materi sebagai akibat dari
adanya ketidak seragaman lokal yang nantinya akan berevolusi menjadi galaksi-
galaksi.
 Tahap kelima, sejak berakhirnya tahap keempat sampai mulainya terbentuk atom-atom,
sehingga elektron bebas dalam kosmos menjadi sangat berkurang jumlahnya. Dalam
tahap ini cahaya mengisi seluruh ruang kosmos.
 Tahap keenam, ketika kabut materi yang terdiri dari atom-atom mulai mengumpul dan
membenuk bintang-bintang dan galaksi. Diantara bintang-bintang ini terdapat matahari
yang diputari oleh bumi dan planet-planet.

2.2.3 Sunnatullah dan Hukum Alam

Sunnatullah berarti tradisi Allah dalam melaksanakan ketetapan-Nya sebgai Rabb yang
terlaksana di alam semesta atau dalam bahasa akademis disebut hukum alam. Sunnah atau
ketetapan Allah antara lain :

1. Selalu ada dua kondisi saling ekstrem (surga-neraka, benar-salah, baik-buruk).


2. Segala sesuatu diciptakan berpasangan (dua entitas atau lebih). Saling cocok
maupun saling bertolakan.
3. Selalu terjadi pergantian dan perubahan antara dua kondisi yang saling berbeda.
4. Perubahan, penciptaan maupun penghancuran selalu melewati proses.
5. Alam diciptakan dengan keteraturan.
6. Alam diciptakan dalam keadaan seimbang.
7. Alam diciptakan terus berkembang
8. Setiap terjadi kerusakan di alam manusia, Allah mengutus seorang utusan untuk
memberi peringatan atau memperbaiki kerusakan tersebut.
9. Adanya kelahiran dan kematian.

Sunnatullah terdiri dari dua suku kata, yaitu sunnah dan Allah. Sunnah artinya
kebiasaan. Jadi sunnatullah adalah kebiasan-kebiasaan atau ketetaoan-ketetapan Allah. Kata
sunnatullah dan yang sejenisnya seperti sunnatuna, sunnatu al-awwalin, terulang sebanyak tiga
belas kali dalam Al-Qur’an. Sunnatullah terdiri dari dua macam, yaitu :

1. Sunnatullah Qauliyah, adalah sunnatullah yang berupa wahyu yang tertulis


dalam bentuk lembaran atau dibukukan, yaitu Al-Qur’an.
2. Sunnatullah Kauniyyah, adalah sunnatullah yang tidak tertulis dan berupa
kejadian atau fenomena alam. Contohnya, matahari terbit dari ufuk timur dan
tenggelam di ufuk barat.

Kedua sunnatullah tersebut memiliki persamaan, yaitu :


 Kedua-duanya berasal dari Allah SWT.
 Kedua-duanya dijamin kemutlakkannya.
 Kedua-duanya tidak dapat diubah atau diganti dengan hukum lainnya.

Wujud dan ciri-ciri sunnatullah adalah :


A. Hukum yang diwahyukan ditulis. Hukum tertulis ini diwahyukan Allah kepada
para Nabi atau Rasul, ysitu Kitab Suci dengan ciri-ciri:
a) Melibatkan manusia dengan hak pilihnya (yang baik dan yang buruk).
b) Time respons-nya (cepat reaksi waktunya) panjang, mungkin lebih
panjang dari usia manusia, bahkan sampai di akhirat, oleh karena itu
perlu iman/percaya.
B. Hukum yang tidak diwahyukan/tidak tertulis
Hukum yang tidak diwahyukan kepada para Nabi atau Rasul, dengan ciri:
a) Tidak melibatkan manusia dalam proses berlakunya.
b) Time respons-nya pendek, lebih pendek dari manusia.
c) Dapat dibuktikan dengan pengamatan manusia dan dengan jalan
eksperimen.

Bentuk-bentuk sunnatullah :

1. Karhan (terpaksa). Sunnatullah yang berbentuk karhan ini banyak bersifat


lahiriah. Sunnatullah yang berbentuk karhan ini taat dan patuh karena
mereka terpaksa. Kalau tidak patuh balasan atau kebinasaannya datang
segera. Contoh : makan dan minum melalui mult, bernafas melalui hidung.
Tidak sebaliknya.
2. Tau’an. Sunnatullah yang berbentuk Tau’an banyak yang bersifat rohaniah
dan maknawiah. Sunnatullah ini contohnya manusia boleh memilh antara
taat atau ingkar. Berbeda debgan Karhan yang apabila dilanggar akan
menyebabkan sakit atau binasa dalam waktu cepat, sunnatullah Tau’an
apabila dilanggar akibatnya ditangguhkan.
2.3 Hubungan Manusia dan Alam dalam Islam

Islam sebagai agama wahyu merupakan acuan peripurna untuk seluruh aspek
kehidupan bagi setiap muslim. Pada dasarnya setiap muslim yang memahami Al-Qur’an dan
Sunnah dengan tetap dan benar, meyakini bahwa kedua sumber tersebut memberikan skema
kehidupan yang sangat jelas, maka masyarakat yang harus dibangun oleh setiap muslim adalah
masyarakat yang tunduk pada kehendak Ilahi, sehingga dapat diklasifikasikan tentang yang
baik dan yang buruk juga tentang yang benar dan yang salah, yang boleh dan yang terlarang.

Pada hakikaytnya syariat Islam bertujuan untuk membangun kehidupan manusia


berdasarkan nilai-nilai kebajikan (ma’rufat), dan membersihkannya dari berbagai kejahatan
(munkarat). Syariat Islam bukan hanya menunjukkan apa yang termasuk dalam ma’rufat dan
apa yang tergolong munkarat, melainkan juga menentukan skema kehidupan untuk
menumbuhkan ma’rufat dan apa yang tergolong munkarat tidak meracunkan kehidupan
manusia. Al-Qur’an dan Sunnah selalu meminta agar manusia mengisi hidupnya dengan
bekerja mempertahankan kehidupannya, yaitu dengan memanfaatkan apa yang telah Allah
ciptakan baginya di muka bumi ini. Dari pandangan Islam, hanya pekerjaan baik dan amal
saleh yang akan mendapatkan pahala.

Hubungan manusia terhadap alam adalah sebagai pemanfaat, dan bukan sebagai
saingan. Tidak seharusnya manusia mengeksploitasi alam. Manusia diperintahkan untuk
memerankan fungsi kekhalifahannya yaitu kepedulian, pelestarian, dan pemeliharaan. Berbuat
adil dan tidak bertindak sewenang-wenang kepada semua makhluk sehingga hubungan yang
selaras antara manusia dan alam mampu memberikan dampak positif bagi keduanya. Oleh
karena itu manusia diperintahkan untuk mempelajari dan mengembangkan pengetahuan alam
guna menjaga keseimbangan alam dan meningkatkan keimanan kepada Allah SWT. Itu
merupakan salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah AWT. Hubungan keduanya menurut
ajaran Al-Qur’an maupun Sunnah merupakan hubungan yang dibingkai dengan aqidah, yaitu
konsep kemakhlukkan yang sama-sama tunduk dan patuh kepada al Khaliq yang diatur dan
akhirnya semua kembali kepada-Nya. Dalam konsep kemakhlukkan ini manusia memperoleh
konsesi dari Yang Maha Pencipta untuk memperlakukan alam sekitarnya dengan dua macam
tujuan, yaitu :
1. Al Intifa’ (pendayagunaan), baik dalam arti mengkonsumsi langsung maupun
dalam arti memproduksi.
2. Al I’tibar (mengambil pelajaran), terhadap fenomena yang terjadi dari hubungan
antara manusia dengan alam sekitarnya, maupun hubungan antara alam itu
sendiri (ekosistem), baik yang berakibat konstruktif (ishlah) maupun yang
berkabiat destruktif (ifsad).
3. Dalam sejarah Islam, pada waktu terjadi pembebasan kota Mekkah (Fathu
Makkah), kekhawatiran akan terjadinya tindakan-tindakan yang merusak
lingkungan alam di tanah haram itu dengan cepat diantisipasi oleh Nabi SAW.
Beliau melarang perburuan binatang dan mencabut rerumputan di tanah haram.
Kebijakan ini sangat relevan dengan kondisi alam di tanah haram yang miskin
lingkungan nabati dan hewani. Bahkan sampai sekarangpun perlindungan flora
dan fauna disana masih terus berlaku, dan dikaitkan dengan prinsip ibadah haji
atau umrah.
Bab III

Penutup

3.1 Kesimpulan

Allah menciptakan manusia dalam keadaan yang paling sempurna dibandingkan


makhluk lainnya. Karena itu Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi. Status
manusia sebagai khalifah , dinyatakan dalam Surat All-Baqarah ayat 30. Allah menciptakan
seorang khalifah atau wakil bagi diri-Nya dari tanah liat kering. Dan kemudian ia tiupkan
sebagian dari ruh-Nya sendiri pada acuan tanah liat itu dan kemudian kemudian lahirlah
manusia. Untuk mengaktualisasilkan potensi-potensinya dan untuk memanfaatkan serta
mempertahankan keunggulan manusia, mereka hendaklah menyadari akan keberadaan dirinya
di dunia, bahwa mereka diciptakan oleh Allah tidak lain ialah supaya beribadah kepada-Nya
(QS Al-Dzariyat [51]: 56) dan menjadi khalifah-Nya (QS Al-Baqarah [2]: 30). Hubungan
manusia terhadap alam adalah sebagai pemanfaat, dan bukan sebagai saingan. Tidak
seharusnya manusia mengeksploitasi alam. Manusia diperintahkan untuk memerankan fungsi
kekhalifahannya yaitu kepedulian, pelestarian, dan pemeliharaan. Berbuat adil dan tidak
bertindak sewenang-wenang kepada semua makhluk sehingga hubungan yang selaras antara
manusia dan alam mampu memberikan dampak positif bagi keduanya.

3.2 Saran

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya dan memberikan suatu
dorongan kepada para pembaca untuk selalu beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Serta
selalu menjaga alam tempat tinggal kita ini, sebagai wujud rasa syukur kita kepada Allah SWT
yang telah menciptakan alam semesta ini.

Penulis mengakui bahwa dalam makalah ini masih banyak sekali kata-kata yang salah
dan tidak benar, untuk itu penulis berharap kritik dan saran sangat penulis harapkan, karna akan
menjadi suatu pacuan untuk penulis sendiri. Dan penulis ucapkan Terima Kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu menyelesaikan Makalah ini.
Daftar Pustaka

Razak, Yusron, MA. 2009. Pendidikan Agama. Jakarta : LSA.

Modul Pendidikan Agama Islam Berbasis Karakter, Jakarta : Penerbit PT RajaGrafindo


Persada Syafe’i Imam, Ruswanto, Rodliyah nunung dkk, 2012.

Anda mungkin juga menyukai