Anda di halaman 1dari 20

ALIRAN FILSAFAT HUMANISME

DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING


Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Filsafat Ilmu Bimbingan dan Konseling
Dosen Pengampu: Aam Imaddudin, M.Pd

Oleh :

1. DEA HANUPA (C1986201026)


2. RAYSABILLA SALMAA E P (C1986201023)
3. SOPHIA RAHMA KAMILA (C1986201072)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH TASIKMALAYA
2019

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. Yang maha pengasih, maha
penyayang, serta maha mengetahui yang telah memberikan rahmat kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “HUMANISME”

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai sumber buku maupun dari pihak – pihak tertentu yang memiliki
pengetahuan di bidangnya. Untuk itu kami ucapkan terimakasih kepada pihak yang
telah membantu saya dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami
ini masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun kata bahasanya.
Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan saran dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata berharap semoga makalah tentang humanisme ini dapat


memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Tasikmalaya, 09 Desember 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah......................................................................................1


B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan Makalah..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Filosofi Pendidikan Humanisme.........................................................................3
B. Pandangan Konseling Humanistik Tentang Manusia.........................................7
C. Proses Konseling Humanistik.............................................................................8
D. Tujuan Konseling Humanistik............................................................................11
E. Implikasi Teori Humanistik dakam Proses Pembelajaran..................................11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................................13
B. Saran....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hakikat konseling humanistik menekankan renungan filosofi tentang
apa artinya menjadi manusia. Psikolog humanistik mencoba untuk melihat
kehidupan manusia sebagaimana manusia itu sendiri melihat kehidupan
mereka. Manusia memiliki kemampuan untuk berfikir secara sadar dan
rasional dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta dalam meraih
potensi maksimal mereka. manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan
perbuatan mereka sendiri serta mempunyai kebebasan dan kemampuan
untuk mengubah sikap dan perilaku mereka sendiri. Pendekatan eksistensial
humanistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Pada
konseling eksistensial-humanistik yang paling diutamakan adalah
hubunganya dengan klien. Proses konseling dengan pendekatan humanistik
sangat memperhatikan hubungan terapeutik dengan melihat konselor dan
klien sebagai manusia. Proses dan hasil konseling dalam intervensi
humanistik adalah aspek yang sangat terkait dan saling melengkapi. Tujuan
dari konseling adalah agar klien menyadari keberadaannya secara otentik.
Meluaskan kesadaran diri klien agar bisa mengambil suatu pilihan yang
bebas dan bertanggung jawab. Membantu klien agar mampu menghadapi
kecemasan sehubungan dengan keputusan pilihannya dan menerima
kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekadar korban kekuatan-kekuatan
pengaruh dari luar dirinya. Intinya bagaimana seorang konselor bisa
memanusiakan manusia dengan memanfaatkan segala potensi yang ada di
dalam dirinya.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Filosofi Pendidikan Humanisme?
2. Bagaimana Pandangan Konseling Humanistik Tentang Manusia?
3. Bagaimana Proses Konseling Humanistik?
4. Apa Tujuan Konseling Humanistik?
5. Bagaimana Implikasi Teori Humanistik dalam Proses Pembelajaran?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk Mengetahui Apa Yang Dimaksud Dengan Filosofi Pendidikan
Humanisme
2. Untuk Mengetahui Apa Yang Dimaksud Dengan Pandangan Konseling
Humanistik Tetang Manusia
3. Untuk Mengetahui Apa Yang Dimaksud Dengan Proses Konseling
Humanistik
4. Untuk Mengetahui Apa Yang Dimaksud Dengan Tujuan Konseling
Humanistik
5. Untuk Mengetahui Apa Yang Dimaksud Dengan Implikasi Teori
Humanistik dakam Proses Pembelajaran

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Filosofi Pendidikan Humanisme
Pada akhir tahun 1940-an muncul perpestif psikologi baru. Perang pecah di
tahun 1960-an, dunia merasa terdorong untuk lebih memahami sifat
kemanusiaan. Pandangan humanistik menginisiasi sebuah mekanisme untuk
memahami apa memang individu lebih cenderung ingin melibatkan diri dalam
konflik atau mewujudkan perdamaian. Kemudian muncul pemikiran
bagaimana secara humanis dibangun mekanisme untuk mereduksi semangat
memancing konflik ke menciptakan perdamaian.
Dalam dunia pendidikan, aliran humanistik muncul pada tahun 1960 sampai
dengan 1670-an dan mungkin perubahan-perubahan dan inovasi yang terjadi
selama dua decade yang terakhir pada abad ke-20 ini pun juga akan menuju
pada arah ini.psikologi humanistic menekankan kebebasan personal, pilihan,
kepekaan, dan tanggung jawab personal.
Orang–orang yang terlibat dalam penerapan psikologilah yang berjasa
dalam perkembangan ini, misalnya ahli-ahli psikologi klinik, pekerja-pekerja
social dan konselor, bukam merupakan hasil penelitian dalam bidamg proses
belajar. Gerakan ini berkembang, dan kemudian dikkenal sebagai psikologi
humanistic, eksistensial, perseptual, atau fenomenologikal. Psikologi ini
berusaha untuk memahami perilaku seseorang dari sudut si pelaku (behaviour),
bukan pengamat (observer).
Psikologi humanistik memfokuskan pada prestasi, motovasi, prasaan, dan
kebutuhan akan umat manusia. Tujuan pendidikan menurut orientasi ini adalah
aktualisasi diri individual. Akhir dari perkembangan pribadi manusia adalah
aktualisasi diri, mampu mengembangkan potensi secara utuh, bermakna, dan
bermanfaat bagi lingkungan. Belajar menurut pandangan humanistic
merupakan fungsi dari keseluruhan pribadi manusia yang melibatkan faktor

3
intelektual dan emosional, motivasi belajar harus datang dari dalam diri anak
itu sendiri. Di daklam pembelajaran, terjalin hubungan interpersonal dengan
menerima siswa sebagai seorang pribadi yang memiliki kemampuan dan guru
berperan sebagai partisipan dalam proses belajar bersama.
Humanisme merupkan aliran flsafat yang menempatkan kebebasan manusia
dalam berfikir, bertindak, dan bekerja. Epistemologi humanisme menekankan
pada kemampuan rasionalitas manusia dengan segala otoritasnya. Munculnya
humanisme sebangai gerakan pemikiran yang bersumber pada keinginan
manusia untuk mengembalikan fitrah kemanusiaan sebagai makhluk yang
otonom. Kemampuan rasionalitas dan kemerdekaan berfikir manusia sebagai
kemampuan dasar alami manusia. Humanisme berarti martabat (dignity) dan
nilai (value) dari setiap manusia, dan semua upaya untuk meningkatkan
kemampuan-kemampuan alamiahnya secara penuh. Kemuliaan manusia sendiri
terletak dalam kebebasannya untuk menetukan pilihan sendiri dan dalam
posisinya sebagai penguasa atas alam. Gagasan ini mendorong munculnya
sikap pemujaan tindakan terbatas pada kecerdasan dan kemampuan inidividu
dalam segala hal.
Konsep pemikiran filsafat psikologi humanistik yang dikemukakan oleh
filsuf humanis meilputi pandangan tentang hakikat manusia, pandangan
tentang kebebasan dan otonomi manusia, konsep diri (self concept), dan diri
individu, dan serta aktualisasi diri. Konsep pemikiran tersebut akan diuraikan
sebagai berikut.
1. Pandangan tentang hakikat manusia
Hakikat Manusia dalam pandangan filsuf humanistik adalah manusia
memiliki hakikat kebaikan dalam dirinya. Dalam hal ini manusia berada
dalam lingkungan yang kondusif bagi perkembangan potensialitas dan
diberi kebebasan untuk berkembang, maka mereka akan mampu
mengaktualisasikan atau merealisasikan sikap dan perilaku yang
bermanfaat bagi dirinya sendiri dan lingkungan masyarakat.

4
2. Pandangan tentang kebebasn dan otonomi manusia
Penganut aliran humanistik memberikan pandangan bahwa setiap manusia
memiliki kebebasan dan otonomi memberikan konsekuensi langsung pada
pandangan terhadap individualitas manusia dan potensialitas manusia.
Individualitas manusia yang unik dalam diri setiap pribadi harus di hormati.
Berdasarkan pandangan ini, salah satu upaya pengembangan sumber daya
manusia yang perlu dilakukan dalam proses pendidikan untuk mencapai
hasil yang maksimal adalah pemberian kesempatan pada seseorang untuk
berkembang sesuai aspek-aspek yang ada dalam diri individu.
3. Pandangan tentang diri (self) dan konsep diri (self concept)
Penganut filsafat humanis merupakan pusat kepribadian yang
pengembangannya dapat dipenuhi melalui proses aktualisasi potensi-
potensi yang dimiliki seseorang. Diri (self) yang ada dalam diri seseorang
digambarkan sebagai jumlah keseluruhan yang utuk dalam diri individu
yang dapat membedakan diri seseorang dengan orang lain. Dalam diri (the
self) seseorang terdapat prasaan, sikap, kecerdasan, intelektual, kecerdasan
emosional, kecerdasan spiritual, dan karakteristik fisik. Konsep diri (self
concept) merupakan keseluruhan persepsi dan penilaian subjektif yang
memiliki fungsi menentukan tingkah laku dan memiliki pengaruh yang
cukup besar untuk tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan perkembangan
individu merupakan potensialitas individu untuk aktualisasi diri.
Aktualisasi diri merupakan kemampuan manusia menghadirkan diri secara
nyeta. Aktualisasi diri terwujud dalam diri manusia untuk memperoleh
pemenuhan diri (self fulfilment) sesuai dengan potensi-potensi yang
dimilikiya. Dengan aktualisasi diri, manusia mampu mengembangkan
keunikan kemanusiaannya guna meningkatkan kualitas kehidupan serta
dapat mengubah situasi kearah lebih baik.
Belajar menurut pandangan humanisme merupakan fungsi
keseluruhan pribadi manusia yang melibatkan factor intelektual dan

5
emosional, motivasi belajar harus datang dari diri anak itu sendiri. Proses
belajar-mengajar menekankan pentingnya hubungan interpersonal,
menerima siswa sebagai partisipan dalam proses belajar bersama.
Pandangan utama aliran filsafat humanisme ini adalah proses pendidikan
berpusat pada murid. Dalam hal ini, peran guru dalam proses pendidikan
sebagai fasilitator dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik pada
pembelajaran penemuan (inquiry) yang bersifat mandiri. Guru yang
humanistik ini mampu mendorong para siswanya untuk belajar penemuan
dan saintifik.
Pendidikan yang humanis menekankan bagaimana menjalin
komunikasi dan relasi personal antara pribadi-pribadi dan antarpribadi dan
kelompok di dalam komunitas sekolah. Mendidik yang efektif pada
dasarnya merupakan kemampuan seseorang menghadirkan diri sedemikian
sehingga pendidik memiliki relasi bermakna pendidikan dengan para
peserta didik, sehingga mampu menumbuhkembangkan diri menjadi
pribadi dewasa dan matang.
Teori ini dipandang sebagai teori sederhana dan telah menjadi popular,
serta topik favorit di dalam keseluruhan seni membantu diri sendiri atau
self help. Selain itu, perjuangan umat manusia untuk memperoleh
pemahaman yang lebih besar akan arti hidup serta eksistensinya merupakan
landasan konflik abadi dalam panggung dan seni kehidupan. Premis
psikologi humanistik sederhana. Pemikiran yang sederhana atau
menyederhanakan pikiran tentang esensi kesadaran manusia yang menjadi
sumber penentangan aliran ini. Penganut humanis memiliki keyakinan ini
sebagai aspek yang paling signifikan mengenai seseorang seperti berikut
ini.
1. Humanis menekankan kondisi sekarang, bukan memeriksa masa lalu
atau mencoba untuk memprediksi masa depan.

6
2. Individu secara mental sehat, memiliki tanggung jawab pribadi atas
tindakannya, tidak peduli apakah tindakan tersebut positif atau
negative.
3. Setiap orang secara inheren ingin dan berniat untuk berbuat baik.
Walaupun, tindakan tertentu yang dilakukannya mungkin negative atau
ditafsirkan negative, tindakan itu tidak membatalkan nilai mereka
secara pribadi.
4. Tujuan akhir hidup adalah untuk mencapai pertumbuhan dan
pemahaman pribadi bahagia. Individu secara konstan berusaha
memahami dan memperbaiki diri menuju yang terbaik.
B. Pandangan Konseling Humanistik Tetang Manusia
Konseling dengan pendekatan humanistik berfokus pada kondisi
manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada
suatu pemahaman atas manusia. Humanistik memandang manusia sebagai
makhluk yang memiliki otoritas atas kehidupan dirinya. Manusia bebas untuk
menjadi apa dan siapa sesuai keinginannya. Manusia adalah makhluk hidup
yang menentukan sendiri apa yang ingin dia lakukan dan apa yang tidak ingin
dia lakukan, karena manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab atas
segala apa yang dilakukannya. Asumsi ini menunjukkan bahwa manusia adalah
makhluk yang sadar, mandiri, aktif yang dapat menentukan (hampir) segalanya
aktivitas kehidupannya. Manusia adalah makhluk dengan julukan “the self
determining being” yang mampu sepenuhnya menentukan tujuan-tujuan yang
paling diinginkannya dan cara-cara mencapai tujuan itu yang dianggapnya
paling benar dan paling tepat tepat.
Konselor teori humanistik, termasuk Bugental, Rogers, dan Maslow,
penentuan nasib sendiri bagian berharga dari klien. Mereka menekankan
pentingnya konselor menemukan potensi kliennya yang unik. Mereka percaya
pada pentingnya memfasilitasi klien untuk memahammi diri mereka sendiri
berkenaan dengan potensi yang unik ini dari diri mereka. Misalnya, dengan

7
mendorong klien untuk melihat ke dalam dan untuk menjelajah ke wilayah
yang tidak dikenal dalam rangka menyadari potensi yang belum
dimanfaatkannya.
Artinya apapun keputusan yang diambil oleh klien konselor wajib
menghargai setiap keputusannya itu, karna pada prinsipnya segala keputusan
yang diambil oleh klien adalah tanggung jawabnya. Dialah yang akan
menjalani setiap keputusan yang telah diambilnya. Namun konselor disini tetap
memberikan arahan pada potensi yang dimiliki oleh klien yang barangkali
potensi yang dimilikinya itu tidak disadari.
Bohart (2003) menegaskan bahwa dalam konseling humanistik, terapis,
memiliki jawaban, "harus menjadi ahli dalam sebuah proses". Dalam proses
konseling, konselor berusaha untuk berorientasi menjadikan klien dengan gaya
interpersonal yang mengakomodasi preferensi atau proses pembangunan klien
(Scholl, 2002).
C. Proses Konseling Humanistik
Pendekatan eksistensial humanistik tidak memiliki teknik-teknik yang
ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur terapeutik bisa diambil dari
beberapa pendekatan terapi lainnya. Metode-metode yang berasal dari terapi
Gestah dan Analisis Transaksional sering digunakan, dan sejumlah prinsip dan
prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan ke dalam pendekatan eksistensial
humanistik.
Pada konseling eksistensial-humanistik yang paling diutamakan adalah
hubungannya dengan klien. Kualitas dari dua orang yang saling bertatap muka
dalam situasi konseling merupakan stimulus terjadinya perubahan-perubahan
yang positif. Atau konseling sering juga dikonseptualisasikan sebagai dialog
antara individu dengan individu. Namun, proses konseling, apa yang
sebenarnya terjadi, atau tidak, selama dan antara sesi, mungkin sama atau lebih
penting untuk pertumbuhan, penyembuhan, atau perubahan klien (Crits-
Christoph, Gibbons, & Mukherjee, 2013). Proses adalah lebih dari sekedar

8
teknik, atau cara konseling. Ini adalah "sifat hubungan antara berinteraksi
individu" dalam hal ini, konselor dan klien (s). Ini adalah apa yang terjadi dan
tidak terjadi di dalam dan antara sesi.
Pribadi konselor, pandangan klien terhadap konselor , dan hubungan
mereka adalah pusat untuk proses konseling dan hasil dalam konseling
individu dan kelompok. Bohart (2003) menegaskan bahwa dalam konseling
humanistik, terapis, memiliki jawaban, "harus menjadi ahli dalam sebuah
proses". Dalam proses konseling, konselor berusaha untuk berorientasi
menjadikan klien dengan gaya interpersonal yang mengakomodasi preferensi
atau proses pembangunan klien (Scholl, 2002).
Konselor teori humanistik, termasuk Bugental, Rogers, dan Maslow,
penentuan nasib sendiri bagian berharga dari klien. Mereka menekankan
pentingnya konselor menemukan potensi kliennya yang unik. Mereka percaya
pada pentingnya memfasilitasi klien memahammi diri berkenaan dengan
potensi yang unik ini. Misalnya, Bugental dikenal dengan mendorong klien
untuk melihat ke dalam dan untuk menjelajah ke wilayah yang tidak dikenal
untuk menyadari potensi yang belum dimanfaatkannya.
Bohart (2003) menekankan lembaga atau self-efficacy dari klien,
menggambarkan proses konseling sebagai salah satu ciptaan bukannya
memperbaiki kerusakan. Lebih khusus, klien mensintesis pengalaman lama
dengan cara baru untuk bergerak di luar cara-cara lama menjadi dan untuk
mengaktualisasikan potensi yang belum direalisasi. Akhirnya, sebagai bagian
alami dari proses konseling humanistik, klien mensintesis keganjilan dalam
kepribadiannya menjadi satu kesatuan yang lebih kongruen dan fungsional.
Proses konseling dengan pendekatan humanistik sangat memperhatikan
hubungan terapeutik dengan melihat konselor dan klien sebagai manusia.
Proses dan hasil konseling dalam intervensi humanistik adalah aspek yang
sangat terkait dan saling melengkapi. Hasil konseling dapat mencakup hasil
klien serta hasil penelitian. Hasil klien difokuskan pada kebutuhan spesifik dari

9
klien, hasil penelitian cenderung berfokus pada hasil yang digeneralisasikan.
Ketika mempertimbangkan proses, hasil, atau penelitian, konselor humanistik
berupaya untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip humanisme ke dalam semua
aspek dari praktek.
Hansen (2012) telah menunjukkan bahwa banyak praktisi konseling
telah disterilkan praktek terapi dengan klien. Hansen (2012) menunjukkan
bahwa konselor mengintegrasikan humaniora ke dalam hubungan konseling
dengan klien. Masing-masing pernyataan Hansen (2012) bergantung pada
tesisnya bahwa berbagai perspektif pendekatan reduksionisme konseling
mengalahkan ini.Filsafat Humanisme sebagian besar fenomenologis dimana
manusia diberikan kapasitas untuk menafsirkan dia atau realitasnya, termasuk
fenomena di dalamnya.
Hansen (2012) dalam perluasan humanistik, ia memperingatkan
konselor untuk menolak praktek-praktek yang tidak memaksimalkan
kompleksitas subjektif dalam pekerjaan mereka dan dalam kapasitas klien
mereka. Sebagai antitesis, saya berpendapat bahwa alat-alat ilmu tertentu
dapat berguna untuk konselor, termasuk metodologi penelitian kuantitatif,
penilaian diagnostik, dan praktek konseling protocoldriven. Untuk
mempertahankan semangat humanisme, segala bentuk konten konseling harus
dipahami sebagai suatu sistem yang kompleks. Selanjutnya, interpretasi
individu klien dan signifikansi adalah yang utama, bahkan jika itu
menyimpang dari hasil yang dimaksud seharusnya oleh seorang konselor.
D. Tujuan Konseling Humanistik
Menurut Gerald Corey (2010) ada beberapa tujuan konseling
Eksistensial humanistik yaitu:
1. Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar
atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka
diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya. Keotentikan sebagai

10
“urusan utama psikoterapi” dan “nilai eksistensial pokok”. Terdapat tiga
karakteristik dari keberadaan otentik :
a. Menyadari sepenuhnya keadaan sekarang
b. Memilih bagaimana hidup pada saat sekarang
c. Memikul tanggung jawab untuk memilih.
2. Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan
kesanggupan pilihannya yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas
arah hidupnya.
3. Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan
tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari
sekadar korban kekuatan-kekuatan deterministic di luar dirinya.
E. Implikasi Teori Humanistik dakam Proses Pembelajaran
Guru humanistik menekankan kreativitas dan inovasi pada lingkungan
pendidikan yang membantu perkembangan diri, bekerja sama, dan
berkomunikasi positif dengan siswa, karena percaya bahwa kondisi ini akan
membantu siswa belajar lebih keras. Carol berkomitmen pada pemberdayaan
siswa dengan memberikan mereka kesempatan membentuk pengalaman-
pengalaman belajar. Sebagaimana dia mengajukan pertanyaan “saya
mendorong para siswa untuk memberi saya umpan balik tentang bagaimana
perasaan di kelas?” mereka harus merasa baik/enak mengenai diri mereka
sendiri sebelum mereka dapat belajar. Dia menyadari bahwa siswa harus
membantu kami (para guru) merencanakan kegiatan kelas. Ia telah belajar
untuk mengajukan pertanyaan mengenai apa yang menarik bagi mereka “apa
yang ingin kamu lakukan?” “bagaimana kamu ingin melakukan itu?”.
Inti dari pengajaran Carol menyatakan bahwa diskusi kelas dapat
mendorong siswa untuk berbagi gagasan dan perasaan-perasaan mereka
mengenai subjek yang ada secara terbuka. Interaksi Carol dengan para
siswanya memperlihatkan keterampilan dia dalam menciptakan suatu
lingkungan percakapan yang membuat siswa merasa aman dan kontributif.

11
Selama pembahasan, Carol menyimak secara saksama terhadap para siswa dan
sering kali mengutarakan kembali gagasan-gagasan mereka. Ia sering kali
merespons dengan frasa pendek yang menunjukkan dukungan dan dorongan
pada para siswa untuk melanjutkan pembahasan tersebut, seperti respons
berikut ini: “O begitu …” “maukah kamu mengatakan lebih banyak mengenai
hal itu ..” “itu gagasan yang menarik, ceritakan lebih banyak lagi.”
F. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
Langkah-langkah pembelajaran pendekatan humanisme menekankan
pentingnya emosi atau perasaan, komunikasi terbuka, dan nilainilai yang
dimiliki oleh setiap siswa. Untuk itu, metode pembelajaran humanistik
mengarah pada upaya untuk mengasah nilai-nilai kemanusiaan siswa. Sehingga
para pendidik diharapkan dalam pembelajaran lebih menekankan nilai-nilai
kerjasama, saling membantu, dan menguntungkan, kejujuran dan kreativitas
untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran sehingga menghasilkan suatu
proses pembelajaran yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan hasil belajar
yang dicapai siswa. Menyusun materi pengajaran, kegiatan belajar, atau situasi
belajar, jangan memandang kepada guru dari seginya sendiri, akan tetapi harus
dipandang kepadanya dari segi murid yang ditujukan kepadanya proses belajar.
Dengan demikian pengajaran akan mempunyai bekas yang kekal dalam diri
anak didik. Dalam pada itu, metode-metode pembelajaran yang humanis antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Guru menyediakan/memberikan sumber salah satu strategi mengajar dalam
pendidikan humanis adalah memberi siswa dengan berbagai macam sumber
yang dapat mendukung dan membimbing pengalaman belajar mereka. Sumber-
sumber tersebut dapat meliputi materi pengajaran yang biasa, seperti buku,
bimbingan referensi, dan alat-alat bantuan listrik (misalnya kalkulator,
komputer).
2. Simulasi penekanan dalam metode simulasi adalah pada kemampuan siswa
untuk berimitasi sesuai dengan objek yang diperankan. Pada titik finalnya

12
diharapkan siswa mampu untuk mendapatkan kecakapan bersikap dan
bertindak sesuai dengan situasi sebenarnya. Dalam simulasi apa yang
didemonstrasikan harus memiliki pesan moral yang sesuai dengan tingkatan
cara berfikir siswa, sehingga pemahaman mereka terhadap kejadian yang
diperagakan tidak terhalang oleh apresiasi dan imajinasi mereka. Penekanan
dalam simulasi (pendemonstrasian) harus disesuaikan dengan para pelakunya.
Pembinaan kemampuan bekerja sama, komunikasi, dan interaksi merupakan
bagian dari keterampilan yang akan dihasilkan melalui pembelajaran simulasi.
Menggunakan kontrak belajar Learning contracts (kontrak belajar) merupakan
metode pembelajaran individual untuk mengembangkan tanggung jawab siswa.
Metode ini memungkinkan percepatan individu sehingga siswa dapat belajar
pada tingkat di mana mereka bisa menguasai suatu materi. Kontrak belajar
dapat didesain sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar dengan materi
atau bahan yang mengandung konsep dan pengetahuan yang cocok dengan
kecakapan mereka dan pengalamannya. Metode ini memfokuskan pada
individu, namun demikian kontrak belajar juga memberikan keuntungan bagi
siswa untuk bekerja pada kelompok kecil. Metode kontrak belajar dapat sangat
memotivasi siswa, yaitu membuat siswa menjadi makin mandiri, belajar
menggunakan sumber atau referensi untuk kepentingan mereka, bangga akan
kemampuannya untuk mengajar diri mereka sendiri dan berbagi pembelajaran
baru dengan yang lainnya.
4. Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang
menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan
menemukan sendiri jawaban yang sudah pasti dari suatu masalah yang
dipertanyakan. Metode inkuiri memberikan keuntungan bagi siswa untuk
mengalami dan menjalani proses di mana mereka dapat mengumpulkan
informasi terkait lingkungan sekitar mereka. Hal tersebut memerlukan tingkat
interaksi yang cukup tinggi antara siswa, guru, ketersediaan bahan, dan

13
lingkungan belajar. Metode inkuiri membuat siswa berpikir independen dan
terbuka, serta baru, pemahaman yang lebih dalam, dan lebih kekal.
5. Pembagian Kelompok Metode pembelajaran dengan pembagian kelompok
merupakan salah satu metode yang efektif. Dalam metode ini, para siswa
bekerja secara kelompok dan mengurangi peran guru yang terkadang terlalu
dominan dalam mengajar. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok sesuai
dengan jumlah siswa yang ada dikelas, dengan cara ini diharapkan siswa dapat
menjadi lebih kreatif dan aktif. Metode pembelajaran ini melibatkan dua orang
peserta atau lebih untuk berinteraksi saling bertukar pendapat atau
memecahkan masalah sehingga didapatkan kesepakatan diantara mereka.39
Pembelajaran menggunakan metode ini merupakan pembelajaran yang bersifat
interaktif. Metode pembelajaran dengan pembagian kelompok dapat
meningkatkan siswa dalam pemahaman konsep dan keterampilan memecahkan
masalah dan meningkatkan rasa kebersamaan diantara siswa. Metode ini sangat
efektif untuk menolong siswa mencari jawaban atas pertanyaan pertanyaan
yang tidak diketahuinya. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki
kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan
proses kelompok. Karena dalam proses pembelajaran, penting bagi siswa untuk
belajar bekerja sama, saling membantu, dan menerima sudutpandang yang
berbeda.
6. Reinforcement (Imbalan dan Hukuman) Masalah imbalan dan hukuman
berhubungan dengan cara menimbulkan minat anak didik terhadap proses
belajar. Banyak guru yang menggunakan hadiah atau hukuman sebagai cara
untuk mendorong anak didik untuk belajar. Alasan mereka dalam hal itu adalah
bahwa anak memerlukan rasa harga diri dan keberhasilan untuk melanjutkan
kemajuannya. Jelaslah bahwa metodemetode belajar yang humanis tersebut
gaya mengajarnya didasarkan pada hubungan-hubungan interpersonal yang
ramah dan terbuka antara guru dengan para siswanya. Dengan metode
pembelajaran yang humanis ini membuat para siswa terbuka kepada guru

14
dalam belajar, siswa dapat mempercayai guru dan siswa akan dengan senang
meminta nasehat-nasehat kepada gurunya tanpa rasa takut dan enggan.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Humanisme merupkan aliran flsafat yang menempatkan kebebasan
manusia dalam berfikir, bertindak, dan bekerja. Epistemologi humanisme
menekankan pada kemampuan rasionalitas manusia dengan segala
otoritasnya. Munculnya humanisme sebangai gerakan pemikiran yang
bersumber pada keinginan manusia untuk mengembalikan fitrah
kemanusiaan sebagai makhluk yang otonom. Kemampuan rasionalitas dan
kemerdekaan berfikir manusia sebagai kemampuan dasar alami manusia.
Humanisme berarti martabat (dignity) dan nilai (value) dari setiap manusia,
dan semua upaya untuk meningkatkan kemampuan-kemampuan
alamiahnya secara penuh. Kemuliaan manusia sendiri terletak dalam
kebebasannya untuk menetukan pilihan sendiri dan dalam posisinya
sebagai penguasa atas alam. Gagasan ini mendorong munculnya sikap
pemujaan tindakan terbatas pada kecerdasan dan kemampuan inidividu
dalam segala hal.
B. Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
dijadikan sebagai acuan kami kedepannya. Kami mohom maaf apabila
terdapat kesalaha dalam pengetikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
berguna bagi kita semua.

16
DAFTAR PUSTAKA
Akhmadi, (2018). “ Humanistik; Dari teori hingga iplementasinya dalam
pembelajaran” Edisi (9), 12-14
Bohart, (2003) Dalam konseling humanistik, terapis, memiliki jawaban “harus
menjadi ahli dalam sebuah proses” ungkapnya.
Hansen, (2012) Konselor mengintegrasikan humaniora ke dalam hubungan
konseling dengan klien, ungkapnya.
Pohan, J. E. (2019) Filsafat Pendidikan Teori Klasik Hingga Postmodernisme dan
Problematikanya di Indonesia. Depok: Rajawali Pers.
Scholl, (2002) Konselor berusaha untuk berorientasi menjadikan klien dengan
gaya interpersonal yang mengakomodasi preferensi atau proses pembangunan
klien, ungkapnya.
Zulfikar, (2017) Konseling Humanistik: Sebuah Tinjauan Filosofi.

17

Anda mungkin juga menyukai