Anda di halaman 1dari 37

MEMILIKI PEMAHAMAN TENTANG JENIS (KARAKTERISTIK)

MANUSIA DAN SEGALA PROBLEMNYA


MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
BP di Madrasah

Dosen Pembimbing:
Dr. H. M. Mustofa, SH. M.Ag.

Ditulis Oleh:
Dwi Rizkya Prasetyawan ( D01215010)
Siti Rofi’ul Inayah (D01215037)
Ririn Ainun Rosyidah (D91215106)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah SWT Tuhan semesta alam
beserta isinya yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta izin sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah “BP di Madrasah” dengan
judul “Memiliki Pemahaman Tentang Jenis (Karakteristik) Manusia Dan Segala
Problemnya”.
Selanjutnya penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. H.
M. Mustofa, SH. M.Ag. selaku dosen mata kuliah BP di Madrasah, yang telah
menjadi pembimbing penulis dalam penulisan makalah ini. Penulis menyadari
bahwa makalah yang penulis buat ini jauh dari sempurna, masih banyak
kekurangan-kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan penulis. Namun demikian, penulis telah berusaha sebaik-baiknya
dalam menyelesaikan makalah ini.
Demikian kata pengantar ini penulis sampaikan, atas segala kesalahan dan
kekurangan yang terdapat di dalam makalah ini penulis mohon maaf. Penulis
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi diri penulis khususnya dan pihak lain
pada umumnya.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Surabaya, 05 April 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 1
C. Tujuan ............................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Hakekat Manusia ................................................................................ 2
B. Jenis dan Faktor Masalah .....................................................................18
C. Analisis Jenis Masalah ....................................................................... 25

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ........................................................................................ 33
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 34

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sasaran pendidikan adalah manusia. Manusia sebagai makhluk
yang paling sempurna dimuka bumi ini mempunyai perbedaan dan
kelebihan dengan makhluk-makhluk lain. Akal, merupakan sesuatu hal
yang dimiliki oleh manusia yang sangat berguna untuk mengatur insting
serta ego manusia itu sendiri agar tercapai tujuan kehidupannya.
Dengan akal, manusia bisa mempelajari makna serta hakikat
kehidupan dimuka bumi ini, tanpa akal, manusia tidak mempunyai
perbedaan sedikitpun dengan makhluk yang lainnya. Akal juga
membutuhkan ilmu serta pengetahuan agar bisa berjalan dengan
fungsinya, hakikat manusia sebagai makhluk yang selalu membutuhkan
ilmu pengetahuan. Hakikat manusia bisa menjadi makhluk individual,
makhluk sosial, makhluk peadegogis dan manusia sebagai mahkluk yang
beragama.

B. Rumusan masalah
1. Apa itu hakikat manusia?
2. Apa saja jenis dan faktor masalah?
3. Analisislah jenis-jenis masalah!

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat manusia
2. Untuk mengetahui jenis dan faktor masalah
3. Untuk mengetahui analisis dari jenis masalah

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Manusia
Pemikiran tentang hakikat manusia sejak dahulu sampai sekarang ini
juga belum berakhir bahkan tidak akan berhenti. Sejarah usaha manusia
untuk mengerti dirinya sendiri, kepribadian manusia, sudah ada sejak ada
ilmu pengetahuan. Orang menyelidiki manusia itu dari berbagai sudut
pandangan, misalnya Antropologi fisik, yaitu ilmu yang menyelidiki dan
memandang manusia dari segi fisik, ”Antropologi budaya” yaitu ilmu
yang menyelidiki dan memandang manusia dari sudut pandangan budaya,
”Antropologi filsafat”, yaitu yang memandang manusia dari segi ”adanya”
atau dari segi ”hakikatnya”1 Memikirkan dan membicarakan hakikat
manusia inilah yang menyebabkan orang tak henti-hentinya berusaha
mencari jawaban yang memuaskan tentang pertanyaan yang mendasar
tentang manusia, yaitu apa, dari mana dan mau ke mana manusia itu?
Apa sebenarnya manusia itu, ada 4 (empat) aliran yang
membicarakan hal itu2, yaitu aliran serba zat, aliran serba ruh, aliran
dualisme (gabungan dari kedua aliran pertama dan kedua) dan aliran
eksistensialisme.
Aliran serba zat mengatakan bahwa yang sungguh-sungguh ada itu
hanyalah zat atau materi. Zat atau materi itulah hakikat dari segala sesuatu.
Alam ini adalah zat atau materi, dan manusia adalah zat atau materi.
Manusia adalah makhluk materi, maka pertumbuhan hanya
berproses dari materi juga. Sel telur dari sang ibu bergabung dengan
sperma sang ayah, tumbuh menjadi janin, yang akhirnya ke dunia sebagai
manusia. Adapun apa yang disebut ruh atau jiwa, pikiran, perasaan
(tanggapan, kemauan, kesadaran, ingatan, khayalan, asosiasi, penghayatan
dan sebagainya) dari zat atau materi yaitu sel-sel tubuh. Oleh karena itu
manusia sebagai ia mendapatkan kebahagiaan, kesenangan dan sebagainya

1
Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bina Aksara, 1995), hlm 71.
2
Ibid., 71-72

2
juga dari materi, maka terbentuklah suatu sikap pandangan yang
materialistis. Oleh karena materi itu adanya di dunia, maka pandangan
materialiastis itu identik dari pandangan hidup hanya duniawi, sedangkan
hal-hal yang bersifat ukhrawi di anggap sebagai khayalan belaka.
Aliran serba ruh berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada
di dunia ini ialah ”Ruh”, juga hakikat manusia adalah ”ruh”. Adapun zat
itu adlah manifestasi dari ruh di atas dunia ini. Ruh adalah sesuatu yang
tidak mempunyai ruang, sehingga tidak dapat dijangkau atau dilihat dari
panca indra. Jadi berlawanan dengan zat yang menempati ruang betapapun
kecilnyta zat itu.
Istilah-istilah lain dari ruh yang artinya hampir sama ialah jiwa,
sukma, nyawa, semangat dan sebagainya. Materi hanyalah penjelmaan
ruh. Ficthe, berkata” bahwa segala sesuatu yang lain (selain dari ruh) yang
rupanya ada dan hidup hanyalah suatu jenis, peneyerupaan, perubahan
atau penjelmaan daripada ruh” 3
Sebagai dasar dari aliran serba ruh itu lebih berharga, lebih tinggi
nilainya daripada materi. Hal ini dapat dibuktikan sendiri dalam kehidupan
sehari-hari. Contoh, seorang pria atau wanita yang kita cintai, kita tidak
mau berpisah, tetapi kalau ruh dari pria atau wanita yang kita cintai tadi
tidak ada pada badannya, berarti ia meninggal dunia, maka mau tidak mau
kita harus melepaskan dia untuk dimakamkan. Kejelitaan, kecantikan,
ketampanan tak ada artinya tanpa ruh. Meskipun badannya masih utuh,
masih lengkap anggota tubuhnya, tetapi kita mengetahui ”dia sudah tidak
ada”, dia sudah pergi, sudah menghadap Tuhannya”. Jadi aliran serba ruh
menganggap bahwa ruh itu ialah hakikat, sedang badan adalah penjelmaan
atau bayangan saja.
Aliran dualisme mencoba menggabungkan kedua aliran tersebut di
atas. Aliran dualisme menganggap bahwa manusia itu ialah hakikatnya
terdiri dari dua subtansi yaitu jasmani dan ruhani, badan dan ruh. Kedua
subtansi ini masing-masing merupakan unsur asal yang adanya tidak

3
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, jilid III ( Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm 288.

3
bergantung satu sama lain. Jadi badan tersebut berasal dari ruh dan
sebaliknya tidak berasal dari badan. Hanya dalam perwujudannya manusia
itu serba dua, jasad dan ruh, yang keduanya berintegrasi membentuk yang
disebut manusia. Antara keduanya terjalin hubungan kausalitas (sebab-
akibat), artinya antara keduanya saling pengaruh mempengaruhi.
Berbeda dengan pandangan di atas, aliran eksistensialisme mencoba
berfikir lebih lanjut tentang hakikat manusia, mana yang merupakan
eksistensi atau wujud sesungguhnya dari manusia itu. Mereka mencari inti
hakikat manusia yaitu apa yang menguasai manusia secara menyeluruh.
Dengan demikian aliran ini memandang manusia tidak dari sudut serba zat
atau serba ruh atau dualisme dari aliran itu, tetapi memandangnya dari segi
eksistensi manusia, yaitu cara beradanya manusia itu sendiri di dunia ini.

Bimbingan dan konseling dibangun dari sejumlah teori yang


berlandaskan kepada pandangan tentang hakikat manusia.4 Namun dalam
memandang hakikat manusia ini para tokoh yang bergerak dalam bimbingan
dan konseling tidak memiliki pendapat dan mazhab yang sama. Berikut ini
akan dipaparkan sejumlah pendapat para ahli tentang hakikat manusia.
Sigmund Freudmempercayai bahwa hakikat manusia adalah sebagai
berikut:

a. Manusia pada dasarnya ditentukan oleh energi psikis dan pengalaman-


pengalaman dini.
b. Manusia sebagai homo valens dengan berbagai dorongan dan
keinginan.
c. Motif-motif dan konflik tak sadar adalah sentral dalam tingkah laku
sekarang.
d. Manusia didorong oleh dorongan seksual agresif.
e. Perkembangan dini penting karena masalah-masalah kepribadian
berakar pada konflik-konflik masa kanak-kanak yang direpresi.

4
Rifda El Fiah, Bimbingan Konseling di Sekolah, (Bandar Lampung: Permatanet, 2015), hlm 34.

4
Sedangkan menurut Adler dalam Hall dan Gardner manusia pertama-
tama dimotivasikan oleh dorongan- dorongan sosial. Adler percaya manusia
pada dasarnya adalah mahluk sosial. Mereka menghubungkan dirinya dengan
orang lain, ikut dalam kegiatan-kegiatan kerjasama sosial, menempatkan
kesejahteraan sosial diatas kepentingan diri sendiri dan mengembangkan gaya
hidup yang mengutamakan orientasi sosial. Manusia tidak semata-mata
bertujuan untuk memuaskan dorongan-dorongannya, tetapi secara jelas juga
termotivasi untuk melaksanakan dua hal, yakni

a. Tanggung jawab sosial;


b. Pemenuhan kebutuhan untuk mencapai sesuatu.
Sedangkan hakikat manusia menurut Carl R. Rogers yang tercermin
dalam teori “konseling self” mangemukakan pandangan bahwa tingkah laku
manusia hanya dapat dipahami dari bagaimana dia mamandang realita secara
subjektif. Pendekatan ini disebut humanistik, karena sangat menghargai
individu sebagai organisme yang potensial. Rogers meyakini bahwa setiap
orang memiliki potensi untuk berkembang mencapai aktualisasi diri. Manusia
merupakan makhluk rasional dan sadar, tidak dikuasai oleh ketidaksadaran,
kebutuhan irrasional, ataupun konflik masa lalu. Dalam proses konseling
konselor harus menerima konseli tanpa syarat (apa adanya).

Sedangkan Skinner dan Watson mengemukakan tentang hakekat


manusia sebagai berikut;

- Manusia dipandang memiliki kecenderungan-kecenderungan positif


dan negatif yang sama.

- Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan


sosial budaya.

- Segenap tingkah laku manusia itu dipelajari.

- Manusia tidak memiliki kemampuan untuk membentuk nasibnya


sendiri.

5
Sementara itu Virginia Satir (Thompson dan Rodolph, 1983),
memandang bahwa manusia pada hakekatnya positif, Satir berkesimpulan
bahwa pada setiap saat, dalam suasana apapun juga, manusia dalam keadaan
terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan
sesuatu.Upaya-upaya bimbingan dan konseling perlu didasarkan pada
pemahaman tentang hakekat manusia agar upaya- upaya tersebut dapat lebih
efektif.

Berkaitan dengan aspek filosofis dalam bimbingan dan konseling


menurut Kartadinata mengemukakan bahwa ragam penafsiran dalam
memahami hakikat manusia dapat digolongkan ke dalam tiga model, yaitu:

1. Penafsiran rasionalistik atau klasik, bersumber dari filsafat Yunani dan


Romawi. Filsafat ini memandang manusia sebagai makhluk rasional dan
manusia difahami dari segi hakikat dan keunikan pikirannya.
Pandangan ini merupakan pandangan optimistik, terutama tentang
keyakinan akan kemampuan pikiran manusia.

2. Penafsiran teologis melihat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan dan


dibuat menurut aturan Tuhan. Manusia hanya akan menemukan dirinya
apabila dia mampu mentransendensikan dirinya kepada Tuhan.
Penafsiran ini tidak melihat manusia dari segi keunikan pikiran atau
hubungannya dengan alam

3. Penafsiran ilmiah yang diwarnai ragam sudut pandang keilmuan, antara


lain ilmu-fisis yang menganggap manusia sebagai bagian dari alam
fisikalsehingga harus dipahami dari segi hukum fisis dan kimiawi.

Namun ketiga penafiran di atas tidak menampilkan tafsiran manusia


secara komprehensif. Tafsiran rasionalistik menafsirkan manusia hanya
secara sepihak yakni menidakkan unsur kehendak yang ada pada manusia
dan harapan sosial yang harus menjadi rujukan dalam proses berpikir
manusia. Sedangkan tafsiran teologis menempatkan dan meyakini manusia
hanya bergantung pada kekuatan transendental dan nilai-nilai ke-Tuhanan

6
menjadi sesuatu yang sempit dan statis karena tidak mampu dipikirkan
manusia. Sementara tafsiran ilmiah hanya melihat manusia sebagai serpihan
dari dunianya yang harus menyerah pada hukum-hukum alam. Manusia
diyakini tidak lebih dari produk sosial belaka.

Menurut Kartadinata, eksistensi manusia terdiri dari aspek pikiran,


kehendak, kebebasan, harapan sosial, hukum alam, dan senantiasa diwarnai
nilai-nilai trasendental. Maka untuk memahami hakikat manusia secara utuh
haruslah dipahami seluruh aspek yang dimaksudkan secara komprehensif dan
holistik. Manusia merupakan makhluk transendental yang diciptakan Allah
yang maha Kuasa, yang memiliki kehendak dan kebebasan, manusia layak
mengembangkan diri berlandaskan kemerdekaan pikiran dan kehendak yang
dilandasi keimanan dan ketakwaan kepada Sang Khalik yang sudah
menciptakannya, dalam tatanan bersama yang tertuju kepada
pencapaian kehidupan sejalan dengen fithrahnya.

Dan beberapa pendapat dari para ahli filsuf lainnya tentang hakikat
manusia adalah, sebagai berikut ini5:

Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat (Victor Frankl,
Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2004)
telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut ini.

a. Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan


mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
b. Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya
apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan
yang ada pada dirinya.
c. Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dirinya sendiri
khususnya melalui pendidikan.

5
, Erman Amti Prayitno, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta : Rineka Cipta,
2004). hlm 53.

7
d. Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk
dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan
menghindarkan atau setidak- tidaknya mengontrol keburukan.
e. Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang
harus dikaji secara mendalam. Manusia akan menjalani tugas-
tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui
pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
f. Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan
kehidupannya sendiri.
g. Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya
untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya
sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan
menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu dan akan menjadi apa
manusia itu.
h. Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam
suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk
menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya
bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat
tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi dengan
konselinya harus mampu melihat dan memperlakukan konselingnya sebagai
sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya.

Secara realita, bahwa manusia itu mempunyai badan jasmani,


mempunyai ruh, jiwa atau ruhani. Berbicara tentang badan manusia kita
mendapatkan paling tidak empat pandangan,6 yaitu sebagai berikut:

1. Pandangan Idealisme tentang badan manusia.


Pandangan ini dengan tegas mengatakan bahwa badan adalah sinar
dari ruh. Dalam masalah ini ruh diibaratkan seperti listrik, badan adalah

6
S. J .Drijarkara, Filsafat Manusia (Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1978), hlm 11-18.

8
cahaya. Badan dan ruh tidak pernah bertentangan satu sama lain. Badan
seolah-olah tidak ada, yang ada hanya ruh.

2. Pandangan Materialistik.
Pandangan materialistik dengan tegas mengatakan bahwa yang ada
hanya badan. Orang perlu berfikir lebih lanjut apa di balik badan itu.
Yang nampak pada kita ialah bahwa manusia berbadan yang bersifat
materi, yang terdiri dari darah, daging, tulang dan sebagainya seperti
makhluk-makhluk yang lain. Jadi seluruh manusia adalah jasmani.

3. Pandangan bahwa badan adalah musuh dari ruh.


Antara badan dan ruh selalu bertentangan satu sama lain. Badan
dianggap menarik ke bawah kejahatan. Pandangan ini biasanya dualistis
artinya tidak memandang badan dan jiwa sebagai suatu hal yang ada,
melainkan dua hal yang berdiri sendiri.

4. Pandangan bahwa badan manusia sebagai jasmani yang di”rohani”kan


dan ”rohani” yang di”jasmani”kan.
Badan bukan hanya materi. Daging kita tidak sama dengan daging
kambing atau sapi. Panca indra kita tidak sama dengan panca indra
hewan. Jadi kejasmanian manusia tidak sama dengan kejasmanian
hewan, sebab jasmani manusia adalah jasmani yang dirohanikan atau
dalam jasmani manusia itu rohlah yang menjasmani.

Dengan pandangan ini maka antara badan dan ruh adalah menyatu
dalam pribadi manusia, yaitu yang disebut ”aku”. Aku ini ya jasmani ya
ruhani. Yang ada hanyalah aku dan badan adalah aku dalam bentukku
jasmani. Badan adalah unsur diriku, unsur aku-ku. Jika saya mengetahui
”aku”, ini berarti sudah termuat badanku. Hubungan antara ”aku” dan
badanku seperti hubungan antara pikiran dan suara yang merupakan
kesatuan. Kalau kita menangkap suara (kata-kata) berarti kita
menangkap pikiran. Kalau kita melihat badanku berarti aku yang

9
dilhatnya. Namun demikian, aliran ini tetap menganggap bahwa antara
ruh dan badan tetap berbeda.

Demikianlah sebagai gambaran bahwa berbicara tentang hakikat


manusia meskipun yang dibicarakan adalah benda kongkrit, seperti
manusia ternyata selalu menarik perhatian dan tak henti-hentinya ahli pikir
memperhatikan hal ini. Apalagi berbicara tentang hal-hal yang abstrak,
seperti ruh, jiwa dan rohani, terlebih lagi hakikat Tuhan, manusia hanyalah
diberi ilmu sedikit tentang hal itu. Adapun pendapat lain mengenai
manusia adalah sebagai berikut:
1. Manusia Merupakan Makhluk yang Paling Indah dan Berderajat
Tinggi
Hakikat keindahan artinya rasa senang dan bahagia. Dengan
demikian, predikat “paling indah” untuk manusia dapat diartikan
bahwa tiada sesuatupun ciptaan Tuhan yang menyamai keberadaan
manusia yang mampu mendatangkan kesenangan dan kebahagiaan di
mana pun dan saat apa pun, baik bagi dirinya sendiri maupun untuk
orang/makhluk yang lain. Keindahan manusia itu berpangkal dari
dirinya sendiri. Diri manusia sejatinya telah indah, baik fisik, maupun
mental, dan kemampuannya. Kata “indah” yang dimaksud bukam
semata-mata dari segi bentuk atau wujud penampilannya, tetapi dari
segi maknanya.7
Predikat “paling tinggi” mangisyaratkan bahwa tidak ada makhluk
lain yang dapat mengatasi dan mengalahkan manusia. Manusialah
yang justru diberi kemungkinan untuk dapat mengatasi ataupun
menguasai makhluk yang lain sesuai dengan hakikat penciptaan
manusia itu sendiri. Ajaran agama menyebutkan bahwa manusia
sejatinya diciptakan untuk menjadi khalifah atau pemimpin di bumi.8

7
Priyanto dan Ermananti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Jakarta: Ineka Cipta, 1999),
hlm 9.
8
Ibid., hlm 9.

10
Dari kajian Antropologi kita dapat mengetahui bahwa kelompok-
kelompok manusia yang paling primitive pun telah berusaha dan
mampu mengatasi dan menguasi lingkungannya. Bahkan mereka
memanfaatkan lingkungannya sebesar-besarnya, sesuai dengan tingkat
kemampuan mereka. Untuk mengembangkan kebudayaan mereka,
manusia yang paling primitive itu pun adalah manusia yang berbudaya.
Kebudayaan manusia terus berkembang tanpa henti, secara
evolusioner. Ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju, diiringi
oleh perkembangan seni dan aspek-aspek kebudayaan yang lainnya.9
Hakikat manusia sebagai makhluk yang paling indah dan paling
tinggi derajatnya mendorong manusia untuk terus maju dan
berkembang tanpa henti dari zaman ke zaman. Keberadaan manusia
dengan menyandang predikat makhluk paling indah dan memiliki
derajat yang paling tinggi, tidak selamanya membawa manusia
menjalani kehidupan yang memiliki kesenangan maupun kebahagiaan.
Malapetaka dan kesengsaraan pun ikut andil dalam perjalnan hidup
manusia. Oleh karenanya, kesenangan-kebahagiaan atau kesengsaraan-
malapetaka itu terletak dari di tangan manusia itu sendiri. 10
2. Manusia Makhluk yang Berpengetahuan
Manusia lahir dengan potensi kodratnya berupa cipta, rasa, dan
karsa. Cipta merupakan kemampuan spiritual, yang secara khusus
mempersoalkan nilai “kebenaran”. Rasa adalah kemampuan spiritual,
yang secara khusus mempersoalkan masalah “keindahan”. Dan karsa
adalah kemampuan spiritual, yang mempersoalkan mengenai nilai
“kebaikan”. Dengan 3 potensi tersebut, manusia selalu terdorong untuk
ingin tahu tentang nilai-nilai yang terkandung di dalam segala sesuatu
yang ada (realitas).11
3. Manusia Makhluk yang berpendidikan

9
Ibid., hlm 9.
10
Ibid.,hlm 9-10
11
Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm 53

11
Dengan kemampuan pengetahuan yang benar, manusia terus
berusaha menjaga dan mengembangkan kelangsungan hidupnya.
Dalam perilaku sehari-hari, pengetahuan brubah menjadi moral, dan
kemudian menjadi etika kehidupan, sehingga hakikat perilaku tersebut
cemderung pada sikap bertanggung jawab dalam kelangsungan dan
perkembangan hidup dan kehidupan ini sepenuhnya. Pada intinya,
persoalan pendidikan merupakan persoalan yang lingkupnya seluas
persoalan kehidupan manusia itu sendiri.12
Dengan pendidikan manusia dapat melskukan kegiatan makan,
minum, bekerja, istirahat, bermasyarakat, beragama, dan lain
sebagainya. Jadi, anatara manusia dan pendidikan terjalinlah hubungan
kausalitias. Dengan adanya manusia, pendidikan mutlak ada. Dan
dengan adanya pendidikan, manusia semakin menjadi manusia yang
manusiawi.13
4. Manusia Makhluk yang Beekebudayaan
Dengan kegiatan pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan secara
terus menerus, manusia memiliki ilmu pengetahuan yang sara akan
nilai kebenaran baik secara universal-abstrak, teoritis, maupun yang
praktis. Dengannya, manusia membangun kebudayaan dan dan
peradabannya. Kebudaayan, baik secara material maupun sacara
spiritual, adalah upaya manusia untuk mengubah dan membangun
keterhubungan yang brimbang secara horizontal maupun vertikal.14
Dari uraian analisis bahasa tentang manusia dalam pandangan Islam
dengan menggunakan kajian al-Qur’an sebagaimana dijelaskan di atas,
selain menjelaskan hakikat manusia sebagai makhluk biologis, dan
makhluk sosial dapat disimpulkan bahwa manusia terdiri dari dua
komponen yaitu jasmani dan ruhani, kedua komponen tersebut
membentuk satu kesatuan, demikian menurut Sayyid Qutub.15 Al-

12
Ibid., hlm 54-55.
13
Ibid., hlm 55-56.
14
Ibid., hlm 56.
15
Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam (Bandung: al-Ma’arif, 1988), hlm 31.

12
Syaibany menyatakan bahwa manusia terdiri atas tiga potensi yang sama
pentingnya yaitu jasmani, akal dan ruh.16 Tetapi jika akal dimasukkan ke
dalah ruh, berarti hanya menjadi dua komponen yaitu jasmani dan ruhani.
Al-Farabi, al-Ghazali, dan Ibn Rusyd mempunyai pandangan yang
sama, bahwa manusia terdiri dari dua komponen, yaitu:

1. Komponen Jasad.
Menurut al-Farabi, komponen ini berasal dari alam ciptaan, yang
mempunyai bentuk, rupa, berkualitas, berkadar, bergerak dan diamerta
berjasad dan terdiri atas organ. Al-Ghazali memberi sifat jasad manusia
yang ada di bumi ini yaitu bergerak, memiliki rasa, berwatak gelap dan
kasar dan tidak berbeda dengan benda-benda lain. Sedangkan Ibn
Rusyd berpendapat bahwa komponen jasad manusia merupakan
komponen materi.

2. Komponen jiwa
Menurut al-Farabi, komponen jiwa berasal dari alam perintah
(alam khaliq) yang mempunyai sifat berbeda dengan jasad manusia. Hal
ini karena jiwa merupakan roh dari perintah Tuhan walaupun tidak
mempunyai Dzat-Nya. Al-Ghazali, jiwa ini dapat berfikir, mengingat,
mengetahui dan sebagainya. Sedangkan unsur jiwa merupakan unsur
ruhani sebagai penggerak jasad untuk melakukan kerjanya, yang
termasuk alam ghaib.17

Ibn Maskawaih mempunyai pandangan yang berbeda dengan


beberapa filosof Islam di atas. Menurutnya manusia terdiri dari tiga
komponen yaitu tubuh, hayat dan jiwa. Hal ini dibuktikan dengan hidup
dan berkembangnya janin yang belum ditiupkan tuhan jiwa ke
dalamnya. Sesuatu yang membuat janin hidup dan berkembang sebelum
ada jiwa adalah adanya hayat yang terdapat dalam sperma dan ovum.
Dan jika hayat tidak ada, maka tubuhpun mati dan jiwa akan

16
Al-Syaibany, Filsafat, hlm 130.
17
Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam (Jakarta: Bilan Bintang, 1989), hlm 58-59.

13
meninggalkan tubuh yang telah mati itu. Di sini jiwa meninggalkan
tubuh dan kembali ke alam inmateri menunggu hari perhitungan di
hadapan Tuhan.18

Dari beberapa pandangan di atas menunjukkan bahwa berbicara


tentang hakikat manusia adalah merupakan masalah yang cukup pelik
yang masih penuh misteri. Islam berpandangan bahwa hakikat manusia
adalah manusia itu merupakan perkaitan antara badan dan ruh. Badan dan
ruh masing-masing merupakan subtansi yang berdiri sendiri, yang tidak
tergantung adanya yang lain. Islam secara tegas mengatakan bahwa kedua
subtansi (subtansi asal sesuatu yang ada) dua-duanya adalah subtansi alam.
Sedang alam adalah makhluk. Maka keduanya juga makhluk yang
diciptakan oleh Allah SWT.19 Ungkapan yang senada dengan pendapat di
atas adalah yang disampaikan oleh Hadari Nawawi dalam bukunya hakikat
manusia menurut Islam, bahwa hakikat manusia yang pertama adalah
bahwa manusia itu ada karena diciptakan. Manusia tidak mempunyai
peranan sedikitpun dalam proses penciptaan itu, baik secara fisik mapun
psikis. Manusia diciptakan dengan dua subtansi utama, berupa tubuh
(fisik) dan jiwa (psikis) sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Manusia hanya akan berfungsi sebagai manusia di dalam satu kesatuan
atau integritas kedua subtansi itu.20
Proses perkembangan dan pertumbuhan fisik manusia, tidak ada
bedanya dengan proses pertumbuhan dan perkembangan pada hewan.21
Semua berproses menurut hukum-hukum alam yang material. Hanya pada
kejadian manusia, sebelum makhluk yang disebut manusia itu dilahirkan
dari rahim ibunya, Tuhan telah meniupkan ruh ciptaan-Nya ke dalam
tubuh manusia. Ruh yang berasal dari Tuhan itulah yang menjadi hakikat
manusia. Inilah yang membedakan manusia dengan hewan. Di sini jelas,

18
Harun Nasution, Islam dan Pendidikan Nasional (Jakarta: Lembaga Penelitian IAIN Syarief
Hidayatullah, 1983), hlm 62.
19
Zuhairini dkk., Filsafat Pendidikan ..., hlm 75.
20
Hadari Nawawi, Hakikat Manusia Menurut Islam (Surabaya: al-Ikhlas, 1993), hlm 389-390.
21
Lihat Q.S. al-Mukminun ayat 12-14.

14
bahwa pendirian Islam tentang manusia adalah manusia itu berasal dari
bumi dan ruh berasal dari Tuhan. Maka hakikat manusia adalah ruh itu,
sedangkan jasad hanyalah alat yang dipergunakan oleh ruh untuk
menjalankan kehidupan material di alam yang material bersifat skunder
dan ruh adalah yang primer, karena ruh saja tanpa jasad yang material,
tidak dapat dinamakan manusia.22 Malaikat adalah makhluk ruhaniyah
(bersifat ruh semata) tidak memiliki unsur jasad yang material. Tetapi
sebaliknya unsur jasad saja tanpa ruh, maka juga bukan manusia. Hewan
adalah makhluk yang bersifat jasad material yang hidup. Manusia tanpa
ruh tidak lebih dari hewan yang hidup.
Selanjutnya pada hakikatnya manusia juga adalah Khalifah fil ard,
manusia adalah pelaksana dari kekuasaan dan kehendak (qudrah dan
iradah) Allah. Dalam diri manusia juga merupakan manifestasi dari Tuhan,
karena pada hakikatnya terdapat sifat dan unsur-unsur ketuhanan, karena
dalam proses kejadiannya manusia telah ditiupkan ruh dari Tuhan. Sifat
dan unsur ketuhanan dalam diri manusia tersebut, berupa potensi-potensi
pembawaan yang dalam proses kehidupannya manusia merealisasir dan
menjabarkannya dalam tingkah laku dan perbuatan nyata. Di samping itu,
manusia sebagai khalifah Allah juga merealisir fungsi ketuhanan, sehingga
manusia adalah berfungsi kreatif, mengembangkan diri dan memelihara
diri dari kehancuran. Dengan demikian hidup dan kehidupan manusia itu
berkembang dan mengarah kepada kesempurnaan.23
Adapun al-Abarsyi memandang manusia itu memiliki kebebsan
(liberal), dan kebebasan ini merupakan bagian yang tak terlepaskan dari
khazanah intelektual Islam. Ia mengatakan:24
”ketika Islam datang, Islam membangkitkan akal manusia dari
kekangan keterbatasan pemikiran orang-orang terdahulu serta

22
Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan ..., hlm 77.
23
Ibid., hlm 79.
24
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik
Sampai Modern (Depok: Rajagrafindo Persada, 2013), hlm. 194.

15
keyakinan mereka, dan mendorongnya untuk bebas berpikir… dan
menjadikannya sebagai manusia yang bebas bependapat dan berpikir”
Kebebasan berfikir sebagaimana diakui oleh Islam, menurut al-
Abarsyi, sebenarnya telah mampu mengubah pendirian lama orang-orang
sebelum kedatangan Islam, yakni orang-orang yangmengikuti saja (tanpa
berpikir lebih lanjut) apa yang diikuti oleh nenek moyangnya (Q.S.
Luqman: 21), atau menganggap telah mendapat petunjuk dengan
mengikuti agama nenek moyang mereka (Q.S. al-Zukhruf: 22).25
Pandangan al-Abarsyi tentang manusia sebagai makhluk liberal-
individualis tidak mengurangi perhatiannya terhdap manusia sebagai
homo-sosial. Sebab, kebebasan yang dimiliki oleh setiap individu dibatasi
oleh kebebasan individu yang lain. Pandangannya tentang manusia sebagai
homo-sosial tercermin secara jelas dalam ungkapnnya:26
“karena manusia tidak dapat hidup sendiri, harus berinteraksi dengan
lainnya, maka manusia harus berbuat sesuatu demi kesejahteraan
sosial di mana ia berinteraksi, tanpa memandang kemaslahatan
individual semata.”
b. Ciri-ciri Manusia sebagai diri
Memahami anak sebagai pribadi merupakan salah satu tujuan dalam
layanan bimbingan agar para pendidik dapat menyediakan lingkungan yang
dibutuhkan anak. Sedangkan bagi anak sendiri, agar mereka dapat mengambil
keputusannya dan merencanakan masa depannya yang sesuai dengan dirinya.
Layanan analisis individual yang merupakan aktivitas kunci dalam layanan
bimbingan, diberikan karena ciri anak manusia sebagai diri. Karena itu fungsi
bimbingan adalah memahami dan membantu anak untuk mengembangkan
dirinya secara optimal. Moustakus menyarankan empat belas prinsip tentang
diri sebagai pengenalan dan pendekatan manusia sebagai diri:
1. Individu mengenal dirinya lebih baik daripada siapa pun.

25
Ibid, hlm 194-195.
26
Ibid, hlm 195.

16
2. Hanya individu sendiri yang mampu mengembangkan potensi pada
dirinya.
3. Persepsi individu tentang perasaannya, sikapnya, dan cita-citanya lebih
dapat dipercaya daripada diagnosis dari luar dirinya.
4. Tingkah laku individu dapat lebih baik dimengerti dari sudut
pandangan individu sendiri.
5. Individu merespon dengan cara-cara yang konsisten dengan dirinya
sendiri.
6. Persepsi individu tentang dirinya dan menentukan apa yang akan ia
lakukan.
7. Bagi individu, objek di luar dirinya tak mempunyai arti sendiri.
Individu memberikan arti pada objek itu. Arti yang diberikan pada
objek itu menggambarkan atau memantulkjan latar belakang
kehidupan individu itu.
8. Tingkah laku individu dapat dikatakan bernalar jika dilihat dalam
konteks, pengalaman-pengalaman pribadinya. Pandangannya dapat
tampak tak bernalar oleh orang lain, jika latar belakang pandangannya
dan pengalaman-pengalaman pribadinya tidak dimengerti.
9. Sepanjang individu dapat menerima dirinya, ia akan tumbuh secara
kontinu dan selalu mengembangkan potensinya. Jika ia tidak
menerima dirinya, banyak tenaganya akan dipakai untuk
mempertahankan diri daripada untuk eksplorasi dan aktualisasi dirinya.
10. Setiap individu ingin tumbuh ke arah penentuan diri sendiri.
Pertumnuhan ini akan diperjuangkan sepanjang masa.
11. Individu hanya akan belajar dengan penuh arti jika apa yang dipelajari
termasuk dalam pemeliharaan dan pengembangan dirinya. Tidak ada
orang yang mampu memaksa individu untuk tetap belajar atau belajar
kreatif. Ia hanya akan belajar jika ia ,mau belajar. Belajar dengan
ancaman akan bersifat sementara dan tidak konsisten pada dirinya.

17
12. Konsep, ide, simbol dan kejadian dapat ditolak langsung atau
dsingkirkan, tetapi pengalaman adalah tetap pengalaman
pribadinyayang unik dalam kenyataan dirinya dan ia tak menolaknya.
13. Kita dapat mengajar individu secara lanugsung, dan kita pun dapat
mendorongnya untuk belajar sungguh-sungguh dan memudah ia
belajar. Kita hanya dapat membantu orang lain belajar dengan
menyediakan informasi, menciptakan suasana belajar, tempat belajar
yang baik, alat-alat belajar, dan sumber-sumber yang tersedia untuk
belajar. Proses belajar sendiri merupakan pengalaman individual yang
unik. Pengalaman itu sendiri mungkin merupakan pengalaman
individual yang sukar bagi individu, walaupun pengalaman itu
memiliki arti bagi perkembangan individu.
14. Dalam situasi diri yang terancam, individu akan sulit membuka diri
secara spontan, karena itu ia akan semakin pasif akan lebih terbuka,
karena itu ia akan lebih bebas berjuang untuk mengaktualisasinya
dirinya.
Diri , yang digambarkan oleh Moustakus, haus akan ekspresi diri
secara kreatif. Bimbingan di sekolah dapat memberikan kesempatan pada
setiap anak untuk sebagai individu untuk mengekspresikan dirinya secara
bebas dan kreatif. Pandangan diri seperti diatas mengundang banyak
pendekatan bimbingan di sekolah. Bukankah selalu berpusatb pada
perkembangan anak secara individual?27

B. Jenis dan Faktor Masalah


1. Jenis Masalah
Untuk mengethui jenis-jenis bimbingan, perlu dipelajari lebih
dahulu tentang masalah-masalah yang dihadapi individu. Sehingga
dengan mengenal masalah-masalah yang dihadapi individu, akan

27
Yusuf gunawan, Pengantar Bimbingan dan Konseling, (jakarta: PT Gramedia, 1992), hlm. 12-
15

18
memudahkan untuk menentukan jenis bimbingan mana yang tepat
untuk memecahkan masalah-masalah tersebut.
Pada umumnya jenis-jenis masalah yang dihadapi individu,
terutama yang dihadapi murid sekolah, dapat digolongkan menjadi
beberapa jenis masalah sebagai berikut:28
a. Masalah pengajaran atau belajar
Dalam perbuatan belajar dapat timbul berbagai masalah baik
bagi pelajar itu sendiri maupun bagi pengajar. Beberapa masalah
belajar mengajar, misalnya bagaimana menciptakan kondisi yang
baik agar perbuatan belajar berhasil memilih metode dan alat-alat
yang tepat sesuai dengan jenis dan situasi belajar dan sebagainya.
Bagi murid sendiri sering mengalami berbagai kesulitan dalam
menghadapi kegiatan pelajaran misalnya, dalam cara membagi
waktu belajar, memilih materi yang sesuai, belajar bekelompok,
menyusun catatan, mengerjakan tugas-tugas, cara menggunakan
buku-buku pelajaran dan sebagainya.
b. Masalah pendidikan
Dalam hubungan ini individu mengalami berbagai kesulitan
yng berhubungan dengan kegiatan pendidikan pada umumnya.
Ketika anak memasuki situasi sekolah yang baru ia dihadapkan
pada beberapa masalah, misalnya; menesuaikan dengan sekolah
baru, pelajaran baru, tata tertib sekolah, guru-guru dan sebagainya.
Dalam keseluruhan program pendidikan di sekolah, murid-murid
akan menghadapi masalah-masalah, seperti memilih kegiatan
ekstra kurikuler, memilih program studi yang cocok, mencari
teman belajar yang cocok dan sebagainya. Pada akhir pendidikan
murid-murid akan berhadapan dengan berbagai masalah, misalnya
memilih studi lanjut, memilih jenis-jenis latihan tertentu,
menggunakan ketrampilan-ketrampilan tertentu, untuk kegiatan-

28
http://sarjanaspdi.blogspot.co.id/2012/11/jenis-jenis-masalah-individu-dan-jenis.html, diakses
pada tanggal 05 April 2018, pukul 18.00 WIB.

19
kegiatan tertentu dan memilih pendidikan tertentu untuk pekerjaan
tertentu. Demikian pula masalah-masalah kelambatan belajar yang
dialami murid-murid yang tergolong lambat dan terlampau cepat
dalam belajarnya. Semuanya termasuk masalah-masalah
pendidikan. Masalah ini banyak dialami oleh murid-murid sekolah
pada umumnya.
c. Masalah pekerjaan
Masalah-masalah ini berhubungan dengan memilih
pekerjaan. Misalnya dalam memilih latihan-latihan tertentu untuk
pekerjaan tertentu, memilih jenis-jenis pekerjaan yang cocok
dengan dirinya, mendapatkan penjelasan tentang jenis pekerjaan,
penempatan dalam pekerjaan tertentu dan memperoleh penyesuaian
yang baik dalam lingkungan pekerjaan tertentu. Pada umumnya
masalah pekerjaan ini dirasakan oleh murid-murid sekolah,
terutama murid-murid di sekolah menengah Atas dan Perguruan
Tinggi. Tetapi murid-murid Sekolah Menengah Pertama pun tidak
sedikit yang menghadapi masalah pekerjaan ini. Bahkan murid-
murid Sekolah Dasar juga banyak yang tidak lepas dari masalah
ini, terutama murid-murid yang tidak melanjutka pendidikan
mereka.
d. Masalah penggunaan waktu senggang
Masalah ini dirasakan oleh murid dalam menghadapi waktu-
waktu luang yang tidak terisi oleh suatu kegiatan tertentu. Yang
menjadi persoalan adalah bagaimana cara mengisi waktu-waktu
tersebut dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, baik bagi
dirinya sendiri maupun bagi masyarakat di lingkungannya.
Ketidakmampuan menggunakan waktu senggang kadang-
kadang dapat menimbulkan masalah-masalah yang lebih besar lagi,
misalnya kenakalan anak, melamun dan sebagainya. Masalah
penggunaan waktu senggang misalnya bagaimana merencanakan
suatu kegiatan dalam waktu luang, mengisi waktu luang dan

20
memilih kegiatan yang cocok. Murid-murid di sekolah pada
umumnya banyak menghadapi masalah ini, terutama pada waktu
hari libur dan di luar jam pelajaran.
e. Masalah sosial
Kadang-kadang murid menghadapi kesulitan dalam
hubungannya dengan individu lain atau ddengan lingkungan
sosialnya. Masalah ini timbul karena kekurangan kemampuan
murid berhubungan dengan lingkungan sosialnya atau lingkungan
sosial itu sendiri kurang sesuai dengan keadaan dirinya. Misalnya
kesulitan dalam mencari teman belajar, teman bermain, merasa
terasing dalam pekerjaan-pekerjaan kelompok dan sebagainya. Kita
sering menjumpai murid-murid yang sebetulnya pandai dalam
pelajaran, tetapi kurang mampu untuk berhubungan dengan teman-
temannya. Ia kurang disenangi dalam pergaulan. Masalah-masalah
tersebut disebut masalah sosial dan merupakan salah satu jenis
masalah yang sering dihadapi murid-murid.
f. Masalah pribadi
Dalam situasi tertentu murid dihadapkan pada suatu kesulitan
yang bersumber dari dalam dirinya. Masalah-masalah itu timbul
karena individu merasa kurang berhasil dalam menghadapi dan
menyesuaikan diri dengan hal-hal dari dalam dirinya sendiri.
Misalnya konflik berlarut-larut dan gejala-gejala frustasi
merupakan sumber timbulnya masalah-masalh pribadi lain.
Masalah-masalah ini sering dialami para pemuda pada waktu
menjelang masa adolesensi yang ditandai dengan perubahan-
perubahan yang cepat baik fisik maupun mental. Pada umumnya
masalah pribadi ini timbul karena individu tidak berhasil dalam
mempertemukan antara aspek-aspek pribadi di satu pihak dan
keadaan lingkungan di pihak lain.

21
Adapun menurut sumber yang lain, jenis masalah pada anak didik
adalah:29
a. Masalah Pribadi
Permasalahan pribadi anak-anak usia sekolah dasar
terutama terletak pada kemampuan intelektual, ondisi fisik,
kesehatan, dan kebiasaan-kebiasaannya. Kondisi psikis anak anak-
anak secara relative lebih sehat dibandingkan dengan orang
dewasa.
Beberapa penyimpangan perilaku yang diderita oleh anak,
yaitu ketergantungan, kurang percaya diri, kurang memiliki
inisiatif, kurang rasa tanggung jawab, menunjukkan perilaku
agresif. Hal-hal ini diakibatkan oleh perlakuan orangtua yang
membentuk kebiasaan-kebiasaan yang tidak didasari pemikiran
mengenai dampak perlakuannya.
b. Masalah Penyesuaian Sosial
Anak tidak hanya belajar dari guru semata melainkan juga
belajar dari teman-temannya, tidak hanya kemampuan kognitif
yang dipelajari, kemampuan sosial pun mereka pelajri dari teman-
temannya. Dalam penyesuaian sosial yang dilakukan dengan guru
maupun teman-temannya, anak mengalami banyak kesusahan.
Kesusahan-kesusahan tersebut seperti, perasaan rendah diri,
ketergantungan pada temannya, iri hati, cemburu, curiga,
persaingan, perkelahian, permusuhan, dan sebgainya.
Gejala perilaku di atas muncul sebagai akibat adanya salah
asuh dalam keluarga, perbedaan latar belakang sosial ekonomi,
sosial budaya keluarga, atau adanya penyimpangan kepribadian
anak.
c. Masalah akademik

29
Furqon, Konsep dan Aplikasi Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar (Bandung: Pustaka Bani
Quraisy, 2005), hlm 45-47.

22
Masalah akademik dapat ditemui pada hamper setiap siswa dalam
kelas dan pada setiap mata pelajaran. Permasalahan dalam bidang
akademik barupa tidak dikuasainya suatu materi yang ditujukan
sebagai tujuan dalam pembelajaran. Anak-anak dengan masalah ini
sering dikenal sebgaia anak yang memiiki prestasi yang rendah.
Dengan demikian, ketidak berhasilan mereka dalam mencapai
prestasi belajar yang tinggi bukan hanya dipengaruhi oleh
kecerdasan saja, tetapi juga dimungkinkan akibat dari kesalahan
cara belajar, kurangnya motivasi belajar, kurangnya fasilitas
belajar, dan kurangnya dukungan dari orang tua.
Berkaiatan dengan hal ini, Surya (1982:95-97) menjelaskan beberapa
betuk gejala gangguan mental di sekolah, yaitu sebagai berikut:
1. Masalah kesulitan belajar
Salah satu segi darin kesulitan belajar merupakan gejala gangguan
kesehatan mental, baik sebagai sebab maupun akibat. Dikatakan
sebagai salah satu segi karena kesulitan belajar dapat pula dilihat dari
segi lain. Sebagai masalah kesehatan mental, kesulitan belajar
merupakan salah satu gejalanya. Artinya, anak yang mengalami
gangguan mental seperti adanya pertentangan batin, konflik dengan
orang tua, dan merasa rendah diri akan menimbulkan gangguan
kesehatan pada mentalnya.
2. Masalah kenakalan remaja
Masalah kenakalan anak-anak, khususnya kenakalan remaja sudah
merupakan masalah yang besar dalam dunia pendidikan, khususunya
di kota-kota besar. Timbulnya masalah kenakalan anak sekolah ini
tidak dapat terlepaskan, artinya sekolah mempunyai tenggungjawab
yang cukup besar. Gejala kenakalan tempak dalam berbagai bentuk
tingkah laku seperti agresif, mengganggu, pergaulan bebas,
perkelahian, pembentukan gank, membuat coretan-coretan yang tidak
senonoh, merusak sekolah, dan sebagainya. Anak melakukan gejala
kenakalan dapat diperkirakan mengalami gangguan kesehatan mental.

23
Beberapa kasus menunjukkan bahwa pada umumnya anak yang
melakukan tindakan kenakalan, baik di sekolah maupun di luar
sekolah erat sekali hubungannya dengan kondisi gangguan mental.
3. Masalah disiplin
Anak yang bermental sehat akan menunjukkan adanya disiplin secara
sadar terhadap aturan yang diberikan sekolah. Sebaliknya pelanggaran
disiplin yang dilakukan anak, bisa merupakan adanya gejala gangguan
kesehatan mental. Gejala pelanggaran disiplin seperti datang
terlambat, berbuat seenaknya, mencuri, mencontek, dan sebagainya
dapat terjadi bukan karena anak tidak tahu aturan disiplin, tetapi gejala
itu dilakukan sebagai protes terhadap ketidakseimbangan mentalnya.
Dari beberapa studi kasus menunjukkan bahwa pada umumnya
mereka yang melanggar disiplin sekolah, disebabkan karena adanya
gangguan mental dalam dirinya, seperti rasa tertekan, rasa takut, dan
rasa cemas.
4. Masalah gangguan mental
Adanya gejala mental pada anak didik di sekolah juga merupakan
masalah kesehatan mental. Di sekolah sering nampak adanya gejala
gangguan mental cukup kuat seperti dalam bentuk bersikap dingin,
murung, selalu cemas, pesimis yang berlebihan, bertingkah laku
histeris, gejala pemakaian narkotik, sering pingsan, acuh, mudah
tersinggung, dan sebagainya.30
2. Faktor Masalah
Faktor – faktor penyebab munculnya masalah dapat di tinjau dari
dua segi:31
1. Segi diri sendiri (Individu)
a. Keterbatasa atau kekurangmampuan mental (mental inaquacies)
b. Keterbatasan Kemampuan atau keadaan fisik (phisical
inadequacies)

30
Dede Rahmat Hidayat dan Herdi, Bimbingan Konseling; Kesehatan mental di sekolah,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm 95-96
31
Slameto, Bimbingan di sekolah,(Jakarta: Bina Aksara, 1988), hlm 49 - 54

24
c. Ketidak seimbangan emosional (emotional inadequacies)
d. Sikap dan kebiasaan tertentu yang dapat merugikan diri sendiri
e. Tidak berbakat pada suatu bidang
2. Segi Lingkungan (diluar diri sendiri)
a. Lingkungan rumah
1) Cara mendidik anak yang kurang tepat
2) Situasi pergaulan antar anggota keluarga
3) Tingkat pendidikan orang tua
4) Standar tuntutan orang tua terhadap anak
5) Situasi tempat tinggal
b. Lingkungan sekolah
1) Prasarana, sarana dan fasilitas yang tersedia
2) Kurikulum dan materi pelajaran
3) Metode pengajaran yang digunakan
4) Pengatura local (tempat belajar) dan jadwal belajar
5) Penyediaan tenaga guru dan personal lainnya
c. Lingkungan masyarakat

C. Analisis Jenis Masalah


Cara Menangani atau menganalisis masalah – masalah yang terjadi
pada siswa:32
1. Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor
penyebab atau yang melatar belakangi timbulnya masalah siswa.
2. Prognosis
Langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami
siswa masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai
alternatif pemecahannya,
3. Tes diagnostik

32
http://ismiainilathifah.blogspot.co.id/2016/12/bk-jenis-jenis-masalah-siswa-di-sekolah.html,
diakses pada tanggal 05 April 2018, pukul 18.30 WIB

25
Pada konteks ini, penulis akan mencoba menyoroti tes diagnostik
kesulitan belajar yang kurang sekali diperhatikan sekolah. Lewat tes
itu akan dapat diketahui letak kelemahan seorang siswa.
Adapun cara lain yang dapat dilakukan dalam penanggulangan
masalah pada siswa:
1. Upaya preventif
Upaya preventif adalah tindakan untuk melakukan pencegahan
dimana sasarannya adalah mengembalikan sebab – sebab yang dapat
menimbulkan permasalahan siswa yang tidak terlepas dari factor
lingkungan dimana ia tinggal.
2. Upaya Represif
Upaya Represif adalah tindakan untuk menghalangi timbulnya
peristiwa permasalahan siswa.
3. Upaya Kuratif
Upaya Kuratif disebut juga upaya korektif, yaitu usaha untuk
merubah permasalahan yang terjadi dengan cara memberikan
pendidikan dan pengarahan kepada mereka (merubah keadaan yang
salah kepada keadaan yang benar).
Diatas telah dibicarakan mengenai jenis-jenis masalah yang dihadapi oleh
individu, walaupun dalam kenyataannya masalah yang dihadapi oleh
individu akan saling bertalian satu sama lain. Misalnya, seorang murid
yang mengalami kesulitan dalam pelajaran tentu akan berpengaruh pula
kepada masalah-masalah lain seperti masalah sosial, pendidikan, pribadi
atau pekerjaan. Namun demikian salah satu jenis masalah akan lebih
menonjol dari jenis yang lainnya. Setiap jenis masalah membutuhkan cara
pemecahan tertentu dan membutuhkan cara dan jenis bimbingan tertentu
pula. Jenis-jenis masalah sebagaimana telah diuraikan di atas, maka jenis-
jenis bimbingan di sekolah dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a) Bimbingan Pengajaran/ belajar (Instructional Guidance)

26
Jenis bimbingan ini memberikan bantuan kepada individu dalam
memecahkan kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan masalah
belajar, baik sekolah maupun di luar sekolah, misalnya dalam hal:
1) Mendapatkan cara belajar yang efesien, baik sendiri maupun
berkelompok.
2) Menentukan cara mempelajari atau menggunakan buku-buku
pelajaran.
3) Membuat tugas-tugas sekolah, mempersiapkan diri untuk
ulangan/ujian.
4) Memilih mata-mata pelajaran yang cocok dengan minat, bakat,
kecakapan, cita-cita dan kondisi fisik.
5) Menghadapi kesulitan-kesulitan dalam mata-mata pelajaran
tertentu.
6) Menentukan pembagian waktu dan perencanaan belajar.
7) Memilih pelajaran-pelajaran tambahan.
Adapun yang menjadi tujuan dari bimbingan belajar adalah membantu
murid-murid agar mendapatkan penyesuain yang baik dalam situasi
belajar. Dengan bimbingan ini diharapkan setiap murid dapat belajar
dengan sebaik mungkin, sesuai dengan kemampuan yang ada pada
dirinya.
b) Bimbingan Pendidikan
Bimbingan pendidikan bertujuan untuk membantu murid dalam
menghadapi dan memecahkan masalah-masalah dalam bidang
pendidikan pada khususnya. Sebaimana telah dikatakan di atas, bahwa
sehubungan dengan kegiatan pendidikan, maka akan timbul berbagai
persoalan terutama bagi murid sendiri sebagai anak didik. Sesuai
dengan itu, maka bimbingan pendidikan memberikan bantuan kepada
murid-murid dalam hal:
1) Pengenalan terhadap situasi pendidikan yang dihadapi
Dalam situasi pendidikan yang dihadapi oleh murid-murid baik
situasi baru maupun lama, murid perlu memperoleh bantuan dan

27
mendapat penyesuaian diri. Hal ini dapat dicapai dengan jalan
membantu pengenalan mengenai hal-hal seperti: sistem
pendidikan, kurikulum, buku-buku, metode belajar, alat-alat
belajar, situasi lingkungan sekolah, peraturan sekolah, dan
sebagainya. Program orientasi merupakan salah satu cara untuk
mencapai hal-hal tersebut.
2) Pengenalan terhadap studi lanjutan
Bantuan ini terutama diberikan kepada murid-murid kelas akhir
yang akan meninggalkan sekolah dan akan melanjutkan studinya.
Pengenalan yang diberikan antara lain mengenai jenis-jenis
sekolah, kurikulumnya, sistem pendidikan, cara-cara pemilihan
jurusan yang sesuai dan sebagainya.
3) Perencanaan pendidikan
Untuk mencapai sukses di dalam pendidikan, maka haruslah dibuat
rencana yang jelas dan nyata mengenai kemungkinan-
kemungkinan pendidikan yang akan ditempuhnya. Murid perlu
mendapat bantuan dalam membuat rencana pendidikan yang akan
ditempuhnya di masa yang akan datang, sesuai dengan cita-citanya,
bakatnya, minatnya, kemampuannya, biaya, dan sebagainya.
Dengan demikian murid-murid dapat menempuh suatu pendidikan
yang didasari oleh suatu rencana yang nyata, sehingga lebih
menjamin tercapainya tujuan.
4) Pemilihan spealisasi.
Pada saat-saat tertentu murid-murid dihadapkan kepada pemilihan
suatu spesialisasi (kekhususan), misalnya: pemilihan jurusan pada
kelas-kelas terakhir SMA, pemilihan juruasan di perguruan tinggi,
dan pemilihan mata-mata pelajaran tambahan (minor). Dalam
sekolah komprehensif atau sekolah pembangunan, masalah
pemilihan spesialisasi ini memegang peranan yang penting,
terutama pada kelas-kelas tinggi. Pemilihan ini akan menentukan

28
bagi suksesnya individu di masa datang. Oleh karena itu, murid-
murid benar-benar mendapat bantuan yang nyata.
c) Bimbingan pekerjaan/ jabatan
Bimbingan jabatan atau vocational guidance terutama bertujuan untuk
membantu murid-murid dalam mengatasi masalah-masalah yang
berhubungan dengan pemilihan pekerjaan atau jabatan.
Kegiatan dalam vocational guidance ialah anatara lain:
1) Mengenal berbagai jenis pekerjaan yang mungkin dapat dimasuki
oleh tamatan pendidikan tertentu.
2) Mengenal berbagai jenis pendidikan atau latihan tertentu untuk
jenis pekerjaan tertentu.
3) Mengenal berbagai jenis pekerjaan dengan segala syarat-syarat dan
kondisinya (job information).
4) Menyelenggarakan latihan-latihan tertentu bagi jenis-jenis
pekerjaan tertentu.
5) Membantu memperoleh suatu pekerjaan yang sesuai dengan
kemampuan dirinya.
6) Membantu memperoleh penyesuaian diri yang sebaik-baiknya
dalam lapangan pekerjaan tertentu.
7) Membantu dalam mendapatkan pekerjaan sambilan bagi yang
membutuhkannya.
d) Bimbingan sosial
Bimbingan sosial adalah merupakan jenis bimbingan yang bertujuan
membantu individu dalam memecahkan dan mengatasi kesulitan-
kesulitan dalam masalah sosial, sehingga individu mendapat
penyesuaian yang sebaik-baiknya dalam lingkunagn sosialnya.
Kegiatan-kegiatan dalam bimbingan sosial ini, antara lain:
1. Memperoleh kelompok belajar dan bermain yang sesuai.
2. Membantu dalam memperoleh cara-cara bekerja dan berperan
dalam kehidupan berkelompok.

29
3. Membantu memperoleh kelompok sosialuntuk memecahkan
masalah tertentu.
4. Membantu memperoleh penyelesuaian dalam kehidupan keluarga
dan masyarakat.
e) Bimbingan dalam menggunakan waktu senggang (Leisure time
Guidance)
Tujuan jenis bimbingan ini ialah untuk membantu murid-murid dalam
menggunakan waktu senggang dengan kegiatan-kegiatan yang
membawa hasil atau manfaat bagi dirinya maupun bagi lingkungannya.
Dengan bimbingan jenis ini diharapkan agar murid-murid mampu
memanfaatkan waktu senggang dengan kegiatan belajar, bekerja atau
rekreasi yang benar-benar bermanfaat. Kegiatan bimbingan
menggunakan waktu senggang antara lain membantu murid-murid
dalam hal:
1) Memggunakan waktu-waktu senggang untuk kegiatan-kegiatan
yang produktif.
2) Menyusun atau membagi waktu belajar dengan sebaik-baiknya.
3) Mengisi dan menggunakan waktu pada jam-jam bebas, hari-hari
libur, dan sebagainya.
4) Merencanakan suatu kegiatan.
f) Bimbingan dalam masalah-masalah pribadi (Personal Guidance)
Jenis bimbingan ini membantu individu untuk mengatasi masalah-
masalah yang bersifat pribadi sebagai akibat kekurangmampuan
individu dalam menyesuaikan diri dengan aspek-aspek perkembangan,
keluarga, persahabatan, belajar, cita-cita, konflik pribadi, seks, sosial,
finansiil, pekerjaan, dan lain-lain. Pada umumnya personal guidance
dilaksanakan dengan teknik individual conseling (penyuluhan).33
Untuk penanganan gangguan kesehatan mental pada anak, ini
memerlukan perawatan terus menerus. Para ahli masih menjajaki
perawatan yang paling cocok untuk anak-anak. Saat ini banyak pilihan

33
I. Jumhur, Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah, (Bandung: Ilmu, 1975), hlm 35- 38

30
pengobatan yang digunakan untuk anak-anak termasuk penggunaan obat-
obatan yang biasa digunakan pada orang dewasa, namun dengan dosis
yang berbeda. Pilihan pengobatan yang paling umum digunakan adalah :
1. Obat
Obat yang sering digunakan untuk mengobati ganguan mental pada
anak meliputi anti-psikotik (neuroleptik), antidepresan, obat anti-
kecemasan, stimultan, dan obat-obatan yang menstabilkan suasana
hati.
2. Psikoterapi
Psikoterapi (sejenis konseling yang sering disebut terapi) alamat
respons emosional terhadap penyakit mental. Hal ini adalah proses
dimana profesional kesehatan mental yang terlatih berupaya membantu
menangani penyakit seseorang. Kegiatan yang dilakukan biasanya
berupa wawancara melalui strategi khusus untuk memahami dan
menangani gejala pasien, melalui pikiran dan perilaku. Jenis
psikoterapi sering digunakan untuk anak-anak yang mendukung,
kognitif-perilaku, interpersonal, kelompok, dan terapi keluarga.
3. Terapi kreatif
Terapi tertentu seperti terapi seni atau terapi bermain, mungkin bisa
membantu, terutama dengan anak-anak muda yang mengalami
kesulitan mengomunikasikan pikiran dan perasaan mereka.34

34
Dede Rahmat Hidayat dan Herdi, Bimbingan Konseling; Kesehatan mental di sekolah, hlm 109-
110

31
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan


dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia
itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi dengan konselinya harus mampu
melihat dan memperlakukan konselingnya sebagai sosok utuh manusia dengan
berbagai dimensinya. Secara realita, bahwa manusia itu mempunyai badan
jasmani, mempunyai ruh, jiwa atau ruhani.

Pada umumnya jenis-jenis masalah yang dihadapi individu, terutama yang


dihadapi murid sekolah, dapat digolongkan menjadi beberapa jenis masalah,
antara lain: Masalah pengajaran atau belajar; Masalah pendidikan; Masalah
pekerjaan; Masalah penggunaan waktu senggang; Masalah sosial; Masalah
pribadi; Masalah akademik, dan Masalah Penyesuaian Sosial.

Faktor – faktor penyebab munculnya masalah dapat di tinjau dari dua segi:

a. Segi diri sendiri (Individu)


b. Segi Lingkungan (diluar diri sendiri)
1.Lingkungan rumah
2.Lingkungan sekolah
3.Lingkungan masyarakat

Cara Menangani atau menganalisis masalah – masalah yang terjadi pada siswa:

1. Diagnosis
2. Prognosis
3. Tes diagnostik

32
DAFTAR PUSTAKA

Assegaf, Abd. Rachman. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah


Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern (Depok: Rajagrafindo Persada,
2013)

Daudy, Ahmad. Kuliah Filsafat Islam (Jakarta: Bilan Bintang, 1989)

Dewaketut, Sukardi. Pengantar Pelaksanaan Bk disekolah, Jakarta: Rineka Cipta,


2008.

Drijarkara, S. J. Filsafat Manusia (Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1978)

El-Fiah, Rifda. Bimbingan Konseling di Sekolah, (Bandar Lampung: Permatanet,


2015)

Furqon, Konsep dan Aplikasi Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar (Bandung:


Pustaka Bani Quraisy, 2005)

Gazalba, Sidi. Sistematika Filsafat, jilid III ( Jakarta: Bulan Bintang, 1973)

Gunawan, Yusuf. Pengantar Bimbingan dan Konseling, (jakarta: PT Gramedia,


1992)

Hidayat, Dede Rahmat dan Herdi, Bimbingan Konseling; Kesehatan mental di


sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013)

http://ismiainilathifah.blogspot.co.id/2016/12/bk-jenis-jenis-masalah-siswa-di-
sekolah.html, diakses pada tanggal 05 April 2018, pukul 18.30 WIB

http://sarjanaspdi.blogspot.co.id/2012/11/jenis-jenis-masalah-individu-dan-
jenis.html, diakses pada tanggal 05 April 2018, pukul 18.00 WIB.

Jumhur, I. Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah, (Bandung: Ilmu, 1975)

Nasution, Harun. Islam dan Pendidikan Nasional (Jakarta: Lembaga Penelitian


IAIN Syarief Hidayatullah, 1983)

Nawawi, Hadari. Hakikat Manusia Menurut Islam (Surabaya: al-Ikhlas, 1993)

Prayitno dan Amti, Erman. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta:


Rineka Cipta, 2004).

33
Priyanto dan Ermananti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Jakarta: Ineka
Cipta, 1999)

Quthb, Muhammad. Sistem Pendidikan Islam (Bandung: al-Ma’arif, 1988)

Suhartono, Suparlan. Filsafat Pendidikan (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007)

Yusuf, Syamsu dan Nurishan, A. Juntika. Landasan Bimbingan dan Konseling,


Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.

Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bina Aksara, 1995)

34

Anda mungkin juga menyukai