Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM

DOSEN PENGAMPU :
Helty, S.pd., M.pd.

ANGGOTA :
1. HIKMAWATI G1B122007
2. SALMA FAUZIAH G1B122009
3. KHOIRU ULFAH G1B122025
4. ANNISA RISQI AMELIA G1B122045
5. ERIKA FEBRIYANTI G1B122051
6. ABEL KURNIA G1B122059
7. RYAN PRAMANA PUTRA G1B122061
8. ADISTY MAHARANI G1B122063
9. PELI HIRMALA G1B122081
10. TRIA WAHYU AGUSTIN G1B122083

PRODI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syujur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, yang atas rahhmatnya dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun
tema dari makalah ini adalah “ Hakikat Manusia Menurut Islam ”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dosen
mata kuliah Agama yang telah memberikan tugas terhadapkami. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam
pembuatan makalah ini. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ini
menjadi lebih baik. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberi
manfaat dan inspirasi terhadap pembaca.

Sekian penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita Aamiin.

12 Februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………..i

DAFTAR ISI.....................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………….1

1.1 Latar Belakang………………………………………………1


1.2 Rumusan Masalah……………………………………………2
1.3 Tujuan………………………………………………………..2

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………...3

2.1 Konsep Manusia………………………………………………3


2.2 Asal Terciptanya Manusia……………………………………5
2.3 Proses Penciptaan Manusia dalam Al-Quran…………………6
2.4 Fungsi dan Peranan Manusia dalam Islam……………………8
2.5 Kedudukan dan Tugas Manusia menurut Pandangan Islam…..9
2.6 Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba dan Khalifah Allah.10

BAB III.………………………………………………………………12

3.1 Kesimpulan……………………………………………………12
3.2 Saran…………………………………………………………..12

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………..13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kajian tentang manusia telah banyak dilakukan oleh para ahli, yang selanjutnya
dikaitkan dengan berbagai kegiatan, seperti politik, ekonomi, sosial, pendidikan,
agama dan lain sebagainya. Hal tersebut dilakukan karena manusia selain sebagai
subjek (pelaku), juga sebagai objek (sasaran) dari berbagai kegiatan tersebut, dari
pemikiran ini selanjutnya memunculkan banya sebutan atau predikat yang di
kemukaman oleh para ahli atau predikat untuk manusia yang dikemukakan para ahli
filsafat, misalnya; homo sapiens (makkhluk hidup yang mempunyai budi
pekerti/berakal), zoon politicoi (makhluk hidup yang pandai bekerja sama), homo
religious (makhluk hidup yang beragama), homo planemanet (makhluk rujaniah-
spiritual), serta homo educandum (makhluk yang dapat dididik).

Dalam konsepsi Islam, manusia merupakan satu hakikat yang mempunyai dua
dimemsi, yaitu material (jasad) dan dimensi immaterial (ruh, jiwa, akal dan
sebagainya). Unsur jasad akan hancur dengan kematian, sedangkan unsur jiwa akan
tetap dan bangkit kembali pada hari kiamat. (QS. Yasin, 36: 78-79). Manusia adalah
makhluk yang muliah, bahkan lebih mulia dari malaikat (QS. al-Hijr, 15: 29). Bahkan
manusia satu-satunya makhluk yang mendapat perhatian besar dari Al-Qur'an,
terbukti dengan begitu banyaknya ayat al-Qur'an yang membicarakan hal ikhwal
manusia dalam berbagai aspek-nya, termasuk pula dengan nama-nama yang diberikan
al-Qur'an untuk menyebut manusia, setidaknya terdapat lima kata yang sering
digunakan al-Qur'an untuk merujuk kepada arti manusai, yaitu insan atau ins atau al-
nas atau unas dan kata basyar serta kata bani adam atau durriyat adam.

1
Berbicara tentang manusia memang menarik dan tidak pernah tuntas. Pembicaraan
mengenai makhluk psikofisik ini laksana suatu permainan yang tidak pernah selesai.
Selalu ada saja pertanyaan mengenai manusia. Para ahli telah mencetuskan pengertian
manusia sejak dulu kala, namun sampai saat ini pu belum ada kata sepakat tentang
pengertian manusia yang sebenarnya.

Oleh karena itu, kami sebagai penulis melalui makalah ni ingin mengingatkan
kembali kepada para pembaca mengenai hakikat manusia dalam pandangan Islam,
tujuan penciptaan dan proses penciptaan manusia serta tujuan dan peran hidup
manusia sebagai hamba Allah SWT dan khalifah di muka bumi

1.2 Rumusan Malasah

1. Apa pengertian hakikat dan manusia itu?


2. Apa saja tujuan penciptaan manusia serta proses penciptaan manusia?
3. Apa saja tujuan hidup manusia dan peran manusia?
4. Apa saja hakikat manusia?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertianhakikatdanmanusia.


2. Untuk mengetahui tujuanpenciptaanmanusiasertaprosespenciptaanmanusia.
3. Untuk mengetahui tujuanhidupmanusiadanperanmanusia
4. Untuk mengetahui hakikatmanusia

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Manusia

Berbicara dan berdiskusi tentang manusia selalu menarik. Karena selalu


menarik, maka masalahnya tidak pernah selesai dalam artian tuntas. Pembicaraan
mengenai makhluk psikofisik ini laksana suatu permainan yang tidak pernah selesai.
Selalu ada saja pertanyaan mengenai manusia. Manusia merupakan makhluk yang
paling menakjubkan, makhluk yang unik multi dimensi, serba meliputi, sangat
terbuka, dan mempunyai potensi yang agung.

A. Manusia dalam arti Fisolofi

Pembahasan makna dari siapa manusia sebenarnya telah lama berlangsung,


namun sampai sekarang pun tidak ada satu kesatuan dan kesepakatan pandangan
berbagai teori dan aliran pemikiran mengenai manusia ini sendiri. Kadang kala studi
tentang manusia ini tidak utuh karena sudut pandangnya memang berbeda.
Antropologi fisik, misalnya, memandang manusia hanya dari segi fisik-material
semata, sementara antropologi budaya mencoba meneliti manusia dari aspek budaya.
Sepertinya, manusia sendiri tak henti-hentinya memikirkan dirinya sendiri dan
mencari jawaban akan apa, dari apa dan mau kemana manusia itu.

Maka, agar dapat dipahami tentang hakekat manusia secara utuh, ada
beberapa pendapat atau pandangan tentang manusia ini.

1. Aliran materialisme. Aliran ini memandang manusia sebagai kumpulan dari


organ tubuh, zat kimia dan unsur biologis yang semuanya itu terdiri dari zat dan
materi. Manusia berasal dari materi, makan,minum, memenuhi kebutuhan fisik-
biologis dan seksual dari materi dan bilamana mati manusia akan terkapar dalam

3
tanah lalu diuraikan oleh benda renik hinggga menjadi humus yang akan
menyuburkan tanaman,sedangkan tanaman akan dikonsumsi manusia lain yang dapat
memproduksi fertilitas sperma, yang menjadi bibit untuk menghasikan keturunan dan
kelahiran anak manusia baru. Dengan demikian bahwa aliran berpendapat bahwa
manusia itu berawal dari materi dan berakhir menjadi materi kembali.

2. Aliran spiritualisme atau serba roh. Aliran ini berpandangan hakekat manusia
adalah roh atau jiwa, sedang zat atau materi adalah manifestasi dari roh atau jiwa.
Aliran ini berpandangan bahwa bahwa ruh lebih berharga lebih tinggi nilainya dari
materi. Hal ini dapat kita perhatikan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya seorang
wanita atau pria yang kita cintai kita tidak mau pisah dengannya. Tetapi, kalau roh
dari wanita atau pria tersebut tidak ada pada badannya, berarti dia sudah meninggal
dunia, maka mau tidak mau harus melepaskan dia untuk dikuburkan. Kecantikan,
kejelitaan, kemolekan, dan ketampanan yang dimiliki oleh seorang wanita atau pria
tak ada artinya tanpa adanya roh.

3. Aliran Dualisme. Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakikatnya
terdiri dari dua substansi, yaitu jasmani dan rohani, badan dan roh. Kedua substansi
ini masing-masing merupakan unsur asal yang adanya tidak tergantung satu sama
lain. Jadi, badan tidak berasal dari roh, juga sebaliknya roh tidak berasal dari badan.
Hanya dalam perwujudannya, manusia itu serba dua, jasad dan roh yang berintegrasi
membentuk manusia. Antara keduanya terjalin hubungan sebab akibat. Artinya
anatara keduanya terjalin saling mempengaruhi. Misalnya, orang yang cacat
jasmaninya akan berpengaruh pada perkembangan jiwanya. Begitu pula sebaliknya,
orang yang jiwanya cacat akan berpengaruh pada fisiknya.

B. Manusia Menurut Pandangan Islam

Al-Qur'an memperkenalkan tiga istillah kunci (key term) yang digunakan


untuk menunjukkan arti pokok manusia, yaitu al-insan, basyar dan Bani Adam .

4
1. Kata al-insan dalam al-Qur'an sebanyak 65 kali dipakai untuk manusia yang
tunggal, sama seperti ins. Sedangkan untuk jamaknya dipakai kata an-naas, unasi,
insiya, anasi. Hampir semua ayat yang menyebut manusia dengan menggunakan kata
alinsan, konteksnya selalu menampilkan manusia sebagai makhluk yang istimewa,
secara moral maupun spiritual yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Keunggulan
manusia terletak pada wujud kejadiannya sebagai makhluk yang diciptakan dengan
kualitas ahsani taqwim, sebaik-baik penciptaan.

2. Kata basyar dipakai untuk menyebut semua makhluk baik laki-laki ataupun
perempuan, baik satu ataupun banyak. Kata ini memberikan referensi kepada manusia
sebagai makhluk biologis yang mempunyai bentuk tubuh yang mengalami
pertumbuhan dan perekembangan jasmani. Kata basyar adalah jamak dari kata
basyarah yang berarti kulit. "Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas,
dan berbeda dengan kulit binatang yang lain".

3. Kata al-Nas. Kata ini mengacu kepada manusia sebagai makhluk sosial.
Manusia dalam arti al-nas ini paling banyak disebut dalam al-Qur’an yaitu 240 kali.
Bisa dilihat dalam seluruh ayat yang menggunakan kata, Ya ayyuha nl-nas.
Penjelasan konsep ini dapat ditunjukkan dalam dua hal. Pertama, banyak ayat yang
menunjukkan kelompok-kelompok sosial dengan karakteristiknya masing-masing
yang satu dengan yang lain belum tentu sama. Ayat ini menggunakan kata wa mina n-
nas (dan diantara manusia). Kedua, pengelompokkan manusia berdasarkan mayoritas,
yang umumnya menggunakan ungkapan aktsara n-nas (sebagian besar manusia).

2.2 Asal Terciptanya Manusia

Asal usul manusia dalam pandangan Islam tidak terlepas dari figur Adam
sebagai manusia pertama. Adam merupakan manusia pertama yang diciptakan Allah
di muka bumi dengan segala karakter kemanusiaannya, yang memiliki sifat
kesempurnaan lengkap dengan kebudayaannya sehingga diangkat menjadi khalifah di

5
muka bumi. Menurut embriologi, proses kejadian manusia ini terbagi dalam tiga
periode:

A. Periode pertama, periode ovum. Periode ini dimulai dari fertilasi


(pembuahan) karena adanya pertemuan antara sel kelamin laki-laki (sperma) dengan
sel perempuan (ovum), yang kedua intinya bersatu dan membentuk suatu zat yang
baru disebut zygote. Setelah fertislasi berlangsung, zygote membelah menjadi dua,
empat, delapan, enam belas sel dan seterusnya. Selama pembelahan ini, zygote
bergerak menuju ke kantong kehamilan kemudian melekat dan akhirny masuk ke
dinding rahim. Peristiwa ini dikenal dengan istilah implantasi.

B. Periode kedua, periode embrio yaitu periode pembentukan organ. Terkadang


organ tidak terbentuk dengan sempurna atau sama sekali tidak terbentuk, misalnya
jika hasil pembelahan zygote tidak bergantung atau berdempet pada dinding rahim.
Ini yang dapat mengakibatkan keguguran atau kelahiran dengan cacat bawaan.

C. Periode ketiga periode foetus yaitu periode perkembangan dan


penyempurnaan organ, dengan pertumbuhan yang amat cepat dan berakhir dengan
kelahiran.

2.3 Proses Penciptaan Manusia Dalam Al Quran

 Allah SWT j menjelaskan tentang proses penciptaan manusia secara runtut.


Misalnya dalam QS. Al-Mu’minun : 12-14 : (12) Dan Sesungguhnya kami Telah
menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. (13)Kemudian kami
jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). (14)
Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia

6
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling
baik.”
Dalam ayat di atas, ada beberapa proses penciptaan manusia yang dapat dijelaskan
sebagaimana ayat di atas, yaitu :
a. Sulalah min thin (Saripati Tanah)
Saripati tanah yang dimaksud adalah suatu zat yang berasal dari bahan
makanan (baik tumbuhan maupun hewan) yang bersumber dari tanah, yang
kemudian dicerna menjadi darah, kemudian diproses hingga akhirnya menjadi
sperma.
b. Nutfah (Air Mani)
Makna asal kata ‘nuthfah’ dalam bahasa Arab berarti setetes yang dapat
membasahi. Dalam tafsir Al Misbah, yang dimaksud dengan nuthfah adalah
pancaran mani yang menyembur dari alat kelamin pria yang mengandung
sekitar dua ratus juta benih manusia, tetapi yang berhasil bertemu dengan
ovum wanita hanya satu.
c. Alaqah (Segumpal Darah)
Alaqah diambil dari kata alaqa yang artinya sesuatu yang membeku,
tergantung atau berdempet. Sehingga dapat diartikan sebagai sesuatu yang
bergantung di diding rahim.
d. Mudghah (Segumpal Daging)
Dalam ilmu kedokteran, ketika sperma pria bergabung dengan sel telur wanita
intisari bayi yang akan lahir terbentuk. Sel tunggal yang dikenal sebagai zigot
dalam ilmu biologi ini akan segera berkembangbiak dengan membelah diri
hingga akhirnya menjadi segumpal daging. Melalui hubungan ini zigot
mampu mendapatkan zat-zat penting dari tubuh sang ibu bagi
pertumbuhannya.
e. Idzam (Tulang atau Kerangka)

7
Di dalam fase ini embrio akan mengalami perkembangan dari bentuk
sebelumnya yang hanya berupa segumpal daging hingga berbalut kerangka
atau tulang.
f. Kisa Al-Idzam Bil-Lahim (Penutupan Tulang)
Pengungkapan fase ini dengan kisa yang berarti membungkus, dan lahm
(daging) diibaratkan pakaian yang membungkus tulang, selaras dengan
kemajuan yang dicapai embriologi yang menyatakan bahwa sel-sel tulang
tercipta sebelum sel-sel daging, dan bahwa tidak terdeteksi adanya satu sel
daging sebelum terlihat sel tulang.
g. Insya (Mewujudkan Makhluk Lain)
Tahap ini menandakan bahwa ada sesuatu yang dianugerahkan kepada
manusia yang menjadikannya berbeda dari makhluk lainnya, yaitu ruh yang
menjadikan berbeda dengan makhluk lainnya.

2.4 Fungsi dan Peranan Manusia dalam Islam

Dalam al-Qur’an, manusia berulang kali diangkat derajatnya karena


aktualisasi jiwanya secara positif. Al-Qur’an mengatakan bahwa manusia itu pada
prinsipnya condong kepada kebenaran sebagai fitrah dasar manusia. Allah
menciptakan manusia dengan potensi kecendrungan, yaitu cendrung kepada
kebenaran, cendrung kepada kebaikan, cendrung kepada keindahan, cendrung kepada
kemulian dan cendrung kepada kesucian.

Manusia juga diciptakan sebagai makhluk yang memiliki tiga unsur


padanya, yaitu unsur perasaan, unsur akal dan unsur jasmani. Ketiga unsur ini
berjalan seimbang dan saling terkait antara satu unsur dengan unsur yang lain.
William Stren, mengatakan bahwa manusia adalah Unitas yaitu jiwa dan raga
merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan dalam bentuk dan perbuatan, jika
jiwa terpisah dari raga, maka sebutan manusia tidak dapat dipakai dalam arti manusia

8
hidup. Jika manusia berbuat, bukan hanya raganya saja yang berbuat atau jiwanya
saja melainkan keduanya sekaligus. Secara lahiriyah memang raganya yang berbuat
yang tampak melakukan perbuatan, tetapi perbuatan raga ini didorong dan
dikendalikan oleh jiwa.

Jadi unsur yang terdapat dalam diri manusia yaitu rasa, akal dan badan harus
seimbang, apabila tidak maka manusia akan berjalan pincang. Sebagai contoh;
apabila manusia yang hanya menitik beratkan pada memenuhi perasaannya saja,
maka ia akan terjerumus dan tenggelam dalam kehidupan spiritual saja, fungsi akal
dan kepentingan jasmani menjadi tidak penting. Apabila manusia menitik beratkan
pada fungsi akal saja, akan terjerumus dan tenggelam dalam kehidupan yang
rasionalistis, yaitu hanya hal-hal yang tidak dapat diterima oleh akal itulah yang akan
dapat diterima kebenaranya. Hal-hal yang tidak dapat diterima oleh akal, merupakan
hal yang tidak benar. Sedangkan pengalaman-pengalaman kejiwaan yang irasional
hanya dapat dinilai sebagai hasil lamunan semata-mata. Selain perhatian yang terlalu
dikonsentrasikan pada hal-hal atau kebutuhan jasmani atau badaniah, cendrung
kearah kehidupan yang materilistis dan positivistis. Maka al-Qur’an memberikan
hudan kepada manusia, yaitu mengajarkan agar adanya keseimbangan antara unsur-
unsur tersebut, yaitu unsur perasaan terpenuhi kebutuhannya, unsur akal juga
terpenuhi kebutuhannya, demikian juga unsure jasmani terpenuhi kebutuhannya.

2.5 Kedudukan dan Tugas Manusia Menurut Pandangan Islam

Kedudukan dan tugas manusia menurut Islam terbagi pada dua, yaitu sebagai
‘abullah dan khalifah. Al-Qur’an telah menjelaskan eksistensi manusia sebagai ‘abd
atau hamba Allah ini dalam klausa liya‟ buduni Q.S. al-Zariyat 56 yang artinya “Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.
„abd mengandung pengertian ibadah dalam makna penyerahan diri manusia pada
hukum-hukum Allah swt. yang menciptakannya. Dengan kata „abd, Allah swt. ingin

9
menunjukkan salah satu kedudukan manusia sebagai hamba Allah yang mengemban
tugas-tugas peribadahan.

Sedangkan mengenai kedudukan manusia sebagai khalifah dapat kita temukan


dalam QS. al-Fatir : 39 yang artinya “Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah
khalifah di muka bumi…”. Pengertian khalifah jika dilihat dari akar katanya berasal
dari kata khalafa, yang berarti menggantikan tempat seseorang sepeninggalnya,
karena itu khalif atau khalifah berarti seorang pengganti. Dengan inilah kata khulufa
dan khalaif sebagai bentuk jamak dari kata khalifah telah digunakan dalam al-Qur’an.
Dalam kaitannya dengan kedudukan manusia sebagai khalifah fi al-ardh menurut
Ensiklopedi Islam, bahwa khalifah itu berarti wakil, pengganti atau duta Tuhan di
muka bumi; pengganti nabi Muhammad saw dalam fungsinya sebagai kepala
pemerintahan, bahkan lebih jauh khalifatu fi al-ardh digambarkan sebagai kedudukan
yang kudus, yaitu zill al-Allah fi al-ardh (bayang-bayang Allah di permukaan bumi).

Sebagai hamba Allah, manusia hanya sekadar makhluk sebagaimana makhluk


lain ciptaan-Nya. Oleh karena itu, tugasnya adalah menyembah dan berpasrah diri
kepada-Nya. Di sisi lain, sebagai khalifatullah, manusia diberi tugas dan tanggung
jawab sangat besar di muka bumi, yaitu memakmurkannya .

2.6 Tanggung jawab manusia sebagai hamba dan khalifah Allah

Sebagai makhluk Allah, manusia mendapat amanat Allah, yang harus


dipertanggung jawabkan di hadapanNya. Tugas hidup yang dipikul manusia di muka
bumi adalah tugas kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan; wakil Allah di muka bumi
untuk mengelola dan memelihara alam. Khalifah berarti wakil atau pengganti yang
memegang kekuasaan. Manusia menjadi khalifah berarti manusia memperoleh
mandat Tuhan untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang
diberikan kepada manusia bersifat kreatif yang memungkinkan dirinya mengolah

10
serta mendayagunakan apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah. Agar manusia dapat
menjalankan kekhaliannya dengan baik, Allah mengajarkan kepada manusia
kebenaran dalam segala ciptaan Allah melalui pemahaman serta pengusaan terhadap
hukum-hukum yang terkandung dalam ciptaan Allah, manusia dapat menyusun
konsep-konsep serta melakukan rekayasa membentuk sesuatu yang baru dalam alam
kebudayaan.

Di samping peran manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi memiliki


kebebasan, ia juga sebagai hamba Allah (‘abdun). Seorang hamba Allah harus taat
dan patuh kepada perintah Allah. Makna yang esensial dari kata ’abdun (hamba)
adalah ketaatan, ketundukan dan kepatuhan, yang kesemuanya hanya layak diberikan
kepada Allah yang dicerminkan dalam ketaatan, kepatuhan dan ketundukan pada
kebenaran dan keadilan. Di dalam Ensiklopedi Islam untuk Pelajar, menurut ulama
ada terdapat empat macam hamba, yaitu :

1. Hamba karena hukum, yakni budak

2. Hamba karena pencipataan, yaitu manusia dan seluruh makhluk hidup

3. Hamba karena pengabdian kepada Allah, yaitu manusia yang beriman kepada
Allah dengan ikhlas

4. Hamba karena memburu dunia, yaitu manusia yang selalu memburu kesenangan
duniawi dan melupakan ibadah kepada Allah.

Manusia sebagai hamba Allah (‘abd) adalah makhluk yang dimuliakan


oleh Allah. kemulian manusia dibanding dengan makhluk lainnya adalah karena
manusia dikaruniai akal untuk berfikir dan menimbang baik-buruk, benar-salah, juga
terpuji-tercela, sedangkan makhluk lainnya tidaklah memperoleh kelebihan seperti
halnya yang ada pada manusia.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam proses perjalanan manusia tidak terlepas dengan dimensi-dimensi
non material. Pengalaman spiritual dan kondisi psikologis adalah bentuk dimensi
lain dalam diri kita yang tidak bisa kita lepaskan. Semuanya mengalami proses
pertumbuhan dengan tujuan yang jelas.

Manusia juga mendapatkan predikat sebagai makhluk yang diciptakan


dengan bentuk yang sebaik-baiknya secara individual, manusia memiliki unsur
jasamani dan rohani, unsur fisik dan psikis, raga dan jiwa.

3.2 Saran
Sebagai ciptaan Allah, manusia perlu mentaati apa yang telah dititahkan-Nya
dalam kitab-Nya, ingkah laku dan segala yang dilakukan oleh manusia semestinya
harus sesuai dengan segala yang diperintahkan oleh Allah. Karena pada hakikatnya,
segala yang dilakukan oleh manusia adalah karena digerakan oleh-Nya.

Manusia merupakan mahluk yang diciptakan oleh Allah Swt di muka bumi
ini dengan sebaik-baiknya mahluk, sebaik-baiknya bentuk dan sebaik-baiknya
umat, untuk mengemban sebuah tugas yang mulia yaitu beribadah kepada Allah
Swt.3 Yang mana hal itu tertera dalam QS ad-Dzariyat ayat 56.

12
DAFTAR PUSTAKA

Gofur A. Hakekat Manusia Menurut Islam. J Hakekat Mns Menurut Islam. 1996;3–6.

Subagiya, Bahrum, Didin Hafidhuddin, and Akhmad Alim. "Internalisasi Nilai


Penciptaan Manusia Dalam Al-Quran Dalam Pengajaran Sains
Biologi." TAWAZUN: Jurnal Pendidikan Islam 11.2 (2018): 190-210.

Khusnah, Farisa Nur Asmaul. Proses Penciptaan Manusia dalam Al-Qur'an Menurut


Tantawi bin Jauhari. Diss. IAIN PONOROGO, 2022.

Syafei, Isop. "Hakikat Manusia Menurut Islam." Psympathic: Jurnal Ilmiah


Psikologi 6.1 (2013): 743-755.

Sina, Ainun, et al. "Kedudukan Manusia di Alam Semesta: Manusia Sebagai


‘Abdullah, Manusia Sebagai Khalifah Fil Ard." Jurnal Pendidikan dan
Konseling (JPDK) 4.6 (2022): 3987-3993.

M. Ridwan Nasir, prespektif Baru Metode Tafsir Dalam Memahami Al-Quran


(Surabaya: Imtiyas,2011), P.13-15.
M.Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an, (Bandung: Mizan), P.282 .
Khozin Abu Faqih, Managemen Kematian, (Bandung: Syamil, 2005), P.2.

13

Anda mungkin juga menyukai