NIM : 1193311011
MEDAN
OKTOBER 2019
0
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Berkat dan rahmatnya
sehingga saya masih diberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan critical jurnal riview
ini dengan judul”Critical Jurnal Riview”.
Critical jurnal riview ini, saya buat guna memenuhi penyelesaian tugas pada mata kuliah Ilmu
Pendidikan , semoga critical jurnal riview ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
bagi para pembaca.
Dalam penulisan critical jurnal riview ini, saya tentu saja tidak dapat menyelesaikannya
sendiri tanpa bantuan dari pihak lain.Oleh karena itu,saya mengucapakan terimahkasih
kepada :
Saya menyadari bahwa critical jurnal riview ini, masih jauh dari kata sempurna
karena masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu,saya dengan segala kerendahan hati meminta maaf dan mengharapkan kritik
dan serta saran yang membangun guna perbaikan dan penyempurnaan ke depannya.
Akhir kata,saya mengucapkan selamat membaca dan semoga materi yang ada dalam critical
jurnal riview ini, dapat bermanfaat sebagaimana semestinya bagi para pembaca.
Penyusun
1193311011
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ 1
DAFTAR ISI............................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang.................................................................................. 3
B. Tujuan penulisan CJR....................................................................... 3
C. Manfaat JR........................................................................................ 3
D. Identitas Jurnal.................................................................................. 4
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 34
2
BAB I
PENDAHULUAN
Sering kali kita bingung memilih referensi Jurnal, untuk kita baca dan pahami.
Terkadang juga, kita memilih satu buku, namun kurang memuaskan.Misalnya dari segi
informasi yang terkandung dalam buku tersebut.
Oleh karena itu, melakukan critical jurnal riview ini untuk mempermudah pembaca dalam
memilih refrensi, terkhusus pada pokok bahasan tentang Bimbingan dan konseling di siswa
dan memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang kelebihan serta keurangan jurnal yang
dipilih.
C. Manfaat CJR
Manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan Critical Jurnal Riview ini adalah untuk
mengajak pembaca lebih memahami secara mendalam mengenai Pembelajaran PadaIlmu
Pendidikan.
3
IDENTITTAS JURNAL
Jurnal 1
Judul
Jurnal Penelitian.
Volume dan Halaman VOL (2) (2012)
Tahun 2012
Penulis
Reviewer Vinka Nova Tutiona Simanjuntak
Bulan Oktober
ISSN 157-162
Jurnal 2
Judul
Tahun 2012
Penulis Rukiyati
Reviewer Vinka Nova Tutiona Simanjuntak
4
Bulan Oktober
Jurnal 3
Judul
Tahun 2016
Penulis Dinn Wahyudin
Reviewer Vinka Nova Tutiona Simanjuntak
Bulan Oktober
5
BAB II
RINGKASAN ARTIKEL
JURNAL 1
Pendahuluan
Guru merupakan suatu profesi, yang ber- arti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai
guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan. Pekerjaan profesional
ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin diperoleh dari lembaga-lembaga
pendidikan yang sesuai, sehingga kinerjanya didasarkan pada keil- muan yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
Untuk itu seorang guru yang profes- sional harus disiapkan sejak awal, yaitu ketika mereka masih
menjadi mahasiswa calon guru. Seorang calon guru harus mampu merencanakan dan menggabungkan strategi
mengajar IPA yang sesuai untuk pelajar dengan beragam latar bela- kang dan gaya belajar (NSTA, 1998).
Untuk memenuhi kebutuhan seorang guru yang profesional tersebut maka didesain suatu program
pendidikan guru melalui pende- katan konsekutif, yang tujuannya adalah mema- dukan pengetahuan materi ajar
dan pengetahuan pedagogik.
Undang no 14 tahun 2005 harus berpendidikan S1 atau DIV ditambah pendidikan profesi tanpa
mempersoalkan latar belakang dari pendidikan atau nonpendidikan, namun tetap mempertim- bangkan
kecenderungan perubahan dan tuntutan pendidikan pada masa yang akan datang. Untuk itu desain pendidikan
profesional guru dipilah menjadi pendidikan profesi guru (PPG) untuk yang berlatar belakang S1 pendidikan
dan pendi- dikan profesi guru berlatar belakang S1 atau DIV nonkependidikan. Desain program pendidikan
Profesional
Guru ini merujuk pada pembelajaran yang menekankan content-based dan content-specific pedagogy
untuk menyiapkan mahasiswa calon guru agar mampu mengajar di lingkungan para peserta didik yang
multikultural (Kartadinata, 2010). Keseluruhan program harus mendukung penyiapan calon guru yang mampu
mengemas dan mengimplementasikan pembelajarannya be- kerja sama dengan pendidik lain.
METODE
Penelitian dilakukan di Universitas Pendi- dikan Indonesia di Bandung, dengan melibatkan mahasiswa
calon guru yang sedang mengiku- ti Program Pendidikan Profesional Guru PPG (konsekutif) sebagai subjek
penelitian. Sampel di- pilih menggunakan teknik stratified random samp- ling. Setelah diperoleh hasil
penilaian pertama, akan ditentukan tingkat kemampuan siswa (ting- kat I,II,III). Mahasiswa dengan kategori
tersebut akan dijadikan sampel selanjutnya.
Penelitian ini termasuk penelitian non ek- perimental (Nonexperimental Research). Perkem- bangan ini
dilakukan dengan menggunakan me- tode longitudinal study.
Penelitian diawali dengan melakukan pe- nelusuran dokumen yang meliputi kurikulum dan silabus pada
program pendidikan profesional guru melalui pendekatan konsekutif. Selain itu partisipan diberi kuesioner
untuk mengetahui la- tar belakang pendidikan dan pengalaman menga- jar para partisipan.
Pada program dengan pendekatan konse-kutif, sebelum mengikuti program PPG partisi- pan diminta
untuk membuat CoRes dan PaP-eRs untuk topik transportasi zat melintasi membran, yang tujuannya untuk
melihat kemampuan awal mereka. Saat pengerjaan partisipan tidak diper- bolehkan bekerjasama dan tidak boleh
membu- ka buku. Pada pertengahan semester I, dan pada akhir semester I mahasiswa diminta kembali membuat
CoRes dan PaP-eRs. Beberapa hari sete- lah pelaksanaan, dilakukan wawancara terhadap partisipan, berkaitan
dengan CoRes dan PaP-eRs yang mereka buat. Data hasil penelitian diana- lisis dengan teknik deskriptif
kualitatif dan ku- antitatif dengan menggunakan desain konkuren triangulasi (Creswell, 2007).
6
JURNAL 2
Pendahuluan
Pendidikan multikultural adalah sebuah ide, pendekatan untuk perbaikan sekolah dan
gerakan kesetaraan, keadilan sosial dan demokrasi. Para ahli pendidikan multikultural
menekankan komponen dan kelompok budaya yang beragam, tetapi mereka mempunyai
konsensus berupa penghargaan pada prinsip- prinsip utama, konsep-konsep dan tujuan.
Tujuan utama pendidikan multikultural adalah untuk merestrukturisasi sekolah sehingga
semua siswa memperoleh pengetahuan, sikap dan keahlian yang dibutuhkan dalam
memfungsikan bangsa dan dunia yang secara etnis dan ras berbeda-beda. Pendidikan
multikultural menginginkan jaminan kesetaraan pendidikan bagi anggota ras yang berbeda,
etnis, budaya dan kelompok sosio-ekonomi dan untuk memfasilitasi partisipasi mereka
sebagai warganegara yang kritis dan reflektif dalam sebuah budaya nasional kebangsaan yang
inklusif ( Zamroni, 2008: 292).
7
Demikian pula, ketika zaman Orde Baru, kebijakan pemerintah memang memberikan
keleluasaan dan kesempatan yang lebih besar kepada para pelaku ekonomi kelas kakap
dengan harapan akan adanya trickle down effect. Kenyataan yang terjadi justru sebaliknya,
ketika krisis moneter mengguncang Indonesia pada paruh kedua 1997, justru para pelaku
ekonomi kelas kakap atau konglomerat ini yang membebani negara dengan beban hutang
yang tak-dapat dibayar bahkan sampai sekarang.
Sedangkan para pelaku ekonomi kelas menengah ke bawah justru dapat tetap bertahan
di era krisis, walaupun tidak banyak memperoleh fasilitas dari negara. Bukti ini telah
menyadarkan pemerintah sekarang bahwa usaha kecil dan menengah adalah usaha yang dapat
diandalkan dan harus dibantu untuk dapat berkembang, tetapi realisasinya belum begitu
mengesankan.
JURNAL 3
PENDAHULUAN
Secara nasional maupun global, upaya pembenahan lembaga pendidikan tenaga
kependidikan (LPTK) terus dilakukan (UNESCO, 2005; Kemdikbud, 2013).
Hal ini antara lain dilatarbelakangi oleh peran strategis lembaga pendidikan tinggi
pencetak guru ini sebagai institusi yang secara signifikan mempengaruhi perkembangan
pendidikan nasional. Kondisi ini mengukuhkan bahwa pendidikan yang berkualitas
merupakan syarat pokok untuk melahirkan guru yang berkualitas.
Ada mata rantai yang erat antara pendidikan guru dengan kualitas pendidikan secara
umum. Guru profesional yang dibuktikan dengan kompetensi yang dimilikinya akan
mendorong terwujudnya proses dan produk kinerja yang dapat menunjang peningkatan
kualitas pendidikan (Mangkunegara & Puspitasari, 2015, p. 143). Oleh sebab itu, formula
yang diajukan Darling-Mammond dan Bransford (2007, pp. 10-11) adalah mereposisi
lembaga pendidikan guru untuk mampu menyiapkan tiga bidang utama yang patut dikuasai
oleh para calon guru. Pertama, mengembangkan knowledge of learners dengan segala
dinamikanya. Kedua, penguasaan konsep curriculum content and goals. Ketiga,
pemahaman tentang teaching in light with content and learners to be taught as informed
by assesment.
Merujuk pada hasil penelitian Darling- Hammond dan Bransford (2007, pp. 1-39)
minimal terdapat tiga elemen penting dalam desain program pendidikan guru yang harus
diperbaiki. Ketiga elemen tersebut yakni konten (learning material), proses pembelajaran
(learning process), dan konteks pembelajaran (contextual learning). Upaya yang sudah
dilakukan oleh Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) antara lain dengan
memformulasikan “Re desain Pendidikan Profesional Guru” yang merupakan salah satu
respons terhadap tuntutan kebutuhan guru secara nasional. Program ini bercirikan antara
lain penguasaan yang mendalam terhadap bidang yang diajarkan; pemahaman yang
mendalam terhadap potensi dan perkembangan peserta didik; penguasaan yang mendalam
terhadap pengetahuan dan keterampilan pedadogi (baik yang sifatnya umum maupun
khusus); serta memiliki kemampuan berkomunikasi (baik untuk tujuan interpersonal
maupun untuk membangun sikap, motivasi, kepercayaan diri, daya adaptasi, ketangguhan,
dan kepribadian peserta didik).
8
Dalam dimensi manajemen kurikulum pendidikan tinggi, untuk memastikan bahwa
adopsi atau implementasi model kurikulum yang dirancang dengan baik dan dapat
berproses sesuai dengan yang direncanakan, dibutuhkan kesiapan manajemen dan
perilaku organisasi yang dipastikan dapat memperlancar implementasi tersebut.
Dalam kaitan ini kesiapan manajemen (readiness) merujuk kepada kesiapan segenap
pemangku kepentingan mulai dari pimpinan, staf akademik dan nonakademik,
termasuk daya dukung sistem yang ada dalam mengimplementasikan suatu program
dalam bentuk kesiapan mengadopsi kebijakan baru dan melakukan institusionalisasi
sebagai bagian penting dalam menakar kesiapan manajemen (Armenakis & Harris, 2002).
Sementara itu, perilaku organisasi (organizational behavior) lebih merupakan aktivitas
seseorang ataupun kelompok dalam merespons organisasi agar yang bersangkutan
terlibat. Lebih jauh, Bauer dan Endorgan (2012, p. 40) menyebutkan bahwa perilaku
organisasi lebih merupakan kristalisasi pengetahuan dan sikap yang sistematis yang
dilakukan oleh perorangan ataupun kelompok. Perilaku organisasi juga merupakan
bagian penting dalam pengambilan keputusan organisasi (Sawyer, Houlette, & Yeagley,
2006).
Dalam telaah manajemen kurikulum, pendidikan profesional guru yang digagas oleh
UPI didasarkan pada tiga asumsi utama. Pertama, karier guru profesional sepatutnya
dipahami sebagai sebuah proses berkesinambungan, berlangsung lama, dan perlu
pembinaan yang berkelanjutan. Kedua, pembaharuan pendidikan guru profesional harus
bertolak dari upaya penciptaan koherensi dalam kurikulum pendidikannya, baik secara
struktural maupun konseptual agar dapat diperoleh program pendidikan guru yang lebih
mantap. Ketiga, manajemen kurikulum memberi pengaruh siginifikan kepada aliran
dan mata rantai pembelajaran dan budaya akademik bagi program pendidikan guru
yang berkualitas dan bermartabat. Dengan demikian, manajemen pengembangan kurikulum
berkaitan dengan derajat pengelolaan atau aspek manajemen dalam hal perencanaan,
implementasi, dan evaluasi kurikulum.
Fondasi manajemen kurikulum, termasuk kurikulum pendidikan tinggi,
direfleksikan pada spirit pengelolaan kurikulum yang ajeg, andal, sistemik,
partisipatif, transparan, dan akuntabel, baik dalam kajian kurikulum sebagai ilmu
(curriculum as science), kurikulum sebagai suatu sistem (curriculum as a system),
kurikulum sebagai rencana (curriculum as a plan), maupun kurikulum sebagai proses yang
berkesinambungan (curriculum as sustainable process). Kurikulum dapat dipandang
sebagai suatu instrumental input yang strategis dalam program pendidikan. Oliver dalam
Oliva (2016, p. 7) menegaskan bahwa kurikulum harus menjadi alat rekonstruksi
pengetahuan secara sistematis yang di- kembangkan dengan kendali manajerial dari
institusi pendidikan, curriculum as that reconstruction of knowledge and experience
systematically developed under the auspices of the school and university to enable the
learners to increase his or her control of knowledge and experience.
Bagi Unive r s i t as P en di di ka n Indonesia, dikembangkannya re desain
pendidikan profesional guru mengacu pada asumsi bahwa menjadi guru profesional adalah
proses berkesinambungan dan penilaian secara terus-menerus.
9
BAB III
PEMBAHASAN
JURNAL 1
Judul
KEMAMPUAN SUBJECT SPECIFIC PEDAGOGY CALON
GURU BIOLOGI PESERTA PROGRAM PENDIDIKAN
PROFESIONAL GURU (PPG) YANG BERLATAR
BELAKANG BASIC SAINS PRA DAN POST WORKSHOP
Download http://journal.unnes.ac.id/index.php/jpii
10
Pada program dengan pendekatan konsekutif, sebelum
mengikuti program PPG partisi- pan diminta untuk membuat CoRes
dan PaP-eRs untuk topik transportasi zat melintasi membran, yang
tujuannya untuk melihat kemampuan awal mereka. Saat pengerjaan
partisipan tidak diper- bolehkan bekerjasama dan tidak boleh
membu- ka buku. Pada pertengahan semester I, dan pada akhir
semester I mahasiswa diminta kembali membuat CoRes dan PaP-
eRs.
Beberapa hari sete- lah pelaksanaan, dilakukan wawancara
terhadap partisipan, berkaitan dengan CoRes dan PaP-eRs yang
mereka buat. Data hasil penelitian diana- lisis dengan teknik
deskriptif kualitatif dan ku- antitatif dengan menggunakan desain
konkuren triangulasi (Creswell, 2007). Proses pengumpu- lan data
dan analisis data dilakukan secara terus menerus melalui proses
“cek dan recek”, analisis dan re-analisis, sehingga diperoleh hasil
perkem- bangan secara menyeluruh.
Langkah Penelitian Penelitian diawali dengan melakukan pe- nelusuran
dokumen yang meliputi kurikulum dan silabus pada program
pendidikan profesional guru melalui pendekatan konsekutif.
Selain itu partisipan diberi kuesioner untuk mengetahui latar
belakang pendidikan dan pengalaman menga- jar para partisipan.
Teknik Pengumpulan Proses pengumpu- lan data dan analisis data dilakukan secara
Data terus menerus melalui proses “cek dan recek”, analisis dan re-
analisis, sehingga diperoleh hasil perkem- bangan secara
menyeluruh.
Hasil Penelitian Mahasiswa yang telah menamatkan S1nya pada program Basic Sains
melanjutkan Program Pendidikan Profesi Guru selama tiga semester atau selama
18 bulan. Satu semester diberikan pembekalan ilmu-ilmu pedagogi (matrikulasi)
yang kemudian dilanjutkan dengan workshop pembuatan silabus dan RPP serta
peer teaching se- lama satu semester berikutnya (semester kedua). Pada semester
ketiga mahasiswa akan keseko- lah-sekolah untuk melakukan praktik mengajar
(PPL).
Pelaksanaan PPG mengikuti sistem Blok, yaitu pelaksanaan
program tersebut ditentukan satu semester. Program pada semester
pertama berupa workshop Subject Spesific Pedagogik (SSP),
sedangkan program pada semester kedua berupa Praktek
Pengalaman Lapangan (PPL). Program PPL dilaksanakan penuh
di sekolah mitra yang guru-gurunya terlibat pada semester
pertama.
11
Sinkronisasi tema/ materi dengan SK dan KD
Peerteaching
Dari hasil nampak bahwa pada tes perta- ma hanya satu orang yang
membuat PaP-eRs, sedangkan yang lain belum dapat mengaitkan materi dengan
pedagogi. Hal tersebut diduga disebabkan calon guru baru memperoleh materi
mengenai strategi pembelajaran, dan belum bisa mengaitkannya dengan konsep
tertentu. Pada tes kedua, setelah calon guru melakukan workshop tentang silabus
dan RPP secara berkelompok dan mandiri, nampak ada peningkatan pada PaP-
eRS maupun CoResnya. Calon guru sudah bisa meng- kaitkan strategi mengajar
dengan konten terten- tu, namun semua calon guru tersebut belum bisa
mengkaitakn strategi, dengan karakteristik dari konsep/konten tersebut.
Pada tes ketiga sebagian sudah ada beberapa calon guru yang membuat
karakteristik materi kedalam PaP-eRs dan telah mengkaitkannya dengan CoRes.
Hal ini mem- perlihatkan bahwa setelah diadakan peer teaching, calon guru
menyadari bahwa karakteristik materi merupakan bagian penting dalam
menentukan metode untuk mengajarkan suatu materi.
Kemampuan mahasiswa mengenai materi spesifik menunjukkan
adanya peningkatan yang baik. Peningkatan terlihat setelah calon guru
melakukan workshop dan terjadi peningkatan kembali setelah calon guru
melakukan beberapa kali peer teaching. Peningkatan tidak hanya terjadi pada
CoRes saja tetapi pada PaP-eRs juga terjadi peningkatan yang baik. Pada tes
pertama hanya seorang calon guru yang mampu membuat bebe- rapa pedagogi
yang terkait cara mengajarkan ma- teri transportasi zat. Pada tes kedua 80 %
calon guru telah mengisi metode untuk mengajarkan materi transportasi zat
melintasi membran, wa- laupun belum ada calon guru yang menuliskan
karakteristik materinya.
Pada tes ketiga ada be- berapa calon guru yang mengaitkan antara Co-
Res dengan metode mengajar dan karakteristik materi. Para calon guru tersebut
belum terlatih untuk mengupas ide-ide atau konsep-konsep pen- ting mana yang
12
harus disampaikan kepada siswa, mereka juga belum bisa mengaitkan ide-ide
mana yang belum saatnya dipelajari oleh siswa. Calon guru juga belum bisa
mengkaitkan antara cara mengajar dengan karakteristik materi, ini terlihat dari
hasil PaP-eRs yang mereka buat, belum ada satupun calon guru yang membuat
catatan-cata- tan tentang karakteristik materi pada PaP-eRs.
Kekuatan Penelitian 1. Tata bahasa atau gaya penulisan yang dipergunakan
dalampenulisan jurnal ini cukup mudah dipahami sehingga
memudahkan pembaca untuk mengerti bagaimana
penelitian tersebut dilaksanakan dan apa hasil yang
diperoleh dengan tujuan yang ingin dicapai dari hasil
penelitian.
2. Judul. Judul penelitian cukup jelas dan rinci, akurat tidak
ambigu, dan menggambarkan apa yang akan diteliti.
Kelemahan Penelitian • Dalam jurnal ini seringkali adanya huruf yang kurang
dalam sebuah kata.
• Dalam jurnal ini tidak disebutkan jangka waktu dalam
penelitian.
• Seringkali pengulangan kata.
Kesimpulan Dari pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
Pendidikan multikultural di Indonesia didasarkan pada filsafat
bangsa yaitu Pancasila yang disepakati oleh para pendiri negara
dengan semangat multikulturalisme yang terpancar dalam rumusan
sila-silanya. Pendidikan multikultural di Indonesia yang dapat
dipandang sebagai model pendidikan terpadu dengan melakukan
proses transformasi dalam kultur sekolah, manajemen sekolah dan
proses pembelajaran. Kultur sekolah yang sehat perlu dibangun
dengan jalan menumbuhkan rasa bangga dengan sekolah, menjalin
komunikasi efektif di antara warga sekolah, mensosialisasikan visi
dan misi sekolah dengan berulang-ulang dan beragam media,
mengadakan kegiatan bersama yang melibatkan kerjasama guru dan
siswa.
Manejemen sekolah yang dilandasi tujuan pendidikan
multikultural mensyaratkan kepala sekolah sebagai pemimpin
(leader) daripada sekedar manajer, yaitu pemimpin yang peka
terhadap perubahan dan kemendesakan, menciptakan koalisi, dan
menancapkan pendekatan baru dalam budaya sekolah agar siswa
yang berasal dari latar belakang sosial, ekonomi dan budaya yang
kurang beruntung dapat mencapai kesuksesan dalam belajar. Proses
pembelajaran yang berpegang pada prinsip multikultural didasarkan
pada pedagogik transformatif, yaitu pedagogik yang
mengungkapkan kebebasan dan keterbatasan manusia sekaligus
mengakui dirinya adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Pedagogik transformatif menekankan pada kerja sama, toleransi,
saling menghormati dan sukses bersama, bukan pada persaingan
dan kemenangan individual. Guru dituntut untuk lebih peka
terhadap beragam latar belakang kultur,etnis, sosial-ekonomi
peserta didiknya sehingga dapat mengintegrasikan materi sesuai
konteks budaya dan konstruksi pengetahuan siswa yang beragam
tersebut untuk kemajuan belajar mereka.
13
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mempunyai
semangat pendidikan multikultural, karena memberikan keleluasaan
sekolah dan guru dalam implementasinya yang disesuaikan dengan
konteks sosio-budaya setempat yang arahnya pada pemberdayaan
masyarakat. Prioritas utama tujuan pendidikan multikultural di
Indonesia harus diarahkan pada upaya mengangkat peserta didik
dari kelompok miskin dan terpencil membekali mereka dengan
pengetahuan dan ketrampilan yang berguna (life skills) agar lebih
berdaya dalam hidupnya.
14
JURNAL 2
Judul
LANDASAN DAN IMPLEMENTASI PENDIDIKAN
MULTIKULTURAL DI INDONESIA
Download http://journal.unnes.ac.id/index.php/jpii
Penulis Rukiyati
Hasil Penelitian
Pendidikan multikultural berlandaskan filsafat bangsa:
Pancasila
Pendidikan multikultural adalah konsep yang umum
sekarang ini, walaupun awalnya muncul sebagai idealisasi
pendidikan, karena adanya diskriminasi ras yang sangat tidak
berperikemanusiaan dan kesejangan social-politik-ekonomi yang
sangat tajam di Amerika Serikat. Sebagaimana diketahui, Amerika
Serikat yang bersuara lantang mempromosikan demokrasi dan hak
asasi manusia ke seluruh dunia, kalau perlu dengan kekuatan
senjata, justru di dalam negerinya sendiri tidak dapat
melaksanakan ide-ide besarnya secara konsekuen. Perlakuan yang
tidak manusiawi terhadap warga Negara keturunan Afro-Amerika
selama berabad-abad bahkan sampai abad XX.
15
Penelitian etnografis Jonathan Kozol (Noel, 2007)
menyimpulkan adanya ketidakadilan yang kejam dari pemerintah
AS yang didominasi orang kulit putih terhadap orang-orang kulit
hitam. Melalui bukunya yang banyak mengenai kondisi sekolah
dan komunitas kulit hitam , khususnya yang miskin, Jonathan
Kozol membawa perhatian kita pada perjuangan dan harapan dari
anak-anak yang terlewatkan di dalam masyarakat Amerika Serikat.
Ia menaruh perhatian pada segregasi rasial yang ekstrem di
sekolah-sekolah Amerika dan perbedaan yang berhubungan
dengan pengabaian dalam hal pendanaan, keselamatan dan
kualitas sekolah. Ia menggunakan pendekatan etnografis, dengan
menghabiskan waktunya bersama komunitas yang ditelitinya.
Karyanya ini langsung ditujukan pada hal-hal yang berkaitan
dengan kemiskinan, tunawisma, dan ketidaksamaan pendidikan
yang dialami kelompok masyarakat kulit hitam Amerika. Hal ini
membuktikan bahwa Amerika bersifat ambigu dalam menerapkan
ide-ide demokrasinya. Walaupun tak- dapat dinafikan sekarang ini
mereka mulai menata kembali kehidupan berbangsanya secara
lebih adil dan manusiawi dibuktikan dengan terpilihnya Barack
Obama sebagai presiden kulit hitam pertama AS.
16
penggerak kemerdekaan melawan kolonialisme dilandasi
semangat persatuan bangsa. Dengan demikian, tentu saja ada
perbedaan-perbedaan dalam hal pandangan-pandangan ideal dan
upaya mewujudkannya. American dream tentu tidak sama
basisnya dengan mimpi Indonesia adil dan makmur. Di samping
itu ada pula hal-hal yang dapat berlaku universal, ide-ide dasar di
Amerika Serikat dapat pula diterapkan di Indonesia apabila
memang menunjukkan adanya kemashlahatannya bagi bangsa
Indonesia sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
dasar hidup bermasyarakat dan bernegara.
17
agenda pertama mengesahkan UUD RI memutuskan menghapus
tujuh kata dalam sila pertama: “Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya” dan diganti
dengan rumusan: “Ketuhanan Yang Maha Esa” sehingga rumusan
Pancasila menjadi: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang
adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
serta keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia (Risalah Sidang
BPUPKI-PPKI, 1995). Inilah nilai-nilai ideal yang harus
diwujudkan oleh segenap komponen bangsa, baik pemerintah
maupun rakyat biasa. Maka, logislah bila sebagaimana termaktub
di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional bahwa pendidikan berlandaskan pada
Pancasila.
18
bangsa Indonesia. Bagi individu, kebudayaan suku bangsanya
merupakan kekayaan rohaniah, di mana individu berkembang
sebagai seorang pribadi, dan sekaligus dijadikan pijakan untuk
membangun kebudayaan Indonesia yang dicita-citakan.
19
menghargai kebudayaan lokal sebagai modal untuk memperkuat
harga diri seseorang agar tidak hanyut di dalam arus
penyamarataan global. Fenomena ini tampak juga di Indonesia,
pengaruh globalisasi telah mencengkram Indonesia terutama dari
sisi ekonomi yang menjadi salah satu sasaran utama kapitalisme
global. Di sisi lain, adanya otonomi daerah dan sentimen kepada
hal-hal yang primordial telah memunculkan penguasa- penguasa
baru di daerah dengan kekuasaan yang besar pula sehingga dapat
beresiko munculnya negara dalam Negara Indonesia. Kekuatan
global yang bersifat mondial, di satu sisi dan kekuatan lokal yang
bersifat kedaerahan di lain pihak, diprediksi akan mempersulit
terwujdnya negara bangsa yang kuat, adil, makmur dan merata.
Maka, diperlukan respons yang tepat di dalam pembinaan
generasi yang akan datang. Oleh sebab itu, pendidikan
multikultural merupakan suatu tuntutan di dalam pengembangan
sumber daya manusia Indonesia (Tilaar, 2004: 194).
20
sekolah, manajemen sekolah dan proses pembelajaran.
Kultur sekolah
Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama
oleh suatu kelompok masyarakat, yang mencakup cara berfikir,
perilaku, sikap, nilai yang tercermin baik dalam ujud fisik maupun
abstrak. Kultur ini juga dapat dilihat sebagai suatu perilaku, nilai-
nilai, sikap hidup, dan cara hidup untuk melakukan penyesuaian
dengan lingkungan, dan sekaligus cara untuk memandang
persoalan dan memecahkannya. Oleh karena itu, suatu kultur
secara alami akan diwariskan oleh satu generasi kepada generasi
berikutnya. Sekolah merupakan lembaga utama yang yang
didesain untuk memperlancar proses transmisi kultural antar
generasi tersebut.
21
dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang
sekolah. Kultur sekolah dipegang bersama baik oleh kepala
sekolah, guru, staf administrasi maupun siswa, sebagai dasar
mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan
yang muncul di sekolah.
Pengaruh kultur sekolah atas prestasi siswa di Amerika
Serikat telah dibuktikan lewat penelitian empiris. Kultur yang
"sehat" memiliki korelasi yang tinggi dengan:
22
Kultur sekolah yang memungkinkan bagi tercapainya
kesuksesan belajar siswa dari berbagai latar belakang yang
berbeda perlu dirancang sedemikian rupa, sehingga sekolah
menjadi komunitas yang mencerminkan living values yang
ditetapkan bersama. Sejak lama sekolah-sekolah di Indonesia
kehilangan sense of identity, sense of belonging, sense of
community dan sense of cooperative. Sekolah hanya tempat belajar
pengetahuan yang sifatnya cenderung transaksional, di dalamnya
guru dan kepala sekolah hanya sebagai pengelola dan penyedia
ilmu yang dibeli oleh siswa sebagai konsumennya. Hilangnya
identitas diri sebagai pelajar yang sedang menuntut ilmu dan
kebersamaan sebagai warga sekolah telah membawa akibat-akibat
yang negatif seperti sikap tidak peduli, minimnya komunikasi
antara guru dan murid sehingga berakibat pada hilangnya rasa
saling memilki terhadap keberadaan sekolah dan pada gilirannya
hilang pula solidaritas dan kerja sama antar warga sekolah.
Sebaliknya, para siswa membentuk wadah komunikasi sendiri
yang bersifat liar dan destruktif dengan membentuk gank-gank.
Itulah yang terjadi di Bandung dengan gank motornya, di Pati
dengan gank Nero (Neko-neko royok), di Jakarta dan Yogya yang
terkenal dengan tawuran antar- sekolah. Jika keadaan ini tidak
segera disadari dan diperbaiki, maka para pelajar kita akan
semakin jauh dapat melaksanakan pendidikan multikultural.
23
misi sekolah berulang-ulang dengan berbagai media yang mudah
dipahami siswa, misalnya dengan tulisan-tulisan yang menyentuh
hati nurani dan kesadaran human seluruh warga sekolah; d)
Diadakan kegiatan di luar sekolah yang mengarah pada kerjasama
dan kebersamaan antara siswa dan guru. Dengan upaya-upaya
tersebut diharapkan akan terwujud kultur sekolah yang humanistik
dan menghargai keragaman.
Manajemen sekolah
Sekolah yang hendak mewujudkan tujuan kesempatan dan
kesetaraan dalam belajar sebagaimana yang menjadi fokus
pendidikan multikultural haruslah dikelola dengan kepemimpinan
kepala sekolah yang kuat. Kepala sekolah tidak hanya sebagai
manajer, melainkan lebih dari itu. Ia harus menjadi leader
(pemimpin). Pemimpin yang baik sebagaimana dinyatakan oleh
John Kotler (1996:17-32) adalah yang mempunyai kepekaan
terhadap kemendesakan (sense of urgency), menciptakan koalisi
yang memimpin perubahan, mengembangkan visi dan strategi,
mengkomunikasikan visi, memberdayakan bawahan untuk aksi
yang luas, mengakumulasikan keberhasilan demi keberhasilan,
merayakan keberhasilan dan menghasilkan keberhasilan baru,
serta menancapkan pendekatan baru dalam budaya organisasi.
24
sekolah lebih mudah untuk mengelola prosedur rutin daripada
memberikan kepemimpinan untuk menciptakan kultur perubahan
yang kontinyu ( Tony Bush & Les Bell, 2006: 145).
Dengan adanya otonomi sekolah di era desentralisasi
sekarang ini, kepemimpinan kepala sekolah mempunyai peran
penting untuk mewujudkan tujuan pendidikan multikultural.
Kepala sekolah yang dapat melaksanakan delapan tahap
sebagaimana dinyatakan Kotler di atas diprediksi akan berhasil
dalam mewujudkan tujuan tersebut. Prinsip kesempatan yang sama
di satu sisi dan kesetaraan di pihak lain harus menjadi pedoman
kepala sekolah dalam membimbing para guru dan staf sehingga
siswa yang berasal dari latar belakang sosial-ekonomi dan budaya
yang terpinggirkan mendapatkan perhatian yang lebih agar dapat
mencapai standar kesuksesan yang telah ditetapkan. Sementara itu,
siswa yang telah mempunyai keberuntungan karena perbedaan
kultur dan tingkat sosial-ekonomi orang tua diberikan pengertian
dan kepekaan untuk saling memahami, saling membantu dan
saling peduli kepada teman-temannya yang kurang beruntung.
Proses pembelajaran
Dimensi penting dalam pendidikan adalah proses
25
pembelajaran. Pembelajaran yang mendukung untuk mencapai
tujuan pendidikan multikultural adalah pembelajaran yang
berdasarkan pada pedadogik transformatif. Pedagogik
transformatif adalah pedagogik yang mengungkapkan kebebasan
dan sekaligus keterbatasan manusia, serta menekankan pentingnya
partisipasi dengan sesama manusia. Partisipasi dengan sesama
manusia menuntut tindakan-tindakan atau kelakuan yang mau
menerima sesama manusia sebagaimana adanya. Tanggung jawab,
toleransi, kerja sama , saling membantu, saling menghormati
pendapat orang lain dan berbagai sikap dan serta kelakukan
manusia yang memperkuat kerja sama, merupakan nilai-nilai yang
mendapatkan prioritas di dalam proses pembelajaran yang
berlandaskan pedagogik transformatif. Di samping itu, pedagogik
transformatif juga mengungkapkan keterbatasan manusia, implisit
di dalamnya mengandung pengakuan akan kebesaran Sang
Pencipta (Tilaar, 2002:152-153).
26
bagi kemajuan belajar siswa. Demikian pula, metode pembelajaran
bervariasi karena disesuaikan dengan karakteristik dan cara
berpikir (proses memperoleh pengetahuan) yang beragam. Teori-
teori multikultural menegaskan bahwa nilai-nilai, sejarah pribadi,
sikap-sikap dan keyakinan seseorang tidak dapat dipisahkan dari
pengetahuan yang dihasilkannya (Zamroni, 2008: 205). Di dalam
suatu komunitas etnik terkandung sistem pengetahuan yang
diwariskan turun-temurun yang mempengaruhi cara berpikir
mereka, baik ketika berada di komunitasnya maupun di sekolah.
Hal-hal tersebut harus dipahami betul oleh guru agar tidak mudah
berprasangka terhadap peserta didiknya yang berakibat pada
hubungan yang kurang harmonis.
Proses pembelajaran merupakan kurikulum dalam praksis.
Dengan demikian keduanya tidak dapat dipisahkan. Kurikulum di
Indonesia yang berlaku sekarang dinamakan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini sebenarnya sudah
bersifat multikultural. KTSP sangat berpeluang mewujudkan
tujuan pendidikan multikultural karena kurikulum ini benar-benar
berpihak kepada peserta didik dalam konteks sosial-budaya dan
kehidupan sehari-hari. Pengalaman belajar dikontekstualisasikan
dengan kebutuhan setempat.
27
untuk pemberdayaan mereka dalam teknologi sederhana untuk
dapat menguasai alam sekitarnya, khususnya sungai serta
pengelolaan sumber daya air dan laut. Demikian pula, anak-anak
di Langsa, Aceh Timur perlu belajar mengolah hasil laut,
khususnya ikan dan rumput laut, yang selama ini belum tergarap,
sedangkan anak-anak Halmahera sangat perlu mengembangkan
kesenian tradisional dan penyelidikan flora dan fauna (Indratno,
2007:107-108). Anak-anak SMP di Turi, Sleman mengembangkan
kemampuan bertanam salak. Memang dalam kenyataannya ada
sebuah SMP di sana yang mempunyai kebun salak. Kebun ini
menjadi kebun percobaan untuk siswa-siswanya. Dari proses ini,
anak-anak mengembangkan pengalaman belajar yang sesuai
dengan kebutuhan hidup dan masyarakatnya. Di sini kreativitas
dan keberpihakan guru menjadi sangat penting. Sekolah bisa
menjadi arena anak-anak untuk membentuk habitus (kebiasaan)
baru, tanpa didominasi oleh kepentingan untuk menonjolkan
budaya yang dipandang main-stream.
Selain itu, di dalam KTSP terdapat komponen kurikulum
muatan lokal. Dikaitkan dengan tujuan pendidikan multikultural,
muatan lokal di tingkat SMP dapat dipandang sebagai suatu
antisipasi untuk anak-anak SMP yang tidak dapat melanjutkan ke
SMA atau SMK. Anak-anak SMP yang tidak dapat melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sangat banyak di negara
kita, baik karena terkendala masalah biaya maupun faktor
geografis yang sangat sulit/terpencil. Dengan kurikulum muatan
lokal di tingkat SMP, mereka tetap memiliki kompetensi di bidang
tertentu terkait dengan kecakapan hidup yang bersifat praktis dan
bermanfaat ekonomis bagi dirinya dan masyarakatnya. Bila
budidaya rumput laut dimasukkan menjadi mata pelajaran muatan
lokal di suatu pulau terpencil di Indonesia, misalnya di pulau
Natuna, maka diasumsikan setelah lulus mereka dapat langsung
mandiri dengan menjadi petani rumput laut. Atau bila SMP berada
di daerah pegunungan, mereka dapat menjadi petani sayur-mayur
28
yang berhasil bila telah diperkenalkan budidaya pertanian yang
memenuhi standar, bila perlu standar internasional agar mereka
dapat turut serta dalam kegiatan ekspor hasil pertanian.
29
JURNAL 3
Download http://garuda.risedikti.go.id/documents/detail/307066
Tujuan Penelitian
Metode Penelitian Penelitian ini melibatkan segenap unsur pimpinan dari tingkat
universitas, fakultas, serta jurusan dan program studi di
lingkungan UPI yang sampelnya ditentukan secara proporsional.
Secara metodologis, studi memadukan penelitian deskriptif-
analitik dengan penelitian tindakan, melalui tahapan yang
dimodifikasi dari Hatzakis dkk. (2007), yakni tahapan diagnostik
melalui identifikasi dan analisis faktor-faktor kesiapan manajemen
dalam implementasi program pendidikan profesional guru,
tahapan perbaikan melalui penyusunan langkah tindakan
perbaikan, dan melakukan tindakan dalam bentuk pemanduan
30
implementasi.
Langkah Penelitian Secara metodologis, studi memadukan penelitian deskriptif-
analitik dengan penelitian tindakan, melalui tahapan yang
dimodifikasi dari Hatzakis dkk. (2007), yakni tahapan diagnostik
melalui identifikasi dan analisis faktor-faktor kesiapan manajemen
dalam implementasi program pendidikan profesional guru, tahapan
perbaikan melalui penyusunan langkah tindakan perbaikan, dan
melakukan tindakan dalam bentuk pemanduan implementasi.
31
dipandang sebagai transmisi warisan budaya dengan mengajarkan
generasi muda untuk persiapan kehidupan yang lebih baik di masa
mendatang. Ketiga, kurikulum bepijak pada titik pandang strategis
tentang pengembangan kurikulum yang dipilih. Pengembangan
juga tak dapat dipisahkan dengan proses, strategi pembelajaran
yang dipilih, tehnik pembelajaran yang digunakan. Itulah sisi lain
dari pandangan kurikulum sebagai proses (curriculum as a
process).
Kekuatan Penelitian 3. Tata bahasa atau gaya penulisan yang dipergunakan
dalampenulisan jurnal ini cukup mudah dipahami sehingga
memudahkan pembaca untuk mengerti bagaimana
penelitian tersebut dilaksanakan dan apa hasil yang
diperoleh dengan tujuan yang ingin dicapai dari hasil
penelitian.
4. Judul. Judul penelitian cukup jelas dan rinci, akurat tidak
ambigu, dan menggambarkan apa yang akan diteliti.
Kelemahan Penelitian • Dalam jurnal ini seringkali adanya huruf yang kurang
dalam sebuah kata.
• Dalam jurnal ini tidak disebutkan jangka waktu dalam
penelitian.
• Seringkali pengulangan kata.
Kesiapan manajemen merupakan kondisi yang
Kesimpulan menggambarkan kapasitas (organisasi) untuk memahami,
menerima, dan melaksanakan sebuah tindakan dan/ atau
pembaharuan. Kesiapan manajemen dalam implementasi kurikulum
di tingkat universitas sampai dengan jurusan ditandai antara lain
dengan adanya tim kerja yang memahami dan dapat
menerjemahkan pembaharuan yang diharapkan dalam program
kurikulum pendidikan profesional guru.
Aspek kesiapan manajemen dalam implementasi pendidikan
profesi guru, dapat diamati dari rancangan, implementasi
kurikulum, sistem evaluasi, pengendalian program, dan aspek
peraturan universitas. Tanggung jawab manajemen juga dilihat dari
aspek monitor dan evaluasi program kerja, aspek program yang
dikembangkan melalui visi dan misi, serta prioritas manajemen
sumber daya dengan memperhatikan perencanaan SDM serta
evaluasi dan jejak rekam akademik para dosen.
Relevansi kesiapan manajemen dalam implementasi
kurikulum dalam pandangan para pengambil kebijakan manajemen
sudah secara sistematis dibangun, terutama dalam pembinaan aspek
komunikasi, motivasi dan kepemimpinan. Namun demikian, studi
ini menggarisbawahi bahwa tidak ada korelasi antara kesiapan
organisasi manajemen UPI dengan perilaku organisasi yang
mengiringinya.
32
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan yang terlampirkan dalam beberapa Jurnal diatas dapat disimpulkan melalui
beberapa perbedaan jeniis penelitian.
33
DAFTAR PUSTAKA
Ari Widodo ,Yenny Anwar1, dkk 2012, KEMAMPUAN SUBJECT SPECIFIC PEDAGOGY
CALON GURU BIOLOGI PESERTA PROGRAM PENDIDIKAN PROFESIONAL GURU
(PPG) YANG BERLATAR BELAKANG BASIC SAINS PRA DAN POST WORKSHOP,
journal.unnes, VOL (2) (2012) .
34