Anda di halaman 1dari 21

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Rasionalisasi pentingnya CBR...........................................................................................1


1.2 Tujuan penulisan CBR.......................................................................................................1
1.3 Manfaat CBR......................................................................................................................1
1.4 Identitas buku.....................................................................................................................1

BAB II RINGKASAN ISI BUKU

2.1 Ringkasan isi buku.............................................................................................................2

BAB III KELEBIHAN DAN KEKURANGAN ISI BUKU

3.1 Kelebihan isi buku...........................................................................................................15

3.2 Kekurangan isi buku........................................................................................................15

BAB IV PENUTUP

4.1 Simpulan..........................................................................................................................16

4.2 Saran.................................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................17
BAB I

PENDALUHUAN

A. Rasionalisasi pentingnya CBR


Sering kali kita bingung memilih buku referensi untuk kita baca dan pahami.
Terkadang kita memilih satu buku, namun kurang memuaskan hati kita. Misalnya dari segi
analisis bahasa, pembahasan tentang Telaah kurikulum. Oleh karena itu, penulis membuat
Critical Book Review ini untuk mempermudah pembaca dalam memilih buku referensi,
terkhusus pada pokok bahasa tentang Telaah kurikulum.

B. Tujuan penulisan CBR


Untuk penyelesaian tugas dari mata kuliah telaah kurikulum dan buku teks dan
menambah wawasan tentang telaah kurikulum. Mengetahui pengertian kurikulum, pengertian
buku teks, dan lain-lain.

C. Manfaat CBR
1. Untuk menanbah wawasan tentang telaah kurikulum
2. Untuk mengetahui pengertian dari kurikulum
3. Untuk mengetahui komponen-komponen dalam kurikulum

D. Identitas buku yang di riview


Judul : TELAAH KURIKULUM DAN BUKU TEKS
Edisi :-
Pengarang : Atika Wasilah, S.Pd.,M.Pd
Penerbit : UNIMED PRESS
Kota terbit : Medan
Tahun terbit : 2018
ISBN :-
BAB II

RINGKASAN ISI BUKU

2.1 DEFINISI KURIKULUM, LANDASAN PENGEMBANGAN, DAN


PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA
Pendahuluan

Pada awalnya istilah kurikulum digunakan dalam dunia olah raga pada jaman Yunani
Kuno. Curriculum dalam bahasa Yunani berasal dari kata “Curir” artinya pelari dan “Curere”
artinya di tempuh atau berpacu. Curiculum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh
pelari. Dalam dunia pendidikan diartikan “sejauh mata pelajaran yang harus ditempuh atau
diselesaikan oleh peserta didik untuk memperoleh ijazah. Kurikulum sebagai program
pendidikan harus mencakup: (1) sejumlah mata pelajaran atau organisasi pengetahuan; (2)
pengalaman belajar atau kegiatan belajar; (3) program belajar (plan for learning) untuk siswa;
(4) hasil belajar yang diharapkan.

A. Beberapa Definisi Kurikulum:

1. Hilda Taba, mengartikan kurikulum sebagai a plan for learning, yakni sesuatu yang
direncanakan untuk dipelajari oleh anak-anak.
2. J. Galen Saylor dan William M. Alexander, menjelaskan " The curriculum is the sum totals
of schools efforts to influence learning, whether in the class room, on the play ground, or
out of school. Jadi segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam
ruang kelas, di halaman sekolah, atau di luar sekolah.
3. B. Othanel Smith cs. Mengartikan kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara
potensial dapat diberikan kepada anak, yang diperlukan agar mereka dapat berpikir dan
berkelakuan sesuai dengan masyarakatnya.
4. Alice Miel, kurikulum meliputi segala pengalaman dan pengaruh yang bercorak
pendidikan yang diperoleh anak di sekolah.
5. Kurikulum merupakan seperangkat rencana & sebuah pengaturan berkaitan dengan tujuan,
isi, bahan ajar & cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan tertentu.(UU.No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap
seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan
kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan.
Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada
hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak
didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu
sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan
manusia.

Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan


memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan,
kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta
kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan. (Bab IX, Ps.37).
Pengebangan kurikulum berlandaskan faktor-faktor sebagai berikut:

1. Tujuan filsafat dan pendidikan nasional yang dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan
tujuan institusional yang pada gilirannya menjadi landasan dalam merumuskan tujuan
kurikulum suatu satuan pendidikan.

2. Sosial budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat kita.

3. Perkembangan peserta didik, yang menunjuk pada karekteristik perkembangan peserta


didik.
4. Keadaan lingkungan, yang dalam arti luas meliputi lingkungan manusiawi (interpersonal),
lingkungan kebudayaan termasuk iptek (kultural), dan lingkungan hidup (bioekologi),
serta lingkungan alam (geoekologis).
5. Kebutuhan pembangunan, yang mencakup kebutuhan pembangunan di bidang ekonomi,
kesejahteraan rakyat, hukum, hankam, dan sebagainya.
6. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang sesuai dengan sistem nilai dan
kemanusiawian serta budaya bangsa.
B. Landasan Pengembangan Kurikulum

Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam


pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu
pengetahuan dan teknologi..Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas
keempat landasan tersebut.

1. Landasan Filosofis

Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya


seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti :
perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam
pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu,
sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan.
Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang
isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.

a. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari


pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan
kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini
menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat
dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
b. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan
keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna.
Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi
kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme,
essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
c. Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup
dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri.
Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
d. Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada
peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan
bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
e. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada
rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping
menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme
lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran
ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan
sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.

Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri.


Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat
cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan
berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada
beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan
dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat
rekonstruktivisme.

2. Landasan Psikologis

Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua


bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi
perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang
mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi
perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-
aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang
berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu
yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar
mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku
individu lainnya dalam belajar yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.

Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-


teori psikologis yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip
pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa
kompetensi merupakan ”karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan
kausal dengan referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam
pekerjaan pada suatu situasi”.
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu:

a. Motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan
untuk melakukan suatu aksi.
b. Bawaan; yaitu karakteristik fisisk yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau
informasi.

c. Konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang.

d. Pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang;

e. Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.

3. Landasan Sosial-Budaya

Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu


rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa
pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun kelingkungan
masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal
pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan
lebih lanjut di masyarakat.

Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun
informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula.
Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi
landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.

Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki-sosial budaya tersendiri yang


mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarkat. Salah satu aspek
penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara
berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber
dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.

Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui


pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang
dan membuat peradaban masa yang akan datang. Dengan demikian, kurikulum yang
dikembangkan sudah seharusnya mempertimbankan, merespons dan berlandaskan pada
perkembangan sosial-budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional
maupun global.

4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi

Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dimiliki manusia masih relatif
sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai
penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan
terus semakin berkembang.

Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu
yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil
kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat
di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di
Bulan.

Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa
terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia
sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang
memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang
berlaku pada konteks global dan lokal.

Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang
berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dan standar mutu tinggi. Sifat pengetahuan
dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga
diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk
berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan
menilai pengetahuan, serta menngatasi situasi yang ambigu dan antisipatif terhadap
ketidakpastian.

Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, terutama dalam


bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh
karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju
perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan
hidup manusia.
C. Sejarah Pengembangan Kurikulum di Indonesia

Sejarah mencatat bahwa Kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia yakni


kurikulum 1947 sampai kurikulum 2013, kurikulum tersebut mengalami pembaruan-
pembaruan mengikuti perkembangan dunia pendidikan yang semakin modern dan tentunya
karena faktor perkembangan zaman. Berikut kurikulum dari dulu sampai sekarang.

1) Kurikulum 1947

Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa
Belanda leer plan artinya rencana pelajaran, istilah ini lebih popular dibanding istilah
curriculum (bahasa Inggris). Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi
pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikan ditetapkan
Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutan Rentjana Pelajaran 1947,
yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah
perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok:
a. Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, b. Garis-garis besar pengajaran.

Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem


pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan
sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan
kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang
merebut kemerdekaan maka pendidikan lebih menekankan pada pembentukan karakter
manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi
ini. Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang
diutamakan adalah: pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Materi
pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan
pendidikan jasmani.
2) Kurikulum 1952, Rentjana Pelajaran Terurai 1952

Pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Kurikulum ini


lebih merinci setiap mata pelajaran yang kemudian diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai
1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling
menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus
memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.

Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran
Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali, seorang guru mengajar satu mata
pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995.
Pada masa itu juga dibentuk kelas Masyarakat. Yaitu sekolah khusus bagi lulusan Sekolah
Rendah 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan
keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan tujuannya agar anak tak mampu
sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.

3) Kurikulum 1964, Rentjana Pendidikan 1964

Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah
bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk
pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program
Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik,
keterampilann, dan jasmani. Ada yang menyebut Panca wardhana berfokus pada
pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan
dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan
(keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan
kegiatan fungsional praktis.
4) Kurikulum 1968

Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan kurikulum 1964, yakni dilakukan


perubahan struktur kulrikulum pendidikan dari pancawardhana menjadi pembinaan jiwa
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum ini merupakan perwujudan
perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.  Kelahiran
Kurikulum 1968 bersifat politis yaitu mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan
sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati.
Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan
Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. Djauzak
menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-
pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan
permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan
kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.

5) Kurikulum Periode 1975

Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif.
“Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO
(management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur
Pembinaan TK dan SD Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam
Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan
pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.

Setiap satuan pelajaran dirinci lagi dalam bentuk Tujuan Instruksional Umum (TIU),
Tujuan Instruksional Khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar
mengajar, dan evaluasi. Guru harus trampil menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap
kegiatan pembelajaran.

6) Kurikulum 1984, Kurikulum 1975 yang Disempurnakan

Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan


pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut
Kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari
mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Tokoh penting
dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat
Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986.

Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang
diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional.
Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana
gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang
menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Akhiran penolakan CBSA
bermunculan.

7) Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan


sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini
berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem
semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu
tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat
menerima materi pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman
konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah. Kurikulum 1994
bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin
mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,”
kata Mudjito menjelaskan.

 8) Kurikulum 2004, KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)


Kurikulum 2004, disebut juga Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Suatu
program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu:
pemilihan kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan
keberhasilan pencapaian kompetensi; dan pengembangan pembelajaran.

Ciri-ciri KBK sebagai berikut:

1.    Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun


klasikal, berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.

2.    Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi,

3.    sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi
unsur edukatif.
4.    Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau
pencapaian suatu kompetensi.

5.    Struktur kompetensi dasar KBK ini dirinci dalam komponen aspek, kelas dan semester.

6.    Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut
aspek dari mata pelajaran tersebut.
7.    Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap
level.

8.    Perumusan hasil belajar adalah untuk menjawab pertanyaan,

9) Kurikulum Periode KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran) 2006

Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan, muncullah KTSP. Disusun oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP) yang selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional
melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22, 23, dan 24 tahun
2006. Menurut Undang-undang nomor 24 tahun 2006 pasal 1 ayat 15, Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan
di masing-masing satuan pendidikan. Jadi, penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan
pendidikan dengan memperhatikan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang
dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Disamping itu,
pengembangan KTSP harus disesuaikan dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan
karakteristik daerah, serta peserta didik.

Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP dimana panduan tersebut
berisi sekurang-kurangnya model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tersebut
dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/ karakteristik daerah, sosial
budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.

Tujuan KTSP ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan
kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu
kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program
pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Tujuan Panduan Penyusunan
KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB,
SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang
akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.

Pada kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan


kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk mampu
mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan
daerahnya.

10) Kurikulum Periode 2013

  Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan, modivikasi dan pemutakhiran dari


kurikulum sebelumnya. Sampai saat ini pun saya belum menerima wujud aslinya seperti apa.
Namun berdasarkan informasi beberapa hal yang baru pada kurikulum 2013.

Kurikulum 2013 sudah diimplementasikan pada tahun pelajaran 2013/2014 pada sekolah-
sekolah tertentu (terbatas). Kurikulum 2013 diluncurkan secara resmi pada tanggal 15 Juli
2013. Sesuatu yang baru tentu mempunyai perbedaan dengan yang lama.
2.2 MENGENAL LEBIH DEKAT KURIKULUM 2013 EDISI REVISI 2017

Pendahuluan

Kurikulum 2013 disusun dengan mempertimbangkan sejumlah tantangan yang akan


dihadapi bangsa Indonesia pada masa depan sebagai konsekuensi dari kemajuan-kemajuan
yang telah dan akan dicapai dalam berbagai bidang kehidupan. Tantangan-tantagan masa
depan tersebut di antaranya adalah: (1) semakin derasnya arus globalisasi, (2) semakin besar
dan rumitnya masalah lingkungan hidup, (3) kemajuan teknologi informasi yang tak
terbendung, (4) kian kuatnya konvergensi ilmu dan teknologi, (5) semakin mantapnya
pertumbuhan ekonomi berbasis pengetahuan, (6) dahsyatnya kebangkitan industri kreatif dan
budaya, dan (7) terjadinya pergeseran kekuatan ekonomi dunia.

Kurikulum 2013 edisi revisi 2017 memiliki perbedaan dengan kurikulum 2013
sebelumnya. Meskipun revisi K13 Tahun 2017 tidak terlalu signifikan, namun perubahan
difokuskan untuk meningkatkan hubungan atau keterkaitan antara kompetensi inti (KI) dan
kompetensi dasar (KD). Sedangkan dalam Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) K13 revisi 2017, yang dibuat harus muncul empat macam hal yaitu: PPK, Literasi,
4C, dan HOTS sehingga perlu kreatifitas guru dalam meramunya.

1. PPK

Gerakan PPK perlu mengintegrasikan, memperdalam, memperluas, dan sekaligus


menyelaraskan berbagai program dan kegiatan pendidikan karakter yang sudah dilaksanakan
sampai sekarang.

Pengintegrasian dapat berupa :

a.Pemaduan kegiatan kelas, luar kelas di sekolah, dan luar sekolah


(masyarakat/komunitas);
b. Pemaduan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler;
c. Pelibatan secara serempak warga sekolah, keluarga, dan masyarakat;

Perdalaman dan perluasan dapat berupa:

a. Penambahan dan pengintensifan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada


pengembangan karakter siswa,
b. Penambahan dan penajaman kegiatan belajar siswa, dan pengaturan ulang waktu belajar
siswa di sekolah atau luar sekolah;
c. Penyelerasan dapat berupa penyesuaian tugas pokok guru, Manajemen Berbasis
Sekolah, dan fungsi Komite Sekolah dengan kebutuhan Gerakan PPK.

B. Gerakan Literasi Sekolah

Pengertian Literasi dalam konteks Gerakan Literasi Sekolah adalah kemampuan


mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas
antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara. Gerakan Literasi
Sekolah (GLS) merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk
menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat
melalui pelibatan publik.

Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan
berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan
auditori. Literasi dapat dijabarkan menjadi ;

1. Literasi Dini (Early Literacy),

2. Literasi Dasar (Basic Literacy),

3. Literasi Perpustakaan (Library Literacy),

4. Literasi Media (Media Literacy),

5. Literasi Teknologi (Technology Literacy),


6. Literasi Visual (Visual Literacy).

C. 4C (Communication, Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving, and


Creativity and Innovation)

Inilah yang sesungguhnya ingin kita tuju dengan K-13, bukan sekadar transfer materi.
Tetapi pembentukan 4C. Beberapa pakar menjelaskan pentingnya penguasaan 4C sebagai
sarana meraih kesuksesan, khususnya di Abad 21, abad di mana dunia berkembang dengan
sangat cepat dan dinamis. Penguasaan keterampilan abad 21 sangat penting, 4 C adalah jenis
softskill yang pada implementasi keseharian, jauh lebih bermanfaat ketimbang sekadar
pengusaan hardskill.

D. HOTS (Higher Order of Thinking Skill)

Higher Order of Thinking Skill (HOTS) adalah kemampuan berpikir kritis, logis,
reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif yang merupakan kemampuan berpikir tingkat
tinggi.Kurikulum 2013 juga menuntut materi pembelajarannya sampai metakognitif yang
mensyaratkan peserta didik mampu untuk memprediksi, mendesain, dan memperkirakan.

Sejalan dengan itu ranah dari HOTS yaitu analisis yang merupakan kemampuan
berpikir dalam menspesifikasi aspek-aspek/elemen dari sebuah konteks tertentu; evaluasi
merupakan kemampuan berpikir dalam mengambil keputusan berdasarkan fakta/informasi;
dan mengkreasi merupakan kemampuan berpikir dalam membangun gagasan/ide-ide.

Maka tidak mungkin lagi menggunakan model/metode/strategi/pendekatan yang


berpusat kepada guru, namun kita perlu mengaktifkan siswa dalam pembelajaran (Active
Learning).
2.3 KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR DALAM KURIKULUM 2013

Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi SKL dalam bentuk


kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan
pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama
yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif,
dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan
mata pelajaran. Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara
pencapaian hard skills dan soft skills.

Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas
yang diturunkan dari Kompetensi Inti. Kompetensi Dasar adalah konten atau kompetensi
yang terdiri atas sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang bersumber pada kompetensi inti
yang harus dikuasai peserta didik. Kompetensi tersebut dikembangkan dengan
memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata
pelajaran. Mata pelajaran sebagai sumber dari konten untuk menguasai kompetensi bersifat
terbuka dan tidak selalu diorganisasikan berdasarkan disiplin ilmu yang sangat berorientasi
hanya pada filosofi esensialisme dan perenialisme. Mata pelajaran dapat dijadikan organisasi
konten yang dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu atau non disiplin ilmu yang
diperbolehkan menurut filosofi rekonstruksi sosial, progresif atau pun humanisme. Karena
filosofi yang dianut dalam kurikulum adalah elektrik seperti dikemukakan di bagian landasan
filosofi maka nama mata pelajaran dan isi mata pelajaran untuk kurikulum yang akan
dikembangkan tidak perlu terikat pada kaedah filosofi esensialisme dan perenialisme.
BAB III
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN ISI BUKU

3.1 Kelebihan isi buku

 Bahasa yang digunakan di dalam buku mudah di mengerti atau menggunakan bahasa
sehari-hari
 Banyak mengemukakan pendapat para ahli
 Penjelasan dalam buku sangat jelas
 Terdapat contoh pada setiap bab
 Terdapat jurnal di dalam buku

3.2 Kekurangan isi buku

 Cover buku kurang menarik


 Ukuran kertas yang digunakan terlalu besar
 Tidak ada nomor ISBN
BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Pada awalnya istilah kurikulum digunakan dalam dunia olah raga pada jaman Yunani
Kuno. Curriculum dalam bahasa Yunani berasal dari kata “Curir” artinya pelari dan “Curere”
artinya di tempuh atau berpacu. Curiculum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh
pelari. Dalam dunia pendidikan diartikan “sejauh mata pelajaran yang harus ditempuh atau
diselesaikan oleh peserta didik untuk memperoleh ijazah. Kurikulum sebagai program
pendidikan harus mencakup: (1) sejumlah mata pelajaran atau organisasi pengetahuan; (2)
pengalaman belajar atau kegiatan belajar; (3) program belajar (plan for learning) untuk siswa;
(4) hasil belajar yang diharapkan.

Kurikulum 2013 disusun dengan mempertimbangkan sejumlah tantangan yang akan


dihadapi bangsa Indonesia pada masa depan sebagai konsekuensi dari kemajuan-kemajuan
yang telah dan akan dicapai dalam berbagai bidang kehidupan. Tantangan-tantagan masa
depan tersebut di antaranya adalah: (1) semakin derasnya arus globalisasi, (2) semakin besar
dan rumitnya masalah lingkungan hidup, (3) kemajuan teknologi informasi yang tak
terbendung, (4) kian kuatnya konvergensi ilmu dan teknologi, (5) semakin mantapnya
pertumbuhan ekonomi berbasis pengetahuan, (6) dahsyatnya kebangkitan industri kreatif dan
budaya, dan (7) terjadinya pergeseran kekuatan ekonomi dunia.

Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian


hard skills dan soft skills.
Kompetensi Dasar adalah konten atau kompetensi yang terdiri atas sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang bersumber pada kompetensi inti yang harus dikuasai
peserta didik.

4.2 Saran

Penulis menyadari pembuatan Critical Book Review ini jauh dari kata sempurna,
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sekalian
sangat penulis harapkan guna kesempurnaan tugas ini di masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Wasilah, Atika. (2018). Telaah Kurikulum dan Buku Teks. Medan: Universitas Negeri Medan

Anda mungkin juga menyukai