Anda di halaman 1dari 19

PERAN PERBEDAAN INDIVIDU DALAM PENDIDIKAN

(INDIVIDUAL VARIATIONS)
MAKALAH MATA KULIAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Dosen Pengampu: Cania Mutia, M.Psi., Psikolog

Oleh:

Intan wiratnasari 215112440


01

215112440
Huwaidah atha kamilah
02

215112440
Yuni dwi anggraeni
12
JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK BOGA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
TAHUN 2022/2023
A. Perbedaan Individu (Individual Differences)
Menjadi seorang tenaga pendidik berkualitas tidak bisa
mengabaikan kenyataan bahwa dalam kegiatan belajar-mengajar
memerlukan pendekatan yang efektif dan efisien. Hal ini didorong oleh
variasi individu atau perbedaan para pelajar dalam berperilaku atau dalam
merespon berbagai macam situasi (personality and temperament) yang
menuntut cara pendekatan yang bervariasi dan memberikan tantangan
tersendiri bagi seorang tenaga pendidik.
Menggunakan psikologi dalam kelas sudah selalu menjadi
komponen yang esensial dari pendidikan, membantu para dosen atau guru
untuk mendalami dan menemukan metode sesuai hingga dapat
menciptakan kelas yang learning-rich atau kaya potensi. Landa (2000,
hlm. 6-8) diambil dari buku oleh John Santrock, percaya bahwa cara
pendekatan ke murid dengan aplikasi teori multiple intelligences adalah
cara pendekatan terbaik menghubungkan dengan sebab adanya variasi
kemampuan yang dimiliki individu.
Kemampuan tiap individu adalah cerminan dari kecerdasannya.
Keunikan karakteristik individu ini memberikan pengaruh terhadap
bagaimana cara ia belajar. Menurut Gardner, setidaknya terdapat delapan
jenis kecerdasan (intelligence) yang memengaruhi kepada kemampuan
seseorang. Dan dalam menggunakan kemampuannya, individu akan
mengaplikasikan gaya belajar dan gaya berpikir (learning and thinking
styles) sendiri untuk membantunya.
Tiap murid memiliki perbedaannya masing-masing. Kadang, ada
beberapa murid yang percaya bahwa mereka “tidak pintar”, mereka
cenderung menjadi kesusahan dalam belajar. Hal ini bisa saja karena
mindset mereka. Dengan itu, kepercayaan dan persepsi murid terhadap
kecerdasan dan kemampuan dapat memengaruhi fungsi kognitif dan
belajarnya. Hingga dosen atau guru harus pandai dalam memengaruhi
mindset mereka dengan menganggap mereka adalah capable learner dan
mendekatinya dengan metode kecerdasan yang mereka miliki.
Masing-masing tentang jenis perbedaan dari individu
(intelligence, learning and thinking style, dan personality and
temperament) dibahas lebih lanjut pada pembahasan berikut:
1. Intelegensi (Intelligence)
Pembahasan yang akan dibahas pada tema intelegensi:

Gambar diambil dari buku John Santrock

2. Apa Itu Intelligence? (Kecerdasan)


Dalam buku education psychology, oleh John Santrock,
disebutkan bahwa ada banyak pendapat para ahli menggambarkan
kecerdasan ini, antara lain:
3. Kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan masalah.
4. Kecerdasan adalah kapasitas untuk beradaptasi dan belajar dari
pengalaman.
5. Kecerdasan ini mencakup karakteristik seperti, kreativitas dan
keterampilan interpersonal.
Masalah kecerdasan ini tidak dapat diukur secara kuantitatif
Melainkan, hanya dapat dievaluasi dengan cara mempelajari dan
membandingkan tindakan cerdas yang dilakukan seseorang. Selain itu,
perbedaan intelegensi umumnya juga diukur dengan tes intelegensi yang
dirancang untuk memberi tahu apakah seseorang dapat bernalar lebih baik
daripada orang lain atau tidak.

6. Tes Intelegensi (Intelligence Test)


Individual intelligence test yang diberikan kepada anak-anak
secara individual saat ini adalah stanford binet dan the wechsler scales.
Tes binet adalah pengembangan tes kecerdasan yang pertama terkenal. Di
dalam tes ini terdiri dari 30 pertanyaan. Stanford binet test saat ini
diberikan secara individual kepada orang-orang berusia 2 hingga dewasa.
Versi stanford binet yang saat ini ada merupakan edisi kelima, yang
mencakup dua aspek yaitu verbal intelligence dan nonverbal intelligence.
Selanjutnya ada wechsler scales test, yang dikembangkan oleh
psikolog bernama david Wechsler. The wechsler scales test tidak hanya
memberikan skor IQ keseluruhan pada sejumlah subtes, tetapi juga
menghasilkan beberapa indeks komposit misalnya, the verbal
comprehension index, the working memory index, dan the processing
speed index.
Siswa juga dapat diberikan group intelligence tests, yang
termasuk the lorge- thorndike intelligence test dan the otis-lennon school
ability test (olsat). Group intelligence tests ini lebih nyaman dan ekonomis
daripada tes individu, tetapi mereka memiliki kekurangan. Karena
keterbatasan tersebut, tes ini harus selalu dilengkapi dengan informasi lain
tentang kemampuan siswa.

7. Teori Kecerdasan Jamak (Theories of Multiple Intelligences)


Merujuk kepada triarchic theory of intelligence dari teori Robert
J. Sternberg’s (1986, 2004, 2010a,b, 2011a,b), intelegensi terbentuk dalam
tiga macam, yaitu analisis (analytical), kreatif (creative), dan praktis
(practical). Berikut jabarannya:
8. Analytical intelligence merupakan kemampuan untuk
menganalisa, menilai, mengevaluasi, membandingkan, dan
kemampuan untuk mengenali persepsinya dengan kontras.
9. Creative intelligence adalah kemampuan untuk menciptakan,
mendesain, menemukan, memulakan dan berimajinasi.
10. Practical intelligence adalah kemampuan untuk menggunakan,
mengaplikasikan, mengimplementasikan, dan mempraktikkan.
Individu dengan kecerdasan ini memiliki skor IQ yang rendah
namun ia cepat menangkap isu-isu atau masalah kehidupan nyata.
Dengan skill sosial dan akal sehatnya (common sense) membantu
mereka untuk menjadi manager atau wirausahawan yang sukses.
Sternberg berpendapat bahwa penting bagi sekolah untuk
memberikan pelajaran yang memberikan kesempatan pada murid untuk
mempelajari ketiga bentuk intelligence atau kecerdasan. Hal ini
dikarenakan tugas yang diberikan sekolah cenderung pure atau murni-
analitis/kreatif/praktis sehingga hanya memihak pada murid dengan
kecerdasan- analitis/kreatif/praktikal. Maka dibutuhkan task yang
mengombinasikan ketiga bentuk kecerdasan sehingga semua murid
dengan jenis kecerdasannya masing masing dapat mengembangkan
dirinya melalui lingkungan sekolah formal.
Sedangkan menurut teori Gardner, terdapat delapan frames of
mind atau jenis-jenis kecerdasan. Diantaranya adalah:
11. Verbal skills: kemampuan untuk mengekspresikan makna
dengan kepandaiannya memikirkan kata dan dalam berbahasa
(contoh: authors, journalists, speakers)
12. Mathematical skills: kemampuan untuk melakukan operasi
matematika (scientist, engineers, accountants)
13. Spatial skills: kemampuan berpikir tiga dimensi (architects,
artists, sailors)
14. Bodily-kinesthetic skills: kemampuan untuk menaklukan objek
dan mahir secara fisik (surgeons, crafts people, dancers, athletes)
15. Musical skills: kemampuan dalam mengenali pitch, melodi,
ritme, dan nada (composers, musicians, and music therapist)
16. Intrapersonal skills: kemampuan untuk memahami diri sendiri
dan mengarahkan hidupnya (theologians, psychologists)
17. Interpersonal skills: kemampuan untuk memahami dan
berinteraksi secara efektif dengan orang lain (successful teacher
mental health professionals)
18. Naturalist skills: kemampuan untuk mengobservasi pola alam
dan memahami sistem alam dan sistem buatan manusia (farmers,
botanist, ecologists, landscapers)
Gardner berpendapat bahwa tiap bentuk kecerdasan dapat dirusak
oleh pola berbeda dari kerusakan otak yang melibatkan kemampuan
kognitif, dan direfleksikan dalam bentuk yang unik seperti idiot savant
atau individu yang memiliki keterbelakangan mental namun memiliki
bakat khusus yang luar biasa dalam bidang tertentu seperti menggambar,
perhitungan numerik, atau dalam bidang lain.
Meskipun Gardner sudah mendukung penerapan modelnya untuk
pendidikan, ia mendapatkan adanya penyalahgunaan terhadap
perealisasian teorinya, sehingga ia memberikan beberapa peringatan
dalam penggunaan teorinya:
19. Mengupayakan delapan cara berbeda untuk memenuhi
kebutuhan kedelapan bentuk kecerdasan dalam mengajarkan setiap
mata pelajaran tidak dapat dilakukan secara efektif
20. Tidak benar untuk berasumsi bahwa dengan menerapkan jenis
kecerdasan tertentu sudah cukup
21. Menggunakan satu jenis kecerdasan tertentu sebagai latar
belakang aktivitas murid yang sedang melakukan aktivitas dengan
kebutuhan latar belakang kecerdasan yang berbeda adalah bentuk
kesalahan dalam penerapan teori
Bagi tokoh ahli lain yaitu Peter Salovey dan John Mayer,
kemampuan seseorang dalam memahami diri dan orang lain dikategorikan
ke dalam emotional intelligence atau kecerdasan emosional. Kecerdasan
ini berhubungan dengan kemampuan akan memahami diri dan orang lain,
serta kemampuan untuk terus beradaptasi dengan lingkungan. Kecerdasan
ini merupakan kemampuan untuk memahami dan mengekspresikan emosi
secara akurat dan adaptif, kemampuan menggunakan perasaan dan
memfasilitasi perasaan, dan kemampuan mengelola emosi dalam diri
sendiri juga orang lain. Bagi Gardner, kategori dari kecerdasan emosional
adalah kecerdasan interpersonal dan intrapersonal, sedangkan Sternberg
mengkategorikannya kepada kecerdasan praktis. Namun, konsep dari
kecerdasan emosional ini dikatakan terlalu luas dan jauh, serta belum
cukup dinilai dan diteliti.
Teori kecerdasan jamak dari beberapa ahli diatas memberikan
kita wawasan dan motivasi bagi para tenaga pendidik untuk
mengembangkan program belajar yang sesuai dengan domain kecerdasan
murid. Meskipun begitu, teori-teori ini tidak sepenuhnya disetujui dan
banyak mendapatkan kritik yang mengkonklusikan bahwa dasar penelitian
dari teori ini belum ditemukan.

22. Ilmu Saraf Kecerdasan (The Neuroscience of Intelligence)


Neurosains/neuroscience berasal dari dua kata, yaitu, neuro dan
sains. Neuro berarti sel-sel saraf dan ilmu yang berarti ilmu pengetahuan.
Neurosains adalah bidang ilmu yang berspesialisasi dalam studi yang
fokus pada sistem saraf. Oleh karena itu, ilmu saraf adalah ilmu yang
mempelajari otak dan semua fungsi saraf belakang dan tujuan utama
neuroscience adalah untuk mempelajari konsep dasar biologis dan
menjelaskan perilaku manusia dari perspektif yang terjadi di otaknya.
Tujuan utama dari ilmu ini adalah mempelajari dasar-dasar
biologis dari setiap perilaku. Artinya, tugas utama dari neurosains adalah
menjelaskan perilaku manusia dari sudut pandang aktivitas yang terjadi di
dalam otaknya.
23. Kontroversi dan Isu Dalam Intelijen (Controversies and Issues in
Intelligence)
Nature and nurture. Dalam dunia psikologi, faktor genetik dan
lingkungan dikenal dengan istilah nature dan nurture. Nature merupakan
faktor yang berasal dari warisan biologis atau dimiliki sejak lahir,
sedangkan nurture adalah faktor yang diciptakan berdasarkan pengalaman
lingkungannya sehingga berpengaruh pada perilaku individu. Namun,
perlu diketahui nature dan nurture sama-sama berperan penting dalam
pembentukan dan perkembangan kepribadian seseorang.
Ethnicity and culture. Etnis berarti kelompok sosial dalam sistem
sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu
karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Anggota-anggota
suatu kelompok etnik memiliki kesamaan dalam hal sejarah (keturunan),
bahasa (baik yang digunakan ataupun tidak), sistem nilai, serta adat-
istiadat dan tradisi. Kebudayaan sangat berpengaruh terhadap kepribadian
seseorang, begitu pula sebaliknya. Di dalam pengembangan kepribadian
diperlukan kebudayaan, dan kebudayaan akan terus berkembang melalui
kepribadian tersebut. (Ogbu & Stern, 2001).
Cultural bias and culture - fair tests. Banyak tes awal kecerdasan
adalah bias budaya, lebih menyukai anak-anak perkotaan daripada anak-
anak pedesaan, anak-anak dari keluarga berpenghasilan menengah
daripada anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah, dan anak-anak
kulit putih lebih dari anak-anak minoritas (miller-jones, 1989).
Between-class ability grouping (tracking). Siswa dikelompokan
berdasarkan kemampuannya atau prestasi dari pelacakan adalah
mempersempit jangkauan keterampilan dalam sekelompok siswa,
sehingga lebih mudah untuk mengajar mereka.
Within-class ability grouping. Program pengelompokan
kemampuan dalam kelas melibatkan menempatkan siswa dalam dua atau
tiga kelompok dalam kelas untuk memperhitungkan perbedaan
kemampuan siswa. Pengelompokan kemampuan dalam kelas yang khas
terjadi ketika guru sekolah dasar menempatkan siswa dalam beberapa
kelompok membaca berdasarkan kemampuan membaca. jauh lebih umum
di sekolah dasar daripada di sekolah menengah. Ini mata pelajaran yang
paling sering terlibat adalah membaca, diikuti oleh matematika. Meskipun
banyak guru sekolah dasar menggunakan beberapa bentuk
pengelompokan kemampuan dalam kelas, tidak ada dukungan penelitian
yang jelas untuk strategi ini
24. Gaya Belajar dan Berpikir (Learning and Thinking Styles)
Pembahasan yang akan dibahas pada tema gaya belajar dan
berpikir:

Gambar diambil dari buku John Santrock


Gaya belajar dan berpikir adalah modalitas bagi setiap siswa
untuk memproses informasi. Bisa juga diartikan sebagai kombinasi dari
bagaimana siswa bisa menyerap, lalu mengatur hingga mengolah
informasi. Tiap individu memiliki banyak gaya belajar dan berpikir, ada
banyak sekali teori mengenai gaya belajar dan berpikir seperti dikutip
pada buku education psychology, oleh John Santrock.
Kecerdasan mengacu pada kemampuan. Gaya belajar dan
berpikir bukanlah kemampuan, melainkan cara yang disukai untuk
menggunakan kemampuan seseorang (zhang & Sternberg, 2009). Sebuah
survei terbaru dari para peneliti di bidang ini mengungkapkan tiga kritik
paling umum adalah rendahnya reliabilitas gaya, rendahnya validitas gaya
dan kebingungan dalam definisi gaya.

1. Gaya Impulsif atau Reflektif (impulsive/reflective styles)


Gaya impulsif atau reflektif, juga disebut sebagai tempo
konseptual, melibatkan kecenderungan baik untuk bertindak cepat dan
impulsif atau mengambil lebih banyak waktu untuk merespons dan
mencerminkan keakuratan jawaban (kagan, 1965). Oleh karena itu, gaya
dapat didefinisikan sebagai ciri-ciri individu yang mempengaruhi
kemampuan pelajar untuk mendapatkan informasi, untuk bekerja
bersama-sama dengan rekan-rekan dan instruktur, dan memberikan
kontribusi mereka untuk tujuan pendidikan (grasha, 1996).
2. Gaya belajar impulsif yaitu cara belajar siswa dalam menyerap
pelajaran cenderung dengan cepat-cepat mengambil keputusan tanpa
memikirkan secara mendalam untuk memahami konsep-konsep
informasi yang telah diterimanya.
3. Gaya belajar reflektif yaitu cara belajar siswa dalam menyerap
pelajaran melalui pertimbangan, memikirkan semua konsep
informasi yang telah diterimanya terlebih dahulu sebelum
mengambil keputusan/dipahami.
Siswa impulsif sering membuat kesalahan di bandingkan dengan
siswa reflektif. Mengapa demikian? Karena siswa impulsif cenderung
melakukan suatu hal dalam keadaan terburu buru. Buktinya kuat bahwa
siswa reflektif belajar lebih efektif dan berprestasi lebih baik di sekolah
daripada siswa impulsif. Dalam memikirkan gaya impulsif dan reflektif,
ingatlah bahwa meskipun kebanyakan anak belajar lebih baik ketika
mereka reflektif dari pada impulsif, beberapa anak hanya pembelajar cepat
tapi akurat dan pengambil keputusan.

4. Gaya Dalam atau Permukaan (Deep/Surface Style)


Gaya dalam/ permukaan merupakan bagaimana siswa mendekati
bahan pembelajaran dengan cara membantu mereka memahami arti dan
bahan atau hanya belajar apa yang seharusnya dipelajari.
Pembelajar mendalam juga lebih mungkin untuk memotivasi diri
sendiri untuk belajar, sedangkan pelajar permukaan lebih mungkin untuk
termotivasi untuk belajar karena imbalan eksternal, seperti nilai dan
umpan balik positif dari guru (snow, corno, & jackson, 1996).
5. Kepribadian dan Temperamen (Personality and Temperament)

1. Kepribadian (personality)
Kepribadian mengacu pada pemikiran, emosi, dan perilaku khas
yang mencirikan cara individu beradaptasi dengan dunia. Psikolog
mengidentifikasikan ada lima dimensi besar kepribadian yaitu:
Teori faktor “lima besar” ini memberikan tenaga pendidik
kerangka untuk berpikir tentang karakteristik kepribadian siswa. Aspek

conscientiousness pada faktor “lima besar” semakin terbukti menjadi satu


faktor penting dalam perkembangan anak dan remaja. Merujuk kepada
konsep interaksi situasi-seseorang, cara terbaik untuk mengkarakterisasi
kepribadian individu bukanlah melalui ciri kepribadian saja tetapi melalui
ciri kepribadian dan situasi yang dihadapi. Peneliti menemukan bahwa
murid memilih pada suatu situasi yang ingin dihadapi dan menghindari
suatu situasi lain tergantung dengan ciri-ciri kepribadian mereka.
(cervone & pervin, 2010; schultz & schultz, 2009). Sehingga dapat
dimaknai bahwa sebagai tenaga pendidik tidak bisa menyimpulkan bahwa
siswa berperilaku dengan cara tertentu hanya berdasarkan pada ciri
kepribadian individu.
Dalam mengenali kepribadian individu, terdapat instrumen yang
dapat membantu, satunya adalah alat Myers-Briggs Type Indicator
(MBTI). Instrument ini terkenal sukses dalam merekognisi dan
mengakomodasi perbedaan-perbedaan. Esensi dari teori MBTI ini adalah
bahwa variasi perilaku yang acak sebenarnya cukup teratur dan konsisten,
karena perbedaan mendasar dalam cara individu memilih untuk
menggunakan persepsi dan penilaian mereka. (Myers dan McCaulley,
1985, hlm. 1).
Jung mengatakan bahwa semua orang memiliki orientasi dasar
terhadap dunia yang memberikan indikasi arah terhadap energi atau
interest flow-nya. Dalam memproses informasinya ia antara akan melalui
indera (senses) atau intuisi (intuition), membuat keputusan dengan
menggunakan analisis impersonal atau logis (thinking), atau dengan
melibatkan perasaan (feeling).

2. Temperament
Temperamen merupakan gaya dalam berperilaku dan cara khas
seseorang dalam merespon situasi. Ilmuwan yang mempelajari
temperamen berusaha menemukan cara terbaik untuk mengklasifikasikan
temperamen. Klasifikasi yang paling terkenal diusulkan oleh alexander
chess dan stella thomas (chess & thomas, 1977; thomas & catur, 1991).
Mereka menyimpulkan bahwa ada tiga gaya dasar, atau kategori dari
temperamen:
3. Anak yang mudah (easy child) umumnya bergaul dalam
suasana hati yang positif, dengan cepat menetapkan rutinitas yang
teratur pada masa bayi, dan mudah beradaptasi dengan pengalaman
baru.
4. Seorang anak yang sulit (difficult child) bereaksi negatif dan
sering menangis, terlibat dalam rutinitas sehari-hari yang tidak
teratur dan lambat untuk menerima perubahan.
5. Anak yang lambat dalam pemanasan (slow-to-warm-up child)
memiliki tingkat aktivitas yang rendah, agak negatif, dan
menunjukkan intensitas suasana hati yang rendah.
Mary rothbart dan john bates (2006) menekankan bahwa ketiga
dimensi umum sudah dengan baik mewakili apa yang telah ditemukan
peneliti untuk mengkarakterisasi struktur temperamen. Berikut adalah
deskripsi dari ketiga dimensi temperamen tersebut (rothbart, 2004, hlm.
495):
6. Extraversion/surgency: antisipasi positif, impulsif, aktivitas
level, dan pencarian sensasi.
7. Negative affectivity: ketakutan, frustrasi, kesedihan, dan
ketidaknyamanan.
8. Effortful control (self-regulation): pemfokusan perhatian dan
pemilihan, pengontrolan hambatan, sensitivitas persepsi, dan
kesenangan intensitas rendah. Anak-anak yang memiliki
temperamen ini menunjukkan kemampuan untuk menjaga agar
gairah mereka tidak terlalu tinggi dan memiliki strategi untuk
menenangkan diri.
.
Hal-hal penting yang perlu diambil dari pengklasifikasian
temperamen oleh para ahli ini adalah bahwa anak-anak tidak seharusnya
dikotakkan begitu saja bahwa ia hanya memiliki satu dimensi temperamen
seperti “sulit” atau “pengaruh negatif”. Sebagai contoh, seorang anak
yang extraverted jarang menunjukkan emosi negatif dan memiliki
kemampuan untuk mengontrol diri. Sedang anak yang lain, ia introvert,
jarang menunjukkan emosi negatif, dan memiliki kemampuan self-
regulation yang rendah.
B. Aplikasi Dalam Dunia Nyata
Perbedaan individu merupakan hal penting yang harus diketahui
oleh seorang tenaga pendidik atau guru karena perbedaan ini dapat
digunakan oleh guru untuk menentukan metode belajar yang tepat bagi
siswanya dalam proses belajar mengajar di kelas. Menurut Horne (1994),
banyak strategi pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru untuk
mengatasi adanya perbedaan individu agar dapat meningkatkan persentase
keberhasilan belajar. Strategi pembelajaran tersebut ialah:

1. Menggunakan metode pembelajaran yang disertai dengan multimedia dan


multimetode.

2. Memahami gaya belajar tiap siswa, kemudian menyediakan lingkungan


dan metode belajar yang sesuai dengan gaya belajar mereka.

3. Meminta siswa untuk mengenali gaya belajar mereka dan memberi hadiah
untuk kelebihan mereka.

4. Dalam pengerjaan tugas, berikan kesempatan kepada siswa untuk memilih


jenis, waktu, dan tanggal penyelesaian tugas.

5. Menggunakan semua tipe pertanyaan dan cara eksplorasi untuk


menstimulasi berbagai tingkatan cara berpikir. Mulai dari mengingat
informasi faktual hingga melakukan analisis.

6. Menjelaskan maksud dan keterkaitan materi yang sedang dipelajari


dengan pengalaman siswa.

7. Memberikan waktu yang cukup bagi siswa untuk memproses dan


memahami informasi yang diberikan.

8. Menggunakan metode cooperative learning, pembelajaran individual,


pembelajaran kelompok, aktifitas-aktifitas belajar yang berpusat pada
guru, dan atau pembelajaran yang berpusat pada siswa.

9. Menggunakan alat multisensory untuk memproses, mempraktikan, dan


memperoleh informasi.
10. Mengulangi penugasan yang dirasa sulit dengan menggunakan metode
pembelajaran yang berbeda.

11. Berusaha memberikan umpan balik dengan segera, konsisten, dan juga
jelas.

12. Menggunakan metode review dan refleksi materi pada akhir


pembelajaran.

13. Menggunakan penilaian yang sesuai dengan pelajaran.


Guru dapat membuat variasi metode maupun media pembelajaran
yang dibutuhkan. Guru yang dapat mengakomodasikan kebutuhan
ditengah perbedaan individu menunjukkan bahwa kita sebagai guru ingin
merangkul seluruh siswa dalam seluruh proses pembelajaran yang
kemudian membuat siswa mungkin akan lebih aktif berpartisipasi dalam
kelas karena siswa menganggap guru mereka mempertimbangkan
kebutuhan mereka sebagai individu.
Selain dari strategi metode yang bisa digunakan guru, banyak
program pendidikan yang sudah dirancang untuk memenuhi kebutuhan
masing-masing individu yaitu program pengayaan (enrichment) dan
program percepatan (acceleration).

1. Program pengayaan (enrichment) merupakan program pendidikan dengan


menyediakan kesempatan dan fasilitas belajar tambahan yang bersifat
perluasan atau pendalaman setelah siswa yang bersangkutan sudah
menyelesaikan tugas-tugasnya.

2. Program percepatan (acceleration) merupakan program pendidikan yang


menyediakan kesempatan kepada siswa untuk dapat menyelesaikan
program reguler dalam jangka waktu lebih singkat dibandingkan dengan
teman-teman lainnya.
Terkait dengan kreativitas, ada studi yang meneliti dan menilai
mengenai variasi dalam konektivitas jaringan otak struktural dan
kaitannya dengan kemampuan seseorang dalam berpikir kreatif. Salah
satu studinya menggunakan pemetaan defisit lesi berbasis jaringan pada
beberapa sampel pasien. Pada studi ini menemukan bahwa lesi medical
prefrontal cortex (mpfc) dalam jaringan otak menganggu pembuatan
konsep atau ide-ide baru yang disebut kreativitas.

3.
Daftar Pustaka
Beaty, R.E., Seli, P., & Schacter, D.L. (13 September 2018). Network Neuroscience of
Creative Cognition: Mapping Cognitive Mechanisms and Individual Differences in
the Creative Brain. PMC PubMed Central.

Kelly, Estalita. (September 2015). Kecerdasan Interpersonal dan Kecerdasan


Intrapersonal dengan Sikap Multikultural pada Mahasiswa Malang. Jurnal Psikologi,
Vol.III, No.1, hal 42-43.

Khalid, R. & Siddiquei N.L. (April 2021). Development and Validation of Learning
Style Scale for E-Learners. Sage Journals, Vol. 11.

Online Psychology Degrees. How Are Teachers Using Psychology in The Classroom.
How Are Teachers Using Psychology In The Classroom? - Online Psychology
Degrees (online-psychology-degrees.org) diakses pada 16 September 2022

Santrock, J.W. (2011). Educational Psychology: 5th Edition. New York: The McGraw-
Hill Companies

SimplyInfo. (24 Maret 2017). What is Individual Differences | Type Of Individual


Differences | Psychology Terms. https://youtu.be/Cg8HrChyq0A diakses pada 16
September 2022

Slavin, R.E. (2018). Educational Psychology: Theory and Practice: 12th Edition. New
York: Pearson.

Sugiyanto. -. Perbedaan Individu.


http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/sugiyanto-mpd/23-bab-3.pdf.
diunduh tanggal 18 september 2022 pukul 09.00 wib

Wankat, P.C., & Oreovicz F.S. (2015). Teaching Engineering, Second Edition. Purdue
Universitiy Press

Anda mungkin juga menyukai