Oleh Kelompok 7 :
Rismayanti (210015301026)
Paramita (210015301027)
Dosen :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Socrates, seorang filsur besar Yunani, telah berbicara pada abad sebelum masehi.
kenalilah dirimu sendiri, demikianlah kurang lebih pesan yang ingin di sampaikan.
Manusia ialah makhluk berpikir yang dengan itu menjadikan dirinya ada R.F. Beerling,
seorang professor Belanda mengemukakan teorinya tentang manusia bahwa manusia itu
ialah makhluk yang suka bertanya, manusia menjelajahi pengembangannya, mulai dari
dirinya sendiri kemudian lingkungannya bahkan kemudian sampai pada hal ini yang
menyangkut asal mula atau mungkin akhir dari semua yang dilihatnya. Kesemuanya itu
telah menempatkan manusia sebagai makhluk yang sedikit berbeda dengan hewan.
Sebagaimana Aristoteles, filsuf Yunani yang lain mengemukakan bahwa manusia
ialah hewan berakal sehat, yang mengeluarkan pendapat, yang berbicara berdasarkan akal
pikiran (the animal that reason). W.E. Hacking, dalam bukunya What is an, menulis
bahwa: “tiada cara penyampaian yang menyakinkan mengenai apa yang dipikirkan olh
hewan, namun agaknya aman untuk mengatakan bahwa manusia jauh lebih berpikir dari
hewan manapun. Ia menyelenggarakan buku harian, memakai cermin, menulis sejarah,
“William P. Tolley, dalam bukunya Preface Philosophy a Tex Book, mengemukakan
bahwa “our question are andless, what is a man, what is a nature, what is a justice, what
is a god?”. Berbeda dengan hewan, manusia sangat concer mengenai asal mulanya
akhirnya, maksud dan tujuannya, makna dan hakikat kenyataan.
Mungkin saja ia merupakan anggota marga satwa, namun ia juga merupakan warga
dunia idea dan nilai. Dengan menempatkan manusia sebagai hewan yang berpikir,
intelektual, dan budaya, maka dapat disadari kemudian bila pada kenyatan manusialah
yang memiliki kemampuan untuk menelusuri keadaan dirinya dan lingkungannya.
Manusialah yang membiarkan pikirannya mengembara akhirnya bertanya. Berpikir yaitu
bertanya, bertanya yaitu mencari jawaban, mencari jawaban mencari kebenaran, mencari
jawaban tentang alam dan Tuhan yaitu mencari kebenaran tentang alam dan Tuhan. Dari
proses tersebut lahirlah pengetahuan, teknologi, kepercayaan, atau agama.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Etika?
2. Bagaimana pengelompokan Etika?
3. Apa saja prinsip Etika?
4. Apa yang dimaksud dengan Moral?
5. Apa yang dimaksud dengan Ilmu Pengetahuan?
6. Bagaimana Etika dan Moral dalam Ilmu Pengetahuan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang pengertian Etika.
2. Untuk mengetahui tentang pengelompokan Etika.
3. Untuk mengetahui prinsip Etika.
4. Untuk mengetahui tentang pengertian Etika.
5. Untuk mengetahui tentang pengertian Ilmu Pengetahuan.
6. Untuk mengetahui tentang Etika dan Moral dalam Ilmu Pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Etika
1. Pengertian Etika
Etika secara etimologis berasal dari bahasa Yunani yaitu “ethos”, yang berarti
“custom” atau kebiasaan yang berkaitan dengan tindakan atau tingkah laku manusia,
juga dapat berarti “karakter” manusia (keseluruhan cetusan perilaku manusia dalam
perbuatannya). Secara umum dapat dikatakan bahwa etika adalah filsafat tentang
tindakan manusia sebagai manusia. Suatu tindakan itu mempunyai nilai etis bila
dilakukan oleh manusia dan dalam kerangka manusiawi. Jelas bahwa etika itu
berurusan secara langsung dengan tindakan atau tingkah laku manusia. Etika adalah
suatu ajaran yang berbicara tentang baik dan buruknya yang menjadi ukuran baik
buruknya atau dengan istilah lain ajaran tenatang kebaikan dan keburukan, yang
menyangkut kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia,
dan alam.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1988), etika dapat
dibedakan dengan tiga arti, yaitu: (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk
dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); (2) kumpulan asas atau nilai yang
berkenan dengan akhlak; (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat.
Bertens mengemukakan ada tiga arti etika, yaitu: (1) nilai-nilai dan norma-norma
moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya; (2) kumpulan asas atau nilai moral; (3) ilmu tentang yang baik atau
buruk. Sebagai cabang pemikiran filsafat, etika bisa dibedakan manjadi dua:
obyektivisme dan subyektivisme.
a. Obyektivisme
Berpandangan bahwa nilai kebaikan suatu tindakan bersifat obyektif, terletak
pada substansi tindakan itu sendiri. Faham ini melahirkan apa yang disebut faham
rasionalisme dalam etika. Suatu tindakan disebut baik, kata faham ini, bukan
karena kita senang melakukannya, atau karena sejalan dengan kehendak
masyarakat, melainkan semata keputusan rasionalisme universal yang mendesak
kita untuk berbuat begitu.
b. Subyektivisme
Berpandangan bahwa suatu tindakan disebut baik manakala sejalan dengan
kehendak atau pertimbangan subyek tertentu.Subyek disini bisa saja berupa
subyektifisme kolektif, yaitu masyarakat, atau bisa saja subyek Tuhan.
B. Moral
Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari
kata mos yang berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatan
bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Moral suatu
istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak,
pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
Suseno (1997) mengatakan bahwa moral selalu mengacu pada baik dan buruknya
manusia sebagai manusia. Moral adalah suatu ide tentang tingkah laku manusia
(baik dan buruk) menurut situasi yang tertentu.
Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat
mengetakan bahwa antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama
membahas tentang perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau
buruk. Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki
perbedaan.Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan
manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan
moral tolak ukurnya yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang
dan berlangsung di masyarakat.Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis
dan berada dalam konsep-konsep, sedangkan etika berada dalam dataran realitas dan
muncul dalam tingkah laku yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian tolak ukur
yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat,
kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat.
Moral adalah sistem nilai (sesuatu yang dijunjung tinggi) yang berupa ajaran (agama)
dan paham (ideologi)sebagai pedoman untuk bersikap dan bertindak baik yang
diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Tujuan moral adalah mengarahkan sikap
dan perilaku manusia agar menjadi baik sesuai dengan ajaran dan paham yang dianutnya.
Manfaat moral adalah menjadi pedoman untuk bersikap dan bertindak atau berperilaku
dalam interaksi sosial yang dinilai baik atau buruk. Tanpa memiliki moral, seseorang
akan bertindak menyimpang dari norma dan nilai sosial dimana mereka hidup dan
mencari penghidupan (Prawironegoro Darsono, 2010:247).
Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang
terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk. Manusia yang tidak memiliki moral disebut
amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memilki nilai positif di mata manusia lainnya.
Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral itu sifat dasar
yang diajarkan di sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati
oleh sesamanya. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam
berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai
rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan
lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu
juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan agama. Moral juga dapat diartikan
sebagai sikap,perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba
melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat. Sumber
acuan moral adalah norma dan adat istiadat yang berlaku dlam masyarakat.
Moral bukan merupakan sesuatu yang inheren dalam diri manusia sewaktu dilahirkan,
melainkan akhlak terus muncul melalui proses pendidikan (pembinaan) dan proses
sosialisasi. Jadi moral seseorang akan sangat ditentukan oleh seberapa jauh proses
pendidikan (pembinaan) berlangsung pada individu. Pendidikan tersebut melibatkan
lingkungan sesama individu, mulai dari keluarga, lingkungan pendidikan
(sekolah), dan lingkungan masyarakat luas sampai pada negara atau pemerintah.
C. Ilmu pengetahuan
Ilmu pengetahuan yang dalam bahasa Inggris science, bahasa latinscientia berarti
mempelajari atau mengetahui. Ilmu pengetahuan berbeda dengan pengetahuan
(episteme). Ilmu pengetahuan bisa berasal dari pengetahuan tetapi tidak semua
pengetahuan itu adalah ilmu. Ilmu merangkumi sekumpulan pengetahuan berdasarkan
teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode
yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Pengertian secara ilmiah yang paling sering
digunakan, ilmu adalah kumpulan pengetahuan sistematis yang merupakan produk dari
aktivitas penelitian dengan metode ilmiah. Pengetahuan merupakan akuisisi terendah
yang diperoleh dari rangkaian pengalaman tanpa melalui kegiatan penelitian yang lebih
intensif.
Ilmu pengetahuan ialah suatu proses pembentukan pengetahuan yang terus-menerus
sampai menjelaskan fenomena yang bersumber dari wahyu, hati dan semesta sehingga
dapat diperiksa atau dikaji secara kritis dengan tujuan untuk memahami hakikat, landasan
dasar dan asal usulnya, sehingga dapat juga memperoleh hasil yang logis. Ilmu
pengetahuan tidak hanya semata-mata mencari kebenaran. Ilmu pengetahuan harus
berguna untuk memecahkan persoalan hidup manusia. Kebenaran ilmiah tidak hanya
logis rasional, empiris, tetapi juga pragmatis. Kebenaran tidak ada artinya kalau
tidak berguna bagi manusia. Semboyan dasar dasar dari sikap pragmatis ini adalah
bahwa ilmu pengetahuan itu untuk manusia. Ada beberapa syarat suatu pengetahuan
dikategorikan ilmu yakni:
1. Logis atau Masuk Akal, sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan yang diakui
kebenarannya.
2. Objektif, sesuai berdasarkan objek yang dikaji dan didukung dari fakta empiris.
3. Metodik, diperoleh dari cara tertentu dan teratur yang dirancang, diamati dan
terkontrol.
4. Sistematik, disusun dalam satu sistem satu dengan saling berkaitan dan menjelaskan
sehingga satu kesatuan.
5. Berlaku umum atau universal, berlaku untuk siapapun dan dimanapun, dengan tata
cara dan variable eksperimentasi yang lama untuk hasil yang sama.
6. Kumulatif berkembang dan tentatif, ilmu pengetahuan selalu bertambah yang hadir
sebagai ilmu pengetahuan baru. Ilmu pengetahuan yang salah harus diganti dengan
yang benar disebut sifat tentatif.
Dewantara, A.W. 2017. Filsafat Moral Pergumulan Etis Keseharian Hidup Manusia. PT
Kanisius: Yogyakarta.