Anda di halaman 1dari 18

TEORI-TEORI KEBENARAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
dosen Pengampu: Dr. H. Y. Suyitno, M.Pd.

disusun oleh:
Visi Nurhayati 2120110009
Anastasia Titin Rosnawati 2120110028

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN DASAR


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2021
DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................................................... i

Daftar isi .................................................................................................................... ii

Kata Pengantar ........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

A. Latar Belakang .............................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
C. Tujuan dan Manfaat ...................................................................................... 2

BAB II ISI ................................................................................................................. 3

A. Pengertian Kebenaran .................................................................................. 3


B. Jenis – Jenis Kebenaran ............................................................................... 3
C. Cara Penemuan Kebenaran .......................................................................... 5
D. Teori – Teori Kebenaran dan Tokoh – Tokoh yang Mendukung ................. 7
E. Teori Kebenaran yang digunakan para filsuf ................................................ 9

BAB III KESIMPULAN............................................................................................ 13

1. Simpulan ....................................................................................................... 13
2. Saran ............................................................................................................. 14

Daftar Pustaka............................................................................................................ 15

2
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan penulis kemudahan dalam menyelesaikan makalah
tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, penulis tidak akan mampu menyelesaikan makalah
ini dengan baik.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah atas limpahan nikmat sehat-Nya, sehingga makalah
“Teori-Teori Kebenaran” dapat diselesaikan. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Filsafat Ilmu. Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi orang lain, terutama menjadi
referensi bagi mahasiswa yang membutuhkan.

Penulis menyadari makalah Teori-Teori Kebenaran ini masih perlu penyempurnaan karena
berbagai kesalahan dan kekurangan penulis. Penulis terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar
makalah ini dapat lebih baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait
penulisan maupun konten, penulis memohon maaf. Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir
kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh untuk
memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis
dan melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh
manusia membuahkan prinsip-prinsip yang melalui penalaran rasiona, kejadian-
kejadian yang berlaku di alam itu dapat dimengerti. Ilmu pengetahuan harus dibedakan
dari phenomena alam. Fenomena alam adalah fakta, kenyataan yang tunduk pada
hokum-hukum yang menyebabkan fenomena itu muncul. Ilmu pengetahuan adalah
formukasi hasil aproksimasi atas fenomena alam atau simplikasi atas fenomena
tersebut.
Struktur pengetahuan manusia menunjukan tingkatan-tingkatan dalam hal
menangkap kebenaran. Setiap tingkat pengetahuan dalam struktur tersebut menunjukan
tingkat kebenaran yang berbeda. Pengetahuan inderawi merupakan struktur terendah
dalam struktur tersebut. Tingkat yang lebih rendah menangkap kebenaran secara tidak
lengkap, tidak terstruktur, dan pada umumnya kabur, khususnya pada pengetahuan
inderawi, dan naluri. Oleh sebab itulah pengetahuan ini harus dilengkapi dengan
pengetahuan yang lebih tinggi. Pada tingkat pengetahuan rasional-ilmiah, manusia
melakukan penataan pengetahuannya agar terstruktur dengan jelas.
Filsafat itu memiliki tiga cabang kajian, yaitu ontology, epistemology, dan
aksiologi. Ontologi membahas tentang apa itu realitas. Dalam hubungan dengan ilmu
pengetahuan filsafat ini membahas tentang apa yang bisa dikategorikan sebagai objek
ilmu pengetahuan. dalam ilmu pengetahuan modern, realitas dibatasi pada hal-hal yang
bersifat materi dan kuantitatif. Ini tidak terlepas dari pandangan yang materialistic-
sekularistik. Kuantifikasi objek ilmu pengetahuan berarti bahwa aspek-aspek alam yang
bersifat kuantitatif menjadi diabaikan. Epistemologis membahas masalah metodologi
ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan modern, jalan bagi diperolehnya ilmu
pengetahuan adalah metode ilmiah dengan pilar utamanya rasionalisme dan empirisme.
Aksiologi menyangkut tujuan diciptakannya ilmu pengetahuan, mempertimbangkan
aspek ragmatis-materialistis.
Dari semua pengetahuan, maka ilmu merupakan pengetahuan yang aspek
ontologi, epistomologi, dan aksiologinya telah jauh lebih berkembang dibandingkan

1
dalam pengetahuan-pengetahuan lain, dilaskanakan secara konsekuen dan penuh
disiplin. Misalnya hukum-hukum, teori-teori, ataupun rumus-rumus filsafat, juga
kenyataan yang dikenal dan diungkapkan. Mereka muncul dan berkembang maju
sampai pada taraf kesadaran dalam diri pengenal dan masyarakat pengenal. Kebenaran
dapat dikelompokan dalam tiga makna, yaitu kebenaran moral, kebenaran logis, dan
kebenaran metafisik. Kebenaran moral menjadi bahasa etika, ia menunjukan hubungan
antara yang kita nyatakan dengan apa yang kita rasakan. Kebenaran logis menjadi
bahasan epistemologi, logika, psikologi, ia meruapkan hubungan antara pernyataan
dengan realitas objektif. Kebenaran metafisik berkaitan dengan yang ada sejauh
berhadapan dengan akal budi karena yang ada mengungkapkan diri kepada akal budi
yang ada merupakan dasar dari kebenaran, dan akal budi yang menyatakan.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah makalah ini:
1. Apa pengertian kebenaran?
2. Bagaimana cara penemuan kebenaran?
3. Apa teori-teori kebenaran dan siapa tokoh yang mendukung?
4. Teori kebenaran apa saja yang digunakan oleh para filsuf?

C. Tujuan dan Manfaat


1. Tujuan dalam makalah ini adalah pembaca dapat mengetahui cara-cara menemukan
sebuah kebenaran.
2. Manfaat dalam makalah ini adalah
a. Manfaat teoritis adalah untuk menambah khasanah keilmuan dalam teori-teori
kebenaran
b. Manfaat praktis adalah pembaca dapat mengetahui tentang kebenaran

2
BAB II
ISI

A. Pengertian Kebenaran

Kebenaran adalah berasal dari kata benar. Kata benar bermakna:

1. sesuai sebagaimana danya (seharusnya)


2. tidak berat sebelah
3. lurus hati
4. dapat dipercaya (cocok dengan keadaan yang sebenarnya)
5. sah
6. sangat

kata “Kebenaran” bermakna 1. Keadaan yang cocok keadaan yang sesungguhnya, 2.


sesuatu yang sungguh-sungguh adnaya. Kebenarana adalah satu nilai utama dalam
kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia-manusia.

Aristoteles mendefinisikan kebenaran adalah soal kesesuaian atara apa yang


diklain sebagai diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya. Benar dan salah adalah
soal sesuai tidaknya apa yang dikatakan dengan kenyataan sebagaimana adanya. Dalam
kamus umum Bahasa Indonesia, ditemukan kebenaran yaitu:

1. keadaan yang benar (cocok dengan hal atau keadaan sesungguhnya)


2. sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada, betul demikian halnya)
3. kejujuran, ketulusan hati
4. selalu izin, perkenankan
5. jalan kebetulan

Selaras dengan Poedjawiyatna (1987;16) yang mengatakan bahwa persesuaian


antara pengetahuan dan objeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan
itu harus yang dengan aspek objek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah
pengetahuan obyektif.

3
B. Jenis – Jenis Kebenaran
Karena kebenaran merupakan sifat dari pengetahuan, maka dalam rangka
membahas adanya berbagai kebenaran, kita perlu mengetahui adanya berbagai
macam pengetahuan. Sebagaimana pengetahuan dapat dibedakan atas dasar
berbagai kriteria penggolongan, demikian pula berkenaan dengan kebenaran
pengetahuan juga dapat digolongkan atas dasar beberapa kriteria:
Pertama, atas dasar sumber atau asal dari kebenaran pengetahuan, yaitu
dapat bersumber antara lain dari: fakta empiris (kebenaran empiris), wahyu atau
kitab suci (kebenaran wahyu), fiksi atau fantasi (kebenaran fiksi). Kebenaran
pengetahuan tentu saja perlu disesuaikan dengan sumber atau asal dari pengetahuan
terkait, misalnya: kebenaran pengetahuan empiris harus disesuaikan dengan sifat
yang ada dalam obyek empiris yang merupakan sumber atau asal pengetahuan
tersebut.
Kedua, atas dasar cara atau sarana yang digunakan untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan, yaitu antara lain dapat menggunakan: indera (kebenaran
inderawi), akal budi (kebenaran intelektual), intuisi (kebenaran intuitif), iman
(kebenaran iman). Kebenaran pengetahuan perlu disesuaikan dengan cara atau
sarana yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan terkait, misalnya:
kebenaran pengetahuan inderawi (penglihatan)harus disesuaikan dengan
kemampuan indera untuk menangkap hal atau obyek inderawi dengan segala
kelebihan dan kekurangannya. Penglihatan dapat menghasilkan pengetahuan
tentang warna, ruang, ukuran besar / kecilnya obyek, serta adanya suatu gerak atau
perubahan. Sesuai dengan perspektif penglihatan kita, sering kita sadari bahwa
penangkapan penglihatan kita sering tidak tepat, kita mengalami tipu mata,
misalnya: bintang yang semestinya besar nampak di penglihatan kita sebagai
bintang kecil; sepasang rel kereta api yang seharusnya sejajar ternyata nampak di
penglihatan sebagai yang semakin menciut di kejauhan.
Ketiga, atas dasar bidang atau lingkup kehidupan yang tentu saja bagaimana
pengetahuan itu diusahakan dan dikembangkan dapat berbeda, antara lain:
pengetahuan agama (kebenaran agama), pengetahuan moral (kebenaran moral),
pengetahuan seni (kebenaran seni), pengetahuan budaya (kebenaran budaya),
pengetahuan sejarah (kebenaran historis), pengetahuan hukum (kebenaran hukum),
pengetahuan politik (kebenaran politik). Kebenaran pengetahuan perlu dipahami
berdasarkan bahasa atau cara menyatakan dari lingkup kehidupan terkait, misalnya:
4
penilaian baik tentang tindakan dalam bidang moral tentu saja perlu dibedakan
dengan penilaian baik tentang hasil karya dari bidang seni.
Keempat, atas dasar tingkat pengetahuan yang diharapkan dan
diperolehnya, yaitu: pengetahuan biasa sehari-hari (ordinary knowledge) memiliki
kebenaran yang sifatnya subyektif, yang amat terikat pada subyek yang mengenal,
pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) menghasilkan kebenaran ilmiah,
pengetahuan filsafati (philosofical knowledge) menghasilkan kebenaran filsafati.
Kriteria yang dituntut dari setiap tingkat kebenaran ternyata berbeda, misalnya:
kebenaran pengetahuan yang diperoleh dalam pengetahuan biasa sehari cukup
didasarkan pada hasil pengalaman sehari-hari, sedangkan kebenaran pengetahuan
ilmiah perlu diusahakan dengan pemikiran rasional (kritis, logis, dan sistematis)
untuk memperoleh pengetahuan yang selaras dengan obyeknya (obyektif).

C. Cara Penemuan Kebenaran

Kebenaran dapat ditemukan dalam berbagai cara. Sedikitnya, penemuan


kebenaran dalat dikelompokan atas dua cara yakni cara ilmiah dan non ilmiah. Pada
kesempatan lain, Kasmadi dkk (Surajiyo;2007;100) mengemukakan cara yang
dilakukan manusia untuk menemukan kebenaran. Cara yang dimaksud ialah

1. Penemuan secara kebetulan


Penemuan kebenaran secara kebetulan merupakan penemuan yang berlangsung
tanpa disengaja. Penemuan ini berhasil dilakukan tanpa sebuah rencana. Ini
merupakan cara yang tidak ilmiah, tetapi benar dan bermanfaat.
2. Penemuan trial dan eror
Penemuan kebenaran melalui coba dan ralat atau lebih dikenal dengan istilah trial
and eror terjadi tanpa adanya kepastian akan berhasil atau tidak berhasil
menemukan kebenaran yang dicari itu sendiri kurang jelas. Penemuan kebenaran
melalui cara ini sering kali memerlukanw aktu yang lama, karena memang tanpa
rencana, tidak terrah, dan tidak diketahui tujuannya. Cara penemuan kebenaran
jenis ini tidak dapat diterima secara ilmiah.
3. Penemuan melalui otoritas atau kewibawaan
Pendapat orang-orang yang memiliki kewibawaan sering diterima sebagai sebuah
kebenaran. Pendapat itu tidak didasarkan pada pembuktian ilmiah. Pendapat ini
terutama dimaksudkan untuk emrangsang usaha penemuan baru bagi yang-orang

5
yang menyaksikannya. Pendapat yang dinyatakan seorang karena kewibawaannya
telah dibuktikan ketidakbenarannya akan ditolak dengan sendirinya. Bahkan
walaupun pendapat dimaksud terbukti kebenarannya, kebenarannya pun belum
dapat diterima secara ilmiah. kebenaran yang dihasilkan merupakan kebenaran
sesaat saja dan kebenaran untuk suatu kondisi tertentu saja.
4. Penemuan secara spekulatif
Penemuan kebenaran ini terjadi karena adanya usaha mencari solusi dari sebuah
masalah. Solusi yang diduga dapat memecahkan masalah tertentu dapat berbagai
bentuk. Bentuk-bentuk ini menjadi pilihan solusi. Pilihan terhadap solusi inilah
yang merupakan spekulatif penemuan kebenaran. Cara penemuan kebenaran pun
tidak dapat diterima secara ilmiah.
5. Penemuan kebenaran melalui cara berpikir kritis dan rasional
Penemuan kebenaran ini terjadi karena adanya upaya menggunakan pengalaman
dan kemampuan berpikir seseorang untuk mencari solusi dari sebuah masalah.
Pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki seseorang menjadid asar dalam berpikir
cara untuk memecahkan suatu masalah secara tepat. Cara berpikir yang ditempuh
pada tingkat permulaan dalam memecahkan masalah adalah dengan cara berpikir
analitis dan cara berpikir sintesis.
6. Penemuan kebenaran melalui penelitian ilmiah
Penemuan kebenaran melalui sebuah penelitian ilmiah merupakan cara penemuan
kebenaran yang didasarkan dari hasrat inign tahu. Hal ini didasarkan pada
pemikiran bahwa setiap akibat pada suatu sebab. dalam pelaksanaannya melalui
suatu metode yang harus mencapai suatu universal dan koheran dalam
penerapannya dituntut adanya suatu system yang konsisten. Ini akan menjadikan
susunan penemuan kebenaran akan menjadi logis.

Penemuan kebenaran melalui penelitian ilmiah harus objektif. Untuk menjamin


objektivitas suatu pencarian kebenaran melalui penelitian ilmiah. Tuntutan
intersubjektivitas perlu dipenuhi. Penelitian ilmiah harus diverivikasi dan terbuka untuk
diperiksa oleh ilmuan yang lain. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk pembuktian
kebenaran dan ketidakbenarannya. Pembuktian ini dapat dilakukan kapan saja
sepanjang kebenaran yang ditemukan melalui penelitian ilmiah masih terbukti
kebenarannya selama itu pula kebenaran itu masih diterima sebagai sesuatu yang benar
adanya. Demikian sebaliknya, jika kebenaran dimaksud telah terbukti
6
ketidakbenarannya, maka kebenaran itu ditolak kebenarannya. Pembuktian kebenaran
dan ketidakbenaran suatu penelitian ilmiah pula.

D. Teori-teori Kebenaran dan Tokoh-tokoh Yang Mendukung


Ilmu pengetahuan terkait erat dengan pencarian kebenaran, yakni kebenaran
ilmiah. Ada banyak yang termasuk pengetahuan manusia, namun tidak semua hal itu
langsung kita golongkan sebagai ilmu pengetahuan. Hanya pengetahuan tertentu, yang
diperoleh dari kegiatan ilmiah dengan metode yang sistematis, melalui penelitian,
analisis dan pengujian data secara ilmiah, yang dapat kita sebut sebagai ilmu
pengetahuan. Dalam sejarah filsafat, terdapat beberapa teori tentang kebenaran antara
lain:
1. Teori Kebenaran Koherensi
Teori kebenaran ini biasa disebut juga dengan teori konsistensi. Pengertian
dari teori kebenaran koherensi ini adalah teori kebenaran yang mendasarkan suatu
kebenaran pada adanya kesesuaian suatu pernyataan dengan pernyataan-
pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui
kebenarannya. Sederhananya dari toeri ini adalah pernyataan dianggap benar
apabila bersifat koheran atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang
dianggap benar. Contoh teori koherensi ini adalah pelajaran matematika.
Menurutnya, matematika ialah bentuk pengetahuan yang penyusunannya
dilakukan pembuktian berdasarkan teori koheren. Sistem Mateimatika disusun atas
beberapa dasar pernyataan yagn dianggap benar yakni aksioma. Dengan
mempergunakan beberapa aksioma maka disusun suatu torema. Diatas torema
maka dikembangkan kaidah-kaidah matematika yagn secara keseluruhan
meruapkan suatu system konsistensi. Tokoh kebenaran koherensi ini adalah Plato
(327-347) dan Aristoteles (384-322SM).
2. Teori Kebenaran Korespodensi
Teori kebenaran ini emmiliki tokoh yang bernama Aristoteles, menurutnya
sesuatu yang ada sebagai tidak ada, atau tidak ada sebagai ada dan maksudnya
adalah salah. Sebaliknya mengatakan hal yang ada sebagian ada dan yang tidak ada
adalah benar. Muncul kebenaran sebagai persesuaian antara apa yang dilakukan
dan dipikirkan dengan kenyataan. Teori kebenaran korespondensi ini sangat
penting sekali antara lain adalah

7
a. Teori ini sangat didukung oleh empirisme. Sangat menghargai pengamatan
dan pengujian empiris, teori ini lebih menekankan cara kerja pengetahuan
aposterion.
b. Teori ini menegaskan dualitas antara S dan O. Pengenal dan yang dikenal.
c. Teori ini menekankan bukti bagi kebenaran suatu pengetahuan.

Bukti ini bukannya hasil akal budi, atau hasil imajinasi akal budi, tetapi apa
yang disodorkan objek melalui panca indra. Menurut Jujun s. Suriasumantri, teori
ini emmiliki pengertian suatu pernyataan jika materi pengetahuan yang dikandung
pernyataan itu berhubungan dengan objek yang dituju oleh penyataan tersebut.
Teori korespondensi ini dipergunakan dalam cara berpikir ilmiah. Penalaran teoritis
berdasarkan logika deduktif jelas mempergunakan teori ini.

3. Teori Kebenaran Permormatif


Teori ini dianut oleh filsuf Frank Ramsey, John Austin, dan Peter Strawson.
Para filsuf ini hendak menentang teori klasik bahwa “benar” dan “salah” adalah
ungkapan yang hanya menyatakan sesuatu. Proposisi yang benar berarti proposisi
itu menytakan sesuatu yang memang dianggap benar. Menurut teori ini, suatu
pernyataan dianggap benar jika ia menciptakan realitas. Jadi pernyataan yang benar
bukanlah pernyataan yang mengungkapkan realitas, tetapi justeru dengan
pernyataan itu tercipta realitas bagaimana yang diungkapkan dalam pernyataan itu.
Sederhananya teori kebenaran performatif adalah mereka melawan teori klasik
bahwa benar dan salah adalah ungkapan deskriptif jika suatu pernyataan benar
kalau ia menerapkan realitas.
4. Teori Kebenaran Pragmatik
Pragmatik berasal dari kata Yunani yangberarti “action” dan juga berarti
“practice”. Tokoh dalam pragmatic dikenal oleh tokoh Charles Pierce, William
James, dan John Dewwey. Pragmatik lebih memperioritaskan tindakan daripada
pengetahuan dan ajaran dan kenyataan pengalaman hidup dilapangan daripada
prinsip-prinsip muluk yang melayang di udara. Karena prinsip untuk menilai
pemikiran, gagasan, teori, kebijakan, pernyataan tidak cukup hanya berdasarkan
logisnya dan bagusnya rumusan-rumusan, tetapi berdasarkan dapat tidaknya
dibuktikan, dilaksanakan, dan mendatangkan hasil. Manurut kaum pragmatic, otak
berfungsi sebgai pembimbing perilaku manusia. Kebenaran segala sesuatu di uji
lewat dapat tidaknya dilaksanakan dan direalisasikan untuk membawa dampak

8
positif, kemajuan manfaat. Sikap kaum pragmatic itu jelas ditentang oleh kaun
teoretis dan kaum intelektual. Namun, pada tergantung pragmatik baik secara
umum maupun khusus di bidang etis menyumbang sesuatu. Akan tetapi, sebagai
aliran filsafat pragmatik mengandung kelemahan-kelemahan. Pragmatik
mempersempit kebenaran menjadi itu, pragmatik menolak kebenaran yang tidak
dapat langsung dipraktekkan, padahal banyak kebenaran yang tidak dapat langsung
dipraktekkan. Paham manusia seutuhnya adalah contoh sederhana. Sebagai paham
etis pragmatik menyatakan bahwa yang baik adalah yang dapat dipraktekkan,
berdampak positif dan bermanfaat. Berikut paham ini dijelaskan melalui beberapa
penjelsan seperti berikut, pertama ada kebaikan yang dilihat dari manfaatnya tak
dapat dimengerti. Kedua, kebaikan yang bila dilaksanakan malah mencelakakan.
Ketiga, antara kebaikan dan pelaksanaan tidak ada hubungan langsung untuk
melasaknaakan kebaikan perlu dukungan situasi, kondisi, sarana dan rpasarana,
serta ada kemauan dari perilakunya. Pragmatik sebagai aliran filsafat dan paham
bukan tanpa kelemahana kan tetapi, pandangannya untuk saat tertentu, situasi
hidup, dan keadaan masyarakat tertentu dapat menggelitik dan digunakan sebagai
pertanyaan kritis.

E. Teori kebenaran yang digunakan oleh Filsuf


Pendidikan pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada hususnya
mengemban tugas utama untuk menemukan, pengembangan, menjelaskan,
menyampaikan nilai-nilai kebenaran. Semua orang yang berhasrat untuk mencintai
kebenaran, bertindak sesuai dengna kebenaran. Kebenaran adalah satu nilai utama
di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani
manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity)
selalu berusaha memeluk suatu kebenaran.
Jika manusia mengerti dan emmahami kebenaran, sifat asasinya terdorong
pula untuk melaksanakan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman
tentang kebenaran, tanpa melaksanakan kebenaran tersebut manusia akan
mengalami pertentangan batin, konflik spikologis. Menurut para ahli filsafat itu
bertingkat-tingkat bahkan tingkat-tingkat tersebut bersifat hirarkhis. Kebernaran
yang satu di bawah kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya ada kebenaran
relative, ada kebenaran mutlak (absolut). Ada kebenaran alami dan ada pula

9
kebenaran ilahi, ada kebenaran khsus individual, ada pula kebenaran umum
universal.

Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia


dalam kepribadian dan kesadarannya tak mungkin tanpa kebenaran. Berdasarkan
scope potensi subjek, maka disusun tingkat kebenaran itu menjadi 1) tingkat
kebenaran indera adalah tingkat yang paling sederhana dan pertama yagn dialami
manusia, 2) Tingkat ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping
melalui indra, diolah pula dengan rasio 3) tingkat filosofis, rasio dan pikir murni,
renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya, 4)
Tingkatan relogius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa
dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan.
Keempat tingkat kebenaran ini berbeda-beda wujud, sifat, dan kualitasnya
bahkan juga proses dan cara terjadinya, di samping potensi subyek yang
menyadarinya. Potensi subyek yang dimaksud di sini ialah aspek kepribadian yang
menangkap kebenaran itu. Misalnya pada tingkat kebenaran indera, potensi subyek
menangkapnya ialah panca indra.
Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu
mencari kebenaran itu, membina dan menyempurnakannnya sejalan dengan
kematangan kepribadiannya. Terdapat tiga jenis kebenaran yaitu 1) Kebenaran
Epistemologi (berkaitan dengan pengetahuan), 2) Kebenaran ontologis (berkaitan
dengan sesuatu yang ada/diadakan), 3) Kebenaran semantic (berkaitan dengan
bahasa dan tutur kata).
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami
kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksanakan kebenaran itu.
Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran, tanpa melaksanakan
konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis.
Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan
kebenaran dalam halan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan
untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditujukan oleh
kebenaran.
Kebenaran agama yang ditangkap dengan seluruh kepribadian, terutama
oleh budi nurani merupakan puncak kesadaran manusia. hal ini bukan saja karena
sumber kebenaran itu berasal dari Tuhan Yang Maha Esa supernatural melainkan
10
juga karena yang menerima kebenaran adalah satu subyek dengan integritas
kepribadian. Nilai kebenaran agama menduduki status tertinggi karena wujud
kebenaran ini ditangkap oleh integritas kepribadian. Seluruh tingkat pengalaman,
yakni pengalaman ilmiah, dan pengalaman filosofis terhimpun pada puncak
kesadaran religius yang diamna di dalam kebenaran ini mengandung tujuan hidup
manusia dan sangat berarti untuk dijalankan oleh manusia.
Teori-teori kebenaran dalam filsafat yang sering digunakan oleh para filusuf
yaitu teori korespondensi dimana masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah
perbandingan antara realita obyek (informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan
apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan). Jika ide atau eksan yang dihayati
subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek, maka sesuatu itu benar.
Teori korespondensi menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu keadaan benar
itu terbukti benar bila ada eksesuaian atara arti yang dimaksud suatu pernyataan
atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat
tersebut. Cara berpikir ilmiah yaitu logika induktif mengguankan teori
korespondensi ini. Teori kebenaran menurus corespondensi ini sudah ada di dalam
masyarakat sehingga pendidikan moral bagi anak-anak ialah pemahaman atas
pengertian-pengertian moral yang telah merupakan kebenaran itu. Apa yang
diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus diartikan sebagai dasar bagi tindakan-
tindakan anak di dalam tingkah lakunya.
Teori kedua yaitu teori koherensi, teori ini merupakan suatu usaha pengujian
(test) atas arti kebenaran. Hasil tes dan eksperimen dianggap reliable jika kesan-
kesan yang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil tes
eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.
Menurut teori koherensi untuk menetapkan suatu kebenaran bukanlah dasarkan
atas hubungan subyek dengan realitas obyek. Sebab apabila didasarkan atas
hubungan subyek (ide, kesannya dan comprehensionnya) dengan obyek, pastilah
ada subyektivitasnya. Oleh karena itu pemahaman subyek yang satu tentang suatu
realitas akan mugnkin sekali berbeda dengan apa yang ada di dalam pemahaman
subyek lain. teori ini dipandang sebagai teori ilmiah yaitu sebagai usaha yang
sering dilakukan di dalam penelitian pendidikan khsuusnya di dalam bidang
pengukuran pendidikan. Teori konsisten ini tidaklah bertentangan dengan teori
korespondensi. Kedua teori ini lebih bersifat melengkapi. Teori konsistensi adalah
pendalaman dan kelanjutan dari arti kebenaran. sedangkan teori konsistensi
11
merupakan usaha pengujian (test) atas arti kebenaran tadi. Teori koherensi (the
coherence theory of thrut) menganggap suatu pernyataan benar bila di dalamnya
tidak ada pertentangan, bersifat koheren dan konsisten dengan pernyataan
sebelumnya yang telah dianggap benar. Dengan demikian suatu pernyataan
dianggap benar, jika pernyataan itu dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten
dan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya.
Teori ketiga yaitu teori pragmatis, menguji kebenaran dalam praktek yang
dikenal para pendidik sebagai metode project atau metode problem solving dari
dalam pengajaran. Teori pragmatism (the pragmatic theory of thruth) menganggap
suatu pernyataan, teori atau dalil ini memiliki kebenaran bila memiliki kegunaan
dan menfaat bagi kehidupan manusia. Kaum pragmatis menggunakan kriteria
kebenaran dengan kegunaan (utility) dapat dikerjakan (workability) dan akibat
yang memuaskan (satisfaktor consequence). Oleh karena itu tidak ada kebenaran
yang mutlak/tetap, kebenarannya tergantung pada manfaat dan akibatnya.
Akibat/hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis adalah (1) sesuai dengan
keinginan dan tujuan (2) sesuai dengan teruji dengan suatu eksperimen (3) ikut
membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis (ada).

12
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Hakikat kebenaran sangat penting dan berperan sekali terhadap mencari
kebenaran tersebut di dalam suatu masalah pokok. Setiap kebenaran harus diserap
oleh kebenaran itu sendiri serta kepastian dari pengetahuan tersebut, dari suatu
hakikat kebenaran merupakan suatu obyek yang terus dikaji oleh manusia terutama
para ahli filsuf, karena hakikat kebenaran ini manusia akan mengalami pertentangan
batin yakni konflik spikologis.
Manusia selalu dalam kehidupannya pasti dirundung permasalahan besar
maupun kecil itu mungkin sangat tidak menutup kemungkinan dan mencari
kebenaran sejati karena manusia ingin melepaskan permasalahan tersebut, tetapi
bingung ingin mencari teori kebenaran karena banyak cara ditempuh untuk
emmperoleh kebenaran antara lain dengan menggunakan rasio seperti para
rasionalis dan melalui pengalaman atau empiris.
Memang sesuatu sifat manusia yang selalu mencari kebenaran yang
sebenarnya itu, inti dari membina dan menyempurnakannya sejalan dengan
kematangan kepribadiannya. Suatu kebenaran tidak hanya membutuhkan
pengakuan dari salah satu orang atau sekelompok orang saja tetapi kebenaran itu
memiliki takaran-takaran atau ukuran-ukuran kebenaran tersebut diantara lain
adalah berfikir meruapkan suatu aktivitas manusia untuk menemukan kebenaran
serta apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain.
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami
kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksanakan kebenaran itu.
Cara penemuan kebenaran dapat kita lakukan dengan penemuan kebenaran
melalui penelitian ilmiah. Dengan cara ini akan semakin kuat tingkat kebenarannya.
Selain itu teori-teori tentang kebenaran juga bisa dijadikan sebagai salah satu cara
untuk penemuan suatu kebenaran.

13
B. Saran
Saran dalam makalah ini adalah sebagai mahasiswa kita harus selalu mencari
kebenaran sehingga mengerti dan memahami kebenaran dan terdorong untuk memahami
kebenaran. Sebagai mahasiswa dapat menemukan kebenaran dengan melakukan penelitian
ilmiah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Banasuru, A. 2013. Filsafat dan Filsafat Ilmu. Bandung:Alfabeta

Kebung, K. 2001. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Pustaka Raya.

Suriasumantri, J. S. 2010. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: PT


Penebar Swadaya

Wahana Paulus.2016. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pusaka Diamond

15

Anda mungkin juga menyukai