Anda di halaman 1dari 29

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Inovasi Pendidikan dan
Pembelajaran
dosen Pengampu: Dr. Ristiana Dyah Purwandari, S.Si., M.Si.

disusun oleh:
Visi Nurhayati 2120110009

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN DASAR


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2021

i
DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................................................... i
Daftar isi .................................................................................................................... ii
Kata Pengantar ........................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1. Latar Belakang .............................................................................................. 1
2. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
3. Tujuan ........................................................................................................... 2
BAB II ISI.................................................................................................................. 3
1. Seputar model pembelajaran kooperatif ........................................................ 3
a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif ........................................... 3
b. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif ................................................. 4
c. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif ........................................ 5
d. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif ....................................................... 7
e. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif ................................. 9
2. Variasi Model Pembelajaran Kooperatif ....................................................... 10
a. Student Teams Achievement Divison (STAD) ....................................... 10
b. Tim Ahli (Jigsaw) ................................................................................... 13
c. Team Games Tournament (TGT) ........................................................... 15
d. Investigasi Kelompok ............................................................................. 16
e. Cooperative Integrated Reading and Composing (CIRC) ....................... 18
f. Think Pair Share ..................................................................................... 19
g. Numbered Head Together (NHT) ........................................................... 22
h. Snowball Throwwing.............................................................................. 23
BAB III KESIMPULAN ............................................................................................ 25
1. Simpulan ....................................................................................................... 25
2. Saran ............................................................................................................. 25
Daftar Pustaka ............................................................................................................ 26

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan penulis kemudahan dalam
menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, penulis tidak
akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah atas limpahan nikmat sehat-Nya,


sehingga makalah “Model Pembelajaran Kooperatif” dapat diselesaikan. Makalah ini
disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Inovasi Pendidikan dan Pembelajaran. Penulis
berharap makalah tentang pentingnya Pendidikan Pancasila bagi peserta didik dapat
menjadi referensi bagi guru sekolah dasar dalam melakukan pembelajaran di SD/MI.

Penulis menyadari makalah Model Pembelajaran Kooperatif ini masih perlu


penyempurnaan karena berbagai kesalahan dan kekurangan penulis. Penulis terbuka
terhadap kritik dan saran pembaca agar makalah ini dapat lebih baik. Apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait penulisan maupun konten, penulis
memohon maaf. Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat bermanfaat.

Penulis

iii
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Seorang guru sebagai salah satu profesi dalam dunia pendidikan dituntut untuk
melakukan inovasi dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas.
Berbagai inovasi pembelajaran dilakukan dari berbagai sisi, seperti sumber, media, alat
peraga, model pembelajaran, dan sebagainya. Inovasi tersebut bertujuan agar tujuan
pendidikan nasional dapat tercapai.

Model pembelajaran senantiasa mengalami perkembangan sesuai tuntutan


kurikulum. Model pembelajaran yang baik adalah model pembelajaran yang berpusat
kepada siswa (student centered). Siswa menjadi pusat dalam semua kegiatan pembelajaran.
Guru aktif sebagai fasilitator dan kegiatan pembelajaran berfokuskan pada aktivitas siswa
yang beragam. Banyak sekali model pembelajaran yang dapat guru gunakan untuk
meningkatkan hasil belajar dari berbagai aspek afektif, kognitif, dan psikomotor. Model
pembelajaran tersebut antara lain model pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis
masalah, model pembelajaran konstektual, model pembelajaran inquiri, model
pembelajaran tematik, model pembelajaran berbasis proyek, STEAM, dan sebagainya.

Setiap model pembelajaran memiliki tujuan pembelajaran, sintak, dan sifat


lingkungan belajarnya masing-masing (Budiyanto, Agus Krisno; 2016). Penggunaan
model pembelajaran mempermudah guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
diinginkan. Sintak setiap model pembelajaran menggambarkan keseluruhan urutan alur
langkap kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan oleh guru dan siswa. Setiap model
pembelajaran memiliki sintak yang berbeda dan menjadi ciri model pembelajaran tersebut.
Penggunaan model pembelajaran juga harus menyesuaikan kebutuhan dan keadaan siswa
di kelas agar tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan mudah.

Salah satu model pembelajaran yang harus diterapkan oleh guru dalam kegiatan
pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini menekankan
keaktifan siswa dalam belajar. Model pembelajaran ini sangat cocok diterapkan oleh guru
karena berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator. Siswa akan bekerjasama dalam
kelompok untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru. Jika siswa dapat

1
2

menyelesaikan masalah tersebut, guru bisa memberikan penghargaan kepada kelompok


agar muncul motivasi lebih dalam mengerjakan tugas-tugas berikutnya.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. apa yang kamu ketahui seputar model pembelajaran kooperatif?


2. apa saja variasi model pembelajaran kooperatif?

3. Tujuan dan Manfaat


a. Tujuan
Tujuan dalam penyusunan makalah ini adalah
1) Guru dapat mengenal model pembelajaran kooperatif
2) Guru dapat membedakan setiap variasi model pembelajaran kooperatif
3) Guru dapat menerapkan berbagai model pembelajaran kooperatif.
b. Manfaat
Manfaat dalam penyusunan makalah ini adalah
1) Manfaat teoritis adalah menambah khasanah keilmuan tentang model
pembelajaran kooperatif
2) Manfaat praktis adalah guru dapat menerapkan berbagai model
pembelajaran sesuai dengan sintaknya.
3

BAB II

ISI

1. Seputar Model Pembelajaran Kooperatif


a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar
kooperatif konstruktivisme. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vygotsky yaitu
penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran, bahwa fase mental yang
lebih tinggi pada umumnya muncul pada percakapan atau kerja sama antara individu
sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap dalam individu tersebut.
Model pembelajaran ini dapat digunakan untuk mengajarkan materi yang agak
kompleks, dan yang lebih penting lagi, dapat membantu guru untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang berdimensi sosial dan hubungan antar manusia (Budiyanto, Agus
Krisno; 2016). Model pembelajaran ini memaksa siswa melakukan kegiatan
kerjasama, sehingga mau tidak mau mereka harus menjaga komunikasi dan saling
berinteraksi. Model pembelajaran ini sangat efektif untuk memperbaiki dan
memperkuat hubungan sosial antar siswa dalam kelas yang memiliki banyak
keberagaman.
Menurut Henson dan Eller dalam Haidar dan Salim (2014) mendefinisikan
bahwa yang dimaksud dengan cooperative learning adalah bentuk kerjasama yang
dilakukan peserta didik untuk mencapai tujuan bersama.
Sedangkan menurut Reinhartz dan Beach (Haidar dan Salim;2014) model ini
sebagai bentuk kerjasama dalam kelompok-kelompok atau team-team untuk
mempelajari konsep-konsep atau materi-materi pembelajaran.
Hemliati (2012) juga berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif
adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling
membantu mengkontruksi konsep, mengerjakan tugas, menyelesaikan masalah/
persoalan, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah model pembelajaran di mana peserta didik saling bekerjasama dalam
kelompok-kelompok untuk mempelajari materi-materi maupun konsep-konsep
dalam rangka mencapai tujuan bersama. Setiap siswa mendapatkan pembagian tugas

3
4

dalam kelompoknya, semuanya bekerja. Namun jika dalam kegiatan pembelajaran


secara berkelompok dan yang mendapatkan tugas hanya seseorang saja atau
sebagian anggota kelompok maka pembelajaran ini bukan pembelajaran kooperatif.
Dalam pembelajaran ini guru dapat memanfaatkan tutor sebaya dalam kelompoknya
yang relative lebih efektif.

b. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif


Slavin (dalam Helmiati;2012) menyatakan model pembelajaran kooperatif
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan
kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan
orang lain serta dapat meningkatkan harga diri. Haidar dan Salim (2014) juga
berpendapat, berikut ini beberapa tujuan model pembelajaran kooperatif, yaitu:
a) Peningkatan dan pengembangan prestasi akademik.
Prestasi akademis adalah salah satu bagian yang terpenting yang akan
dicapai oleh lembaga pendidikan. Semua pihak mengharapkan proses
pembelaajran yang dilaksanakan akan mampu emmbekali anak secara
psikis material, mental spiritual, dan intelektual dan emosional. Salah satu
tujuan peneraman metode cooperative learning ini tergantung pada tujuan
kelompok, tanggung jawab individu, peluang yang sama untuk berhasil.
b) Bersikap terbuka dengan keberagaman (pluralitas)
Peserta didik berasal dari latar belakang yang berbeda beda, baik budaya,
pengetahuan, sikap, status sosial dan sebagainya. Dengan menerapkan
model pembelajaran kooperatif ini sangat membuka peluang bagi peserta
didik untuk bekerjasama, saling melengkapi kekurangan dan kelebihan,
saling bekerjasama untuk mencapai tujuan yang sama.
c) Mengembangkan sikap dan keterampilan sosial
Dalam kegiatan pembelajaran, tidak hanya mengatasi bagaimana anak
dapat mengetahui informasi sebanyak-banyaknya. Akan tetapi, aspek lain
yang perlu dikembangkan dari peserta didik ini adalah
menumbuhkembangkan kemampuan sosialnya. Pengembangan sikap
sosial sangat penting, sebab peserta didik merupakan bagian dari
masyarakat yang akan berinteraksi baik di rumah, sekolah, maupun
lingkungan yang lebih luas lagi. Guru dapat melatih peserta didik dalam
mengembangkan kemampuan sosialnya, misalnya mengintegrasikanya
5

dalam kegiatan pembelajaran. Anak diajak untuk melakukan kegiatan


diskusi, mengemukakakn pendapat dalam gagasan dan perasaan, ikut
berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran.
Jika diamati, tujuan pembelajaran tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran
yang direkomendasikan oleh UNECCO yaitu learning to know, learning to do,
learning to be, learning to live together (dalam Pratama, Deden: 2021).
Sedangkan menurut Budiyanto, Agus Krisno (2016) secara ringkas tujuan
pembelajaran kooperatif dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu hasil belajar
akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan
sosial. Dengan demikian kita dapat mengetahui tujuan dari pembelajaran
kooperatif tidak hanya meningkatkan prestasi belajar, namun juga meningkatkan
kemampuan peserta didik dalam bertolerasi terhadap keberagaman dan mampu
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar di sekolah karena kelak peserta didik akan
mejadi bagian dari anggota masyarakat secara luas.

c. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif berbeda dengan model pembelajaran yang lain.


Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan
pada proses kerja sama dalam kelompok. Menurut Nurdyansyah dan Fahyuni, Eni
Fariyatul (2016) Karakteristik pembelajaran kooperatif adalah
1. Pembelajaran Secara Tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim
merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu
membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
2. Didasarkan pada Manajemen Kooperatif
Mempuyai tiga fungsi, yaitu: (a) Fungsi manajemen sebagai perencanaan
pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai
dengan perencanaan, dan langkahlangkah pembelajaran yang sudah ditentukan.
Misalnya tujuan apa yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa yang
harus digunakan untuk mencapai tujuan, dan lain sebagainya. (b) Fungsi
manajemen sebagai organisasi, menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif
memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan dengan
6

efektif. (c) Fungsi manajemen sebagai kontrol, menunjukkan bahwa dalam


pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan melalui bentuk tes
maupun nontes.
3. Kemauan untuk Bekerja Sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara
kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu ditekankan
dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerja sama yang baik, pembelajaran
kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal.
4. Keterampilan Bekerja Sama
Kemampuan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan
pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk
mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam
rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Haidar dan Salim (2014) juga mengutarakan ciri-ciri model pembelajaran


kooperatif, yaitu:
1. Bersifat Heterogenitas
Pembentukan kelompok dilakukan secara heterogen, baik dari segi kemampuan,
jenis kelamin, dan hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan. Hal ini dikarenakan
agar peserta didik dapat menerima orang lain. Semua anggota kelas memiliki
peluang yang sama untuk belajar dan dapat meningkatkan prestasi belajar peserta
didik yang berkemampuan rendah.
2. Terjadi penyebaran informasi (share Information)
Peserta didik yang memiliki prestasi tinggi akan mempertajam pengetahuannya.
Sedangkan peserta didik yang memiliki prestasi yang rendah akan memperoleh
banyak amnfaat dari setiap penjelasan peserta didik yang berprestasi tinggi. Cara
kolaborasi ini dianggap efektif dalam memberikan penjelasan materi antar peserta
didik.
3. Jenis-jenis tugas yang diberikan pada kelompok
Setiap materi pelajaran yang dianggap penting dapat dijadikan sebagai bahan untuk
tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik di dalam kelompoknya masing-
masing.
7

4. Tanggung jawab terletak pada individu-individu


Tanggung jawab individu adalah unsur yang harus menjadi perhatian guru untuk
mengevaluasi seluruh proses pembelajaran.
5. Adanya penghargaan
Usaha yang telah dilakukan dan prestasi yang telah dicapai dapat digunakan
menjadi dasar dalam memperoleh penghargaan. Kompetisi yang sehat antar
kelompok dalam kegiatan pembelajaran akan meningkatkan motivasi belajar setiap
peserta didik.

Model pembelajaran kooperatif menekankan pada aktivitas belajar kelompok.


Semua peserta didik dengan segala keberagamannya dibagi ke beberapa kelompok
secara heterogen dari berbagai sisi menyesuaikan kebutuhan. Peserta didik
melakukan interaksi sosial, menjalin komunikasi antar anggota kelompok. Mereka
bekerjasama untuk menyelesaikan tugas yang guru berikan. Semua peserta didik
mendapatkan pekerjaannya masing-masing secara adil sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai.

d. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Helmiati (2012) bila seorang guru berhasil menerapkan


pembelajaran kooperatif, maka terdapat 17 kelebihan di dalamnya:
1) Prestasi akademik: dengan menerapkan kooperatif prestasi akademik siswa
dapat ditingkatkan
2) Ethnic atau hubungan ras: dengan penerapan pembelajaran kooperatif di
dalam kelas dapat meningkatkan persahabatan dan peningkatan polarisasi
garis ras antar siswa.
3) Penghargaan diri: dengan pembelajaran kooperatif siswa akan dapat
menerima orang lain, dimana hal ini dapat meningkatkan prestasi siswa
mengarah pada peningkatan penghargaan diri.
4) Empati: melalui belajar kooperatif siswa lebih dapat memahami pandangan
dan perasaan orang lain.
5) Kemampuan sosial: melalui penerapan pembelajaran kooperatif, kemampuan
sosial akan meningkat dalam memecahkan masalah, memimpin dan sikap
menghargai sesama.
8

6) Hubungan sosial: siswa dalam pembelajaran kooperatif merasa diterima dan


memperhatikan sehingga menumbuhkan rasa saling menerima satu sama yang
lainnya.
7) Suasana kelas: pembelajaran dengan setting kelas kooperatif dapat
menciptakan suasana kelas yang menyenangkan sehingga mendukung pada
peningkatan akademik.
8) Tanggung jawab: melalui belajar kooperatif siswa akan lebih dapat
mengendalikan diri serta dapat banyak inisiatif yang dapat menumbuhkan rasa
tanggung jawab pada diri sendiri, sehingga mereka merasa sebagai diri sendiri
bukan sebagai pesuruh.
9) Kemampuan membedakan: dalam belajar kooperatif, siswa bekerja dalam
kelompok yang memiliki kemampuan berbeda sehingga hasil dari kerja
kelompok tersebut merupakan keragaman sumbangan dari tiap kelompok.
10) Kemampuan berpikir tingkat tinggi: dengan belajar kooperatif siswa
tertantang untuk berinteraksi dengan teman sejawat yang memiliki pola pikir
yang berbeda, sehingga mampu mendorong tiap anggota kelompok untuk
menginterprestasikan suatu pola pikir dalam memecahkan suatu masalah
dengan analisis tingkat tinggi.
11) Pertanggung jawaban individu: dalam pembelajaran kooperatif semua siswa
terlibat sehingga siswa tidak ada yang merasa terabaikan, hal ini akan
menumbuhkan rasa tanggung jawab pada setiap siswa.
12) Partisipasi yang sejajar: penilaian dalam belajar kooperatif adalah secara
kelompok bukan individu sehingga tidak ada yang terlewatkan (setiap siswa
punya pembagian waktu yang sama).
13) Meningkatkan partisipasi: dalam pembelajaran kooperatif memerlukan lebih
banyak waktu untuk berpartisipasi dibandingkan dengan pembelajaran
tradisional.
14) Orientasi sosial: dengan kelas kooperatif siswa akan memperoleh kesempatan
sama untuk sukses, dibandingkan dalam kelas tradisional kesuksesan hanya
diperoleh beberapa siswa saja.
15) Orientasi pembelajaran: dengan pembelajaran kooperatif siswa lebih sering
menyatukan tujuan yang matang dan menjadi yang terbaik dalam kelompok,
dibandingkan pembelajaran tradisional siswa mengerjakan tugas hanya untuk
mencari nilai
9

16) Pengetahuan diri dan realisasi diri: melalui interaksi dalam kelompok siswa
akan mengetahui kekurangan maupun kelebihan yang mereka miliki melalui
balikan yang diberikan oleh yang lain.
17) Kemampuan ditempat kerja: dengan pembelajaran kooperatif siswa tahu
bagaimana cara bekerja dalam suatu kelompok dan saling membantu untuk
mencapai tujuan yang sama, hal ini dapat sebagai bekal dikemudian hari

e. Langkah Model Pembelajaran Kooperatif


Setiap model pembelajaran memiliki langkah pembelajaran yang berbeda-
beda sesuai karakteristik model pembelajaran tersebut. Menurut Budiyanto, Agus
Krisno (2016) Terdapat enam fase utama di dalam model pembelajaran secara
kooperatif. Pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan
memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi; seringkali
dengan bahan bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke
dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja
bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran
kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa
yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha
kelompok maupun individu. Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif
dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang
harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya.
Nurdyansyah, dan Fahyuni, Eni Fariyatul (2016) menyampaikan langkah
model pembelajaran kooperatif secara umum:
10

2. Variasi Model Pembelajaran Kooperatif


a. Student Team Achievement Division (STAD)

Variasi model pembelajaran ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-
temannnya. Menurut Slavin (dalam Nurdiansyah dan Fahyuni, Eni Fariyatul; 2016)
STAD merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti.
Model ini juga sangat mudah diadaptasi, telah digunakan dalam Matematika, IPA,
IPS, Bahasa Inggris, Teknik dan banyak subjek lainnya, dan pada tingkat sekolah
dasar sampai perguruan tinggi. Dalam STAD, siswa dibagi menjadi kelompok
beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya.
Guru memberikan suatu pelajaran dan siswa-siswa di dalam kelompok memastikan
bahwa semua anggota kelompok itu menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya semua
siswa menjalani kuis perseorangan tentang materi tersebut, dan pada saat itu mereka
tidak boleh saling membantu satu sama lain. Nilai-nilai hasil kuis siswa
diperbandingkan dengan nilai rata-rata mereka sendiri yang diperoleh sebelumnya,
11

dan nilai-nilai itu diberi hadiah berdasarkan pada seberapa tinggi peningkatan yang
bisa mereka capai atau seberapa tinggi nilai itu melampaui nilai mereka sebelumnya.
Nilai-nilai ini kemudian dijumlah untuk mendapat nilai kelompok, dan kelompok
yang dapat mencapai kriteria tertentu bisa mendapatkan sertifikat atau hadiah-hadiah
yang lainnya. Keseluruhan siklus aktivitas itu, mulai dari paparan guru ke kerja
kelompok sampai kuis, biasanya memerlukan tiga sampai lima kali pertemuan kelas.

Dalam model ini siswa berkesempatan untuk berkolaborasi dan elaborasi,


bertukar jawaban, mendiskusikan ketidaksamaan, dan saling membantu, berdiskusi
bahkan bertanya pada guru jika mereka mengalami kesulitan dalam memahami
materi pelajaran. Ini sangat penting, karena dapat menumbuhkan kreatifitas siswa
dalam mencari solusi pemecahan masalah dalam kegiatan pembelajaran.

Para siswa diberi waktu untuk bekerja sama setelah pelajaran diberikan oleh
guru, tetapi tidak saling membantu ketika menjalani kuis, sehingga setiap siswa
harus menguasai materi itu (tanggung jawab perseorangan). Para siswa mungkin
bekerja berpasangan dan bertukar jawaban, mendiskusikan ketidaksamaan, dan
saling membantu satu sama lain, mereka bisa mendiskusikan pendekatan-
pendekatan untuk memecahkan masalah itu, atau mereka bisa saling memberikan
pertanyaan tentang isi dari materi yang mereka pelajari itu.

Mereka mengajari teman sekelompok dan menaksir kelebihan dan


kekurangan mereka untuk membantu agar bisa berhasil menjalani tes. Karena skor
kelompok didasarkan pada kemajuan yang diperoleh siswa atas nilai sebelumnya
(kesempatan yang sama untuk berhasil), siapapun dapat menjadi “bintang”
kelompok dalam satu minggu itu, karena nilai lebih baik dari nilai sebelumnya atau
karena makalahnya dianggap sempurna, sehingga menghasilkan nilai yang
maksimal tanpa mempertimbangkan nilai rata-rata siswa yang sebelumnya. Berikut
langkah-langkah pembelajaran STAD, yaitu:

1) Penyampaian Tujuan dan Motivasi


Menyampaikan tujuan yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan
memotivasi siswa untuk belajar.
2) Pembagian Kelompok
12

Siswa dibagi dalam beberapa kelompok, di mana setiap kelompoknya terdiri


dari 4-5 siswa yang memprioritaskan heterogenitas (keragaman) kelas dalam
prestasi akademik, gender/jenis kelamin, rasa atau etnik.
3) Presentasi dari Guru
Guru menyampaikan materi pelajaran terlebih dahulu menjelaskan tujuan
pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok
bahasan tersebut dipelajari. Guru memberi motivasi siswa agar dapat belajar
dengan aktif dan kreatif. Di dalam proses pembelajaran guru dibantu oleh
media, demonstrasi, pertanyaan atau masalah nayta yang terjadi dalam
kehidupan seharihari. Dijelaskan juga tentang keterampilan dan kemampuan
yang diharapkan dikuasai siswa, tugas dan pekerjaan serta cara-cara
mengerjakannya.
4) Kegiatan Belajar dalam Tim
Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan lembaran
kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota
menguasai dan masing-masing memberikan kontribusi. Selama tim bekerja,
guru melakuakn pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan
bila diperlukan. Kerja tim ini merupakan ciri terpenting dari STAD.
5) Kuis (Evaluasi)
Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang
dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-
masing kelompok. Siswa diberikan kursi secara individual dan tidak dibenarkan
bekerja sama. Ini dilakukan untuk menjamin agar siswa secara individu
bertanggung jawab kepada dari sendari dalam memahami bahan ajar tersebut.
Guru menetapkan skor batas penguasaan untuk setiap soal, misalnya 60, 75, 84,
dan seterusnya sesuai dengan tingkat kesulitan siswa.
6) Penghargaan Prestasi Tim
Setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan diberikan angka
dengan rentang 0-100. Selanjutnya pemberian penghargaan atas keberhasilan
kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan tahapan-tahapan
sebagai berikut:
a) Menghitung skor individu
b) menghitung skor kelompok
c) Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok
13

Kelebihan Pembelajaran STAD yaitu membantu siswa mempelajari isi materi


pelajaran yang sedang dibahas. Adanya anggota kelompok lain yang menghindari
kemungkinan siswa mendapatkan nilai rendah, karena dalam pengetesan lisan siswa
dibantu oleh anggota kelompoknya. Pembelajaran ini menjadikan siswa mampu
belajar berdebat, belajar mendengarkan pendapat orang lain, dan mencatat hal-hal
yang bermanfaat untuk kepentingan bersama-sama. Pembelajaran kooperatif
menghasilkan pencapaian belajar siswa yang tinggi menambah harga diri siswa dan
memperbaiki hubungan dengan teman sebaya. Hadiah atau penghargaan yang
diberikan akan akan memberikan dorongan bagi siswa untuk mencapai hasil yang
lebih tinggi. Siswa yang lambat berfikir dapat dibantu untuk menambah ilmu
pengetahuannya. Pembentukan kelompok kecil memudahkan guru untuk memonitor
siswa dalam belajar bekerja sama.
Disamping itu, Soewarso (1998) mengulas beberapa kendala dan kelemahan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu Pembelajaran kooperatif tipe STAD
bukanlah obat yang paling mujarab untuk memecahkan masalah yang timbul dalam
kelompok kecil. Adanya ketergantungan sehingga siswa yang lambat berpikir tidak
dapat berlatih belajar mandiri. Memerlukan waktu yang lama sehingga target
pencapaian kurikulum tidak dapat dipenuhi. Tidak dapat menerapkan materi
pelajaran secara cepat. Penilaian terhadap individu dan kelompok serta pemberian
hadiah menyulitkan bagi guru untuk melaksanakannya. Kerja kelompok hanya
melibatkan mereka yang mampu memimpin dan mengarahkan mereka yang kurang
pandai dan kadang-kadang menuntut tempat yang berbeda dan gaya-gaya mengajar
berbeda.

b. JIGSAW

Model ini dikembangkan dan diujicoba oleh Elliot Aronson dan teman-
temannya di Universitas Texas. Arti Jigsaw dalam bahasa Inggris adalah gergaji ukir
dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah puzzle yaitu sebuah teka-teki
menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model Jigsaw ini mengambil
pola cara bekerja sebuah gergaji (zigzag), yaitu siswa melakukan suatu kegiatan
belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama.

Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar
menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke
14

dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga
setiap anggota bertanggung jawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik
yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok
lagi yang terdiri atas dua atau tiga orang.

Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya


dalam: (a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; (b) merencanakan
bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompok semula.
Setelah itu, siswa kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam
subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada
temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh
siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh
materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok
harus menguasai topik secara keseluruan. Langkah-langkahnya adalah sebagai
berikut:

a. Siswa dikelompokkan dengan anggota ± 4 orang


b. Tiap orang dalam tim diberi materri dan tugas yang berbeda;
c. Anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk
kelompol baru (kelompok ahli);
d. Setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal
dan menjelaskan kepada anggota kelompok tentang subbab yang mereka
kuasai;
e. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi;
f. pembahasan.
g. penutup.

Model pembelajaran kooperatif model Jigsaw adalah sebuah model belajar


kooperatif yang menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk
kelompok kecil. Dalam model kooperatif Jigsaw ini siswa memiliki banyak
kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan mengolah informasi yang didapar
dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi, anggota kelompok
bertanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian
materi yang dipelajari dan dapat menyampaikan informasi kepada kelompok lain.

Berikut adalah kelebihan pembelajaran JIGSAW, yaitu:


15

1) Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar, karena sudah ada kelompok ahli
yang menjelaskan materi kepada rekan-rekannya.
2) Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat.
3) Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara
dan berpendapat

Dalam penerapannya sering dijumpai beberapa permasalahan yaitu;

1) Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol
jalannya diskusi. Untuk mengantisipasi masalah ini guru harus benar-benar
memperhatikan jalannya diskusi. Guru harus menekankan agar para anggota
kelompok menyimak terlebih dahulu penjelasan dari tenaga ahli. Kemudian baru
mengajukan pertanyaan apabila tidak mengerti.
2) Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berfpikir rendah akan
mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai tenaga
ahli. Untuk mengantisipasi hal ini guru harus memilih tenaga ahli secara tepat,
kemudian memonitor kinerja mereka dalam menjelaskan materi, agar materi
dapat tersampaikan secara akurat.
3) Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan.
4) Untuk mengantisipasi hal ini guru harus pandai menciptakan suasana kelas yang
menggairahkan agar siswa yang cerdas tertantang untuk mengikuti jalannya
diskusi.
5) Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti proses
pembelajaran.

c. Team Game Tournament (TGT)

Menurut Saco (dalam Nurdiansyah dan Fahyuni, Eni Fariyatul; 2016), dalam
TGT siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk
memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing. Permainan dapat disusun guru
dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi
pelajaran. Kadang-kadang dapat juga diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan
dengan kelompok (identitas kelompok mereka).

Permainan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada


kartu-kartu yang diberi angka. Tiap siswa, misalnya, akan mengambil sebuah kartu
16

yang diberi angka tadi dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan
pertanyaan tersebut. TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar beranggotakan 5 sampai 6
orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang
berbeda. Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka
masing-masing. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota
kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas
yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab untuk
memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum menganjukan pertanyaan
tersebut kepada guru.

Menurut Slavin pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari lima langkah
tahapan, yaitu tahap penyajian kelas (class precentation), belajar dalam kelompok
(teams), permainan (games), pertandingan (tournament), penghargaan kelompok
(team recognition)

d. Investigasi Kelompok (Team Investigation)

Menurut Budiyanto, Krisno Agus ( 2016) Group Investigation merupakan


salah satu bentuk metode pembelajaran kooperatif yang menekankan pada
partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran
yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku
pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak
perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya
melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang
baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Metode
Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir
mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama
sampai tahap akhir pembelajaran.

Menurut Nurdiansyah dan Fahyuni, Eni Fariyatul (2016) implementasi


strategi belajar kooperatif GI dalam pembelajaran, secara umum dibagi menjadi
enam langkah, yaitu:

1) mengindentifikasi topik dan mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok (para


siswa menelaah sumber-sumber informasi, memilih topik, dan mengategorisasi
saran-saran; parasiswa bergabung ke dalam kelompok didasarkan atas
17

ketertarikan topik yang sama dan heterogen; guru membantu dan memfasilitasi
dalam memperoleh informasi);
2) merencanakan tugas-tugas belajar (direncanakan secara bersama-sama oleh para
siswa dalam kelompoknya masingmasing, yang meliputi: apa yang kita selidiki;
bagaimana kita melakukannya; siapa sebagai apa-pembagian kerja; untuktujuan
apa topik ini diinvestigasi);
3) melaksanakan investigasi (siswa mencari informasi, menganalisis data, dan
membuat kesimpulan; setiap anggota kelompok harus berkontribusi kepada
usaha kelompok; para siswa bertukar pikiran, mendiskusikan, mengklarifikasi,
dan mensintensis ide-ide);
4) menyiapkan laporan akhir (anggota kelompok menetukan pesan-pesan esensial
proyeknya; merencanakan apa yang akan dilaporkan dan bagaimana membuat
presentasinya; membentuk panitia acara untuk mengoordinasikan rencana
presentasi);
5) mempresentasikan laporan akhir (presentasi dibuat untuk keseluruan kelas
dalam berbagai macam bentuk; bagian-bagian presentasi harus secara aktif dapat
melibatkan pendengar (kelompok lainnya); pendengar mengevaluasi kejelasan
presentasi menurut kriteria yang telah ditentukan keseluruan kelas);
6) evaluasi (para siswa berbagi mengenai balikan terhadap topik yang dikerjakan,
kerja yang telah dilakukan, dan pengalaman

Di dalam pemanfaatannya atau penggunaannya metode pembelajaran group


investigation juga mempunyai kelemahan dan kelebihan, kelebihan pembelajaran ini
adalah

1) Pembelajaran dengan kooperatif model Group Investigation memiliki dampak


positif meningkatkan prestasi belajar siswa.
2) Penerapan metode pembelajaran kooperatif model Group Investigation
mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
3) Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan
berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang.
4) Model pembelajaran group investigation melatih siswa untuk memiliki
kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dan mengemukakan pendapatnya.
5) Memotivasi dan mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari
tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
18

Kekurangan Metode Pembelajaran Group Investigation: Metode


pembelajaran group investigation merupakan model pembelajaran yang kompleks
dan sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Kemudian
pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran group investigation juga
membutuhkan waktu yang lama.

e. Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC)


Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition-CIRC
(Kooperatif Terpadu Membaca dan Menulis) merupakan model pembelajaran
khusus Mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam rangka membaca dan menemukan
ide pokok, pokok pikiran atau,tema sebuah wacana/kliping (Budiyanto, Krisno
Agus;2016).
Dalam pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu setiap siswa
bertanggung jawab terhadap tugas kelompok. Setiap anggota kelompok saling
mengeluarkan ide-ide untuk memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas
(task), sehingga terbentuk pemahaman yang dan pengalaman belajar yang lama.
Model pembelajaran ini terus mengalami perkembangan mulai dari tingkat Sekolah
Dasar hingga Sekolah Menengah Atas. Proses pembelajaran ini mendidik siswa
berinteraksi sosial dengan lingkungan. Langkah-langkah pembelajaran CIRC antara
lain:
1) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang siswa secara heterogen.
2) Guru memberikan wacana/kliping sesuai topik pembelajaran.
3) Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan
memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas
4) Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.
5) Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama.
6) Penutup.

Kelebihan pembelajaran CIRC antara lain adalah

1) Pengalaman dan kegiatan belajar anak didik akan selalu relevan dengan tingkat
perkembangan anak.
2) Kegiatan yang dipilih sesuai dengan dan bertolak dari minat siswa dan
kebutuhan anak
19

3) Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak didik sehingga hasil belajar
anak didik akan dapat bertahan lebih lama
4) Pembelajaran terpadu dapat menumbuh-kembangkan keterampilan berpikir
anak
5) Pembelajaran terpadu menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis
(bermanfaat) sesuai dengan permasalahan yang sering ditemuai dalam
lingkungan anak
6) Pembelajaran terpadu dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa kearah
belajar yang dinamis, optimal dan tepat guna
7) Menumbuhkembangkan interaksi sosial anak seperti kerjasama, toleransi,
komunikasi dan respek terhadap gagasan orang lain.

Kekurangan dari model pembelajaran CIRC tersebut antara lain: dalam model
pembelajaran ini hanya dapat dipakai untuk mata pelajaran yang menggunakan
bahasa, sehingga model ini tidak dapat dipakai untuk mata pelajaran seperti:
matematika dan mata pelajaran lain yang menggunakan prinsip menghitung. Model
pembelajaran ini sangat bagus dipakai karena dengan menggunakan model ini siswa
dapat memahami secara langsung peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan dengan
materi yang dijelaskan.

f. Think Pairs and Share (TPS)

Metode Think Pair Share adalah metode pembelajaran sederhana dimana


ketika guru menyampaikan pelajaran di dalam kelas, para siswa duduk berpasangan
antara tim mereka. Guru memberikan pertanyaan di dalam kelas. Siswa diarahkan
berfikir menuju sebuah jawaban pada pasangan mereka, kemudian teman mereka
mencapai kesepakatan pada sebuah jawaban. Akhirnya, guru menanyakan untuk
berbagi jawaban mereka pada semua siswa. Dalam Budiyanto, Krisno Agus (2016)
Langkah-langkah pembelajaran TPS yaitu:

1) Berpikir (thinking)
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan
pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir
sendiri jawaban atau masalah.
2) Berpasangan (Pairing)
20

pertanyaan yang diajukan menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus


yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5
menit untuk berpasangan.
3) Berbagi (sharing)
Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan
keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling
ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian
pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Kelebihan variasi pembelajaran TPS adalah
1) Memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling
membantu satu sama lain.
2) Meningkatkan partisipasi akan cocok untuk tugas sederhana.
3) Lebih banyak kesempatan untuk konstribusi masing-masing anggota kelompok
4) Interaksi lebih mudah.
5) Lebih mudah dan cepat membentuk kelompoknya.
6) Seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan
idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas.
7) Dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam kelas.
8) Siswa dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan menjawab dalam
komunikasi antara satu dengan yang lain, serta bekerja saling membantu dalam
kelompok kecil.
9) Siswa secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi
secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya,
membuat kesimpulan (diskusi) serta mempresentasikan di depan kelas sebagai
salah satu langkah evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah
dilakukan.
10) Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung
memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh
kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan.
11) Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran
dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah.
21

12) Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam
kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang.
13) Siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya
dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.
14) Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses
pembelajaran.
15) Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan metode pembelajaran
TPS menuntut siswa menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugas-tugas
atau permasalahan yang diberikan oleh guru di awal pertemuan sehingga
diharapkan siswa mampu memahami materi dengan baik sebelum guru
menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya.

Kelemahan variasi pembelajaran TPS adalah

1) Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktivitas.


2) Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan kelas.
3) Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat menyita waktu pengajaran
yang berharga. Untuk itu guru harus dapat membuat perencanaan yang seksama
sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang.
4) Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor.
5) Lebih sedikit ide yang muncul.
6) Jika ada perselisihan,tidak ada penengah.
7) Menggantungkan pada pasangan.
8) Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok, karena
ada satu siswa tidak mempunyai pasangan.
9) Ketidaksesuaian antara waktu yang direncanakan dengan pelaksanaannya.
10) Metode pembelajaran Think-Pair-Share belum banyak diterapkan di sekolah.
11) Sangat memerlukan kemampuan dan ketrampilan guru, waktu pembelajaran
berlangsung guru melakukan intervensi secara maksimal.
12) Menyusun bahan ajar setiap pertemuan dengan tingkat kesulitan yang sesuai
dengan taraf berfikir anak
13) Mengubah kebiasaan siswa belajar dari yang dengan cara mendengarkan
ceramah diganti dengan belajar berfikir memecahkan masalah secara kelompok,
hal ini merupakan kesulitan sendiri bagi siswa.
22

14) Sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan siswanya rendah
dan waktu yang terbatas.
15) Jumlah kelompok yang terbentuk banyak.
16) Sejumlah siswa bingung, sebagian kehilangan rasa percaya diri, saling
mengganggu antar siswa karena siswa baru tahu metode TPS.

g. Number Head Together (NHT)

Menurut Manurung, 2013 (dalam Budiyanto, Krisno Agus; 2016) Metode


pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) merupakan salah satu model
pembelajaran kooperatif. Pada metrode ini siswa menempati posisi sangat dominan
dalam proses pembelajaran dengan cirri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang
siswa yang mewakili kelompoknya, tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang
akan mewakili kelompoknya.dalam pembelajaran NHT setiap siswa dalam kelompok
merasa bertanggung jawab terhadap hasil kerja kelompoknya. Pada intinya, kegiatan
pembelajaran NHT terdiri dari tiga kegiatan yaitu pembentukan kelompok, diskusi
masalah dan tukar jawaban antar kelompok. Menurut Ibrahim, 2000 (dalam
Budiyanto, Krisno Agus;2016) Berikut langkah-langkah pembelajaran NHT, yaitu:

1) Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat
Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
2) Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok
yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa
dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk
merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis
kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok
digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-
masing kelompok.
3) Kelompok memiliki buku panduan
23

Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau
buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah
yang diberikan oleh guru.
4) diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai
bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama
untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban
dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan
oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang
bersifat umum.
5) memanggil nomor anggota atau pemberi jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok
dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada
siswa di kelas.
6) memberi kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang
berhubungan dengan materi yang disajikan.
Kelebihan Metode Pembelajaran Numbered Head Together (NHT):
1) Menghasilkan prestasi belajar yang lebih tinggi.
2) Memberi waktu yang lebih banyak dari lainnya.
3) Melatih siswa untuk mencari jawaban yang tepat.
4) Memiliki keaktifan dalam mencari hal yang belum dipahami. (Manurung, 2013)
Kekurangan Metode Pembelajaran Numbered Head Together (NHT):
1) Siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat menimbulkan
sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah.
2) Proses diskusi akan berjalan lancar jika ada siswa yang sekedar menyalin
pekerjaan siswa yang pandai tanpa memiliki pemahaman yang memadai.
3) Pengelompokkan siswa memerlukan pengaturan tempat duduk yang berbeda-
beda serta membutuhkan waktu khusus

h. Snowball Trowwing

Pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing merupakan pembelajaran


yang dapat digunakan untuk memberikan konsep pemahaman materi yang sulit kepada
24

siswa serta dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan
kemampuan siswa dalam materi tersebut. Pada model pembelajaran Snowball
Throwing siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok yang diwakili ketua kelompok
unuk mendapat tugas dari guru, kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan
yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masing-
masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh. Langkah-langkah
pembelajarana Snowball Throwing adalah

1) Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.


2) Guru membentuk kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk
memberikan penjelasan tentang materi.
3) Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masingmasing
kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.
4) Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja untuk
menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah
dijelaskan oleh ketua kelompok.
5) Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa
yang lain selama + 15 menit.
6) Setelah siswa dapat satu bola diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab
pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian.
7) Evaluasi.

Kelebihan variasi pembelajaran kooperatif tipe Snowball throwing adalah

1) Melatih kesiapan siswa.


2) Saling memberikan pengetahuan.
Kekurangan variasi Pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing adalah
1) Pengetahuan tidak luas hanya berkutat pada pengetahuan sekitar siswa.
2) Membutuhkan waktu yang relatif lama.
25

BAB III

KESIMPULAN

1. Simpulan

Semua model pembelajaran adalah model pembelajaran yang terbaik jika


ditempatkan pada materi pembelajaran yang cocok, sesuai kebutuhan siswa, sarana
prasarana yang tersedia, lingkungan belajar, sumber belajar, hingga karakteristik materi
yang akan diajarkan. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang
mengedapkan proses kerjasama antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model
pembelajaran ini biasanya dilakukan dengan pemberian masalah untuk didiskusikan secara
berkelompok. Variasi model pembelajaran kooperatif banyak sekali dan dapat digunakan
dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Dalam makalah ini terdapat variasi
model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan di tingkat sekolah dasar, yaitu
Student Team Achievement Divison (STAD), Jigsaw, Teame Game Tournament (TGT),
Team Investigation (Investigasi Kelompok), Cooperatif Integrated Reading and
Composition (CIRC), Think Pairs and Share (TPS), Number Head Together (NHT), dan
Snowball Throwwing.

Setiap variasi pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri yang berbeda meskipun


pada dasarnya adalah pembelajaran yang menekankan pada kegiatan kerja sama. Langkah
pembelajaran yang bervariasi dapat memberikan referensi kepada guru untuk menyajikan
pembelajaran yang sesuai dengan variasi pembelajaran tersebut. Setiap variasi memiliki
kelebihan dan kelemahan.

2. Saran

Setiap guru harus mampu menyajikan kegiatan pembelajaran yang berpusat kepada
aktivitas siswa. Siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran. Guru yang aktif akan melahirkan
anak yang aktif pula, di sini guru sebagai fasilitator kegiatan pembelajaran. Pembelajaran
kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa tidak hanya meningkatkan prestasi
belajarnya, namun dapat meningkatkan kemampuan sosialnya. Semakin siswa
bersosialisasi dengan siswa lain atau lingkungan kelas, maka akan semakin peka
kemampuan sosialnya sebelum turun menjadi anggota masyarakat. Sebaiknya guru kelas
menggunakan berbagai variasi model pembelajaran kooperatif di kelas.

25
26

DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, Krisno Agus. 2016. Sintak 45 Model Pembelajaran dan Student Centre
Learning (SCL). Malang: UMM Press

Haidir dan Salim. 2014. Strategi Pembelajaran. Medan: Perdana Publishing.

Helmiati. 2012. Model Pembelajaran. Sleman: Aswaja Pressindo

Nurdyahsyah dan Fahyuni, Eni Fariyatul. 2016. Inovasi Model Pembelajaran. Sidoarjo:
Nizami Learning Center

Pratama, Deden. 2021. Profesionalitas Guru Melalui Pendekatan Empat Pilar Pendidikan
Dalam Mengembangkan Nilai-nilai Karakter Siswa. Jurnal Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan Vol.1 Nomor 2.

Kagan, Spencer dan Miguel, Kagan. 2009. Kagan Kooperative Learning. San Cleemente:
Kagan Publishing.

Anda mungkin juga menyukai