Anda di halaman 1dari 18

PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK

DI SEKOLAH DASAR

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Problematika


Perkembangan Peserta Didik
dosen Pengampu: Dr. Ana Andriani, M. Pd.

disusun oleh:
Visi Nurhayati 2120110009
Anastasia Titin Rosnawati 2120110028

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN DASAR


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan penulis kemudahan dalam
menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, penulis tidak
akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah atas limpahan nikmat sehat-Nya,


sehingga makalah “Perkembangan Kognitif Peserta Didik di Sekolah Dasar” dapat
diselesaikan. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Inovasi Pendidikan
dan Pembelajaran. Penulis berharap makalah tentang Perkembangan Kognitif Peserta
Didik ini dapat menjadi referensi bagi guru sekolah dasar dalam melakukan pembelajaran
di SD/MI.

Penulis menyadari makalah ini masih perlu penyempurnaan karena berbagai


kesalahan dan kekurangan penulis. Penulis terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar
makalah ini dapat lebih baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik
terkait penulisan maupun konten, penulis memohon maaf. Demikian yang dapat penulis
sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................................................... i
Kata Pengantar ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1. Latar Belakang .............................................................................................. 1
2. Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
3. Tujuan ........................................................................................................... 2
BAB II ISI.................................................................................................................. 3
1. Orientasi Perkembangan Peserta Didik ......................................................... 3
2. Proses Perkembangan Kognitif ..................................................................... 4
3. Karakteristik Perkembangan Kognitif Peserta Didik ..................................... 7
4. Prinsip Pembelajaran Kognitif....................................................................... 10
5. Penerapan Perkembagan Kognitif ................................................................ 11
BAB III KESIMPULAN ............................................................................................ 14
1. Simpulan ....................................................................................................... 14
2. Saran ............................................................................................................. 14
Daftar Pustaka ............................................................................................................ 15

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Proses perkembangan kognitif manusia mulai berlangsung sejak ia baru lahir.
Bekal dan modal dasar perkembangan manusia, yakni kapasitas motor dan sensori seperti
yang telah penyusun uraikan di muka, ternyata sampai batas tertentu, juga dipengaruhi
oleh aktivitas ranah kognitif. Pada bagian ini, campur tangan sel-sel otak terhadap
perkembangan bayi baru dimulai setelah ia berusia lima bulan saat kemampuan
sensorinya (seperti melihat dan mendengar) benar-benar mulai tampak.
Pengetahuan tentang perkembangan manusia sangat penting diketahui dan
dipahami sebagai pedoman dalam memahami kebutuhan dan karakter seseorang, tak
terkecuali anak usia dasar. Anak usia dasar adalah anak yang berada dalam bentang usia
7-12 tahun ke atas atau dalam sistem pendidikan dapat disebut anak yang berada pada
usia sekolah dasar. Memahami perkembangan anak usia dasar menjadi suatu keharusan
bagi orang tua, guru dan orang yang lebih dewasa. seperti yang dikemukakan Hurlock
(dalam Bujuri, Dian Andesta;2018) bahwa “orang yang paling penting bagi anak adalah
orang tua, guru, dan teman sebaya (peer group). Melalui merekalah anak mengenal
sesuatu positif dan negatif”. Baik atau buruknya perkembangan anak sangat bergantung
terhadap pemenuhan kebutuhan yang ia peroleh dari orang lain, baik dari orang tua,
anggota keluarga, guru dan individu lainnya.
Mengingat anak usia dasar belum memiliki kematangan dalam berfikir, anak
memiliki keterbatasan dalam memilah dan memilih sesuatu yang positif atau negatif dan
mana yang berdampak baik atau buruk. Dunia pendidikan harus bisa menyajikan kegiatan
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik perkembangan kognitif siswa guna
menunjang perkembangan proses dan keterampilan kognitif siswa.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1) Apa pengertian perkembangan kognitif peserta didik?


2) Bagaimana proses perkembangan kognitif?
3) Bagaimana karakteristik perkembangan kognitif peserta didik?
4) Apa saja prinsip perkembangan kognitif?
5) Bagaimana penerapan perkembangan kognitif pada setiap tahapnya?

1
3. Tujuan dan Manfaat
a. Tujuan
Tujuan dalam penyusunan makalah ini adalah
1) Guru dapat memahami perkembangan kognitif peserta didik
2) Guru dapat memahami contoh perkembangan kognitif peserta didik
b. Manfaat
Manfaat dalam penyusunan makalah ini adalah
1) Manfaat teoritis adalah menambah khasanah keilmuan tentang
perkembangan kognitif peserta didik
2) Manfaat praktis adalah guru dapat menerapkan pembelajaran sesuai
dengan perkembangan kognitif peserta didik secara maksimal

2
BAB II

ISI

1. Orientasi Perkembangan Kognitif Peserta Didik

Istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu domain atau wilayah atau ranah
psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan
pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan
keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi
(kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa, menurut Chaplin
(dalam Jahja, Yudrik;2015;56).

Piaget (dalam Purnomo, Halim;2020) menyatakan bahwa anak-anak dianggap siap


mengembangkan konsep atau materi khusus jika memperoleh skemata yang diperlukan.
Hal ini berarti anak-anak tidak dapat belajar (tidak dapat mengembangkan skemata) jika
tidak memiliki keterampilan kognitif. Artinya proses belajar mengajar menjadi terhambat
bila penalaran formal siswa tidak sesuai dengan yang diperlukan. Teori perkembangan
kognitif, menurut Piaget Perkembangan kognitif seorang anak terjadi secara bertahap.
Seorang anak tidak dapat menerima pengetahuan secara langsung dan tidak bisa langsung
menggunakan pengetahuan tersebut, tetapi pengetahuan akan didapat secara bertahap
dengan cara belajar secara aktif di lingkungan sekolah.

Kognisi sebagaimana dijelaskan merupakan suatu proses berpikir yang merupakan


kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu
kejadian atau peristiwa. Proses kognisi berhubungan dengan tingkat kecerdasan
(intelegensi) yang mencirikan seseorang dengan berbagai minat terutama ditujukan kepada
ide-ide dan belajar. Kemudian, pandangan perkembangan kognitif menurut Vygotsky
berbeda dengan piaget. Vygotsky lebih menekankan pada konsep sosiokultural, yaitu
konteks sosial dan interaksi dengan orang lain dalam proses belajar anak. Vygotsky juga
yakin suatu pembelajaran tidak hanya terjadi saat di sekolah atau dari guru saja, tetapi suatu
pembelajaran dapat terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum pernah

3
dipelajari di sekolah namun tugas-tugas itu bisa dikerjakannya dengan baik, misalnya di
masyarakat.

Serupa dengan aspek-aspek perkembangan yang lainnya, kemampuan kognitif anak


juga mengalami perkembangan tahap demi tahap. Secara sederhana, pada buku karangan
Desmita,2009 (dalam Purnomo, Halim;2020) dijelaskan kemampuan kognitif dapat
dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan
melakukan penalaran dan pemecahan masalah. Dengan berkembangnya kemampuan
kognitif ini akan memudahkan peserta didik menguasai pengetahuan umum yang lebih
luas, sehingga anak mampu melanjutkan fungsinya dengan wajar dalam interaksinya
dengan masyarakat dan lingkungan.

Perkembangan kognitif dapat dipahami bahwa satu aspek perkembangan peserta


didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu semua proses psikologis yang berkaitan
dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya. Dari beberapa
pengertian di atas dapat disimpulkan dan dapat dipahami bahwa kognitif atau pemikiran
merupakan istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas
mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan informasi yang
memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan
merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan bagaimana
individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan,
menilai dan memikirkan lingkungannya.

2. Proses Perkembangan Kognitif

Teori dan tahap-tahap perkembangan yang dikemukakan oleh Piaget dan proses
perkembangan kognitif oleh para pakar psikologi pemprosesan informasi. Piaget (dalam
Purnomo, Halim;2020;100) meyakini bahwa pemikiran seorang anak berkembang dari
bayi sampai dewasa. Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi
yang baru di lahirkan sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tingkat
perkembangan kognitif, yaitu tahap sensori-motorik (dari lahir sampai 2 tahun), tahap pra-
operasional (usia 2 sampai 7 tahun), tahap konkret-operasional (usia 7 sampai 11 tahun),
dan tahap operasional formal/usia 11 tahun ke atas. Berikut penjelasannya:

4
1) Tahap sensorimotor (0 - 2 tahun)
Tahap sensorimotor ada pada usia antara 0-2 tahun, mulai pada masa bayi ketika
ia menggunakan pengindraan dan aktivitas motorik dalam mengenal lingkungannya.
Pada masa ini biasanya bayi keberadaannya masih terikat kepada orang lain bahkan
tidak berdaya, akan tetapi alat-alat inderanya sudah dapat berfungsi.
Tindakannya berawal dari respon refleks, kemudian berkembang membentuk
representasi mental. Anak dapat menirukan tindakan masa lalu orang lain, dan
merancang kesadaran baru untuk memecahkan masalah dengan menggabungkan secara
mental skema dan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya. Periode singkat antara 18
bulan atau 2 tahun, anak telah mengubah dirinya dari suatu organisme yang bergantung
hampir sepenuhnya kepada refleks dan perlengkapan heriditer lainnya menjadi pribadi
yang cakap dalam berfikir simbolik.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif selama stadium sensorimotor,
intelegensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi stimulus
sensorik. Dalam stadium ini yang penting adalah tindakan-tindakan konkrit dan bukan
tindakan-tindakan yang imaginer atau hanya dibayangkan saja, tetapi secara perlahan-
lahan melalui pengulangan dan pengalaman konsep obyek permanen lama-lama
terbentuk. Anak mampu menemukan kembali obyek yang disembunyikan.

2) Tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun)


Pada tahap ini anak mulai mempresentasikan dunia dengan kata-kata dari
berbagai gambar. Kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan
pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi indrawi dan tindakan fisik
(Desmita, 2009). Fase praoperasional mencakup tiga aspek, yang memiliki kemampuan
yaitu:
a) Berpikir Simbolik
Berpikir simbolik yaitu kemampuan untuk berpikir tentang objek dan
peristiwa walaupun objek dan peristiwa tersebut tidak hadir secara fisik
(nyata) di hadapan anak. Subfase fungsi simbolis terjadi pada usia 2 - 4 tahun.
Pada masa ini, anak telah memiliki kemampuan untuk menggarnbarkan suatu
objek yang secara fisik tidak hadir. Pada masa ini, anak sudah dapat
menggambar manusia secara sederhana. Pada fase praoperasional, anak mulai
menyadari bahwa pemahamannya tentang bendabenda di sekitarnya tidak

5
hanya dapat dilakukan melalui kegiatan sensorimotor, akan tetapi juga dapat
dilakukan melalui kegiatan yang bersifat simbolis.
Anak tidak harus berada dalam kondisi kontak sensorimotorik dengan objek,
orang, atau peristiwa untuk memikirkan hal tersebut. Anak dapat
membayangkan objek atau orang tersebut memiliki sifat yang berbeda dengan
yang sebenarnya. Contoh: Citra bertanya kepada ibunya tentang gajah yang
mereka lihat dalam perjalanan mereka ke sirkus beberapa bulan yang lalu.

b) Berpikir Egosentris
Aspek berpikir secara egosentris, yaitu cara berpikir tentang benar atau tidak
benar, setuju atau tidak setuju, berdasarkan sudut pandang sendiri. Oleh sebab
itu, anak belum dapat meletakkan cara pandangnya di sudut pandang orang
lain. Menurut Piaget, pemikiran itu khas bersifat egosentris, anak pada tahap
ini sulit membayangkan bagaimana segala sesuatunya tampak dari perspektif
orang lain. Subfase berpikir secara egosentris terjadi pada usia 2-4 tahun.
Berpikir secara egosentris ditandai oleh ketidakmampuan anak untuk
memahami perspektif atau cara berpikir orang lain. Anak berasumsi bahwa
orang lain berpikir, menerima dan merasa sebagaimana yang mereka lakukan.

c) Berpikir Intuitif
Fase berpikir secara intuitif, yaitu kemarnpuan untuk menciptakan sesuatu,
seperti menggambar atau menyusun balok, akan tetapi tidak mengetahui
dengan pasti alasan untuk melakukannya. Subfase berpikir secata intuitif
tenadi pada usia 4 - 7 tahun. Masa ini disebut subfase berpikir secara intuitif
karena pada saat ini anak kelihatannva mengerti dan mengetahui sesuatu.

3) Tahap konkret-operasional (usia 7-11 tahun)


Pada tahap ini, anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa
yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang
berbeda. Tetapi dalam tahapan konkret-operasional masih mempunyai kekurangan
yaitu, anak mampu untuk melakukan aktivitas logis tertentu tetapi hanya dalam situasi
yang konkrit. Dengan kata lain, bila anak dihadapkan dengan suatu masalah secara
verbal, yaitu tanpa adanya bahan yang konkrit, maka ia belum mampu untuk
menyelesaikan masalah ini dengan baik.

6
4) Tahap operasional formal (usia 11 tahun-dewasa)
Anak usia 11 tahun keatas dalam tahap operasi formal: tidak perlu berpikir
dengan pertolongan benda- benda atau peristiwa-peristiwa kongkret, ia mempunyai
kemampuan berpikir abstrak. Jika menghadapi masalah eksperimen, mulai bekerja
bereksperimen dengan barang-barang, dan menyadari kompleksnya faktor-faktor yang
ada, hipotesis dan diuji secara sistematik, setiap faktor dipisahkan dengan menguji
dengan konsep yang dimiliki. Perkembangan kognitif anak usia SMP adalah pada tahap
operasional formal artinya tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda-benda atau
peristiwa-peristiwa kongkret dapat dikatakan mempunyai kemampuan berpikir abstrak.
Kemampuan berpikir abstrak dapat dilihat dari penalaran klasifikasi, penalaran
konservasi, penalaran teoritis, penalaran kombinasi, penalaran proporsional, penalaran
fungsional, mengontrol variabel, penalaran analogi, penalaran proposisional, penalaran
korelasional, penalaran kemungkinan. Ditahap ini remaja berfikir dengan cara yang
lebih abstrak, logis, dan lebih idealistik.

3. Karakteristik Perkembangan Kognitif Peserta Didik

Malkus, Feldman, dan Gardner (dalam Purnomo, Halim;2020;104) menggambarkan


perkembangan kognitif sebagai kapasitas untuk tumbuh, menyampaikan, dan menghargai
maksud dalam penggunaan beberapa sistem simbol yang secara kebetulan ditonjolkan
dalam suatu bentuk setting sistem simbol ini meliputi kata, gambar, isyarat, dan angka.
Perkembangan kognitif mengacu pada perkembangan anak dalam berpikir dan kemampuan
untuk memberikan alasan.

1) Masa kanak-kanak awal


a. Pengertian perkembangan kognitif masa kanak-kanak awal
Jean Piaget menanamkan masa kanak-kanak awal. Dari sekitar usia 2 sampai 7
tahun, sebagai tahap praoperasional, karena anak-anak belum siap untuk terlibat
dalam operasi atau manipulasi mental yang mensyaratkan pemikiran logis.
Karakteristik perkembangan dalam tahap kedua adalah perluasan penggunaan
pemikiran simbolis, atau kemampuan representional, yang pertama kali muncul
pada akhir tahap sensorimotor. Menurut Montessori (Hurlock, 1978) anak usia 3-
6 tahun adalah anak yang sedang berada dalam periode sensitif atau masa peka,

7
yaitu suatu periode dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan
sehingga tidak terhambat perkembangannya. Anak taman kanak-kanak adalah
anak yang sedang berada dalam rentang usia 4-6 tahun, yang merupakan sosok
individu yang sedang berada dalam proses perkembangan. Proses pendidikan
bagi anak usia 4- 6 tahun secara formal dapat ditempuh di taman kanak-kanak.

b. Kemampuan yang mampu dikuasai anak


Pada tahap ini kemampuan anak berada pada tahap praoperasional. Dikatakan
praoperasional karena pada tahap ini anak belum memahami. Fase praoperasional
dapat dibagi ke dalam tiga subfase, yaitu subfase fungsi simbolis, subfase berpikir
secara egosentris dan subfase berpikir secara intuitif. Fase ini rnemberikan andil
yang besar bagi perkembangan kognitif anak. Pada fase praoperasional, anak
tidak berpikir secara operasional yaitu suatu proses berpikir yang dilakukan
dengan jalan menginternalisasi suatu aktivitas yang memungkinkan anak
mengaitkannya dengan kegiatan yang telah dilakukannya sebelumnya.
Fase ini merupakan fase permulaan bagi anak untuk membangun kemampuannya
dalam menyusun pikirannya. Oleh sebab itu, cara berpikir anak pada fase ini
belum stabil dan tidak terorganisasi secara baik. Dengan kata lain, anak belum
memiliki kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang apa yang ada dibalik
suatu kejadian. Kemampuan lain yang dikuasai anak tahap ini antara lain:
1) Memahami identitas
Anak memahami bahwa perubahan di permukaan tidak mengubah karakter
alamiah sesuatu. Contoh: Boris mengetahui bahwa gurunya sedang
berbusana bajak laut tetapi orang itu tetap gurunya yang berada di dalam
kostum.
2) Memahami sebab akibat
Anak mengetahui bahwa peristiwa memiliki sebab dan akibat. Contoh: Anas
melihat bola menggelinding dari balik tembok, lalu dia melihat belakang
tembok untuk mencari siapa yang menendang bola tersebut
3) Mampu mengklasifikasi
Anak mengorganisir objek, orang, dan peristiwa kedalam kategori yang
memiliki makna. Contoh: Susan memilah mainannya ke kelompok bagus
dan jelek.
4) Memahami angka

8
Anak dapat berhitung dan bekerja dengan angka. Contoh: Rosa membagi
permen kepada teman-temannya dan menghitung permen yang dia punya
untuk memastikan setiap orang mendapatkan permen yang sama.
5) Empati
Anak menjadi lebih mampu untuk membayangkan apa yang dirasakan oleh
orang lain. Contoh: Budi mencoba untuk menenangkan temannya yang
sedang kecewa dan menangis.
6) Teori Pikiran
Anak menjadi lebih dasar akan aktivitas mental dan fungsi pikirannya.
Contoh: Putri ingin menyimpan beberapa potong coklat untuk dirinya
sendiri, karena itu ia menyimpan coklat dari adiknya ke dalam kotak pensil.
Dia mengetahui bahwa coklatnya akan aman didalam kotak tersebut karena
sang adik tidak akan mencarinya ke tempat yang biasanya tidak terdapat
coklat.
2) Usia Sekolah Dasar
Anak sekolah dasar pada umumnya berada pada rentang umur 6 atau 7 –
11 atau 12 tahun. Pada tahap Operasional Konkret (7-12 tahun), anak sudah cukup
matang untuk menggunakan pemikiran logika atau operasi, tetapi hanya untuk objek
fisik yang ada saat ini. Dalam tahap ini, anak telah hilang kecenderungan terhadap
animism dan articialisme. Egosentrisnya berkurang dan kemampuannya dalam
tugas-tugas konservasi menjadi lebih baik. Namun, tanpa objek fisik di hadapan
mereka, anak-anak pada tahap operasional kongkrit masih mengalami kesulitan
besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika.
Menurut Hergenhahn dan Olson,2015 (dalam Juwantara, Ridho
Agung;2019) pada tahap ini anak mengembangkan kemampuan untuk
mempertahankan (konservasi), kemampuan mengelompokkan secara memadai,
melakukan pengurutan (mengurutkan dari yang terkecil sampai paling besar dan
sebaliknya), dan menangani konsep angka. Tetapi, selama tahap ini proses pemikiran
diarahkan pada kejadian riil yang diamati oleh anak. Anak dapat melakukan operasi
problem yang agak kompleks selama problem itu konkret dan tidak abstrak.
Anak dapat mereaksi rangsangan intelektual atau melaksanakan tugas-
tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif
(seperti membaca, menulis, dan menghitung atau CALISTUNG). Dilihat dari aspek
perkembangan kognitif, menurut Piaget (dalam Yusuf, Syamsu dan Sugandhi, Nani

9
M;2018;61) masa ini berada pada tahap operasi konkret, yang ditandai dengan
kemampuan:

a. mengklasifikasikan (mengelompokkkan) benda-benda berdasarkan ciri yang


sama
b. menyusun atau mengasosiasikan (menghubungkan atau menghitung) angka-
angka atau bilangan
c. memecahkan masalah (problem solving) yang sederhana.

Kemampuan intelektual pada masa ini sudah cukup untuk menjadi dasar
diberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya
nalarnya. Kepada anak sudah dapat diberikan dasar-dasar keilmuan, seperti
membaca, menulis, dan berhitung (CALISTUNG). Di samping itu, kepada anak juga
sudah dapat diberikan dasar-dasar pengetahuan yang terkait dengan kehidupan
manusia, hewan, lingkungan alam, lingkungan sosial budaya, dan agama.
Untuk mengembangkan daya nalarnya, daya cipta, atau kreativitas anak,
maka kepada anak perlu diberi peluang-peluang untuk bertanya, berpendapat, atau
menilai (memberikan kritik) tentang berbagai hal yang terkait dengan pelajaran, atau
peristiwa yang terjadi di lingkungannya. Upaya lain yang dapat dilakukan sekolah,
dalam hal ini para guru dalam mengembangkan kreativitas anak, adalah dengan
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan, seperti perlombaan mengarang, menggambar,
menyanyi, cabaret/drama, berpidato (Bahasa Ibu dan Indonesia), dan cerdas cermat
(terkait dengan pelajaran Matematika, IPA, IPS, Bahasa dan Agama).

4. Prinsip Pembelajaran Kognitif


Dalam memahami konsep pembelajaran kognitif, ada tiga prinsip utama
pembelajaran yang dikemukakan Piaget (Juwantara, Ridho Agung; 2019), yaitu sebagai
berikut:
1) Belajar Aktif. Proses pembelajaran adalah proses aktif, sebab pengetahuan terbentuk
dari dalam subyek belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif anak, kepadanya
perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak belajar sendiri,
misalnya melakukan percobaan sendiri, memanipulasi simbol-simbol, mengajukan
pertanyaan dan mencari jawaban sendiri, atau membandingkan penemuan sendiri
dengan penemuan temannya.

10
2) Belajar Lewat Interaksi Sosial. Dalam belajar, perlu diciptakan suasana yang
memungkinkan terjadinya interaksi di antara subyek belajar. Menurut Piaget, belajar
bersama teman sebaya maupun orang yang lebih dewasa akan membantu
perkembangan kognitif mereka. Sebab, tanpa kebersamaan, kognitif akan berkembang
dengan sifat egosentris. Dan dengan kebersamaan, khazanah kognitif anak akan
semakin beragam.
3) Belajar Lewat Pengalaman Sendiri. Dengan memanfaatkan pengalaman nyata,
perkembangan kognitif seseorang akan lebih baik daripada hanya menggunakan
bahasa untuk berkomunikasi. Berbahasa sangat penting untuk berkomunikasi. Namun,
jika tidak diikuti oleh penerapan dan pengalaman maka perkembangan kognitif
seseorang akan cenderung mengarah ke verbalisme (banyak menghafal).

5. Penerapan perkembangan kognitif menurut teori Piaget

Beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh guru dalam tahap-tahap


perkembangan kognitif menurut teori Piaget:

1) Bekerja dengan pemikir pra-operasional


a) Minta anak untuk menata sekelompok objek.
b) Untuk mengurangi egosentrisme, libatkan anak dalam interaksi social.
c) Mintalah si anak untuk membuat perbandingannya, misalnya: perbandingan
mana yang lebih besar, lebih tinggi, lrbih lebar, lebih berat, lebih Panjang.
d) Beri anak pengalaman dalam operasi pengurutan. Misalnya: mintalah anak
berbaris berjajar mulai dari yang tinggi sampai ke rendah dan vice versa,
seperti memberikan contoh daur hidup tanaman dan binatang seperti beberapa
foto perkembangan kupu-kupu atau tumbuhan kacang. Contoh dari alam akan
membantu kemampuan anak dalam mengurutkan.
e) Minta anak menggambar pemandangan dengan perspektif. Ajak mereka
meletakkan objek-objek di lukisan mereka berada di tempat yang sama seperti
yang mereka lihat di aslinya.
f) Buatlah lerang yang menurun atau bukit kecil. Biarkan anak
menggelindingkan ke lereng berbagai ukuran. Minta anak membandingkan
kecepatan turunnya ke lereng yang berukuran berbenda-beda itu. Ini akan
membantu mereka memahami konsep kecepatan.

11
g) Mintalah anak-anak memberikan alasan dari jawaban mereka ketika mereka
mengambil kesimpulan.

2) Bekerja dengan pemikir operasional konkret


a) Dorong murid untuk menemukan konsep dan prinsip. Ajukan pertanyaan
relevan tentang apa yang sedang dipelajari untuk mereka berfokus pada
beberapa aspek dari pembelajaran mereka. Biarkan mereka mencari tahu
jawaban sendiri dengan pemikiran mereka sendiri.
b) Lihatlah anak-anak dalam tugas operasi. Gunakan benda-benda konkret untuk
tugas ini dan jika dimungkinkan gunakan symbol matematika.
c) Rencanakan aktivitas dimana murid berlatih konsep mengurutkan hirarki secara
menaik dan menurun.
d) Lakukan aktivitas yang membutuhkan kegiatan mempertahankan area, berat,
dan isi.
e) Minta anak-anak mengurutkan sesuatu dan kemudian membalikkan urutan
tersebut.
f) Minta anak-anak menjustifikasi jawaban mereka saat mereka memecahkan
problem.
g) Anak diajak untuk bekerja berkelompok dan saling bertukar pikiran.
h) Pastikan bahwa materi untuk kelas sudah cukup merangsang murid untuk
mengajukan pertanyaan.
i) Gunakan alat bantu visual dan alat peraga.
j) Dorong anak untuk mengutak-atik dan bereksperimen dan ajak mereka
berdiskusi tentang perspektif mereka.
3) Bekerja dengan pemikir operasional formal
a) Sadari bahwa banyak anak yang bukan pemikir operasional formal yang
sempurna.
b) Ajukan sebuah persoalan dan ajak murid untuk menyusun hipotesis tentang cara
memecahkannya.
c) Sajikan sebuah problem dan sarankan beberapa cara mengatasinya, kemudian
ajukan pertanyaan yang memicu murid untuk mengevaluasi cara itu.

12
d) Pilih problem tertentu yang sudah dikenal baik oleh kelas dan ajukan pertanyaan
yang berkaitan dengannya.
e) Minta murid mendiskusikan kesimpulan mereka yan terdahulu.
f) Buat semacam proyek dan investigasi untuk dilaksanakan oleh murid.
g) Dorong murid untuk menyusun penjelasan hirarki untuk ditulis.
h) Akui bahwa anak lebih mungkin menggunakan pemikiran operasional formal
dalam area di mana mereka memiliki banyak keahlian dan pengalaman.

Meningkatkan kemapuan kognitif peserta didik dapat dilakukan dengan:

a) Gunakan pendekatan konstruktivis. Murid lebih baik diajari untuk membuat


penemuan, memikirkannya dan mendiskusikannya. Bukan dengan diajari
menyalin apa-apa yang dikatakan atau dilakukan guru.
b) Fasilitasi mereka untuk belajar. Guru yang efektif harus merancang situasi yang
membuat murid belajar dengan bertindak (learning by doing). Situasi seperti ini
akan meningkatkan pemikiran dan penemuan murid. Guru mendengar,
mengamati dan mengajukan pertanyaan kepada murid agar mereka mendapatkan
pemahaman yang lebih baik. Ajukan pertanyaan yang relevan untuk merangsang
agar mereka berpikir, dan mintalah mereka untuk menjelaskan jawaban mereka.
c) Pertimbangkan pengetahuan dan tingkat pemikiran anak. Murid tidak datang ke
sekolah dengan pemikiran yang kosong, mereka punya banyak gagasan tentang
dunia fisik dan alam. Mereka memiliki konsep tentang ruang, waktu, kuantitas
dan kausalitas. Guru harus menginterpretasikan apa yang dikatakan murid dan
merespons dengan memberikan wacana yang sesuai dengan tingkat pemikiran
murid.
d) Gunakan penilaian terus menerus.
e) Tingkatkan kemampuan intelektual murid. Pembelajaran anak harus berjalan
secara alamiah. Anak tidak boleh didesak dan ditekan untuk lebih berprestasi
banyak di awal perkembangan mereka sebelum mereka siap.
f) Jadikan ruang kelas menjadi ruang eksplorasi dan penemuan. Guru harus
mendorong interaksi antar murid selama pelajaran sebab sudut pandang murid
yang betbeda dapat menambah kemanjuan berpikir mereka.

13
BAB III

KESIMPULAN

1. Simpulan
Anak sekolah dasar berada pada rentang usia mulai dari umur 7-12 tahun. Pada
tahap ini anak sudah bisa berpikir secara konkret. Anak dapat mereaksi rangsangan
intelektual atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual
atau kemampuan kognitif (seperti membaca, menulis, dan menghitung atau
CALISTUNG).
Untuk mengembangkan daya nalarnya, daya cipta, atau kreativitas anak, maka
kepada anak perlu diberi peluang-peluang untuk bertanya, berpendapat, atau menilai
(memberikan kritik) tentang berbagai hal yang terkait dengan pelajaran, atau peristiwa
yang terjadi di lingkungannya. Anak-anak memiliki tahapan pemahaman yang berbeda
pada usia yang berbeda pula. Pengetahuan akan terbentuk secara berangsur sejalan
dengan pengalaman yang berkesinambungan dan bertambah luasnya pemahaman tentang
informasi-informasi yang ditemui.

2. Saran

Guna menunjang perkembangan proses dan keterampilan kognitif siswa, sebagai


guru kita harus menyajikan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan
kebutuhan siswa sesuai dengan tahapan perkembangannya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Bujuri, Dian Andesta. 2018. Analisis Perkembangan Kognitif Anak Usia Sekolah Dasar
dan Implikasinya dalam Kegiatan Belajar Mengajar. Jurnal Literasi. 9. 1

Yusuf, syamsu dan Sugandhi,Nani M. 2018. Perkembangan Peserta Didik. Depok:


rajawali Press.

Jahja, Yudrik. 2015. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Prenadamedia Group


Juwantara, Ridho Agung. 2019. Analisis Teori Perkembangan Kognitif Piaget Pada Tahap
Anak Usia Operasional Konkret 7-12 Tahun Dalam Pembelajaran Matematika.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Madrasah Iftidaiyah, 9(1), 27-34.
Purnomo, Halim. 2020. Psikologi Peserta Didik. Yogyakarta: K. Media.

15

Anda mungkin juga menyukai