Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH PERKEMBANGAN PERSERTA DIDIK

PERKEMBANGAN KOGNITIF

Dosen Pengampu :

Dr. Hadiwinarto, M.Pd

Disusun Oleh :
1. Gustiza Enggarni Q (A1D021002)
2. Mufit Agilman (A1D021025)
3. Meila Eria Enjelita (A1D021052)

PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BENGKULU
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas dari mata kuliah Perkembangan Perserta Didik yaitu
membuat makalah yang berjudul “Perkembangan Kognitif” dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik.

Makalah yang berjudul “perkembangan Kognitif” berisi tentang definisi, proses


perkembangan, karakteristik perkembangan serta masalah perkembangan kognitif.
Makalah ini dibuat dengan tujuan agar mahasiswa lebih mudah mempelajari dan
memahami tentang perkembangan kognitif khususnya dalam matakuliah Perkembangan
Perserta Didik.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya bapak
Dr. Hadiwinarto, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Perkembangan
Perserta Didik yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulismohon maaf yang setulus-tulusnya.

Bengkulu, Febuari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................i

DAFTAR ISI ..........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................1
1.3 Tujuan ..........................................................................................................................1
1.4 Manfaat .......................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................3

2.1 Pengertian Perkembangan Kognitif ...........................................................................3

2.2 Proses Perkembangan Kognitif ..................................................................................4

2.3 Karakteristik Perkembangan Kognitif Peserta Didik .................................................5

2.4 Masalah Perkembangan Kognitif Peserta Didik ........................................................20

BAB III PENUTUP ...............................................................................................................22

3.1 Kesimpulan .................................................................................................................22

3.2 Saran ...........................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peserta didik tidak pernah lepas dari belajar, baik di sekolah lingkungan keluarga,
maupun lingkungan masyarakat. Kemampuan kognitif sangat diperlukan peserta didik
dalam pendidikan. Perkembangan kognitif merupakan salah satu aspek yang sangat penting
dalam perkembangan peserta didik. Kita ketahui bahwa peserta didik merupakan objek
yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran, sehingga perkembangan kognitif
sangat menentukan keberhasilan peserta didik dalam sekolah.

Dalam perkembangan kognitif di sekolah, guru sebagai tenaga kependidikan yang


bertanggung jawab dalam melaksanakan interaksi edukatif dan pengembangan kognitif
peserta didik, perlu memiliki pemahaman yang sangat mendalam tentang perkembangan
kognitif pada anak didiknya.

Orang tua juga tidak kalah penting dalam kognitif anak karena perkembangan dan
pertumbuhan anak dimulai di lingkungan keluarga. Namun, sebagian pendidik dan orang
tua belum terlalu memahami tentang perkembangan kognitif anak, karakteristik
perkembangan kognitif, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah perkembangan
kognitif anak.

Oleh karena itu, mengingat pentingnya perkembangan kognitif bagi peserta didik,
diperlukan penjelasan perkembangan kognitif lebih detail baik pengertian maupun tahap-
tahap karakteristik perkembangan kognitif peserta didik.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang perkembangan kognitif peserta didik, dapat kita ambil masalah-masalah
yang mendasar terhadap perkembangan kognitif, antara lain:

1. Apa pengertian perkembangan kognitif ?


2. Bagaimana proses perkembangan kognitif peserta didik ?
3. Apa saja karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dan tahap-tahapnya?
4. Masalah apa yang berkaitan dengan perkembangan kognitif peserta didik dan bagaimana
solusinya ?

1.3. Tujuan

Dari rumusan masalah perkembangan kognitif peserta didik, tujuan makalah ini adalah
sebagai berikut:

1
1. Mengetahui pengertian perkembangan kognitif peserta didik.
2. Mengetahui proses perkembangan kognitif peserta didik.
3. Mengetahui karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dan tahap-tahapnya.
4. Mengetahui masalah seputar karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dan
solusinya.

1.4. Manfaat

1. Bagi penulis makalah ini memberikan manfaat yang sangat besar, karena dengan adanya
penyusunan makalah mengenai perkembangan kognitif peserta didik, dapat menambah
wawasan dan pengetahuan mengenai perkembangan kognitif.
2. Bagi pembaca khususnya para peserta didik, makalah ini dapat memberikan wawasan
mengenai perkembangan kognitif dan tahaprt. Dengan adanya makalah ini peserta didik
dapat berpartisipasi dalam meningkatkan kemampuan kognitif yang dimilikinya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Perkembangan Kognitif

Serupa dengan aspek-aspek perkembangan yang lainnya, kemampuan kognitif anak


juga mengalami perkembangan tahap demi tahap. Secara sederhana, pada buku karangan
(Desmita, 2009) dijelaskan kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak
untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan
masalah. Dengan berkembangnya kemampuan kognitif ini akan memudahkan peserta didik
menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga anak mampu melanjutkan
fungsinya dengan wajar dalam interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan.

Sehingga dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah salah satu aspek
perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu semua proses
psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan
lingkungannya, sesuai buku karangan (Desmita, 2009).

Teori perkembangan kognitif, menurut Pieget Perkembangan kognitif seorang anak


terjadi secara bertahap, lingkungan tidak tidak dapat mempengaruhi perkembangan
pengetahuan anak. Seorang anak tidak dapat menerima pengetahuan secara langsung dan
tidak bisa langsung menggunakan pengetahuan tersebut, tetapi pengetahuan akan didapat
secara bertahap dengan cara belajar secara aktif dilingkungan sekolah.

Kemudian, pandangan perkembangan kognitif menurut Vygotsky berbeda dengan


piaget. Vygotsky lebih menekankan pada konsep sosiokultural, yaitu konteks sosial dan
interaksi dengan orang lain dalam proses belajar anak. Vygotsky juga yakin suatu
pembelajaran tidak hanya terjadi saat disekolah atau dari guru saja, tetapi suatu
pembelajaran dapat terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum pernah
dipelajari disekolah namun tugas-tugas itu bisa dikerjakannya dengan baik, misalnya di
masyarakat.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan dan dapat dipahami bahwa
kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk

3
menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan
dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan,
memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang
berkaitan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan,
memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya. (Desmita, 2009).

2.2. Proses Perkembangan Kognitif

Dalam pembahasan proses perkembangan kognitif, ada dua alternative proses


perkembangan kognitif yaitu pada teori dan tahap-tahap perkembangan yang dikemukakan
oleh Piaget dan proses perkembangan kognitif oleh para pakar psikologi pemprosesan
informasi.

1. Teori Perkembangan Kognitif Piaget

Piaget meyakini bahwa pemikiran seorang anak berkembang dari bayi sampai dia
dewasa. Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru
di lahirkan sampai mengijak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan
kognitif, yaitu tahap sensori-motorik (dari lahir sampai 2 tahun), tahap pra-operasional
(usia 2 sampai 7 tahun), tahap konkret-operasional (usia 7 sampai 11 tahun), dan tahap
operasional formal (usia 11 tahun ke atas), dalam buku karangan Desmita(2009:101) dan
(Anwar Holil,2008).

a. Tahap Sensori-Motorik (usia 0-2 tahun)

Desmita (2009:101) Dikatakan bahwa bayi bergerak dari tindakan reflex


instinktif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi membangun
suatu pemahaman tentang dunia melalui pengkoordinasian pengalaman-pengalaman
sensor dengan tindakan fisik.

4
b. Tahap Pra-Operasional (usia 2-7 tahun)

Pada tahap ini anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dari
berbagai gambar. Kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan
pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi indrawi dan tindakan fisik
(Desmita, 2009).

c. Tahap Konkret-Operasional (usia 7-11 tahun)

Ditahap ini anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang
konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda
(Desmita, 2009). Tetapi dalam tahapan konkret-operasional masih mempunyai
kekurangan yaitu, anak mampu untuk melakukan aktivitas logis tertentu tetapi hanya
dalam situasi yang konkrit. Dengan kata lain, bila anak dihadapkan dengan suatu
masalah secara verbal, yaitu tanpa adanya bahan yang konkrit, maka ia belum mampu
untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik.

d. Tahap Operasional Formal (usia 11 tahun-dewasa)

Ditahap ini remaja berfikir dengan cara yang lebih abstrak, logis, dan lebih idealistik.

2.3. Karakteristik Perkembangan Kognitif Peserta Didik

Karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Masa kanak-kanak awal


a) Pengertian perkembangan kognitif masa kanak-kanak awal

Jean Piaget menanamkan masa kanak-kanak awal. Dari sekitar usia 2


sampai 7 tahun, sebagai tahap praoperasional, karena anak-anak belum siap untuk
terlibat dalam operasi atau manipulasi mental yang mensyaratkan pemikiran logis.
Karakteristik perkembangan dalam tahap kedua adalah perluasan penggunaan
pemikiran simbolis, atau kemampuan representional, yang pertama kali muncul
pada akhir tahap sensorimotor. Menurut Montessori ( Hurlock, 1978) anak usia 3-6
tahun adalah anak yang sedang berada dalam periode sensitif atau masa peka, yaitu

5
suatu periode dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga
tidak terhambat perkembangannya. Anak taman kanak-kanak adalah anak yang
sedang berada dalam rentang usia 4-6 tahun, yang merupakan sosok individu yang
sedang berada dalam proses perkembangan. Proses pendidikan bagi anak usia 4-6
tahun secara formal dapat ditempuh di taman kanak-kanak.

b) Kemampuan yang mampu dikuasai anak

Pada tahap ini kemampuan anak berada pada tahap praoperasional.


Dikatakan praoperasional karena pada tahap ini anak belum memahami. Fase
praoperasional dapat dibagi ke dalam tiga subfase, yaitu subfase fungsi simbolis,
subfase berpikir secara egosentris dan subfase berpikir secara intuitif. Fase ini
rnemberikan andil yang besar bagi perkembangan kognitif anak. Pada fase
praoperasional, anak tidak berpikir secara operasional yaitu suatu proses berpikir
yang dilakukan dengan jalan menginternalisasi suatu aktivitas yang memungkinkan
anak mengaitkannya dengan kegiatan yang telah dilakukannya sebelumnya. Fase
ini merupakan fase permulaan bagi anak untuk membangun kemampuannya dalam
menyusun pikirannya. Oleh sebab itu, cara berpikir anak pada fase ini belum stabil
dan tidak terorganisasi secara baik.

Fase praoperasional mencakup tiga aspek, yang memiliki kemampuan yaitu:

1. Berpikir Simbolik

Berpikir simbolik yaitu kemampuan untuk berpikir tentang objek dan


peristiwa walaupun objek dan peristiwa tersebut tidak hadir secara fisik (nyata)
di hadapan anak. Subfase fungsi simbolis terjadi pada usia 2 - 4 tahun. Pada
masa ini, anak telah memiliki kemampuan untuk menggarnbarkan suatu objek
yang secara fisik tidak hadir. Contoh kemampuan ini membuat anak dapat
rnenggunakan balok-balok kecil untuk membangun rumah-rumahan, menyusun
puzzle, dan kegiatan lainnya. Pada masa ini, anak sudah dapat menggambar
manusia secara sederhana. Pada fase praoperasional, anak mulai menyadari
bahwa pemahamannya tentang benda-benda di sekitarnya tidak hanya dapat
dilakukan melalui kegiatan sensorimotor, akan tetapi juga dapat dilakukan

6
melalui kegiatan yang bersifat simbolis. Anak tidak harus berada dalam kondisi
kontak sensorimotorik dengan objek, orang, atau peristiwa untuk memikirkan
hal tersebut. Anak dapat membanyangkan objek atau orang tersebut memiliki
sifat yang berbeda dengan yang sebenarnya.

Contoh: Citra bertanya kepada ibunya tentang gajah yang mereka lihat dalam
perjalanan mereka ke sirkus beberapa bulan yang lalu.

2. Berpikir Egosentris

Aspek berpikir secara egosentris, yaitu cara berpikir tentang benar atau
tidak benar, setuju atau tidak setuju, berdasarkan sudut pandang sendiri. Oleh
sebab itu, anak belum dapat meletakkan cara pandangnya di sudut pandang orang
lain. Menurut Piaget, pemikiran itu khas bersifat egosentris, anak pada tahap ini
sulit membayangkan bagaimana segala sesuatunya tampak dari perspektif orang
lain. Subfase berpikir secara egosentris terjadi pada usia 2-4 tahun. Berpikir
secara egosentris ditandai oleh ketidakmampuan anak untuk memahami perspektif
atau cara berpikir orang lain. Anak berasumsi bahwa orang lain berpikir,
menerima dan merasa sebagaimana yang mereka lakukan.

Contoh: Clara menyadari bahwa dia harus mebalik buku agar ayahnya dapat
melihat gambar yang dia minta untuk diterangkan. Dia malah memegang buku di
depan wajahnya sehingga hanya dia sendiri yang dapat malihat buku tersebut.

3. Berpikir lntuitif

Fase berpikir secara intuitif, yaitu kemarnpuan untuk menciptakan sesuatu,


seperti menggambar atau menyusun balok, akan tetapi tidak mengetahui dengan
pasti alasan untuk melakukannya. Subfase berpikir secata intuitif tenadi pada usia
4 - 7 tahun. Masa ini disebut subfase berpikir secara intuitif karena pada saat ini
anak kelihatannva mengerti dan mengetahui sesuatu. Contoh: Ani menyusun
balok meniadi rumah-rumahan, akan tetapi pada hakikatnya Ani tidak mengetahui
alasan-alasan yang menyebabkan balok itu dapat disusun meniadi rumah. Dengan

7
kata lain, anak belum memiliki kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang
apa yang ada dibalik suatu kejadian.

Kemampuan lain yang dikuasai anak tahap ini adalah:

a. Memahami identitas

Anak memahami bahwa perubahan di permukaan tidak mengubah karakter


alamiah sesuatu.

Contoh: Boris mengetahui bahwa gurunya sedang berbusana bajak laut


tetapi orang itu tetap gurunya yang berada di dalam kostum.

b. Memahami sebab akibat

Anak mengetahui bahwa peristiwa memiliki sebab dan akibat.

Contoh: Anas melihat bola menggelinding dari balik tembok, lalu dia
melihat belakang tembok untuk mencari siapa yang menendang bola
tersebut.

c. Mampu mengklasifikasi

Anak mengorganisir objek, orang, dan peristiwa kedalam kategori yang


memiliki makna.

Contoh: Susan memilah mainannya ke kelompok bagus dan jelek.

d. Memahami angka

Anak dapat berhitung dan bekerja dengan angka.

Contoh: Rosa membagi permen kepada teman-temannya dan menghitung


permen yang dia punya untuk memastikan setiap orang mendapatkan
permen yang sama.

e. Empati

Anak menjadi lebih mampu untuk membayangkan apa yang dirasakan oleh
orang lain.

Contoh: Budi mencoba untuk menenangkan temannya yang sedang kecewa


dan menangis.

8
f. Teori pikiran

Anak menjadi lebih dasar akan aktivitas mental dan fungsi pikirannya.

Contoh: Putri ingin menyimpan beberapa potong coklat untuk dirinya


sendiri, karena itu ia menyimpan coklat dari adiknya ke dalam kotak pensil.
Dia mengetahui bahwa coklatnya akan aman didalam kotak tersebut karena
sang adik tidak akan mencarinya ke tempat yang biasanya tidak terdapat
coklat.

Batasan pemikiran praoperasional (merujuk kepada piaget), yaitu:

 Sentrasi: ketidakmampuan untuk decenter

Diskripsi: Anak fokus kepada satu aspek dari situasi dan mengabaikan yang lain.

Contoh: Timon menggoda adik perempuannya bahwa ia memiliki juice yang lebih
kerena juice-nya dituangkan ke dalam gelas yang panjang dan ramping sedangkan
milik adiknya dituangkan dalam gelas yang pendek dan melebar.

 Irreversibility

Diskripsi: Anak gagal memahami bahwa beberapa operasi atau tindakan dapat
dibalik, dikembalikan ke situasi semula.

Contoh: Timon tidak menyadari bahwa juice dalam tiap gelas dapat dikembalikan
ke dalam kotak juice yang merupakan tempat semula juice tersebut, dan
berlawanan dengan klaim miliknya lebih banyak dibandingkan milik sang adik.

 Fokus kepada situasi, bukan kepada transformasi

Diskripsi: Anak gagal memahami nilai penting transformasi antar pernyataan

Contoh: Dalam tugas percakapan, Timon tidak memahami bahwa tranformasi


bentuk cairan (dituangkan dari satu tempat ke tempat yang lain) tidak mengubah
jumlah.

 Penalaran transduktif

Diskripsi: Anak tidak menggunakan penalaran deduktif atau induktif, mereka


malah melompat dari satu penalaran ke yang lain dan mencari sebab ketika tidak
menemukannya.

9
Contoh: Sarah memarahi adiknya, kemudian adiknya jatuh sakit, sarah
menyimpulkan bahwa yang menyebabkan adiknya sakit adalah dia.

 Animisme

Diskripsi: Anak mengatributkan kehidupan kepada objek yang tidak hidup.

Contoh: Amanda mengatakan bahwa musim semi mencoba untuk datang dan
musim gugur berkata, “saya tidak mau pergi! Saya tidak mau pergi!”.

 Ketidakmampuan membedakan penampakan dengan kenyataan

Diskripsi: Anak merasa bingung dengan apa yang sebenarnya penampilan.

Contoh: Budi merasa bingung dengan spon yang dibuat berbentuk batu. Dia
menyatakan bahwa benda tersebut berbentuk seperti batu dan benar-benar batu.

A. Tahap perkembangan bahasa berbicara pada masa kanak-kanak awal

Perkembangan bahasa terbagi atas dua periode besar, yaitu: periode Prelinguistik
(0-1 tahun) dan Linguistik (1-5 tahun). Mulai periode linguistik inilah mulai hasrat anak
mengucapkan kata kata yang pertama, yang merupakan saat paling menakjubkan bagi
orang tua. Periode linguistik terbagi dalam tiga fase besar, yaitu:

1. Fase satu kata atau Holofrase

Pada fase ini anak mempergunakan satu kata untuk menyatakan pikiran yang
kornpleks, baik yang bcrupa keinginan, perasaan atau temuannya tanpa pcrbedaan yang
jelas. Misalnya kata duduk, bag: anak dapat berarti “saya mau duduk”, atau kursi tempat
duduk, dapat juga berarti “mama sedang duduk”. Orang tua baru dapat mengerti dan
memahami apa yang dimaksudkan oleh anak tersebut, apabila kiia tahu dalam konteks
apa kata tersrbut diucapkan, sambil mcngamati mimik (ruut muka) gerak serta bahasa
tubuh lainnya. Pada umumnya kata pertama yang diurapkan oleh anak adalah kata benda,
setelah beberapa waktu barulah disusul dengan kata kerja.

10
2. Fase lebih dari satu kata

Fase dua kata muncul pada anak berusia sekkar 18 bulan. Pada fase ini anak
sudah dapat membuat kalimat sederhana yang terdiri dari dua kata. Kalimat tersebut
kadang-kadang terdiri dari pokok kalimat dan predikat, kadang-kadang pokok kalimat
dengan obyek dengan tata bahasa yang tidak benar. Setelah dua kata, muncullah kalimat
dengan tiga kata, diikuti oleh empat kata dan seterusnya. Pada periode ini bahasa yang
digunakan oleh anak tidak lagi egosentris, dari dan uniuk dirinya sendiri. Mulailah
mcngadakan komunikasi dengan orang lain secara lancar. Orang tua mulai melakukan
tanya jawab dengan anak secara sederhana. Anak pun mulai dapat bercerita dengan
kalimat-kalimatnya sendiri yang sederhana.

3. Fase ketiga adalah fase diferensiasi

Periode terakhir dari masa balita yang bcrlangsung antara usia dua setengah
sampai lima tahun. Keterampilan anak dalam berbicara mulai lancar dan berkembang
pesat. Dalam berbicara anak bukan saja menambah kosakatanya yang mengagumkan
akan tetapi anak mulai mampu mengucapkan kata demi kata sesuai dengan jenisnya,
terutama dalam pemakaian kata benda dan kata kerja. Anak telah mampu
mempergunakan kata ganti orang “saya” untuk menyebut dirinya, mampu
mempergunakan kata dalam bentuk jamak, awalan, akhiran dan berkomunikasi lebih
lancar lagi dengan lingkungan. Anak mulai dapat mengkritik, bertanya, menjawab,
memerintah, memberitahu dan bentuk-bentuk kalimat lain yang umum untuk satu
pembicaraan “gaya” dewasa.

B. Kemampuan memori yang berkembang pada masa kanak-kanak awal

· Model pemprosesan informasi mendeskripsikan tiga tahap dalam mengingat yaitu:

1. Encoding: proses di mana informasi dipersiapkan untuk penyimpanan jangka panjang


dan pemanggilan kembali di kemudian hari.

2. Storage: penyimpanan ingatan untuk penggunaan di masa depan.

11
3. Retrieval: proses di mana informasi diakses atau dipanggil kembali dari penyimpanan
ingatan.

Pada semua usia, mengenal dapat dilakukan lebih baik dari mengingat, akan tetapi
kedua kemampuan tersebut meningkat pada masa anak-anak awal. Membentuk memori
anak. Memori tentang pengalaman pada masa anak-anak awal jarang sekali yang terjadi
secara disengaja: anak kecil biasanya mengingat peristiwa yang membuat kesan yang
sangat kuat, dan dan sebagian besar dari memori sadar awal, ini tampaknya bersifat
jangka pendek. Cara seorang anak membentuk memori permanen ada tiga tipe yaitu:

1. Memori generic: memori yang menghasilkan script bagi rutinitas yang akrab untuk
memandu perilaku. Script adalah catatan umum yang akrab dan berulang,
dipergunakan untuk memandu perilaku. Misalnya: seorang anak bisa saja memiliki
script untuk menaiki bus ke sekolah atau makan siang di rumah nenek.

2. Memori episodis: memori jangka panjang tentang peristiwa yang kerap terjadi dan
akrab, dihubungkan dengan tempat dan waktu.

3. Memori autobiografis: memori tentang peristiwa tertentu dalam kehidupan seseorang.


Misalnya: seorang anak mengingat saat dia pergi ke kebun binatang. Karena ke kebun
binatang itu dia mengingat peristiwa baru dan unik, dia juga mengingat detail dari
perjalanan tersebut hingga beberapa tahun.

2. Masa Kanak-kanak Akhir

Menurut teori Piaget, pemikiran anak – anak usia sekolah dasar disebut
pemikiran Operasional Konkrit (Concret Operational Thought), artinya aktivitas
mental yang difokuskan pada objek – objek peristiwa nyata atau konkrit. Masa
ini berlangsung pada masa kanak-kanak akhir. Dalam upaya memahami alam
sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu mengandalkan informasi yang bersumber dari
pancaindera, karena ia mulai mempunyai kemampuan untuk membedakan apa
yang tampak oleh mata dengan kenyataan sesungguhnya. Dalam keadaan normal,
pada periode ini pikiran anak berkembang secara berangsur – angsur. Jika pada

12
periode sebelumnya, daya pikir anak masih bersifat imajinatif dan egosentris,
maka pada periode ini daya pikir anak sudah berkembang ke arah yang lebih
konkrit, rasional dan objektif. Daya ingatnya menjadi sangat kuat, sehingga anak
benar-benar berada pada stadium belajar.

Dalam masa ini, anak telah mengembangkan 3 macam proses yang disebut
dengan operasi – operasi, yaitu :

a) Negasi (Negation), yaitu pada masa konkrit operasional, anak memahami


hubungan-hubungan antara benda atau keadaan yag satu dengan benda
atau keadaan yang lain.

b) Hubungan Timbal Balik (Resiprok), yaitu anak telah mengetahui hubungan


sebab-akibat dalam suatu keadaan.

c) Identitas, yaitu anak sudah mampu mengenal satu persatu deretan benda-
benda yang ada.

Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula untuk


mengetahui suatu perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan tersebut ditunjukkan.
Jadi, pada tahap ini anak telah memiliki struktur kognitif yang memungkinkanya
dapat berfikir untuk melakukan suatu tindakan, tanpa ia sendiri bertindak secara
nyata.

KEMAJUAN KOGNITIF

 Pemikiran spasial

Contoh : Dani dapat menggunakan peta atau model untuk membantunya mencari objek
tersembunyi dan dapat memberikan arah untuk menemukan benda tersebut kepada
orang lain. Dia dapat menemukan jalan ke sekolah dan pulang ke rumah, dapat
memperkirakan jarak, dapat menilai berapa waktu yang dibutuhkan untuk pergi dari
satu tempat ke tempat yang lain.

13
 Sebab akibat

Contoh : Doni mengetahui atribut fisik objek mana yang akan memengaruhi hasil
(misalnya, jumlah objek berpengaruh sedangkan jumlah warna tidak).
Tetapi dia belum mengetahui faktor spesial mana seperti posisi dan
penempatan objek, yang membuat perbedaan.

 Klasifikasi

Kemampuan mengategorisasi membantu anak untuk berpikir secara logis.

Contoh : Elena dapat memilah objek ke dalam beberapa kategori, seperti bentuk,
warna, atau keduanya. Dia mengetahui bahwa subkelas (mawar) memiliki
anggota yang lebih sedikit dibandingkan dengan kelas yang menjadi
induknya (bunga).

 Seriasi dan kesimpulan transitif

Kemampuan untuk mengenali hubungan antara dua objek dengan mengetahui


hubungan antara masing-masing objek tersebut dan objek ketiga.

Contoh : Nina dapat mengatur kumpulan tongkat sesuai urutan, dari yang paling
pendek ke yang paling panjang, dan dapat memasukkan tongkat
berukuran menengah ke tempat yang tepat. Dia mengetahui apabila satu
tongkat lebih panjang dibandingkan tongkat kedua, dan tongkat kedua
lebih panjang dari tongkat ketiga, maka tongkat pertama lebih panjang
dari tongkat ketiga.

 Penalaran induktif dan deduktif

Penalaran induktif merupakan tipe penalaran logis yang bergerak dari yang
observasi khusus terhadap anggota kelas hingga mencapai kesimpulan tentang kelas
tersebut. Dan penalaran deduktif merupakan tipe penalaran logis yang bergeneral

14
dari premis umum tentang sebuah kelas kepada sebuah kesimpulan tentang anggota
tertentu atau beberapa anggota dari kelas tersebut.

Contoh : Dara dapat memecahkan masalah induktif maupun deduktif dan


mengetahui bahwa kesimpulan induktif (yang didasarkan pada beberapa
premis tertentu) memiliki tingkat kepastian yang lebih rendah
dibandingkan dengan kesimpulan deduktif (didasarkan kepada premis
umum).

 Konservasi

Dalam memecahkan berbagai masalah konservasi, anak-anak yang berada dalam


tahap operasi konkret dapat mencari jawabannya dalam kepala mereka: mereka
tidak harus mengukur atau menimbang objek tersebut.

Contoh : Pada usia 7 tahun, Andre mengetahui apabila bola tanah liat digulung
menjadi bentuk sosis, maka ia memiliki jumlah tanah liat yang sama
(konservasi substansi). Pada usia 9 tahun, dia mengetahui bahwa berat
bola dan sosis sama. Baru pada usia awal remaja, dia mengetahui
bahwa keduanya meluberkan jumlah cairan yang sama jika keduanya
diletakkan dalam segelas air.

POKOK BAHASAN KOGNITIF

a. Perkembangan Memori

Cara otak menyimpan informasi dipercaya bersifat universal, walaupun efisiensi


dari sistem tersebut bervariasi dari orang ke orang (Siegler, 1998). Model pemrosesan
informasi menggambarkan otak memiliki tiga “gudang”, yaitu:

1. Memori sensoris (sensory memory) adalah sistem penyimpanan awal “tangki


penampungan” sementara bagi informasi sensoris yang masuk. Ingatan sensoris
menunjukkan sedikit perubahan berkaitan dengan usia; sebagaimana yang telah kita
saksikan, bayi pun memilii ingatan sensoris.

15
2. Memori kerja (working memory) adalah sebuah “gudang” jangka pendek bagi informasi
yang sedang dikerjakan oleh seseorang pada saat ini; dan informasi tersebut adalah
informasi yang berusaha untuk dipahami, diingat, atau dipikirkan.
3. Memori jangka panjang (long-term memory) adalah sebuah “gudang” dengan kapasitas
penyimpanan yang tidak terbatas, yang menyimpan informasi dalam jangka waktu yang
lama.
 Metamemori: Memahami memori

Antara anak usia 5 dan 7 tahun, lobus frontal mengalami perkembangan signifikan
dan reorganisasi, memungkinkan peningkatan pemanggilan kembali dan metamemori,
pengetahuan tentang proses memori (Janowsky & Carper, 1996). Anak-anak TK dan
tingkat pertama mengetahui bahwa orang akan mengingat lebih baik jika mereka belajar
lebih lama, orang akan melupakan sesuatu seiring dengan berjalannya waktu, dan akan
lebih mudah untuk mempelajari kembali sesuatu yang telah dipelajari daripada
mempelajarinya untuk pertama kali.

 Mnemonik: Strategi untuk Mengingat

Selama periode ini, memori jangka pendek anak telah berkembang dengan baik.
Akan tetapi, memori jangka panjang tidak terjadi banyak peningkatan dengan disertai
adanya keterbatasan – keterbatasan. Untuk mengurangi keterbatasan tersebut, anak
berusaha menggunakan teknik untuk membantu ingatan (strategi mnemonik) yang
digunakan untuk meningkatkan memori. Terdapat 4 macam strategi mnemonik, yaitu:

1. Bantuan memori eksternal : Terpancing oleh sesuatu dari luar orang tersebut.

Pada anak usia 5 dan 6 tahun dapat melakukan hal ini, tetapi yang berusia 8 tahun
lebih sering berpikir untuk melakukannya.

Contoh : Roni membuat daftar yang harus dia lakukan hari ini.

2. Rehearsal (Pengulangan) : Suatu strategi meningkatkan memori dengan cara


mengulang berkali-kali informasi yang telah disampaikan.

16
Pada anak usia 6 dan 7 tahun dapat diajari untuk melakukan hal ini, anak usia 7 tahun
melaksanakannya secara spontan.

Contoh : tim berulang-ulang menyebutkan huruf dalam kata ejaannya sampai dia
mengetahuinya.

3. Organization (Organisasi) : Pengelompokan dan pengkategorian sesuatu yang


digunakan untuk mesningkatkan memori.

Sebagian besar anak tidak dapat melakukan hal ini sampai mereka berusia 10 tahun,
tetapi anak yang lebih muda dapat diajari melakukannya.

Contoh : anak SD sering mengingat nama-nama teman sekelasnya menurut susunan


dimana mereka duduk dalam satu kelas.

4. Elaborasi : mengasosiasikan item yang akan diingat dengan sesuatu yang lain seperti
frasa, scene, atau cerita.

Anak yang berusia lebih tua lebih sering melakukan ini secara spontan dan
mengingat lebih baik apabila mereka membuat asosiasi mereka sendiri; anak yang
lebih muda akan mengingat lebih baik apabila ada orang lain yang membuatkannya
untuk mereka.

Contoh : Yolanda mengingat garis nada musik (E,G,B,D,F) dengan


mengasosiasikannya dengan frasa “Every good boy does fine”.

b. Perkembangan Pemikiran Kritis

Perkembangan pemikiran kritis yaitu pemahaman atau refleksi terhadap


permasalahan secara mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka, tidak
mempercayai begitu saja informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber serta
mampu befikir secara reflektif dan evaluatif.

c. Perkembangan Kreativitas

Dalam tahap ini, anak-anak mempunyai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang
baru. Perkembangan ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan, terutama lingkungan sekolah.

17
d. Perkembangan Bahasa

Selama masa anak-anak awal, perkembangan bahasa terus berlanjut. Perkembangan bahasa
pada usia sekolah yaitu antara lain:

a) Aspek pada penggunaan bahasa adalah narasi dan percakapan.

Umumnya pada usia ini, tugas komunikasi menjadi kompleks dan sulit , sehingga
anak-anak usia ini mengalami kesulitan untuk memahami perasann orang lain, lalu anak
usia 5-6 tahun cenderung kurang mampu mengkomunikasikan informasi dari anak yang
lebih tua, jadi informasi yang abstrak belum mampu dikomuikasikan pada anak-anak.

b) Meningkatnya jumlah pembendaharaan dan spesifikasi definisi.

Dalam masa pertumbuhan pemahaman kata dan hubungannya berlangsung terus


menerus, sehingga mereka dapat memperkaya perbendaharaan katanya lebih banyak
melalui bacaan-bacaan yang sifatnya konstekstual, peningkatan tersebut mungkin setelah
kelas empat SD. Namun walaupun terjadi peningkatan perbendaharaan kata tidak selalu
anak dapat memahami makna suatu kata atau kalimat. Karena, dapat terjadi bila anak tidak
menguasai perbendaharaan dari semua kata di dalam kalimat, tapi anak itu dapat
memahami makna kata atau kalimat secara tepat. Sebaliknya, anak yang menguasai arti
dari seluruh kata dalam suatu kalimat tertentu tidak dapat memahami makna kata atau
suatu kalimat. Untuk itu dalam memaknai suatu kata ataupun kalimat diperlukan lebih
banyak kemampuan menjustifikasi suatu kata atau kalimat daripada sekedar mengetahui
arti kata.

3. Masa Remaja

Pengertian perkembangan kognitif remaja

Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli


perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap
pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya
para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-

18
masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang
sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif
pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara
logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi
seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka
akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka
sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang
untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan.
Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri
dengan lingkungan sekitar mereka.

Perkembangan kognitif remaja mencapai tahap operasional formal yang


memungkinkan remaja berpikir secara abstrak dan komplek, sehingga remaja mampu
mengambil keputusan untuk dirinya. Selama masa remaja, kemampuan untuk mengerti
masalah-masalah kompleks berkembang secara bertahap. Masa remaja adalah awal dari
tahap pikiran formal operasional, yang mungkin dapat dicirikan sebagai pemikiran yang
melibatkan logika pengurangan atau deduksi. Tahap ini terjadi di semua orang tanpa
memandang pendidikan dan pengalaman mereka. Namun, bukti riset tidak mendukung
hipotesis itu yang menunjukkan bahwa kemampuan remaja untuk menyelesaikan masalah
kompleks adalah fungsi dari proses belajar dan pendidikan yang terkumpul.

Unsur yang terpenting dalam mengembangkan pemikiran seseorang adalah


latihan dan pengalaman. Latihan berpikir, merumuskan masalah dan memecahkannya,
serta mengambil kesimpulan akan membantu seseorang untuk mengembangkan
pemikirannya ataupun intelegensinya. Piaget membedakan dua macam pengalaman, yaitu
:

1. Pengalaman fisis: terdiri dari tindakan atau aksi seseorang terhadap objek yang di
hadapi untuk mengabstraksi sifat-sifatnya.

2. Pengalaman matematis-logis: terdiri dari tindakan terhadap objek untuk mempelajari


akibat tindakan-tindakan terhadap objek itu.

Kemampuan yang dimiliki pada tahap operasional formal ini adalah:

19
a. Abstrak

Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang
benar-benar terjadi. Mampu memunculkan kemungkinan-kemungkinan hipotesis atau
dalil-dalil dan penalaran yang benar-benar abstrak.

b. Fleksibel dan kompleks

Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang


suatu hal. Mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri, orang lain, dan dunia,
serta membandingkan diri mereka dengan orang lain dan standard-standard ideal ini.
Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya
mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja
berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih
berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat memahami bahwa
tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang.
Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya,
termasuk adanya kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya. Di negara-negara
berkembang (termasuk Indonesia), masih banyak sekali remaja yang belum mampu
berpikir dewasa. Sebagian masih memiliki pola pikir yang sangat sederhana. Hal ini terjadi
karena sistem pendidikan di Indonesia banyak menggunakan metode belajar mengajar satu
arah atau ceramah, sehingga daya kritis belajar seorang anak kurang terasah. Bisa juga pola
asuh orang tua yang cenderung masih memperlakukan remaja seperti anak-anak sehingga
mereka tidak punya keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan
usianya. Seharusnya seorang remaja harus sudah mencapai tahap perkembangan pemikiran
abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan
mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.

c. Logis

Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka
mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan

20
(Santrock, 2001). Mulai mampu mengembangkan hipotesis atau dugaan terbaik akan jalan
keluar suatu masalah, menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah-masalah
dan menguji pemecahan-pemecahan masalah secara sistematis. Misal : Dalam
pengambilan keputusan oleh remaja mulai dari pemikiran, keputusan sampai pada
konsekuensinya, bagaimana lingkungannya yang menunjukkan peran lingkungan dalam
membantu pengambilan keputusan pada remaja.

2.4. Masalah Perkembangan Kognitif Peserta Didik

A. Masa kanak-kanak awal

Permasalahan membaca pada masa ini masih dengan cara dieja, pemahamannya
hanya satu kata dan terkadang anak sulit diajak belajar membaca.

Solusi: Membaca diikuti kata-kata bergambar agar menari anak untuk membaca.

B. Masa kanak-kanak akhir

Permasalahan membaca dan pemahaman di SD saat ini umumnya menggunakan


sistem klasikal yang menempatkan kecepatan memahami isi bacaan berdasarkan
kecepatan rata-rata memahami isi buku atau siswa merasa bahwa pembelajaran membaca
pemahaman yang dilakukan oleh guru terlalu cepat.

Solusi: Guru mengefektifkan pembelajaran membaca interpretatif dengan


mengelompokkan siswa menjadi 8 kelompok dengan memahami isi bacaan & sharing.

C. Masa Remaja

Permasalahan membaca pemahaman di masa SMP/SMA lebih ke kurang memahami isi


bacaan.

Solusi: Seharusnya dengan membaca pemahaman secara serius.

21
22
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Perkembangan kognitif pada peserta didik merupakan suatu pembahasan yang


cukup penting bagi pengajar maupun orang tua. Perkembangan kognitif pada anak
merupakan kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan
penalaran dan pemecahan masalah yang termasuk dalam proses psikologis yang berkaitan
dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.

Dalam memahami perkembangan kognitif, kita harus mengetahui proses


perkembangan kognitif tersebut. Selain itu karakteristik perkembangan kognitif peserta
didik juga harus dapat dipahami semua pihak. Dengan pemahaman pada karakteristik
perkembangan peserta didik, pengajar dan orang tua dapat mengetahui sebatas apa
perkembangan yang dimiliki anak didiknya sesuai dengan usia mereka masing-masing,
sehingga pengajar dan orang tua dapat menerapkan ilmu yang sesuai dengan kemampuan
kognitif masing-masing anak didik.

Meskipun banyak hal dan kendala dalam perkembangan kognitif anak, setidaknya kita
sebagai calon pengajar maupun sebagai orang tua harus memahami tentang perkembangan
kognitif dan tahap-tahap karakteristik perkembangan kognitif agar kita mampu mengetahui
perkembangan kemampuan kognitif masing-masing anak.

3.2. Saran

1. Diharapkan kepada peserta didik dan pengajar maupun orang tua agar dapat ikut
berpartisipasi dalam memahami tentang perkembangan kognitif.
2. Peran serta pemerintaah, masyarakat, pengajar, orang tua juga perlu untuk mengawasi
perkembangan kognitif setiap anak dan peserta didik sesuai karakteristik perkembangan
kognitif anak.

23
DAFTAR PUSTAKA

Arya. 2010. Perkembangan kognitif pada anak. (online).


(http://ilmupsikologi.wordpress.com/2010/03/31/perkembangan-kognitif-pada-anak/,
diakses 2 November 2010).

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

E. Papalia, Dian.,dkk. 200. Human Development (Psikologi Perkembangan) Edisi Kesembilan.


Jakarta: Kencana.

Fatimah, E. 2010. Psikologi Perkembangan (perkembangan peserta didik). Bandung: CV


Pustaka Setia.

Holil, A. 2008. Teori perkembangan kognitif Piaget. (online).


(http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/teori-perkembangan-kognitif-piaget.html,
diakses 2 November 2010).

Joesafira. 2010. Perkembangan kognitif pada anak. (online).


(http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/perkembangan-kognitif-pada-anak.html,
diakses 2 November 2010).

LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) & ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan
Indonesia). 2003. Jurnal Ilmu Pendidikan jilid 10 nomor 3. Madiun: IKIP PGRI.

Wiriana, 2008. Perkembangan kognitif pada anak. (online).


(http://www.doctoc.com/docs/20992333/perkembangankognitif-padaanak, diakses 4
November 2010).

24

Anda mungkin juga menyukai