Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK


Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu : Akbar Tanjung ,M.Pd.I.

Disusun Oleh :
Asep Pilgiawan ( 2311040136)
Sabrina Intan Maharani (2311040198 )
Zahro Hapsari Laranggi (2311040210)

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
T.A 2023/2024

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan rahmatnya lah saya dapat membuat
Makalah “Perkembangan Peserta Didik” tepat pada waktunya.
Dalam makalah ini saya membahas tentang “bagaimana car akita memahami karakter peserta didik”.
Saya membuat makalah dengan judul tersebut lebih menjelaskan tentang karaker dan moral Dimana
karakter dan moral termasuk salah perkembangan peserta didik.
Makalah ini saya tulis guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan psikologi pada awal semester 1
tahun 2023 ini. Semoga dengan terselesaikannya makalah ini dapat menjadi manfaat bagi pembaca
sekalian.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
penulisan makalah ini, khususnya kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa karena rahmatnya lah bisa menyelesaikan makalah ini.
2. Bpk Akbar Tanjung M,Pd.I serta segenap jajarannya yang telah memberikan kemudahan-
kemudahan baik berupa moril maupun materiil selama mengikuti pendidikan di Program Studi
Pendidikan Bahasa inggris.

Semua pihak yang tidak mungkin Saya sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis
dalam penyelesaian makalah ini.
kami berharap makalah ini dapat menambah wawasan dan memberikan manfaat yang besar untuk
semua. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, maka kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan guna penyempurnaan makalah ini.
Atas kekurangannya kami ucapkan maaf dan terimakasih.

Bandar Lampung,10 Oktober 2023

penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii

BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 1

1.3 Tujuan Masalah ..................................................................................................................... 1

BAB 2 PEMBAHASAN ............................................................................................................. 2

2.1 Perkembangan Fisik-Motorik siswa Sekolah Dasar ................................................................ 2

2.1.1 Perkembangan fisik anak sekolah dasar .................................................................. 3

2.1.2 Perkembangan motoric anak sekolah dasar ............................................................. 3

2.1.3 Perkembangan fisik-motoric anak sekolah dasar ..................................................... 5

2.2 Pengaruh Perkembangan Kognitif pada peserta didik remaja .................................................. 6

2.2.1 Definisi perkembangan kognitif jean Piaget ............................................................ 7

2.2.2 Tahap-tahap dalam teori Piaget ............................................................................... 7

2.2.3 Tingkatan perkembangan intelektual ....................................................................... 9

2.2.4 Penerapan teori kognitif jean Piaget pada peserta didik smp .................................. 10

2.3 Tumbuh kembang anak di era digital ....................................................................... 11

2.4 Tahapan perkembangan moral ................................................................................. 12

2.3.1 Perbedaan perkembangan moral anak laki-laki dan Perempuan ............................. 13

BAB 3 PENUTUP .................................................................................................................... 17

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 18

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan merupakan fondasi penting dalam pembentukan individu dan masyarakat. Salah satu
aspek kunci dari pendidikan adalah memahami dan memperhatikan perkembangan peserta didik.
Perkembangan fisik, kognitif, emosional, sosial, dan moral memainkan peran vital dalam menentukan
kemampuan belajar dan kesejahteraan psikologis peserta didik.
Memahami perkembangan peserta didik adalah esensial dalam merancang program pendidikan yang
efektif dan memenuhi kebutuhan individu. Faktor-faktor seperti pola makan, latihan fisik, jenis
pembelajaran yang tepat, dan pendekatan komunikasi yang efektif harus disesuaikan dengan tahap
perkembangan masing-masing peserta didik.
Selain itu, dalam era globalisasi dan teknologi yang berkembang pesat, peserta didik dihadapkan pada
berbagai tantangan dan tekanan yang mempengaruhi perkembangan mereka. Faktor-faktor seperti
paparan terhadap media sosial, kecepatan perkembangan teknologi, dan diversifikasi lingkungan
sosial memainkan peran penting dalam membentuk persepsi dan perilaku peserta didik.
Penelitian terbaru juga menunjukkan bahwa kualitas pengasuhan dan interaksi dengan lingkungan
dapat memengaruhi secara signifikan perkembangan peserta didik. Oleh karena itu, memahami
dinamika antara faktor internal dan eksternal dalam perkembangan peserta didik merupakan langkah
penting dalam memastikan bahwa setiap individu mendapat kesempatan yang adil dan terbimbing
dalam proses pendidikan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan fisik mempengaruhi kemampuan belajar peserta didik di tingkat
sekolah dasar?
2. Apa pengaruh perkembangan kognitif terhadap kemampuan memecahkan masalah dan
berpikir kreatif pada peserta didik remaja?
3. Bagaimana penggunaan teknologi dan media sosial mempengaruhi perkembangan peserta
didik di era digital?

4. Bagaimana perbedaan gender mempengaruhi pola perkembangan moral pada peserta didik?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui perkembangan fisik mempengaruhi belajar peserta didik di tingkat sekolah dasar.
2. Mengetahui pengaruh perkembangan kognitif terhadap kemampuan memecahkan masalah.
dan berpikir kreatif pada peserta didik remaja.
3. Mengetahui penggunaan tekhnologi dan media sosial mempengaruhi peserta didik di era
digital.
4. Mengetahui perbedaan gender mempengaruhi pola perkembangan moral pada peserta didik.

3
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan fisik-motorik siswa Sekolah Dasar: masalah dan


perkembangannya
Dalam proses perkembangannya, perkembangan fisik akan mempengaruhi kemampuan motorik.
Perkembangan fisik lazimnya ditandai dengan perubahan pada tinggi dan berat badan, serta
bentuk tubuh dan juga perkembangan otak. Jika perkembangan fisik anak berkembang dengan
baik tentu akan berpengaruh pada keterampilan motoriknya. Begitupun dengan anak yang
perkembangan fisiknya mengalami gangguan, akan berdampak pada terganggunya kemampuan
motorik anak tersebut. Gangguan fisik dan motorik anak yang mengalami kelainan atau cacat
yang menetap pada alat gerak (tulang) sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan
pendidikan khusus. Untuk mengatasai gangguan perkembangan sejak dini diperlukan
pemeriksaan yang diawali sejak dalam kandungan serta asupan gizi yang harus diperhatikan.
Adapun hal yang dapat dilakukan agar manjadikan keterbatasan tersebut bukan suatu kekurangan
yaitu memberikan motivasi dan pendidikan bagi penyandang keterbatasan fisik dan lainya agar
mereka mempunyai kemampuan selayaknya orang yang memiliki perkembangan secara normal.
Gangguan perkembangan fisik motorik pada usia anak sekolah dasar menjadi kendala tersendiri
dalam aktifitas anak diantaranya anak kesulitan bermain, menulis, menghapus papan tulis dan lain
sebagain4ya. Layaknya usia 6-12 tahun pada anak sekolah dasar mereka sudah mampu
melakukan kegiatan fisik motorik seperti menulis, menggambar , mewarnai , berlari, melompat
dan lain sebagainya.Dalam penanganan kasus diatas maka diperlukan kerjasama yang baik antara
pemerintah sebagai pihak yang menjamin hak-hak yang sama pada setiap manusia untuk
mendapat pendidikan yang layak, guru sebagai tenaga pendidik yang memberikan pendidikan,
mengajarkan ilmu dan sebagai motivasi siswa agar memiliki semangat belajar yang tinggi serta
orang tua sebagai orang yang memiliki peran utama dalam memberikan pendidikan dirumah.
Berdasarkan uraian permasalahan diatas untuk mengetahuai secara mendalam tentang gangguan
perkembangan fisik motorik siswa pada usia sekolah dasar dalam artikel ini akan dibahas tentang
gangguan perkembangan fisik motorik yang tidak tercapai pada usia sekolah dasar di SLB dengan
tujuan untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran yang dilakukan disekolah terhadap
siswa yan mengalami gangguan perkembangan fisik motorik. Harapannya guru dapat
membelajarkan siswa dengan sebaik mungkin meski keterbatasan fisik yang dimiliki oleh siswa
menjadi kendala terbesar bagi siswa dalam proses pembelajaran.

4
2.1.1 Perkembangan Fisik Anak Usia Sekolah Dasar

Perkembangan fisik menurut hukum Cephalocaudal yaitu pertumbuhan dimulai dari kepala kearah
kaki, kepala tumbuh lebih dahulu daripada bagian lainnya (pada pertumbuhan prenatal, janin), bayi
lebih dahulu mempergunakan mulut dan matanya lebih cepat daripada anggota geraknya. Tugas
perkembangan fisik anak usia 6-12 tahun yaitu belajar kemampuan fisik yang diperlukan agar bisa
melaksanakan permainan atau olahraga, membentuk sikap tertentu terhadap dirinya sebagai pribadi
yang sedang tumbuh dan berkembang, belajar bergaul dengan teman-teman seumurnya,
mengembangkan kemampuan dasar dalam membaca, menulis dan menghitung, mengembangkan
nurani, moralitas dan skala nilai, memperoleh kebebasan pribadi, membentuk sikap terhadap
kelompok sosial dan instusi. (Fahami, 2014) Adapun kategori keterampilan fisik menurut (Hurlock,
1997) yaitu 1) keterampilan menolong diri sendiri, 2) keterampilan dalam menolong orang lain, 3)
Keterampilan dalam beraktifitas disekolah, 4) Keterampilan Bermain. Apabila fisik mengalami
gangguan atau hambatan dalam perkembangannya, maka kemampuan motorik pun akan ikut
terhambat. Perkembangan fisik individu meliputi empat aspek yaitu sistem syaraf, otot, kelenjar
endokrin, dan struktur tubuh atau fisik. Sistem syaraf sangat mempengaruhi perkembangan
kecerdasan dan emosi. Otot-otot mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik.
Kelenjar endokrin menyebabkan munculnya tingkah laku baru. Struktur fisik atau tubuh meliputi
tinggi, berat, dan proporsi. Aspek fisik yang paling penting adalah otak sebagai pusat atau sentral
perkembangan dan fungsi perkembangan. Otak mempunyai pengaruh yang sangat menentukan bagi
perkembangan individu lainnya. Berkaitan dengan hal tersebut terdapat beberapa jenis gangguan fisik
pada anak yaitu gangguan pancaindra, obesitas, stereotipik, malnutrisi dan cacat tubuh. Bagi anak-
anak usia sekolah dasar perkembangan fisik merupakan hal yang sangat penting, karena akan
mempengaruhi perilaku mereka sehari-hari,termasuk perilaku dalam belajar. Perkembangam fisik
yang dimiliki oleh masing-masing akan mempengaruhi persepsi mereka pada dirinya sendiri dan
orang lain. Artinya anak-anak yang memiliki fisik yang ideal akan lebih percaya diri dan anak-anak
yang memiliki kondisi fisik yang berbeda akan tidak percaya diri terhadap lingkungan.

2.1.2 Perkembangan Motorik Anak Usia Sekolah Dasar

Perkembangan motorik merupakan perkembangan pengendalian jasmani melalui kegiatan pusat


syaraf, urat syaraf, dan otot yang terkoordinasi. (Aghnaita, 2017) Seorang anak usia 6 tahun yang
bangun tubuhnya sesuai untuk usia tersebut, akan dapat melakukan hal-hal yang lazim dilakukan oleh
anak berumur 6 tahun. (Hurlock, 1997) Gerakan-gerakan yang dilakukan oleh anak-anak termasuk
anak sekolah dasar merupakan koordinasi dari beratus-ratus otot yang unik. Keterampilan motorik
dapat dikelompokkan menurut ukuran otot-otot dan bagian badan yang terkait, yaitu keterampilan
motorik kasar dan halus. Motorik kasar meliputi keterampilan otot-otot besar lengan, kaki, batang

5
tubuh seperti berjalan, melompat, berlari. (Upton, 2012). Sedangkan keterampilan motorik halus
meliputi otot-otot kecil yang ada diseluruh tubuh, seperti menyentuh, memegang, menulis, dan
menggambar. Keterampilan motorik bagi anak sekolah dasar merupakn suatu aktivitas yang
menyenangkan, hal ini disebabkan otot-otot mereka mulai menemukan fungsinya atau berkembang.
Sehingga mereka tidak dapat duduk diam dalam waktu lama. (Murti, 2018) Perkembangan motorik
pada anak usia sekolah dasar menurut (Desmita, 2012) yaitu 1) Mulai usia 6 tahun sudah berkembang
koordinasi antara mata dan tangan (visio motoric) yang dibutuhkan untuk membidik, menyepak,
melempar, dan menangkap, 2) Usia 7 tahun, tangan anak semakin kuat dan anak lebih menyukai
menggunakan pensil daripada krayon untuk melukis, 3) Usia 8 sampai 10 tahun, anak dapat
menggunakan tangan secara bebas, mudah, dan tepat. Koordinasi motorik halus berkembang,
sehingga anak dapat menulis dengan baik, ukuran huruf menjadi lebih kecil dan rata, 3) Usia 10
sampai 12 tahun, anak-anak mulai memiliki keterampilan keterampilan manipulatif menyerupai
kemampuan orang dewasa. Mereka mulai menampilkan gerakan-gerakan kompleks, rumit, dan cepat
yang diperlukan untuk menghasilkan karya kerajinan yang berkualitas atau memainkan alat musik
tertentu. Perkembangan motorik yang terlambat berarti perkembangan motorik yang berada di bawah
normal umur anak. Akibatnya pada umur tertentu anak tidak menguasai tugas perkembangan yang
diharapkan oleh kelompok sosialnya. Sebagai contoh anak yang berada di bawah normal mengalami
kesulitan untuk dapat berjalan dan makan sendiri akan dipandang sebagai anak yang “terbelakang”.
Banyak penyebab terlambatnya perkembangan motorik salah satunya timbul dari kerusakan otak anak
pada waktu lahir atau kondisi pralahir yang tidak menguntungkan atau lingkungan yang tidak
menyenangkan pada permulaan pascalahir. Akan tetapi keterlambatan lebih sering disebabkan oleh
kurangnya kesempatan untuk mempelajari keterampilan motorik, perlindungan orang tua yang
berlebihan atau kurangnya motivasi anak untuk mempelajari keterampilan motorik. (Hurlock, 1997)
Tidak banyak orangtua yang mengerti bahwa keterampilan motorik kasar dan halus seorang anak
perlu dilatih dan dikembangkan setiap saat dengan berbagai aktivitas. Pengembangan ini
memungkinkan seorang anak melakukan berbagai hal dengan lebih baik, termasuk di dalamnya
pencapaian dalam hal akademis dan fisik. Perkembangan motorik meliputi motorik kasar dan motorik
halus. Gerakan motorik kasar merupakan salah satu kemampuan keterampilan gerak dasar yang
penting untuk perkembangan aspek sosial anak. (Malik, 2014) Motorik kasar adalah gerakan tubuh
yang menggunakan otot - otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi
oleh kematangan anak itu sendiri, misalnya kemampuan untuk duduk, menendang, berlari dan
lainnya, sedangkan motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot halus atau sebagian anggota
tubuh tertentu yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih, misalnya memindahkan
benda dari tangan, mencoret, menyusun, menggunting.

6
2.1.3 Perkembangan Fisik-Motorik anak Sekolah Dasar

Perkembangan fisik adalah pertumbuhan dan perubahan yang terjadi pada tubuh seseorang.
Perubahan yang paling jelas terlihat adalah perubahan pada bentuk dan ukuran tubuh. Sedangkan
Perkembangan motorik merupakan perkembangan dari segala bentuk perubahan yang terjadi
secara progresif pada kemampuan anak untuk dapat melakukan berbagai gerakan yang diperoleh
melalui interaksi antara faktor kematangan (maturation) dan latihan atau pengalaman
(experiences) selama kehidupan yang dapat dilihat melalui perubahan/pergerakan yang
dilakukan.Sehingga untuk memperhalus keterampilan-keterampilan motorik,anak-anak
terusmelakukan berbagai aktivitas fisik. Aktivitas fisik ini dilakukan dalam bentuk permainan
yang kadang-kadang bersifat informal, permainan yang diatur sendiri oleh anak, seperti
permainan umpet-umpetan, dimana anak menggunakan keterampilan motornya,disamping
itu, anak-anak juga melibatkan diri dalam aktivitas permainan olahraga yangbersifat formal,
seperti olahraga senam, berenang, atau permainan hoki. Kita ambil contoh yaitu , dikelas VI SD
Muhammadiyah Karangbendo pada mata Pelajaran PAI,guru membagikan puzzle dengan tema
Kemuhammadiyahan.Pada puzzle tersebut terdapat gambar tentang lagu tapak suci, dalam
penjelasan guru, anak-anak disuruh untuk merangkai puzzle tersebut agar sesuai dengan contoh
gambar yang telah disediakan dipapantulis. Pada saat membagikan puzzle, guru menyebutkan satu
persatu nama siswa, siswa yang disebutkan namanya maju kedepan untuk mengambilpuzzlemereka
masing-masing. Sebelumguru menyuruh mereka merangkai puzzle terlebih dahulu guru mengajak
anak-anak menyanyikan lagu tapak suci secara bersama-sama dan dengan antusias semuasiswa berdiri
dan bergerak sesuai dengan intonasi lagu tersebut. Setelah selesai bernyanyi barulah siswa
diterangkan tentang penanaman nilai lagu tapak suci dalam diri mereka sebagai bentuk
pengabdian kepada sekolah. Dari pembelajaran tersebut peneliti dapat melihat bagaimana
perkembangan fisik motorik mereka dalam proses pembelajaran.Berdasarkan perkembangan fisik
motorik mereka dalam proses pembelajaran, terdapat5 kelompok perkembangan anak, yaitu
kelompok pertama yaitu anak-anak yang sudah terlihat memasuki masa pubertas dimana mereka
sudah mulai bisa merawat diri kemudian dari segi gerak geriknya sangat dijaga agar mereka terlihat
gagah dan rapi. Untuk kelompokyang kedua adalah anak-anak yang lebih suka bermain dari pada
belajar yang dimana terlihat ketika dalam proses pembelajaran mereka mendengarkan namun
masih terus bermain sambil berbisik-bisik dengan teman disampingnya kemudian tertidur tanpa
merasa bahwa mereka sedang belajar. Untuk kelompok yang ketiga adalah anak-anak yang
memang pemalu, jarang bergerak mereka hanya duduk diam sambil mendengarkan guru menjelaskan
pelajaran dan ketika guru bertanya kepada mereka apakah sudah mengerti dengan materi yang
disampaikan mereka hanya diam dan menunduk.

7
2.2 PENGARUH PERKEMBANGAN KOGNIFIF PADA PESERTA DIDIK REMAJA
2.2.1 DEFINISI PERKEMBANGAN KOGNITIF JEAN PIAGET
Definisi Perkembangan Kognitif Kognisi kognitif berasal dari kata cognition yang memiliki
padanan kata knowing (mengetahui). Berdasarkan akar teoritis yang dibangun oleh Piaget,
beberapa penulis mendefinisikan kognisidengan redaksi yang berbeda-beda, namun pada dasarnya
sama, yaitu aktivitas mental dalam mengenal dan mengetahui tentang dunia. Neisser dalam
Morgan, et al. (Melly Latifah, 2008), mendefinisikan kognisi sebagai proses berpikir dimana
informasi dari pancaindera ditransformasi, direduksi, dielaborasi, diperbaiki, dan digunakan.Istilah
kognitifmenurut Chaplin (Muhibbin Syah, 2007:66) adalah salah satu wilayah atau domain/ranah
psikologis manusia yang meliputi perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman,
pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan. Ranah
kognitif juga memiliki hubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang
bertalian dengan ranah rasa.Menurut Santrock (Melly Latifah, 2008), kognisi mengacu kepada
aktivitas mental tentang bagaimana informasi masuk ke dalam pikiran, disimpan dan ditransformasi,
sertadipanggil kembali dan digunakan dalam aktivitas kompleks seperti berpikir.Dari beberapa
definisi di atas dapat dipahami bahwa kognisi merupakan salah satu aspek perkembangan
individu yang meliputi kemampuan dan aktivitas mental yang terkait dalam
prosespenerimaan-pemrosesan-dan penggunaan informasi dalam bentuk berpikir, pemecahan
masalah, dan adaptasi.Pembahasan mengenai perkembangan kognitifindividu meliputi kajian tentang
perkembangan individu dalam berfikir atau proses kognisi atau proses mengetahui. Jean Piaget
(1896-1980) adalah salah satu tokoh yang memberikan pengaruh kuat dalam pembahasan
mengenaiperkembangan kognitif. Miller (Mery Latifah, 2008) berpendapat bahwa teori Piaget
merupakan teori pentahapan yang paling berpengaruh dalam psikologi perkembangan, di mana
dalam setiap tahapannya Piaget menggambarkan bagaimana manusia mendapatkan
pengetahuan tentang dunianya (genetic epistemology).Untuk memahami perkembangan kognitif dan
aspek-aspek yang terkandung di dalamnya, dapatdilihat dari dua sudut pandang yaitu : 1)
perkembangan kognitif secara kuantitatif, dan 2) perkembangan kognitif secara kualitatif (Abin
Syamsudin, 2004:101).B.Perkembangan Kognitif Secara KuantitatifLoree (Abin Syamsudin,
2004:101) kemudian memaparkan bahwa deskripsi perkembangan kognitif secara kuantitatif
dapat dikembangkan berdasarkan hasil pengukuran yang menggunakan instrumen tes
intelgensi yang dilakukan secara longitudinal terhadapsekelompok subjek dari dan sampai usia
tertentu (3-5 tahun sampai usia 30-35 tahun) seperti yang dikembangkan oleh Binet yang
disempurnakan oleh Stanford (Stanford RevisionBinet Test).Beberapa jenis tes intelegensi yang
saat ini menjadi rujukan antara lain : 1) Wechsler-Bellevue Intellegence Scale (1939), 2)
Wechsler Intellegence Scale for Children (1949), 3, Wechsler Adult Intellegence Scale (1955), 4)
Test Binet Simon/Verbal Test (1905),5) Stanford Revision Binet Test (1916), 6) Raven

8
Prgressive Metrices/ non verbal test(Abin Syamsudin, 2004:57, Boeree, 2008:279).Secara kuantitatif
perkembangan kognisi di dasarkan pada hasil tes intelegensi yang kita kenal dalam bentuukuran
intelegensi yaitu IQ (Intelligence Quotient) yang merupakan rasio/hasil bagidari IQ= MA/CA x
100. MA adalah mental age/ usia mental. Sedang CA adalah usia kronologis (chronological age)
(Boeree, 2008:264).Sebaran tingkat intelegensi dari hasil tes intelegensi dapat dikategorisasi
menjadi beberap tingkatan, sepertiditampilkan dalam tabel 1. di bawah ini.

Tabel 1. Klasifikasi IQ Menurut Stanford-Binet

Bloom (Abin Syamsudin, 2004:102) dari hasil studi longitudinalnyayang didasarkan pada
hasil tes IQ dari masa-masa sebelumnya terhadap orang-orang yang sama, memperlihatkan
persentase taraf kematangan perilaku kognitif seperti tergambar

dalam tabel 2. di bawah ini.Tabel 2. Persentase Perkembangan Kemampuan KognitifBloom (Abin


Syamsudin, 2004:102)

2.2.2 Tahap-Tahap di dalam Teori Peaget


Bagi Piaget (Mukhlisah, 2105:119), proses belajarberlangsung dalam tiga tahapan yakni:
Asimilasi, Akomodasi dan Equilibrasi. Kompleksnya pengetahuan dan struktur kognitif tidak
dengan sendirinya menyebabkan terjadinya asimiliasi secara lancar. Dalam kasus tertentu

9
asimilasi mungkin saja tidak terjadi karena informasi baru yang diperoleh tidak sesuai dengan
stuktur kognitif yang ada. Dalam konteks seperti ini, struktur kongitif perlu disesuaikan dengan
pengetahuan baru yang diterima. Proses semacam ini disebut akomodasi. Penekanan
Piaget tentang betapa pentingnya fungsi kognitif dalam belajar didasarkan pada tahap
perkembangan kognitif manusia. Menurut Sitti Aisyah (2013:91), asimilasi dan akomodasi
adalah dua bentuk adaptasi, diamana merupakan istilah Piaget yag disebut dengan
pembelajaran. Cara kerja asimilasi dan akomodasi yaitu bertugas menyeimbangkan struktur
pikiran dengan lingkungan dan menciptakan porsi yang sama di antara keduanya. Jika
keseimbangan ini terjadi, maka terciptalah suatu keadaan ideal atau equiblirium. Menurut
Anatri Desstya (2014:196), asimilasi merupakan proses penyatuan atau pengintegrasian informasi
baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki. Akomodasi merupakan proses
penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Ekuilibrasi merupakan proses
penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Apabila dengan asimilasi
seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi dengan lingkungannya, maka akan terjadi
ketidakseimbangan (diliquibrasi). Jadi, seseorang yang mengalami equilibrasi akan mengalami
perubahan intelektual yang lebih tinggi.Menurut Mukhlisah (2015:119-120), tahapan Piaget
mengenai perkembangan intelektual adalah: Pertama Sensorimotor (sejak kelahiran s/d usia 2
tahun). Kedua, Praoperasional (2-7 tahun). Ketiga, Operasional/konkret (7-12 tahun). Keempat,
operasional formal (12 tahun ke atas). Menurut Sitti Aisyah (2013:92), dalam tahap
sensorimotor, bayi menyusun pemahaman dunia dengan mengoordinasikan pengalaman indra
(sensory) mereka dengan gerakan motor (otot). Pada awal tahap ini, bayi memperlihatkan tak
lebih dari pola reflektif untuk beradaptasi dengan dunia. Di usia antara satu sampai empat bulan,
seorang bayi mengandalkan reaksi sirkular primer, yaitu tindakan atau gerakan yang dia buat
sebagai respons dari tindakan sebelumnya dengan bentukyang sama. Di usia empat sampai dua
belas bulan, bayi beralih pada reaksi sirkular sekunder yang berisi tindakan-tindakan
yang berusaha terlibat dengan lingkungan sekitar. Dia berusaha mempelajari “prosedur dan
cara kerja” sesuatu yang dapat menyenangkan hatinya dan mengusahakannya agar terus
bertahan. Dengan cara ini, dia mulai belajar mengingat objek secara permanen. Ini
adalah kemampuan untuk mengingat, artinya kalau anda tidak dapat melihat sesuatu,
bukan berarti sesuatu itu hilang. Di usia dua belas sampai dua puluh empat bulan, anak-anak
menggunakan reaksi sirkular tersier, yatiu mempertahankan hal-hal yang menarik, akan
tetapi dengan variasi yang lebih tetap. Ketka seorang bayi berusia satu setengah tahun, bayi
tersebut mengalami perkembangan representasi mental, yaitu kemampuan mempertahankan citraan
dalam pikirannya untukjangka waktu yang lebih lama. Menjelang akhir tahap ini, bayi
menunjukkan pola sensorimotor yang lebih kompleks. Piaget percaya bahwa pencapaian kognitif
yang penting di usia bayi adalah object permanence, yang berarti bahwa pemahaman objek
dan kejadian terus eksis bahkan ketika objek dan kejadian itu tidak dapat dilihat, didengar

10
atau disentuh. Pencapaian kedua adalah realisasi bertahap, bahwa ada perbedaan atau batas
antara diri dan lingkungan sekitar. Menjelang akhir periode sensorimotor, anak bisa
membedakan antara dirinya dan dunia sekitarnya dan menyadari bahwa objek tetap ada dari
waktu ke waktu.Tahap pra-operasional adalah tahap pemikiran yang lebih simbolis, tetapi tidak
melibatkan pemikiran operasional. Tahap ini lebih bersifat egosentris dan intuitis. Pemikiran
pra-operasional terdiri dari dua subtahap, yaitu tahap fungsi simbolis dan tahap pemikiran
Animisme juga merupakan ciri pemikiran pra-operasional. Animisme adalah kepercayaan bahwa
objek tidak bernyawa punya kualitas “kehidupan” dan bisa bergerak. Seorang anak kecil
menunjukkan animisme ini dengan mengatakan “pohon itu mendorong daun dan membuatnya
gugur” atau “trotoar itu membuatku terjatuh”. Dalam tahap pra-opersional juga menunjukkan
karakteristik pemikiran yang disebut centration yakni pemfokusan (pemusatan) perhatian
pada satu karakteristik dengan mengabaikan karakteristik lainnya. Centration tampak jelas dalam
kurangnya konservasi dalam tahap ini. Konservasi yang dimaksud di sini adalah ide bahwa
beberapa karakteristik dari objek itu tetap sama meski objek itu berubah penampilannya.
Misalnya, orang dewasa tahu bahwa volume air akan tetap sama meskipun dia dimasukkan ke
dalam wadah yang bentuknya berlainan. Tetapi bagi anak kecil tidak demikan halnya.
Mereka biasanya heran pada perubahan bentuk cairan di dalam wadah yang berbeda-
beda.Tahap opersional konkret, dimulai umur tujuh tahun sampai sebelas tahun. Pemikiran
operasional konkret mencakup penggunaan operasi. Penalaran logika menggantikan
penalaran intuitif, tetapi hanya dalam situasi konkret. Kemampuan untuk mengklasifikasikan
sesuatu sudah ada, tetapi belum bisa memecahkanproblem-problem abstrak. Operasi
konkret adalah tindakan mental yang bisa dibalikkan yang berkaitan dengan objek konkret
nyata. Tahap ini dimulai dengan tahap progressive decentring di usia tujuh tahun. Sebagian
besar anak telah memiliki kemampuan untuk mempertahankan ingatan tentang ukuran,
panjang atau jumlah benda cair. Maksud ingatan yang dipertahankan di sini adalah gagasan
bahwa satu kuantitas akan tetap sama walaupun penampakan luarnya terlihat berubah. Anak usia
sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini, anak masih sangat
membutuhkan benda-benda konkret untuk membantu pengembangan kemampuan
intelektualnya. Pada akhir tahap operasional konkret, mereka telah dapat memahami tentang
perkalian, menulis dan berkorespondensi, dan mulai dapat berpikir abstrak yang sederhana,
misalnya memahami konsep berat, gaya, dan ruang. Anak mulai memecahkan masalah khusus,
mempelajari keterampilan, dan kecakapan berpikir logis yang membantu mereka memaknai
pengalaman. Tahap ini merupakan perkembangan dari tahap praoperasional yang dimulai
dengan proses internalisasi melalui pancaindra sampai ke otak.

2.2.3 Tingkatan Perkembangan Intelektual

•Kedewasaan

11
Perkembangan sistem saraf sentral yaitu otak, koordinasi motorik dan manifestasi fisik
lainnya menpengaruhi perkembangan kognitif. Kedewasaan atau maturasi merupakan faktor penting
dalam perkembangan intektual.

•Penalaran Moral

Bila seorang anak menjatuhkan sebuah benda dan menemukan bahwa benda itu pecah atau
bila ia menempatkan benda itu dalam air, kemudian ia melihat bahwa benda itu terapung ia
sudah terlibat dalam proses abstraksi sederhana atau abstraksi empiris.

•Pengalaman Logika-Matematika

Pengalaman yang dibangun oleh anak, yaitu ia membangun atau menkonstruks hubungan-hubungan
antara objek-objek. Sebagai contoh misalnya, anak yang sedang menghitung beberapa kelereng
yang dimilikinya dan ia menemukan “sepuluh” kelereng. Konsep “sepuluh” bukannya sifat
kelereng-kelereng itu, melainkan suatu kontruksi lain yang serupa, yang disebut pengalaman
logika-matematika.

•Transmisi SosialDalam tansmisi sosial,

pengetahuan itu datang dari orang lain, seperti pengaruh bahasa, instruksi formal dan
membaca, begitu pula interaksi dengan teman-teman dan orang-orang dewasa termasuk faktor
transmisi sosial dan memegang peranan dalam perkembangan

.•Pengaturan Sendiri

Pengaturan sendiri atau ekuilibrasi adalah kemampuan untuk mencapai kembali


keseimbangan (equilibrium) selama periode ketidakseimbangan (disequlibrium). Ekuilibrasi
merupakan suatu proses untuk mencapai tingkat-tingkat berfungsi kognitif yang lebih tinggi
melalui asimilasi dan akomodasi tingkat demi tingkat.D.Penerapan Teori Kognitif Jean Piaget pada
Peserta Didik SMPDi Indonesia individu yang memasuki tahap operasi formal terjadi pada usia
remaja yakni pada usia sekolah menegah (SMP dan SMA.

2.2.4 Penerapan Teori Kognitif Jean Piaget pada Peserta Didik SMP

Di Indonesia individu yang memasuki tahap operasi formal terjadi pada usia remaja yakni pada
usia sekolah menegah (SMP dan SMA). Namun berdasarkan pengalaman peneliti (Aini,
dkk, 2017:26), sebagian besar siswa SMP kesulitan pada saat mempelajari materi ajar
matematika. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Salah satunya dikarenakan
karakteristik materi ajar matematika yang bersifat abstrak. Selain itu dimungkinkan bahwa siswa
SMP masih belum memasuki tahap operasi formal.

12
2.3 Tumbuh Kembang Anak Di Era Digital

Perkembangan teknologi sekarang semakin pesat yang menjadikan semuanya serba digital, sehingga
secara langsung maupun tidak langsung perkembangan teknologi dapat memengaruhi terhadap gaya
hidup. Dalam kegiatan sehari-hari baik di rumah ataupun di tempat kerja dapat dipastikan semua
aktifitas tidak terlepas dari penggunaan barang-barang elektronik. Penggunaan elektronik tersebut
dapat mempermudah pekerjaan dan mendapatkan informasi dari luar serta mendapatkan hiburan.
Melihat hal tersebut menunjukan begitu pentingya peran digital dalam kehidupan sehari-hari.
Perubahan teknologi mekanik dan elektronik analog ke teknologi digital dimulai tahun 1980.
Teknologi mengalami perkembangan mulai dari perkembangan komputer, lahirnya internet, ponsel
(seluler), situs jejaring sosial. Adapun contoh perangkat digital adalah televisi, komputer, laptop, jam
digital, smartphone, perangkat game permaianan genggam. Seiring berkembangnya jaman teknologi
pun mengalami perkembangan mulai dari buku-buku elektronik (ebook), surat-surat elektronik
(email), mesin ketik (komputer), telepon (ponsel), gramofon berkembang menjadi kaset lalu CD lalu
berkembang lagi menjadi MP3, jam analog kemudian berkembang menjadi jam digital laku
berkembang llagi menjadi smartwatch (Sukiman, dkk.: 2016). Berkat kemajuan teknologi, berbagai
perangkat elektronik yang dulu beragam, sekarang telah makin terintegrasi dengan ukuran yang makin
kecil. Smartphone misalnya, alat ini dapat melakukan fungsi mulai dari Global Positioning System
(GPS), handphone, telephone, MP3 Player, kamera, televisi, laptop dan komputer. Bahkan dapat
untuk mengakses internet dan menyambung ke media sosial seperti Facebook, Twitter, Google Plus,
Instagram, MySpace, Linkedin, Path, dan sebagainya. Dengan hadirnya smartphone banyak orang
menggunakannya untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Bahkan dalam keluarga tingkat ekonimi ke atas,
seluruh anggota keluarganya memiliki smartphone masing-masing. Sehingga tidak data yang
diperoleh dari penggunaan internet di Indonesia saat ini mencapai tidak kurang dari 139 juta jiwa atau
54,5% dari total penduduk (Mardiya). Ciri-ciri generasi digital : Adapun manfaat digital adalah
sebagai berikut: sebagai sumber informasi, membangun kreatifitas, komunikasi, pembelajaran jarak
jauh, jejaring sosial, mendorong pertumbuhan usaha, dan memperbaiki pelayanan publik. Adapun
dampak negatif digital adalah bahwa perkembangan teknologi tidak hanya berdampak positif, tetapi
juga berdampak negatif terhadap kehidupan. Hal tersebut sangat dirasakan oleh para orang tua yang
memiliki anak dan remaja. Setidaknya ada tiga dampak yang terjadi akibat perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi pada anak dan remaja yang kemudian dalam kesehariannya menjadi akrab
dengan gadget. Adapun dampak negatif digital (Mardiya) adalah sebagai berikut : a) Tumbuh
kembang anak menjadi tidak optimal karena anak terlalu lama duduk asyik dengan gadget, b).
Pertumbuhan anak menjadi susah berbicara jelas karena terlalu banyak menonton film kartun atau
game online yang tidak ada komunikasi verbalnya. c) Anak menjadi agresif. d). Anak menjadi kurang
konsentrasi dalam belajar. e). Anak mengalami kecanduan untuk selalu menggunakan gadget. Anak

13
dan remaja yang kecanduan gadget setidaknya akan menunjukkan 11 tanda yang dapat diamati oleh
para orangtua diantaranya; 1) Fokus berkurang, (2) Menjadi lebih emosional, (3) Sulit mengambil
keputusan, (4) Kematangan semu, terlihat besar fisik tetapi jiwanya belum matang, (5) Sulit
berkomunikasi dengan orang lain, (6) tidak ada perubahan raut muka untuk
mengekspresikanperasaan, (7) Daya juang rendah, (8) Mudah terpengaruh, (9) Anti sosial dan sulit
berhubungan dengan orang lain, (10) Melemahnya kemampuan merasakan sensasi di dunia nyata,
(11) Tidak memahami nilai-nilai moral. Anak yang kecanduan gadget, dapat dipastikan pola
makannya tidak teratur, anak hanya akan makan makanan yang disuka dan kurang tidur. Sedangkan
menurut (Kemendikbud) dampak negatif dari digital adalah sebagai berikut : 1) Kesehatan mata anak.
Paparan berlebihan terhadap penggunaan telepon pintar dapat memicu penglihatan anak. 2) Masalah
tidur. Masalah tidur anak akan terjadi karena terlalu lama melihat layar digital, dan dampak isi media
digital. 3) Kesulitan konsentrasi. Penggunaan media digital memiliki efek ada keterammpilan
mengubah perhatian anak sehingga dapat meningkatkan perilaku yang terlalu aktif dan kesulitan
untuk konsentrasi. 4) Menurunnya prestasi belajar. Penggunaan digital yang berlebihan dapat
menurunkan prestasi belajar anak. 5) Perkembangan fisik. Penggunaan digital dapat membatasi
aktifitas fisik yang diperlukan tubuh terhadap tumbuh kembang anak. 6) Ketidakseimbangan bobot
tubuh. Hal tersebut dikarenakan anak sering menahan rasa lapar, haus, serta menahan keinginan untuk
buang air besar yang mengakibatkan gangguan terhadap sistem pencernaan. (1) Identitas, generasi
digital membuat akun di media sosial untuk membuktikan keberadaan diri mereka. (2) Privasi,
generasi digital cenderung lebih terbuka, blak-blakan dan berfikir lebih efektif. (3) Kebebasan
Berekspresi, generasi ini cenderung ingin memperoleh kebebasan dalam segala halselalu ingin
memegang kendali dan susah untuk di atur hidupnya. (4) Proses Belajar, dalam proses pembelajaran,
generasi digital ini selalu mengakses dengan Google, Yahoo atau menggunakan mesin pencari
lainnya. kemampuan belajar generasi digital lebih cepat karena segala informasi mudah diakses.
Manfaat teknologi digital dan dampak positif dari teknologi digital tidak dapat diragukan. Hidup
menjadi serba mudah, serba cepat dan serba praktis. 7) Perkembangan sosial. Anak akan tumbuh
menjadi pribadi yang lebih mementingkan diri sendiri sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain.
Serta memiliki kesulitan mengenal berbagai nuansa perasaan. 8) Perkembangan otak dan
hubungannya dengan penggunaan media digital. Penting bagi anak untuk menyeimbangkan bermain
dengan perangkat digital dunia nyata. 9) Menunda perkembangan bahasa anak. Berdasarkan hasil
penelitian menunjukan bahwa penggunaan media digital dapat menunda perkembangan bahasa anak
terutama anak-anak usia 2 tahun dan dibawahnya.

2.4 Tahap Perkembangan Moral

14
Teori perkembangan moral yang ditawarkan oleh Lawrance Kohlberg merupakan pengembangan dari
pendahulunya yakni Jean Piaget. Kohlberg mengatakan bahwa perkembangan moral merupakan
proses penalaran moral manusia dimana semakin matang usia seseorang maka semakin tinggi
penalaran moralnya. Berdasarkan penelitian yang ia lakukan dengan mengadakan tes terhadap
respondennya, Kohlberg mempercayai bahwa terdapat tiga tingkatan perkembangan moral yang pada
masing-masing tingkatan memiliki dua tahapan. Konsep perkembangan moral yang dipahami oleh
Kohlberg ialah internalisasi yakni perubahan perkembangan dari tingkah laku yang dikuasai oleh
pihak luar diri seseorang menjadi tingkah laku yang dikuasai oleh diri sendiri yang berasal dari
perimbangan suara hati. Tiga tingkatan internalisasi dari teori perkembangan moral yang ditawarkan
oleh Lawrance Kohlberg adalah sebagai berikut ini Tingkatan 1. Prakonvensional (4-10 tahun) Tahap
1. Orientasi kepatuhan dan hukuman (0-6 tahun) Perbuatan anak mengenai baik dan buruk yang
ditentukan oleh kekuasaan orang disekitarnya. Kepatuhan pada aturan merupakan hal dalam menjauhi
hukuman dari kekuasaan. Tahap 2. Orientasi hedonistik-instumental (6-9 tahun) Perbuatan dinilai baik
jika memiliki fungsi sebagai indikator dalam memenuhi kebutuhan dirinya. 2. Konvensional (10 – 13
tahun) Tahap 3. Orientasi anak yang baik (9-12 tahun) Tindakan yang dilakukan berdasarkan pada
orang lain. Tindakan yang dianggap baik ketika bisa membuat senang orang lain. Tahap 4. Orientasi
keteraturan dan otoritas (12-22 tahun) Perbuatan baik merupakan melaksanakan kewajiban,
menghargai kekuasaan, dan menjaga peraturan sosial. 3. Pascakonvensional (13 tahun ke atas) Tahap
5. Otoritas kontrol sosial-legalistik (22–35 tahun) Perjanjian anatara dirinya dan lingkungan
sekitarnya. Perbuatan baik ketika sesuai dengan undang-undang yang sedang dijalankan. Tahap 6.
Orientasi kata hati (36 tahun-lanjut usia) Kebenaran ditentukan dari suara nurani yang tepat dengan
asas-asas etika umum bersifat tidak terlihat dan menjunjung tinggi kedudukan manusia. Pada tingkat
prakonvensional tahap 1 anak menentukan kebaikan dan keburukan perilakunya berdasarkan pada
tingkat imbalan atau hukuman akibat dari perbuatan yang dilakukannya, perilaku baik yang
ditunjukkan sebagai bentuk menghindari dari hukuman yang berlaku. Selanjutnya pada tahap II, anak
berperilaku baik karena ada keinginan untuk pemuasan dari kebutuhannya tanpa mempertimbangkan
kebutuhan-kebutuhan orang lain atau dengan kata lain sikap egosentris masih ditonjolkan sehingga
pada tahap ini kebanyakan anak melakukan perbuatan semaunya sendiri. Dalam tingkat konvensional
tahap III anak-anak berperilaku menyesuaikan dengan aturan-aturan moral agar mereka memperoleh
pengakuan dari orang yang lebih dewasa bahwa mereka merupakan anak baik. Kemudian pada tahap
IV anak sudah mulai memahami aturan –aturan yang sedang dijalankan sehingga mereka

2.4.1 Perbedaan Perkembangan Moral Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan

Dalam artikel Siti Rohmah Nurhayati dengan judul “Telaah Kritis Teori Perkembangan Moral
Lawrence Kohlberg” menyebutkan salah satu kelemahan teori perkembangan moral Lawrence

15
Kohlberg ialah tahap penalaran moral Kohlberg tidak dapat diterapkan secara seimbang pada laki-laki
dan perempuan sehingga penulis mencoba melakukan tindaklanjut dengan melakukan literature
review terhadap artikel-artikel sebelumnya yang membahas teori perkembangan moral Lawrence
Kohlberg Berdasarkan literatur review yang penulis lakukan terhadap penelitianpenelitian sebelumnya
mendapatkan hasil sebagai berikut ini: Pertama, artikel yang ditulis oleh Pratiwi Wahyu Widiarti
dengan judul “Orientasi Moral Keadilan dan Orientasi Moral Kepedulian: Suatu kecenderungan
Perbedaan Antara penalaran Moral Laki-Laki dan Perempuan Berbeda”. Hasil dari artikel tersebut
ialah menyebutkan bahwa terdapat perbedaan pendapat antara teori perkembangan Kohlberg yang
menyatakan bahwa penalaran moral laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan penalaran moral
perempuan. Namun pendapat tersebut dibantah oleh Gilligan dengan alasan bahwa saat Kohlberg
melakukan penelitian, ia melakukan penelitian dengan responden berjenis kelamin lakilaki lebih
banyak ketimbang perempuan dan menurut Gilligan penalaran moral anak laki-laki lebih menekankan
pada hak-hak keadilan atas pengakuan dirinya, berbeda dengan penalaran moral anak perempuan yang
menekankan pada relasi (hubungan), tanggung jawab, dan kepedulian terhadap orang lain. Kedua,
artikel yang ditulis oleh Emma Yuniarrahmah dan Dwi Nur Rachmah dengan judul “Pola Asuh dan
Penalaran Moral Pada Remaja Yang Sekolah di Madrasah dan Sekolah Umum di Banjarmasin”
dengan hasil penelitiannya ialah 1) adanya perbedaan penalaran moral remaja yang sekolah di
madrasah lebih tinggi daripada penalaran moral remaja yang bersekolah di sekolah umum dengan
prosentase 41,30 < 39,90, 2) pola asuh orang tua tidak memiliki pengaruh terhadap penalaran moral
remaja, 3) tidak terdapat perbedaan penalaran moral remaja lakilaki dengan penalaran moral remaja
perempuan karena disebabkan beberapa hal seperti berkembangnya kesadaran dari pihak orang tua
dan lingkungan bahwa anak harus berkembang secara optimal sehingga anak memiliki kesempatan
yang sama dalam segala aspek, begitu juga di lingkungan sekolah guru memperlakukan sama antara
peserta didik laki-laki dengan perempuan. Ketiga, artikel yang ditulis oleh Runi Hartianti dan
Fatmariza dengan judul “Analisis Gender Terhadap Pertimbangan Moral tentang Nilai-Nilai
Kemanusiaan (Strategi Pengembangan Pembelajaran Moral Yang Berspektif Gender)” dengan hasil
penelitiannya ialah tidak ditemukan perbedaan yang tajam perkembangan moral laki-laki dengan
perkembangan moral perempuan dikarenakan dari responden laki-laki dalam penelitian tersebut
memiliki latar belakang tempat tinggal yang mana di lingkungan keluarganya terjadi proses sosialisasi
sensitif dengan nilai-nilai bersifat gender sehingga tidak memiliki perbedaan tajam dengan moral
perempuan. Selian itu juga, menurutnya jenis kelamin tidak terlalu menentukan perbedaan
perkembangan moral karena yang mempengaruhi pertimbangan moral laki-laki dan perempuan adalah
sosial relatifnya. Keempat, artikel yang ditulis oleh Fatmariza dengan judul “Gender dan
Pertimbangan Moral (Strategi pengembangan Pembelajaran PPKn Yang Bernilai)” dengan hasil
penelitiannya ialah pertimbangan moral perempuan cenderung lebih peduli terhadap orang lain
dibandingkan dengan pertimbangan moral laki-laki. Hal itu sebagai akibat adanya sosialisasi gender
yang bias di lingkungan keluarga, sekolah, maupaun masyarakat. Kelima, artikel yang ditulis oleh

16
Dupri dan Bambang Abduljabar dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran dan Gender terhadap
Kepedulian Sosial Siswa Pada pembelajaran Pendidikan Jasmani” dengan hasil penelitiannya adalah
tingkat kepedulian sosial anak perempuan lebih baik daripada tingkat kepedulian anak laki-laki.
Keenam, artikel yang ditulis oleh Aloysius Hardoko dengan judul “Pengaruh Penggunaan Model
Pendidikan Moral Yang Berbeda dan Perbedaan Jenis Kelamin terhadap Kematangan Moral Siswa
Dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Kota Malang” dengan hasil penelitiannya ialah
terdapat perbedaan kematangan moral dan kepedulian sosial yang lebih tinggi pada siswa perempuan
daripada kematangan moral dan kepedulian sosail siswa laki-laki. Ketujuh, artikel yang ditulis oleh
Nurhayani yang berjudul “Korelasi Antara Gaya Pengasuhan Dengan Keputusan Moral Anak
Berdasarkan Jenis Kelamin” dengan hasil penelitiannya ialah terdapat perbedaan penalaran moral
anak laki-laki dan anak perempuan ditinjau dari cara pengasuhan orang tua baik cara pengasuhan
otoriter, otoritatif, dan permisif yang mana penalaran moral anak laki-laki lebih tinggi daripada
penalaran moral anak perempuan. dari hasil penelitian diatas ialah adanya perbedaan moral lakilaki
dengan moral perempuan, dimana anak perempuan lebih memperhatikan kepedulian terhadap orang
lain sedangkan anak laki-laki lebih menekankan kepada keadilan. Jadi terdapat perbedaan pandangan
anak laki-laki dengan anak perempuan, anak laki-laki menggunakan akal pikir untuk melakukan suatu
tindakan, sedangkan anak perempuan mengedepankan perasaan iba atau peduli terhadap yang lain.
Dari hasil literature review tersebut maka dapat kita pahami bahwa terdapat perbedaan perkembangan
moral anak laki-laki dengan perkembangan moral anak perempuan. Perkembangan moral anak
perempuan lebih tinggi pada tingkat kepedulian terhadap orang lain daripada anak laki-laki. Oleh
karena itu, dari hasil literature review menyatakan tidak sependapat dengan teori perkembangan moral
Lawrance Kohlberg yang menyatakan penalaran moral anak laki-laki lebih tinggi daripada anak
perempuan. Selanjutnya diperkuat dengan hasil wawancara yang dilaksanakan oleh penulis pada
senin, 25 November 2019 terhadap beberapa guru di tingkat sekolah dasar menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan perkembangan moral anak laki-laki dengan anak perempuan adalah sebagai
berikut: 1) Dalam bertindak Dalam hal bertindak anak perempuan lebih memiliki sopan santun yang
tinggi daripada anak laki-laki. Hal itu dikarenakan anak perempuan lebih patuh pada aturan yang
berlaku, di sisi lain anak laki-laki memang sudah menjadi nalurinya memiliki banyak tingkah dan
agresif sehingga tingkat sopan santunnya lebih rendah. 2) Tingkat kedisiplinan Dalam hal kedisiplinan
dan kerapian anak perempuan lebih tinggi tingkatannya daripada anak laki-laki, hal itu karena sifat
anak laki-laki lebih cenderung masa bodo. Sedangkan anak perempuan lebih memiliki sikap tanggung
jawab yang bagus sehingga dapat memprioritaskan kedisiplinan dan kerapian serta kerajian. 3)
Pertimbangan suara hati/nurani Dalam menggunakan suara hati/nurani anak perempuan lebih tinggi
daripada anak laki-laki. karena sikap peduli sosial terhadap orang lain yang dimiliki anak perempuan
lebih besar jadi ia menggunakan suara hati/nuraninya dalam melakukan suatu Tindakan 4)
Perlanggaran peraturan Dalam melakukan pelanggaran peraturan yang berlaku anak laki-laki lebih
tinggi daripada anak perempuan. Hal itu dikarenakan anak laki-laki lebih menyukai kebebasan dan

17
melakukan semaunya sendiri tanpa memperhatikan lingkungan sekitarnya. 5) Tingkat kejujuran Pada
tingkat kejujuran anak perempuan lebih tinggi daripada anak lakilaki. karena anak perempuan lebih
takut ketika ia melanggar peraturan dan hukuman, berbeda dengan anak laki-laki yang suka
melanggar peraturan dan tidak takut dengan hukuman atau resiko yang ditanggungnya. 6) Suka
berulah dan terlibat masalah. Anak laki-laki lebih tinggi atau lebih suka membuat masalah
dibandingkan dengan anak perempuan. Sebagai contoh, anak laki-laki suka mengejek anak
perempuan atau temannya sendiri. Hal itu dikarenakan anak laki-laki makhluk yang aktif dan agresif
sehingga ia akan bangga jika bisa membuat kegaduhan dan memiliki rasa percaya diri tinggi ketika
berhasil. Berbeda dengan anak perempuan yang lebih suka mengajak temannya untuk bermain
bersama bukan untuk dikelahi atau bahkan melakukan ulah yang membuat gaduh. 7) Membantu
pekerjaan orang lain Anak perempuan lebih suka membantu pekerjaan orang lain daripada anak laki-
laki. hal itu dikarenakan sikap kepedulian anak perempuan yang tinggi serta hati nurani yang tergerak
sehingga anak perempuan akan melakukan tindakan atau membantu pekerjaan orang lain.

18
BAB 3

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Perkembangan peserta didik adalah proses evolusi fisik, emosional, kognitif, dan sosial yang dialami
oleh individu selama masa pendidikan. Hal ini memengaruhi cara peserta didik belajar, berinteraksi,
dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Beberapa poin penting dalam perkembangan peserta
didik meliputi:

1. Aspek Fisik: Peserta didik mengalami pertumbuhan fisik yang signifikan selama masa
pendidikan. Hal ini mencakup pertumbuhan tinggi badan, perkembangan otot, dan perubahan
pada sistem organ tubuh.

2. Aspek Kognitif: Peserta didik mengalami perkembangan kemampuan berpikir, memecahkan


masalah, dan mengolah informasi. Mereka mampu memahami konsep-konsep yang lebih
kompleks dan mengembangkan keterampilan analitis.

3. Aspek Emosional: Proses perkembangan emosional meliputi pengenalan dan pengelolaan


emosi. Peserta didik belajar mengenali dan mengungkapkan perasaan mereka dengan cara
yang sehat.

4. Aspek Sosial: Peserta didik mengalami perkembangan dalam hubungan sosial, termasuk
kemampuan berinteraksi dengan teman sebaya, berkomunikasi, dan berkolaborasi dalam
kelompok.

5. Kemandirian: Peserta didik belajar menjadi mandiri dalam mengambil keputusan, mengelola
waktu, dan memecahkan masalah. Mereka juga mengembangkan rasa tanggung jawab
terhadap tugas dan kewajiban mereka.

6. Kematangan Moral: Peserta didik membangun pemahaman tentang nilai-nilai moral dan
etika, serta mengembangkan kemampuan untuk membedakan antara benar dan salah.

Perkembangan peserta didik bersifat unik dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penting bagi pendidik
dan orang tua untuk memahami fase perkembangan ini agar dapat memberikan dukungan yang sesuai
dan memaksimalkan potensi peserta didik.

19
DAFTAR PUSTAKA

Puspita, D., Calista, W., & Suyadi, S. (2018). Perkembangan Fisik-Motorik Siswa Usia Dasar:
Masalah Dan Perkembangannya. JIP (Jurnal Ilmiah PGMI), 4(2), 170-182.

Istiqomah, H., & Suyadi, S. (2019). Perkembangan Fisik Motorik Anak Usia Sekolah Dasar Dalam
Proses Pembelajaran (Studi Kasus Di Sd Muhammadiyah Karangbendo Yogyakarta). El Midad, 11(2),
155-168.

Nainggolan, A. M., & Daeli, A. (2021). Analisis Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget dan
Implikasinya bagi Pembelajaran. Journal of Psychology Humanlight, 2(1), 31-47.

Shunhaji, A., & Fadiyah, N. (2020). Efektivitas alat peraga edukatif (APE) balok dalam
mengembangkan kognitif anak usia dini. Alim, 2(1), 1-30.

Nahriyah, S. A. (2017). Tumbuh kembang anak di era digital. Risalah, 4(1), 65-74.

Winantika, E. Y., Febriyanto, B., & Utari, S. N. (2022). Peran Media Sosial Dalam Pembentukan
Karakter Siswa Di Era Digital. Jurnal Lensa Pendas, 7(1), 1-14.

Hasanah, A. (2020). Perbedaan perkembangan moral anak laki-laki dan anak perempuan pada usia
Sekolah Dasar. Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender Dan Anak, 15(1), 41-58.

Cholilah, M., Tatuwo, A. G. P., Rosdiana, S. P., & Fatirul, A. N. (2023). Pengembangan Kurikulum
Merdeka Dalam Satuan Pendidikan Serta Implementasi Kurikulum Merdeka Pada Pembelajaran
Abad 21. Sanskara Pendidikan dan Pengajaran, 1(02), 56-67.

Syaidah, U., Suyadi, B., & Ani, H. M. (2018). Pengaruh kompetensi guru terhadap hasil belajar
ekonomi di SMA Negeri Rambipuji Tahun Ajaran 2017/2018. Jurnal Pendidikan Ekonomi: Jurnal
Ilmiah Ilmu Pendidikan, Ilmu Ekonomi dan Ilmu Sosial, 12(2), 185-191.

20

Anda mungkin juga menyukai