Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK SERTA


PENGARUHNYA DALAM PROSES BELAJAR
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Belajar
Dosen Pengampu : Ahmad Firdaus, M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 6 :


Ai Rohayati
Said Agil
Satriyo Aji
Syifa Nurul Ihsan

SEMESTER III
PENDIDKAN AGAMA ISLAM ( PAI ) 1
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ( STAI ) AL- MASTHURIYAH
SUKABUMI
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia Nya sehingga kami diberikan waktu dan kesempatan untuk
menyelesaikan Makalah Psikologi Belajar dengan judul “Pertumbuhan dan Perkembangan
Anak Serta Pengaruhnya Terhadap Proses Belajar”.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Belajar. Kami
menulis makalah ini untuk membantu mahasiswa supaya lebih memahami mata kuliah
Psikologi Belajar khususnya mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak serta
pengaruhnya dalam proses belajar.
Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak termasuk teman-teman yang telah
berpartisipasi dalam mencari bahan-bahan untuk menyusun tugas ini sehingga
memungkinkan terselesaikan makalah ini, meskipun banyak terdapat kekurangan.
Akhir kata, kami berharap mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan
sumbangan pikiran dan bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan
kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena itu dengan terbuka dan senang hati kami
menerima kritik dan saran dari semua pihak.

Sukabumi, 16 – Maret - 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................
1
C. Tujuan Masalah .................................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................
2
A. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak .............................................................
2
B. Hubungan Perkembangan dengan Belajar Anak .............................................. 2
C. Anak dan Kehidupan Sekolah ...........................................................................
4
D. Intelegensi dan Keberhasilan Anak di Sekolah .................................................
4
E. Anak Berbakat dan Intervensi Dini ...................................................................
6

BAB III PENUTUP ................................................................................................... 8

A. Kesimpulan ....................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................
9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam setiap tahap hidupnya, manusia pasti mengalami suatu keadaan dimana ia akan
terus berubah, yakni pertumbuhan dan perkembangan. Istilah perkembangan secara khusus
diartikan sebagai perubahan-perubahan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang
menyangkut aspek-aspek mental-psikologis manusia, seperti halnya perubahan-perubahan
yang berkaitan dengan aspek pengatahuan, kemampuan, sifat sosial, moral, keyakinan agama,
kecerdasan dan sebagainya, sehingga dangan perkembangan tersebut si anak akan semakin
bertambah banyak pengatahuan dan kemampuannya juga semakin baik sifat sosialnya, moral,
keyakinan agama dan sebagainya.
Pertumbuhan fisik yang terjadi pada diri si anak adalah menyangkut semua organ dan
struktur organnya, seperti : organ fisik dalam misalnya jantung, otak dan sebagainya,
semuanya mengalami perubahan-perubahan secara kuantitatif yaitu semakin besar, semakin
banyak, semakin lengkap strukturnya, sehingga si anak tinggi badannya dan pertumbuhannya
selesai apabila semua organ fisiknya mencapai kematangan, sehingga anak mencapai
kedewasaan fisik.
Pertumbuhan dan perkembangan tentu akan mempengaruhi individu tersebut dalam
belajar, mulai dari usia anak-anak dengan karakter khasnya, sampai masa remaja yang mulai
mencari jati dirinya. Setiap tahapan tersebut pasti akan mempengaruhi mereka dalam proses
belajarnya.
B. Rumusan Masalah

A. Bagaimana Pertumbuhan dan Perkembangan Anak ?


B. Bagaimana Hubungan Perkembangan dengan Belajar Anak ?
C. Bagaimana Anak dan Kehidupan Sekolah ?
D. Bagaimana Intelegensi dan Keberhasilan Anak di Sekolah ?
E. Bagaimana Anak Berbakat dan Intervensi Diri ?
C. Tujuan Masalah

1. Untuk Mengetahui Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


2. Untuk Mengetahui Hubungan Perkembangan dengan Belajar Anak
3. Untuk Mengetahui Anak dan Kehidupan Sekolah
4. Untuk Mengetahui Intelegensi dan Keberhasilan Anak di Sekolah
5. Untuk Mengetahui Anak Berbakat dan Intervensi Diri

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Menurut Sunarto (1999), dalam kehidupan anak ada dua proses yang beroperasi
secara kontinu, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Kedua proses ini berlangsung secara
interpendensi, artinya saling bergantung satu sama lain. Pertumbuhan berkaitan dengan
perubahan “kuantitatif” yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis.
Pertumbuhan tidak berproses secara bebas, tetapi dipengaruhi oleh aspek-aspek lain.
Pertumbuhan yang menyangkut perubahan sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek lain. Aspek-
aspek tersebut adalah sebagai berikut:
a. Anak Sebagai Keseluruhan
Anak sebagai keseluruhan tumbuh oleh kondisi dan interaksi dari setiap aspek yang ia
miliki. Intelek anak berkaitan dengan kesehatan jasmaninya. Kesehatan jasmani sangat
dipengaruhi oleh emosi-emosinya. Sedangkan emosi-emosinya dipengaruhi oleh keberhasilan
anak di sekolah, kesehatan jasmaninya, dan kapasitas mentalnya. Pertumbuhan anak, baik
fisik, intelektual, maupun sosial, sangat ditentukan oleh latar belakang keluarganya, latar
belakang pribadinya, dan aktifitas sehari-hari.
b. Umur Mental Anak Mempengaruhi Pertumbuhannya
Umur mental anak mempengaruhi kapasitas mentalnya. Kapasitas anak menentukan
prestasi belajarnya. Penelitian tentang hubungan antara prestasi belajar dengan pertumbuhan
anak pada umumnya telah dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang
erat antara prestasi belajar dan pertumbuhan atau tingkat kematangan anak.
c. Permasalahan Tingkah Laku Sering Berhubungan dengan Pola-Pola Pertumbuhan
Yang harus disadari adalah bahwa pertumbuhan sendiri menimbulkan situasi-situasi
tertentu yang menimbulkan problem-problem pengajaran. Anak-anak yang pertumbuhannya
cepat, lambat, atau tidak teratur sering menimbulkan problem-problem pengajaran.
d. Penyesuaian Pribadi dan Sosial Mencerminkan Dinamika Pertumbuhan
Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada anak akibat pertumbuhan dan setelah
dihadapkan dengan tantangan kultural masyarakat, terutama harapan-harapan orang tua,
guru-guru, dan teman-teman sebaya, tercermin di dalam penyesuaian sosialnya. Jika
pertumbuhan anak berjalan kurang normal, maka ada hal-hal lain yang mengganggunya.
Dalam hal ini beberapa kemungkinan yang menjadi faktor-faktor penyebabnya, yaitu faktor-
faktor yang terjadi sebelum anak dilahirkan, faktor yang dialami bayi sesudah lahir, dan
faktor psikologis.
B. Hubungan Perkembangan dengan Belajar Anak
Dalam belajar yang terlihat bukan hanya kegiatan fisik, tetapi diikuti oleh proses
mental. Kegiatan fisik mempunyai arti penting dalam kegiatan belajar. Keberhasilan anak
melewati fase pertumbuhan fisik membuat anak menjadi orang yang siap secara fisik. Proses
perkembangan fisik anak berlangsung kurang lebih selama dua dekade (dasawarsa) sejak ia
lahir. Lonjakan perkembangan terjadi pada masa anak menginjak usia remaja antara 12 atau
13 tahun hingga 21 atau 22 tahun. Pada saat perkembangan berlangsung, beberapa bagian
jasmani seperti kepala dan otak yang pada waktu dalam rahim berkembang tidak seimbang
(tidak secepat badan dan kaki), mulai menunjukkan perkembangan yang cukup berarti hingga
bagian-bagian lainnya menjadi matang.
Seiring dengan meningkatnya usia anak, gerakan anak pun semakin lincah. Anak
sudah mampu memanfaatkan anggota tubuhnya untuk mempelajari keterampilan-
keterampilan tertentu. Keterampilan indriawi-jasmani adalah satu keterampilan yang
memerlukan koordinasi dan organisasi psikofisik anak, misalnya keterampilan menggambar,
diterapkan agar anak tidak hanya menggambar saja tetapi juga menggambar apa yang ada
pada imajinasinya atau ide masing-masing.
Selain perkembangan fisik yang mempengaruhi belajar anak, yang tidak kalah penting
mempengaruhi belajar anak adalah perkembangan kognitif. Istilah kognitif berasal dari kata
cognition yang padanannya knowing berarti mengetahui, dalam arti luas kognitif adalah
perolehan, penataan dan penggunaan pengetahuan.
Sebagian besar psikolog, terutama psikolog kognitif berkeyakinan bahwa proses
perkembangan kognitif manusia mulai berlangsung sejak ia baru lahir. Bekal dan modal dasar
perkembangan manusia, yaitu kapasitas motor dan kapasitas sensori sampai batas tertentu
dipengaruhi oleh kognitif. Berdasarkan hasil-hasil riset kognitif disimpulkan bahwa semua
bayi sudah berkemampuan menyimpan informasi-informasi yang berasal dari penglihatan,
pendengaran dan informal-informal lain yang diserap melalui indra-indranya, asalkan
otaknya tidak cacat atau berkelainan otak.
Melalui pancaindera anak melakukan aktivitas kognitif untuk mendapatkan
pengalaman langsung dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sosialnya. Kesan dari
pengalaman langsung itu tidak akan hilang dari ingatan meski anak sudah meninggalkan
objek sebenarnya. Ini artinya anak dapat menyimpan objek yang telah hilang dan
menggantikannya dalam bentuk representasi mental. Inilah yang menurut Jean Piaget (18961-
980), seorang pakar terkemuka dalam disiplin psikologi kognitif dan psikolog anak yang
disebut object permanence (ketetapan benda), yaitu anggapan bahwa sebuah benda akan tetap
ada walaupun sudah ditinggalkan atau tidak dilihat lagi. Menurutnya keracuan skema tidak
dapat dihindari, efeknya justru menjadi penghalang dalam pembentukan struktur-struktur
mental berikutnya. Skema dari Piaget ini dapat disejajarkan dengan istilah “struktur kognitif”,
yaitu mengingat pengetahuan mengenai mata pelajaran yang cenderung diorganisasi atau
disusun secara berturut dan hierarki, apa yang telah diketahui anak dan sejauh mana anak
mengetahuinya jelas mempengaruhi kesiapan anak mempelajari hal-hal baru.
Dalam belajar, semakin baik struktur kognitif yang dilakukan oleh anak, maka
semakin mapanlah penguasaan anak atas bahan pelajaran yang telah dikuasai. Agar struktur
kognitif dapat dibentuk dengan baik di dalam memori, anak dapat menggunakan “jembatan
logika” dalam belajar. Kemampuan berpikir anak dipengaruhi kapasitas inteligensi sebagai
potensi yang bersifat bawaan. Kualitas inteligensi anak mempengaruhi kemampuan anak
untuk membentuk struktur kognitif.
C. Anak dan Kehidupan Sekolah
Anak akan mengenal sekolah sebagai tempat berkumpulnya anak-anak dari berbagai
latar belakang kehidupan. Anak yang sebelumnya belum saling mengenal, beberapa hari
kemudian akan saling mengenal satu sama lain, terutama anak-anak yang berada dalam satu
kelas. Rasa kesendirian mulai menjauhi anak dan berubah menjadi kehidupan sekolah yang
menyenangkan. Begitulah perubahan pergaulan anak di sekolah.
Pada permulaan sekolah lebih banyak menuntut anak untuk mengembangkan
kemampuan beradaptasi dengan lingkungan sekolah. Sistem sosial sekolah yang terbentuk
dan perangkat tata tertib dan peraturan sekolah adalah sistem nilai yang mengikat dan
mengendalikan perilaku anak, yang menuntut anak untuk tunduk dan mentaatinya. Hukuman
berupa sanksilah bagi anak yang melanggarnya. Tidak seperti di rumah dengan pendidikan
yang berjalan secara kodrati dan alamiah berdasarkan hubungan darah, di sekolah semua
kegiatan diatur dengan sebuah rencana yang sistematis dan terpadu. Anak tidak bisa
berperilaku sesuka hatinya dan melanggar peraturan yang ada.
Suatu hal yang penting dan harus dilakukan oleh guru sedini mungkin pada permulaan
anak sekolah adalah menanamkan dan menumbuhkan dasar pendidikan moral, sosial, susila,
etika dan agama dalam setiap pribadi anak. Semua ini sangant diperlukan dalam
pembentukan kepribadian anak dan sangat berguna bagi kehidupan anak di kemudian hari.
Budaya malu berbuat yang tidak baik harus ditanamkan dalam diri anak sejak permulaan
sekolah, karena dengan adanya rasa malu bagi anak ada filter di dalam dirinya untuk
menyeleksi mana perbuatan tercela dan mana perbuatan terpuji.
D. Intelegensi dan Keberhasilan Anak di Sekolah
1. Pengertian Inteligensi
a) Menurut Spearman & Wynn Jones, 1951
Dalam buku mereka yang berjudul Human Abiliy Spearman dan Wynn Jones
mengemukakan adanya suatu konsepsi lama mengenai suatu kekuatan atau power yang dapat
melengkapi akal fikiran manusia dengan gagasan abstrak yang universal, untuk dijadikan
sumber tunggal pengetahuan sejati. Kekuatan demikian dalam bahasa Yunani disebut nous,
sedangkan penggunaan kekuatan termaksud disebut noesis. Kemudian kedua istilah tersebut
dalam bahasa latin dikenal sebagai intelectus dan intelligentia. Pada gilirannya, dalam bahasa
inggris masing-masing diterjemahkan sebagai intellect dan intelligence. Ternyata, transisi
bahasa tersebut membawa pula perubahan makna. Intelligence, yang dalam bahasa Indonesia
kita sebutan inteligence, semula berarti penggunaan kekuatan intelektual secara nyata, akan
tetapi kemudian diartikan sebagai suatu kekuatan lain.
b) Andrew Crider
Andrew Crider mengatakan bahwa inteligensi itu bagaikan listrik, gampang diukur
tapi hampir mustahil untuk didefinisikan.
c) Galton
Menyatakan teori bahwa ada dua karakteristik yang hanya dimiliki oleh orang
berinteligensi tinggi dan membedakan mereka dari orang-orang bodoh, yaitu energi atau
kemampuan untuk bekerja, serta kepekaan terhadap stimulus fisik.
Mayarakat umum mengenal inteligensi sebagai istilah yang menggambarkan
kecerdasan, kepintaran, ataupun kemampuan untuk memecahkan problem yang dihadapi.
Gambaran tentang anak yang berinteligensi tinggi adalah gambaran mengenai siswa yang
pintar, siswa yang selalu naik baik atau siswa yang jempolan di kelasnya. Bahkan gambaran
ini meluas pada citra fisik, yaitu citra anak yang berinteligensi rendah membawa citra seorang
yang lamban berfikir, sulit mengerti, prestasi belajarnya rendah, dan mulut lebih banyak
menganga disertai tatapan mata bingung.
Diantara ciri-ciri perilaku yang secara tidak langsung telah disepakati sebagai tanda
telah dimilikinya inteligensi yang tinggi, dan imajinasi yang berkembang. Sebaliknya,
perilaku yang lamban, tidak cepat mengerti, kurang mampu menyelesaikan problem mental
yang sederhana, dan semacamnya, dianggap sebagai indikator tidak dimilikinya inteligensi
yang baik.
Inteligensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatu fiksi ilmiah
untuk mendeskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual.
Deskripsi perkembangan fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif dapat dikembangkan
berdasarkan hasil laporan berbagai studi pebgukuran dengan menggunakan tes inteligensi
sebagai alat ukurnya yang dilakukan secara longitudinal terhadap sekelompok subjek sampai
ke tingkat usia tertentu secara test-retest, yang alat ukurnya disusun secara skuensial
(Standfort Revision Benet Test).
Dengan menggunakan hasil pengukuran tes inteligensi yang mencakup general
(information and verbal analogies, jones and conrad), telah mengembangkan sebuah kurva
perkembangan inteligensi yang dapat ditafsirkan antara lain:
a. Laju perkembangan inteligensi pada masa anak-anak berlangsung secara pesat.
b. Terdapat variasi dalam saatnya dan laju kecepatan deklinasi menurut jenis-jenis kecakapan
khusus tertentu.
Bloom menjelaskan berdasarkan hasil studi longitudinal bahwa dengan berpatokan
kepada hasil IQ dari masa-masa sebelumnya yang ditempuh oleh subjek yang sama, kita akan
dapat melihat perkembangan persentase tarif kematangan dan kemampuannya sebagai
berikut:
a. Usia 1 tahun berkembang sampai sekitar 20% nya.
b. Usia 4 tahun sekitar 50% nya.
c. Usia 8 tahun sekitar 80% nya.
d. Usia 13 tahun sekitar 92% nya.
Hasil studi Bloom ini tampaknya juga menjelaskan bahwa laju perkembangan IQ itu
bersifat proporsional. Dalam dunia pendidikan dan pengajaran masalah inteligensi merupakan
salah satu masalah pokok. Peran inteligensi dalam proses pendidikan ada yang menganggap
demikian pentingnya, sehingga dipandang menentukan dalam hal berhasil dan tidaknya
seseorang dalam hal belajar, sedang pada sisi lain ada juga yng menganggap bahwa
inteligensi tidak lebih mempengaruhi soal tersebut. Tetapi umumnya orang berpendapat,
bahwa inteligensi merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan berhasil atau gagalnya
belajar seseorang, terlebih-lebih pada waktu anak masih sangat muda, inteligensi sangat besar
pengaruhnya.
Inteligensi anak merupakan potensi bawaan yang sering dikaitkan dengan berhasil
tidaknya anak belajar di Sekolah. Dengan kata lain, inteligensi dianggap sebagai faktor yang
menentukan berhasil tidaknya anak di Sekolah. Pernyataan ini seperti dikutip oleh Slameto,
sangat sejalan dengan pendapat Walter B. Kolonik yang mengatakan bahwa: In most cased
there is a fairly high corelation between one’s IQ, and his scholastis succcess. Usually, the
higher a person’s IQ, the higher the grades he receives.
Pernyataan di atas memng beralasan, karena pada kasus-kasus tertentu sering
ditemukan bahwa anak dengan inteligensi yang rendah, di bawah rata-rata normal, cenderung
mengalami kesukaran dalam belajar. Karena cara berfikirnya lambat, anakpun akan
mengalami kesukaran beradaptasi dengan teman-teman sekelasnya. Renahnya prestasi belajar
yang anak dapatkan tidak dapat dihindari. Oleh karena itulah, anak dengan inteligensi yang
rendah ditempatkan di kelas-kelas khusus dengan pelayanan yang khusus pula.
Sebaliknya pada kauistik lainnya ditemukan hasil penelitian bahwa anak dengan
inteligensiyang tinggi cenderung mengalami kesukaran beradaptasi dengan anak yang
inteligensinya normal. Hal ini disebabkan anak dengan inteligensi yang tinggi lebih cepat
menyerap, mengolah, dan menyimpan bahan pelajaran yang diberikan daripada anak dengan
inteligensi rata-rata normal.
Meski kapasitas inteligensi yang berada pada dua kutub yang ekstrem di atas diakui
hingga sekarang, namun berdsarkan hasil penelitian yang dilakukan, oleh Wellman (1945)
terhadap 50 kasus studi, seperti dikutip Sunarto, telah disimpulakn bahwa pengalaman
sekolah mempengaruhi perkembangan inteligensi. Menurut Wellman, anak yang mengalami
“prasekolah” sebelum sekolah dasar kemajuan yang lebih besar dalam rata-rata IQ mereka
daripada anak yang tidak pernah mengalami prasekolah. Semakin lama anak bersekolah di
prasekolah, misalnya sampai tiga tahun, maka inteligensi anak dapat berkembang kearah
yang lebh berkualitas. Ini berarti bahwa pengalaman yang diperoleh di sekolah
menyumbangkan secra positif terhadap peningkatan IQ anak.
Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan inteligensi cukup besar. Selain itu,
masalah ketakutan akan kegagalan juga menjadi penyebab kapasitas intelektualtidak
sepenuhnya dapat bekerja. Tetapi menurut hasil observasi Haditono bahwa masalah
underachiever di indonesia disebabkan oleh suatu kombinasi banyak faktor. Faktor yang
pertama adalah kurangnya fasilitas belajar dalam arti luas di sekolah-sekolah, terutama di
pelosok-pelosok, maupun du rumah. Faktor yang kedua adalah kurangnya stimulasi mental
oleh orang tua di rumah.
E.Anak Berbakat dan Intervensi Dini
Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan demikian, sebetulnya setiap
orang pasti memiliki bakat (aptitude) dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai
ke tingkat tertentu sesuaidengan kapasitas masing-masing. Jadi, secara global, itu mirip
dengan inteligensi. Itulah sebabbnya seorang yang berinteligensi sangat crdas atau cerdas luar
biasa (very superior) disebut juga sebagai talented child, yakni anak berbakat.
Dalam perkembangan pada upaya pendidikan dan latihan. Selanjutnya, naka diartikan
sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada
upaya pendidikan dan latihan. Seorang anak yang berbakat dalam bidang elektro, misalnya,
akan jauh lebih mudah menyerap informasi, pengetahuan, dan keterampilan yang
berhubungan dengan bidang tersebut dibanding anak lainnya. Inilah yang kemudian disebut
bakat khusus, yang konon tak data dipelajari, karena merupakan karunia yang dibawa sejak
lahir.
Tak dapat disangkal bahwa bakat dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi
belajar anak pada bidang-bidang studi tertentu. Oleh karena itu, tidak bijaksana jika orang tua
memaksakan kehendaknya untuk menyekolahkan anaknya pada jurusan keahlian tertentu
yang sebenarnya bukan bakatnya, (mungkin karena bujuk rayuan teman) akan berpengaruh
terhadap prestasi belajarnya.
Setiap guru yang profesional epantsanya menyadari ahwa keluarbiasaan inteligensi
anak, baik yan positif seperti (superior) maupun yang negatif seperti (borderline), lazimnya
menimbulkan kesulitan bagi anak yang bersangkutan. Gejala yang tampak adalah sukarnya
anak beradaptasi dengan lingkungan kelas.
Untuk menolong anak yang berbakat, sebaiknaya guru menaikkan kelasnya setingkat
lebih tinggi dari kelasnya sekarang. Kelak, apabila ternyata dikelas barunya itu dia masih
merasa terlalu mudah juga, anak tersebuat dapat dinaikkan setingkat lebih tinggi lagi. Bila car
tersebutat sult untuk di tempuh, alternatif lain dapat diambil, misalnya dengan cara
menyerahkan anak tersebut kelembaga pendidikan khusus untuk para anak berbakat.
Sebaliknya untuk menolong anak yang mempunyai kecerdasan di bwah normal, dapat
dibantu dengan cara menurunkan ke kelas yang lebih rendah. Konsekuensinya, dapat
menimbulkan masalah baru yang bersifat psikososial, yang tidak hanya mengganggu anak itu
sendiri, tetapi jg menggangu anak itu sendiri, tapi jg menggangu “adik-adik barunya”.
Tetapui yang terbaik dan tindakan yang dipandang lebih bijaksana adalah dengan cra
memindahkan anak penyandang inteligesi rendah tersebut ke lembaga pendidikan khusus
untuk anak-anak penyandang “kemalangan” IQ.

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Pertumbuhan tidak berproses secara bebas, namun dipengaruhi oleh beberapa aspek
yaitu: anak sebagai keseluruhan, umur mental anak mempengaruhi pertumbuhannya,
permasalahan tingkah laku sering berhubungan dengan pola-pola pertumbuhan, serta
penyesuaian pribadi dan sosial mencerminkan dinamika pertumbuhan.
Pertumbuhan dan perkembangan tentu akan mempengaruhi individu tersebut dalam
belajar mulai dari usia anak – anak dengan karakter khasnya, sampai masa remaja yang
mencari jati dirinya. Setiap tahapan tersebut pasti akan mempengaruhi mereka dalam proses
belajar nya.
Mayarakat umum telah mengenal inteligensi sebagai istilah yang menggambarkan
kecerdasan, kepintaran, ataupun kemampuan untuk memecahkan problem yang dihadapi.
Gambaran tentang anak yang berinteligensi tinggi adalah gambaran mengenai siswa yang
pintar, siswa yang selalu naik baik atau siswa yang jempolan di kelasnya.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifuddin. Pengantar Psikologi Intelegensi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.


Djamarah, Syaiful Bahri. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta, 1999.
Djiwandono, Sri Esti Wuryani. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo, 2002.
Nasution, Noehi. Materi Pokok Psikologi Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka Press,
1993.
Purwanto, Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990.
Sabri, M. Alisuf. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996.
Susanto, Ahmad. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana, 2011.
Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali, 1999.

Anda mungkin juga menyukai