Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

BELAJAR, FASE DAN PERKEMBANGAN

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK I
NAMA ANGGOTA : FATRICYA HANDAYANI (4221121036)
FERAWATI SIMANUNGKALIT (4222421007)
SENTIA SITUMORANG (4223121027)
SRI REZEKI LUMBANTORUAN (4223121079)
VINCEN ISION SINAGA (4222421011)
KELAS : PROGRAM STUDI DIK FISIKA C 22
MATA KULIAH : PSIKOLOGI PENDIDIKAN

DOSEN PENGAMPU : YENNI MRITO,M.Pd.,M.Psi.

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa (TYME) atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai selesai.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi terutama kepada Dosen Pengampu yang telah membimbing
kami sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini demi memenuhi tugas tugas mata kuliah Psikologi
Pendidikan. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca.
Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-
hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, Februari 2023

Penulis

Kelompok I

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 2

A. Fase Perkembangan Belajar ............................................................................................... 2


B. Perkembangan Fisik dalam Belajar .................................................................................... 2
C. Perkembangan Otak dalam Belajar .................................................................................... 2
D. Perkembangan Kognitif dalam Belajar ............................................................................... 3
E. Perkembangan Sosial-emosional dalam Belajar ................................................................. 4
F. Perkembangan Moral dalam Belajar .................................................................................. 4

BAB III PENUTUP ....................................................................................................................... 5

A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 5
B. Saran ................................................................................................................................. 5
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................... 6

iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Usia tertentu setiap individu akan lebih cepat dan mudah memperoleh kecekatan dalam menguasai
ketrampilan-ketrampilan tertentu, Di samping itu juga mempelajari pola tingkah laku tertentu sesuai dengan
fase perkembangan yang dilewatinya. Untuk mencapai fase tertentu tersebut, pertumbuhan biologis
merupakan dasar utama dalam pembentukan fase perkembangan seorang individu. Tingkat kematangan fisik
dan mental pada setiap individu terjadi pada waktu dan tempo yang berbeda-beda. Ada yang cepat dan ada
yang lambat. Setiap individu akan mengalami fase-fase perkembangan dalam hidupnya, yaitu: bayi, kanak-
kanak, anak, remaja, dewasa, dan masa tua. Dari penjelasan yang telah dijabarkan, dapat ditarik kesimpulan
bahwa fase perkembangan diartikan sebagai tahapan atau pembentukan tentang kehidupan individu yang di
memiliki ciri khusus atau pola tingkah laku tertentu. Kekuatan biologis individu dan kekuatan psikologis
serta sosiologis menggiring individu menuju tugas perkembangan yang harus dikerjakannya dalam upaya
usaha menuju individu yang berhasil. Dalam menjalani hidupnya, individu akan berusaha untuk melakukan
tugas perkembangan yang sesuai dengan fase perkembangannya agar mereka mendapatkan kebahagiaan bagi
kehidupan bermasyarakatnya. Setiap tahap atau fase pertumbuhan dan perkembangan memiliki tugas
perkembangannya sendiri. Tugas ini akan tampak pada suatu masa tertentu dalam kehidupan individu.
Keberhasilan dalam mencapai tugas tersebut akan membawa suatu rasa kebahagiaan dan keberhasilam dalam
melakukan tugas pada fase berikutnya, sedangkan bila gagal dalam mencapai tugas itu akan membawa rasa
kecewa dan ketidak bahagiaan dalam kehidupan bermasyarakat serta akan menemui kesulitan dalam tugas
berikutnya. Tugas-tugas pertumbuhan dan perkembangan akan muncul sesuai dengan fase perkembangan
setiap indivu. Tugas ini merupakan kewajiban yang harus dilalui oleh setiap individu. Perkembangan yang
muncul pada setiap waktu tertentu merupakan keharusan yang akan berlaku secara otomatis seperti kegiatan
belajar keterampilan dalam menjalankan tugas-tugas perkembangannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagaiberikut.
1. Bagaimana Fase Perkembangan Belajar?
2. Bagaimana Perkembangan Fisik dalam Belajar?
3. Bagaimana Perkembangan Otak dalam Belajar?
4. Bagaimana Perkembangan Kognitif dalam Belajar?
5. Bagaimana Perkembangan Sosial-Emosional dalam Belajar?
6. Bagaimana Perkembangan Moral dalam Belajar?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui Fase Perkembangan Belajar.
2. Mengetahui Perkembangan Fisik dalam Belajar
3. Mengetahui Perkembangan Otak dalam Belajar
4. Mengetahui Perkembangan Kognitif dalam Belajar
5. Mengetahui Perkembangan Sosial-Emosional dalam Belajar
6. Mengetahui Perkembangan Moral dalam Belajar

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Fase Perkembangan Belajar
Fase perkembangan anak akan sesuai dengan tugas perkembangan anak. Oleh karena itu, guru
sebagai salah satu penggerak pendidikan harus bida menjadi fasilitator agar tugas perkembangan anak
SD ini bisa sepenuhnya terpenuhi selain itu, guru harus mengadakan inovasi dalam pembelajaran agar
tidak tertinggal dengan perkembangan anak SD. Fase perkembangan belajar adalah serangkaian
tahapan yang dialami oleh seorang individu dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Setiap
tahap memiliki karakteristik unik yang mempengaruhi cara individu belajar dan memahami dunia di
sekitarnya. Beberapa teori yang menggambarkan fase perkembangan belajar antara lain:
Teori Kognitif Jean Piaget
Teori kognitif Jean Piaget menggambarkan empat tahap perkembangan kognitif manusia, yaitu tahap
sensorimotor (0-2 tahun), tahap praoperasional (2-7 tahun), tahap konkret operasional (7-11 tahun), dan
tahap operasional formal (11 tahun ke atas).
Teori Perkembangan Sosial Erik Erikson
Teori perkembangan sosial Erik Erikson menggambarkan delapan tahap perkembangan psikososial
manusia, yaitu tahap harapan vs. ketidakpercayaan (0-1 tahun), tahap otonomi vs. keraguan (1-3 tahun),
tahap inisiatif vs. rasa bersalah (3-6 tahun), tahap industri vs. inferioritas (6-12 tahun), tahap identitas vs.
kebingungan peran (12-18 tahun), tahap intimasi vs. isolasi (18-40 tahun), tahap generativitas vs.
stagnasi (40-65 tahun), dan tahap integritas vs. putus asa (65 tahun ke atas).
Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow
Teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow menggambarkan lima tahap kebutuhan manusia, yaitu
kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan
kebutuhan aktualisasi diri.
Teori Pembelajaran Kognitif Lawrence Kohlberg
Teori pembelajaran kognitif Lawrence Kohlberg menggambarkan tiga tahap perkembangan moral, yaitu
tahap orientasi prekonvensional, tahap orientasi konvensional, dan tahap orientasi postkonvensional.
B. Perkembangan Fisik dalam Belajar
Perkembangan fisik merupakan suatu perubahan yang terjadi pada fisik manusia, pada anak usia
dasar meliputi pertumbuhan tinggi dan berat badan, perubahan proporsi atau perbandingan antar bagian
tubuh yang membentuk postur tubuh, pertumbuhan tulang, gigi, otot, dan lemak. Perkembangan fisik ini
mencakup aspek-aspek sebagai berikut :
a. Perkembangan anatomis.
Perkembangan anatomis ditunjukkan dengan adanya perubahan kuantitatif pada struktur tulang belulang,
indeks tinggi dan berat badan, proporsi tinggi kepala dengan tinggi garis keajekan badan secara
keseluruhan.
b. Perkembangan fisiologis.
Perkembangan fisiologis ditandai dengan adanya perubahan-perubahan secara kuantitatif, kualitatif, dan
fungsional dari sistem-sistem kerja hayati seperti kontraksi otot, peredaran darah dan pernafasan,
persyarafan, sekresi kelenjar dan pencernaan.11 Perkembangan fisik berkaitan erat dengan
perkembangan motorik.12 Sedangkan perkembangan motorik merupakan perkembangan dari unsur
kematangan dan pengendalian gerakan tubuh yang erat kaitannya dengan perkembangan pusat motorik
di otak. Perkembangan motorik adalah perkembangan gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf,
urat syaraf, dan otot yang terkoordinasi. Perkembangan motorik adalah proses yang sejalan dengan
bertambahnya usia secara bertahap dan berkesinambungan, di mana gerakan individu meningkat dari
keadaan tidak terorganisir menjadi penguasaan keterampilan yang kompleks dan terorganisir dengan
baik.13 Selaras dengan hal tersebut perkembangan fisik merupakan pertumbuhan yang terjadi pada diri
seorang anak yang melibatkan perkembangan otak, sistem syaraf, atau dengan kata lain bisa disebut
dengan perkembangan secara fisiologis. Anak dengan umur yang sama tidak berarti mempunyai
pertumbuhan dan perkembangan fisik atau biologis yang sama, pun anak perempuan dan laki-laki juga
tidak berarti mempunyai pertumbuhan dan perkembangan fisik yang sama
C. Perkembangan Otak dalam Belajar
Pertumbuhan otak sangat penting bagi perkembangan fisik, kognitif, dan emosio‐ nal pada
individu (Papalia, Old, & Feldman, 2008; Mutiah, 2010). Tidak diragukan lagi bahwa otak merupakan
pusat kecerdasan. Otak berfungsi untuk berpikir, mengontrol emosi, dan mengkoordinasikan aktivitas
tubuh (Suyanto, 2005). Otak pada individu mulai berkembang secara gradual pada usia sekitar 2 minggu
setelah pembuahan, berkembang dari tabung panjang menjadi sekelompok sel berbentuk bulat
(Santrock, 2002; Papalia, Old, & Feldman, 2008). Sembilan bulan kemudian, bayi lahir dengan otak
dan sistem syaraf yang berisi hampir 100 milyar sel syaraf (Santrock, 2002; Papalia, Old, & Feldman,
2008; Kledon, 2006; Mutiah, 2010). Otak bayi itu sudah berisi hampir semua sel syaraf (neurons) yang
2
akan dimiliki sepanjang kehidupannya. Namun, pola penyambungan antara sel‐sel itu masih harus
dimantapkan karena pada saat lahir dan pada masa awal bayi keterkaitan sel‐sel syaraf ini masih lemah
(Santrock, 2002; Kledon, 2006). Kledon (2006) pun memaparkan, bahwa sebelum lahir, kegiatan
neuronlah yang berperan memperhalus jaringan. Tetapi setelah lahir, kegiatan neuron itu tidak spontan
lagi, dan tugas memperhalus jaringan itu digerakkan oleh banjir pengalaman indera. Mengingat apa yang
dikemukakan oleh Santrock (2002) bahwa ketika bayi bertumbuh dari usia saat lahir hingga 2 tahun,
saling keterkaitan sel‐ sel syaraf meningkat secara dramatis seiring dengan perkembangan bagian‐bagian
sel syaraf penerima (dendrites). Pada saat lahir, berat otak individu hanya sekitar 25% dari berat otak
dewa‐ sanya, dan pada tahun kedua, otak bayi yang baru lahir sekitar 75% berat otak dewasanya Pada
usia enam tahun, ukuran otak hampir sebesar otak orang dewasa, tapi pertumbuhan dan perkembangan
fungsi bagian spesifik dari otak terus berlanjut hingga dewasa (Papalia, Old, & Feldman,
2008). Suyanto (2005), Mutiah (2010), dan Kledon (2006) menjelaskan, bahwa berbeda dengan
pertumbuhan fisik, sel syaraf otak tidak bertambah lagi jumlahnya setelah lahir. Setelah lahir, jumlah sel
syaraf tidak bertambah lagi karena sel syaraf itu tidak dapat membelah diri lagi. Tetapi jumlah hubungan
antar sel syaraf otak dan proses mielinasi akan terus berlangsung. Satu sel syaraf otak dapat
berhubungan dengan 5, 10, 100, atau bahkan 20.000 sel syaraf otak lainnya. Senada dengan yang
dipaparkan oleh Kledon (2006) bahwa selama tahun‐ tahun pertama kehidupan,otak manusia mengalami
rangkaian perubahan yang luar biasa. Tidak lama sesudah lahir, otak bayi menghasilkan bertriliun‐triliun
sambungan antar neuron. Semakin banyak jumlah hubungan antar sel syaraf tersebut, sema‐ kin cerdas
otaknya dan anak semakin berbakat (Suyanto, 2005; Mutiah, 2010). Sebagaimana yang disampaikan
oleh Kledon (2006), bahwa banyaknya jumlah sambungan tersebut mempengaruhi kuali‐ tas
kemampuan orak sepanjang hidupnya, di mana kualitas kemampuan otak dalam menyerap dan
mengolah informasi tergan‐ tung dari banyaknya neuron yang mem‐ bentuk unit‐unit pada jaringan
syaraf di otak. Jumlah hubungan antar sel syaraf otak tersebut sangat ditentukan oleh rangsangan dan
makanan. Memberikan rangsangan pada anak sesuai dengan fungsi inderanya sangat penting untuk
pertumbuhan hu‐ bungan antar sel syaraf otak (Suyanto, 2005). Kledon (2006) pun menjelaskan bahwa
bila tidak mendapat lingkungan yang dapat merangsangnya, otak anak akan menderita, mengingat
terdapat hasil penelitian yang memaparkan bahwa anak‐ anak yang jarang diajak bermain atau jarang
disentuh, perkembangan otaknya 20 atau 30 persen lebih kecil daripada ukuran normalnya pada usia
tersebut. Masih menurut Kledon (2006), keajaiban otak adalah bahwa bila disentuh melalui rangsangan
seperti belajar atau bermain, cabang‐cabang dan ranting‐ranting juluran sel syaraf tum‐ buh berkembang
menjalin hubungan‐ hubungan yang semakin rimbun. Sebaliknya, bila tidak digunakan, maka cabang‐
cabang ini akan mati dan hubungan antar sel menjadi kurang rimbun. Berdasarkan penjelasan yang
sudah dipaparkan di atas, maka dapat dipahami bahwa pendekatan perkembangan otak menjadi
perhatian penting dalam penga‐ suhan dan pengembangan anak usia dini karena seperti yang sudah
diketahui sebe‐ lumnya bahwa otak memegang kendali dalam kehidupan seorang manusia. Mela‐ lui
otak, seseorang mengenali dunianya, menyerap semua informasi dan penga‐ laman‐pengalaman, baik
yang sifatnya menyenangkan maupun menyakitkan. Kledon (2006) menjelaskan bahwa saat paling
menentukan bagi perkembangan otak itu terjadi pada usia 0‐3 tahun. Sebagaimana yang dijelaskan pula
oleh Papalia, Old, & Feldman (2008) bahwa pertumbuh‐ an pesat otak yang dimulai sekitar trimes‐ ter
ketiga dalam kehamilan dan terus berlanjut hingga paling tidak usia 4 tahun merupakan hal yang penting
bagi perkem‐ bangan fungsi syaraf. Dari semua itu, pengalaman di usia dini berkontribusi besar terhadap
struktur dan kapasitas otak individu.
D. Perkembangan Kognitif dalam Belajar
Aspek perkembangan kognisi merupakan perkembangan yang berhubungan dengan kemampuan
kognitif yang dimiliki oleh anak, yakni kemampuan untuk berpikir dan memecahkan masalah. Anak usia
sekolah dasar memiliki karakteristik berpikir yang khas. Cara berpikir mereka berbeda dengan anak pra
sekolah dan orang dewasa. Cara mengamati lingkungan sekitar dan mengorganisasi dunia pengetahuan
yang mereka dapatpun berbeda dengan anak prasekolah dan orang dewasa. Teori perkembangan Piaget
merupakan salah satu teori perkembangan kognitif yang terkenal. Dalam teorinya, Piaget menjelaskan
anak usia SD yang pada umumnya berusia 7 sampai 11 tahun, berada pada tahap ketiga dalam tahapan
perkembangan kognitif yang dicetuskannya yaitu tahap operasional konkret. Pada tahap ini, anak dinilai
telah mampu melakukan penalaran logis terhadap segala sesuatu yang bersifat konkret, tetapi anak
belum mampu melakukan penalaran untuk hal-hal yang bersifat abstrak (Trianingsih, 2016).Anak usia
SD akan mengalami perkembangan kognitif yang pesat. Anak akan mulai belajar membentuk sebuah
konsep, melihat hubungan, dan memecahkan masalah terhadap situasi yang bersifat konkret. (Slavin,
2011). Untuk itu, Guru hendaknya dapat membangun suasana belajar yang konkret bagi anak sebagai
3
guna memudahkan anak dalam berpikir logis serta dapat memecahkan masalah. (Trianingsih, 2016).

E. Perkembangan Sosial-emosional dalam Belajar


Ciri khas dari fase ini ialah meningkatnya intensitas hubungan anak dengan teman-teman
sebayanya serta ketergantungan anak terhadap keluarga menjadi berkurang. Pada fase ini hubungan atau
kontak sosial lebih baik dari sebelumnya sehingga anak lebih senang bermain dan berbicara dalam
lingkungan sosialnya. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa teman sebaya memiliki peranan
yang penting dalam perkembangan sosial anak, karena melalui teman sebaya anak bisa belajar dan
mendapat informasi mengenai dunia anak di luar keluarga (Murni, 2017). Hal lainnya yang tampak pada
fase ini ialah anak sudah mulai membentuk konsep diri sebagai anggota kelompok sosial di luar keluarga.
Hubungan sosial anak dengan orang dewasa di luar keluarga memberikan pengaruh penting dalam
pengembangan kepercayaan diri anak. Ketidakpercayaan diri pada anak akan timbul jika anak tidak
mampu mengerjakan tugas seperti temannya. Dalam kegiatan pembelajaran peran guru sangat penting
dalam menumbuhkan kepercayaan diri anak serta semangat berkarya sesuai dengan kemampuan masing-
masing anak.
F. Perkembangan Moral dalam Belajar
Lingkungan keluarga dan lingkungan sosial yang lebih luas di luar keluarga menjadi pusat dari
pelajaran perkembangan moral bagi anak. Konsep perkembangan moral menjelaskan bahwa norma dan
nilai yang ada dilingkungan sosial siswa akan mempengaruhi diri siswa untuk memiliki moral yang baik
atau buruk (Trianingsih , 2016).
Pada masa perkembangan kanak-kanak awal, moral anak belum berkembang pesat karena
disebabkan oleh perkembangan kognitif anak yang belum mencapai pemahaman menganai prinsip benar
salah menganai suatu hal, pada masa ini anak belum mampu membedakan hal-hal yang benar untuk
dilakukan dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan. (Murni, 2017).
Berdasarkan periodesasi perkembangan Piaget, anak sekolah dasar kelas I, II, III, dan IV berada dalam
periode transisi, yaitu meninggalkan periode moral realisme memasauki periode moral otonom. Akibat
periode transisi itu tingkah laku moral anak kadang-kadang seperti tingkah laku moral anak periode
heterenom dan kadangkadang seperti tingkah laku anak yang otonom. Bagi anak kelas II, III, dan IV yang
masih berada dalam perkembangan moral heterenom, yaitu anak mulai melihat tingkah laku baik atau
buruk yang dipanang dari akibat yang ditimbulkan oleh tingkah laku itu, dan bukan dari niat atau maksud
si pelaku. Misalnya, ketika 12 buah gelas secara tidak sengaja dipecahkan oleh anak, hal ini akan
dipandang anak sebagai tingkah laku yang lebih buruk dibandingkan dengan memecahkan sebuah gelas
yang maksudnya untuk mencuri kue. Bagi anak yang dalam periode perkembangan moral otonom justru
berpandang sebaliknya, bahwa memecahkan 12 buah gelas secara tidak sengaja lebih baik daripada
memecahkan sebuah gelas karena ingin mencuri kue. Bagi anak itu kesalahan tingkah laku dilihat dari
maksud orang bertingkah laku, bukan dari akibat yang ditimbulkan dari oleh tingkah laku itu. Sehubungan
dengan aspek perkembangan moral anak, guru hendaknya dapat menanamankan moral pada anak yang
dilakukan. tanpa disadari anak sehingga mendorong kesadaran dalam diri anak untuk berbuat sesuai
dengan moral yang baik. (Trianingsih , 2016). Pemahaman tentang peserta didik meliputi pemahaman
tentang psikologi perkembangan anak, sedangkan pembelajaran yang mendidik meliputi kemampuan
merancang pembelajaran, mengimplementasikan pembelajaran, menilai proses dan hasil pembelajaran, dan
melakukan perbaikan secara berkelanjutan.

4
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fase perkembangan belajar adalah serangkaian tahapan yang dialami oleh seorang individu dalam
memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Setiap tahap memiliki karakteristik unik yang mempengaruhi
cara individu belajar dan memahami dunia di sekitarnya. Perkembangan fisik merupakan suatu perubahan
yang terjadi pada fisik manusia, pada anak usia dasar meliputi pertumbuhan tinggi dan berat badan,
perubahan proporsi atau perbandingan antar bagian tubuh yang membentuk postur tubuh, pertumbuhan
tulang, gigi, otot, dan lemak. Pertumbuhan otak sangat penting bagi perkembangan fisik, kognitif, dan
emosio‐ nal pada individu Tidak diragukan lagi bahwa otak merupakan pusat kecerdasan. Otak berfungsi
untuk berpikir, mengontrol emosi, dan mengkoordinasikan aktivitas tubuh. Aspek perkembangan kognisi
merupakan perkembangan yang berhubungan dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh anak, yakni
kemampuan untuk berpikir dan memecahkan masalah. Anak usia sekolah dasar memiliki karakteristik
berpikir yang khas. Cara berpikir mereka berbeda dengan anak pra sekolah dan orang dewasa. Ciri khas
dari fase perkembangan sosial-emosional ialah meningkatnya intensitas hubungan anak dengan teman-
teman sebayanya serta ketergantungan anak terhadap keluarga menjadi berkurang. Pada fase ini hubungan
atau kontak sosial lebih baik dari sebelumnya sehingga anak lebih senang bermain dan berbicara dalam
lingkungan sosialnya. Pemahaman tentang peserta didik meliputi pemahaman tentang psikologi
perkembangan anak, sedangkan pembelajaran yang mendidik meliputi kemampuan merancang
pembelajaran, mengimplementasikan pembelajaran, menilai proses dan hasil pembelajaran, dan melakukan
perbaikan secara berkelanjutan.

B. Saran
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

5
DAFTAR PUSTAKA

Abduh, M. (2017). Perkembangan Nilai, Moral dan Sikap Remaja. Jurnal At-Tarbiyah STAI
Alghazali Bone, 6(1), 74-100.
Erikson, E. H. (1968). Identity: Youth and crisis. W. W. Norton & Company.
Kesuma, U. &. (2019). Perkembangan Fisik dan Karakteristiknya Serta Perkembangan Otak
Anak Usia Pendidikan Dasar. Madaniyah, 9(2), 217-236.
Kohlberg, L. (1984). The psychology of moral development: The nature and validity of moral
stages. Harper & Row.
Lubis, M. Y. (2019). Mengembangkan Sosial Emosional Anak Usia Dini Melalui Bermain.
Generasi Emas: Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini, 2(1), 47-58.
Maslow, A. H. (1943). A theory of human motivation. Psychological Review, 50(4), 370-396.
Piaget, J. (1952). The origins of intelligence in children. International Universities Press.
Qudsyi, H. (2010). Optimalisasi Pendidikan Anak Usia Dini Melalui Pembelajaran yang
Berbasis Perkembangan Otak. Buletin Psikologi, 18(2), 91-111.

Anda mungkin juga menyukai