Anda di halaman 1dari 35

SUMATERA UTARA PADA MASA

JEPANG DAN REVOLUSI

MATA KULIAH : SEJARAH SUMATERA UTARA

DOSEN PENAGAMPU : LISTER EVA SIMANGUNSONG, M.A

DISUSUN OLEH KELOMPOK 9

NAMA ANGGOTA KELOMPOK :

1. AGGY ADINDA GINTING (3223121005)

2. NITA PARDEDE (3223121040)

KELAS REGULER B

PENDIDIKAN SEJARAH 2022

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-NYA serta kesehatan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
kami. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah yaitu “Sejarah Sumatera
Utara”. Terimakasih kami ucapkan kepada dosen pengampu Lister Eva Simangunsong, M.A
yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada kami selama proses pembelajaran sejarah
sumatera utara.

Tugas makalah ini disusun dengan harapan agar dapat menambah pengetahuan dan
wawasan kita semua khususnya tentang sejarah sumatera utara. Kami menyadari bahwa
penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Apabila di dalam penulisan masih banyak
kekurangan dan kesalahan kami mohon maaf, karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca yang sifatnya membangun guna menyempurnakan makalah ini. Kami berharap
semoga tugas makalah ini bermanfaat bagi para pembaca dan bagi kami khususnya, atas
perhatiannya kami ucapkan terimakasih.

Medan, 17 November 2022

Kelompok 9

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................................2

Daftar Isi........................................................................................................3

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .........................................................................................

B. Rumusan Masalah.....................................................................................

C. Tujuan Penulisan.......................................................................................

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Awal Mula Kedatangan Bangsa Jepang ke Indonesia Khususnya ke

Wilayah Sumatera Utara................................................................................

2.2 Sistem pendudukan Jepang di Sumatera Utara........................................

2.3 Perlawanan Masyarakat Sumatera Utara terhadap Tentara Jepang.........

2.4 Kemunduran Jepang (Faktor Internal dan Eksternal)..............................

2.5 Jejak dan Warisan Peninggalan Jepang di Sumatera Utara.....................

2.6 Pengertian Revolusi Sosial......................................................................

2.7 Proses / Berlangsungnya Revolusi Sosial di wilayah Sumatera Utara ...

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan...............................................................................................

B. Saran..........................................................................................................

Daftar Pustaka................................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendudukan Jepang di Indonesia merupakan salah satu masa terpendek sekaligus tergelap
dalam sejarah bangsa Indonesia. Jepang berhasil menduduki kota-kota strategis di kepulauan
Indonesia dan memaksa penjajah Belanda menyerahkan tanah jajahannya kepada Jepang setelah
satu setengah abad berkuasa. Walaupun Belanda berusaha mencegah infiltrasi tentara Jepang,
perbandingan yang tidak seimbang antara kedua kekuatan militer tersebut berakhir di meja
Perjanjian Kalijati. Letnan Jenderal H. Ter Poorten dari Belanda setuju untuk menyerahkan
Hindia Belanda kepada Letnan Jenderal Jepang Hitoshi Imamura pada tanggal 9 Maret 1942.
Sejak perjanjian tersebut, Jepang mulai menguasai kepulauan Indonesia dan sangat berambisi
menghapus keunggulan dan pengaruh bangsa Barat (Beasley, 2003; Benda, 1980; Yasmis,
2007). Jepang secara teratur menghilangkan budaya barat dari Indonesia. Jepang menerima
masyarakat adat, sehingga mereka ingin membantu mereka menerapkan kebijakan ekspansionis
(Padiatra, 2020). Namun, Jepang berhasil memanfaatkan suasana anti-Belanda untuk merebut
hati para pemuda dan pengusaha saat itu. Jepang menggunakan penduduk asli sebagai
perwujudan dari gagasan “Asia to Asia” yang tersebar sebelumnya (Beasley, 2003; Fadli &
Kumalasari, 2019; Nagazumi, 1980; Ricklefs, 1998). Jadi, pada akhirnya Jepang berhasil
merebut bangsa Indonesia dari jajahan Belanda untuk dijajah kembali oleh Jepang, dengan
memanfaatkan keadaan antara masyarakat Indonesia dengan Belanda pada saat itu, Jepang
mengklaim bahwa mereka adalah saudara tua dari Negara Indonesia dan akan membantu
Indonesia untuk mengusir bangsa Belanda (Rekayasa Ide).

Pada tahun 1942 tentara Dai Nippon (JEPANG) menduduki seluruh wilayah Indonesia.
Tentara Jepang yang mendarat di Sumatera berpangkalan di Shonanto (sekarang Singapura) pada
tanggal 12 Maret 1942. Pasukan ini terdiri dari Divisi Garda Kemaharajaan ke-2 ditambah
dengan Divisi ke-18 dipimpin langsung oleh Letnan Jenderal Nishimura. Ada empat tempat
pendaratan mereka, yaitu di Sabang, Ulee Lheue, Kuala Bugak (dekat Peureulak, Aceh Timur
sekarang) dan Tanjung Tiram (kawasan Batubara sekarang). Kedatangan Jepang ke Sumatera

4
mempunyai arti penting bagi mereka. Tujuan Jepang menginvasi dan menduduki Sumatera
adalah untuk menguasai sumber daya alam terutama minyak untuk mendukung potensi militer
Jepang dimana Sumatera digunakan sebagai sumber utama minyak, kedatangan tentara Jepang
yang mengusir imperialis Belanda bertujuan bukan untuk membebaskan rakyat Indonesia, tetapi
ada maksud tertentu (Rekayasa Ide).

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang kami ajukan dalam makalah ini, di antaranya sebagai
berikut:

1. Bagaimana awal mula kedatangan bangsa Jepang ke Indonesia khususnya ke wilayah


Sumatera Utara?

2. Bagaimana sistem kependudukan Jepang selama menjajah di wilayah Sumatera Utara?

3. Bagaimana bentuk perlawanan (pemberontakan) masyarakat Sumatera Utara terhadap tentara


Jepang?

4. Faktor apa saja yang menyebabkan Jepang mundur dari wilayah jajahan yakni wilayah
Sumatera Utara?

5. Apa saja jejak dan warisan peninggalan Jepang di Sumatera Utara?

6. Bagaimanakah defenisi revolusi sosial?

7. Bagaimana proses / berlangsungnya revolusi sosial di wilayah Sumatera Utara?

C. TUJUAN PENULISAN

Dari rumusan masalah di atas, dapat kami sampaikan beberapa tujuan dari penulisan
makalah,adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui bagaimana awal mula kedatangan bangsa Jepang ke Indonesia khususnya
ke wilayah Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui bagaimana sistem kependudukan Jepang selama menjajah di wilayah


Sumatera Utara.

5
3. Untuk mengetahui bagaimana bentuk perlawanan (pemberontakan) masyarakat Sumatera
Utara terhadap tentara Jepang.

4. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan Jepang mundur dari wilayah jajahan
yaitu wilayah Sumatera Utara.

5. Untuk mengetahui apa saja jejak dan warisan peninggalan Jepang di Sumatera Utara

6. Untuk mengetahui apakah yang dimaksud (defenisi) dari revolusi sosial.

7. Untuk mengetahui bagaimana proses / berlangsungnya revolusi sosial di wilayah Sumatera


Utara.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 AWAL MULA KEDATANGAN BANGSA JEPANG KE INDONESIA KHUSUSNYA


KE WILAYAH SUMATERA UTARA

Alasan Jepang untuk menguasai Indonesia adalah karena masalah ekonomi. Kemajuan
Industri di Jepang memaksanya untuk bisa menguasai sumbersumber alam yang berada di
Indonesia terutama minyak tanah, timah, karet, dan lain-lain. Sebagai awal dari propaganda
politik Jepang menahlukan Indonesia. Jepang menempatkan distributor-distributornya atau agen-
agennya ke dalam pasar daerah yang akan diduduki, politik ini sangat tepat sekali. Banyak
pertokoan yang dibangun di Indonesia oleh pihak Jepang.

Cara lain untuk menarik simpati masyarakat Indonesia adalah melalui pendidikan. Pelajar-
pelajar Indonesia diberi beasiswa untuk belajar di Jepang. Dengan syarat berjanji akan setia
kepada rencana ATR.46 Jepang juga menarik simpati dari kalangan Islam Indonesia. Banyak
orang-orang Islam Jepang diberangkatkan ke Timur Tengah untuk menunaikan tugas haji dan
mencari pengaruh orang Islam di Timur Tengah. Sehingga orang-orang Indonesia percaya bahwa
Jepang merupakan Negara yang peduli dengan Islam. Bahkan sampai mendirikan masjid di Kobe
pada tahun 1935 dan mengadakan konferensi Islam di Tokyo pada tahun 1938 (Diakses dari:
digilib.uinsby).

Jepang secara resmi mengusai Indonesia, yakni tepat tanggal 8 Maret 1942 saat
penandatangananan piagam penyerahan dari Belanda ke Jepang di sekitar daerah Kalijati.
Peristiwa ini menandakan akhir dari perjalan panjang Belanda menjajah Indonesia. Yang mana
Jalur masuknya Jepang ke Indonesia menggunakan metode perlayaran yang di lakukan jepang
yaitu Jepang ke Manchuria ke Korea ke Indo China ke Thailand ke Burma ke Filipina ke
Malaysia ke Brunei Darussalam dan akhirnya mengahiri ekspedi ny di Tarakan-Kalimantan
(Indonesia). Pada tanggal 1 Maret 1942, sebelum matahari terbit, Jepang mulai mendarat di tiga
tempat di Pulau Jawa, yaitu di Banten, Indramayu, dan Rembang, masing-masing dengan

7
kekuatan lebih kurang satudivisi. Pada awalnya, misi utama pendaratan Jepang adalah mencari
bahan-bahan keperluan perang. Pendaratan ini nyatanya disambut dengan antusias oleh rakyat
Indonesia. Kedatangan Jepang memberi harapan baru bagi rakyat Indonesia yang saat itu telah
menaruh kebencian terhadap pihak Belanda. Tidak adanya dukungan terhadap perang gerilya
yang dilakukan oleh Belanda dalam mempertahankan Pulau Jawa ikut memudahkan pendaratan
tentara Jepang. Melalui Indramayu, dengan cepat Jepang berhasil merebut pangkalan udara
Kalijati untuk dipersiapkan sebagai pangkalan pesawat. Hingga akhirnya tanggal 9 Maret tahun
Showa 17, upacara serah terimakekuasaan dilakukan antara tentara Jepang dan Belanda di
Kalijati. Jadi, Jepang memasuki dan merebut wilayah Indonesia sangatlah mudah dengan
menggunakan trik-trik, selain itu massyarakat Indonesia yang pada saat itu juga sangat antusias
dan senang atas kedatangan Jepang ke Wilayah Indonesia berharap Jepang akan membebaskan
bangsa Indonesia dari jajahan Belanda (Rekayasa Ide).

Jepang untuk mengusai Indonesia melakukan gerakan militer dengan menyerang dan
menguasai terlebih dahulu daerah-daerah yang dianggap strategis dalaam bidang ekonomi,
seperti Kalimantan dan kemudian daerah yang anggap strategis dalam bidang pertahanan
keamanan, seperti sulawesi, kemudian selanjutnya menguasai Jawa yang dianggap sangat
strategi secara politik. Dan dengan berhasil menduduki pulau jawa pertanda bahwa secara
keseluruhan wilayah Indonesia sudah dikuasai oleh tentara Jepang dan akhirnya Jenderal Teer
Porten Panglima angkatan perang Belanda di Indonesia menandatangani peernyaan menyerahnya
Belanda Secara resmi kepada Jepang tanggal 9 Maret 1942 di Kalijati.

Dalam catatan sejarah tentara Jepang yang mendarat di Sumatera berpangkalan di


Shonanto (sekarang Singapura) pada tanggal 12 Maret 1942. Dalam catatan sejarah, Jepang
pertama kali mendarat di sebuah muara jauh dari pantai Labuhan Ruku pada tanggal 12 Maret
1942. Pendaratan yang mereka lakukan tidak sesuai dengan perkiraan sebab pantai tersebut
berlumpur. Kemudian, pada gelombang kedua Jepang mendarat di pelabuhan Tanjung Tiram,
Batu Bara. Pasukan Jepang kemudian mendatangi desa terdekat yakni, Desa Parupuk.
Masyarakat yang melihat kedatangan Jepang menyambut dengan senang hati dan berharap agar
daerah mereka terbebas dari jajahan Belanda. Dengan mobil dan sepeda yang mereka bawa serta
kendaraan yang dipinjamkan masyarakat pasukan Jepang menuju ke beberapa kota besar di
Sumatera Utara (Jufrida, 2018b). Tentara Jepang sebagian pasukan ke-25 yang berinduk di

8
Malaya mendarat di Bogak, Tanjung Tiram dan kemudian bergerak ke Kota Medan,
Pematangsiantar terus menguasai wilayah Sumatera Utara. Sebelum masuk ke Sumatera Utara,
Jepang terlebih dahulu mendapat bantuan dari kelompok kaum pergerakan yang bergabung
dalam Fujiwara Kikan. Kelompok ini merupakan suatu kelompok yang mengharapkan
kedatangan Jepang untuk membantu bangsa Indonesia dan memerdekakan mereka. Jadi, adapun
factor lain yang mempermudah Jepang memasuki Indonesia khususnya wilayah Sumatera yaitu
masyarakat yang menanti dan mengharapkan kedatangan Jepang dengan menggantung harapan
bantuan dari Jepang agar bebas dari jajahan (Rekayasa Ide).

Pada awal masa pendudukan Jepang di Sumatera Utara dengan membagi pengawasan
militer di darat dan laut. Mereka memprioritaskan kekuatan militer dengan cara melibatkan
masyarakat setempat dalam membantu menghadang pasukan sekutu. Untuk memusatkan
kekuatan rakyat di darat, Jepang membentuk Badan Oentoek Membantoe Pertahan Asia
(BOMPA) yang dipimpin Mr. Muhd. Yusuf yang kemudian dipegang Abdul Xarim M.S. Di
bidang semi militer, Jepang membentuk Tonari Gumi yang berisikan masyarakat dan dipimpin
kepala desa untuk menjadi pengawal dan penjaga desa. Untuk kaum wanita dibentuk organisasi
Fujinkai yang dikepalai istri kepala desa untuk membantu pertolongan pertama dan dapur umum.
Tidak hanya itu, Jepang juga membentuk organisasi semi militer lainnya yang bernama Taman
Latihan Pemuda Tani (Talapeta). Organisasi ini berisikan pemuda tani yang dilatih secara militer
dengan tujuan untuk membantu Jepang di kemiliteran. Di daerah pantai dan lautan, pasukan
Jepang membentuk barisan pengawasan yang disebut dengan Keijo Jikedan. Pasukan ini
berpatroli dengan menggunakan perahu-perahu kayu sekitar perairan Sumatera Timur (Jufrida,
2018b).

Di Sumatera Utara, orang-orang Batak Karo bersama pemimpin Gerindo yang beraliran
nasionalis membantu pihak Jepang dengan harapan tersingkirnya kaum bangsawan dukungan
Belanda dari kekuasaan mereka. Mereka mulai mendiami tanah yang mereka nyatakan sebagai
milik mereka sendiri dan menyerang lawan-lawan mereka. Di pihak Jepang, mereka harus
menghadapi peperangan dan prioritas mereka tidak mencakup menghadapi revolusi di wilayah-
wilayah yang mereka taklukkan. Mereka tidak punya pilihan lain, kecuali menyandarkan diri
pada orang-orang setempat yang berpengalaman (Ricklefs, 2008).

9
Pada tanggal 13 Maret 1942 tentara Jepang memasuki Medan Mereka kemudian
menduduki Mesjid Raya untuk dijadikan benteng. Dalam waktu singkat pasukan Jepang dapat
menduduki kota-kota penting di Sumatera. Raja-raja di Sumatera Utara kemudian diperintahkan
untuk membantu pelaksanaan berbagai kebijakan pemerintahan Jepang Jepang memerintah di
Sumatera Utara secara sewenang-wenang dan menyengsarakan rakyat. Di antara kebijakan yang
menyengsarakan rakyat adalah romusha, romusha bertujuan memobilisasi seluruh rakyat untuk
membantu Jepang dalam pembangunan pertahanan di kawasan Asia Tenggara titik Banyak di
antara para Romusha ini dikirim ke luar negeri seperti birna Thailand dan tempat lain untuk
dipekerjakan secara paksa dan tidak manusiawi (Anthony Reid, 2012: 149). Penguasaan Jepang
semakin merajalela di Kota Medan mereka membuat masyarakat semakin papa, karena dengan
kondisi demikianlah menurut mereka semakin mudah menguasai seluruh Nusantara, semboyan
saudara Tua hanyalah semboyan saja Disebelah Timur Kota Medan (Rekayasa Ide).

2.2 SISTEM PENDUDUKAN JEPANG DI SUMATERA UTARA

Masa pemerintahan Jepang selama tiga setengah tahun ini merupakan masa pemerintahan
yang singkat jika dibanding dengan pemerintahan sebelumnya (Belanda). Artinya rakyat
Indonesia dulu mempunyai harapan besar terhadap pemerintahan Jepang untuk menentukan
perjuangan bangsa Indonesia, sebab rakyat Indonesia telah lama menginginkan kemerdekaan,
sehingga simpati kepada Jepang disambut dengan baik atas kedatangannya (Notosusanto,1979 :
41). Namun setelah kedatangan Jepang ke Wilayah Indonesia menjadi kebencian masyarakat
Indonesia, karena yang diharapkan justru malah sebaliknya Jepang bahkan lebih sadis dan brutal
dalam menjajah bangsa Indonesia (Rekayasa Ide).

Pergerakan pasukan Jepang dalam menguasai pulau Sumatera berlangsung dengan cepat.
Setelah mengusai, kemudian mereka membagi Sumatera dan pasukan yang memerintah, sebagai
berikut:

1. Bala Tentara ke-25: Markas besar di Bukittinggi, meliputi wilayah Riau.

2. Divisi ke-2 (Kono, kemudian digantikan oleh Jenderal Mutu Akira) dari “Imperial Guards”:
markas besar di Medan, meliputi wilayah Sumatera Timur dan Aceh.

3. Brigade ke-25: markas besar di Sibolga, meliputi wilayah Tapanuli.

10
4. Brigade ke-26: markas di Lahat, meliputi wilayah Jambi, Palembang, Bengkulu, Bangka
Belitung, dan Lampung.

5. Divisi ke-4 (Yodo): markas besar di Padang, meliputi wilayah Sumatera Barat.

6. Divisi ke-9 Udara: markas besar di Palembang, meliputi wilayah Palembang dan tambang
minyak Pkl. Brandan.

Pada awal masa pendudukan Jepang di Sumatera Timur membagi pengawasan militer di
darat dan laut. Mereka memprioritaskan kekuatan militer dengan cara melibatkan masyarakat
setempat dalam membantu menghadang pasukan sekutu. Untuk memusatkan kekuatan rakyat di
darat, Jepang membentuk Badan Oentoek Membantoe Pertahan Asia (BOMPA) yang dipimpin
Mr. Muhd. Yusuf yang kemudian dipegang Abdul Xarim M.S. Di bidang semi militer, Jepang
membentuk Tonari Gumi yang berisikan masyarakat dan dipimpin kepala desa untuk menjadi
pengawal dan penjaga desa. Untuk kaum wanita dibentuk organisasi Fujinkai yang dikepalai istri
kepala desa untuk membantu pertolongan pertama dan dapur umum. Tidak hanya itu, Jepang
juga membentuk organisasi semi militer lainnya yang bernama Taman Latihan Pemuda Tani
(Talapeta). Organisasi ini berisikan pemuda tani yang dilatih secara militer dengan tujuan untuk
membantu Jepang di kemiliteran. Di daerah pantai dan lautan, pasukan Jepang membentuk
barisan pengawasan yang disebut dengan Keijo Jikedan. Pasukan 24 ini berpatroli dengan
menggunakan perahu-perahu kayu sekitar perairan Sumatera Timur (Jufrida, 2018b).

Untuk memuluskan rencana Jepang, membentuk sebuah organisasi propaganda, yakni


Sumatera Hokokai (Kebaktian Rakyat Sumatera). Tujuan organisasi ini adalah agar rakyat
membaktikan diri kepada pihak Jepang, anggota dari organisasi ini berisikan kaum intelek
sebagai alat pendukung barisan yang telah di bentuk yaitu Heiho (Tjandrasasmita, 2009). Barisan
Heiho melakukan pengamanan terhadap ladang minyak di Pangkalan Brandan dan mengawal
tawanan Belanda di Pulo Brayan. Untuk mendukung tugas tersebut Jepang, membuka pelatihan
untuk menjadi tamtama yang berpusat di Tapanuli dan Sibolga. Pembentukan organisasi pada
masa pendudukan Jepang dimaksudkan sebagai persiapan untuk memperkuat pasukan dalam
menghadapi serangan dari sekutu (Jufrida, 2018a).

Pada masa Jepang, pembangunan sarana dan prasarana dilakukan untuk memperkuat
kemiliteran serta memudahkan pergerakan pasukan ke berbagai tempat. Sarana yang dibangun

11
antara lain pangkalan, udara, dok kapal, bangunan pertahanan, jalan, jembatan dan lain-lain.
Untuk pembuatan bangunan tersebut pasukan Jepang mengerahkan masyarakat setempat untuk
bekerja. Masyarakat setempat dipaksa bekerja siang-malam tanpa henti. Kemudian setelah
menyelesaikan satu bangunan para pekerja disuruh berjalan menuju ke pantai dengan alasan
untuk menikmati suasana laut, bersantai sambil mencari ikan, namun kemudian mereka ditembak
hingga mati. Demikian yang terjadi pada para pekerja dalam setiap pembuatan sarana dan
prasarana tersebut (Fadli & Kumalasari, 2019).

Di bidang kebudayaan, Jepang membuka Departemen Kebudayaan (Bunka Ka) untuk


menyebarluaskan kebudayaannya. Di sekolah diajarkan baris-berbaris, perang dengan senapan
kayu, menyanyi, belajar bahasa serta tulisan Jepang, mencukur rambut dan taiso (senam) pagi,
dan seikere (membungkuk) kearah matahari terbit (Tenno Keika). Dibentuk juga Departemen
propaganda (Senden Ka) yang dipimpin oleh Hirosawa dan Hirato. Film-film barat dilarang
ditayangkan, kemudian berkembanglah sandiwara, musik dan tari-tarian rakyat. Orang-orang
Cina dikumpulkan ke dalam organisasi Wang Ching Wei dan orang-orang India dengan
organisasi Azad Hind dari Chandra Bose yang pro dengan Jepang. Kantor berita yang ada pada
masa Jepang hanya DOMEI dan satu surat kabar Kita Sumatora Shimbun yang dipimpin oleh
Adi Negoro. Dikalangan islam dibentuk pula organisasi HAMKA “Persatuan Oelama Soematera
Timoer”. Kerajaan-kerajaan Melayu membentuk “Persatuan Oelama Keradjaan- Keradjaan
Soematera Timoer” yang dipimpin oleh Tengku Jafizham dari Serdang (Sinar, 1991).

Perubahan bidang perekonomian semakin memprihatinkan, masa pendudukan Jepang


sektor perkebunan kurang mendapat perhatian. Hal ini karena Jepang hanya fokus pada
kebutuhan logistik perang, sehingga banyak kebun-kebun yang tidak terkelola dengan baik.
Bahkan, banyak lahan-lahan perkebunan yang diberikan kepada para pekerja dan penduduk
untuk penanaman pangan guna kebutuhan logistik perang. Hal ini menyebabkan kerusakan pada
sistem rotasi lahan dan kerusakan tanah yang sebelumnya telah terawat dengan baik.

Perkebunan di Sumatera Timur yang paling berdampak pada masa Jepang adalah
perkebunan Tembakau Deli. Tidak hanya lahan yang mengalami pengurangan, jumlah produksi
dapat dikatakan berada pada titik terendahnya. Pemerintah Jepang hanya memberikan wewenang
pada perkebunan Deli Tua untuk menanam Tembakau Deli pada lahan kira-kira 100 ha. Produksi
pada 1943 berjumlah 40.000 bal, tahun berikutnya mengalami penurunan yang sangat drastis

12
hingga kira-kira 1.000 bal. Bahkan pada 1945 hingga 1946 tidak ada hasil dari produksi
Tembakau Deli yang ditanam di perkebunan (Sumarno, 2016).

Di bidang kebudayaan, Jepang membuka Departemen Kebudayaan (Bunka Ka) untuk


menyebarluaskan kebudayaannya. Di sekolah diajarkan baris-berbaris, perang dengan senapan
kayu, menyanyi, belajar bahasa serta tulisan Jepang, mencukur rambut dan taiso (senam) pagi,
dan seikere (membungkuk) kearah matahari terbit (Tenno Keika). Dibentuk juga Departemen
propaganda (Senden Ka) yang dipimpin oleh Hirosawa dan Hirato. Film-film barat dilarang
ditayangkan, kemudian berkembanglah sandiwara, musik dan tari-tarian rakyat. Orang-orang
Cina dikumpulkan ke dalam organisasi Wang Ching Wei dan orang-orang India dengan
organisasi Azad Hind dari Chandra Bose yang pro dengan Jepang. Kantor berita yang ada pada
masa Jepang hanya DOMEI dan satu surat kabar Kita Sumatora Shimbun yang dipimpin oleh
Adi Negoro. Dikalangan islam dibentuk pula organisasi HAMKA “Persatuan Oelama Soematera
Timoer”. Kerajaan-kerajaan Melayu membentuk “Persatuan Oelama Keradjaan- Keradjaan
Soematera Timoer” yang dipimpin oleh Tengku Jafizham dari Serdang (Sinar, 1991).

Di bidang pertanian, semua hasil harus dijual melalui pemerintah Jepang untuk
memenuhi kebutuhan perbekalan pasukan di Perang Pasifik. Akibatnya masyarakat menjadi
kekurangan pangan dan hanya mengonsumsi jagung, ubi, dan pisang sebagai pengganti beras.
Para nelayan tidak diperbolehkan sembarangan menangkap ikan di laut bebas, karena telah
dipasang ranjau. Kondisi ini diperburuk dengan peraturan wajib bagi nelayan untuk
menyerahkan hasil tangkapan ikan kepada pasukan Jepang. Akibatnya banyak rakyat yang
meninggal kelaparan dan kekurangan gizi. Demikian juga untuk kebutuhan sandang, terbatasnya
bahan baku membuat masyarakat menggunakan goni, kulit kayu, dan karet sebagai bahan tekstil.
Penderitaan yang dialami rakyat menyebabkan perubahan sikap simpati menjadi kebencian
terhadap pemerintahan Jepang (Adji, 1997).

Kesengsaraan, kemiskinan, dan kematian membuat tersadar kalangan masyarakat dan


tokoh Indonesia akan tujuan dari adanya pendudukan Jepang. Posisi Jepang yang semakin
terdesak karena banyaknya kekalahan perang melawan sekutu, mengakibatkan Jepang harus
memberikan usaha keras negara jajahannya. Indonesia diberikan kelonggaran dalam
pemerintahan untuk menggerakkan masyarakatnya menuju perang Asia Timur Raya. Kesadaran
masyarakat Indonesia semakin bersikap lunak dan diplomatis, sehingga keberadaan Jepang dapat

13
dimanfaatkan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia dan mengusir imperialis dari Indonesia.
Di sisi lain juga untuk membantu Jepang dalam mencapai kemenangan akhir di Asia Timur Raya
(Ricklefs, 2008).

2.3 PERLAWANAN MASYARAKAT SUMATERA UTARA TERHADAP TENTARA


JEPANG

Sebagaimana telah diuraikan, sejak Maret 1942 Sumatera Utara telah dikuasai oleh
Jepang. Tentara Jepang dari sebagian pasukan ke-25 yang berinduk di Malaya mendarat di
Bogak , Tanjung Tiram dan kemudian bergerak ke 'Kota Medan, Pematangsiantar terus
menguasai wilayah Sumatera Utara. Jepang terus melakukan pengintipan terhadap gerak-gerik
kaum pergerakan, sehingga kaum pergerakan harus hati-hati. Untuk menghadapi Jepang yang
keras dan tentara ke-25 Jepang yang terkenal kejam, pemimpin pergerakan terpaksa melakukan
suatu siasat yang lain. Sebagaimana juga di Jawa, pergerakan bangsa Indonesia di Sumatera
Utara terpaksa bekerjasama dengan Jepang dan sementara itu menyusun kekuatan untuk suatu
ketika berhadapan dengan Jepang. Jadi, bangsa Indonesia di Sumatera Utara harus berjuang
mencari jalan keluar secara sembunyi-sembunyi sembari bekerjasama dengan Jepang walaupun
secara terpaksa (Rekayasa Ide).

Pada zaman pendudukan Jepang, struktur masyarakat tidak mengalami perubahan dan
sama dengan keadaan zaman penjajahan Belanda. Keadaan perekonomian sungguh sangat
menyedihkankan. Daerah Sumatera Timur terkenal sebagai daerah yang senantiasa mengimpor
bahan makanan karena penghasilan utama hanyalah hasil perkebunan. Dengan adanya perang,
bahan makanan yang biasanya didatangkan dari luar tidak ada. Untuk menyediakan bahan
makanan, maka penduduk diwajibkan menanam bahan makanan. Penduduk kota terpaksa
menanami tanah-tanah yang kosong dengan jenis bahan makan seperti ubi, jagung, padi, dan
lain-lain. Petani-petani di desa-desa diwajibkan pula untuk menyerahkan sebagian hasil
panenannya kepada Jepang dengan pembayaran yang sangat rendah atau ditukar dengan kain.

Kehidupan buruh dan pekerja di kantor-kantor lebih buruk lagi. Mereka menerima gaji
yang tidak cukup dan sebagian dibayar dengan bahan makanan seperti jagung dan kacang

14
kuning. Bahan- bahan kebutuhan seperti sabun, minyak goreng, dan gula, kalau ada hanya di
pasar gelap.

Para pegawai harus bekerja keras dan harus pula berlatih mili- ter yang diadakan Jepang,
karena setiap jawatan merupakan suatu kesatuan dalam pertahanan sipil. Pelajar-pelajar juga
mendapat latihan militer dan diajarkan disiplin militer. Setiap waktu para pelajar dan pegawai
diwajibkan pula melakukan kerja bakti atau kinkro hosi.

Keadaan makanan yang kurang baik dan jauh dari syarat- syarat kesehatan menyebabkan
banyak penduduk menderita busung lapar penyakit kulit. disentri, dan malaria berjangkit di
kalangan penduduk. Keadaan seperti ini tidak saja terdapat di kota-kota tetapi juga di pedesaan,
sebaliknya tentara Jepang hidup serba kecukupan Padi rakyat yang jatuh ke tangannya lebih
dahulu dinikmatinya dan tekstil yang terdapat di toko-toko disita Jepang. Kebebasan penduduk
juga semakin terbatas karena tidak boleh bepergian tanpa dilindungi surat-surat. Bila Jepang
memerlukan tenaga kerja, kepala desa harus menyediakannya, syarat-syarat sebagai pekerja tidak
pernah dibicarakan Keadaan ini menyebabkan banyak penduduk desa yang dijadikan pekerja
paksa atau romusha. Pekerjaan-pekerjaan ini dikirim ke proyek-proyek militer untuk membuat
jalan dan benteng-benteng pertahanan Jepang. Kehidupan pekerja-pekerja ini sangat
menyedihkan. Makanan sangat kurang dan pemeliharaan kesehatan tidak ada. Proyek yang
terkenal adalah perbuatan Jalan Raya Blang Kejeren yang menghubungkan daerah Aceh
Tenggara dengan Sumatera Utara atau Lagos di Riow. Jadi, kehidupan masyarakat Indonesia
pada masa jajahan Jepang khususnya pada masyarakat Sumatera Utara sangatlah menyedihkan,
mereka bekerja banting tulang dan dengan mengeluarkan tenaga yang sebanyak-banyaknya
hanya diberikan makan kacangan bahkan hanya kain lebih ngeri lagi tanpa upah atau secara
Cuma-Cuma (Rekayasa Ide).

Bertitik tolak dari pandangan inilah maka tokoh pergerakan di Sumatera_ Utara mulai
menyusun kekuatan kembali menghadapi Jepang. Strategi menghadapi Jepang mulai diatur dan
disusun secara matang melalui segala kegiatan. Untuk itu kaum pergerakan menyusun sistem
perjuangan melalui kerja sama dan membentuk kekuatan yang bersendikan seluruh kekuatan
rakyat serta mempersiapkan diri menghadapi kekuatan Jepang. Dengan kerjasama maka banyak
unsur-unsur pergerakan rakyat berhasil menyusup ke dalam segala sendi-sendi pemerintahan
militer Jepang.

15
Pembentukan organisasi yang bersifat kemiliteran dan semi militer seperti heiho, ciu cun,
keibodan dan fujinkai memberikan kesempatan bagi· unsur-unsur pergerakan di Sumatera Utara
menyusup ke dalamnya. Demikian pula segala kegiatan lainnya, baik yang bersifat sosial
maupun bersifat kesenian.

Sejak bulan Mei 1943 kedudukan tentara Jepang mulai mengalami kemunduran di segala
front sehingga di Sumatera Utara nampak perubahan sikap Jepang terhadap bangsa Indonesia.
Mereka mengharapkan bantuan-bantuan dari bangsa Indonesia. Di Sumatera Timur dibentuk
BOMPA (Badan Oentoek Membantoe Pertahanan Asia). Pimpinan badan ini mula-mula Mr.
Muhammad. YoesoeL tetapi kemudian diganti oleh Zarim M.S. Di Tapanuli dibentuk pula
BAPEJ\ (Badan Pertahanan Negeri) di bawah pimpinan Dr.F.L.Tobing
(Repositori.kemdikbud.go.id).

Tujuan badan yang didirikan dan mendapat restu dari Jepang ini, adalah untuk
menghimpun seluruh tenaga rakyat guna membantu Jepang, tetapi kaum pergerakan menjadikan
badan ini sebagai tempat berkumpulnya para tokoh terkemuka bangsa Indonesia yang pada
waktu itu sangat sulit berkumpul karena senantiasa dicurigai Jepang. Di sinilah disusun rencana-
rencana untuk mengatur siasat perjuangan kemerdekaan Indonesia. Di samping itu juga melalui
badan-badan tersebut di atas dapat pula pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia menanamkan
rasa kebangsaan kepada bangsanya.

Pidato-pidato selalu bernapaskan cita-cita Jepang tetapi didalamnya ada pesan-pesan


terselubung Umpamanya, pidato Zarim M.S. di depan prajurit-prajurit ciu cun. Selain dari
kegiatan kaum politik, di masa pendudukan Jepang itu juga para seniman turut pula
menyumbangkan buah pikiran- nya melalui seni, drama, seni suara, dan lain-lain. Tokoh
terkemu- ka di sini adalah Saleh Umar atau Surapati dan M. Noer Nasution (alm mantan direktur
Antara). Pada zaman Jepang, bioskop praktis tidak berfungsi. Karena itu kemudian tumbuh
kelompok- kelompok sandiwara. Saleh Umar pada mulanya membentuk sandiwara Barito.
Kemudian sesuai dengan selera Jepang nama sandiwara itu ditukar dengan Yamato. M. Noor
Nasution membentuk pula Kinsei Gedidan dan di bawah pimpinan Ahmad C.B. dibentuk pula
Asmara Dhana.

Sandiwara-sandiwara itu sesekali melakonkan cerita-cerita yang bertemakan kepahlawanan


dan keperwiraan dari bangsa Indonesia. Misalnya Harimau Jantan dan nyanyian-nyanyian daerah

16
maupun nyanyian Indonesia. Melalui saluran seni drama ini juga berkembang suatu perasaan
yang mendalam mengenai nilai-nilai kebangsaan dan patriotisme bangsa.

Peranan sandiwara ini tidak saja di Sumatera Utara, tetapi juga sampai ke Malaya karena
sering pula mereka mengadakan anjang- sana ke sana. Ahmad C.B. dengan sandiwaranya sering
berkunjung ke Malaya untuk melakukan pertunjukan-pertunjukan. Dengan demikian hubungan
budaya Malaya dengan Indonesia menjadi lebih rapat. Banyak artis-artis yang berasal dari
Sumatera seperti Kasmah Doety yang kemudian bermukim di Malaysia akibat hubungan seni
drama tersebut. Hubungan ini dimungkinkan kare- na administrasi pemerintah Sumatera adalah
bagian dari adminis trasi daerah Semenanjung Melayu. Lily Suhairy, seorang komponis
terkemuka dari Sumatera Utara, juga banyak menciptakan lagu- lagu yang menyindir kehidupan
pada zaman Jepang seperti lagu Makan Sirih, Aras Kabu, dan lain-lain.

Selain gerakan yang bersifat keperatif dengan Jepang , juga terjadi gerakan di bawah
tanah. Karena kekejaman Jepang maka lahir suatu usaha dari beberapa tokoh untuk
mempersiapkan diri menghadapi Jepang dengan cara kekerasan. Sebelumnya telah diadakan
suatu percobaan menghadapi Jepang dengan cara kekerasan. Peristiwa pemberontakan di Pancur
Batu, yang terkenal sebagai pemberontakan Aron, merupakan suatu percobaan yang dilakukan
oleh pemuka pergerakan. Pemberontakan itu terjadi pada 26 dan 27 Juli 1942, yaitu setelah
beberapa bulan Jepang menduduki Sumatera Utara. Sebab pemberontakan itu adalah paksaan
Jepang pada penduduk desa sekitar Pancur Batu untuk menyerahkan padinya bagi kepentingan
Jepang. Penyerahan yang dilakukan secara paksa itu tidak sesuai dengan kebiasaan rakyat,
sedang padi itu adalah sumber kehidupan penduduk di daerah ini. Karena itu petani-petani yang
tergabung dalam kelompok kerja gotong-royongyang di Tanah Karo dinamakan Aron melakukan
penyerangan terhadap petugas-petugas Jepang Rakyat di desa-desa sekitarnya turut melakukan
penye- rangan masal terhadap petugas pengutip padi itu tanpa gentar terhadap pengawal-
pengawal Jepang itu. Karena kewalahan, Jepang mengajak para pemimpin petani dan pemuka
masyarakat untuk berunding dan musyawarah. Dengan siasat musyawarah ini, Jepang
mengambil kesempatan yang baik untuk menangkap pemimpin-pemimpin rakyat sehingga
pemberontakan itu dapat dipadamkan.

Peristiwa ini mengakibatkan beberapa pemimpin pergerakan dicurigai Jepang dan ada
yang ditangkap karena dianggap menjadi dalang keributan itu. Tetapi dengan berbagai cara

17
beberapa pemimpin rakyat seperti Yacob Siregar dapat keluar dari tahanan kempetai. la malah
dipercaya Jepang untuk turut dalam suatu Badan Pertahanan Rakyat yang dibentuk Jepang di
bawah pimpinan Kapten Inouye. Badan itu dalam bahasa Jepang disebut Tokko Bo Eidan.

Kegagalan Pemberontakan Aron itu membuat tokoh pergerak- an menggunakan siasat


untuk bergerak menyokong kegiatan Jepang dalam membentuk barisan-barisan pertahanan
rakyat. Tetapi kaum pergerakan membelokkan kepada kepentingan perjuangan bangsa Indonesia
selanjutnya.

Jepang bermaksud membentuk suatu pertahanan rakyat sehingga bila Sekutu masuk akan
diadakan perang gerilya. Dengan demikian terbentuklah Taman Latihan Pemuda Tani Talapeta)
Tora Tai (Pasukan Harimau) Moku Tal (Barisan Gajah) dan Kenyo Jike (Barisan Pantai).
Pasukan ini merupakan kekuatan rakyat Indonesia yang tinggal di Sumatera Utara dari pantai
sampai ke pegunungan. Pimpinan dari pasukan ini adalah Yacob Siregar dan Saleh Umar yang
namanya telah tenar, Karena itu mudahlah muncul kader-kader yang terlatih dan dapat
diharapkan dalam perjuangan bangsa Indonesia kemudian. Dari kader-kader inilah kemudian
lahir barisan-barisan rakyat yang tergabung dalam Lasykar Napindo. Harimau Liar dan lain-lain
di masa Perang Kemerdekaan.

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa di zaman Jepang pergerakan bangsa Indonesia
menghadapi berbagai macam kesulitan untuk mencapai tujuan perjuangan . Dengan Jalan yang
berliku-liku, tujuan memang dapat juga tercapai walau dengan jalan yang penuh resiko dan
berbahaya . Dengan keadaan tersebut, perjuangan bangsa Indonesia menjadi semakin matang
(Rekayasa Ide).

 Tokoh yang Melakukan Perlawanan terhadap Pendudukan Jepang

1. Teuku Nyak Arif

Pahlawan Revolusi Kemerdekaan Teuku Nyak Arif adalah Pahlawan Nasional Indonesia.
Ia juga merupakan Residen/gubernur Aceh yang pertama periode 1945–1946. Pada masa
perjuangan kemerdekaan Indonesia, saat Volksraad (parlemen) dibentuk, Teuku Nyak Arif
terpilih sebagai wakil pertama dari Aceh.

18
Jepang mendarat di Aceh pada tanggal 12 Maret 1942 di Ujong Batee, Teluk Balohan
Pulau Weh dan Kuala Bugak Peureulak Aceh Timur, disambut oleh rakyat dengan semangat
persaudaraan sesuai dengan propaganda Jepang bahwa mereka datang ke Indonesia untuk
membebaskan saudaranya-saudaranya dari cengkraman penjajahan Belanda. Tidak lama
kemudian tindakan-tindakan berupa tekanan terhadap organisasi dan partai-partai politik mulai
dilakukan. Akibatnya organisasi seperti Muhammadiyah, PUSA, Parindra mengalami
kemunduran bahkan Taman Siswa dibubarkan oleh Gunseibu, hal ini mengurangi simpati rakyat
terhadap Jepang. Kebencian rakyat semakin bertambah setelah Jepang memeras tenaga rakyat
untuk kepentingan proyek mereka, seperti membuat jalan raya Takengon- Blangkeujeren, kubu
pertahanan Gunung Setan. Lapangan Udara dan lain-lain. Akibatnya rakyat tidak mempunyai
waktu untuk mengurus kepentingan pribadi, sehingga keadaan sosial- ekonomi mereka sangat
menyedihkan.

Pada tanggal 14 Agustus 1945 yang bertempat di Atjeh Bioscoop Kutaradja diadakan rapat
pemuda yang dihadiri juga oleh unsur masyarakat. Suatu hal yang mengejutkan para pemuda,
Syu Tjokan tidak hadir. Tidak diketahuinya Jepang telah menyerah kalah ditandai dengan tidak
hadirnya Syu Tjokan pada rapat tersebut. Satu-satunya yang hadir dari pihak Jepang adalah
Matsyubushi yang mengucapkan pidato singkat tanpa bersemangat. Sedangkan di pihak pemuda
telah menyampaikan pidatonya dengan membakar semangat rakyat, tidak saja dari unsur pemuda
seperti Ali Hasjmy, Tuanku Hasyim, tetapi turut berbicara dengan bersemangat sekali dua orang
pimpinan Aceh yaitu Teuku Nyak Arief dan Teungku Muhammad Daud Beureueh.

Rapat pemuda yang diadakan tepat pada hari menyerahnya Jepang kepada sekutu telah
memberikan arti yang penting bagi para pemuda terutama yang berada di Kutaradja dan Aceh
Besar. Mereka telah mendengar langsung pengarahan-pengarahan yang diberikan oleh para
pemimpin mereka waktu itu. Setelah Indonesia merdeka para pemuda-pemuda tersebut
mengorganisir dirinya dalam satu barisan yang diberi nama Ikatan Pemuda Indonesia.

 Sultan Syarif Kasim II

Pecahnya perang Asia Timur Raya pada tahun 1942, tentara Jepang menduduki Singapura
dan Semenanjung Melaka. Tentara Jepang sampai di Pekanbaru melalui Sumatera Barat dan
Sumatera Utara. Orang-orang Hindia Belanda gelisah dan mengharapkan perlindungan dari
Sultan Syarif Kasim II. Di tangsi militer Hindia Belanda, tentara Jepang mengumpulkan
19
pembesar Hindia Belanda baik sipil maupun militer. Kemudian mengutus inspektur polisi untuk
meminta Sultan Syarif Kasim II datang ke kantor Contileur, namun sultan menolak untuk datang
dan tetap berada di Istana Siak.

Kerajaan Siak tetap berjalan seperti biasa, tata pemerintahan tidak berubah, hanya
penyebutan nama dan jabatan yang berubah. Seperti District Koofd menjadi Gun Cho dan
Onderdistrichoofd menjadi Kun Sho. Tidak lama sesudah Musyawarah Kaisi (musyawarah raja-
raja), Jepang menangkapi beberapa raja di Riau. Di Siak sendiri ditangkap Guncho Wan Entol.
Jepang belum berani menangkap Sultan Syarif Kasim II, karena takut terjadi pemberontakan.

Sementara itu terjadi pemberontakan orang Sakai terhadap Jepang di daerah Balai Pungut
wilayah Mandau. Pemberontakan ini dipimpin oleh Si Kodai dan beberapa kawan-kawannya,
sehingga banyak korban dari pihak tentara Jepang. Jepang mengira pemberontakan ini sebagai
reaksi atas penangkapan Datuk Wan Entol. Karena itu, Datuk Wan Entol dibebaskan dan Sultan
Syarif Kasim II mengirim Datuk Johar Arifin bersama Muhammad Djamil mengadakan
perundingan dan perdamaian dengan Si Kodai, sehingga Si Kodai dapat dibawa ke Siak atas
jaminan sultan. Dengan demikian pemberontakan suku Sakai dapat dihentikan.

Pada permulaan penjajahannya, Jepang telah menyusun pemerintahan baru, dan kekuasaan
langsung dipegang oleh Jepang. Sultan praktis tidak memegang kekuasaan lagi. Namun pada saat
Jepang meminta sultan untuk mengirimkan tenaga Romusha, sultan menolak pengiriman tenaga
Romusha yang diminta oleh Jepang. Biarpun secara de yure tidak lagi memegang pemerintahan,
namun sultan tetap bertanggung jawab terhadap kerajaan dan rakyatnya.

2.4 KEMUNDURAN JEPANG (Faktor Internal dan Eksternal)

 Faktor Eksternal

Faktor kemunduran jepang yang berasal dari luar ialah karena jepang terlibat dalam perang
di asia fasifik atau yang lebih dikenal dengan perang asia timur raya. Jepang kembali dipaksa
untuk memerdekakan indonesia karena kemunduran yang sangat dirugikan oleh jepang
khususnya di bidang militer, setelah berhasil masuknya angkatan perang amerka ke garis
pertahanan kepulauan mariana yang menyebabkan direbutnya pulau saipan pada 9 juli 1944. Di
panggil untuk mengatasi keadaan yang hampir tidak tertolong ini, kaiso memimpin serangkaian
pembahasan yang mempertimbangkan kembali berbagai pilihan keputusan. Nasib indonesia

20
menjadi salah satu faktor dalam pertimbangan ini. Kekayaan alam indonesia sebenarnya sudah
berguna lagi untuk jepang saat itu karena hancurnya jalur distribusi. Pertimbangan pokoknya
adalah apakah pertahanan kepulauan indonesia akan lebih baik dilaksanakan oleh kesatuan
kekuasaan jepang atau oleh bantuan kepulauan itu yang bisa diharapkan sebagai imbalan
konsesi-konsesi kemerdekaan yang diberikan jepang. Kemudian faktor lain yaitu Amerika
menjatuhkan bom di kota Hiroshima dan Nagasaki membuat Jepang harus menyerah tanpa syarat
pada tanggal 15 Agustus 1945.

 Faktor Internal

Langkah-langkah yang dilakukan jepang selama bulan-bulan terakhir perang pasifik


ditandai dengan semakin meningkatnya rasa kebingungan dan keputusan mereka. Konsei
kemerdekaan untuk indonesia dipaksa kepada tentara jepang yang bersikap belum sepenuhnya
rela simatera berangsur-angsur muncul. Dengan latar belakang rakyat yang semakin sengsara
meliputi rasa benci ditambah berkembangnya rasa tidak percaya akan kemampuan jepang
memenangkan peperangngan dikalangan elit pemimpin indonesia, maka manuever jepang
mengambil bentuk ketegangan penyelesaian seperti babak akhir pertunjukan sandiwara. Seperti
pada tahun 1942 faksi-faksi indonesia yang saling besaing mulai memantau gerak-gerik satu
sama lain karena sama sama mengetahui rezim kolonial jepang selama ini menjadi penengah
antara mereka sedang berada di ambang keruntuhanya. Hal itu tetap mereka lakukan meskipun
telah lebih terikat antara satu sama lain dalam front persatuan yang diciptakan jepang. Meskipun
perbandingan luas tanah dengan jumlah penduduk membuat pulau sumatera tidak begitu rentan
terkena kelaparan seperti jawa, tetapi menjelang tahun 1945 kondisi sudah sangat parah hingga
mendekati kelaparan. Meskipun dilancarkan propaganda besar-besaran untuk meningkatkan
produksi pangan, diperkirakan hanya 60-65% tanah persawahan aceh yang ditanami pada tahun
1945.
Jika struktur masyarakat indonesia – ikatan kewajiban antara pelindung dan yang
dilindungi, antara raja dan rakyat, antara kepala desa dan penduduk telah terkikis sejak
penjajahan jepang. Malah proses itu mencapai tingkat yang baru dan ganas pada akhir masa
pendudukan jepang. Beberapa pemimpin cukup lihai untuk mempertahankan pengikut dan

21
dengan haus membelokan sasaran kemarahan rakyat kepada jepang atau lawan pribuminya.
Meski demikian semua kelompok yang dizaman jepang disebut sebagai pemimpin, baik
kelompok tradisional, nsiona ataupun agama, kredibilitas jatuh dan tidak dapat dikembalikan
lagi.
Suatu kepemimpinan baru yang memiliki potensi jauh lebih besar dalam penyusunan
perlawanan melalui jalan kekerasan yang terorganisasi dari kepemimpinan lama dibentuk para
pemuda yang mendapatkan pendidikan dasar dari jepang. Para pemuda ini ditempa untuk
menhhayati nilai-nilai seperti pengabdian, patriotisme dan disiplin melalui latihan giyugun,
heiho, tokubetsu keisatsutai, TALAPETA dan banyak sekolah dan organisasi lain. Selain ikatan
masyarakat tradisional meluruh dengan cara ini orang-orang jepang bekerja keras
membangunbentuk-bentuk baru kesatuan organisasi untuk melaksanakan program ganda “
kemerdekaan” dan persiapan pertahanan. Sistem tonarigumi (rukun tetangga/RT) disetiap daerah
pemukiman mulai dibentuk di medan pada bulan juni/juli 1944 dan di seluruh pedesaan sumatera

utara pada enam bulan berikutnya. (Reid, 2012: 196).


2.5 JEJAK DAN WARISAN PENINGGALAN JEPANG DI SUMATERA UTARA
Pendudukan Jepang di Sumatera Timur juga memiliki peninggalan, walaupun tidak
sebanyak pada masa kolonial Belanda. Pembangunan yang dilakukan juga tidak seintens di
Sumatera Barat. Beberapa peninggalannya yang teridentifikasi berada di daerah Deli Serdang,
Batu Bara, dan Kota Medan. Pentingnya tinggalan tersebut berkaitan dengan sejarah yang
melatar belakanginya. Umumnya bangunan yang dibangun pada Jepang adalah bangunan
pertahanan. Masyarakat yang mengetahui bangunan tersebut menyebutnya sebagai peninggalan
Jepang. Walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa bangunan tersebut telah ada pada masa
kolonial Belanda. Diakui beberapa bangunan tersebut berada di tempat yang strategis dengan
tujuan memperkuat kemiliteran Jepang.
A. Lubang Jepang

22
Gambar 1: https://www.itrip.id/lobang-jepang-bukittinggi
Di Batu Bara tepatnya Desa Parupuk terdapat bangunan yang oleh masyarakat setempat
dengan sebutan Lubang Jepang. Bangunan ini digunakan sebagai kubu pertahanan atau bungker.
Di bagian utara, terdapat perumahan penduduk dan pantai dan di selatan merupakan perumahan
penduduk. Di bagian barat, terdapat jalan desa sedangkan di bagian timur terdapat perumahan
penduduk, tambak, dan pantai. Bangunan ini berbentuk segi enam dengan kondisi masih utuh
dengan orientasi barat laut– tenggara dengan bagian depan menghadap barat laut. Di bagian barat
daya berjarak sekitar 600 m dari bangunan pertama terdapat bangunan yang sama, kini dijadikan
sebagai tempat sampah. Di bagian timur laut, sekitar 200 m terdapat bangunan yang beralih
fungsi menjadi kandang hewan ternak. Sedangkan, bangunan lainnya sudah hancur terkikis air
laut.

Masyarakat setempat menyebutkan, bangunan yang berada di sekitar pantai seperti


bangunan 3 memiliki lubang atau terowongan menuju ke arah pantai. Namun, terowongan
tersebut sudah tidak ditemukan lagi. Di bagian timur laut sekitar 150 m dari Lubang Jepang,
terdapat sisa bangunan bersemen dan berlubang dengan bentuk segi empat yang sudah menjadi
bengkel. Ditemukan juga batu berukuran 0,30 m x 0,30 m x 0,45 m dengan lubang berdiameter
0,10 m. Sisa bangunan bersemen itu disusun ke atas secara vertikal dan berbentuk lingkaran.
Kemudian, di antara batang pohon kelapa terdapat sisa bangunan yang berbentuk benteng
pertahanan (Jufrida, 2018b).

B. Benteng Jepang

Gambar 2: https://medan.tribunnews.com

23
Peninggalan Jepang juga terdapat di Kota Medan yang merupakan ibukota dari provinsi
Sumatera Utara. Menjadi pusat administrasi, pemerintahan, dan bisnis membuat Medan menjadi
perhatian Jepang di Sumatera Timur. Beberapa peneliti mencatat, peninggalan masa pendudukan

Jepang banyak tidak banyak ditemukan di sini. Jepang hanya memanfaatkan bangunan yang
sudah ada sejak masa kolonial Belanda. Di Medan terdapat sebuah peninggalan Jepang yang
menurut masyarakat merupakan Benteng Jepang.

Benteng Jepang ini di bangun dengan sangat kokoh dengan tembok dan atap dicor
dengan ketebalan 1 meter. Pada bagian dinding yang terkikis, diketahui material yang digunakan
selain semen adalah batu kerakal. Tembok tersebut juga dilengkapi dengan lubang pengintaian
serta memiliki pintu keluar-masuk yang ditutupi dengan tembok berbentuk trapesium. Pada
bagian dalam bangunan dibuat simetris dan saling berhubungan antara lorong yang satu dengan
yang lainnya. Tidak ada adanya daun pintu dan hanya ditutupi tembok sebagai penghalang untuk
menutupi aktivitas di dalam ruangan. Fungsi lainnya, untuk mempermudah akses keluar-masuk
ke dalam bangunan (Jufrida, 2018a).

C. Pemakaman Jepang

Gambar 3: https://medan.tribunnews.kuburan-jepang-jejak-negeri-
samurai-di-deli-tua-deliserdang

Di Delitua, Medan terdapat kompleks pemakaman Jepang. Sebelumnya makam orang


Jepang di Medan berada di jalan Gatot Subroto, kemudian dipindahkan sebanyak 250 pilar ke
Delitua. Di dalam kompleks pemakaman terdapat monumen untuk mengenang 25 Komandan
perang yang dieksekusi tahun 1947. Pada tahun 1951, setelah perang kemerdekaan melawan

24
Belanda, banyak nisan-nisan yang dicuri oleh penduduk lokal dan tersisa hanya belasan saja.
Bentuk makam orang Jepang masih dipengaruhi oleh kepercayaan Budha dan Shinto.

Setelah perang dunia ke-2 pada tahun 1945, lokasi pemakaman dibiarkan sunyi tidak ada
yang mengelola karena seluruh anggota pengurus dan biksu Buddha ditarik kembali ke Jepang.
Pada tahun 1951, sisa-sisa tentara asli Jepang dan pejabat Konsulat berkumpul untuk mengurus
pemakaman. Namun, pemeliharaan makam tidak cukup jika hanya menjadi otoritas
kepengurusan makam orang Jepang di Medan. Hal ini diperparah dengan kondisi yang penuh
masalah bagi Indonesia. Orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal mulai berkumpul di
sekitar makam dan merusak nisan-nisan. Masyarakat menggunakan pecahan-pecahan tersebut
sebagai fondasi rumah.

Dengan adanya perencanaan pembangunan membuat konsulat Jepang meminta kepada


pemerintah kota Medan untuk memindahkan makam orang Jepang di Gatot Subroto. Kemudian,
hasil diskusi Konsul Jendral dengan pemerintah kota Medan, pemerintah menawarkan daerah
Delitua yang menjadi lokasi pemakaman sebagai situs alternatif. Hari perpindahan makam jatuh
pada 22 September 1973, upacara perpindahan dilaksanakan dengan kepercayaan Buddha yang
dihadiri oleh Bapak Inoue dari kuil Nishihon, Jepang dan warga Jepang yang ada di Medan
(Siadari, 2015).

2.6 PENGERTIAN REVOLUSI SOSIAL DAN FAKTOR – FAKTOR YANG


MENYEBABKAN TERJADINYA REVOLUSI SOSIAL

Revolusi Sumatera Timur adalah gerakan sosial yang terjadi di sumatera timur yang
dilakukan oleh rakyat terhadap pihak penguasa kesultanan melayu dimana mencapai puncaknya
pada bulan maret 1946. Revolusi ini dipicu oleh gerakan kaum komunis yang hendak
menghapuskan sistem kerajaan dengan alasan antifeodalisme. Revolusi ini melibatkan mobilitas
rakyat yang berujung pada pembunuhan anggota keluarga kesultanan melayu yang dikenal pro
belanda, namun juga golongan menengah pro republik dan pimpinan lokal administrasi republik
Indonesia.

Revolusi sosial merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh rakyat Indonesia dengan
menjadikan kaum bangsawan pribumi yang dianggap sebagai “kaki tangan” jepang dan belanda
sebagai musuh. Dengan kata lain, revolusi sosial bisa juga disebut sebagai perang saudara

25
sesama bangsa Indonesia. Banyak hal yang menyebabkan perpecahan antar sesama anak bangsa
Indonesia, mengingat kembali masa pendudukan Jepang, angkatan perang Jepang menciptakan
seperangkat kondisi yang secara luar biasa (penderitaan terhadap rakyat Indonesia) yang
memperkuat potensi untuk revolusi Indonesia (Rekayasa Ide). Setelah proklamasi kemerdekaan
Indonesia pada tahun 1945, banyak kerajaan-kerajaan yang memiliki kekuasaan otonom di
daerah meragukan kekuatan Republik Indonesia. Mereka (raja-raja) khawatir pemerintah
Republik Indonesia tidak cukup kuat untuk mempertahankan kemerdekaannya jika Sekutu dan
Belanda datang kembali ke Indonesia. Sikap raja-raja ini diartikan oleh para pemuda sebagai
sikap keberpihakan raja-raja terhadap Belanda. Hal ini menimbulkan keinginan para pemuda
untuk melakukan penurunan secara paksa atau bahkan pembantaian terhadap raja-raja dan bekas
pejabat yang bekerja dengan pemerintah kolonial Belanda.

Revolusi sosial terjadi di hampir setiap daerah Indonesia, seperti di Surakarta, Banten,
Sukabumi, Aceh dan Sumatera Timur. Begitu juga di Simalungun, revolusi sosial terjadi begitu
singkat dengan menelan banyak korban, dan merupakan suatu peristiwa yang berkaitan dengan
perkembangan di pusat (Jawa). Oleh karenanya, berikut akan diuraikan faktor-faktor yang
memicu terjadinya revolusi sosial di Simalungun. Kemudian untuk mengetahui proses revolusi
sosial terjadi, serta dampak yang ditimbulkan terhadap struktur sosial Simalungun.

 Pertama, hal ini terjadi dikarenakan adanya kekuatan politik yang sangat terpusat pada
negara, maka kemudian bermunculan kaum petinggi pemerintahan yang sentralistis,
misalnya sistem monarki Prancis sebelum tahun 1789, masa kekuasaan Tsar Rusia
sebelum 1917 dan rezim Kuomintang di Cina sebelum 1949. Sistem ini menimbulkan
kemarahan dan serangan kolektif.
 Kedua, aliansi militer dengan rezim yang mapan diperlemah, sehingga militer tidak lagi
dapat menjadi sarana yang diandalkan untuk menghancurkan kekacauan domestic.
 Ketiga, krisis politik yang terjadi membuat rezim yang ada menjadi tidak berdaya
sehingga berujung pada kejatuhannya. Krisis ini diakibatkan akan disebabkan oleh
jatuhnnya militer. Contohnya adalah kekalahan Cina oleh Jepang dalam Perang Dunia II.
 Keempat, lapisan penting masyarakat dikerahkan untuk melakukan pemberontakan yang
membawa kaum elit baru ke atas kursi kekuasaan. Revolusi kaum petani biasanya berasal
dari pengambil alihan tanah oleh tuan tanah, peningkatan secara mencolok pajak atau

26
sewa tanah atau karena masalah kelaparan. Pemberontakan-pemberontakan masyarakat
urban umumnya dipicu oleh naiknya harga bahan-bahan konsumsi dan tingginya angka
pengangguran.

Adapun pihak yang terlibat baik tokoh dan revolusi sosial ialah :

1. AMIR HAMZAH

2. YUNUS NASUTION

3. BARISAN HARIMAU LIAR (BHL)

Jadi dapat disimpulkan bahwa revolusi sosial terjadi karena adanya adu domba diantara
mereka dimana masyarakat menganggap bahwa kaum bangsawan dari suatu kerajaan maupun
kesultanan merupakan “kaki tangan” belanda. Namun sebenarnya hal itu yang membuat
banyaknya pertumpahan dari antara sesama rakyat Indonesia. Hampir pada seluruh daerah
Indonesia terjadi peristiwa revolusi sosial yang sangat merugikan bangsa Indonesia namun
bangsa belanda mendapat keuntungan dari hal tersebut. Hingga pada akhirnya hal ini diakhiri
dengan adanya rasa nasionalisme untuk memerdekan negara mereka sendiri (Rekayasa Ide).

2.7 PROSES / BERLANGSUNGNYA REVOLUSI SOSIAL DI WILAYAH SUMATERA


UTARA

 PERISTIWA TANJUNG BALAI

Di Tanjung Balai, Asahan pada tanggal 3 Maret 1946, sejak pagi ribuan massa telah
berkumpul. Mereka mendengar bahwa Belanda akan mendarat di Tanjung Balai. Akan tetapi,
kerumunan itu berubah haluan mengepung Istana Sultan Asahan. Awalnya gerakan massa ini
dihadang TRI. Akan tetapi, karena jumlahnya sedikit, massa berhasil menyerbu Istana Sultan.
Besoknya, semua pria bangsawan Melayu di Sumatra Timur ditangkap dan dibunuh. Hanya
dalam beberapa hari, 140 orang tewas, termasuk para penghulu, pegawai didikan Belanda, dan
sebagian besar kelas tengku.

 REVOLUSI SOSIAL DI SIMALUNGUN

1. TANOH JAWA

27
Raja Muda Tanoh Jawa Tuan Omsah Sinaga dan saudaranya raja Tanoh Jawa Tuan
Kaliamsyah Sinaga selamat dari penculikan BHL dan mereka tinggal di Pematangsiantar. Tetapi
saudaranya Tuan Dolog Panribuan Tuan Mintahain Sinaga dan puteranya rajamuda Tuan
Hormajawa Sinaga (ayah Mayor Jatiman Sinaga) tewas dibunuh BHL beberapa bulan kemudian,
yaitu 16 Agustus 1946. Menurut Killian Lumbantobing, mayatnya dicincang dan dicampur
dengan daging kerbau serta disuguhkan untuk santapan pasukan BHL.Menurut Tuan Gindo
Hilton Sinaga masih banyak korban revolusi sosial di Tanoh Jawa yang masih belum terungkap.

2. KERAJAAN SIANTAR

Pemangku raja Siantar Tuan Sawadim Damanik pada waktu itu luput dari pembunuhan oleh
BHL, karena pada waktu itu, beliau berada di rumahnya di Pamatang Bandar dilindungi oleh
pendatang Batak Toba yang menggarap sawah di sana. Tetapi di Sipolha, beberapa kaum
bangsawan tewas dibunuh, termasuk tuan Sipolha Tuan Sahkuda Humala Raja Damanik (ayah
Tuan Djabanten Damanik). Bangsawan di Sipolha yang paling banyak mengalami pembantaian
oleh BHL, berhubung dengan lokasinya yang relatif lebih terisolir di pantai Danau Toba, jauh
dari pengawasan TRI. Banyak keluarga tuan Sipolha yang menyelamatkan diri ke daerah Parapat
bahkan mengungsi sampai ke luar negeri. Diperkirakan ada ratusan korban mati dibantai oleh
BHL di Sipolha. Tuan Sidamanik sendiri Tuan Ramahadim Damanik bersama rajamuda
Sidamanik Tuan Mr.Djariaman Damanik (lahir 1920) sudah mengetahui gelagat buruk ini,
mereka menyingkir ke Pematangsiantar. Mr.Djariaman bertolak belakang dengan tuduhan
Markas Agung adalah seorang republikein sejati yang turut melatih pasukan TKR di Tapanuli
dengan pangkat Letnan Satu. Setelah bermufakat di rumah pesanggerahan Tuan Sidamanik,
Tuan Bisara Sinaga tuan Djorlang Hataran, Tuan Baja Purba tuan Dolog Batunanggar, Tuan
Djansen Saragih tuan Raya Kahean (anak Tuan J. Kaduk Saragih) berlindung di Kantor Polisi
RI. Beberapa hari kemudian Tuan Djariaman Damanik menemukan buku kecil berwarna merah
darah beredar di kota Pematangsiantar yang judulnya “Revolusi Perancis dan Revolusi Soviet
Rusia” di sampul terdapat lukisan palu arit, simbol partai komunis. Penulis buku itu
menginformasikan bahwa tindakan “revolusi sosial di Suamatera Timur” pada 3-4 Maret 1946
adalah gerakan yang sama. Melihat keadaan yang semakin memanas, Tuan Djariaman Damanik
memilih berangkat ke Tapanuli bergabung dengan TKR RI atas saran Komandan TKR

28
Pematangsiantar Rikardo Siahaan. Dikawatirkan bergabungnya Rajamuda Sidamanik ke dalam
TKR menimbulkan kesan TKR (Tentara Keamanan Raja).

 REVOLUSI SOSIAL DI KARO

Pada tanggal 8 Maret 1946, keadaan pun semakin genting di Tanah Karo. Pemimpin
pemerintahan di Tanah Karo Ngerajai Meliala beserta pengikut-pengikutnya ditangkap dan
diungsikan ke tanah alas Aceh Tenggara. Menghadapi keadaan yang semakin tidak menentu ini,
Panglima Divisi X Sumatera Timur, memperlakukan keadaan darurat. Khusus untuk Tanah Karo
Panglima mengangkat Mayor M. Kasim, komandan resimen I Devisi X Berastagi menjadi
pejabat sementara kepala pemerintahan sebagai pengganti Ngerajai Meliala. Selanjutnya pada
tanggal 13 Maret 1946, Komite Nasional Indonesia Tanah Karo bersama barisan pejuang Tanah
Karo, dalam sidangnya berhasil memutuskan antara lain: membentuk pemerintahan Kabupaten
Karo dengan melepaskan diri dari keterikatan administrasi kerajaan dan menghapus sistem
pemerintahan swapraja pribumi di Tanah Karo dengan sistem pemerintahan demokratis
berdasarkan kedaulatan rakyat, kemudian Kabupaten Karo diperluas dengan memasukkan daerah
Deli Hulu dan daerah Silima Kuta Cingkes dan selanjutnya mengangkat Rakutta Sembiring
Brahmana menjadi Bupati Karo, KM Aritonang sebagai Patih, Ganin Purba sebagai Sekretaris
dan Kantor Tarigan sebagai Wakil Sekretaris dan mengangkat para lurah sebagai penganti raja
urung yang sudah dihapuskan.Usul itu disetujui sepenuhnya oleh peserta sidang dan Mr. Luat
Siregar mewakili Gubernur Sumatera Utara dan disahkan oleh residen Yunus Nasution yang saat
itu ikut di dalam rapat tersebut. Dengan demikian terbentuklah sudah Tanah Karo sebagai suatu
daerah dan Rakutta Sembiring ditetapkan sebagai Bupati Karo yang pertama. Kemudian, setelah
pemerintahan Kabupaten Karo terbentuk, di daerah Kabupaten Karo menghadapi banyak
persoalan. Penyesuaian kedudukan pejuang dalam pemerintahan, kondisi sosial masyarakat yang
buruk dan pembangunan daerah diabaikan oleh pusat serta masalah ketertiban dan keamanan
yang sangat mengganggu sehingga otomatis menghambat roda pemerintahan daerah. Salah satu
contohnya, jika beberapa hari sebelumnya oleh KNI diangkat para Lurah sebagai pengganti Raja
Urung dengan wilayah kekuasaan pemerintahan yang sama, maka untuk menyesuaikan
kebijaksanaan sesuai dengan keputusan Komite Nasional Provinsi tertanggal 18 April 1946,
diputuskan bahwa Tanah Karo terdiri dari tiga kewedanan dan tiap kewedanan terdiri dari lima
kecamatan. Kewedanan itu adalah: Kewedanan Karo Tinggi berkedudukan di Kabanjahe dengan

29
wedanannya Netap Bukit, Kewedanan Karo Hilir berkedudukan di Tiga Binanga dengan
wedanannya Tama Sebayang dan Kewedanan Karo Jahe berkedudukan di Pancur Batu, dengan
wedanannya Keras Surbakti. Kemudian pada bulan September 1974, Residen Sumatera Timur
Abubakar Ja’ar mengeluarkan SK Pembentukan Kewedanan Batu Karang dan Tiga Panah,
masing-masing dipimpin oleh Hasan Basri dan Matang Sitepu.Realisasi pembentukan
kewedanan Tiga Panah dapat diwujudkan, namun karena kegiatan pasukan Belanda makin
gencar menyerang Karo Utara, akhirnya pembentukan kewedanan Batu Karang tidak dapat
diwujudkan. Adapun susunan dan personalia kewedanan Tiga Panah dengan tiga kecamatan
adalah Wedana Matang Sitepu kecamatan Tiga Panah dengan camatnya Djamin Karo Sekali,
kecamatan Barusjahe dengan camatnya Dapat Sitepu dan kecamatan Cingkes dengan camatnya
Babo Sitepu. Demikianlah Pemerintahan di Kabupaten Karo telah tersusun dengan baik.
Walaupun pada mulanya ada masalah rumit tentang kedudukan sibayak sibayak dan Raja-Raja
Urung. Namun tidak terjadi hal-hal yang menimbulkan pertumpahan darah, karena sibayak-
sibayak itu bersedia dengan rela mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan mereka kepada
kepala- kepala pemerintahan yang baru yang terpilih secara demokratis.

Kekerasan yang terjadi pada tanggal 3 maret 1946 menghancurkan segala hal yang masih
tersisa dari pemerintahan Republik di sumatera utara. Di Sumatera Timur, reaksi ini dimulai
hanya 10 hari setelah dicetuskannya "Revolusi sosial" sebagai tantangan langsung pada berita
mengenai pembunuhan-pembunuhan, karena sebagian besar pertumpahan darah itu mula-mula
terjadi di daerah terpencil jauh di selatan keresidenan maka diperlukan beberapa waktu sebelum
orang Medan menyadari akibat yang begitu luas.

Meski pada awalnya revolusi sosial beroleh dukungan penuh semangat, namun sepuluh
hari setelah penyerangan sudah mulai muncul reaksi yang menentangnya. Setelah mengetahui
dampak yang begitu mencekam, Dr. Amir yang sudah tak berdaya itu menggelar KNI dan
Persatuan Perjuangan pada tanggal 13 Maret. Dalma rapat itu mandat kepada Junus Nasution
sebagai residen dan Kuat Siregar sebagai "juru damai" dicabut. Selanjutnya pemerintahan militer
kembali ke tangan TRI, yang mana ditunjuk Mahruzar sebagai pelaksananya.

Keputusan-keputusan yang dibuat itu ternyata tidak membawa pengaruh nyata pada iklim
revolusi. Intervensi yang lebih efektif datang dari Amir Syarifuddin (Menteri Pertahanan) yang
mengunjungi Sumatera Timur pada tanggal 9-12 April. Dalam kunjungannya itu ia berharap

30
dapat membawa gelora revolusi kembali di bawah kendali. Pidato-pidato keras Syarifuddin
memberi dorongan kepada unsur moderat dalam Persatuan Perjuangan yang cukup kuat pada
akhir April untuk menahan Junus Nasution dan membubarkan Ekonomi Rakyat Republik
Indonesia (ERRI). Dewan pemerintah yang terdiri dari lima orang sekarang dinyatakan bahan
penasehat untuk Mahruzar. Untungnya Mahruzar sama saja dengan pendahulunya Gindo Siregar
yang bisa mengatasi situasi, satu-satunya hal yang bisa dicapai adalah melibatkan TRI secara
lebih tegas pada pihak yang memperjuangkan penghentian "Revolusi sosial".

Meskipun nyatanya Inggris lamban dalam memahami arti penting dan luasnya akibat dari
"revolusi sosial" itu,akhirnya mereka langsung mengalami sendiri beberapa pengaruhnya.
Tindakan kekerasan semakin meningkat secara menyolok pada bulan maret dimana pasukan-
pasukaninggris menghadapi perlawanan yang paling gigih sejak datangnya mereka untuk
menyerang Tanjung Morawa pada 9-10 maret 1946.

Lebih disebabkan tindakan-tindakan ini daripada "Revolusi sosial" itu sendiri telah
menyadarkan inggris bahwa situasi telah lepas dari kontrol dan mendorong tokoh-tokoh
pemimpin jawa untuk campur tangan .Bakat xarim lebih menonjol sebagai seorang pemimpin
yang memiliki kharisma daripada staregi revolusi, tetapi ada sebab-sebab lain pula yang tidak
menggunakan kesempatan dalam situasi itu setelah kembali dari peninjauan sumatera utara.
Kejadian-kejadian sampingan dilangkat itu menyebabkan banyak diantara merka ragu-ragu
karena revolusi sosial itu itu telah bertindak begitu jauh. Tindakan resmi pertama Amir adalah
menempatkan dirinya dari pemerintah tegas dibelakang apa yang dengan penuh kapasitas
dikatakannya suatu "revolusi sosial".

Dengan tiba-tiba warga seluruh sumatera timur telah bertindak menegakkan keadilan dan
memberantas kezaliman daerah masing-masing. Gerakan ini merupakan satu revolusi yang maha
hebat. Rupanya rencana kudeta itu telah berlayar. Mutalib Moro termasuk yang 77 diundang
untuk ikut serta dalam gerakan itu, tetapi tokoh ini telah menggunakan pengaruhnya persatuan
perjuangan untuk mencegah tindakan itu. Jounes nasution dan enam pendukungnya ditangkap di
Binjai pada 25 April malam, pasukan rupanya sudah diberitau tentang rencana itu dan telat pada
waktunya telah bertindak membendung cap Rante. Selama beberapa hari berikutnya terjadi
tembak menembak antra TRI dan Cap Rante dan akhirnya kolonel Tahir berhasil "Menangkap"
Urbanus pardede karena peranannya dalam peristiwa ini .Madja poerba diresmikan kembali pada

31
jabatannya yang semula di siantar,satu-satunya wakil pemerintah NRI yang selamat dari
"Revolusi sosial" itu, meskipun peran - peran utama dalam kudeta yang serampangan ini adalah
orang-orang komunis,tetapi ini tak mungkin suatu kudeta komunis. Joanes nasution,yang
namanya sudah rusak karena terkait rapat dengan "Revolusi sosial" itu telah dipecat PKI 10 hari
setelah penangkapannya.beberapa laporan mengatakan xarim menjadi calon pengganti gubernur
Hassan dan bahwa ia dan luat siregar telah dikonsultasi sebelum gerakan itu ,setelah sumber lain
mengatakan bahwa kedua tokoh "moderat" PKI ini juga akan ditangkap bersma MR hasan.yang
benar kelihatannya adalah bahwa telah terjadi pepercahan yang pasrah dan ketidakpastian dalam
barisan PKI. Bahkan juga dalam senyap "ekstrem"Joenas/natar. Kegagalan pemimpin PKI untuk
menetapkan garis strategi yang terang,akhirnya memberikan partai ini pada bulan-bulan 45
berikutnya semakin kehilangan tempat berpijaknya. Pukulan "Revolusi sosial" itu akhirnya
selesai dengan tuntas dalam serangkaian tulisan yang tajam di soeloeh merdeka.

Sebelumnya kaum bangsawan kembali mendapat angin segar ketika Inggris dan Belanda
melakukan Agresi Militer Pertama di Sumatera Timur. Dengan bantuan militer Belanda, maka
dibentuklah Negara Sumatera Timur NST pada tanggal 25 Desember 1947. Tengku Mansoer
terpilih sebagai wali negara/presiden dan Raja Kaliamsyah Singa sebagai wakilnya. Sedangkan
untuk panglima angkatan bersenjata ditunjuk Djimat Poerba. Setelah penyerahan kedaulatan
pada Konferensi Meja Bundar, NST menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat. Namun
kekacauan dan ketegangan yang disebabkan oleh negara' federal, mendorong Mohammad Natsir
(Perdana Menteri ketika itu) manyerukan adanya mosi integral. Dengan seruan tersebut, maka
pada tanggal 15 Agustus 1950 tamatlah riwayat kesultanan-kesultanan di Sumatera Timur.
Semuanya melebur menjadi satu ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

32
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kedudukan jepang di sumatera utara dikarenakan propaganda yang dilakukan jepang


terhadap masyarakat di Indonesia yang haus akan kemerdekaan. Kedudukan jepang banyak
membawa penderitaan terhadap masyarakat Indonesia. Namun, dalam kedudukan nya di
Indonesia banyak jejak dan warisan yang lahir di Indonesia. Jalannya kedudukan jepang juga
terjadi di berbagai bidang baik politik, ekonomi, sosial dan militer. Kedudukan jepang akhirnya
berhasil diruntuhkan dengan perjuangan yang cukup melelahkan. Selain itu, Indonesia yang
dijajah oleh bangsa-bangsa lain menyebabkan terjadinya revolusi sosial di wilayah Indonesia.

B. SARAN

Dari makalah ini kita mengetahui bagaimana orang orang terdahulu berusaha
mempertahankan wilayah yang saat ini bisa kita tinggalin dengan aman. Oleh karena itu kami
berharap dari pembahasan kami diatas semoga dapat menyedarkan pembaca agar lebih menjaga

33
dan melindungi apa yang telah ditinggalkan untuk kita. Makalah kami juga jauh dari kata
sempurnah oleh karena itu, kami berharap semoga pembaca semua dapat memberikan kritik dan
saranya sehingga kami bisa memperbaikinya kedepanya.

Daftar Pustaka

Ahmad Muhajir, dkk. (2021). Memori sejarah dan warisan penduduk jepang di sumatera
timur sebagai potensi wisata sejarah : Mukadimah jurnal pendidikan, sejarah dan ilmu-ilmu
sosial, 5, 149-158.

(2022) Digilib.uinsby.ac.id. Available at: http://digilib.uinsby.ac.id/10379/9/bab2.pdf


(Accessed: 29 November 2022).
Fadli, Muhammad Rizal. 2019. SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PADA
MASA PENDUDUKAN JEPANG. Yogyakarta: UNY

Jepang, Z. (2022) Zaman Penjajahan Jepang, Kabupaten Labuhanbatu. Available at:


https://labuhanbatukab.go.id/index.php/profil/sejarah/75-zaman-penjajahan-jepang (Accessed:
29 November 2022)
Muhajir, Ahmad, dkk. 2021. MEMORI SEJARAH DAN WARISAN PENDUDUKAN
JEPANG DI SUMATERA TIMUR SEBAGAI POTENSI WISATA SEJARAH. Medan: UISU

34
Perlawanan Rakyat Semesta Sumaera Utara. Jilid - L Medan . lnstitut Agama Islam Negeri
A 1 Jamiah Sumatera Utara. Medan. 1975 .

Reid, anthony. 2012. Revolusi dan Elite Tradisional. Jakarta : Komunitas bamboo

(2022) Repositori.kemdikbud.go.id. Diakses melalui:


https://repositori.kemdikbud.go.id/14187/1/Sejarah%20perlawanan%20terhadap
%20kolonialisme%20dan%20imperialisme%20di%20sumatera%20utara.pdf (Accessed: 29
November 2022).)
Sumantri, Puluan, dkk. Perlawanan Rakyat Karo Mempertahankan Kedaulatan Republik
Indonesia Di Kab. Karo Pada Tahun 1946-1947. Medan: UNIMED

 https://jurnal.uisu.ac.id/index.php/languageliteracy/article/view/716/pdf
 http://malaya.or.id/2016/02/13/revolusi-sosial-berdarah-di-simalungun-tahun-1946/
 file:///D:/Libraries/Downloads/3665-9286-1-PB%20(7).pdf
 file:///D:/Libraries/Downloads/705-700-1-PB.pdf

35

Anda mungkin juga menyukai