Puji syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan bimbingan-NYA, saya
dapat menyelesaikan Cbr yang berjudul ‘‘ISLAMISASI DAN PERKEMBANGAN
KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DIINDONESIA’’ dan Buku pembandingnya adalah “
SEJARAH ISLAM ABAD MODERN” dengan tepat waktu. Adapun makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliahSejarah Indonesia Masa Islam
Saya mengucapakan terimakasih kepada Ibu IKA PURNAMASARI M.Siselaku dosen
pengampu dan kepada teman-teman yang membantu dalam memberikan informasi sehingga
makalah ini dapat terlesaikan dengan tepat waktu. Saya berharap semoga cbr ini dapat
memberikan manfaat dan mendambah pengetahuan kita. Sungguh makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, saya mengaharapkan kritik dan saran agar ke depanya dapat
lebih baik lagi.
Medan,Mei 2022
2.2Buku Pembanding................................................................................
BAB 4 PENUTUP...............................................................................................
4.1 Kesimpulan.........................................................................................
4.2 Saran...................................................................................................
4.3 Daftar pustaka......................................................................................
BAB I
LATAR BELAKANG
A. Rasionalisasi Pentingnya CBR
Critical Book Review (CBR) sangat penting buat kalangan pendidikan terutama buat
mahasiswa maupun mahasiswa/i karena dengan mengkritik suatu buku maka mahasiswa/i
ataupun si pengkritik dapat membandingkan dua buku dengan tema yang sama, dapat melihat
mana buku yang perlu diperbaiki dan mana buku yang sudah baik untuk digunakan
berdasarkan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis buku tersebut, setelah dapat
mengkritik buku maka diharapkan mahasiswa/i yang dapat membuat suatu jurnal karena
sudah mengetahui bagaimana kriteria buku yang baik dan benar untuk digunakan dan sudah
mengerti bagaimana cara menulis atau langkah-langkah apa saja yang diperlukan dalam buku
tersebut.
C.MANFAAT
Adapun manfaat yang diharapkan tercapai setelah mengkritik buku ini adalah :
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara memberikan apresiasi serta penilaian antara suatu
judul buku.
2. Mahasiswa menjadi lebih kritis dalam mencari informasi yang diberikan oleh setiap
bab.
3. Mahasiswa mampu menyampaikan, menggunakan dan mengaplikaskan ilmu review
untuk menjadi suatu sistem yang terpadu dalam pengembangan keilmuannya.
4. Mahasiswa dapat mengetahui masalah pokok sejarahislamisasi dan perkembangan
kerajaan kerajaan islam diindonesia dan dapat menyelesaikan masalah tersebut.
5. Menambah pengalaman mahasiswa untuk membaca dengan baik.
D. IDENTITAS BUKU
Demikianlah berdasarkan peranan pengaruh peradaban dunia serta sikap dan cara
bangsa Indonesia menanggapi pengaruh tersebut teori trikotomi memberikan
pengertian dan batas-batas untuk masing masing dari ketiga periode sejarah nasional
kita sebagai berikut:
1. Zaman Purba (Kuno): sejarah bangsa Indonesia sejak dari datangnya pengaruh
agama dan peradaban Hindu pada abad-abad pertama Masehi sampai dengan
lenyapnya Kerajaan Majapahit menjelang 1600.
2. Zaman Madya: sejak dari datangnya agama dan peradaban Islam serta datangnya
orang-orang Barat sesudah jatuhnya Kerajaan Majapahit sampai dengan akhir abad
ke-19.
3. Zaman Baru (Modern): sejak masuknya unsur-unsur peradaban Barat dan teknologi
modern sekitar 1900-ansampai dewasa ini.
Perlu diketahui bahwa pembagian sejarah Indonesia menjadi tiga periode sebagai
tersebut di atas pada dasarnya telah dilepaskan dari periode prasejarah. Pembagian
ketiga periode di atas dibatasi pada periode sejarah yang didasarkan pada sumber
sumber sejarah tertulis. Zaman sejarah bagi bangsa Indonesia dimulai sejak sekitar
abad ke-5 saat pertama kali diketemukannya sumber-sumber sejarah tertulis.Jadi
zaman madya dalam sejarah nasional bangsa Indonesia menempati periode yang
kedua dalam trikotomi periodisasi sejarah kehidupan bangsa Indonesia. Periode
sejarah Indonesia madya ini berlangsung sampai kepada saat-saat bangsa Indonesia
menghadapi proses modernisasi sebagai akibat masuknya unsur- unsur peradaban dan
teknoologi modern dari barat.
Sejarah Indonesia madya masa Islam menempati rentang waktu yang agak panjang,
sejak dari datangnya agama Islam menjelang runtuhnya kerajaan Hindu, Majapahit,
sampai akhir abad ke-19. Tetapi rentang waktu ini kiranya tidak perlu terlalu ketat
batas waktunya, sebab kapan datangnya Islam di Indonesia juga belum pasti benar.
Proses Islamisasi dalam arti yang sesungguhnya, dimulai pada abad ke-15 dan ke-
16, yakni setelah agama Islam tumbuh menjadi kekuatan agama dan kekuatan
kebudayaan di kepulauan ini. Namunagama Islam sendiri jelas telah datang di negeri
ini jauh lebih awal lagi. Pedagang-pedagang Islam dari Persia dan Gujarat, paling
sedikit sudah sejak dua abad sebelumnya hilir mudik di Nusantara ini. Kerajaan-
kerajaan Islam pertama di Sumatra Utara telah berdiri pada abad ke-13. Malahan ada
tanda-tanda bahwa Islam sudah masuk di Sumatra jauh sebelumnya sebagaimana
ditunjukkan dengan adanya sebuah batu berukir di daerah Lubuk Tua, pantai barat
Sumatra Utara. Oleh sebab itu awal Sejarah Indonesia Madya Masa Islam setidak-
tidaknya dimulai sejak abad ke-13.
Sejarah Indonesia Madya Masa Islam diakhiri pada sekitar abad ke-19. Ini tidak
berarti bahwa pengaruh agama dan kebudayaan Islam serta proses Islamisasi berakhir
pada abad ke-19. Berbeda dengan masa sebelumnya, pengaruh agama dan
kebudayaan Hindu praktis terhenti setelah jatuhnya Kerajaan Majapahit, tetapi tidak
demikian halnya dengan pengaruh agama dan kebudayaan Islam serta proses
Islamisasi. Proses Islamisasi berlangsung terus hingga kini.
Pada abad ke-19 bangsa Indonesia menghadapi pengaruh Barat yang sifat dan
dampaknya terhadap kehidupan kita bangsa Indonesia jauh lebih essensial. Selama
masa Islam tidak terdapat perubahan yang berarti dalam struktur kehidupan ekonomi
bangsa Indonesia, meskipun harus diakui bahwa luas dan volume perdagangan
mengalami perkembangan yang pesat.
Ciri utama yang menandai sejarah nasional kita bangsa Indonesia pada periode
madya ini adalah terjadinya pertumbuhan dan perkembangan agama Islam. Agama ini
adalah agama yang datang dari luar yang kedua kalinya setelah agama Hindu-Buddha
yang memiliki pengaruh yang mendalam pada perkembangan sejarah kehidupan
bangsa Indonesia, Islam mencapai Indonesia pada paruh kedua abad ke-13.
Perkembangan yang pesat dan meluas terjadi pada abad ke-15 dan ke-16. Pada abad
ke-17 Islam memasuki daerah-daerah pedalaman.
Agama Islam berkembang mengikuti jalur pelayaran dan perdagangan. Maka
seiring dengan perkembangan agama Islam berkembang pula secara luas pelayaran
dan perdagangan laut bangsa Indonesia. Jalur pelayaran dan perdagangan
internasional yang sudah ada sejak kuno, antara Cina, Indonesia (Selat Malaka), India,
Asia Barat dan sebaliknya kini kian bertambah ramai, Demikian pula pelayaran dan
perdagangan antarbangsa Indonesia, antara Malaka dan Maluku, yang pada waktu itu
diselenggarakan oleh pedagang-pedagang Jawa menjadi bertambah ramai. Laut Jawa
menjadi jalur utama yang menghubungkan kedua bagian dari wilayah Indonesia. Laut
Jawa disebut Laut Nusantara. Demikian pula produksi rempah-rempah menjadi
bertambah maju.
D. Pendekatan Penulisan
1. Disintegrasi Politik
Islam datang di Indonesia pada saat-saat ketika pusat pusat kekuasaan Hindu
mengalami kemunduran. Pada masa awal kedatangan Islam sekitar abad ke-12 dan
ke-13 Sriwijaya sebagai pusat kekuasaan Hindu di Indonesia bagian barat mulai
menunjukkan tanda-tanda kemerosotan. Demikian pula ketika Islam mulai
berkembang secara luas sekitar abad ke-15 Kerajaan Majapahit sebagai pusat
kekuasaan Hindu di Indonesia bagian timur sudah menghadapi saat-saat keruntuhan.
a. Kerajaan Sriwijaya
Kemunduran Kerajaan Sriwijaya dimulai sejak dari serangan Colamandala pada
abad ke-11. Tiga kali Colamandala melakukan. penyerangan terhadap Sriwijaya. Pada
1023 serangan pertama Rajendra Coladewa menyerbu Kadaram (Kataha). Diikuti
serangan kedua pada 1030 dan yang ketiga pada 1068. Sejak saat itu peranan
Sriwijaya sebagai pusat perdagangan menjadi merosot. Kitab Lingwai-tai-ta yang
disusun oleh Chou-Ju-fei (1178) menceritakan bahwa persediaan barang-barang
perdagangan di Sriwijaya mahal mahal karena negeri itu tidak lagi menghasilkan
banyak hasil-has alamnya. Diceritakan pula bahwa kedudukan Cho-po (Jawa) kini
lebih kaya dibandingkan Sriwijaya. Hal yang sama dikisahkan pula oleh Chau-Ju-Kua
dalam kitabnya Chu-fan-chi (1225).
Untuk mencegah kemunduran di bidang perdagangan yang mungkin akan
berpengaruh pula di bidang politik, maka Sriwijaya berusaha menaikkan tarif bea
cukai bagi kapal-kapal dagang yang singgah di pelabuhan-pelabuhannya. Namun
ternyata usaha-usaha itu bukannya menaikkan pendapatan karena lebih
menguntungkan, tetapi bahkan lebih merugikan, karena kapal kapal dagang sering
kali menghindari Bandar-bandar Sriwijaya, berusaha menembus blokadenya dan
mencari serta menuju ke tempat-tempat yang mereka ketahui banyak menghasilkan
barang-barang perdagangan.Pada masa kejayaan Majapahit kedua kerajaan Islam di
barat Indonesia itu juga menjadi bagian dari Kerajaan Majap Kebesaran Majapahit
menjadi kebesaran mereka juga. Ad bagian Majapahit di ujung barat yang telah
menjadi ker Islam itu,rupanya tidak menjadikan soal bagi Majapahit. Ke kerajaan
Islam tersebut belum dirasakan sebagai ancaman po bagi kerajaan Indonesia-Hindu
itu. Samudra Pasal dibiarka mengadakan hubungan langsung dengan Cina. Pedagang
pedagang Majapahit banyak berdatangan di Samudra Pass demikian pula di
pelabuhan-pelabuhan Tuban dan Gresik bany dikunjungi pedagang-pedagang Islam
dari Samudra Pasai das juga dari India. Bahkan hubungan darah antara Majapahit dan
Samudra bukanlah hal yang ganjil. Raja Samudra Pasai, Zainal Abidin, misalnya,
ketika pada 1511 terpaksa meninggalkan takhta dan melarikan diri, lapun melarikan
diri ke Majapahit dan minta perlindungan kepada Raja Majapahit yang kebetulan
masih termasuk saudaranya. Islam
Pengaruh politik Majapahit terhadap Samudra dan Malaka menjadi sangat
berkurang setelah di pusat Kerajaan Majapahit sendiri timbul kekacauan politik
sebagai akibat perebutan kekuasaan di antara kalangan keluarga raja. Demikianlah
kerajaan kerajaan yang jauh dari pengawasan pusat Kerajaan Majapahit seperti halnya
Samudra Pasai dan Malaka akan berkembang serta mencapai puncak kekuasaannya
sampai abad ke-16.
b. Kerajaan Majapahit
Kapan datangnya agama Islam di Jawa juga tidak dapatdiketahui dengan pasti.
Mungkin batu nisan makam Fatimah. binti Maimun di Leran (Gresik) yang berangka
tahun 1082 dapat dijadikan bukti yang nyata mengenai datangnya agama Islam di
Jawa. Antara abad ke-11 sampai abad ke-13 hanya meninggalkan sangat sedikit bukti
mengenai telah datangnya agama Islam di Pulau Jawa. Baru sesudah akhir abad ke-13
lebih banyak didapatkan bukti-bukti baik yang berupa peninggalan purbakala ataupun
berita-berita asing mengenai telah datangnya agama Islam tersebut. Peninggalan-
peninggalan purbakala seperti batu-batu nisan di makam Troloyo, Trowulan dan di
Gresik menunjukkan kepada kita mengenai telah adanya proses Islamisasi bukan saja
di daerah-daerah pesisir, tetapi juga di daerah sekitar pusat kekuasaan Kerajaan
Indonesia-Hindu Majapahit. Hal itu diperkuat juga dari berita Ma Huan seorang
Muslim Cina yang pernah berkunjung ke Majapahit pada 1413.
2. Degenerasi Sosial-Budaya
Merosotnya kekuasaan pusat kerajaan Indonesia-Hindu seperti Sriwijaya dan
Majapahit berpengaruh besar kepada kehidupan ekonomi dan sosial-budaya. Perang
yang berkepanjangan, pemberontakan dan perebutan kekuasaan di kalangan keluarga
raja raja mengakibatkan kemunduran perekonomian negara dan rakyat. Rakyat tidak
lagi berkesempatan mengerjakan sawah ladangnya
karena harus berperang. Perahu-perahu yang seharusnya untuk berdagang
digunakan untuk mengangkut tentara. Perekonomian golongan bangsawanpun sendiri
juga menjadi sangat merosot, karena bagi mereka pun perang jelas hanya
menghabiskan waktu, tenaga dan bahan-bahan keperluan hidup.
Kemunduran di bidang ekonomi berakibat pula kemunduran di bidang budaya.
Tiada biaya lagi untuk memelihara bangunan bangunan suci, wihara-wihara.
Seniman-seniman kehilangan mata pencaharian, sehingga tidak dimungkinkan lagi
terciptanya kreasi kreasi baru di berbagai bidang seni seperti seni bangunan, seni
pahat dan patung dan kesenian kerajinan. Disintegrasi kekuasaan politik membawa
serta pula degenerasi di bidang sosial-budaya.
a. Kerajaan Sriwijaya Kemajuan ekonomi Sriwijaya pada masa kejayaannya dari
abad ke-7 sampai abad ke-12 ternyata mendorong pula kemajuannya di bidang sosial-
budaya. Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari perdagangan rupanya telah
memberikan cukup kemakmuran bagi rakyatnya, sehingga mampu membangun dan
memelihara wihara-wihara dan sekolah-sekolah agama Buddha. I-tsing yang pernah
berkunjung ke Sriwijaya pada abad ke-7 menyatakan bahwa Sriwijaya sebagai pusat
pengetahuan agama Buddha adalah demikian masyhurnya. Banyak pendeta-pendeta
Cina sebelum belajar agama Buddha di Perguruan Tinggi di India terlebih dahulu
belajar agama Buddha di Sriwijaya. Banyak pula sarjana-sarjana India yang
berkunjung ke pusat pengetahuan agama Buddha di Sriwijaya itu untuk
menyumbangkan tenaganya sebagai pengajar.
Sehingga sebenarnya sangat mengherankan, apabila dari kebesaran Sriwijaya yang
cukup mengagumkan itu kini hanya tertinggal sangat sedikit peninggalan purbakala
yang masih bisa ditatap oleh generasi sekarang, yakni Candi Muara Takus.
b. Kerajaan Majapahit Perang Paregreg (1401-1406) jika dipandang dari segi
politik dan ekonomi memang membawa kehancuran Majapahit. Kekuasaan Majapahit
telah terpecah belah. Masing-masing pecahan kekuasaan saling berhantam dan
berebut kekuasaan dan akibatnya meremuk kewibawaan Majapahit baik di pusat
ataupun di daerah jajahan. Kelemahan di pusat memberikan peluang yang seluas-
luasnya kepada pemerintah lokal untuk melepaskan diri dari pusat. Perang yang
berkepanjangan ini mengakibatkan pula 'kocar-kacirnya' ekonomi negara dan rakyat.
Tanah-tanah pertanian menjadi tidak terurus karena rakyat harus pergi ke medan
peperangan. Perdagangan dengan sendirinya ikut menjadi macet. Pendek kata, Perang
Paragreg membawa kehancuran politik dan ekonomi Majapahit.Kemunduran di
bidang sosial budaya menjadi tak terelakkan pula. Kehidupan beragama menjadi
merosot. Upacara keagamaan yang menjadi inti kehidupan masyarakat Hindu pada
masa kebesaran Majapahit kini mulai harus disederhanakan. Pembangunan candi-
candi baru dihentikan.
a. Mazhab Syi'ah
Agama Islam yang pertama-tama masuk ke Indonesia sekitar abad ke-12 terutama
ke Perlak dan Samudra Pasai adalah mazhab Syi'ah. Islam Syi'ah banyak berkembang
di Persia. Bahkan pada abad ke-16 Islam Syi'ah dijadikan agama resmi di Persia.
Islam Syi'ah tersebar ke Persia, Pantai Hindustan, Asia Tengah, Suriah, bagian Barat
Arabia dan Mesir. Maka mudah dipahami apabila agama Islam yang dibawa oleh
pedagang-pedagang Gujarat ke Indonesia terutama ke pantai timur Sumatra pada awal
abad ke-12 tersebut adalah mazhab Syi'ah. Pedagang-pedagang Gujarat bersama-sama
pedagang Persia dan Arab menetap di situ dan berhasil mendirikan kerajaan-kerajaan
Islam pertama di Indonesia ialah Kerajaan Perlak di muara Sungai Peureulak dan
Kerajaan Samudra Pasai di muara Sungai Pasal dengan bantuan Dinasti Fatimyah di
Mesir.
b. Mazhab Syafi'i
Mazhab Syafi'i ini merupakan mazhab yang paling besar pengaruhnya terhadap
masyarakat Islam di Indonesia, Mazhab ini mengikuti ajaran dari Muhammad ibn
Idris as-Syafi'i (767 820), Syafi'i meletakkan dasar-dasar mazhabnya di Baghdad.
Dari Baghdad aliran Islam Syafi'i ini berkembang dan meluas ke Yaman (Arabia
Selatan), Mesir, Pantai Malabar dan Koromandel di India dan akhirnya ke Tanah Air
kita Indonesia.
c. Mazhab Hanafi
Beberapa babad menceritakan bahwa tokoh-tokoh penyiar Islam di Jawa pada
awal-awal perkembangan Islam adalah berasal dari Negeri Campa. Raden Rahmat
yang kemudian menjadi wali dengan gelar Sunan Ampel menurut Babad Tanah Jawi
berasal dari Campa. Syekh yang mendapat tugas untuk menyiarkan Islam di daerah
Blambangan diceritakan oleh Serat Kanda sebagai paman Raden Rahmat sendiri,
sehingga ia berasal pula dari Campa. Dengan demikian agama Islam yang
berkembang di pantai utara Jawa juga berasal dari Negeri Campa. Mengenai letak
Campa terdapat beberapa ahli yang mengidentikkannya dengan Kota Jeumpa di Aceh,
tetapi yang dimaksudkan oleh buku-buku babad jelas Campa adalah sama dengan
Champa, nama suatu kerajaan kuno di daratan Asia Tenggara atau tepatnya di
Vietnam Selatan.
2. Tasawuf dan Tarekat
a. Tasawuf
Di samping telah berkembangnya ilmu fikih yang telah melahirkan berbagai
mazhab dalam Islam, maka sejak abad ke 11 lahir pula dasar-dasar ilmu tasawuf yang
memberikan jalan kepada para penganutnya untuk secara langsung mencari dan
mendekatkan diri kepada Tuhan berdasarkan atas kerinduan dan kecintaannya
terhadap Nya. Para penganut tasawuf disebut sufi. Kata tasawuf sendiri berasal juga
dari kata suf yang berarti wol (bulu domba). Istilah ini timbul karena para penganut
tasawuf atau sufi biasanya memakai jubah dari wol atau bulu domba.
b. Tarekat
Aliran tasawuf yang dalam usahanya mencari dan mendekatkan diri terhadap
Tuhan mengharuskan para sufi berguru kepada seorang syekh sebagai pembimbing
rohaninya disebut aliran tarekat. Tariqat artinya jalan, yakni jalan ketuhanan. Para
murid sufi dalam perjalanan batiniahnya untuk mencapai pengetahuan yang sempurna
tentang Tuhan, agar dengan demikian dapat membawa jiwanya kembali bersatu
dengan asalnya, ialah Tuhan, mesti memerlukan bimbingan dan bantuan seorang
pembimbing rohani, yakni syekh, karena memang jalan kebenaran itu sendiri
sangatlah sulit lagi gelap. Tanpa bimbingan seorang syekh yang telah memiliki
banyak pengalaman rohani mereka akan mudah terjerumus ke jalan syaitan yang
biasanya lebih lebar dan terang terbuka.
3. Seni Sastra
Melalui seni sastra pengaruh Islam dapat dikembangkan secara lebih luas lagi.
Seni sastra Islam pada masa Indonesia madya ini terutama berkembang di sekitar
perairan Selat Malaka dan di Jawa. Seni sastra di sekitar Selat Malaka (sastra Melayu)
merupakan suatu pertumbuhan baru, sedang di Jawa merupakan perkembangan lebih
lanjut dari sastra Jawa Kuno. Corak Islam dalam sastra Indonesia madya mendapatkan
pengaruh yang cukup besar dari cerita-cerita
PERKEMBANGAN KOTA-KOTA ISLAM DAN MASYARAKATNYA
A. Perkembangan Kota-Kota
A. Kerajaan Perlak
1. Jalur Pelayaran di Pantai Timur Sumatra Sudah sejak zaman kuno, Selat
Malaka memiliki
peranan penting sebagai jalur pelayaran yang menghubungkan negeri
India dengan Cina dan sebaliknya. Jauh sebelum dikenalnya Kota Malaka
pelayaran melalui Selat Malaka itu sendiri telah ramai. Pada masa
Sriwijaya abad ke-7 pelayaran dari India ke Cina atau sebaliknya belum
pula melalui kota pelabuhan Malaka. Kota Malaka belum ada dan belum
berdiri. Namanya pun belum pernah disebut. sebut. Pelayaran di Selat
Malaka pada waktu itu tidak melalui pantai barat Semenanjung Malaka,
melainkan melalui sisi barat Selat Malaka ialah menyisir pantai timur
Sumatra. Kota pelabuhan terpenting pada waktu itu, ialah Melayu (Mo-lo-
yu) yang terletak di muara Sungai Batanghari, kira-kira di Kota Jambi
sekarang.
2. Perdagangan Lada
Menurut musafir Arab dan Cina penanaman lada di Aceh ini telah dikenal
sejak abad ke-9, yakni di daerah-daerah Nampoli, Perlak, Lamuri dan
Samudra. Lada bukanlah tanaman asli dari Aceh, melainkan kiranya
berasal dari Malagasi (Madagaskar). Di Malagasi sendiri penanaman lada
telah dikenal sedikitnya telah sejak abad ke-7 dan ke-8.
3. Kerajaan Islam Pertama
Perlak diperkirakan telah berdiri sejak akhir abad ke-12. Nama semula adalah Peureulak.
Kitab Negarakertagama menyebut-nyebut negeri itu dengan nama "Parlak". Marco Polo yang
berkunjung ke negeri itu pada 1292 mencatatnya sebagai Negeri Ferlec.Pendiri Kerajaan
Perlak dipandang sebagai keturunan Arab dari suku Qurais. Seorang pedagang Arab kawin
dengan putri pribumi keturunan Raja Perlak. Dari perkawinan ini lahirlah seorang putra yang
bernama Sayid Abdul Azis. Sayid Abdul Azis inilah yang kemudian ditakhtakan sebagai
Sultan Perlak yang pertama dengan nama Sultan Alaiddin Syah. Sultan pertama ini
memerintah di Perlak pada 1161-1186.
B. Kerajaan Samudra Pasai
1. Etimologi Nama Kerajaan
Nama lengkap Kerajaan Samudra Pasai adalah Samudra Aca Pasai yang berarti Kerajaan
Samudra yang baik dengan beribu kota di Pasai. Ibu Kota Pasai sendiri sekarang tidak ada
lagi bekas-bekasnya. Kira-kira letak Pasai adalah di sekitar Negeri Blang Me sekarang.
Hikayat Raja-Raja Pasai mengkaitkan nama Samudra Pasai itu dengan nama binatang.
Alkisah istana kerajaan itu mula-muladidirikan di atas bukit yang hanya didiami oleh semut
besar y oleh rakyat disebut semut dara atau samudra. Bukit itu dinamakan pula Bukit Pasai,
karena di atas bukit itu pula dikuburkan anjing Pasai (Si Pase) milik Sultan Malik al-Tahir
yang mati karena berkelahi dengan seekor pelanduk di atas bukit tersebut.
2. Pendiri Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai ini merupakan kerajaan Islam kedua sesudah Perlak. Sumber-
sumber sejarah mengenai kerajaan ini jauh lebih lengkap dibandingkan dengan kerajaan yang
pertama. Di samping hikayat, berita-berita luar negeri, kerajaan ini juga meninggalkan
peninggalan arkeologis berupa prasasti yang dapat menjadi saksi utama mengenai telah
berdirinya kerajaan ini. Pendiri Kerajaan Samudra Pasai adalah Sultan Malik al Saleh. Hal ini
diketahui dengan pasti dari prasasti yang terdapat dalam batu nisan makamnya yang
menyatakan bahwa Sultan Malik al Saleh ini meninggal pada bulan Ramadhan, 676 tahun
sesudah hijrah Nabi atau 1297, jadi 5 tahun sesudah kunjungan Marco Polo ke negeri ini
dalam perjalanannya pulang dari Cina.
3. Peranan Samudra Pasai
Dengan timbulnya Kerajaan Samudra Pasai maka kesultan an Perlak mengalami banyak
kemunduran. Samudra Pasai tampil menjadi bandar utama di pantai timur Sumatra Utara.
Samudra Pasai tidak saja menjadi pusat perdagangan lada, namun sekaligus juga menjadi
pusat pengembangan agama Islam mazhab Syafi'i. Setelah Sultan Malik al Saleh meninggal
pada 1297 ia digantikan oleh putranya, Sultan Muhammad, yang lebih terkenal dengan nama
Sultan Malik al Tahir.
C. Kerajaan Malaka
1. Pertumbuhan Kota Malaka
Sampai sekitar abad ke-13 dan ke-14 hampir dapat dipastikan bahwa kota pelabuhan
Malaka belum berdiri dan belum dikenal. Sebab sampai abad-abad itu jalur lalu lintas
pelayaran dan perdagangan masih melalui Selat Malaka sisi barat. Jadi masih menyisir pantai
timur Sumatra, beralihnya jalur lalu lintas pelayaran dan perdagangan dari sisi barat ke sisi
timur Selat Malaka, jadi menyisir pantai barat Semenanjung Malaka, baru terjadi setelah
kemunduran kesultanan Samudra Pasai, Dengan demikian Malaka pun baru berdiri dan
tumbuh setelah beralihnya lalu lintas pelayaran dan perdagangan ke pantai barat
Semenanjung Malaka. Berita Tome Pires, penulis Portugis, yang pernah tinggal di Malaka
pada 1512-1515, mengenai kota pelabuhan Malaka juga kurang jelas, ia hanya menulis
bahwa pelabuhan Malaka itu dibuka kira kira seratus tahun sebelum kota itu jatuh ke tangan
kekuasaan bangsa Portugis.
2. Pelabuhan Transito bagi Indonesia
Pada abad ke-15 dan ke-16 Malaka telah berkembang menjadi pusat perdagangan
internasional. Sebagai diberitakan oleh Tome Pires dalam Suma Oriental-nya datanglah ke
Malaka pedagang-pedagang dari jurusan Barat, Utara dan Timur. Dari jurusan barat datang
ke Malaka pedagang-pedagang dari Mesir, Arab, Turki, Armenia, Parsi, Gujarat,
Koromandel, Malabar, Keling, Benggali, Arakan, Pegu dan Kedah. Sedangkan yang datang
ke Malaka dari jurusan utara adalah pedagang-pedagang dari Siam, Pahang, Patani, Kamboja,
Campa dan Cina. Sedangkan dari jurusan timur datanglah ke Malaka pedagang-pedagang dari
Kepulauan Indonesia seperti Tanjungpura, Bangka, Lingga, Sunda, Jawa, Madura, Jambi,
Palembang, Kampar, Minangkabau, Siak, Aru, Batak, Pasai, Pedir, Maluku, Banda, Bima dan
Timor.
3. Pusat Penyebaran Agama Islam Agama Islam yang datang di Malaka dan kemudian
berkembang sampai di Kepulauan Indonesia tidaklah langsung, dari Arab dan oleh pedagang-
pedagang Islam bangsa Arab, melainkan melalui pedagang-pedagang Islam bangsa Persia
dan Gujarat dari India. Pedagang-pedagang Persia dan Gujarat yang berhubungan langsung
dengan pedagang-pedagang Arab, Dengan menyisir jalur pelayaran pantai pedagang Islam
Arab berlayar dari jedah melalui teluk Persia akhirnya tiba di Gujarat pantai barat India.
Pedagang-pedagang Persia dan Gujarat secara langsung pula menerima pengaruh agama
Islam dari pedagang. pedagang Arab.
4. Raja-Raja Malaka, Pemerintahan dan Struktur
Kekuasaannya
Parameswara adalah pendiri dan pembangun Malaka. la adalah sultan pertama yang
menganut Islam mazhab Syafi'i berkat perkawinannya dengan putri Raja Samudra Pasal.
Sebagai sultan Parameswara bergelar Sultan Megat Iskandar Syah. Ia memerintah Kerajaan
Malaka pada 1402-1424. Sejak putranya Sultan Muhammad Syah (1424-1444), Raja raja
Malaka mengambil gelar Sri Maharaja. Sultan ketiga, Sri Parameswara Dewa Syah, hanya
memerintah dua tahun saja antara 1446-1459 karena digulingkan dan dibunuh oleh Raja
Kassim yang kemudian naik takhta dengan gelar Sultan Muzafi'ar Syan (1446-1459).
KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI PANTAL UTARA JAWA ABAD ke-16
A. Kerajaan Demak
1. Peranan Pantai Utara Laut Jawa remp Sejak berabad-abad lamanya pantai utara Laut
Jawa tela menjadi jalur penghubung pelayaran dan perdagangan laut antar Malaka, Indonesia
bagian barat dengan kepulauan rempah di Maluku. Moh. Yamin menamakan Laut Jawa seba
Laut Nusantara. Banyak berita Cina dan Arab mengungkapka peranan pentingnya Laut Jawa
dalam pelayaran dan perdagangan. Bandar-bandar atau kota-kota pelabuhan sepanjang part
utara Laut Jawa menjadi pangkalan bagi para pelaut yang berhers untuk membeli bekal,
terutama beras dan air untuk pelayaranna yang masih berminggu-minggu atau berbulan-bulan
lamanya Melimpahnya persediaan beras dan suburnya bandar-banda di Jawa tersebut
menjadikan semakin menarik.
2. Berdirinya Kerajaan Demak
Kisah berdirinya Kerajaan Demak mirip dengan kisah berdirinya Kerajaan Majapahit
yang digantikannya. Babad Tanah Jawi mengkisahkan bahwa Raden Patah atas petunjuk
Sunan Ampel membuka hutan di Glagah Wangi dan kota baru di Glagah Wangi itu lalu
diberi nama Bintara. Ketika Prabu Brawijaya mengetahui bahwa sebenarnya Raden Patah
adalah putranya sendiri dari selir putri Cina yang dihadiahkannya kepada Arya Damar,
Adipati Palembang, kemudian Raden Patah diangkat sebagai adipati di Bintara tersebut dan
sebagai bawahan Majapahit berkewajiban menghadap Sang Prabu setahun sekali di Istana
Majapahit. Sejak saat itu nama Bintara diganti dengan Demak.
3. Peranan Demak dalam Perdagangan
Letak Demak secara geografis dan ekologis sangatlah menguntungkan bagi perdagangan.
Meskipun sekarang jaraknya dari pantai sudah sekitar 30 km, namun pada zaman dahulu
Demak terletak di tepi pantai, ialah di tepi pantai Selat Muria yang memisahkan Jawa dari
Pegunungan Muria. Sampai sekitar abad ke-17 selat cukup lebar dan dalam dan dapat
dilayari, sehingga kapal-kapal dagang dari Semarang dapat mengambil jalan pintas berlayar
melalui Demak terus ke Rembang. Kemudian Demak dapat berkembang menjadi pangkalan
yang amat penting, karena pelayaran dunia yang melintang di Laut Nusantara dari Malaka ke
Maluku dan sebaliknya mesti melalui dan singgah di bandar Demak.
4. Demak, sebagai Pusat Agama dan Peradaban Islam Demak yang berdiri pada paruh
kedua abad ke-15 itu tidak saja berkembang sebagai pusat lalu lintas pelayaran dan
perdagangan, tetapi juga sebagai pusat ibadat bagi umat Islam yang baru timbul. Babad
Tanah Jawi menjelaskan bahwa sesuai dengan pesan Sunan Ampel segera setelah selesai
membuka hutan rawa-rawa Glagah Wangi, Raden Patah mendirikan masjid. Masjid Demak
dan kerajaan Islam yang pertama itu tidak dapat dipisahkan. Masjid Demak telah menjadi
pusat kerajaan Islam pertama di Jawa. Mungkin sekali Raja-raja Demak memandang Masjid
Demak sebagai lambang Kerajaan Islam mereka.
5. Demak pada Masa Kejayaannya
Raja Demak yang pertama memerintah sampai 1518. Kemudian ia digantikan oleh Pati
Unus (1518-1521). Pati Unus ini dalam Babad Tanah Jawi disebut dengan nama Pangeran
Sabrang Lor, sedang dalam Serat Kandha disebut dengan nama Raden Surya. Mengenai
hubungan kekeluargaan antara Pati Unus dengan Raden Patah terdapat perbedaan antara
sumber-sumber Portugis dengan sumber-sumber asli Indonesia atau Jawa. Sumber Portugis
menyatakan bahwa Pati Unus adalah menantu dari Rodin Senior atau Raden Patah, sedang
sumber asli Babad Tanah Jawi dan Serat Kandha menyatakah sebagai putra kandung Raden
Patah.
6. Runtuhnya Kerajaan Demak
Dari berbagai sumber dapat diungkap bahwa sepeninggal Sultan Trenggana Demak
mengalami kekacauan politik. Fernandez Mendez Pinto menyatakan bahwa gugurnya Sultan
Trenggana di ujung timur Pulau Jawa itu telah mengakibatkan terjadinya perebutan
kekuasaan di antara calon penggantinya. Ibu Kota Demak dibuatnya hancur. Menurut
berbagai babad, Sultan Trenggana digantikan oleh putranya, Susuhunan Prawata. Nama ini
diberikan sesuai dengan nama gunung (Gunung Prawata) tempat tinggalnya, tidak jauh dari
ibu kota yang lama. Susuhunan Prawata inilah yang dipandang paling berhak. Rupanya ia
telah mencari dan mendapat dukungan dari "masyarakat orang alim" yang telah menganggap
Masjid Demak yang suci itu sebagai pusatnya, ialah Masjid Agung yang telah didirikan dan
dikelola oleh keluarga Raja Demak.
B. Kerajaan Cirebon
1. Jawa Barat Menjelang Datangnya Islam Ketika Islam datang memasuki Jawa Barat
sejak akhir abad 15 atau awal abad ke-16, di Jawa Barat masih berdiri dua kerajaa Hindu,
ialah Kerajaan Pajajaran dan Kerajaan Galuh. Pusat atau Ibu Kota Pajajaran adalah Pakuan.
Prasasti Batutuis yang berangka tahun 1333 M menunjukkan bahwa letak Pakuan itu adalah
dekat Kota Bogor sekarang. Tome Pires menyebut b Kota Pakuan itu Dayo. suatu sebutan
yang diberikan pula kepada Ibu Kota Majapahit. Mungkin sekali Dayo itu adalah ucapan dan
kata, Sunda "dayeuh," yang berarti ibu kota.
2. Islamisasi Jawa Barat dan Berdirinya Kerajaan Cirebon Sejak sebelum Demak
menjadi 'kerajaan Islam sebenarnya telah terdapat hasrat yang kuat untuk memperluas
kekuasaan ekonomi ke arah Barat. Hasil padi yang sangat besar yang dihasilkan oleh dataran
rendah aluvial yang subur sepanjang pantai utara Cirebon dan Kendal, merupakan hasil
tambahan yang cukup penting bagi perdagangan beras Demak dengan pedagang pedagang
dari seberang laut.
3. Raja-Raja Pengganti Sunan Gunung jati Sunan Gunung Jati digantikan oleh cicitnya,
yang terkenal dengan nama Pangeran Ratu atau Panembahan Ratu. Padamasa
pemerintahannya Kerajaan Hindu terakhir di Jawa Barat, Pajajaran, telah mengalamai
keruntuhan. Tetapi keruntuhan Kerajaan Pajajaran ini bukan oleh serangan Cirebon,
melainkan karena serangan Banten. Tidak terdapat tanda-tanda yang dapat memberikan
petunjuk bahwa prajurit-prajurit Cirebon ikut ambil bagian dalam penyerangan serta
penaklukan Pakuan.
C. Kerajaan Banten
Sebelum tahun 1400-an Banten boleh dikatakan masih sepi-sepi saja. Berita-berita Cina
belum menceritakan apa-apa mengenai Banten. Hal ini dapat dipahami karena Selat Sunda
pada waktu itu berada di luar jalur pelayaran dan perdagangan. Laut Jawalah yang lebih
berperanan sebagai jalur penghubung pelayaran dan perdagangan antara Indonesia bagian
Barat dengan Indonesia bagian Timur, antara Malaka dan Maluku.Menjelang datangnya
Islam peranan Banten mulai agak berarti. Nama Wahanten Girang sebagai disebut-sebut
dalam kitab Carita Parahyangan kiranya dapat dihubungkan dengan Banten. Sudah dapat
dipastikan bahwa Banten pada waktu itu masih di bawah kekuasaan Kerajaan Hindu-Sunda
Pajajaran yang berpusat di Pakuan dekat Bogor sekarang.
2. Pendiri Dinasti
Peletak dasar kekuasaan Islam di Banten adalah Sunan Gunung Jati. Pada 1525 Sunan
Gunung Jati atas nama Demak telah mendarat di Banten. Menurut cerita Jawa-Banten
setibanya di Banten, dengan segera ia berhasil menyingkirkan Bupati Sunda di situ serta
dengan cepat pula ia mengambil alih kekuasaan pemerintahan atas kota pelabuhan tersebut.
Banten dijadikan landasan pertama untuk mengislamkan seluruh Jawa Barat.
3. Perluasan Banten
Sekitar 1600-an Banten mencapai zaman kejayaan. Banten menjadi pusat perdagangan.
Banten sendiri menghasilkan lada, baik dari Banten sendiri maupun dari Lampung. Setiap
pedagang yang hendak menjual atau membeli lada mesti ke Banten perginya. Perdagangan
cengkeh serta pala dari Maluku pun dipusatkan di Banten. Kedudukan Malaka tidak banyak
mempengaruhinya. Mengenai keadaan Banten ini terdapat banyak berita baik dari Belanda
atau pun dari Inggris. Pada waktu itu kapal-kapal Belanda dan Inggris semakin sering dan
teratur singgah di bandar Banten.
A. Kerajaan Pengging
Pengging terletak di lereng Tenggara Gunung Merapi, antara Kota Bayalali [Boyolali],
Klaten dan Kartasura sekarang Kelak daerah Pengging ini akan tetap menjadi inti daerah
wilayah Kerajaan Pajang. Sejak dahulu daerah Pengging sangat subur tanahnya dan
merupakan gudang beras, karena terletak di daerah aliran Sungai Pepe dan Kali Dengkeng
yang keduanya bermuara ke induk sungai Bengawan Sala [Solo] bagian udik yang dahulu
bernama Bengawan Wiluyu. Sebelum 1000 M. daerah lembah Bengawan Sala ini yang
membentang ke Timur sampai di lereng Gunung Lawu, rupanya secara politis dan ekonomis
kurang penting dibandingkan dengan daerah Mataram yang terletak di sebelah baratnya di
antara apitan Kali Progo dan Kali Opak.
2. Penguasa Pengging
Masuk dan berkembangnya agama Islam ke daerah pedalaman (Pulau Jawa) agaknya
berjalan lambat. Kelambatan ini bukan saja karena sulitnya hubungan antara kota-kota pusat
perkembangan agama Islam di daerah pantai dengan daerah-daerah pedalaman, melainkan
lebih-lebih karena masih kuatnya pengaruh agama dan kebudayaan lama, agama dan
kebudayaan Hindu-indonesia. Masuk dan menyebarnya agama Islam ke daerah pedalaman
bersamaan dengan ekspansi militer yang dilancarkan oleh Demak. Namun rupanya lebih
banyak lagi usaha penyiaran agama yang dilakukan secara berkelana oleh guru-guru agama
atau orang orang saleh. Mereka ini kemudian akan menjadi tokoh-tokoh terkenal di daerah
pedalaman.
4. Runtuhnya Kerajaan Pengging Rupanya Pengging menjadi pusat kegiatan agama
Islam pedalaman, Babad Tanah Jawi menceritakan bahwa Ki Kebo Kenanga, setelah masuk
Islam benar-benar tenggelam dalam kesibukan-kesibukan agama, sehingga tak pernah
mengurus kedudukan ayahnya dahulu sebagai penguasa pemerintahan Pengging. Sudah
lama Ki Kebo Kenanga tidak menghadap Demak.
B. Kerajaan Pajang
Baik Serat Kandha maupun Babad Tanah Jawi memue banyak cerita mengenai pendiri
Kerajaan Pajang. Waktu kecilnya bernama Mas Karebet, sebab pada saat lahirnya sedang
diadakan pertunjukan wayang beber di rumahnya. Pada masa remaja la bernama Jaka
Tingkir, karena sepeninggal ayahnya ia dipelihara oleh janda di Tingkir. Letak Tingkir di
sebelah selatan Kota Salatiga sekarang. Ada jalan kuno dari Tingkir ke Demak melalui
Bringin kemudian Godong. Rute ini dipergunakan pula oleh utusan VOC pada 1620 dalam
rangka mengunjungi Ibu kota Mataram di Kartasura. Jaka Tingkir juga dimitoskan sebagai
pahlawan yang berkuasa atas masyarakat buaya (bajul) seperti halnya kakek nya, Jaka
Sangara, yakni Raja Andayaningrat dari Pengging.
2. Pajang sebagai Pusat Kekuasaan Jawa di Pedalaman Setelah berhasil meredakan
ketegangan dalam Istana Demak sesudah meninggalnya Sultan Trenggana, dan membunuh
saingannya, Aria Panangsang dari Jipang-Panolan, Jaka Tingkir kemudian mengambil-alih
kekuasaan serta memindahkan pusat kekuasaan dari Demak ke Pajang di pedalaman. la pun
memindahkan pula benda-benda pusaka Kerajaan Demak ke Pajang, suatu pertanda bahwa
Pajang secara sah telah menggantikan kedudukan Demak sebagai pemimpin Kerajaan
kerajaan Islam di seluruh Jawa.
3. Perekonomian Pajang Pada abad ke-16 dan ke-17 Pajang sangat maju di bidang
pertanian, sehingga merupakan lumbung beras terkemuka pada zamannya. Pusat Kerajaan
Pajang berada di dataran rendah tempat bertemunya Sungai Pepe dan Dengkeng (yang kedua
duanya bermata air di lereng Gunung Merapi) dengan Bengawan Sala. Air cukup sepanjang
tahun. Irigasi dapat dipastikan lancar, sehingga pertanian Pajang maju.
4. Peranan Pajang di Bidang Kebudayaan gaya-gaya arsitektur, sastra dan seni lainnya
yang diambil-alih d Demak dan Jepara Ke daerah pedalaman Jawa Tengah. Keraton dar
Pajang sendiri dibangun menurut model arsitektur Keraton Demak Pengaruh gaya bangunan
dari masa awal Islam di Kudus dan Kalinyamat serta bangunan-bangunan sejenisnya dari
Jawa Timur nampak jelas dalam bangunan makam Sunan Tembayat, yang berdasarkan
angka-angka tahun yang terpahat dalam bangunan
5. Berakhirnya di Butuh, yang terletak tidak jauh di sebelah Barat taman Kerajaan Pajang.
Makam itu hingga kini masih dikenal sebagai Makam A
Sepeninggal Sultan Adiwjaya pada 1587 itu Kerajaan Pajang ditaklukkan oleh negara
bawahannya, Mataram. Keterangan mengenai hal ini pada umumnya hanya terdapat dalam
buku buku babad, terutama Babad Tanah Jawi, yang ditulis oleh para pujangga Mataram satu
abad kemudian. Mudah dipahami apabila banyak keterangan-keterangan yang lebih memihak
kepada Mataram, namun bahwa pertengahan terakhir abad ke-16 para sultan Pajang hanyalah
berkedudukan sebagai raja bawahan dari Kerajaan Mataram adalah pasti.
Mataram terletak di daerah aliran Sungai Opak dan Progo yang bermuara di Laut Selatan.
Daerah ini sangatlah subur, karena tanahnya terdiri-dari endapan-endapan vulkanis yang
berasal dari Gunung Merapi dan Gunung Merbabu (dahulu ketika masih aktif), yang
keduanya seolah-olah menjadi raksasa penjaga daerah ini di sebelah Utara. Tidak
mengherankan pula apabila sejak dahulu daerah ini telah berpenduduk cukup padat menurut
ukuran zamannya.
2. Ki Ageng Pemanahan, Pendiri Dinasti Mataram Sewaktu Mataram mencapai puncak
kejayaannya pada abad ke-17 dan ke-18 diusahakan oleh para pujangga keraton penulisan
asal-usul Raja-raja Dinasti Mataram. Jelas penulisan ini dimaksudkan sebagai upaya
memberikan legitimasi kepada Raja-raja Dinasti Mataram dengan menunjukkan asal-
usulnya yang sudah sangat tua dan memiliki kebangsawanan yang tinggi pula. Pendiri Raja-
raja Dinasti Mataram adalah Ki Pemanahan. Diceritakan bahwa Ki Ageng Pemanahan
adalah cucu Ki Ageng Sela (Sesela) yang bermukim di Sesela, di daerah Grobogan, sebelah
selatan Demak. Dalam legenda Ki Ageng Sela di ceritakan pernah menangkap kilat (petir)
dengan tangannya. Mungkin legenda ini ada kaitannya dengan relief kilat (petir) pada pintu
utama Masjid Demak yang dikenal sebagai pintu bledeg (petir).
4. Ekonomi Mataram Bersifat Agraris sungal, Opak dan juga pelabuhan di pa untuk
memba Negara Mataram tetap merupakan negara agraris yang teta mengutamakan
pertanian. Berita-berita kuno menyebutk bahwa letak geografis serta kondisi ekonomi
Mataram belum memungkinankan kerajaan muda itu menjalin hubungan perdagangan
dengan daerah-daerah lain, yang sebenarnya sangatd perlukan bagi Mataram yang sedang
tumbuh berkembang menjad kerajaan besar dan agung. Dasar-dasar kehidupan maritim
tidak dimiliki oleh Mataram.
Masuknya Islam ke Kalimantan melalui dua arah, dari arah Barat dan dari arah Selatan.
Islam yang masuk melalui arah Barat datang dari Malaka, sedang yang masuk melalui aran
Selatan datang dari Jawa. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada 1511 seperti halnya
jatuhnya Baghdad pada 1258 justru membawa akibat perkembangan Islam lebih luas dan
lebih jauh lagi. Pedagang pedagang Islam pandah dari Malaka, kemudian mengambil
pemukiman baru serta melakukan perniagaan ke daerah-daerah Indonesia bagian yang lebih
ke Timur lagi. Oleh sebab itu proses Islamisasi di daerah-daerah Indonesia bagian Timur
secara efektif baru terjadi sejak dasawarsa kedua abad ke-16.
2. Kerajaan Brunei terletak di pesisir Barat Kalimantan Utara. Pengaruh Islam kera jaan
ini terasa sampai di Filipina. Banyak mubalig-mubalignya yang dikirim ke pulau-pulau di
Filipina Selatan. Peranan Brunei dalam perdagangan cukup penting. Itulah sebabnya maka
pada 1530 Portugis datang kepada Sultan Brune untuk memohon diperkenankan membuka
kembali hubungan dagang dengan Malaka setelah putus akibat Malaka direbutnya pada
1511. Kapal-kapal Portugis agar diizinkan pula mengunjung Brunei.
3. Kerajaan Sukadana
Seperti kerajaan-kerajaan lainnya maka nama Kerajaan Sukadana diambil dari nama ibu
kota kerajaan itu, yaitu Kota Sukadana. Hampir semua kerajaan kuno menggunakan nama
ibukotanya. Ingat nama-nama Kerajaan Singhasari, Majapahit, Kuta, Demak, Pajang dan
Yogyakarta serta Surakarta. Warna menggunakan Sukadana sendiri semula adalah Kerajaan
Matan. Dari nama kerajaan Matan inilah rupanya nama Pulau Kalimantan berasal. Sejak
abad Matan, namun lebih luas lagi dipergunakan untuk menamakan ke-16 orang Dawa juga
telah mengenai dan seluruh Pulau Kalimantan.
4. Kerajaan Banjarmasin
Sejak awal daerah Kalimantan Selatan ini telah memiliki hubungan erat dengan Jawa.
Maka juga mudah dipahami apabila proses Islamisasi di daerah ini tidak terlepas dari
hubungan itu. Islam masuk ke Kalimantan Selatan berdasarkan pola hubungan atasan dan
bawahan, yakni Jawa sebagai negara atasannya dan Kalimantan Selatan sebagai
bawahannya yang mesti hormat dan tunduk kepada negara induknya.
Pada masa kerajaan Indonesia-Hindu di Kalimantan Selatan terdapat beberapa kerajaan
yang berpusat di Nagara Dipa, Daha dan Kuripan di hulu Sungai Nagara di daerah Amuntai
sekarang. Berkat perkawinan hubungan kerajaan itu dengan Majapahit semakin diperkokoh.
Disebut-sebut pula oleh Kitab Negarakertagama pengaruh kekuasaan Majapahit atas daerah
daerah sepanjang Sungai Nagara, Batang Tabalung dan Barito.
Salah satu hubungan yang mengikat Tanah Air Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau-
pulau besar atau pun kecil yang dipisahkan oleh laut dan selat-selat antara lain adalah
hubungan perdagangan. Perdagangan mengambil peranan penting dalammenjalin sambung
rasa membawa pula ikatan yang lebih dalam yang pada suatu sa nanti akan membentuk
kesatuan sebagai bangsa.
2. Kerajaan Islam Makassar Kerajaan Makassar terdiri dari dwitunggal kerajaan, yaitu
Gowa dan Tallo yang kemudian bergabung menjadi satu pada pertengahan abad ke-16.
Kerajaan ini telah menjalin hubungan perdagangan dengan negeri-negeri Melayu dan
Malaka.Gowa sebagai pusat kekuasaan politik baru dimulai pada pertengahan abad ke-16.
Hubungan dengan daerah-daerah Indonesia sebelah Barat rupanya tetap terjalin. Pada masa
pemerintahan Karaeng Tumapa risi-kaliona datanglah ke Gowa orang Jawa yang bernama I
Gallasi. Mungkin saja yang disebut orang Jawa ini hanya untuk menyebut orang yang
datangnya dari sebelah barat Sulawesi, sehingga belum tentu memang berasal dari Jawa,
ada kemungkinan pula berasal dari Sumatra atau pun dari Malaka.
3. Kerajaan Bugis
3. Kerajaan Jailolo
Kerajaan tertua di Maluku adalah Kerajaan Jailolo, tetapi karena penduduk Ternate,
Tidore dan Bacan lebih banyak dari pada Jailolo, maka penguasa atau raja dari ketiga
daerah itu lebih menonjol. Kerajaan Jailolo berdiri sejak 1321.
4. Kerajaan Ternate
Kerajaan Ternate merupakan Kerajaan Islam terbesar Maluku. Kerajaan Ternate berdiri
kira-kira pada abad ke-1 Ibu kotanya semula bertempat di Sampalu. Seiring den
perkembangan perdagangan rempah-rempah, sejak awal aba ke-14 Kerajaan Ternate mulai
berkembang maju. Perdaganga rempah-rempah dilakukan oleh orang Jawa dan Melayu yan
datang ke Maluku, khususnya ke Ternate dan Tidore. P yang dilakukan oleh orang Jawa dan
Melayu itu semakin bertamba Perdagangan ramai dengan datangnya pedagang-pedagang
Arab dan ada d antaranya yang menetap di pulau ini.
5. Kerajaan Tidore
pulau di sebelah selatannya, merupakan saluran bagi masukn agama Islam ke Pulau
Sumbawa dan sekitarnya. Kira-kira ini terja pada pertengahan abad ke-17. Makam yang
terletak di pin Kota Bima yang menurut tradisi dikatakan sebagai makam Sultan Bima
pertama yang masuk Islam dan makam penyiar Islam yang berasal dari Makassar kiranya
dapat memberi bukti. Kerajaan Bima merupakan kerajaan Islam pertama di Sumbawa.
Sultan Salahuddin yang meninggal di Jakarta sesudah kemerdekaan adalah raja terakhir dari
Kesultanan Bima tersebut. Selur penduduk asli Bima adalah penganut Islam yang setia.
Terkenal seorang penganjur Islam di Sumbawa yang hidup pada awal abad ke-19 adalah Haji
Ali. Ajaran-ajarannya banyak membawa perubahan-perubahan dalam masyarakat Sumbawa,
sehingga menjadikan Sumbawa sebagai Kerajaan Islam yang terkenal dengan nama
Sumbawa Besar.
3. Agama Islam di Lombok Yang mengambil peranan penting dalam perkembangan
agama Islam di Pulau Lombok adalah orang-orang Bugis. Mereka datang ke Lombok
melalui Sumbawa dan ada pula yang datang langsung dari Bugis. Lombok merupakan salah
satu daerah perantauan orang-orang Bugis dan di sana terdapat banyak daerah-daerah
pemukimannya.
B. Kerajaan Banten
1. Pusat Perdagangan di Selat Sunda
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada 1511 menyebabkan terjadinya penyebaran
pusat-pusat perdagangan seiring beralihnya kegiatan pedagang-pedagang Islam dari Malaka
yang dahulu menjadi satu-satunya pusat perdagangan di Indonesia bagian barat. Sesudah itu
pusat perdagangan menyebar sebagian ke utara, ialah ke Aceh, dan sebagian lagi ke selatan,
yaitu ke Banten. Faktor utama yang ikut mendorong tampilnya Banten sebagai pusat
perdagangan sudah barang tentu karena letaknya yang strategis. Banten yang terletak di Selat
Sunda di ujung Jawa yang menghadap ke Lautan Hindia itu dapat menjadi pintu gerbang bagi
pelayaran perdagangan dari Barat yang akan masuk ke Indonesia, lebih-lebih setelah
berkembangnya pelayaran yang langsung menuju Indonesia melalui Samudra Hindia dan
tidak lagi menyusuri pantai-pantai daratan Asia.
2. Kedatangan Belanda di Banten
adalah di Banten pada 1596. Angkatan kapal dagangnya terdir atas empat kapal di bawah
pimpinan Cornells de Houtman. Meskipun oleh sikap Cornelis de Houtman angkatan pertama
ini tidak berhasil memperoleh banyak barang dagangan (rempah rempah), setiba kembali di
Tessel pada 14 Agustus 1597 mereka disambut gembira atas rintisan mereka menemukan
jalur langsung menuju Indonesia. Kemudian menyusul beberapa angkatan. Pada 1 Mei 1598
berangkatlah angkatan kedua di bawah pimpinan van Nede, van Heemskerck dan van
Waerwyck.
3. Banten di bawah Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1662) Sejak 1651 Banten diperintah
oleh Sultan Abdul fattah. Dia adalah Sultan Banten yang terbesar dan lebih dikenal dengan
sebutan Sultan Ageng. Kemudian raja ini mendirikan keraton baru yang dinamakan
Tirtayasa, sehingga namanya pun menjadi terkenal dengan gelar Sultan Ageng Titayasa.
Sultan Ageng berusaha sungguh-sungguh untuk mengembalkan kedudukan Banten sebagai
negara yang berkuasa dalam hal perdagangan seperti pada masa-masa dahulu. Pandangannya
pun berbeda dengan Sultan Abdulmufakir (1605-1651) neneknya yang agantikan. la sangat
memusuhi Belanda (VOC) yang menghalang halangi perkembangan perdagangan Banten.
Lagi pula dengan ketajamannya sebagai seorang ahli siasat sultan Ageng menginsafi akan
bahaya yang datang dari VOC (Belanda) yang mungkin dapat mengahancurkan ekonomi
Banten.
4. Struktur Pemerintahan di Banten
Raja-raja Banten menggunakan gelar sultan. Gelar sultan untuk pertama kalinya secara
resmi baru dipergunakan sejak 163oleh Sultan Abdulmufakir Mahmur Abdulkadir (1605-
1651) nenek Sultan Abdulfatah atau Sultan Ageng Tirtayasa. Gelar sultan dan nama Arab
tersebut rupanya telah langsung diterimanya dari Mekkah (Arab), Dalam memerintah, raja
didampingi oleh seorang mangkubumi. Di Banten terdapat seorang mangkubumi yang sangat
terkemuka, ialah Pangeran Ranamanggala (1608-1624; 1626). la dikenal sebagai seorang
negarawan yang ahli diplomasi dan telah berhasil membuat keseimbangan antara kekuasaan
Portugis dan Belanda.
5. Perang Saudara di Banten (1680-1683)
Usaha Belanda untuk memecah-belah Banten dari dalam upanya berhasil, politik sultan
Haji cenderung lebih pro selanda, lebih-lebih setelah 1680 ketika kekuasaan pemerintahan
sepenuhnya diserahkan kepadanya, penyerahan Karaeng Galesong dan Trunajaya merubah
arena percaturan politik Belanda. Kini Belanda dapat mencurahkan seluruh perhatiannya di
front Jawa Barat untuk menghadapi Banten. Belanda mulai melancarkan provokasi bahwa
sultan Ageng telah turun takhta. Kepada Sultan Haji, sebaliknya, berusaha mendukungnya
walaupun tuntutannya agar monopoli di Banten diserahkan kepada Belanda masih ditolak
oleh Sultan Haji.
C. Kerajaan Makassar
2. Kenaikan Takhta Raja Besar Sultan Agung (1613-1645) Sepeninggal Mas Jolang
(Panembahan Krapyak) tampillah Raden Mas Jatmika atau Raden Mas Rangsang
sebagai raja menggantikan ayahnya dengan gelar Prabu Pandhita Anyakrakusuma dan
kemudian Sultan Agung Senapati Ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama
atau lebih terkenal dengan nama Sultan Agung. Sebenarnya Mas Jolang dalam masa
hidupnya telah menjanjikan Raden Mas Wuryah atau Raden Mas Martapura sebagai
calon penggantinya, sehingga dia pulalah yang diangkat sebagai Pangeran Adipati
Anom (putra mahkota). Namun sebagai dikatakan Babad Tanah Jawi kemudian Mas
Jolang menerima wangsit (pesan Ilahi) bahwa Raden Mas Rangsang telah ditakdirkan
akan menjadi raja besar pembawa kejayaan Mataram. Untuk dapat menepati janji
ayahnya (sabda pandhita ratu), maka penobatan Raden Mas Rangsang sebagai raja
sepeninggal ayahnya didahului dengan penobatan adiknya, Raden Mas Martapura,
yang hanya sebentar dan segera turun takhta kembali untuk memberi tempat kepada
Raden Mas Rangsang.
Sesuai dengan lokasi geografis Mataram yang terletak di pedalaman, maka dasar
kehidupan ekonominya bersifat agraris. Dalam pandangan Sultan Agung pertanian
menjadi sumberekonomi negara, sekaligus sumber kejayaan, politik ekspansi ke
Berah-daerah lain dapat dipandang sebagai usaha memperluas penguasaan tanah
pertanian yang menjadi sumber penghasilan dan kekayaan negara. Tanah pertanian
yang dimaksud terutama adalah daerah persawahan, sehingga dengan demikian politik
ekspansi Mataram secara ekonomis mengandung arti sebagai usaha penguasaan
daerah-daerah persawahan yang luas yang dapat dijadikan sumber produksi padi
(beras) yang sejak dahulu telah membuat terkenalnya Pulau Jawa.
1. Faktor-Paktor pendorong
Jatuhnya Aceh ke tangan kekuasaan Belanda pada dasarnya merupakan salah satu bagian
dari jatuhnya dunia Islam ke dalam kekuasaan bangsa Eropa. Pada akhir abad ke-19 hampir
seluruh negara-negara Islam di dunia ini telah berada di bawah kekuasaan penjajah Barat.
Meskipun kita tahu bahwa untuk mematahkan perlawanan-perlawanan Islam di Indonesia ini
pemerintah Belanda harus mengeluarkan biaya keuangan yang besar dan kurban kemanusiaan
yang tidak sedikit, sehingga kemudian harus mengambil kebijaksanaan yang lebih hati-hati,
tetapi kemenangan pihak Belanda ini juga telah mengakibatkan pihak Islam menjadi lesu,
kehilangan semangat dan putus asa. Mereka menjadi menyerah kalah dan merasa rendah diri.
Pada hal ajaran Islam mendorong umatnya supaya giat berusaha tanpa menyerah. Tetapi
keadaan ini tidak berlangsung lama, jalan ke arah kebangkitan sosial, politik dan keagamaan
terbuka bagi berbagai wilayah di Indonesia khususnya, dan di kawasan Asia Tenggara pada
uumnya.
2. Reformisme dan Modernisme Islam di Indonesia
Proses pertumbuhan dan perkembangan reformisme dan modernisme Islam di Indonesia
dipengaruhi oleh dua faktor, ialah tingkat (kadar) relatif perubahan sosial dan politik kolonial
Belanda terhadap Islam. Tingkat relatif perubahan sosial dalam Islam banyak dipengaruhi
oleh variasi Islam-nya. Islam sinkretis relatif lebihlambat daripada Islam puritan dalam
menjawab datangnya perubahan atau pembaharuan, Islam di pedalaman atau daerah pedesaan
juga relatif lebih lamban dalam menghadapi perkembangan dibandingkan Islam di daerah
perkotaan yang umumnya lebih responsif dan dinamis. Di Jawa Islam santri lebih dinamis,
responsif dan cepat tanggap terhadap perubahan perubahan sosial, sedang Islam jawi
cenderung lebih statis, kurang responsif dan lamban dalam menerima pembaharuan dan
perkembangan zaman
BAB III PEMBAHASAN/ANALISIS
A. PEMBAHASAN PEMBANDING ISI BUKU
B.KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BUKU
Buku ini merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan melalui dukungan
RISTEKDIKTI (Hibah Kompetensi) dan LPPM Unpar. Pada tahun III
penelitian difokuskan pada kegiatan membandingkan candi-candi utama
Indonesia (Borobudur, Prambanan, Sewu) dan candi-candi di Kamboja (Pra-
Angkor, Angkor, dan Angkor Akhir). Hasil dari penelitian ini diharapkan akan
dapat dimunculkan pemahaman baru tentang eksistensi arsitektur Indonesia
pada level internasional dengan tetap bertumpu dan digali dari kekayaan
arsitektur Nusantara. Buku ini dapat menggugah semangat penghargaan
terhadap rasa dan sikap nasionalisme yang kuat dan tradisi Indonesia melalui
arsitektur, baik secara umum (sejarawan, arkeolog, dan sebagainya) maupun
khususnya bagi para arsitek,
A. KELEBIHAN Perubahan Tema dan Perspektif dalam Historiografi
Asia Tenggara, 1955-2010
perubahan tema dan perspektif dalam penulisan sejarah Asia Tenggara pada
periode 1955 sampai 2010. Historiografi dasawarsa 1950-an cenderung pada
sejarah politik dan dominannya pandangan ihwal pengaruh eksternal India,
Cina, Islam, dan Barat atas sejarah Asia Tenggara. Pada dasawarsa 1960-an
fokus tematis bergeser ke aspek ekonomi dan sosial seiring dengan munculnya
tren pendekatan ilmu-ilmu sosial yang dipengaruhi oleh Mazhab Annales.
Pada dasawarsa 1980-an, dengan menguatnya kajian linguistik dan budaya,
sejarawan di kawasan ini beralih ke studi diakronis tentang pembentukan
identitas, mentalitas, representasi, dan wacana pengetahuan lokal. Pergeseran
perspektif juga terjadi dengan menguatnya perspektif Asia (Tenggara)-sentris
yang melihat perubahan-perubahan di dalam masyarakat Asia Tenggara
sebagai hasil interaksi dinamis antara kekuatan internal dan eksternal kawasan
itu. Sejak akhir dasawarsa 1990-an, muncul kecenderungan pada
‘interstisi’, yaitu menghubungkan sejarah kawasan lokal Asia Tenggara
dengan konteks historis globalnya, dan pada konektivitas disiplin sejarah
dengan berbagai disiplin ilmu sosial-humaniora lainnya untuk membangun
jembatan kajian transdisipliner.
Terjadinya perebutan kekuasaan diantara sesama muslim bukan lantas Islam dianggap
sebagai agama yang ditegakkan dan berkembang dengan darah atau pedang, karena anggapan
tersebut merupakan anggapan yang tidak obyektif. Kondisi ini banyak dipengaruhi oleh
warisan atas kondisi sosio-politik yang berkembang pada saat itu, karena Afrika Utara pernah
dibawah kekuasaan Romawi, dan juga pengaruh emperialisme penjajah dan pertikaian antar
etnis tidak dapat dikesampingkan sebagai penyebab adanya anggapan tersebut. Islamisasi di
Afrika diawali jauh sebelumnya yaitu pada masa Nabi Muhammad dengan beberapa
sahabatnya ketika hijrah ke Habsyi. Perjalanan panjang Islamisasi ke Afrika melalui jalur
Afrika Utara yang dilakukan oleh kaum muslim terhadap penduduk setempat. Setelah itu
barulah Islamisasi di di Afrika subSahara dilakukan dengan tokoh Uqbah ibn Nafi'. Islamisasi
di Afrika sub-Sahara menggunakan tiga jalur, yaitu melalui ekspansi militer, melalui jalur
dakwah, dan melalui jalur perdagangan. Dengan demikian bisa dikatakan jika Islamisasi di
Afrika sub-Sahara yaitu melalui jalur ekspansi, dakwah dan jalur perdagangan. Uqbah ibn
Nafi merupakan tokoh yang paling berjasa dalam sejarah Islamisasi di Afrika sub-Sahara.
Kini negara-negara di Afrika sub-Sahara penduduknyamayoritas beragama Islam. Dialah
yang berperan cukup besar dalam menembus padang pasir Sahara, termasuk wilayah-wilayah
Sudan. Ia juga berhasil membuka jalan ke Awdagost. Sebagai wali Ifriqiyah pertama, Uqbah
telah menembus daerahdaerah itu bahkan sampai ke Kawar dan beberapa wilayah Negro, dan
pada periode kedua (semasa Yazid ibn Muawiyah) ia memperluas wilayah kekuasaannya
sampai ke Maroko.
C. SARAN
Saya Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna serta minimnya sumber yang
dimiliki oleh penulis, maka penulis akan selalu enerima kritik dan saran yang membangun
untuk menjadikan critical buku ini menjadi lebih baik. Untuk saran bisa berisi kritik atau
saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan
critical buku yang telah di jelaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, K. Sejarah Islam (Tarikh Modern). Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1997.
Bosworth, CE. Dinasti-Dinasti Islam, terj. Ilyas Hasan. Bandung: Mizan. 1983.
Hitti, PK. Histori of the Arabs. From the Earlest Time for the Present. Jakarta:
Serambi Ilmu. 2012.