Anda di halaman 1dari 75

MAKALAH

ANALISIS MASALAH ASPEK PERKEMBANGAN PADA


ANAK USIA 5 TAHUN

Diajukan untuk memenuhi tugas ujian tengah semester mata kuliah


Perkembangan Anak Berkebutuhan Khusus yang diampu
oleh Dr. H. Atang Setiawan, M. Pd.

Disusun oleh:
Putri Rohanah Nurjehan
NIM 2006476

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KHUSUS


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai ulangan tengah
semester dari mata kuliah Perkembangan Anak Berkebutuhan Khusus dengan
judul “analisis masalah aspek perkembangan anak usia 5 tahun”
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada dosen kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Bandung, 8 November 2020

Putri Rohanah

2
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
BAB 1..................................................................................................................................5
PENDAHULUAN..................................................................................................................5
1.1 latar Belakang...........................................................................................................5
1.2 Ruang Lingkup..........................................................................................................6
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................................6
BAB 2..................................................................................................................................7
KAJIAN TEORI.....................................................................................................................7
2.1 Hakikat Perkembangan............................................................................................7
2.2 Prinsip-prinsip Perkembangan...............................................................................12
2.3 Kontribusi Ahli Teori Perkembangan......................................................................15
2.3.1 Kontribusi Padangan Teori Psikodinamik Freud..............................................15
2.3.2 Kontribusi Pandangan Teori Psikososial Erikson..............................................17
2.3.3 Kontribusi Pandangan Teori Perkembangan Kognitif Piaget...........................20
2.4 Aspek Perkembangan.............................................................................................24
2.4.1 Perkembangan Kognitif...................................................................................24
2.4.2 Perkembangan Motorik...................................................................................27
2.4.3 Perkembangan Emosi......................................................................................31
2.4.4 Perkembangan Sosial......................................................................................37
2.4.5 Perkembangan Moral......................................................................................44
2.4.6 Perkembangan Bahasa....................................................................................48
2.5 Tahapan Perkembangan.........................................................................................51
2.5.1 Periode Pranatal dan Kelahiran.......................................................................51
2.5.2 Masa Bayi........................................................................................................53
2.5.3 Masa Anak-anak Awal.....................................................................................55
2.5.4 Masa Remaja...................................................................................................59
2.5.5 Masa Dewasa Awal..........................................................................................61
2.5.6 Masa Dewasa Akhir.........................................................................................63
2.5.7 Masa Usia Lanjut.............................................................................................64
BAB 3................................................................................................................................66
PEMBAHASAN..................................................................................................................66
3.1 Deskripsi Studi Kasus..............................................................................................66
3.2 Profil Anak..............................................................................................................66

3
3.3 Analisis Studi Kasus................................................................................................67
BAB 4................................................................................................................................72
PENUTUP..........................................................................................................................72
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................72
3.2 Saran......................................................................................................................73
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................74

4
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 latar Belakang


Manusia pada hakikatnya senantiasa mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Proses perkembangan kehidupan manusia melalui beberapa
tahapan.Umumnya, manusia akan selalu berubah mengikuti proses perkembangan
di sekitarkehidupannya, dimulai sejak masa prenatal, masa bayi, lalu tumbuh
menjadi seorangremaja, dewasa, dan kemudian meninggal.Perkembangan anak
manusia merupakan sesuatu yang kompleks, artinya banyak faktor yang turut
berpengaruh dan saling terjalin dalam berlangsungnya proses perkembangan anak.
Baik unsur-unsur bawaan maupun unsur-unsur pengalaman yangdiperoleh dalam
berinteraksi dengan lingkungan sama-sama memberikan kontribusitertentu
terhadap arah dan laju perkembangan anak tersebut. perkembangan seseorang
berlangsung sejak dilahirkan sampai dengan mati. Memiliki arti kuantitatif atau
segi jasmani bertambah besar bagian-bagian tubuh.

Kualitatif atau psikologis bertambah perkembangan intelektual dan


bahasa.Menurut teori umum psikologi perkembangan, ada fase awal yang
dinamakanfase anak usia dini 0-5 tahun, fase anak usia 0-5 tahun inilah yang
merupakan titik awal dari proses pertumbuhan dan perkembangan manusia yaitu
di saat manusia belum lahir atau masih berada di rahim ibu, menjadi bayi
kemudian masa anak usia dini dimana anak tersebut mengalami masa pra-sekolah,
dimana pada usia ini segala aspek perkembangan anak mengalami kemajuan yang
sangat pesat. Aspek perkembangan yang ada pada anak usia dini meliputi aspek
intelektual,fisikmotorik,sosio-emosional, bahasa, moral dan keagamaan.

Semua aspek perkembangan yang ada pada diri anak ini selayaknya
menjadi perhatian para pendidik agar aspek perkembangan ini dapat berkembang
secara optimal. Tidak berkembangnya aspek perkembangan anak ini akan
berakibat di masa yang akan datang, tidak saja anakmengalami hambatan dalam

5
perkembangan pada masa perkembangan di usia berikutnya, tetapi anak juga akan
mengalami kesulitan dalam menghadapi kehidupandi masa yang akan datang.
Pada masa inilah penentu dan pembentuk karakter dantingkah laku anak. Inilah
yang menyebabkan saya mengadakan sebuah “analisis masalah aspek
perkembangan anak pada usia 5 tahun”.

1.2 Ruang Lingkup


Pada pembahasan ini terfokus pada :

1. Melakukan analisis terhadap perkembangan anak usia 5 tahun

2 Hasil dari analisis akan digunakan untuk mengetahui permasalahan aspek


perkembangan. Setelah mengetahui permasalahannya akan dilakukan analisis
penyebab dari permasalahan tersebut

3. Hasil dari pengamatan dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya masalah dari
aspek perkembangan

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui analisis antara teori mengenai perkembangan anak dan
praktik umur 5 tahun

2. Untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai aspek-aspek


perkembangan anak dan tugas yang harus dipenuhi pada tiap tahap
perkembangan.

3. Untuk memberikan pengetahuan mengenai langkah-langkah dalam


membimbing perkembangan anak tersebut ke arah yang lebih baik

6
BAB 2

KAJIAN TEORI
2.1 Hakikat Perkembangan
Pada dasarnya hubungan antara pertumbuhan dan perkembangan
masih menjadi perdebatan di kalangan para ahli. Pertumbuhan sering
dikaitkan dengan perubahan yang terjadi secara fisiologis sebagai hasil
dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara
normal pada diri individu dalam waktu tertentu (Kartono dalam Sobur,
2009). Sedangkan perkembangan menurut Kartono (dalam Sobur, 2009)
merupakan perubahan psikofisis sebagai hasil dari proses pematangan
fungsi-fungsi psikis dan fisis yang ditunjang oleh faktor lingkungan dan
proses belajar pada waktu tertentu menuju kedewasaan. Sementara itu,
perkembangan menurut Yusuf (2009) adalah proses terjadinya berbagai
perubahan yang bertahap yang dialami individu atau organisme menuju
tingkat kedewasaan atau kematangannya (maturation) yang berlangsung
secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan baik terhadap fisiknya
maupun psikisnya. Dengan kata lain, pertumbuhan berarti proses
perubahan yang berhubungan dengan kehidupan jasmaniah individu,
sedangkan Pada dasarnya hubungan antara pertumbuhan dan
perkembangan masih menjadi perdebatan di kalangan para ahli.

Pertumbuhan sering dikaitkan dengan perubahan yang terjadi


secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik
yang berlangsung secara normal pada diri individu dalam waktu tertentu
(Kartono dalam Sobur, 2009). Sedangkan perkembangan menurut Kartono
(dalam Sobur, 2009) merupakan perubahan psikofisis sebagai hasil dari
proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisis yang ditunjang oleh
faktor lingkungan dan proses belajar pada waktu tertentu menuju
kedewasaan. Sementara itu, perkembangan menurut Yusuf (2009) adalah
proses terjadinya berbagai perubahan yang bertahap yang dialami individu
atau organisme menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya

7
(maturation) yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan
berkesinambungan baik terhadap fisiknya maupun psikisnya. Dengan kata
lain, pertumbuhan berarti proses perubahan yang berhubungan dengan
kehidupan jasmaniah individu, sedangkan perkembangan berarti proses
perubahan yang berhubungan dengan kejiwaan individu dimana perubahan
tersebut akan terwujud dalam tingkah laku yang dapat diamati. Sedikitnya
ada empat istilah yang berdekatan bahkan saling terkait pengertiannya.
Pertama, pertumbuhan (growth), Kedua Perkembangan (development),
Kematangan (maturation), dan Keempat perubahan (change). Berikut akan
dicoba dibahas secara singkat tentang hakikat keempat konsep tersebut
agar dapat dibedakan satu dengan yang lain.

2.1.1 Pertumbuhan (growth)

Dalam perkembangan maka terjadi pula yang namanya sebuah


pertumbuhan (growth). Istilah pertumbuhan atau growth ini merupakan
sebuah kata yang lazimnya digunakan dalam disiplin ilmu biologi oleh
sebab itu dalam memahamini akan lebih bersifat biologis. Pertumbuhan
dapat dijelaskan sebagai sebuah proses kenaikan massa dan volume
yang dikarenakan adanya tambahan substansi dan perubahan bentuk
yang terjadi selama proses tersebut. Hal ini dijelaskan pula oleh Chaplin
(2002) yang menyatakan bahwa pertumbuhan adalah suatu
pertambahan atau kenaikan dalam ukuran dari bagian-bagian tubuh atau
dari organisme sebagai suatu keseluruhan. Senada dengan pendapat
tersebut Desmita (2009) menjelaskan istilah pertumbuhan dalam
konteks perkembangan merujuk pada perubahanperubahan yang
bersifat kuantitatif, yaitu peningkatan dalam ukuran dan struktur,
seperti pertumbuhan badan, pertumbuhan kaki, kepala, jantung, paru-
paru, dam sebagaimnya. Dengan kata lain disini tidak berkaitan dengan
pola pikir, ingatan, ataupun perkembangan mental seseorang. Dari
berbagai definisi tersebut dapat kita pahami bahwa pertumbuhan ialah
suatu perubahan secara biologi yang dialami oleh makluk hidup yaitu
berupa pertambahan ukuran, baik volume, bobot, maupun jumlah sel
yang bersifat irreversible. Perubahan yang bersifat irreversible ini

8
maksudnya suatu perubahan yang tidak dapat kembali ke semula,
contohnya seokor bayi harimau yang tumbuh menjadi dewasa maka
tidak dapat kembali menjadi bayi harimau lagi.

2.1.2 Perkembangan (development)

Dijelaskan oleh Perkembangan ialah perubahan yang terjadi selama


proses pertumbuhan menuju keadaan yang lebih dewasa dibanding
sebelumnya sehingga terbentuk organ-organ atau sel-sel yang
memiliki fungsi dan struktur yang berbeda pula. Dengan kata lain
perkembangan adalah suatu gejala perubahan dalam fungsi dari
organ-organ yang telah mengalami pertumbuhan tersebut. Pada
aspek ini lebih ditekankan pada perubahan fungsi atau psikis yang
lebih kompleks sehingga pada perkembangan ini tidak dapat diukur
dengan mudah tetapi hanya bisa dilihat gejala perubahannya. Jadi
proses perkembangan ini berjalanseiring dengan terjadinya
pertumbuhan pada makhluk hidup. Pengertian lain dijelaskan oleh
Santrock (2007) dimana perkembangan memiliki makana sebagai
pola perubahan yang dimulai sejak pembuahan, yangberlanjut
sepanjang rentang hidup. Kebanyakan perkembangan melibatkan
pertumbuhan, meskipun melibatkan juga penuaan. Sebagai contoh
proses yang terjadi pada sebuah tanaman buah dari bibit pohon yang
kecil menjadi besar dengan pohon rindang, daun lebat dan buah yang
rabum. Dalam proses tersebut menunjukkan kedua proses
pertumbuhan dan perkembangan. Karena dalam pertumbuhan tinggi
dan bertambahnya volume pohon, terdapat juga proses
perkembangan yaitu berupa perubahan sel-sel di dalam pohon
menuju tahap lebih dewasa sehingga akhirnya mampu menghasilkan
buah. Senada dengan hal tersebut Desmita (2009) menjelaskan
bahwa perkembangan tidak terbatas pada pengertian pertumbuhan
yang semakin membesar, malainkan didalamnya juga terkandung
serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus-menerus dan
bersifat tetap dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang
memilki individu menuju ke tahap kematangan melalui

9
pertumbuham, pematangan dan belajar Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa sejak lahir sampai masa meninggal seorang
individu tidak pernah statis, melainkan senantiasa mengalami
perubahan-perubahan yang bersifat progresis dan
berkesinambungan. Atau dapat diartikan bahwa perkembangan
secara luas menunjuk pada keseluruhan dari proses perubahan yang
ada dalam individu baik terkait dengan fisik, mental, sifat dan ciri-
ciri yang baru pada level yang lebih tinggi berdasarkan
pertumbuhan, pematanangan dan belajar.

2.1.3 Kematangan (maturition)

Setiap individu pasti mengalami pertumbuhan atau


perkembangan. Jika tidak, maka ia tidak akan berfungsi atau mati.
Pertumbuhan yang dialami adalah pertumbuhan fisik dan mental.
Namun kenyataannya, sering kita jumpai orang yang matang secara
fisik atau usia tetapi mentalnya tidak matang. orang yang tidak
dewasa atau tidak matang bisa menghambat pertumbuhan orang lain
yang ada disekitarnya. Selain itu, kerugian dari ketidak matangan
adalah dapat menghambat dalam masa depan, karena dia akan
mengalami kesulitan dalam bergaul, dan dalam melakukan setiap
peran kehidupan yang dimilikinya. Banyak orang mendeskripsikan
dewasa sebagai matang atau tua dan sebaliknya kekanak-kanakan
sering didefinisikan sebagai terlalu muda atau belum cukup umur.
Pendefinisian yang terlalu abstrak terlebih karena usia tidak pernah
bisa membatasi perkembangan psikologis. Dapat dipahami bersama
bahwa kita tidak hanya bisa berfikir bahawa perkembangan
sebagaimana dihasilkan oleh proses-proses biologis, kognitif, dan
sosioemosional yang paling mempengaruhi, tetapi juga oleh
kedewasaan dan pengalaman yang mempengaruhi.

Dijelaskan Santrock (2007) Kedawasaaan atau kematangan


(maturation) ialah urutan perubahan yang teratur yang disebabkan
oleh cetak biru genetik yang kita miliki masing-masing. Dengan kata

10
lain dapat dijelaskan bahwa kematangan terlihat dari kemampuan
seseorang untuk memahami, menghayati, serta mengaplikasikan
nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari. Atau bisa juga
dikatakan bahwa kematangan (Maturity) adalah kemampuan untuk
mengendalikan diri (self control) dan tidak mudah terpancing oleh
reaksi yang provokatif, yang

ditandai dengan :

a. Bertahan untuk tidak impulsif

b. Mengendalikan emosi (rasa marah, frustrasi dll)

c. Mampu berespon secara kalem dalam situasi frustrasi

d. Mampu mengelola stress secara efketif

e. Mengendalikan emosi negatif dan bertindak secara konstruktif


untuk mencari penyelesaiannya

f. Mampu menenangkan orang lain disamping menenangkan diri


sendiri

2.1.4 Perubahan (change)

Baik dalam sebuah proses perkembangan, pertumbuhan maupun


kedewasaan setiap individu selalu mengalami perubahan
didalamnya. Konsep perubahan dalam perkembangan disini
menjelaskan bahwa setiap perubahan yang ada dalam diri individu
baik dalam hal bentuk fisik, pola pikir maupun kedewasaan itu
sendiri adalah bagian penting yang mau tidak mau akan dilalui oleh
setiap manusia sebagai sesuatu yang berkesinambungan.Yang perlu
digarisbawahi adalah bahwa proses perkembangan
berkesinambungan tidak berarti tak terelakkan. Interaksi dinamis
antara kekuatan dari dalam dan luar individu inilah yang bisa jadi
akan menghasilkan perubahan, tetapi perubahan tersebut belum tentu
teratur, sistimatis, atau, bahkan perubahan itu menuju ke arah yang
benar. Perubahan tidak terjadi ketika manusia menghadapi tuntutan

11
lingkungan baru, dimana perubahan tersebut belum tentu berjalan
dengan baik, misalnya: peranan baru atau tanggungjawab baru.
Unsur-unsur biologis sangat berarti bagi manusia dalam
mengendalikan, memanipulasi, maupun menguasai lingkungan.

Hal ini didukung dengan apa yang disampaikan oleh Desmita


(2009:8) bahwa perubahan-perubahan dalam perkembangan
bertujuan untuk memungkinkan orang menyesuaikan diri dengan
lingkungan dimana ia hidup. Upaya atau tujuan yang ada dalam
setiap perubahan ini dapat dianggap sebagai suatu dorongan untuk
melakukan sesuatu yang tepat, untuk menjadi manusia seperti yang
diinginkan baik secara fisik maupun psikis, kesemua hal tersebut
merupakan sebuah upaya dalam mewujudkan aktualisasi dalam diri
individu. Desmita (2009:8) juga menjelaskan bahwa secara garis
besar perubahan yang terjadi dalam perkembangan dibagi menjadi
empat bentuk

a. Perubahan dalam ukuran besarnya

b. Perubahan-perubahan dalam proporsinya

c. Hilangnya bentuk atau ciri-ciri lama

d. Timbulnya atau lahirnya bentuk atau ciri-ciri baru

2.2 Prinsip-prinsip Perkembangan


Pada dasarnya, setiap fase perkembangan satu dengan lainnya saling
berkaitan erat. Hal ini membuktikan bahwa manusia merupakan satu kesatuan
yang utuh. Adapun tujuan perkembangan adalah untuk menjadikan individu
manusia dewasa yang mandiri. Sedangkan prinsip-prinsip perkembangan itu
adalah sebagai berikut.

1. Perkembangan tidak terbatas pada pertumbuhan secara fisik, namun


mencakup rangkaian perubahan yang bersifat progresif, teratur, koheren, dan
berkesinambungan.

2. Perkembangan selalu menuju proses diferensiasi dan integrasi.

12
3. Perkembangan dimulai dari respon-respon yang sifatnya umum menuju
khusus.

4. Setiap orang akan mengalami tahapan perkembangan yang berlangsung


secara berantai.

5. Setiap individu mempunyai tempo kecepatan perkembangannya


sendirisendiri.

6. Di dalam perkembangan, dikenal adanya irama atau naik turunnya proses


perkembangan.

7.Setiap individu seperti halnya organisme lainnya memiliki dorongan dan


hasrat mempertahankan diri dari hal-hal yang negatif seperti rasa sakit, rasa
tidak aman, kematian, dan sebagainya.

8. Dalam perkembangan terdapat masa peka, yaitu suatu masa dalam


perkembangan individu dimana suatu fungsi jasmani ataupun rohani dapat
berkembang dengan cepat jika mendapat latihan yang baik dan kontinu.

9. Perkembangan tiap-tiap individu pada dasarnya tidak hanya dipengaruhi


oleh faktor pembawaan sejak lahir, tetapi juga oleh lingkungan

Selain apa yang dijelaskan diatas terdapat pula beberapa konsep lain tentang
prinsip-prinsip yang menyertai didalam pertumbuhan dan perkembangan
yang ada sebagaimana berikut :

1. Perkembangan Melibatkan Perubahan.

Perkembangan diartikan sebagai deretan progresif dari perubahan yang


teratur dan koheren, maksutnya perubahan yang terjadi terarah maju dan
menunjukkan hubungan adanya hubungan nyata antara perubahan yang
terjadi baik yang telah mendahului atau perubahan yang akan mengikutinya.

Menurut Maslow dalam. Hurlock (2007) tujuan perubahan perkembangan


adalah upaya untuk menjadi orang terbaik secara fisik dan mental (aktualisasi
diri). Namun berhasil tidaknya mencapai tujuan tersebut, tergantung pada

13
hambatan yang dihadapinyadan bagaimana cara menanggulanginya.
Hambatan-hambatan dating dari lingkungan dan diri sendiri.

2. Perkembangan Awal Lebih Kritis dari Pada Perkembangan Selanjutnya.

Sebuah kenyataan menunjukkan bahwa tahun-tahun pertama sekolah


merupakan saat yang kritis bagi perkembangan anak. Beberapa ahli juga
mengutarakan pendapatnya diantaranya Milton, Erikson, dan Glueck: Milton
dalam Hurlock (2004)menyatakan bahwa “Masa kanak-kanak meramalkan
masa dewasa, sebagaimana pagi hari meramalkan hari baru”.

Erikson dalam Hurlock (2004) juga menyimpulkan bahwa “masa kanak-


kanak merupakan gambaran awal manusia sebagai manusia, tempat di mana
kebaikan dan sifat buruk akan berkembang mewujudkan diri, meskipun
lambat tetapi pasti”. Ia juga menerangkan, apa yang akan dipelajari seorang
anak tergantung bagaimana orang tua memenuhi kebutuhananak akan
makanan, perhatian, cinta kasih.

Glueck dalam Hurlock (2004) menyimpulkan bahwa remaja yang


berpotensi menjadi anak nakal, dapat diidentifikasi sedini usia dua atau tiga
tahun karena perilaku anti sosialnya.

3. Perkembangan Merupakan Hasil Proses Kematangan dan Belajar.

Ciri perkembangan fisik dan mental sebagian berasal dari proses


kematangan intrinsic dan sebagian berasal dari latihan dan usaha individu.
Proses kematangan intrinsic adalah terbukanya karakteristik yang secara
potensional ada pada individu yang berasal dari warisan genetic. Dalam
fungsi filogenetik (fungsi umum ras), misalnya: merangkak, duduk, dan
berjalan, perkembangan berasal dari proses kematangan. Berbeda dengan
fungsi ontogenetic (fungsi khas untuk individu), misalnya: berenang,
melempar bola, naik sepeda, diperlukan latihan. Kecenderungan yang
diwariskan tidak dapat matang sepenuhnya tanpa dukungan lingkungan.

Belajar adalah perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha, sebagai
contoh anak yang mempunyai tatanan saraf dan otot yang superior, akan
mempunyai bakat tapi kalau tidak ada kesempatan berlatih dan bimbingan

14
yang sistematis, anak itu tidak akan dapat mengembangkan potensi yang
dimilikinya. Belajar dapat terjadi secara imitasi (individu secara sadar meniru
apa yang dilakukan oleh orang lain), identifikasi (sebagai suatu usaha
individu untuk menerima sikap, nilsi, motivasi, dan perilaku orang yang
dihormati atau dicintai).

2.3 Kontribusi Ahli Teori Perkembangan


2.3.1 Kontribusi Padangan Teori Psikodinamik Freud
Pandangan Freud terus mempengaruhi praktek kontemporer.
Banyak dari konsep-konsep dasarnya masih merupakan bagian dari
dasar yang teoretikus lain dalam membangun dan mengembangkan.
Pandangan Freudian tentang sifat manusia pada dasarnya adalah
deterministik. Menurut Freud, perilaku kita ditentukan oleh kekuatan
irasional, motivasi tak sadar, dan kendali biologi dan insting seperti
ini berkembang melalui tahapan psikoseksual kunci dalam 6 tahun
pertama kehidupan.

Naluri adalah pusat untuk pendekatan Freud. Meskipun ia awalnya


menggunakan istilah libido untuk merujuk kepada energi seksual, ia
kemudian diperluas untuk mencakup energi dari semua naluri
kehidupan. Naluri ini melayani tujuan kelangsungan hidup individu
dan umat manusia, mereka berorientasi pada pertumbuhan,
pengembangan, dan kreativitas. Libido, kemudian, harus dipahami
sebagai sumber motivasi yang meliputi energi seksual.

Freud mencakup semua tindakan yang menyenangkan dalam


konsep tentang insting hidup, ia melihat tujuan dari sebagian besar
kehidupan sebagai memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa
sakit. Freud juga postulat naluri kematian, yang menjabarkan tentang
kendali agresif. Kadangkadang, orang mewujudkannya melalui
perilaku mereka yang secara sadar ingin untuk mati atau melukai diri
sendiri atau orang lain. Mengelola kendali agresif ini merupakan
tantangan utama bagi umat manusia. Dalam pandangan Freud, baik

15
kendali seksual dan agresif adalah penentu kuat mengapa orang
bertindak seperti yang mereka lakukan.

Menurut pandangan psikoanalisis, kepribadian terdiri dari tiga


sistem: id, ego, dan superego. Ini adalah nama untuk struktur
psikologis dan tidak boleh dianggap sebagai manikins yang
beroperasi secara terpisah kepribadian, kepribadian seseorang
berfungsi sebagai keseluruhan daripada sebagai tiga segmen diskrit.
id merupakan komponen biologis, ego adalah komponen psikologis,
dan superego adalah komponen sosial. Dari perspektif Freudian
ortodoks, manusia dilihat sebagai sistem energi. Dinamika
kepribadian terdiri dari cara-cara energi psikis didistribusikan kepada
id, ego, dan superego. Karena jumlah energi yang terbatas, salah satu
keuntungan sistem kontrol atas energi yang tersedia ai dengan
mengorbankan dua sistem lainnya. Perilaku ditentukan oleh energi
psikis.

Mungkin kontribusi terbesar Freud adalah konsep tentang tingkat


kesadaran dan ketaksadaran, yang merupakan kunci untuk
memahami perilaku dan masalah kepribadian. Bawah sadar tidak
dapat dipelajari secara langsung tetapi disimpulkan dari perilaku.
Pembuktian klinis guna membuktikan konsep ketaksadaran (alam
bawah sadar) meliputi sebagai berikut: (1) mimpi-mimpi, yang
merupakan representasi simbolis dari kebutuhan-kebutuhan alam
bawah sadar, keinginan/hasrat, dan konflik-konflik, (2) salah ucap
dan lupa, misalnya, terhadap nama yang dikenal, (3) sugesti-sugesti
pascahipnotik ; (4) bahan-bahan yang berasal dari teknik asosiasi
bebas, (5) materi/bahan-bahan yang berasal dari teknik proyektif,
dan (6) isi simbolik gejala psikotik.

Bagi Freud, kesadaran merupakan bagian terkecil dari keseluruhan


jiwa. Seperti gunung es yang mengapung yang bagian terbesarnya
berada di bawah permukaan air, bagian jiwa yang terbesar berada di
bawah permukaan kesadaran. Ketaksadaran itu menyimpan

16
pengalaman, kenangan/ingatan-ngatan, dan bahanbahan yang
direpresi. Kebutuhan dan motivasi yang tidak dapat
diakses/dicapaiyaitu, terletak di luar kesadaran-juga berada di luar
daerah kendali/kontrol. Freud juga percaya bahwa sebagian besar
fungsi psikologis terletak di luar wilayahkesadaran. Oleh karena itu,
Tujuan/sasaran terapi psikoanalitik adalah untuk membuat motif tak
sadar menjadi disadari, sebab hanya ketika menyadari
motifmotifnyalah individu bias melaksanakan pilihan. Pemahaman
terhadap peran ketaksadaran (alam bawah sadar) adalah pusat untuk
menangkap esensi dari model tingkah laku psikoanalitik. Meskipun
di luar kesadaran, ketaksadaran mempengaruhi tingkah laku. Proses
tak sadar adalah akar dari segala bentuk gejala dan tingkah laku
neurotik. Dari perspektif ini, "penyembuhan" didasarkan pada
mengungkap makna gejala, penyebab perilaku, dan bahan yang
direpresi yang mengganggu/merintangi fungsi psikologis yang sehat.
Perlu dicatat, bahwa wawasan intelektual saja tidak menyelesaikan
gejala. Kebutuhan klien untuk berpegang teguh pada pola lama
(pengulangan) harus dihadapkan dengan bekerja melalui distorsi
transferensi. Selain itu sebuah modalita yang menjadi bagian dari
teori psikoanalisis yang dapat dikatakan sebagai sumbangan dalam
konseling adalah konsep teori tentang kecamasan atau axiety, prinsip
kateksis dan antikateksis, asosiasi bebas, analisis mimpi, intepretasi,
analisis dan interpretasi antar resistensi (perlawanan), analisis dan
interpretasi dari transferensi, dan mekanisme pertahanan ego.

2.3.2 Kontribusi Pandangan Teori Psikososial Erikson


Erik Erikson terlatih sebagai seorang tenaga analisis lepas dalam
tradisi pengikut Freud. Erik Erikson dan nego neo-Freudnya tentang
perkembangan teori kepribadian telah dikenal secara luas melalui
empat bukunya, risetnya, ajaran kuliahnya secara luas, dan lusinan
artikel jurnal, Erikson adalah pengikut neoFreud yang terlatih
sebagai psikoanalisis lepas, dan masih meneruskan secara luas dalam
tradisi teori pengikut Freud. Bagaimanpun juga, kami mencatat

17
beberapa perluasan karyanya terhadap kerangka acuan psikoanalisis.
Sebagai contoh, secara kontras dengan posisi Freud, ia tidak merasa
bahwa kepribadian dimulai setelah masa kanak-kanak. Seperti yang
kita lihat, ia mempertimbangkan kepribadian agar tetap fleksibel di
sepanjang usia dewasa.

Erikson juga menggunakan prinsip kutub atau prinsip dikotomi


yang digunakan Freud- dan , tentu saja, juga digunakan oleh Jung.
Suatu ilustrasi mengenai perkembangan ego pada kedelapan
perkembangan umur, dimana kehidupan individual berakhir, apakah
sebagai pribadi yang sukses atau gagal dengan kata Erikson,
integritas vs keputusasaan.Erikson menggambarkan adanya sejumlah
kualitas yang dimiliki ego, yang tidak ada pada psikoanalisis Freud,
yang digambarkan pada masing-masing 8 tahap perkembangan
umur. Kualitas-kualitas ego tersebut inilah yang biasa dikenal
dengan ego kreatif (Alwisol, 2005). Pada konsep ini ego bukanlah
budak tetapi justru tuan atau pengatur dari id, superego dan dunia
luar. Jadi ego di samping hasil proses faktor-faktor genetik,
fisiologik, dan anatomis, juga dibentuk oleh konteks kultural dan
historik. Ego yang sempurna digambarkan oleh Erikson memiliki
tiga dimensi yaitu, faktualitas, uniersalitas, dan aktualitas (Alwisol,
2005). Selain hal tersebut erikson juga memperkenalkan tiga aspek
ego yang paling berhubungan : ego tubuh, ego ideal, dan eho
identitas (Feist & Feist, 2010). Erikson percaya bahwa ego
berkembang melalu tahapan kehidupan sesuai prinsip epigenitk.
Epigentik sendiri dipinjang dari istilah embriologi. Perkembangan
epigenetik menyiaratkan pertumbuhan langkah demi langkah
dariorgan janin. Embrio tidak dimulai dalam bentuk manusia kecil
yang lengkap, menanti untuk mengembangkan struktur bentuknya.
Dengan cara yang sama ego mengikuti perkembangan epigenetik,
dengan tiap tahapan perkembangan pada waktu yang seharusnya.
Satu tahapan muncul dibangun dari tahapan sebelumnya akan tetapi
tidak menggantikan tahapan sebelumnya.

18
Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erik Erikson
merupakan salah satu teori yang memiliki pengaruh kuat dalam
psikologi. Teori Erikson dikatakan sebagai salah satu teori yang
sangat selektif karena didasarkan pada tiga alasan. Alasan yang
pertama, karena teorinya sangat representatif dikarenakan memiliki
kaitan atau hubungan dengan ego yang merupakan salah satu aspek
yang mendekati kepribadian manusia. Kedua, menekankan pada
pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap tahap perkembangan
dalam lingkaran kehidupan, dan yang ketiga/terakhir adalah
menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya dalam
mengabungkan pengertian klinik dengan sosial dan latar belakang
yang dapat memberikan kekuatan/kemajuan dalam perkembangan
kepribadian didalam sebuah lingkungan. Melalui teorinya Erikson
memberikan sesuatu yang baru dalam mempelajari mengenai
perilaku manusia dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju
guna memahami persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh
manusia pada jaman modern seperti ini. Oleh karena itu, teori
Erikson banyak digunakan untuk menjelaskan kasus atau hasil
penelitian yang terkait dengan tahap perkembangan, baik anak,
dewasa, maupun lansia.

Dalam pemahaman akan delapan tahapan perkembangan yang


diusung oleh Erikson maka kita tidak akan lepas dari beberpa poin
penting antara lain (Feist & Feist, 2010):

1. Terkait dengan prinsip epigenetik. Yaitu satu bagian yang tumbuh


dari komponen yang lain dan memiliki pengaruh waktu tersendiri,
namun tidak menggantian komponen berikutnya.

2. Di dalam setiap tahapan kehidupan terdapat interaksi berlawanan


yaitu koflik antara elemen sintonik (harmonis) dan elemen distonik
(mengacaukan).

19
3. Pada setiap tahapan konflik antara elemen distonik dan sintonik
menghasilkan kualitas ego dan kekuatan ego, yang erikson sebut
dengan basic strength (kekuatan dasar).

4. terlalu sedikitnya kekuatan pada satu tahapan mengakibatkan


patologi inti (core pathology) pada tahap tersebut.

5. Walaupun Erikson mengacu pada kedelapan tahapannya sebagai


tahapan psikososial (psikosocial strength), ia tidak pernah
meninggalkan aspek biologis dalam perkembangan manusia.

6. Peristiwa-peristiwa di tahapan sebelumnya tidak menyebabkan


perkembangan kepribadian selanjutnya. Identitas ego dibentuk oleh
keanekaragaman konflik dan kejadian masa lampau, sekarang dan
yang diharapkan.

7. Selama tiap tahapan, khususnya sejak remaja dan selanjutnya,


perkembangan kepribadian ditandai oleh krisis identitas yang
Erikson sebut dengan periode krusial dakan meningkatnya
kerapuhan dan memuncaknya potensi.

8. Tahapan perkembangan psikososial Erikson ditunjuk pada kualitas


ego atau kekuatan dasar yang timbul dari konflik-konflik atau krisi
psikososial yang menjadi ciri khas setiap periode.

2.3.3 Kontribusi Pandangan Teori Perkembangan Kognitif Piaget


Teori Perkembangan kognitif dari Piaget memberikan banyak
konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan
berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Miller
(Mery Latifah, 2008) berpendapat bahwa teori Piaget merupakan
teori pentahapan yang paling berpengaruh dalam psikologi
perkembangan, di mana dalam setiap tahapannya Piaget
menggambarkan bagaimana manusia mendapatkan pengetahuan
tentang dunianya (genetic epistemology).

Secara ringkas, teori Piaget menjelaskan bahwa selama


perkembangannya, manusia mengalami perubahan-perubahan dalam

20
struktur berfikir, yaitu semakin terorganisasi, dan suatu struktur
berpikir yang dicapai selalu dibangun pada struktur dari tahap
sebelumnya. Perkembangan yang terjadi melalui tahap-tahap
tersebut disebabkan oleh empat faktor: kematangan fisik,
pengalaman dengan objek-objek fisik, pengalaman sosial, dan
ekuilibrasi. (Mery Latifah, 2008). Untuk memahami teori
perkembangan kognitif Piaget, terdapat beberapa kata kunci atau
konsep pokok dari teori perkembangan kognitif Piaget. Berikut
rangkuman kata kunci dari berbagai literatur yang membahas tentang
teori Piaget (Abin Syamsudin Makmun, 2004., Monk & Knoers,
2006., Jarviss,2007., Boeree, 2008., Woolfolk & Nicolich, tt., Sarlito
Wirawan, 2008.,)

1. pola (Schema)

adalah paket-paket informasi yang masing-masing dari informasi


tersebut memiliki hubungan dengan satu aspek dunia, termasuk
objek, aksi, dan konsep abstrak.

2. asimilasi (assimilation)

proses penggabungan informasi baru ke dalam pola-pola yang


sudah ada

3. akomodasi (accomodation)

pembentukan pola baru untuk membentuk informasi dan


pemahaman baru

4. operasi (operation)

penggambaran mental tentang aturan-aturan yang terkait dengan


dunia.

5. Struktur kognitif (cogitive structure)

kerangka berpikir individu yang merupakan kumpulan informasi


yang telah didapatkan, hal ini berhubungan pola kognitif (cognitive

21
schema) yang merupakan perilaku tertutup berupa tatanan langkah-
langkah kognitif (operasi) yang berfungsi memahami apa yang
tersirat atau menyimpulkan apa yang direspon.

6. ekuilibrum atau keseimbangan (equilibrum)

keseimbangan antara pola yang digunakan dengan lingkungan


yang direspons sebagai hasil kecepatan akomodasi, atau keadaan
mental ketika semua informasi yang diperoleh dapat dijelaskan
dengan pola-pola yang ada. Pokok teori perkembangan kognitif
Piaget berasumsi bahwa setiap organisme hidup dilahirkan dengan
dua kecenderungan fundamental, yaitu ; a) kecenderungan untuk
adaptasi, dan b) kecenderungan untuk organisasi (Monk & Knoers,
2006, Woolfolk & Nicholich, tt: 62 ). Selanjutnya Monk & Knoers
(2006) memaparkan bahwa kecenderungan adaptasi merupakan
bawaan setiap organisme untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan melalui dua proses yang saling komplementer yaitu : 1)
asimilasi, dan 2) akomodasi. Woolfolk & Nicholich (tt: 62)
mengungkapkan bahwa asimilasi merupakan sebuah usaha atau
proses inidividu dalam memahami sesuatu yang baru dengan cara
menghubungkannya dengan pengetahuan yang sudah dimiliki
sebelumnya (struktur kognitif). Sebagai contoh, ketika seorang anak
pertama kali melihat zebra, dengan berbagai ciri dan informasi yang
diketahui tentang kuda, maka anak tersebut akan menyebutnya kuda.

Proses adaptasi tidak selamanya bisa dilakukan melalui teknik


asimilasi. Ketika inidividu mengalami situasi baru atau menghadapi
objek atau masalah baru yang tidak bisa diselesaikan dengan struktur
kognitif yang telah ada, maka inidividu melakukan proses
akomodasi, yaitu merubah atau menambah pola untuk merespon
situasi baru (Woolfolk & Nicholich, tt: 62., Syamsudin, 2004).
Piaget (Boeree, 2008) mengemukakan bahwa asimilasi dan
akomodasi berfungsi untuk menyeimbangkan struktur pikiran dan
lingkungan, dan menciptakan porsi yang sama di antara keduanya.

22
Jika keseimbangan ini terjadi maka individu akan memperoleh
gambaran yang baik tentang dunianya (pemahaman tentang
informasi, objek atau masalah yang dihadapi) atau dalam konteks
teori Piaget disebut dengan istiliah ekuilibrum (equilibrum).

Kecenderungan yang kedua adalah organisasi. Monk & Knoers


(2006) menjelaskan kecenderungan organisasi sebagai
kecenderungan organisme untuk mengintegrasikan proses-proses
sendiri menjadi sistem-sistem yang koheren. Kecenderungan
adaptasi dan organisasi memiliki peran komplementer dalam proses
perkembangan kognitif individu. Piaget (Boeree, 2008) mencatat
adanya periode di mana asimilisi lebih dominan, periode di mana
akomodasi lebih dominan, dan periode di mana keduanya mengalami
keseimbangan. Periodeperiode ini relatif sama dalam diri setiap anak
yang diselediki. Barulah kemudian Piaget memperoleh ide tentang
tahap-tahap perkembangan kogntif.

Piaget meneliti dan menulis subjek perkembangan kognitif dari


tahun 1929 – 1980. Piaget berpendapat bahwa cara berpikir anak-
anak berbeda dengan orang dewasa bukan hanya karena
kurang/belum matang serta kurang pengetahuan, tetapi juga berbeda
secara kualitatif. Artinya cara berpikir anak-anak berbeda dengan
orang dewasa (Jarvis, 2007).

Dari hasil penelitiannya Piaget membagi proses perkembangan


kognitif menjadi empat tahapan utama yang secara kualitatif setiap
tahapan menunjukan karakteristik yang berbeda (Makmun, 2004).
Piaget (Jarvis, 2007) percaya bahwa setiap orang melalui keempat
tahapan perkembangan kognitif, meskipun mungkin setiap tahap
bagi setiap orang dilalui dalam usia yang berbeda.

Berikut ini adalah tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget


yang dirangkum dari berbagai literatur yaitu : 1) tahap sensorimotor
(usia 0–2 tahun), 2) tahap praoperasional (usia 2–7 tahun), 3) tahap
operasional konkrit (usia 7–11 tahun), dan 4) tahap operasional

23
formal (usia 11 tahun sampai dewasa) (Abin Syamsudin Makmun,
2004., Monk & Knoers, 2006., Jarviss,2007., Boeree, 2008.,
Woolfolk & Nicolich, tt., Sarlito Wirawan, 2008.).

2.4 Aspek Perkembangan


2.4.1 Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif adalah yang terjadi secara internal di dalam
otak pada waktu manusia berpikir. Kemampuan kognitif
berkembang secara bertahap dan sejalan dengan perkembangan fisik
dan perkembangan syaraf-syaraf yang berada di dalam susunan
syaraf pusat atau otak. Teori utama yang menjelaskan perkembangan
kognitif adalah teori yang disusun oleh Jean Piaget (1973)

Kognitif atau sering disebut kognisi mempunyai pengertian yang


luas mengenai berfikir dan mengamati. Ada yang mengartikan
bahwa kognitif adalah tingkah laku-tingkah laku yang
mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan atau yang
dibutuhkan untuk menggunakan pengetahuan.Selain itu kognitif juga
dipandang sebagai suatu konsep yang luas dan inklusif yang
mengacu kepada kegiatan mental yang terlibat di dalam perolehan,
pengolahan, organisasi dan penggunaan pengetahuan. Proses utama
yang digolongkan di bawah istilah kognisi mencakup : mendeteksi,
menafsirkan, mengelompokkan dan mengingat informasi;
mengevaluasi gagasan, menyimpulkan prinsip dan kaidah,
mengkhayal kemungkinan, menghasilkan strategi dan berfantasi.
Bila disimpulkan maka kognisi dapat dipandang sebagai kemampuan
yang mencakup segala bentuk pengenalan, kesadaran, pengertian
yang bersifat mental pada diri individu yang digunakan dalam
interaksinya antara kemampuan potensial dengan lingkungan
seperti : dalam aktivitas mengamati, menafsirkan memperkirakan,
mengingat, menilai dan lain-lain. Proses kognitif penting dalam
membentuk pengertian karena berhubungan dengan proses mental

24
dari fungsi kognitif. Hubungan kognisi dengan proses mental disebut
sebagai aspek kognitif. Faktor kognitif memiliki pemahaman bahwa
ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan menggunakan
bentukbentuk representasi yang mewakili obyek-obyek yang
dihadapi dan dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan,
gagasan atau lambang yang semuanya merupakan sesuatu yang
bersifat mental. Dari pernyataan ini dapat dikatakan bahwa makin
banyak pikiran dan gagasan yang dimiliki seseorang, makin kaya
dan luaslah alam pikiran kognitif orang tersebut.

Kognisi sebagai kapasitas kemampuan berfikir dan segala


bentukmpengenalan, digunakan individu untuk melakukan interaksi
dengan lingkungannya. Dengan berfungsinya kognisi mengakibatkan
individu memperoleh pengetahuan dan menggunakannya. Pada
prosesnya kognisi mengalami perkembangan ke arah kolektivitas
kemajuan secara berkesinambungan. Perkembangan struktur kognisi
berlangsung menurut urutan yang sama bagi semua individu. Artinya
setiap individu akan mengalami dan melewati setiap tahapan itu,
sekalipun kecepatan perkembangan dari tahapan-tahapan tersebut
dilewati secara relatif dan ditentukan oleh banyak faktor seperti :
kematangan psikis, struktur syaraf, dan lamanya pengalaman yang
dilewati pada setiap tahapan perkembangan. Mekanisme utama yang
memungkinkan anak maju dari satu tahap pemungsian kognitif ke
tahap berikutnya oleh Piaget disebut: (a) asimilasi, (b) akomodasi,
dan (c) ekuilibrium. similasi merupakan proses dimana stimulus baru
dari lingkungan diintegrasikan pada skema yang telah ada. Dengan
kata lain, asimilasi merujuk pada usaha individu untuk menghadapi
lingkungan dengan membuatnya cocok ke dalam struktur organisme
itu sendiri yang sudah ada dengan jalan menggabungkannya. Proses
ini dapat diartikan sebagai suatu obyek atau ide baru ditafsirkan
sehubungan dengan gagasan atau tindakan yang telah diperoleh
anak. Akomodasi dapat diartikan sebagai penciptaan skemata baru
atau pengubahan skemata lama. Asimilasi dan akomodasi terjadi

25
sama-sama saling mengisi pada setiap individu yang menyesuaikan
diri dengan lingkungannya. Proses ini perlu untuk pertumbuhan dan
perkembangann kognitif. Antara asimilasi dan akomodasi harus ada
keserasian dan disebut oleh Piaget adalah keseimbangan.

Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi


seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari
satu tahap ke tahap diatasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan
seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium,
yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan
pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar
keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan
kedua proses penyesuaian di atas

Piaget meyakini ada empat tahapan perkembangan kognitif

1. Tahapan sensorimotor (0-2 tahun)

2. Tahapan Praoperasional (2-7 tahun)

3. Tahapan Operasional Konkret (7-11 tahun)

26
4. Tahapan Operasional Formal (11 tahun hingga dewasa)

2.4.2 Perkembangan Motorik


Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh organ otak. Otak
lah yang mensetir setiap gerakan yang dilakukan anak.Semakin
matangnya perkembangan system syaraf otak yang mengatur otot
m,emungkinkan berkembangnya kompetensi atau kemampuan
motorik anak. Perkembangan motorik anak dibagi menjadi dua:

a. Keterampilan atau gerakan kasar seperti berjalan, berlari,


mmelompat, naik turun tangga.

b. Keterampilan motorik halus atau keterampilan manipulasi seperti


menulis, menggambar, memotong, melempar dan menagkap bola
serta memainkan benda-benda atau alat-alat mainan (Curtis,1998;
Hurlock, 1957 dalam Yusuf 2002).

2.4.2.1 Tahapan perkembangan fisik motorik

Perkembangan keterampilan gerak

1. Natal

27
Masa natal adalah masa dimana manusia memasuki tahap
dalam kandungan sampai 1 bulan. Natal terbagi menjadi 2
tahapan yaitu :

a. preonatal (dalam kandungan sampai dilahirkan)

b. neonatal (masa lahir sampai 1 bulan)

aktivitas gerak pada masa ini meliputi

a. gosok-gosok

b. menggengam

c. membengkok

d. meluruskan

e. mengatur sikap

2. Masa bayi

Masa bayi adalah masa sejak individu dilahirkan sampai


berusia 1 tahun atau 2 tahun. Tingkah laku yang disadari serta
dikendalikan dengan otot secara bertahap berkembang kearah
cephacaudal-proximodistal yaitu bagian kepala, leher, sampai
kekaki. Beberapa tingkah laku ini meliputi merangkak,
menggulung, berjalan hingga menggengam.

Pada masa ini gerakan yang terjadi meliputi :

a. menggangkat bahu (1 bulan)

b. mengangkat dada (2 bulan)

c. duduk dengan bantuan (4 bulan)

d. duduk di pangkuan (5 bulan)

e. duduk sendiri (7 bulan)

f. berdiri dengan bantuan (8 bulan)

28
g. berdiri dengan berpegangan (9 bulan)

h. merangkak (10 bulan)

i. berjalan di bombing (11 bulan)

j. berdiri sendiri (14 bulan)

k. berjalan sendiri (15 bulan)

3. Chidhood

Pertumbuhan pada usia kanak-kanak ditandai dengan


pertumbuhan yang lambat dan relative stabil.
Bagaimanapun juga tulangnya masih lemah. Pola
gerakannya meliputi :

a. berjalan kesamping

b. berlari dengan pelan

c. berjalan

d. meloncat kira-kira 40-80 cm

4. Children (masa kecil) dan 5 child (masa anak-anak)

Pada masa ini, anak kecil perkembangan fisiknya


berada pada suatu tingkatan dimana secara organisme telah
memungkinkan untuk melakukan beberapa macam gerakan
dasar dengan beberapa variasinya. Gerakan berjalan dan
memegang yang telah dilakukan pada masa bayi dan
dikuasai pada saat anak kecil. Selain makin dikuasai pada
saat anak kecil hasil ini merupakan hasil dari
pengembangan gerakan berjalan dan memegang :

a. berjalan

b. mendaki

c. meloncat

29
d. menyepak, dll

5. Masa remaja

Perubahan dramatis dalam bentuk dan ciri-ciri fisik


berhubungan erat dengan mulainya pubertas. Dorongan
pertumbuhan terjadi lebih awal pada pria daripada wanita,
juga menandakan bahwa wanita lebih dahulu matang secara
seksual daripada pria. Pencapaian kematangan seksual pada
gadis remaja ditandai oleh kehadiran menstruasi dan pada
pria ditandai oleh produksi semen.

Untuk lebih detail dan mempermudah dalam


memahaminya, berikut urutan perkembangan motorik kasar
dan halus menurut Feeney, Stephanie, Doris Christensen,
dan Eva Moravik (2006) seperti dalam tabel berikut:

Kategori Motorik Kasar Motorik Halus

Bayi/infant Mulai menggerakkan dan Mencoba meraih benda


mengangkat kepala di sekitar Memindahkan
Dapat berguling atau benda dari satu tangan
tengkurap ke tangan yang lain,
Mulai duduk sendiri koordinasi tangan dan
Dapat berdiri sendiri menggunakan ibu jari
untuk
memegang benda-benda
yang kecil.
Toddler Berjalan dengan lancar Mengambil benda-benda
Berlari meskipun kaku masih kecil di kotak
Naik anak tangga Menggunakan tangan
Menangkap bola dengan dua untuk membuka lembar
tangan buku
Lompat Dapat mengambil dua

30
Menggunakan sepeda roda atau tiga buah benda
tiga Mengambil lebih dari
enam buah benda
Preschool Berjalan dengan tangan Mengancingkan baju
berayun Dapat menggunakan
Berlari dengan seimbang gunting
dan dapat berhenti secara Menggunakan kuas,
tiba-tiba pensil,
Melompat untuk krayon untuk membuat
menjangkau benda ke atas coretan, bentuk,gambar.
atau ke depan
Mengayuh sepeda dengan
cepat
Menangkap dan melempar
bola dengan cepat

2.4.3 Perkembangan Emosi


Kehidupan seseorang pada umumnya selalu dipengaruhi
oleh dorongandorongan dan minat spesifik pada tujuan tertentu
yang ingin dicapai. Selain itu kita percayai pula bahwa seseorang
merespon dan melakukan tindakan terkadang diarahkan oleh
penalaran dan pemikiran-pemikiran rasional akan pertimbangan
objektif akan nilai dan norma yang ada. Akan tetapi disisi yang lain
kita juga tidak memungkiri bahwa adakalanya seorang individu
bergerak atau merespon seuatu kondisi diakibatkan oleh dorongan
emosional yang banyak mencampuri bagaimana seorang berfikir
dan melakukan pertimbangan-pertimbngan yang ada. Perilaku dan
sikap kita dalam kesehariannya secara umum didorong oleh
perasaan-perasaan tertentu, sepertihalnya sedih, senang, perasaan
kecewa atau berbangga hati akan seuatu hal atau kondisi.

Dapat dicontohkan saat seorang ibu mengajari bagaimana


anaknya saat bermain dan mengenal kata-kata hal ini tentunya

31
tidak semata-mata karena alasan logis dan nalar semata tetapi
bagaimana persaaan emosional yang ada dalam hubungan ibu dan
anak memberikan pertimbangan yang besar dalam bentuk
perlakuan atai perilaku yang diwujudkan tersebut.

Perlu ditekankan bersama bahwa emosi dan perasaan


merupakan sesutau hal yang berbeda satu sama lain. Walaupun
demikian arti keduanya tidak dapat dibedakan secara eksplisit atau
tegas. Hal ini karena pada kondisi tertentu secara afektif dapat
dikatakan secara perasaan, tetapi juga dapat dikatakan sebagai
emosi sebagai contoh marah dengan diam atau tertawa dalam
kesedihan. Emosi oleh Crow & Crow dalam Sunarto & Hartono
(2002) diartikan sebagai pengalaman afektif yang disertai
penyusuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental fisik
dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Hal ini senada
dengan apa yang disampaikan oleh Sarwono dalam Yusuf (2009)
bahwa emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang
disertai warna afektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun
pada tingkat yang luas (mendalam).

Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa perkembangan pada


aspek emosi ini merupakan segala pengalaman afaktif yang terjadi
dalam kehidupan manusia yang membantu mereka dalam
mengenali dan merespon segala bentuk gajala emosi yang ada
didalam dirinya meliputi kemampuan untuk mencintai; merasa
nyaman, berani, gembira, takut, dan marah; serta bentuk-bentuk
emosi lainnya.

2.4.3.1 Pengaruh Emosi dalam Perkembangan dan


Pertumbuhan Secara singkat

Dari bahasan diatas maka dikatakan bahwa


perkembangan emosi merupakan segala sesuatu yang
terkait dengan pengalaman afektif yang menyertai individu.
Dalam aplikasinya pada perkembangan dan pertumbuhan

32
perubahan emosi yang ada pada setiap individu selalu
diikuti pula dengan perubahan fisik serta kematangan yang
ada. Pendapat ini diperkuat dengan apa yang oleh Sunarto
& Hartono (2002) jelaskan bahwa Emosi adalah warna
afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan
fisik. Sunarto & Hartono (2002) menjelaskan beberapa ciri
emosi dalam mempengaruhi bentuk-bentuk perubahan fisik
yang ditandai dengan aktifitas sebagai berikut :

a. Reaksi Elektris pada kulit : meningkat bila terpesona.

b. Peredaran darah : bertambah cepat apabila marah.

c. Denyut jantung : semakin cepat bila terkejut.

d. Pernapasan : bernapas panjan jika kecewa.

e. Pupil mata : membesar bila marah.

f. Liur : mengereng saat takut atau tegang.

g. Bulu norma : berdiri kalau takut.

h. Pencernaan : mencret atau bermasalah saat tegang.

i. Otot : mengeras atau menegang saat takut atau ketegangan.

j. Komposisi darah : komposisi darah akan berubah saat


emosi berubah diakibatkan kelenjar-kelanjar yang lebih
aktif.

Sedangkan Yusuf (2009) menjelaskan beberapa bentuk


perubahan emosi yang berdampak pada perkembangan
perilaku individu seperti halnya berikut :

a. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau


puas akan hasil yang telah dicapai.

33
b. Melemahkan semangat, apabila timbul perasaan kecewa
karena kegagalan dan sebagai puncak dari keadaan ini ialah
timbulnya perasaan putus asa.

c. Menghambat atau mengganggu konsentrasi belajar, apabila


sedang mengalami ketegangan emosi dan bisa juga
menimbulkan sikap gugup dan gagap dalam berbicara.

d. Terganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa


cemburu dan iri hati.

e. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu


semasa kecilnya akan mempengaruhi sikapnya di kemudian
hari,baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang
lain.

2.4.3.2 Pengelompokan emosi Emosi secara umum dapat dibagi


menjadi 2 aspek atau kelompok

Yaitu kelompok emosi sensorik dan kelompok


kejiwaan atau psikis (Yusuf, 2009).

a. Emosi sensorik, merupakan emosi yang ditimbulkan oleh


rangsangan dari luar terhadap tubuh kita dan biasanya sangat
terkait dengan fungsi sensorik dalam organ atau indra kita
seperti halnya peraaan dingin, manis, sakit,, lelah, kenyang,
dan lapar.

b. Emosi psikis, merupakan bentuk-bentuk emosi yang


mempunyai alasan-alasan kejiwaan. Beberapa bentuk emosi
kejiwaan atau psikis biasanya muncul akibat sensor luar yang
lebih kuat atau dalam tidak hanya pada sisi organ atau indra
kita seperti halnya pada emosi sensorik seperti halnya

1) Perasaan intelektual, perasaan ini erat kaitanya dengan


penalaran dan ruang lingkup kebenaran. Bentuk perwujudan
perasaan intelektual biasanya berbentuk rasa yakin dan tidak

34
yakin terhadap suatu hal hasil karya ilmiah atau mungkin
perasaan gembira dan senang akan mampu mencapai sebuah
kebenaran atau keberasilan setelah menyelesaikan sebuah
persoalan ilmiah.

2) Perasaan sosial, merupakan perasaan yang menyangkut


hubungan dengan orang lain, perasaan-perasaan simpati, rasa
solidaritas antar sesama, ingin berbaur, diterima, dan kasih
sayang yang dapat ia terima atau ungkapkan. Perasaan sosial
disini tentunya dapat bersifat perseorangan atau mungkin
lebih besar dari itu dalam bentuk kelompok atau komunitas
tertentu dalam masyaakat dan bahkan lebih luas.

3) Perasaan susila, perasan ini berhubungan dengan nilai


baik dan buruk atau etika (moral) yang ada dalam kontek
sosial maupun diri. Rasa tanggung jawab, perasaan bersalah
saat melanggar sebuah aturan yang berlaku, perasaan yang
nyaman dan aman saat segala sesuatu berjalan sesuai dengan
aturan dan norma yang berlaku menjadi salah satu contoh
dari bentuk perasaan ini.

4) Perasaan keindahan (Estetika), perasaan ini berkaitan


erat dengan keindahan dari sesuatu, perasaan ini dapat
bersifat terkait dengan kebendaan atau kerohaniaan. Sebagai
contoh saat senang dan puas saat melihat sesuatu diterapkan
sesuai denga tempat dan kompisisinya yang sesuai, atau
kesahajaan seseorang dalam menjalankan kehidupan sesuai
dengan tuntunan yang benar.

5) Perasaan ketuhanan, salahsatu kelebihan manusia adalah


sebagai makhluk tuhan, dianugerahi fitrah (kemampuan atau
perasaan) untuk mengenal tuhannya. Sebagai makhluk “homo
Devinans atau Homo Religius” maka manusia merasakan
sesuatu kenyamaan atau keberutuhan saat segala sesuatu

35
sesuai dengan tuntunan agama dan dilakukan hanya untuk
tuhan.

2.4.3.3 Faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi

Berbagai hal menjadi faktor akan perkembangan


emosi seseorang individu Harlock dalam Sunarto dan
Hartono (2002) menjelaskan bahwa sebagian besar
perkembangan dipengaruhi oleh adanya faktor kematangan
dan belajar seseorang. Kemampuan seseorang dalam berfikir
dan intelektual dalam cangkupan perkembangan kognitif dan
bahasa memberikan sumbangan besar dalam kematangan
individu. Hal ini nampak pada bagaimana seseoran mampu
memaknai setiap pengalaman kehidupan yang terjadi salama
perkembangan dari awal sampai akhir hayat seseorang.
Semakin baik dan utuh seseorang dalam memaknai
kehidupannya memberikan kematangan pada seseorang akan
bentuk emosi yang dimiliki dalam merespon setiap kondisi
yang ada.

Faktor kematangan kognitif dan bahasa dalam


pengaruh emosi juga pada perkembangan fisik terutama
otak. Kemampuan respon dan pengolahan data pada otak
akan memberikan pengaruh besar akan kemampuan
seseorang dalam memaknai bahasa dan kondisi lingkungan
yang ada. Selanjutnya pengaruh tersebut akan membentuk
aspek emosi yang khas pada individu sesuai dengan tingkat
kemampuannya dalam merespon. Hal yang sama juga
mempengaruhi terkait dengan kematangan moral dan sosial
individu.Terkait dengan metode dan faktor belajar yang
dilalui Sunarto dan Hartono (2002) menjelaskan pengaruh
beberapa hal yang mungkin dapat menghambat dan
mendorong perkembangan emosi seseorang diantaranya:

a. Belajar dengan coba-coba

36
b. Belajar dengan cara meniru

c. Belajar dengan cara mempersamakan diri

d. Belajar melalui pengkondisian

e. Pelatihan atau belajar dibawah bimbingan dan


pengawasan terbatas pada aspek reaksi.

2.4.3.4 Karakteristik Emosi

Emosi sebagai seuatu peristiwa psikologis


mengandung ciri atau karakterisrik tertentu yang dapat
dijelaskan sebagai berikut (yusuf, 2009) :

a. Lebih bersifat subjektif daripada peristiwa psikologis


lainnya, seperti berfikir dan pengamatan.

b. Bersifat fluktuatif (tidak tetap)

c. Banyak bersangkut paut demam peristiwa penganalan


panca indra.

Mengenai ciri-ciri emosi tersebut dapat dibedakan antar


emosi pada anak-anak dan orang dewasa sepertihalnya dalam tabel
berikut :

Perbedaan Emosi pada Anak dan Orang Dewasa Emosi anak Emosi orang dewasa

Emosi anak Emosi orang dewasa


Berlangsung singkat dan Berlangsung lebih lama dan
berakhir tiba-tiba berakhir dengan lambat
Telihat lebih hebat Tidak terlihat hebat
Bersifat sementara Lebih mendalam dan lama
Lebih sering terjadi Jarang terjadi
Dapat diketahui dengan jelas dari Sulit diketahui karena lebih
tingkah lakunya pandai menyembunyikan

37
2.4.4 Perkembangan Sosial
Yusuf (2009) menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan
pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial
dapat pula diartikan sebagao proses belajar untuk menyesuaikan diri
terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri
menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirsakan sejak usia enam
bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu
dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum
dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara
keras) dan kasih sayang. Sunarto dan Hartono (2002) menyatakan bahwa
hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang
saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan
terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa
dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan
demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks. Dari
pendapat diatas dapatlah dimengerti bahwa selama bertambah usia
seseorang maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti
mereka semakin membutuhkan orang lain. Hal ini selaras dengan apa yang
dijelaskan dalam teori yang dikembangkan oleh McClelland tentang
kebutuhan atau motif untuk beraffiliasi (need for affiliation) dengan orang
lain.

2.4.4.1 Tahap Perkembangan Sosial

Berdasarkan penjelasan diatasa maka dikatakan bahwa


perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku
yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu
bersosialisasi (sozialed), memerlukan tiga proses. Dimana masing-
masing proses tersebut terpisah dan sangat berbeda satu sama lain,
tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu proses akan

38
menurunkan kadar sosialisasi individu. Menurut Hurlock (2004)
tiga proses dalam perkembabangan sosial adalah sbb:

a. Berprilaku dapat diterima secara sosial

Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya


tentang prilaku yang dapat diterima. Untuk dapat bersosialisasi,
seseorang tidak hanya harus mengetahui prilaku yang dapat
diterima, tetapi mereka juga harus menyesuaikan prilakunya
sehingga ia bisa diterima sebagain dari masyarakat atau lingkungan
sosial tersebut.

b. Memainkan peran di lingkungan sosialnya. Setiap kelompok


sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan
seksama oleh para anggotanya dan setiap anggota dituntut untuk
dapat memenuhi tuntutan yang diberikan kelompoknya.

c. Memiliki Sikap yang positif terhadap kelompok Sosialnya Untuk


dapat bersosialisasi dengan baik, seseorang harus menyukai orang
yang menjadi kelompok dan aktifitas sosialnya. Jika seseorang
disenangi berarti, ia berhasil dalam penyesuaian sosial dan diterima
sebagai anggota kelompok sosial tempat mereka menggabungkan
diri.

2.4.4.2 Bentuk Perilaku Sosial

Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, malalui


pergaulan atau hubungan yang terjalin antara anak dengan orang
tua, saudara, teman sebaya, maupaun orang dewasa lain, anak
mewujudkan dalam bentuk-bentuk interkasi sosial yang menandai
perkembangan sosial dalam dirinya dalam berbagai bentuk, Yusuf
(2009) menjelaskan beberapa bentuk tingkah laku sosial yang
kerap kali muncul dalam perkembangan sosial anak diantaramya
sebagai berikut :

a. Pembangkangan (Negativisme)

39
Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi
sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua
atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah
laku ini mulai muncul pada usia 18 bulan dan mencapai puncaknya
pada usia tiga tahun dan mulai menurun pada usia empat hingga
enam tahun. Pemberian label kepada anak seperti pemalah bodoh
atau mungkin komunikasi yang terlaly keras sering berdampak
pada pembangkangan pada anak. Hal ini karenan adanya perasaan
paksaan atau intimidasi yang kuat dari orang dewasa atau orang
lain terhadapa perilaku atau apa yang diharapkan. Oleh sebab itu
orang tua hendaknya mau memahami apa yang dirasakan dan
dipikirkan oleh anak sebagai proses perkembangan anak dari sikap
dependent menuju kearah independent.

b. Agresi (Agression)

Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal)


maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi
terhadap rasa frustasi ( rasa kecewa karena tidak terpenuhi
kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan
dengan menyerang seperti : mencubit, menggigit, menendang dan
lain sebagainya. Perilaku yang harusnya muncul dari orang tua
adalah berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan
cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua
menghukum anak yang agresif maka egretifitas anak akan semakin
memingkat.

c. Berselisih (Bertengkar)

Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau


terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain.

d. Menggoda (Teasing)

Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif,


menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam

40
bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang
menimbulkan marah pada orang yang digodanya.

e. Persaingan (Rivaly)

Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu


didorong oleh orang lain. Sikap ini mulai terlihat pada usia empat
tahun, yaitu persaingan prestice dan pada usia enam tahun
semangat bersaing ini akan semakin baik.

f. Kerja sama (Cooperation)

Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini
mulai nampak pada usia tiga tahun atau awal empat tahun, pada
usia enam hingga tujuh tahun sikap ini semakin berkembang
dengan baik.

g. Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior)

Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial,


mendominasi atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ;
memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya.

h. Mementingkan diri sendiri (selffishness)

Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau


keinginannya.

i. Simpati (Sympaty)

Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk


menaruh perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau
bekerjasama dengan dirinya.

Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh banyak


faktor terutama pada sisi eksternal atau lingkungan hal ini terkait
dengan orang tua, lingkungan bermain dan tubuh berkembang.
Apabila lingkungan sosial mendukung perkembangan sosial yan
positif maka akan mengarah pada bentuk penyesuaian diri yang

41
positif dan apabila yang terjadi sebaliknya makan yang terjadi
adalah bentuk yang negatif.

2.4.4.3. Penyesuaian diri atau sosial

Penyesuaian diri merupakan faktor yang penting dalam


kehidupan manusia. Penyesuaian diri ini dilakukan sebagai upaya
untuk memenuhi kebutuhannya. Tiap individu mungkin dalam
melakukan penyesuaian diri dapat berbeda-beda satu sama
lainnya. Hal ini bergantung pada sifat dan caranya.

Menurut Gerungan dalam Sobur (2009), penyesuaian diri


dapat diartikan secara pasif dimana kegiatan individu ditentukan
oleh lingkungan dan juga aktif dimana individu yang
mempengaruhi lingkungan. Penyesuaian diri yang pasif dimana
individu yang mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan
disebut juga dengan penyesuaian diri yang autoplastis. Sedangkan
penyesuaian diri yang aktif dimana individu mengubah
lingkungan sesuai dengan keinginannya disebut juga dengan
penyesuaian diri yang aloplastis.

Ada dua kemungkinan yang terjadi sehubungan dengan


penysuaian diri individu. Jika individu dapat berhasil memenuhi
kebutuhannya sesuai dengan lingkungannya dan tanpa
menimbulkan gangguan atau kerugian bagi lingkungannya, maka
ia disebut dapat melakukan penyesuaian dengan baik (well
adjusted). Sebaliknya, jika ia gagal dalam proses penyesuaiannya,
ia disebut tidak punya kemampuan menyesuaikan diri
(maladjusted). Menurut Freud dalam Sobur (2009), maladjusted
(pada neurosis) itu berasal dari tuntutan anak akan cinta (love)
dan kesenangan (pleasure) dan berasal dari sikap anak terhadap
orang-orang yang menghambat tercapainya kebutuhan tersebut.

Dalam kehidupan sehari-hari, individu secara terus menerus


menyesuaikan diri dengan cara-cara tertentu hingga membentuk

42
suatu pola tersendiri. Bentuk-bentuk penyesuaian diri dapat
diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu penyesuaian normal
dan penyesuaian menyimpang. Penjabarannya adalah sebagai
berikut.

1. Penyesuaian normal

Individu yang memiliki penyesuaian normal (well adjusted)


ciri-cirinya adalah mampu merespon kebutuhan dan masalah
secara matang, efisien, puas, dan sehat (wholesome). Adapun
karakteristik penyesuaian yang normal adalah sebagai berikut.

a. Absence of excessive emotionality, yaitu terhindar dari ekspresi


emosi yang berlebih-lebihan, merugikan, atau kurang mampu
mengontrol diri.

b. Absence of psychological mechanisme, yaitu terhindar dari


mekanisme psikologis seperti rasionaliasi, agresi, dan lain
sebagainya.

c. Absence of the sense of personal frustration, yaitu terhindar


dari perasaan frustasi atau perasaan kecewa karena tidak
terpenuhi kebutuhannya.

d. Rational deliberation and self-direction, yaitu memiliki


pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional.

e. Ability to learn, yaitu mampu belajar dan megambangkan


kualitas dirinya.

43
f. Utilization of past experience, yaitu mampu memanfaatkan
pengalaman masa lalu untuk mengembangkan kualitas hidup
yang lebih baik.

g. Realistic and objective attitude, yaitu bersikap objektif dan


realistis dalam hidup.

2. Penyesuaian menyimpang

Penyesuaian diri yang menyimpang atau tidak normal


merupakan proses pemenuhan kebutuhan atau upaya pemecahan
masalah dengan caracara yang tidak wajar atau bertentangan
dengan norma yang dijunjung tinggi

oleh masyarakat. Penyesuaian yang menyimpang ini ditandai


dengan responrespon sebagai berikut.

a. Perasaan rendah diri (inferiority)

Inferiority merupakan perasaan atau sikap yang pada


umumnya tidak disadari yang berasal dari kekurangan diri baik
secara nyata maupun maya (imajinasi). Sikap ini dipengaruhi oleh
kondisi fisik, psikologis, dan kondisi lingkungan yang tidak
kondusif. Gejala-gejala yang ditunjukkan antara lain peka, senang
mengkritik, senang menyendiri, pemalu, penakut, dan lain
sebagainya.

b. Perasaan tidak mampu (inadequacy)

Inadequacy merupakan ketidakmampuan seseorang untuk


memenuhi tuntutan-tuntutan dari lingkungan. Faktor penyebabnya
adalah frustasi dan konsep diri yang tidak sehat.

c. Perasaan gagal (failure)

Seseorang yang merasa bahwa dirinya tidak mampu


cenderung mengalami kegagalan untuk melakukan sesuatu atau
mengatasi masalah yang dihadapinya.

44
d. Perasaan bersalah (guilty)

Perasaan ini mucul setelah seseorang melakukan perbuatan


yang melanggar aturan moral atau sesuatu yang dianggap
berdosa.

2.4.5 Perkembangan Moral


Pengetahuan moral merupakan aspek utama dalam perkembangan
sisi kemanusiaan kita. Untuk menciptakan moral yang baik bagi inidividu
khususnya dimulai dari anak-anak adalah menciptakan komunikasi yang
harmonis antara individu yang ada seperti halnya aspek sosial dan bahasa
yang telah dijelaskan sebelumnya seperti halnya orangtua dan anak.
Kebanyakan ketika anak beranjak remaja atau dewasa, sedikit
mengesampingkan ajaran-ajaran moral yang diakibatkan tidak adanya
ruang komunikasi dialogis antara dirinya dengan orangtua sebagai “guru
pertama” yang mestinya terus memberikan pengajaran moral. Jadi, titik
terpenting dalam membentuk moral sang anak adalah lingkungan terkecil
dalam kehidupan yang dimulai dari sekitar rumah, setelah itu lingkungan
sekolah dan terakhir adalah lingkungan masyarakat sekitar. Apabila rumah
dan keluarga sebagai kontrol utama dan pertama dalam perkembangan
moral anak tidak mampu memenuhi syarat yang baik tentunya hal ini akan
berdampak besar terhadap perkembangan moral pada lingkungan yang
lebih besar. Oleh karena itu, agar tidak terjadi hal seperti itu sudah
sewajibnya orang tua membina interaksi komunikasi yang baik dengan
sang buah hati supaya di masa mendatang ketika mereka memiliki masalah
akan meminta jalan keluar kepada orang tuanya. Perkembangan dapat
diartikan sebagai perubahan yang sistematis, progresif dan
berkesinambungan dalam diri individu sejak lahir hingga akhir hayatnya
atau dapat diartikan pula sebagai perubahan – perubahan yang dialami
individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya. Sedangkan
Purwadarminto menyatakan moral diartikan sebagai ajaran baik dan buruk
perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya. Dalam moral
diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, dan suatu
perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan

45
dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang baik dan
perbuatan yang salah. Dengan demikian moral merupakan kendali dalam
bertingkah laku. Dalam makna secara kebahasaan perkataan moral sendiri
berasal dari ungkapan bahasa latin yaitu mores yang merupakan bentuk
jamak dari perkataan mos yang berarti adat kebiasaan. Dengan kata lain
dapat dijelaskan bahwa Perkembangan moral adalah perubahan penalaran,
perasaan, dan perilaku tentang standar mengenai benar dan salah.

Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal, yang


mengatur aktifitas seseorang ketika dia terlibat dalam interaksi sosial dan
dimensi interpersonal yang mengatur interaksi sosial dan penyelesaian
konflik. Santrock, (2007), Papalia, Old & Feldman (2008) menjelaskan
Perkembangan moral berkaitan dengan aturan-atuaran dan ketentuan
tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang dalam berinteraksi
dengan orang lain. Untuk mempelajari aturan-aturan tersebut, Santrock
memfokuskan pada 4 pertanyaan dasar yaitu :

1. Bagaimana seseorang mempertimbangkan dan berpikir mengenai


keputusan moral?

2. Bagaiman sesungguhnya seseorang berperilaku dalam situasi moral?

3. Bagaimana sesorang merasakan hal-hal yang berhubungan dengan moral?

4. Apa yang menjadi karakteristik moral individu?

Pada perkembangan moral, anak telah memiliki pola moral yang


harus dilihat dan dipelajari dalam rangka pengembangan moralitasnya.
Orientasi moral diidentifikasikan dengan moral position atau ketetapan
hati, yaitu sesuatu yang dimiliki seseorang terhadap suatu nilai moral yang
didasari oleh aspek motivasi kognitif dan aspek motivasi afektif. Menurut
teori Lawrence Kohlerg tahapan perkembangan moral seseorang akan
melewati 3 fase, yaitu premoral, conventional dan autonomous.

2.4.5.1 Fase premoral (pra-konvensional)

46
Pada tingkat ini anak tanggap terhadap aturan-aturan
budaya dan terhadap ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik
dan buruk, benar dan salah. Akan tetapi hal ini semata ditafsirkan
dari segi sebab akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman,
keuntungan, pertukaran dan kebaikan). Tingkatan ini dapat dibagi
menjadi dua tahap

1) Orientasi kepatuhan dan hukuman

Anak menganggap baik atau buruk berdasarkan akibat yang


ditimbulkan nya. Ia menganggab pada stadium ini bahwa setiap
aturan-aturan yang ada ditentukan oleh kekuasaan yang tidak bisa
diganggu gugat, dan apabila ia tidak mematuhinya maka akan
mendapatkan hukuman.

2) Orientasi minat pribadi

Pada tahap ini anak tidak lagi tergantung pada aturan yang
ada diluar dirinya, atau yang ditentukan oleh orang lain melainkan
didorong oleh keinginan dan kebutuhannya sendiri.

2.5.5.2 Fase conventional

Pada tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga,


kelompok atau bangsa. Anak memandang bahwa hal tersebut
bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang
segera dan nyata. Sikapnya bukan hanya konformitas terhadap
harapan pribadi dan tata tertib sosial, melainkan juga loyal (setia)
terhadapnya dan secara aktif mempertahankan, mendukung dan
membenarkan seluruh tata-tertib atau norma-norma tersebut serta
mengidentifikasikan diri dengan orang tua atau kelompok yang
terlibat di dalamnya. Tingkatan ini memiliki dua tahap

1) Orientasi kesepakatan antara pribadi atau orientasi “sikap


anak baik”

47
Pada tahap ini anak mulai memasiki umur sebelas tahun
dimana akan memperlihatkan orientasi perubahan yang dapat
dinilai baik dan buruk oleh orang lain. Masyarakat atau orang lain
adalah faktor penentu disini apakah dia melakukan sesuatu
dengan benar atau tidak. Mencoba bersikap baik dan menjadi
anak yang manis adalah hal penting pada saat ini.

2) Orientasi hukuman dan ketertiban

Tahap ini adalah stadium dimana mempertahankan norma


sosial dan otoritas menjadi penting. Pada tahap ini bersikap manis
atau baik tidak hanya untuk dapat diterima atau dihargai oleh
orang lain, tetapi juga merupakan bagian dari usaha untuk
mempertahankan aturan atau norma yang sudah berlaku.
Sehingga bebuat baik menjadi sebuah kewajiban untuk mengikuti
aturan yang ada dan tidak berbuat kekacauan.

2.4.5.3 Fase autonomous (pasca-konvensional)

Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk


merumuskan nilainilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan
dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang
yang berpegang pada prinsipprinsip itu dan terlepas pula dari
identifikasi individu sendiri dengan kelompok tersebut. Ada dua
tahap pada tingkat ini:

1) Orientasi kontrak sosial

Pada stadium atau tahap ini hubungan timbal balik pada diri
dan lingkungan sosial menjadi orientasi utama. Seseorang mencoba
memberikan atau memperlihatkan perilaku yang sesuai dengan apa
yang menjadi aturan masyarakat dan sebaliknya masyarakat harus
mampu memberikan perlindungan dan rasa aman kepada kita.

2) Orientasi Prinsip Etika

48
Menjadi remaja berarti harus mengerti akan nilai-nilai yang
ada dan berkembang di masyarakat. Dalam kehidupan ada unsur
pandangan subjektif yang menjadi norna atau nilai pribadi tetapi
terdapat padangan sosial yang menyatakan sesuatu dikatakan benar
atau salah yang ada terhadap perbuatan kita didalam masyarakat.
Disini menekankan apakah sesuatu dikatakan benar dan salah tidak
hanya berdasarkan etika pribadi tetapi juga pada etika sosial.

2.4.6 Perkembangan Bahasa


Bahasa merupakan suatumurutan kata-kata, dan bahasa dapat
digunakan untuk menyampaikan informasi mengenai tempat yang berbeda
atau waktu yang berbeda.Vygostsky (1978) berpendapat bahwa
perkembangan bahasa seiring dengan perkembangan kognitif, malahan
saling melengkapi, keduanya berkembang dalam satu lingkup sosial. Hal
ini dijelaskan Piaget dalam Santrock (2007) yang berpendapat bahwa
berfikir itu mendahului bahasa dan lebih luas dari bahasa. Bahasa adalah
salah satu cara yang utama untuk mengeskpresikan pikiran dan dalam
seluruh perkembangan kognitif. Bahasa dapat mengarahkan perhatian anak
pada bendabenda baru atau hubungan baru yang ada dilingkungan,
mengenalkan anak pada pandangan yang berbeda dan memberikan
informasi baru pada anak. Hal ini dapat dikatakan bahwa bahasa
merupakan sebagian komponen yang ada didalam sistem kognitif pada
perkembangan manusia.

2.4.6.1 .Prinsip-prinsip perkembangan bahasa

Seperti yang dijelaskan bahwa perkembangan bahasa


sangat erat dengan perkembangan berfikir individu. Perkembangan
kognitif individu tampak dalam perkembangan bahasanya yaitu
kemampuan membentuk pengertian menyusun pendapat, dan
menarik kesimpulan. Yusuf (2009) menjelaskan perkembangan
pikiran itu dimulai pada usia 1,6-2,0 tahun yaitu saat anak dapat
menyusun kalimat dua atau tiga kata. Laju perkembangan itu
sebagai berikut :

49
a. Usia 1,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat positif seperti
“bapak makan”

b. Usia 2,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat negatif seperti


“bapak tidak makan”.

c. Pada usia selanjutnya, anak dapat menyusun pendapat :

1) Kritikan: “ini tidak boleh, tidak baik”

2) Keragua-raguan: berangkali, mungkin, bisa jadi.

3) Menarik kesimpulan analogi: seperti saaat anak melihat ayahnya


tidur karena sakit, pada waktu lain anak melihat ibunya tidur, dia
mengatakan bahwa ibunya sakit.

Sejalan dengan hal itu maka terdapat dua prinsip yang


mempengaruhi penyatuan pemikiran dan bahasa, yaitu:

a. Semua fungsi mental memiliki asal usul eksternal atau sosial.


Anak-anak harus menggunakan bahasa dan mengkomunikasikannya
kepada orang lain sebelum mereka berfokus ke dalam ke proses
mental mereka sendiri.

b. Anak-anak harus berkomunikasi secara eksternal dan


menggunakan bahasa selama periode waktu yang lama sebelum
transisi dari kemampuan berbicara secara eksternal ke internal
berlangsung.

2.4.6.2 Tugas perkembangan bahasa

Terdapat beberapa fase tugas perkembangan bahasa yang


biasa dilalui oleh setiap individu atau manusia. selayaknya sebuah
tugas perkembangan maka saat seorang individu mampu
menyelesaikan tugas perkembangan pada tahap atau stage
sebelumnya maka hal tersebut akan mendorong atau membantu
dalam penyelesaian tugas perkembangan pada tahap selanjutnya.

50
Hal ini juga demikian berlaku pada sebaliknya jika seorang
individu gagal atau kurang maksimal dalam penyelesaian tugas
yang ada maka akan dapat mengahambat ketercapaian tugas pada
fase sebelumnya. Yusuf (2009) menjelaskan terdapat 4 tugas
perkembangan bahasa pada indivudu

a. Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang


lain. Layaknya seorang bayi belum mampu memahami kalimat dan
katakata dari orang lain. Tetapi seorang bayi mampu memahami
makna bahasa orang lain dengan cara memahami gerakan atau
bahasa tubuh yang menyertai ucapan tersebut.

b. Pengembangan perbendaharaan kata, perbendaharaan kata-


kata anak berkembang dimulai secara lambat pada usia dua tahun
pertama, kemudia memasuki dengan tempo yang lebih cepat saat
akan masuk pada masa-masa sekolah dan terus bertambah seiring
dengan fase perkembangan yang ada.

c. Penyusunan kata-kata menjadi kalimat, kemampuan


seseorang menyusun kata-kata menjadi kalimat pada umumnya
mulai berkembang sebelum usia 2 tahun, bentuk kalimat pertama
yang disusun adalah kalimat tunggal yang disertai dengan bahasa
tubuh untuk melengkapi cara berfikir. Contoh :menyebutkan
sebuah benda atau mainan dengan sambil menunjukkan jari mereka
ke hal tersebut yang dimana dalam hal ini yang dimaksud oleh sang
anak adalah “ambilkan benda tersebut” atau mungkin “lihatlah
benda itu”

d. Ucapan, kemampuan mengucapkan kata-kata merupakan hasil


belajar

melalui imitasi terhadap suara-suara yang didengar anak dari orang


lain.

51
2.5 Tahapan Perkembangan
2.5.1 Periode Pranatal dan Kelahiran
Masa pranatal merupakan periode pertama dalam rentetan
tahap perkembangan seorang manusia. walaupun begitu periode ini
dipahami sebagai periode yang paling singkat dibandingkan masa
periode yang lainnya, sekaligus sebagai periode yang penting
bahkan sangat penting diantara periode yang lain.Walaupun
sebagai periode yang singkat, periode pranatal memiliki beberapa
ciri atau karakteristik yang setiap ciri yang ada memliki pengaruh
dalam perkembangan selama rentang kehidupan (hurlock, 2004:28)
:

1. Pada saat ini sifat-sifat bauran, yang berfungsi sebagai dasar bagi
perkembangan selanjutnya, diturunkan sekali untuk selamanya.

2. Kondisi-kondisi yang baik dalam tubuh ibu dapat menunjang


perkembangan sifat bawaan sedangkan kondisi yang tidak dapat
menghambat dan menggannggu pola perkembangan

3. Jenis kelamin individu yang baru diciptakan sudah dipastikan


pada saat pembuahan dan kondisi dalam tubuh ibu tidak
mempengaruinya

4. Perkembangan dan pertumbuhan yang normal lebih banyak terjadi


selama periode pranatal dibandingkan pada periode lainnya

5. Periode pranatal merupakan masa yang mengandung banyak


bahwa baik bersifat fisik maupun psikologis.

6. Periode pranatal merupakan saat dimana orang-orang yang


berkepentingan mementuk sikap-sikap pada diri individu yang baru
diciptakan.

Dalam teori perkembangan Desmita (2009) dalam periode


pranatal terdapat beberapa 3 tahap perkembangan yang cukup
penting, yaitu : 1) tahap germinal, 2) tahap embrionik, dan 3) tahap

52
janin. Tahap germinal atau yang lebih dikenal dengan periode
ovum atau nuthfah, periode ini merupakan awal dari bagaimana
terbentuk manusia. Periode ini berlangsung selama 2 minggu
pertama dari kehidupan. Pada masa inilah terjadinya pembuahan
(fertilization) dalam tubuh atau kandungan seorang ibu.
Pembuahan biasanya terjadi sementara ovum masih berada dalam
tuba fallopi. Lebih dari dua belas sampai tiga puluh enam jam
setelah telur-telur mamasuki tuba. Selama proses senggama
(coitus) spermatozoon disimpang di mulut uterus dan setelah
dibantu dengan kontraksi otot ritmis mulai mencari jalan untuk
masuk ke dalam dan menembus ovum. Saat hal ini terjadi maka
terbentuklah sel baru yang kita kenal dengan zigot. Zigot akan
membelah menjadi bentuk=bentuk sel yang lebih kecil dan dikenal
dengan blastokis.

Blastokis yang berkembang dalam kurang lebih 3 hari akan


berisikan cairan dan dibedakan menjadi 3 lapisan (Desmita, 2009)
lapisan atas (ectoderm) yang akan berkembang seperti halnya
menjadi kulit, gigi, kuku, rambut dan syaraf. Kedua adalah lapisan
tengah (mesoderm) yang nantinya akan berkembang menjadi otot,
kulit tulang atau rangka, sistem peredaran darah dan lainya. Ketiga
lapisan bawah (endoderm) yang nantinya akan berkembang
menjadi sistem pencernaan, hati, pangkreas, sistem pernapasan dan
lain-lain. Saat blastokis telah tertanam secara penuh pada dinding
rahim maka terbentuklah yang namanya embrio dan mengakhiri
tahap ini.

2.5.2 Masa Bayi


Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust –
mistrust. Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau
tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya
mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia
tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi
menangis bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia

53
bukan saja tidak percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga
kepada benda asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan
sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali
bayi menangis.

Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi


pada umur 0-1 atau 2 tahun. Erikson dalam Feist & Feist (2010)
menjelaskan menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan
tanpa harusmenekan kemampuan untuk hadirnya suatu
ketidakpercayaan sangatlah penting. Kepercayaan ini akan terbina
dengan baik apabila dorongan oralis pada bayi terpuaskan,
misalnya untuk tidur dengan tenang, menyantap makanan dengan
nyaman dan tepat waktu, serta dapat membuang kotoron (eliminsi)
dengan sepuasnya. Oleh sebab itu, pada tahap ini ibu memiliki
peranan yang secara kwalitatif sangat menentukan perkembangan
kepribadian anaknya yang masih kecil.

Apabila seorang ibu bisa memberikan rasa hangat dan


dekat, konsistensi dan kontinuitas kepada bayi mereka, maka bayi
itu akan mengembangkan perasaan dengan menganggap dunia
khususnya dunia sosial sebagai suatu tempat yang aman untuk
didiami, bahwa orang-orang yang ada didalamnya dapat dipercaya
dan saling menyayangi. Kepuasaan yang dirasakan oleh seorang
bayi terhadap sikap yang diberikan oleh ibunya akan menimbulkan
rasa aman, dicintai, dan terlindungi. Melalui pengalaman dengan
orang dewasa tersebut bayi belajar untuk mengantungkan diri dan
percaya kepada mereka. Hasil dari adanya kepercayaan berupa
kemampuan mempercayai lingkungan dan dirinya serta juga
mempercayai kapasitas tubuhnya dalam berespon secara tepat
terhadap lingkungannya. Sebaliknya, jika seorang ibu tidak dapat
memberikan kepuasan kepada bayinya, dan tidak dapat
memberikan rasa hangat dan nyaman atau jika ada hal-hal lain
yang membuat ibunya berpaling dari kebutuhankebutuhannya demi
memenuhi keinginan mereka sendiri, maka bayi akan lebih

54
mengembangkan rasa tidak percaya, dan dia akan selalu curiga
kepada orang lain.

Adanya perbandingan yang tepat atau apabila


keseimbangan antara kepercayaan dan ketidakpercayaan terjadi
pada tahap ini dapat mengakibatkan tumbuhnya “harapan”. Feist &
Feist (2010) menjelaskan bahwa harapan muncul dari konflik
antara rasa percaya dan ketidak percayaan. Nilai lebih yang akan
berkembang di dalam diri anak tersebut yaitu harapan dan
keyakinan yang sangat kuat bahwa kalau segala sesuatu itu tidak
berjalan sebagaimana mestinya, tetapi mereka masih dapat
mengolahnya menjadi baik. Hal inilah yang menjadi kekuatan
dasar dari hasil krisis sosial yang terjadi pada masa bayi.

Pada aspek lain dalam setiap tahap perkembangan manusia


senantiasa berinteraksi atau saling berhubungan dengan pola-pola
tertentu (ritualisasi). Oleh sebab itu, pada tahap ini bayi pun
mengalami ritualisasi di mana hubungan yang terjalin dengan
ibunya dianggap sebagai sesuatu yang keramat (numinous). Jika
hubungan tersebut terjalin dengan baik, maka bayi akan mengalami
kepuasan dan kesenangan tersendiri. Selain itu, Alwisol (2005)
berpendapat bahwa numinous ini pada akhirnya akan menjadi
dasar bagaimana orang menghadapi/berkomunikasi dengan orang
lain, dengan penuh penerimaan, penghargaan, tanpa ada ancaman
dan perasaan takut. Sebaliknya, apabila dalam hubungan tersebut
bayi tidak mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu akan
merasa terasing dan terbuang, sehingga dapat terjadi suatu pola
kehidupan yang lain di mana bayi merasa berinteraksi secara
interpersonal atau sendiri dan dapat menyebabkan adanya idolism
(pemujaan). Pemujaan ini dapat diartikan dalam dua arah yaitu
anak akan memuja dirinya sendiri, atau sebaliknya anak akan
memuja orang lain.

55
2.5.3 Masa Anak-anak Awal
Masa anak-anak telah menjadi masa begitu unik sehingga
sulit untuk kita bayangkan bahwa masa tersebut tidak selalu
dianggab berbeda dengan masa dewasa. Era baru telah mempelajari
anak dimulai dengan munculnya beberapa perkembangan penting
sejak tahun 1800-an. Menurut Montessori (Hurlock,2004) anak
usia 3-6 tahun adalah anak yang sedang berada dalam periode
sensitif atau masa peka, yaitu suatu periode dimana suatu fungsi
tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak terhambat
perkembangannya. Selain pendapat di atas, Montessori juga
menyatakan bahwa masa sensitif anak pada usia ini mencakup
sensitif terhadap keteraturan lingkungan, mengeksplorasi
lingkungan dengan lidah dan tangan, sensitif untuk berjalan,
sensitif terhadap obyek-obyek kecil dan detail, serta terhadap
aspek-aspek sosial kehidupan. Hal ini dapat kita contohkan dengan
bagaimana seorang anak yang sibuk membolak-balik tanah saat
mereka bermain dilapangan atau bagaimana ia selalu
memperhatikan serangga atau hewan yang ia temui saat bermain.

Erikson (Fiest & Fiest, 2010) memandang periode usia 4-6


tahun sebagai fase sense of initiative. Pada periode ini anak harus
didorong untuk mengembangkan prakarsa, seperti kesenangan
untuk mengajukan pertanyaan dari apa yang dilihat, didengar dan
dirasakan. Jika anak tidak mendapat hambatan dari lingkungannya,
maka anak akan mampu mengembangkan prakarsa, dan daya
kreatifnya, dan hal-hal yang produktif dalam bidang yang
disenanginya. Guru yang selalu menolong, memberi nasehat, dan
membantu mengerjakan sesuatu padahal anak dapat melakukannya
sendiri, menurut Erikson dapat membuat anak tidak mendapatkan
kesempatan untuk berbuat kesalahan atau belajar dari kesalahan
itu. Selain itu Erikson dalam Fiest & Fiest (2010) menambahkan
bahwa masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya
kecenderungan autonomy – shame, doubt. Pada masa ini sampai

56
batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti
duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa
ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai
memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga
seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya.

Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular


stages), masa ini biasanya disebut masa balita yang berlangsung
mulai dari usia 18 bulan sampai 3 atau 4 tahun. Tugas yang harus
diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus
dapat memperkecil perasaan malu dan raguragu. Apabila dalam
menjalin suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu
sikap/tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu
kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua dalam mengasuh
anaknya bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya akan
mengalami sikap malu dan ragu-ragu. Dengan kata lain, ketika
orang tua dalam mengasuh anaknya sangat memperhatikan
anaknya dalam aspek-aspek tertentu misalnya mengizinkan
seorang anak yang menginjak usia balita untuk dapat
mengeksplorasikan dan mengubah lingkungannya, anak tersebut
akan bisa mengembangkan rasa mandiri atau ketidaktergantungan.
Pada usia ini menurut Erikson bayi mulai belajar untuk mengontrol
tubuhnya, sehingga melalui masa ini akan nampak suatu usaha atau
perjuangan anak terhadap pengalaman-pengalaman baru yang
berorientasi pada suatu tindakan/kegiatan yang dapat menyebabkan
adanya sikap untuk mengontrol diri sendiri dan juga untuk
menerima control dari orang lain. Misalnya, saat anak belajar
berjalan, memegang tangan orang lain, memeluk, maupun untuk
menyentuh benda-benda lain. Di lain pihak, anak dalam
perkembangannya pun dapat menjadi pemalu dan ragu-ragu.
Jikalau orang tua terlalu membatasi ruang gerak/eksplorasi
lingkungan dan kemandirian, sehingga anak akan mudah menyerah
karena menganggap dirinya tidak mampu atau tidak seharusnya

57
bertindak sendirian. Sedikit rasa malu dan ragu-ragu, sangat
diperlukan bahkan memiliki fungsi atau kegunaan tersendiri bagi
anak, karena tanpa adanya perasaan ini, anak akan berkembang ke
arah sikap maladaptif yang disebut Erikson sebagai impulsiveness
(terlalu menuruti kata hati), sebaliknya apabila seorang anak selalu
memiliki perasaan malu dan ragu-ragu juga tidak baik, karena akan
membawa anak pada sikap malignansi yang disebut Erikson
compulsiveness. Sifat inilah yang akan membawa anak selalu
menganggap bahwa keberadaan mereka selalu bergantung pada apa
yang mereka lakukan, karena itu segala sesuatunya harus dilakukan
secara sempurna. Apabila tidak dilakukan dengan sempurna maka
mereka tidak dapat menghindari suatu kesalahan yang dapat
menimbulkan adanya rasa malu dan ragu-ragu.

Jikalau dapat mengatasi krisis antara kemandirian dengan


rasa malu dan ragu-ragu dapat diatasi atau jika diantara keduanya
terdapat keseimbangan, maka nilai positif yang dapat dicapai yaitu
adanya suatu kemauan atau kebulatan tekad. Meminjam kata-kata
dari Supratiknya yang menyatakan bahwa “kemauan menyebabkan
anak secara bertahap mampu menerima peraturan hukum dan
kewajiban”.

di Masa Anak-anak akhir

Pada masa ini Erikson menyebutnya dengan Masa Sekolah


(School Age) ditandai adanya kecenderungan industry–inferiority
(rasa rendah diri). Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap
sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja
yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui dan
berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain
karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya
kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan
kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak
merasa rendah diri.

58
Tahap keempat ini dikatakan juga sebagai tahap laten yang
terjadi pada usia sekolah dasar antara umur 6 sampai 12 tahun.
Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap ini ialah adalah
dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan
menghindari perasaan rasa rendah diri. Saat anak-anak berada
tingkatan ini area sosialnya bertambah luas dari lingkungan
keluarga merambah sampai ke sekolah, sehingga semua aspek
memiliki peran. Tingkatan ini menunjukkan adanya pengembangan
anak terhadap rencana yang pada awalnya hanya sebuah fantasi
semata, namun berkembang seiring bertambahnya usia bahwa
rencana yang ada harus dapat diwujudkan yaitu untuk dapat
berhasil dalam belajar. Anak pada usia ini dituntut untuk dapat
merasakan bagaimana rasanya berhasil, apakah itu di sekolah atau
ditempat bermain. Melalui tuntutan tersebut anak dapat
mengembangkan suatu sikap rajin. Berbeda kalau anak tidak dapat
meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (inferioritas),
sehingga anak juga dapat mengembangkan sikap rendah diri. Oleh
sebab itu, peranan orang tua maupun guru sangatlah penting untuk
memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak pada usia seperti
ini.

Kecenderungan maladaptif akan tercermin apabila anak


memiliki rasa giat dan rajin terlalu besar yang mana peristiwa ini
menurut Erikson disebut sebagai “keahlian sempit”. Di sisi lain
jika anak kurang memiliki rasa giat dan rajin maka akan tercermin
malignansi yang disebut dengan kelembaman. Mereka yang
mengidap sifat ini oleh Alfred Adler disebut dengan
“masalahmasalah inferioritas”. Maksud dari pengertian tersebut
yaitu jika seseorang tidak berhasil pada usaha pertama, maka
jangan mencoba lagi. Usaha yang sangat baik dalam tahap ini sama
seperti tahap-tahap sebelumnya adalah dengan menyeimbangkan
kedua karateristik yang ada, dengan begitu ada nilai positif yang

59
dapat dipetik dan dikembangkan dalam diri setiap pribadi yakni
kompetensi.

Dalam lingkungan yang ada pola perilaku yang dipelajari


pun berbeda dari tahap sebelumnya, anak diharapkan mampu untuk
mengerjakan segala sesuatu dengan mempergunakan cara maupun
metode yang standar, sehingga anak tidak terpaku pada aturan yang
berlaku dan bersifat kaku. Peristiwa tersebut biasanya dikenal
dengan istilah formal. Sedangkan pada pihak lain jikalau anak
mampu mengerjakan segala sesuatu dengan mempergunakan cara
atau metode yang sesuai dengan aturan yang ditentukan untuk
memperoleh hasil yang sempurna, maka anak akan memiliki sikap
kaku dan hidupnya sangat terpaku pada aturan yang berlaku. Hal
inilah yang dapat menyebabkan relasi dengan orang lain menjadi
terhambat. Peristiwa ini biasanya dikenal dengan istilah formalism.

2.5.4 Masa Remaja


Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang
dimulai pada saat masa puber dan berakhir pada usia 18 atau 20
tahun. Masa Remaja (adolescence) ditandai adanya kecenderungan
identity – Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah
kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-
kecakapan yang dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan
memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya.
Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitasdiri ini, pada
para remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga
tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan
atau kenakalan. Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di
satu pihak, sering diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi
yang besar terhadap kelompok sebayanya. Di antara kelompok
sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali
mereka sangat patuh terhadap peran yang diberikan kepada
masing-masing anggota.

60
Pencapaian identitas pribadi dan menghindari peran ganda
merupakan bagian dari tugas yang harus dilakukan dalam tahap ini.
Menurut Erikson masa ini merupakan masa yang mempunyai
peranan penting, karena melalui tahap ini orang harus mencapai
tingkat identitas ego, dalam pengertiannya identitas pribadi berarti
mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara seseorang terjun ke
tengah masyarakat. Lingkungan dalam tahap ini semakin luas tidak
hanya berada dalam area keluarga, sekolah namun dengan
masyarakat yang ada dalam lingkungannya.

Masa pubertas terjadi pada tahap ini, kalau pada tahap


sebelumnya seseorang dapat menapakinya dengan baik maka
segenap identifikasi di masa kanakkanak diintrogasikan dengan
peranan sosial secara “aku”sehingga pada tahap ini mereka sudah
dapat melihat dan mengembangkan suatu sikap yang baik dalam
segi kecocokan antara isi dan dirinya bagi orang lain, selain itu
juga anak pada jenjang ini dapat merasakan bahwa mereka sudah
menjadi bagian dalam kehidupan orang lain. Semuanya itu terjadi
karena mereka sudah dapat menemukan siapakah dirinya. Identitas
ego merupakan kulminasi nilai-nilai ego sebelumnya yang
merupakan ego sintesis. Dalam arti kata yang lain pencarian
identitas ego telah dijalani sejak berada dalam tahap pertama/bayi
sampai seseorang berada pada tahap terakhir/tua. Oleh karena itu,
salah satu point yang perlu diperhatikan yaitu apabila tahap-tahap
sebelumnya berjalan kurang lancar atau tidak berlangsung secara
baik, disebabkan anak tidak mengetahui dan memahami siapa
dirinya yang sebenarnya ditengah-tengah pergaulan dan struktur
sosialnya, inilah yang disebut dengan identity confusion atau
kekacauan identitas.

Akan tetapi di sisi lain jika kecenderungan identitas ego


lebih kuat dibandingkan dengan kekacauan identitas, maka mereka
tidak menyisakan sedikit ruang toleransi terhadap masyarakat yang
bersama hidup dalam lingkungannya. Erikson menyebut

61
maladaptif ini dengan sebutan “fanatisisme”. Orang yang berada
dalam sifat fanatisisme ini menganggap bahwa pemikiran, cara
maupun jalannyalah yang terbaik. Sebaliknya, jika kekacauan
identitas lebih kuat dibandingkan dengan identitas ego maka
Erikson menyebut malignansi ini dengan sebutan “pengingkaran”.
Orang yang memiliki sifat ini mengingkari keanggotaannya di
dunia orang dewasa atau masyarakat akibatnya mereka akan
mencari identitas di tempat lain yang merupakan bagian dari
kelompok yang menyingkir dari tuntutan sosial yang mengikat
serta mau menerima dan mengakui mereka sebagai bagian dalam
kelompoknya. “Kesetiaan” akan diperoleh sebagi nilai positif yang
dapat dipetik dalam tahap ini, jikalau antara identitas ego dan
kekacauan identitas dapat berlangsung secara seimbang, yang
mana kesetiaan memiliki makna tersendiri yaitu kemampuan hidup
berdasarkan standar yang berlaku di tengah masyarakat terlepas
dari segala kekurangan, kelemahan, dan ketidakkonsistennya.
Ritualisasi yang nampak dalam tahap adolesen ini dapat
menumbuhkan ediologi dan totalisme.

2.5.5 Masa Dewasa Awal


Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui, maka
setiap individu akan memasuki jenjang berikutnya yaitu pada masa
dewasa awal atau muda yang berusia sekitar 20-30 tahun. Masa
Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai adanya kecenderungan
intimacy – isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu
memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada
masa ini ikatan kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah
mulai selektif, dia membina hubungan yang intim hanya dengan
orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul
dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-
orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang
lainnya. Jenjang ini menurut Erikson adalah ingin mencapai
kedekatan dengan orang lain dan berusaha menghindar dari sikap

62
menyendiri. Periode diperlihatkan dengan adanya hubungan spesial
dengan orang lain yang biasanya disebut dengan istilah pacaran
guna memperlihatkan dan mencapai kelekatan dan kedekatan
dengan orang lain. Di mana muatan pemahaman dalam kedekatan
dengan orang lainmengandung arti adanya kerja sama yang terjalin
dengan orang lain. Akan tetapi, peristiwa ini akan memiliki
pengaruh yang berbeda apabila seseorang dalam tahap ini tidak
mempunyai kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain
secara baik sehingga akan tumbuh sifat merasa terisolasi.

Erikson menyebut adanya kecenderungan maladaptif yang


muncul dalam periode ini ialah rasa cuek, di mana seseorang sudah
merasa terlalu bebas, sehingga mereka dapat berbuat sesuka hati
tanpa memperdulikan dan merasa tergantung pada segala bentuk
hubungan misalnya dalam hubungan dengan sahabat, tetangga,
bahkan dengan orang yang kita cintai/kekasih sekalipun.
Sementara dari segi lain/malignansi Erikson menyebutnya dengan
keterkucilan, yaitu kecenderungan orang untuk
mengisolasi/menutup diri sendiri dari cinta, persahabatan dan
masyarakat, selain itu dapat juga muncul rasa benci dan dendam
sebagai bentuk dari kesendirian dan kesepian yang dirasakan. Oleh
sebab itu, kecenderungan antara keintiman dan isoalasi harus
berjalan dengan seimbang guna memperoleh nilai yang positif
yaitu cinta. Dalam konteks teorinya, cinta berarti kemampuan
untuk mengenyampingkan segala bentuk perbedaan dan
keangkuhan lewat rasa saling membutuhkan.

Wilayah cinta yang dimaksudkan di sini tidak hanya


mencakup hubungan dengan kekasih namun juga hubungan dengan
orang tua, tetangga, sahabat, dan lain-lain. Ritualisasi yang terjadi
pada tahan ini yaitu adanya afiliasi dan elitisme. Afilisiasi
menunjukkan suatu sikap yang baik dengan mencerminkan sikap
untuk mempertahankan cinta yang dibangun dengan sahabat,

63
kekasih,dan lain-lain. Sedangkan elitisme menunjukkan sikap yang
kurang terbuka dan selalu menaruh curiga terhadap orang lain.

2.5.6 Masa Dewasa Akhir


Erikson (1968) percaya bahwa orang dewasa tengah baya
menghadapi persoalan hidup yang signifikan-generativitas vs
stagnasi, adalah nama yang diberikan Erikson pada fase ketujuh
dalam teori masa hidupnya. Generativitas mencangkup rencana-
rencana orang dewasa yang mereka harap dapat dikerjakan guna
meninggalkan warisan dirinya sendiri pada generasi selanjutnya.
Sebaliknya, stagnasi (disebut juga “penyerapan-diri”) berkembang
ketika individu merasa bahwa mereka tidak melakukan apa-apa
bagi generasi berikutnya. Orang dewasa tengah baya
mengembangkan generativitas dengan beberapa cara yang berbeda
(Kotre, 1984).

Melalui generativitas biologis, orang dewasa hamil dan


melahirkan anak. Melalui generativitas parental (orang tua), orang
dewasa memberikan asuhan dan bimbingan kepada anak-anak.
Melalui generativitas kultural, orang dewasa menciptakan,
merenovasi atau memelihara kebudayaan yang akhirnya bertahan.
Dalam hal ini objek generatif adalah kebudayaan itu sendiri.

Melalui generativitas kerja, orang dewasa mengembangkan


keahlian yang diturunkan kepada orang lain. Dalam hal ini,
individu generaf adalah seseorang yang mempelajari keahlian.
Melalui generativitas, orang dewasa mempromosikan dan
membimbing generasi berikutnya melalui aspek-aspek penting
kehidupan seperti menjadi orang tua (parenting), memimpin,
mengajar dan melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat
(Mc Adams, 1990). Orang dewasa generatif mengembangkan
warissan diri yang posif dan kemudian memberikannya sebagai
hadiah pada generasi berikutnya.

64
2.5.7 Masa Usia Lanjut
Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia
senja yang diduduki oleh orang-orang yang berusia sekitar 60 atau
65 ke atas. Masa hari tua (Senescence) ditandai adanya
kecenderungan ego integrity – despair. Pada masa ini individu
telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah
dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi
yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang
mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan
atau tujuan yang akan dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu
sedikit sekali kemungkinan untukdapat dicapai. Dalam situasi ini
individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi masih
ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia seringkali
mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali
menghantuinya

Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada tahap ini


berarti sudah cukup berhasil melewati tahaptahap sebelumnya dan
yang menjadi tugas pada usia senja ini adalah integritas dan
berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan. Tahap ini
merupakan tahap yang sulit dilewati menurut pemandangan
sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari
lingkungan kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap
tidak dapat berbuat apa-apa lagi atau tidak berguna. Kesulitan
tersebut dapat diatasi jika di dalam diri orang yang berada pada
tahap paling tinggi dalam teori Erikson terdapat integritas yang
memiliki arti tersendiri yakni menerima hidup dan oleh karena itu
juga berarti menerima akhir dari hidup itu sendiri. Namun, sikap
ini akan bertolak belakang jika didalam diri mereka tidak terdapat

65
integritas yang mana sikap terhadap datangnya kecemasan akan
terlihat. Kecenderungan terjadinya integritas lebih kuat
dibandingkan dengan kecemasan dapat menyebabkan maladaptif
yang biasa disebut Erikson berandai-andai, sementara mereka tidak
mau menghadapi kesulitan dan kenyataan di masa tua. Sebaliknya,
jika kecenderungan kecemasan lebih kuat dibandingkan dengan
integritas maupun secara malignansi yang disebut dengan sikap
menggerutu. Oleh karena itu, keseimbangan antara integritas dan
kecemasan itulah yang ingin dicapai dalam masa usia senja guna
memperoleh suatu sikap kebijaksanaan.

66
BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Deskripsi Studi Kasus


Penelitian dilakukan di rumah saya yaitu di Kp.Majasari Rt.08 Rw.02
Kec.Pagaden Kab.Subang Kota.Subang. Penelitian ini dilaksanakan mulai
tanggal 3 November – 5 November Pelaksanaan analisis menggunakan
pengamatan kualitatif yaitu dimana pengamatan ini hanya dilakukan dengan
menggunakan alat indera tanpa mengacu kepada satuan pengukuran baku
tertentu.

3.2 Profil Anak


Nama : Olivia

Tempat, tanggal lahir : 17 Maret 2015

Usia : 5 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Anak ke bersaudara : ke 2 dari 3 bersaudara

67
3.3 Analisis Studi Kasus
no Aspek Perkembangan Perkembangan anak

1. Kognitif 1. Tahapan sensorimotor (0-2 tahun)


Pada masa ini biasanya bayi keberadaannya
masih
terikat kepada orang lain bahkan tidak
berdaya, akan tetapi alat-alat inderanya sudah
dapat berfungsi.Intelegensi anak baru nampak
dalam bentuk aktivitas motorik
sebagai reaksi stimulus sensorik. Dalam
stadium
ini yang penting adalah tindakan-tindakan
konkrit
dan bukan tindakan-tindakan yang imaginer
atau
hanya dibayangkan saja, tetapi secara
perlahanlahan melalui pengulangan dan
pengalaman konsep obyek permanen lama-
lama terbentuk.
Anak mampu menemukan kembali obyek
yang diisembunyikan.
2. Tahapan praoperasional
Mulai merepresentasikan benda-benda dengan
kata-kata dan gambar, masih menggunakan
penalaran intuitif bukan logis.
Cenderung egosentrik, anak tidak dapat
memahami tempatnya di dunia dan bagaimana
hal tersebut berhubungan satu sama lain.

68
Anak kesulitan memahami bagaimana
perasaan dari orang di sekitarnya.
3. Tahapan operasional konkrit
Sudah dapat membentuk operasi-operasi
mental atas pengetahuan yang mereka miliki.
Anak dapat menambah, mengurangi &
mengubah. Operasi ini memungkinkannya
untuk dapat memecahkan masalah secara
logis.
Mengalami kesulitan untuk memecahkan
masalah secara verbal yang sifatnya abstrak.

2. Fisik - Motorik
Masa bayi
anak ini lahir seperti anak normal pada
umumnya dengan 2,7-4 kg ukuran panjang
nya 50 cm .Kemampuan motoriknya pun
berkembang dengan baik, seperti
menggenggam,meluruskan, , mengangkat
membengkok, mengangkat dada, berdiri
sampai mulai berjalan.tetapi ada
keterlambatan pada masa chidhood yaitu
berlari pelan.
Motorik kasar dan halus nya berkembang baik
seperti seperti mengancingkan kancing baju
dan mengisir rambut.
Masa Kanak-kanak
Perkembangan fisiknya berkembang seperti
anak pada umumnya, tinggi badannya yang
bertambah namun tergolong pendek bagi anak
seusianya, yaitu sekitar 87 cm dan berat
badannya sekitar 13-14 kg ,perkembangan

69
motoriknya berjalan dengan lancar, baik
motorik kasarnya seperti, mandi, makan,
berjalan maupun motorik halusnya seperti
mengancingkan kancing baju, menggambar,
dan menyisir rambut.

3. Sosial - Emosi
Masa Bayi
Kemampuan untuk bereaksi secara emosional
sudah ada pada bayi yang baru lahir. Gejala
pertama perilaku emosional adalah
keterangsangan umum terhadap stimulasi
yang kuat perkembangannya seperti,
menangis ketika menginginkan sesuatu atau
kesal terhadap sesuatu sebagai bentuk
ekspresi yang bisa ditunjukkan, tertawa ketika
sedang bergurau dengan orang dewasa,
senang terhadap mainan.
.Ekspresi emosional pada bayi diketahui
serupa dengan ekspresi pada orang dewasa.
Umumnya bayi mengungkapkan afeksinya
dengan memeluk, menepuk, dan mencium
barang atau orang yang dicintainya
Sikap Perkembangan emosi anak :
Bila marah berlangsung singkat dan berakhir
tiba-tiba
Telihat lebih hebat
Bersifat sementara
Masa kanak- kanak
Pada masa ini anak menunjukan sikap :
a.Berselisih (Bertengkar)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung

70
atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak
lain.
b..Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi
interest atau keinginannya.
c.Simpati (Sympaty)
Yaitu sikap emosional yang mendorong
individu untuk menaruh perhatian terhadap
orang lain
4. Bahasa
Perkembangan bahasa
a)Usia -12 bulan, pada tahapan ini anak akan
sudah menunjukan komunikasinya dalam
bentuk simbol-simbol ekspresi seperti
menangis, menjerit dan tertawa, anak sudah
mampu merespons suara, babling (mengulang
konsonan atau vocal), memahami perintah
verbal, serta menunjuk arah. Pada usia 10
bulan Umumnya, jika sudah mulai memasuki
usia 10 bulan, anak seharusnya sudah mulai
mengucapkan kata-kata sederhana seperti
menyebut orang terdekatnya (mama atau
papa),tetapi pada anak ini belum bisa
mengucapkan mama papa , pada umur 12
bulan baru ia bisa mengucapkan mama papa.
b) Usia 1-3 tahun
Pada usia ini, anak sudah mulai menunjukkan
peningkatan bahasa. Jika pada tahun pertama
anak sudah mulai dapat memahami intruksi
dan mengucap satu kata, maka di tahun kedua
dan ketiga, anak sudah mulai mengenal dan
belajar mengucapkan kata-kata sederhana

71
meskipun pengucapannya belum begitu
sempurna. Seperti “patu” (apa itu), “ndak au”
(tidak mau), dan lain sebagainya. Berkembang
normal sesuai dengan usianya.
c) Usia 3-5 tahun
Pada tahapan usia ini, anak sudah mampu
menyusun kata dan menyampaikan
komunikasinya dalam sebuah kalimat seperti
orang dewasa. Ia sudah mampu mengenal kata
kerja dan kata ganti, ia juga sudah dapat
menyampaikan keinginannya dalam bentuk
kalimat seperti “aku ingin makan roti”, “aku
mau bermain”, dan lain sebagainya. Tak
hanya bisa menyampaikan keinginannya, pada
usia ini anak juga sudah mampu melontarkan
pertanyaan, protes, penolakan, ataupun
menyampaikan perasaan.

5. Moral Masa bayi


Perkembangan moral dan kepribadian pada
masa bayi mencakup hal dimana orang tua
mengajarkan mana yang baik dan benar
seperti tidak boleh makan dengan tangan kiri,
mengajarkan hal-hal yang baik kepada anak.

Masa kanak-kanak
anak mulai mengerti makna kejujuran,
kedisiplinan dan ketaatan. Anak ini terkadang
tidak taat pada perintah orang tua sering
membangkang, perkembangan moral ini juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang dia

72
serap.

BAB 4

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dijelaskan oleh Perkembangan ialah perubahan yang terjadi selama proses
pertumbuhan menuju keadaan yang lebih dewasa dibanding sebelumnya
sehingga terbentuk organ-organ atau sel-sel yang memiliki fungsi dan
struktur yang berbeda pula. Dengan kata lain perkembangan adalah suatu
gejala perubahan dalam fungsi dari organ-organ yang telah mengalami
pertumbuhan tersebut.

Adapun ruang lingkup perkembangan mencakup teori-teori aspek


perkembangan ,pengertian, fase, tugas dan aspek-aspek perkembangan. Di
dalam perkembangan terdapat beberapa fase yaitu, fase natal (sebelum lahir),
fase bayi, fase kanak-kanak, fase anak, fase remaja, fase dewasa, dan fase tua.
Di dalam setiap fase yang ada, terdapat tugas-tugas perkembangan yang harus
dipenuhi sebagai bentuk pencapaian perkembangan. Adapiun aspek-aspek
yang ada dalam perkembangan antara lain, perkembangan motorik,
perkembangan bahasa, perkembangan kognitif perkembangan
sosial,perkembangan emosi dan perkembangan moral

Setiap aspek perkembangan yang ada haruslah dikenali oleh orang tua agar
dapat mengidentifikasi bila terdapat masalah di dalam prosesnya. Selanjutnya
diharapkan orang tua dapat membimbing anak agar dapat mencapai tugas
perkembangannya.

3.2 Saran

 Harus edukasi atau sosialisasi kepada masyarakat mengenai perkembangan
anak.
 Perlu kesadaran dalam diri setiap orang tua bahwa perkembangan anak
Sebagian besar dipengaruhi oleh lingkungan, khususnya orang tua.

73
 Penyusun juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam
penulisan makalah untuk di kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

Crain, W. (2014). Theories of Development. Essex: Pearson Education Limited

Hurlock, Elizabeth B. 1999. Perkembangan Anak Jilid I. Jakarta : Penerbit


Erlangga

.................... 1980. Psiblogi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan. Jakarta : Penerbit Erlangga

file:///C:/Users/USER/Downloads/prinsipperkembanganmenuruthurlock-
101003054739-phpapp01.pdf

Abin Syamsyudin Makmun. (2004). Psikologi Kependidikan : Perangkat Sistem


Pengajaran Modul. Bandung:Rosda

Sobur, Alex. 2009. Psikologi Umum. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Sunarto & Hartono, Agung. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT


Rineka Cipta

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

74
75

Anda mungkin juga menyukai