Anda di halaman 1dari 24

TEORI PERKEMBANGAN

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan

Oleh:
Yusril Achmad Fatoni 210220101011
Sabar 210220101012

Dosen Pengampu:

Dr. Susanto, M.Pd.


Dr. Nanik Yuliati, M.Pd
Dr. Abi Suwito, M.Pd.

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmatNya serta hidiayahNya kami dapat menyelesaikan makalah Psikologi
Pendidikan yang membahas terkait dengan Teori Perkembangan. Makalah yang kami
susun ini sebagai tugas untuk memenuhi pembelajaran Psikologi Pendidikan. Dalam
kesempatan ini juga kami menyampaikan terima kasih kepada Dr. Susanto, M.Pd ,
Dr. Nanik Yuliati, M.Pd, serta Dr. Abi Suwito, M.Pd, selaku dosen pengampu mata
kuliah Psikologi Pendidikan

Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu
penulis mengharapkan saran serta kritik yang membangun dalam rangka
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah oini dapat bermanfaat.

Jember, 31 Agustus 2021

Penulis

i1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 1
1.3 Tujuan .............................................................................................. 2

BAB 2. PEMBAHASAN .................................................................................. 3

2.1 Teori Perkembangan Kognitif Piaget ............................................... 3


2.2 Teori Perkembangan Kognitif Vigotsky .......................................... 7
2.3 Teori Perkembangan Pribadi dan Sosial Erikson .............................. 8
2.4 Teori Perkembangan Moral Kolhberg .......................................... 11
2.5 Teori Perkembangan John Bowlby ................................................ 15
2.6 Teori Perkembangan Psikoanalisis Freud ...................................... 16

BAB 3. PENUTUP.......................................................................................... 19

3.1 Kesimpulan .................................................................................... 19


3.2 Saran............................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20

ii2
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu psikologi mulai diakui sebagai ilmu yang berdiri sendiri pada tahun 1879,
sejak saaat itu ilmu psikologi berkembang dengan sangat pesat yang ditandai dengan
lahirnya berbagai aliran di dalamnya. Salah satu aliran yang terdapat di dalam ilmu
psikologi adalah teori tentang perkembangan. Banyak ahli yang memiliki teori-teori
tentang konsep perkembangan.

Perkembangan manusia merupakan hal yang terjadi selama kehidupan manusia.


Dalam membahas tentang perkembangan manusia, terdapat banyak teori. Teori
mempunyai peranan yang penting dalam memahami perkembangan yang terjadi pada
manusia.

Sebuah teori merupakan kumpulan ide yang logis dan saling berhubungan yang
dapat membantu dalam memberikan penjelasan dan membuat prediksi. Sebagai salah
satu bidang psikologi, teori-teori perkembangan yang eksis sampai sekarang dapat
digunakan sebagai kerangka acuan dalam membantu memahami perubahan tingkah
laku manusia. Maka dalam makalah ini akan dibahas beberapa teori tentang
perkembangan manusia.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud teori perkembangan kognitif menurut Piaget?
2. Apa yang dimaksud teori perkembangan konitif menurut Vigotsky?
3. Apa yang dimaksud teori perkembangan pribadi dan sosial menurut Erikson?
4. Apa yang dimaksud teori perkembangan moral menurut Kohlberg?
5. Apa yang dimaksud teori perkembangan John Bowlby?

1
6. Apa yang dimaksud teori perkembangan Psikoanalisis Sigmund Freud?

1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui teori perkembangan kognitif menurut Piaget
2. Untuk mengetahui teori perkembangan konitif menurut Vigotsky
3. Untuk mengetahui teori perkembangan pribadi dan sosial menurut Erikson
4. Untuk mengetahui teori perkembangan moral menurut Kohlberg
5. Untuk mengetahui teori perkembangan John Bowlby
6. Untuk mengetahui teori perkembangan Psikoanalisis Sigmund Freud

2
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Teori Perkembangan Kognitif Menurut Piaget


Perkembangan kognitif berhubungan dengan meningkatnya kemampuan
berpikir (thinking), memecahkan masalah (problem solving), mengambil keputusan
(decision making), kecerdasan (intellegence), dan bakat (aptittude) (Dariyo, 2007).
Jadi, perkembangan kognitif pada anak menunjukkan adanya perkembangan dari cara
anak berpikir. Kemampuan seorang anak untuk mengaitkan ragam cara berfikir dalam
rangka penyelesaian suatu persoalan dapat dijadikan alat ukur perkembangan kognitif
anak. Tahap-tahap perkembangan kemampuan kognitif manusia terbagi dalam
beberapa fase. Piaget membagi perkembangan kemampuan kognitif manusia menurut
usia menjadi 4 tahapan,yaitu:

1. Tahap sensori (sensori motor)


Perkembangan kognitif tahap ini terjadi pada usia 0-2 tahun. Kata kunci
perkembangan kognitif tahap ini adalah proses “desentration”. Artinya, pada masa
ini bayi tidak bisa memisahkan diri dengan lingkungannya. Ia centered pada dirinya
sendiri,baru pada tahap berikutnya dia mengalami decentered pada dirinya sendiri.
Tahap ini pemikiran anak mulai melibatkan penglihatan,pendengaran,
pergeseran dan persentuhan serta selera. Artinya anak memiliki kemampuan untuk
menangkap segala sesuatu melalui inderanya. Bagi Piaget masa ini sangat penting
untuk pembinaan perkembangan pemikiran sebagai dasar untuk mengembangkan
intelegensinya. Pemikiran anak bersifat praktis dan sesuai dengan apa yang
diperbuatnya. Sehingga sangat bermanfaat bagi anak untuk belajar dengan
lingkungannya. Jika seorang anak telah mulai memiliki kemampuan untuk merespon
perkataan verbal orang dewasa, menurut teori ini hal tersebut lebih bersifat kebiasaan,
belum memasuki tahapan berfirkir.

2. Tahap praoperasional (preoperational)

3
Fase perkembangan kemampuan kognitif ini terjadi pada rentang usia 2-7
tahun. Pada tahap ini, anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dan
gambar-gambar. Kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan
pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi inderawi dan tindakan fisik.
Cara berpikir anak pada tingkat ini bersifat tidak sistematis, tidak konsisten,
dan idak logis. Hal ini ditandai dengan ciri – ciri:
a) Animisme, yaitu menganggap bahwa semua benda itu hidup seperti dirinya
b) Artificialism, yaitu kepercayaan bahwa segala sesuatu di lingkungan itu
mempunyai jiwa seperti manusia
c) Perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang dilihat
atau di dengar
d) Mental experiment yaitu anak mencoba melakukan sesuatu untuk menemukan
jawaban dari persoalan yang dihadapinya
e) Egosentrisme, yaitu anak melihat dunia lingkungannya menurut kehendak
dirinya

3. Tahap operasi konkrit (concreteoperational)


Tahap operasi konkrit terjadi pada rentang usia 7-11 tahun. Pada tahap ini
akan dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkrit dan
mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Kemampuan
untuk mengklasifikasikan sesuatu sudah ada, tetapi belum bisa memecahkan
problem-problem abstrak. Operasi konkret adalah tindakan mental yang bisa
dibalikkan yang berkaitan dengan objek konkret nyata.
Tahap ini dimulai dengan tahap progressive decentring di usia tujuh tahun.
Sebagian besar anak telah memiliki kemampuan untuk mempertahankan ingatan
tentang ukuran, panjang atau jumlah benda cair. Maksud ingatan yang dipertahankan
disini adalah gagasan bahwa satu kuantitas akan tetap sama walaupun penampakan
luarnya terlihat berubah. Jika Anda memperlihatkan 4 kelereng dalam sebuah kotak
lalu menyerakkannya di lantai, maka perhatian anak yang masih berada pada tahap

4
praopersional akan terpusat pada terseraknya kelereng tersebut dan akan percaya
jumlahnya bertambah banyak. Sebaliknya, anak-anak yang telah berada pada tahap
opersional konkret akan segera tahu bahwa jumlah kelereng itu tetap 4. Anakpun
akan tahu jika anda menuangkan susu yang ada di gelas gendut ke gelas ramping,
maka volumenya tetap sama, kecuali jika jumlah susu yang dituangkan memang
sengaja dibedakan.

4. Tahap operasi formal (formaloperational)


Tahap operasi formal ada pada rentang usia 11 tahun-dewasa. Pada fase ini
dikenal juga dengan masa remaja. Remaja berpikir dengan cara lebih abstrak, logis,
dan lebih idealistik.
Tahap operasional formal, usiase belas sampai lima belas tahun. Pada tahap
ini individu sudah mulai memikirkan pengalaman konkret,dan memikirkannya secara
lebih abstrak, idealis dan logis. Kualitas abstrak dari pemikiran operasional formal
tampak jelas dalam pemecahan problem verbal. Pemikir operasional konkret perlu
melihat elemen konkret A, B, dan C untuk menarik kesimpulan logis bahwa jika A =
B dan B = C, maka A = C. Sebaliknya pemikir operasional formal dapat memecahkan
persoalan itu walau problem ini hanya disajikan secara verbal.
Selain memiliki kemampuan abstraksi, pemikir operasional formal juga
memiliki kemampuan untuk melakukan idealisasi dan membayangkan kemungkinan-
kemungkinan. Pada tahap ini, anak mulai melakukan pemikiran spekulasi tentang
kualitas ideal yang mereka inginkan dalam diri mereka dan diri orang lain. Konsep
operasional formal juga menyatakan bahwa anak dapat mengembangkan hipotesis
deduktif tentang cara untuk memecahkan problem dan mencapai kesimpulan secara
sistematis.

Perkembangan kemampuan kognitif anak, mengacu kepada teori Piaget,


dipengaruhi oleh 6 faktor. Keenam factor tersebut adalah (a) Faktor

5
hereditas/keturunan;(b) Faktor Lingkungan;(c) Faktor Kematangan; (d) Faktor
Pembentukan; (e) Faktor Minat dan Bakat; dan (f) Faktor Kebebasan.
a) Faktor hereditas/keturunan
Faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif secara hereditas atau
keturunan ini dipengaruhi oleh gen dan struktur kromosom yang diwariskan kepada
anak dari kedua orang tuanya. Menyesuaikan dengan apa yang disampaikan dalam
teori nativisme, bahwa setiap bayi yang lahir ke dunia masing-masing membawa
potensi bawaan yang didapatkan secara genitas. Sehingga baik dan buruk seorang
anak merupakan sifat diturunkan dari orangtuanya. Dengan kata lain, menurut teori
ini, intelegensia seorang anak sudah ditentukan sejak lahir, bahkan bisa jadi sejak
dalam kandungan ibunya.
b) Faktor lingkungan
Faktor lingkungan sebagai salah satu bagian yang dapat mempengaruhi
perkembangan kognitif anak berkaitan dengan teori tabularasa yang dipopulerkan
oleh John Locke. Teori ini mengatakan bahwa setiap anak yang terlahir ke dunia
berada dalam keadaan yang suci bagaikan kertas putih yang dapat “mengisi” atau
“mewarnai” kertas putih tersebut adalah lingkungan. Sehingga taraf intelegensia
anak, jika mengacu kepada teori ini, sangat dipengaruhi oleh lingkungan pendidikan,
sosial-budaya, pola asuh orang tua serta pengalaman yang ia peroleh dari sekitarnya.
c) Faktor kematangan
Dalam teori kognitif Piaget, faktor kematangan berkaitan erat dengan
perkembangan fisik anak. Perkembangan fisik berkenaan dengan perkembangan
organ-organ yang digunakan sebagai alat untuk berfikir, seperti kematangan susunan
syaraf pada otak. Kematangan secara fisik ini mempengaruhi secara keseluruhan garis
besar perkembangan kognitif anak.
d) Faktor pembentukan
Pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang
mempengaruhi perkembangan intelegensi. Ada dua pembentukan yaitu pembentukan
sengaja (sekolah formal) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruhalam sekitar)

6
e) Faktor minat dan bakat
Minat mengarahkan perbuatan kepada tujuan dan merupakan dorongan untuk
berbuat lebih giat dan lebih baik. Bakat seseorang akan mempengaruhi tingkat
kecerdasannya. Seseorang yang memiliki bakat tertentu akan semakin mudah dan
cepat mempelajarinya.
f) Faktor kebebasan
Keleluasaan manusia untuk berpikir divergen (menyebar) yang berarti
manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah dan bebas
memilih masalah sesuai kebutuhan.

2.2 Teori Perkembangan Kognitif Menurut Vigotsky


Sama halnya dengan Piaget, Vygotsky banyak membahas tentang
pertumbuhan dan perkembangan manusia.Kedua tokoh ini memiliki sudut pandang
yang khas terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.Sudut pandang Vygotsky
terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak diwarnai oleh lingkungan social atau
budaya, maka pendekatan konstruktivisnya disebut dengan konstruktivis social
(social constructivist).Tidak seperti Piaget yang beranggapan bahwa anak secara
individual aktif mengkonsturk pengetahuannya melalui interaksi dengan
lingkungannya.Piaget lebih menekannya interaksi anak dengan lingkungan
fisik.Sedikit berbeda dengan Piaget, Vygotsky beranggapan bahwa anak
mengkonstruk pengetahuannya dalam sebuah kontek social.Anak mengkonstruk
secara aktif pengetahuanya secara mandiri dalam konteks interaksi dengan pengasuh,
keluarga atau komunitas dan masyarakat (Brewer, 2007, p. 15).
Vygotsky percaya bahwa Bahasa memiliki peran penting dalam
perkembangan kognitif anak.Bahasa sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk
berinteraksi dengan orang-orang yang ada dilingkungan sosialnya (pengasuh, orang
tua, teman). Bahasa akan banyak membantu anak menyelesaikan persoalan-
persoalannya yang tidak dapat ia selesaikan dengan sendiri. Dengan Bahasa, anak
akan mengkomunikasikan permasalahan-permasalahan yang dia hadapi kepada orang

7
lain yang dia anggap memiliki kemampuan untuk membantunya menyelesaikan
masalah yang dihadapinya.
Salah satu element dari teori Vygotsky yaitu Zone of proximal development
(ZPD). ZPD adalah celah antara apa yang anak dapat kerjakan secara mandiri dan apa
yang dia tidak dapat dikerjakan bahkan dengan bantuan seseorang (seperti orang
dewasa atau teman sebaya) yang lebih terampil dari dia. (Brewer, 2007, p. 16). Hal
yang sama dikemukakan oleh Santrock (2010: 190) yang menyatakan bahwa ZPD
yaitu istilah yang digunakan oleh Vygotsky untuk berbagi tugas yang terlalu sulit
untuk dikuasai oleh anak sendiri tetapi dapat dipelajari dengan bimbingan dan
bantuan orang dewasa atau anak-anak yang lebih terampil.
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas dapat diketahui bahwa ada zona
dimana anak bisa belajar secara mandiri tanpa bantuan orang lain tapi disisi lain
apabila anak tidak mampu belajar secara mandiri diperlukan bantuan orang lain.
Untuk meningkatkan keterampilan atau kemampuan anak kearah yang lebih tinggi
diperlukan bantuan orang lain yang memiliki kemampuan lebihtinggi darinya. Dalam
konteks belajar materi yang akan ajarkan harus sesuai dengan tingkat kemampuan
yang anak miliki.
Element kedua dari teori Vygotsky yaitu Scaffolding. Scaffolding berarti
merubah tingkat dukungan.Pada saat anak belajar seorang guru, orang tua agar
menyesuaikan materi tersebut dengan kinerja anak saat ini.Saat anak belajar konsep
baru, orang dewasa (guru, orang tua) dapat terlibat langsung untuk membantu anak
belajar menguasai konsep baru tersebut.

2.3 Teori Perkembangan Pribadi dan Sosial Menurut Erikson

Salah satu ahli yang mendasari teorinya dari sudut sosial ialah Erik H. Erikson
dengan menyebut pendekatannya “Psikososial” atau “Psikohistoris”.Erikson berusaha
menjelaskan bahwa ada hubungan timbal balik antara pribadi dan kebudayaan sampai
orang tersebutmenjadi dewasa.Disini terlihat bahwa lingkungan hidup seseorang dari

8
awal sampai akhir dipengaruhi oleh sejarah seluruh masyarakat karena perkembangan
relasi antara sesama manusia, masyarakat serta kebudayaan semua saling terkait. Itu
berarti tiap individu punya kesanggupan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
yang senantiasa berkembang dari orang-orang atau institusi supaya ia bisa menjadi
bagian dari perhatian kebudayaan secara terus-menerus.

Erikson berusaha menemukan perkembangan psikososial Ego melalui


berbagai organisasi sosial dalam kelompok atau kebudayaan tertentu.Ia mencoba
meletakkan hubungan antara gejala psikis, edukatif dan gejala budaya masyarakat.
Dalam penelitiannya, Erikson membuktikan bahwa masyarakat atau budaya melalui
kebiasaan mengasuh anak, struktur keluarga tertentu, kelompok sosial maupun
susunan institusional, membantu perkembangan anak dalam berbagai macam daya
Ego yang diperlukan untuk menerima berbagai peran serta tanggung jawab social.

Tahap-tahap Perkembangan Psikososial


Erikson berpendapat bahwa sepanjang sejarah hidup manusia, setiap orang
mengalami tahapan perkembangan dari bayi sampai dengan usia lanjut.
Perkembangan sepanjang hayat tersebut diperhadapkan dengan delapan tahapan yang
masing-masing mempunyai nilai kekuatan yang membentuk karakter positif atau
sebaliknya, berkembang sisi kelemahan sehingga karakter negatif yang mendominasi
pertumbuhan seseorang. Erikson menyebut setiap tahapan tersebut sebagai krisis atau
konflik yang mempunyai sifat sosial dan psikologis yang sangat berarti bagi
kelangsungan perkembangan di masa depan.
Delapan tahapan perkembangan tersebut sebagai berikut:
Tahap I usia 0-2 tahun
Pada masa bayi atau tahun pertama adalah titik awal pembentukan
kepribadian. Bayi belajar mempercayai orang lain agar kebutuhan-kebutuhan
dasarnya terpenuhi. Peran ibu atau orang-orang terdekat seperti pengasuh yang
mampu menciptakan keakraban dan kepedulian dapat mengembangkan kepercayaan
dasar.Persepsi yang salah pada diri anak tentang lingkungannya karena penolakan

9
dari orangtua atau pengasuh mengakibatkan bertumbuhnya perasaan tidak percaya
sehingga anak memandang dunia sekelilingnya sebagai tempat yang jahat.Pada tahap
ini kekuatan yang perlu ditumbuhkan pada kepribadian anak ialah “harapan”.

Tahap II, usia 2-3 tahun


Konflik yang dialami anak pada tahap ini ialah otonomi vs rasa malu serta
keragu-raguan.Kekuatan yang seharusnya ditumbuhkan adalah “keinginan atau
kehendak” dimana anak belajar menjadi bebas untuk mengembangkan
kemandirian.Kebutuhan tersebut dapat terpenuhi melalui motivasi untuk melakukan
kepentingannya sendiri seperti belajar makan atau berpakaian sendiri, berbicara,
bergerak atau mendapat jawaban dari sesuatu yang ditanyakan.
Tahap III, usia 3-6 tahun
Anak pada tahap ini belajar menemukan keseimbangan antara kemampuan
yang ada dalam dirinya dengan harapan atau tujuannya.Itu sebabnya anak cenderung
menguji kemampuannya tanpa mengenal potensi yang ada pada dirinya.Konflik yang
terjadi adalah Inisiatif atau terbentuknya perasaan bersalah.Bila lingkungan sosial
kurang mendukung maka anak kurang memiliki inisiatif.
Tahap IV, usia 6-12 tahun
Konflik pada tahap ini ialah kerja aktif vs rendah diri, itu sebabnya kekuatan
yang perlu ditumbuhkan ialah “kompetensi” atau terbentuknya berbagai
keterampilan.Membandingkan kemampuan diri sendiri dengan teman sebaya terjadi
pada tahap ini.Anak belajar mengenai ketrampilan sosial dan akademis melalui
kompetisi yang sehat dengan kelompoknya.Keberhasilan yang diraih anak memupuk
rasa percaya diri, sebaliknya apabila anak menemui kegagalan maka terbentuklah
inferioritas.
Tahap V, usia 12-20 tahun
Pada tahap ini anak mulai memasuki usia remaja dimana identitas diri baik
dalam lingkup sosial maupun dunia kerja mulai ditemukan. Bisa dikatakan masa
remaja adalah awal usaha pencarian diri sehingga anak berada pada tahap

10
persimpangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa.Konflik utama yang
terjadi ialah Identitas vs Kekaburan Peran sehingga perlu komitmen yang jelas agar
terbentuk kepribadian yang mantap untuk dapat mengenali dirinya.
Tahap VI, usia antara 20-40 tahun
Pada tahap ini kekuatan dasar yang dibutuhkan ialah “kasih” karena muncul
konflik antara keintiman atau keakraban vs keterasingan atau kesendirian.Agen sosial
pada tahap ini ialah kekasih, suami atau isteri termasuk juga sahabat yang dapat
membangun suatu bentuk persahabatan sehingga tercipta rasa cinta dan
kebersamaan.Bila kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka muncullah perasaan kesepian,
kesendirian dan tidak berharga.

Tahap VII, usia 40-65 tahun


Seseorang telah menjadi dewasa pada tahap ini sehingga diperhadapkan
kepada tugas utama untuk menjadi produktif dalam bidang pekerjaannya serta
tuntutan untuk berhasil mendidik keluarga serta melatih generasi penerus.Konflik
utama pada tahap ini ialah generatifitas vs stagnasi, sehingga kekuatan dasar yang
penting untuk ditumbuhkan ialah “kepedulian”.Kegagalan pada masa ini
menyebabkan stagnasi atau keterhambatan perkembangan.
Tahap VIII, usia 65 tahun-kematian
Pribadi yang sudah memasuki usia lanjut mulai mengalami penurunan fungsi-
fungsi kesehatan. Begitu juga pengalaman masa lalu baik keberhasilan atau kegagalan
menjadi perhatiannya sehingga kebutuhannya adalah untuk dihargai.Konflik utama
pada tahap ini ialah Integritas Ego vs Keputusasaan dengan kekuatan utama yang
perlu dibentuk ialah pemunculan “hikmat atau kebijaksanaan”.Fungsi pengalaman
hidup terutama yang bersifat sosial, memberi makna tentang kehidupan.

2.4 Teori Perkembangan Moral Menurut Kohlberg

Pendidikan karakter yang telah diterapkan di Pendidikan Indonesia saat ini


memiliki tiga elemen penting yang mendukungnya yaitu moral knowing, moral

11
feelings, dan moral action/ moral behaviour (Nida, 2013). Ketiga dasar tersebut
merupakan hal yang terus berkembang dalam moral anak. Menurut Piaget hakikat
dari moralitas merupakan suatu kecenderungan untuk menaati serta menerima system
peraturan, sedangkan Kohlberg berpendapat bahwa moral adalah sesuatu yang
berkembang serta dapat dikembangkan dan dipelajari, namun bukan sesuatu yang
dibawa dari lahir (Maharani, 2014). Model perkembangan kognitif oleh Jean Piaget
mempengaruhi teori perkembangan moral oleh Kohlberg (Safrilsyah dkk., 2017).
Seperti Piaget, Kohlberg mempelajari bagaimana anaka-anak dan orang dewasa
bernalar tentang aturan yang mengatur perilaku mereka dalam situasi tertentu,
Kohlberg juga menyelidiki tanggapan mereka terhadap situasi dilema moral. Salah
satu karyanya yang paling terkenal yaitu:

Di Eropa, ada seorang wanita yang mengidap kanker dan hamper meninggal
karena hal tersebut. Terdapat salah satu apotek yang memproduksi obat kanker yang
dapat menyelamatkan nyawanya. Suami wanita tersebut, Heinz, mencari cara untuk
dapat membeli obat tersebut dengan harga $2.000, namun dia hanya mendapat uang
setengah dari harga obat tersebut. Heinz pergi ke apoteker untuk meminta keringanan
atas obat tersebut dan akan membayarkan kekurangannya nanti, namun hal itu ditolak
oleh apoteker. Heinz menjadi putus asa dan memutuskan untuk mencuri obat tersebut.
Haruskah Heinz melakukan hal tersebut? Mengapa?

Dalam teori perkembangan moral oleh Kohlberg dibagi menjadi 3 level, yang
masing-masing level dibagi menjadi 6 tahapan dalam keseluruhan proses
perkembangan moral anak. Berikut tahapan penalaran moral menurut Kohlberg
(Slavin, 2011):

1. Moralitas Pra-konvensional

12
Pada fase ini aturan serta tingkat kepatuhan seorang anak masih diatur oleh
orang lain dan juga moral seorang anak pada fase ini berada dalam kendala
orang lain (Enung, 2019). Pada fase ini dibagi menjadi 2 tahap yaitu:
1) Tahap 1- Ketaatan dan Hukuman
Tahap awal perkembangan moral terutama terjadi pada anak-anak
kecil, tetapi orang dewasa juga mampu mengekspresikan jenis
penalaran ini. Pada tahap ini, anak-anak melihat aturan sebagai hal
yang tetap dan absolut. Mematuhi aturan itu penting karena
merupakan sarana untuk menghindari hukuman.
2) Tahap 2- Individualisme dan Pertukaran
Pada tahap perkembangan moral ini, anak-anak menjelaskan sudut
pandang individu dan menilai tindakan berdasarkan bagaimana mereka
melayani kebutuhan individu. Dalam dilema Heinz, anak-anak
berpendapat bahwa tindakan terbaik adalah pilihan yang paling baik
memenuhi kebutuhan Heinz. Timbal balik adalah mungkin, tetapi
hanya jika melayani kepentingan diri sendiri. Pada tahap ini juga
mempertimbangkan apa yang akan didapat olehnya setelah melakukan
sesuatu.

2. Moralitas Konvensional
Pada tahap ini, seseorang mengadopsi aturan dan terkadang menggantungkan
kebutuhannya pada sekelompok orang. Seseorang akan mempertimbangkan
harapan keluarga, kelompok, tanpa memandang langsung dan konsekuensi
yang jelas.
3) Tahap 3- Hubungan Interpesonal
Seringkali disebut sebagai orientasi "good boy-good girl", tahap
perkembangan moral ini difokuskan pada memenuhi harapan dan
peran sosial. Moral anak untuk bersikap "baik," dan mempertahankan
hubungan baik dengan orang lain, hal ini akan memunculkan sikap

13
untuk mendapatkan label“anak baik”dengan cara bertingkah laku
sesuai dengan tuntutan kelompok dan memenuhi harapan-harapan
orang lain.
4) Tahap 4- Menjaga Ketertiban Sosial
Pada tahap perkembangan moral ini, orang mulai menganggap
masyarakat secara keseluruhan ketika membuat penilaian dengan
berfokus pada menjaga hukum dan ketertiban dengan mengikuti aturan
yang telah ditetapkan, serta melakukan tugas seseorang dan
menghormati otoritas yang ada.

3. Moralitas Pasca-Konvensional
Pada tahap ini, seseorang sudah tidak lagi dipengaruhi oleh orang lain dalam
menerima nilai-nilai moral yang ada, pada tahap ini terdiri ada fase kelima
dan fase keenam.
5) Fase 5- Kontak Sosial dan Hak Perorangan
Pada tahap ini, seseorang sudah mulai memperhitungkan perbedaan-
perbedaan seperti nilai, pendapat, dan kepercayaan orang lain. Aturan
hukum penting untuk mempertahankan masyarakat, tetapi anggota
masyarakat harus menyetujui standar-standar ini.
6) Fase 6- Prinsip Universal
Tingkat penalaran moral terakhir dalam Teori Perkembangan Moral
oleh Kohlberg didasarkan pada prinsip-prinsip etika universal dan
penalaran abstrak. Pada tahap ini, orang mengikuti prinsip-prinsip
keadilan yang telah diinternalisasi pada dirinya dengan mengikuti hati
nurani, apakah bertentangan dengan hukum atau peraturan.

14
2.5 Teori Perkembangan John Bowlby

Edward John Mostyn Bowlby merupakan ahli psikologi, psikiatri, dan psikoanalis
yang menggagas attachment theory atau teori kelekatan (Cenceng, 2015). Kelekatan
merupakan kecenderungan serta keinginan seseorang untuk mencari kedekatan
dengan oaring lain dan mencari kepuasaan di dalam hubungan yang dibangun dengan
orang tersebut (Soetjiningsih, 2012). Kelekatan ini akan bertahan cukup lama dalam
rentang kehidupan manusia yang diawali dengan kelekatan anak pada ibu atau figur
lain pengganti ibu (Ervika, 2005). Dalam teori John Bowlby, fase-fase kelekatan
dibagi menjadi 4 fase, yaitu (Cenceng, 2015):

1. Fase 1 (Sejak lahir sampai usia 3 bulan)


Selama di bulan-bulan awal setelah dilahirkan, bayi akan menunjukkan
beragam respon kepada orang-orang disekiar dengan cara yang sama, seperti
halnya bayi tersenyum kepada semua orang.
2. Fase 2 (usia 3 bulan sampai 6 bulan)
Fase ini bayi mulai membatasi memberikan interaksi kepada orang-orang
disekitarnya, seperti hanya tersenyum kepada orang yang dikenalnya saja,
bayi akan memberikan kemelakatannya kepada orang yang berada di
sekitarnya, seperti ibu atau pengasuhnya.
3. Fase 3 (usia 6 bulan sampai 3 tahun)
Kelekatan seorang bayi akan semakin intens kepada orang yang berada di
sekitarnya, seperti halnya ketika ibunya meninggalkan bayi tersebut, maka
bayi akan menangis dengan keras dan memperlihatkan kecemasan terhadap
perpisahan.
4. Fase 4 (usia 3 tahun sampai akhir masa kana-kanak)
Sebelum menginjak usia 3 tahun seorang anak hanya akan berkonsentrasi
pada kebutuhannya sendiri untuk mempertahankan kedekatan kelekatan
tertentu pada pengasuh atau orangtua. Mereka belum bisa memahami rencana
atau tujuan pengasuhnya. Menginjak usia 3 tahun mulai bisa memahami

15
rencana dan dapat membayangkan apa yang dia lakukan saat orangtuanya
pergi sehingga mulai bertindak seperti rekanan di dalam hubungan dengan
orangtuanya.

2.6. Teori Perkembangan Psikoanalisis Sigmund Freud

Pada abad 20-an, psikoanalisis adalah suatu pandangan baru yang menjadi
peranan sentral adalah ketidaksadaran (Thahir,2018). Menurut Dyah (2016),
psikoanalisis berhubungan dengan fungsi serta perkembangan mental seseorang.
Secara skematis, Freud menggambarkan jiwa sebagai gunung es yang muncul di
permukaan air adalah bagian terkecil yaitupuncak gunung es dimana dalam hal
kejiwaan, merupakan bagian dari kesadaran, hingga bagian terbesar terletak di paling
dasar air yang merupakan alam ketidaksadaran. Dapat disimpulkan bahwa kehidupan
manusia dikuasai oleh alam ketidaksadaran .Maka dari itu untuk mempelajari
seseorang kita harus menganalisa jiwa orang tersebut sampai kita dapat melihat
keadaan dalam alam ketidaksadarannya, yang selama ini tertutup oleh alam sadar.

Menurut Freud kepribadian terdiri atas tiga sistem atau aspek yaitu: id (aspek
biologis), ego (aspek psikologis) dan superego (aspek sosiologis) (Thahir, 2018).

1. Id adalah lapisan psikis yang paling dasar, Dalam id terdapat naluri-naluri


bawaan biologis (seksual dan agresif, tidak ada pertimbangan akal atau etika
dan yang menjadi pertimbangan kesenangan) serta keinginan-keinginan yang
harus segera terlaksana.
2. Ego merupakan Ego merupakan pelaksanaan dari kepribadian, yang
mengontrol dan memerintahkan id dan superego. Ego memberikan bantuan
kepada manusia untuk melakukan pertimbangan terkait dengan apa yang akan
dilakukan, apakah dapat memuaskan diri tanpa kesulitan ataua penderitaan

16
bagi diri pribadi seseorang (Dyah, 2016). Tugas ego dalam hal ini yaiti
memberikan penalaran, penyelesaian masalah, serta pengembil keputusan.
3. Superego merupakannstruktur yang ketiga dimana superego merupakan sifat
kepribadian yang memiliki nilai-nilai moral (memberikan batasan baik dan
buruk) atau sama halnya dengan “hati nurani”. Sebagai contoh dalam situasi
seseorang merasa lapar, lalu muncul dorongan id keinginan untuk makan, lalu
bagaiaman untuk memenuhinya adalah ego, lalu ego melakukan cara misalnya
makannya melalui mencuri, meminta orang, dan banhyak pilihan.
Pertimbangan-pertimbangan tentang nilai yang akan dilakukan disodorkan
oleh superego. Individu yang tidak ketika ego tidak bisa menjembatani antara
id dan superego.

Menurut Freud, perkembangan kepribadian terbentuk melalui lima tahapan atau fase
yang berhubungan dengan kepekaan pada daerah-daerah atau bagian tubuh tertentu.
Kelima fase perkembangan kepribadian menurut Freud adalah sebagai berikut
(Thahir, 2018):

1. Fase Oral
Fase yang berlangsung pada usia 0 sampai 18 bulan, ketika anak berinteraksi
denga ibunya dengan segala kebutuhannya terpenuhi dari ASI. Pada tahapan
ini pusat “perkembangan” anak terjadi pada mulut, seperti semua benda akan
dimasukan ke mulut anak.
2. Fase Anal
Fase yang terjadi pada usia 18 bulan sampai 3 tahun, dimana secara fisik anak
sudah dapat merangkak sampai berlari dan bermain. Pada tahapan ini pusat
perkembangan terjadi pada rectum.
3. Fase Falik
Fase yang berlangsung pada usia 3 sampai 6 tahun, dimana anak sudah
berinteraksi and bermain dengan teman-temannya, dan mulai menyadari

17
adanya hal yang berbeda terutama terkait dengan jenis kelamin. Menurut
Freud, anak akan mengidentifikasinya dengan meniru peran dari kedua orang
tuanya. Sehingga pada fase ini merupakan fase yang menentukan peran jenis
seseorang
4. Fase Laten
Terjadi pada usia 6 sampai 12 tahun. Pada fase ini kecenderungan
perkembangan pada moral dan intelektual
5. Fase Genital
Pada usia lebih dari 12 tahun, dimana seseorang akan mengalami perubahan
fisik dan pusat perkembangan terjadi pada organ reproduksi.

18
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ilmu psikologi mulai diakui sebagai ilmu yang berdiri sendiri pada tahun 1879,
sejak saaat itu ilmu psikologi berkembang dengan sangat pesat yang ditandai dengan
lahirnya berbagai aliran di dalamnya. Salah satu aliran yang terdapat di dalam ilmu
psikologi adalah teori tentang perkembangan. Banyak ahli yang memiliki teori-teori
tentang konsep perkembangan. Teori-teori yang dibahas pada makalh ini yaitu :

1. Teori perkembangan kognitif menurut Piaget


2. Teori perkembangan kognitif menurut Vigotsky
3. Teori perkembangan pribadi dan social menurut Erikson
4. Teori perkembangan moral menurut Kohlberg
5. Teori perkembangan John Bowlby
6. Teori perkembangan psikoanalisis Sigmund Freud

Dari masing-masing teori tersebut memiliki fase-fase atau tahapan


perkembangan pada seorang anak yang dapat membantu dalam menumbuhkan
kognitif, moral , psikososial, psikoanalis, dan lainnya.

3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan penulis dalam makalah ini yaitu diharapkan pembaca
dapat lebih memahami lebih dalam kagi terkait dengan teori-teori perkembangan
yang telah dicetuskan oleh para tokoh psikologi. Lebih lanjut lagi, dapat melakukan
identifikasi secara mendalam apakah teori-teori tersebut selaras dengan
perkembangan anak pada era saat ini. Selain itu, penulis juga mengharapkan kritik
yang membangun guna memperbaiki dan menyempurnakan makalah ini.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Susanto. 2011. PerkembanganAnak Usia Dini. Jakarta: KencanaPrenada.


Media Group.59-60
Ahmad, Syarifin.2017. PercepatanPerkembangan Kognitif Anak: AnalisisTerhadap
Kemungkinan dan Persoalannya. Jurnal al-Bahtsu. 2(1).2
Cenceng. 2015. Perilaku Kelekatan pada Anak Usia Dini (Perspektif John Bowlby).
Lentera. IXX (2). 142-148

Desmita. 2010. Psikologi PerkembanganPeserta Didik. Bandung: Remaja Rosda


Karya. 101
Dyah, Putri. 2016. Kepribadian Tokoh Utama Viktor Larenz dalam Roman Die
Therapie Karya Sebastian Fitzen: Teori Psikoanalisis Freud. Skripsi. UNY.
16-20. Diambil dari
https://eprints.uny.ac.id/33955/1/Putri%20Dyah%20W.P%2012203244002.p
df diakses pada 31 Agustus 2021

Ervika, E. 2004. Kelekatan (Attachment) Pada Anak. Diambil dari


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3487/1/psikologieka%20ervi
ka.pdf . Diakses pada tanggal 30 Agustus 2021

Fatimah, Ibda. 2015. Perkembangan Kognitif:Teori Jean Piaget. Jurnal


INTELEKTUALITA. 3 (1). 33-34
Hasanah, Enung. 2019. Perkembangan Moral Siswa Sekolah Dasar Berdasarkan
Teori Kohlberg. Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Indonesia.
2(6). 134-137

Maharani, Laila. 2014. Perkembangan Moral pada Anak. KONSELI: Jurnal


Bimbingan dan Konseling. 01(2). 94

Nida, Fatma Laili Khoirun. 2013. Intervensi Teori Perkembangan Moral Lawrence
Kohlberg dalam Dinamika Pendidikan Karakter. Jurnal Penelitian
Pendidikan Islam. 8(2). 275-276

20
Safrilsyah, dkk. 2017. Moral dna Akhlaq dalam Psikologi Moral Islam.
Psikoislamedia Jurnal Psikologi. 2(2). 156-158

Santrock, J. 2010. Child Development (Thirteeth Editiona).New York: McGrawHill

Shaffer, D. R., & Kipp, K. 2010. Developmental Psychology Childhood and


Adolescence Eight Edition.US: Wadsworth Cengage Learning.
Slavin, R.E. 2011. Psikologi Pendidikan dan Teori Praktik Edisi Kesembilan Jilid I.
Jakarta: PT. Indeks

Soetjiningsih, C. H. 2012. Perkembagan Anak: Sejak Pembuahan Sampai


Dengan Kanak-kanak Akhir. Jakarta: Prenada Media Group.

Kusdwiratri setiono. 2009. PsikologiPerkembangan. Bandung: Widya Padjajaran. 20


Thahir, Andi (2018) Psikologi Perkembangan. www.aura-publishing.com. Diakses
pada 31 Agustus 2021

21

Anda mungkin juga menyukai