Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
Perkembangan dan Kebutuhan bayi hingga lansia, Mengetahui pola pengasuhan
orang tua, dan Bonding Attachment and Bonding Attunement sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Niken
Refanthira, M.Psi, Psikolog selaku dosen Psikologi dalam Praktik Kebidanan, orang
tua, teman-teman dan seluruh pihak yang terlibat dalam membantu terselesaikannya
makalah ini.
Makalah yang kami buat dengan judul Adaptasi menjadi Perkembangan dan
Kebutuhan bayi hingga lansia, Mengetahui pola pengasuhan orang tua, dan Bonding
Attachment and Bonding Attunement ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Psikologi Dalam Praktik Kebidanan. Kami berharap makalah ini dapat menjadi
referensi.
Dalam makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
segala saran dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat kami nantikan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan para pembaca
pada umumnya.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................
BAB I..........................................................................................................................................................
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................
1.3 Tujuan..........................................................................................................................................
BAB II.........................................................................................................................................................
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................
BAB III......................................................................................................................................................
PENUTUP.................................................................................................................................................
3.1. Kesimpulan................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
jawab, menjadi anggota masyarakat yang baik, juga memiliki karakter yang
baik.
Wanita banyak mengalami perubahan emosi selama masa nifas
sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Ibu biasanya akan
mengalami atau merasakan hal-hal yang baru setelah melahirkan. Beberapa
ibu setelah melahirkan akan mengalami masa–masa sulit, ibu akan
terpengaruh dengan lingkungan sekitarnya. Ibu akan mulai beradaptasi dengan
hal yang baru seperti adanya bayi. Dimulai dari kala III persalinan hingga
masa nifas, Ibu akan mengalami beberapa hal yang dulunya tidak dirasakan
saat dirinya masih dalam masa kehamilan yaitu seperti adaptasi menjadi
orangtua, bonding attachment dan bonding attunement, serta sibling rivalry
pada ibu-ibu yang sebelumnya sudah memiliki anak. (Sujiati dkk, 2021)
1.3 Tujuan
a) Mengetahui perkembangan dan Kebutuhan bayi hingga lansia
b) Mengetahui pola pengasuhan orang tua
c) Mengetahui Bonding Attachment and Bonding Attunement
4
BAB II
PEMBAHASAN
6
B. Teori Perkembangan
1. Teori belajar Skinner
Penguatan (reinforcement) merupakan teori belajar yang
dikembangkan oleh Skinner. Burrhus Frederic Skinner menekankan pada
perubahan perilaku yang dapat diamati dengan mengabaikan kemungkinan
yang terjadi dalam proses berpikir pada otak seseorang. Oleh karena itu,
para pendahulunya dikatakan sebagai pengguna kondisi klasikal. B.F.
Skinner melakukan eksperimen terhadap tikus dan selanjutnya terhadap
burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1) Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
2) Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah
diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan
musnah.
7
Operant conditioning adalah suatu respon terhadap lingkungannya.
Respon yang timbul ini diikuti oleh stimulus-stimulus tertentu. Stimulus
yang demikian itu disebut penguatan sebab stimulus-stimulus itu
memperkuat respon yang telah dilakukan seseorang. Misalnya seorang
peserta didik mengerjakan soal-soal matematika (telah melakukan
perbuatan) lalu mendapat nilai baik (ganjaran). Skinner memusatkan
kepada operant conditioning tersebut. Operant conditioning itu dapat
dipergunakan untuk mendorong peserta didik memberikan respon yang
berupa tingkah laku. Peristiwa terjadinya tingkah laku itu disebut respon
belajar (operant learning). Operant conditioning untuk respon belajar
dikontrol dengan diiringi suatu tingkah laku dan stimulus. (A Setiawan,
2019)
8
adalah pujian yang diberikan kepada siswa, sikap guru yang menunjukkan
rasa gembira pada saat siswa bisa menjawab dengan benar. Perubahan
tingkah laku anak dari negatif menjadi positif, guru perlu mengetahui
psikologi yang dapat digunakan untuk memperkirakan (memprediksikan)
dan mengendalikan tingkah laku anak. Guru di dalam kelas mempunyai
tugas untuk mengarahkan anak dalam aktivitas belajar, karena pada saat
tersebut kontrol berada pada guru, yang berwenang memberikan instruksi
ataupun larangan pada anak didiknya. Penguatan positif akan berbekas
pada diri siswa. Tanggapan yang dihargai akan cenderung diulangi. Mereka
yang mendapat pujian setelah berhasil menyelesaikan tugas atau
menjawab pertanyaan dengan benar biasanya akan berusaha memenuhi
tugas berikutnya dengan penuh semangat. Penguatan yang berbentuk
hadiah atau pujian akan memotivasi siswa untuk rajin belajar dan
mempertahankan prestasinya. Nilai tinggi membuat seseorang belajar lebih
giat. Penguatan yang seperti ini sebaiknya segera diberikan dan jangan
ditundatunda. Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah
(permen, kado, makanan, dan sebagainya), perilaku (senyum,
menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan
jempol, kata-kata pujian), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dan
sebagainya). (A Setiawan, 2019)
9
kepribadian dan perilaku. Freud mengajukan salah satu teori besar
perkembangan anak yang paling terkenal. (Fisipol, 2020)
Menurut teori psikoseksual Freud, perkembangan anak terjadi dalam
serangkaian tahap yang berfokus pada area kesenangan tubuh yang
berbeda. Selama setiap tahap, anak menghadapi konflik yang memainkan
peran penting dalam perkembangannya. Teorinya menyarankan bahwa
energi libido difokuskan pada zona sensitif seksual yang berbeda pada
tahap tertentu. Kegagalan untuk maju melalui suatu tahap dapat
mengakibatkan fiksasi pada saat itu dalam perkembangan, yang diyakini
Freud dapat mempengaruhi perilaku orang dewasa. Jadi apa yang terjadi
saat anak-anak menyelesaikan setiap tahap? Dan apa yang mungkin terjadi
jika seorang anak melakukannya dengan buruk selama titik tertentu dalam
perkembangannya? Berhasil menyelesaikan setiap tahap mengarah pada
pengembangan kepribadian dewasa yang sehat. Kegagalan untuk
menyelesaikan konflik pada tahap tertentu dapat mengakibatkan fiksasi
yang kemudian dapat mempengaruhi perilaku orang dewasa. Sementara
beberapa teori perkembangan anak lainnya menunjukkan bahwa
kepribadian terus berubah dan tumbuh sepanjang hidup, Freud percaya
bahwa pengalaman awallah yang memainkan peran terbesar dalam
membentuk perkembangan. Menurut Freud, kepribadian sebagian besar
ditetapkan pada usia lima tahun.Tahapan Perkembangan Psikoseksual
Freud. (Jhon W.Santrock, 2011)
10
teori mereka sendiri. Di antara para neo-Freudian ini, gagasan Erik
Erikson mungkin yang paling terkenal. Teori perkembangan psikososial
delapan tahap Erikson menggambarkan pertumbuhan dan perubahan
sepanjang hidup, dengan fokus pada interaksi sosial dan konflik yang
muncul selama berbagai tahap perkembangan. Meskipun teori
perkembangan psikososial Erikson memiliki beberapa
kesamaan dengan teori Freud, teori ini sangat berbeda dalam banyak
hal. Alih-alih berfokus pada minat seksual sebagai kekuatan pendorong
dalam perkembangan, Erikson percaya bahwa interaksi sosial dan
pengalaman memainkan peran yang menentukan. Teori delapan tahap
perkembangan manusia menggambarkan proses ini dari bayi sampai
kematian. Dalam setiap tahap, orang dihadapkan pada konflik
pembangunan yang berdampak pada fungsi dan pertumbuhan selanjutnya.
Tidak seperti banyak teori perkembangan lainnya, teori psikososial Erik
Erikson berfokus pada perkembangan di sepanjang umur. Berhasil
mengelola tantangan di setiap tahap mengarah pada munculnya kebajikan
psikologis seumur hidup.Tahapan Perkembangan Psikososial Erikson.
(Fisipol, 2020)
11
mempercayai bahwa gangguan-gangguan emosi tercipta dari sikap negatif
dan juga pemikiran yang menyimpang. (Naisha Pratiwi, 2022)
Sebenarnya teori kognitif dari Aaron Beck banyak dipengaruhi oleh
tulisan dari George Kelly dan Albert Ellis. Pada akhirnya Beck
memfokuskan pada depresi, walaupun begitu, ia tetap mencari tahu
pendekatan untuk mengklarifikasi gangguan-gangguan lainnya. Dalam
setiap penelitiannya, Beck berusaha untuk mengidentifikasi unsur kognitif
mana yang dapat membuat seorang individu mengalami suatu gangguan,
setelahnya hal itu dikembangkan dan diuji langkah-langkah yang sistematis
untuk memformulasikan petunjuk arahan dalam terapi. (Naisha Pratiwi,
2022)
Pada teori kognitif dari Beck ada yang namanya ‘Triad Kognitif
Depresi’. Ketiga pandangan negatid tersebut melibatkan hal-hal seperti di
bawah ini:
1) Pandangan negatif tentang diri sendiri, seperti “saya tidak
mampu, tidak diinginkan, tidak berharga”
2) Pandangan negatif tentang dunia – seperti “Dunia terlalu
banyak menuntut dan hidup ini seperti pertarungan tak
berkesudahan”
3) Pandangan negatif tentang masa depan – seperti “Dalam hidup
selalu ada penderitaan dan itu terjadi kepada saya saat ini dan
di masa depan saya” (Lifehack, 2022)
13
Teori perkembangan sosial Erik Erikson membahas perkembangan di
seluruh rentang hidup manusia, mulai lahir hingga mati. Menurut Erik Erikson,
ada 8 tahap perkembangan psikososial manusia. (Aar Sumardiono, 2021)
a. Tahap Membangun Kepercayaan (Trust vs. Mistrust)
Tahap pertama ini terjadi dalam rentang bayi berusia usia 0 – 18 bulan.
Tahap ini sangat kritis dalam perkembangan psikososial anak dan sangat
dipengaruhi oleh Ibu dan pengasuh yang menemani anak sehari-hari. Pada
fase ini, anak belajar mengenali apakah dunia sekitar aman dan bisa
dipercaya atau tidak. Ketika orang tua atau pengasuh menanggapi
kebutuhan anak dengan cara yang konsisten dan penuh perhatian, anak akan
belajar untuk mempercayai dunia dan orang-orang di sekitarnya. Anak
merasa aman dan melihat bahwa dunia sekitarnya adalah aman.
b. Tahap Membangun Otonomi (Autonomy vs. Shame & Doubt)
Tahap psikososial kedua berlangsung dalam rentang usia 18 bulan sampai 3
tahun. Dalam fase ini, anak memulai mengembangkan otonomi diri,
kemampuan melakukan sebuah hal secara mandiri. Proses stimulasi
kemandirian seperti toilet training, makan minum sendiri, berpakaian,
memilih dan bermain sendiri menjadi stimulasi krusial anak untuk
mengembangkan kontrol dirinya. Jika kemandirian anak dan kontrol dirinya
berkembang, anak bisa mengatasi rasa malu dan keraguan akan
kemampuannya.
14
c. Tahap Berinisiatif (Initiative vs. Guilt)
Tahap psikososial ketiga berlangsung dalam rentang usia 3 – 5 tahun.
Dalam fase ini, anak mulai mencoba dan mengembangkan inisiatifnya.
Anak banyak bertanya dan mencoba hal-hal baru yang ada di sekitarnya.
Jika pertanyaan dan keingintahuan ini difasilitasi, anak akan
mengembangkan kepercayaan diri untuk berinisiatif. Sebaliknya, jika
keingintahuan anak diabaikan dan anak sering mendapat larangan/kritikan
saat ingin mencoba sesuatu, anak akan merasa bersalah atau inisiatif dan
keingintahuannya.
d. Tahap Merasa Mampu (Industry vs. Inferiority)
Tahap perkembangan psikososial anak selanjutnya adalah saat anak mulai
masuk usia sekolah: 6 – 11 tahun. Dalam rentang usia ini, anak-anak mulai
berinteraksi dengan temannya di sekolah dan mulai menjalani kegiatan
belajar yang lebih formal. Anak mulai mengembangkan rasa bangga,
mampu memahami/melakukan, dan mencapai prestasi dengan kemampuan
mereka. Dalam tahap ini, anak-anak membutuhkan apresiasi, dukungan dan
dorongan untuk mengembangkan rasa mampu (kompetensi). Sebaliknya,
tantangan anak pada fase ini adalah merasa rendah diri (inferior) karena
tidak mampu dan tidak mendapatkan dukungan/apresiasi yang
dibutuhkannya.
e. Tahap Membangun Identitas (Identity vs. Confusion)
Tahap perkembangan psikososial ke-5 terjadi saat anak mulai menginjak
masa remaja (12 – 18 tahun). Pada fase ini, anak mulai membangun
identitas dirinya. Anak bertanya-tanya dan mencari jawaban untuk
pertanyaan: siapa saya? Pada fase membangun identitas pribadi ini, anak
remaja mengeksplorasi perilaku, peran, dan identitas yang berbeda. Para
remaja yang menemukan rasa identitas akan merasa aman, mandiri, dan siap
15
menghadapi masa depan, sementara mereka yang tetap bingung mungkin
merasa tersesat, tidak aman, dan tidak yakin akan tempat mereka di dunia.
Itulah sebabnya,
16
Tahap perkembangan psikososial ke-5 terjadi saat anak mulai menginjak
masa remaja (12 – 18 tahun). Pada fase ini, anak mulai membangun
identitas dirinya. Anak bertanya-tanya dan mencari jawaban untuk
pertanyaan: siapa saya? Pada fase membangun identitas pribadi ini, anak
remaja mengeksplorasi perilaku, peran, dan identitas yang berbeda. Para
remaja yang menemukan rasa identitas akan merasa aman, mandiri, dan siap
menghadapi masa depan, sementara mereka yang tetap bingung mungkin
merasa tersesat, tidak aman, dan tidak yakin akan tempat mereka di dunia.
Itulah sebabnya, penting bagi orangtua dan orang dewasa memberikan
dukungan yang memberikan anak agar bisa menemukan identitas dirinya
dengan nyaman dan aman.
f. Tahap Menjalin Kedekatan (Intimacy vs. Isolation)
Di tahap awal dewasa (19 – 40 tahun), seseorang mulai berada dalam
tahap tahap psikososial keenam yang berfokus pada pembentukan hubungan
yang intim dan penuh kasih dengan orang lain. Seseorang mulai mengenal
pacaran, melakukan pernikahan, membentuk keluarga, dan membangun
persahabatan. Jika berhasil membangun hubungan cinta dengan orang lain,
individu dapat mengalami cinta dan menikmati keintiman. Mereka yang
gagal membentuk hubungan yang intim dengan orang lain bisa merasa
terisolasi dan sendirian.
g. Tahap Dewasa (Generativity vs. Stagnation)
17
Tahap dewasa dijalani dalam rentang usia 40 – 65 tahun. Dalam tahap
psikososial berikutnya, tantangan yang dihadapi bergeser menjadi rasa
berguna dan bertumbuh. Seseorang membutuhkan tujuan dan berkontribusi
yang melampaui individualitasnya.Membesarkan keluarga, bekerja, dan
berkontribusi pada komunitas adalah contoh cara seseorang
mengembangkan rasa memiliki tujuan. Mereka yang gagal menemukan cara
untuk berkontribusi mungkin merasa terputus dan tidak berguna.
h. Tahap Dewasa (Generativity vs. Stagnation)
Tahap dewasa dijalani dalam rentang usia 40 – 65 tahun. Dalam tahap
psikososial berikutnya, tantangan yang dihadapi bergeser menjadi rasa
berguna dan bertumbuh. Seseorang membutuhkan tujuan dan berkontribusi
yang melampaui individualitasnya.Membesarkan keluarga, bekerja, dan
berkontribusi pada komunitas adalah contoh cara seseorang
mengembangkan rasa memiliki tujuan. Mereka yang gagal menemukan cara
untuk berkontribusi mungkin merasa terputus dan tidak berguna.
i. Tahap Kematangan (Integrity vs. Despair)
Tahap psikososial terakhir dimulai sekitar usia 65 tahun. Selama periode
waktu ini, individu melihat kembali hidupnya. Pertanyaan utama selama
tahap ini adalah, “Apakah saya menjalani kehidupan yang bermakna?”
Mereka yang merasa hidupnya bermakna akan merasakan kedamaian,
kebijaksanaan, dan kepuasan, bahkan ketika menghadapi kematian.
Sebaliknya, seseorang yang merasa gagal dan tidak menjalani hidup dengan
baik, mereka akan merasakan kepahitan, penyesalan, bahkan perasaan putus
asa.
18
Masa bayi terjadi pada umur 0-2 tahun. Banyak ahli yang menyebut
masa bayi sebagai masa vital, karena kondisi masa bayi merupakan fondasi
kokoh pada tumbuh kembang selanjutnya. Masa bayi dimulai dengan
kelahiran yang diikuti dengan tangis pertama. Sis Heyster mengungkapkan
bahwa tangis bayi yang pertama sebagai tanda adanya kesadaran jiwa pada
seorang anak. Dengan adanya kesadaran (conciousnes) itu berarti fungsi-
fungsi kejiwaan telah mulai bekerja sebagaimana mestinya. (Ahmadi Abu,
2019)
Masa neonatal (setelah kelahiran sampai sekitar 2 minggu) merupakan
masa yang pertama dimana bayi masih sangat lemah, padahal harus
melakukan penyesuaian diri secara radikal, supaya dapat melangsungkan
hidupnya. Misalnya menyesuaikan dengan suhu diluar kandungan, bernafas
lewat paru-paru, makan dengan cara menghisap dan menelan, dan buang air
besar lewat anus. Selama penyesuaian, tidak ada kemajuan pertumbuhan dan
perkembangan, bahkan terjadi kemunduran. Bayi noenatal yang lemah banyak
yang gagal dalam penyesuaian diri yang radikal ini, sehingga mengalami
kematian (Ajhuri, Kayyis Fithri, 2019).
1. Perkembangan pada Masa Bayi
Pada masa bayi ini ada beberapa perkembangan yang menjadi ciri
masa ini. Yakni perkembangan fisik dan motorik.
A). Perkembangan Fisik
Pada tahun pertama pertumbuhan fisik sangat cepat
sedangkan tahun kedua mulai mengendur.
Pola perkembangan bayi pria dan wanita sama.
Tinggi secara proporsional lebih lambat dari pertumbuhan
berat badan selama tahun pertama dan lebih cepat pada
tahun kedua.
19
Dari 20 gigi seri, kira-kira 16 yang telah tumbuh sampai
masa bayi berakhir.
Pertumbuhan otak tampak dengan bertambah besarnya
ukuran tengkorak kepala.
Organ keinderaan berkembang dengan cepat selama masa
bayi dan sanggup berfungsi dengan memuaskan sejak bulan-
bulan pertama kehidupan.
Fungsi-fungsi fisiologis. Pada masa ini dasar pembinaan
untuk pola makan, tidur dan buang air harus terbentuk.
Perkembangan penguasaan otot-otot. Perkembangan
penguasaan otot-otot mengikuti pola yang jelas dan dapat
diduga yang ditentukan oleh hukum arah perkembangan.
(Yusuf, Syamsu, 2019)
B). Perkembangan Motorik
Tingkah laku instingtif pada bayi beberapa hari baru lahir
sebagian besar waktunya digunakan untuk tidur. Sekitar 88%
untuk tidur, sekitar 7% untuk minum susu, 1% untuk tingkah
laku spontan. Waktu yang hanya sedikit ini digunakan untuk
melakukan berbagai gerakan-gerakan refleks yang akan
menghilang pada masa bayi dan disebut refleks bayi atau
refleks anak menyusu. Refleks ini antara lain:
a. Refleks Moro atau Refleks Peluk
Refleks ini timbul karena anak terkejut dan mulai
hilang pada sekitar bayi berumur 4-5 bulan.
b. Refleks Genggam atau Refleks Darwin
Telapak tangan menggenggam kalau mendapat setuhan
dan menghilang saat bayi berusia 6 bulan.
20
c. Refleks Babinski
Apabila telapak kaki dirangsang ibu jari akan bergerak
keatas, jari kaki yang lain membuka dan menghilang
saat bayi berusia 6 bulan.
d. Refleks Mencium-Cium atau Rooting Refleks
Jika pipi atau daerah mulut bayi dirangsang, kepala
memutar seolah-olah mencari puting susu dan ini akan
menghilang saat bayi berusia 6 bulan.
e. Refleks Hisap
Mulut bayi akan bergerak-gerak seolah-olah akan
menghisap, kalau pipinya dirangsang atau haus.
Apabila refleks-refleks ini masih ada lebih dari
6 bulan, berarti bayi mengalami perkembangan yang
terhambat atau merupakan tanda adanya kerusakan
otak. Selain refleks sementara, ada refleks lain yang
justru bertambah kuat dan terkoordinasi lebih baik
Seperti refleks menghisap waktu menyusu, menelan,
berkedip dan lain lain yang dibutuhkan untuk hidup
selanjutnya (Ajhuri, Kayyis Fithri, 2019).
C). Perkembangan Intelegensi
Sejak tahun pertama dari usia anak, fungsi intelegensi
sudah dimulai tampak dalam tingkah lakunya. Dilihat dari
perkembangan kognitif menurut Piaget, usia bayi ini berada
pada periode sensorimotor. Bayi mengenal objek-objek yang
berada dilingkungannya melalui sistem penginderaan dan
gerakan motoriknya. Meskipun ketika dilahirkan seorang bayi
21
sangat bergantung dan tidak berdaya, tetapi alat-alat inderanya
sudah langsung bisa berfungsi.
Perkembangan kognitif pada usia ini ditandai pula oleh
kemampuan:
a. Mengembangkan imitasi, memori, dan berfikir
b. Mempersepsi ketajaman objek
c. Bergerak dari kegiatan yang bersifat refleks ke aktifitas
yang mengarah pada tujuan. (Yusuf, Syamsu, 2019)
D). Perkembangan Emosi
a. Usia 0-8 minggu
Kehidupan bayi sangat dikuasai oleh emosi (impulsif).
Emosi anak sangat bertalian dengan perasaan inderawi
(fisik), dengan kualitas perasaan senang (like) dan tidak
senang (dislike) jasmaniyah. Misalnya, bayi senyum atau
tidur pulas kalau merasa kenyang, hangat dan nyaman. Dia
akan menangis jika ia lapar, haus, kedinginan, atau sakit.
b. Usia 8 minggu-1 tahun
Pada usia ini perasaan psikis sudah mulai berkembang.
Anak merasa senang (tersenyum) apabila melihat mainan
yang ada di depan matanya/ melihat seseorang yang sudah
dikenalnya.
c. Usia 1-3 tahun Pada usia ini perkembangan emosinya adalah
sebagai berikut:
1) Emosinya sudah mulai terarah pada sesuatu (orang,
benda, atau makhluk lain).
2) Sejajar dengan perkembangan bahasa yang sudah dimulai
pada usia 2 tahun maka anak dapat menyatakan
22
perasaannya dengan menggunakan bahasa. 3) Sifat-sifat
perasaan anak pada fase ini:
a) Labil, mudah kembali berubah (sebentar menangis
kemudian tertawa)
b) Mudah dipengaruhi tetapi tidak bertahan lama dan
bersifat dangkal pada usia ini perkembangan rasa
sosial lebih jelas lagi karena dapat dinyatakan dengan
bahasa. Karena emosi anak kemungkinan dapat
dipengaruhi maka anak dapat turut menyayangi,
mengasihi ataupun membenci sesuatu. Hal ini
mrupakan benihuntuk timbulnya rasa sayang, benci
atau simpati terhadap sesuatu (seseorang). (Yusuf,
Syamsu, 2019)
E). Perkembangan Bahasa
Ada tiga bentuk prabahasa yang normal muncul dalam
pola perkembangan bahasa, yakni menangis, mengoceh dan
isyarat. Menangis adalah lebih penting karena merupakan dasar
bagi perkembangan bahasa yang sebenarnya. Isyarat dipakai
bayi sebagai pengganti bahasa. Karena bahasa dipelajari
melalui proses meniru maka bayi perlu memperoleh model atau
contoh yang baik supaya dapat meniru kata-kata yang baik.
(Ajhuri, Kayyis Fithri, 2019).
F). Perkembangan Pengertian
Bayi memulai hidupnya dengan tidak mempunyai
pengertian tentang apa yang ada di lingkungannya. Dia
memperoleh pengertian tentang apa yang diamatinya melalui
kematangan dan belajar. Pada awal tahun pertama, tingkah
23
laku bayi menunjukkan bahwa ia menafsirkan hal-hal yang
baru berdasarkan lama. Setelah mencapai usia 2 tahun, ia telah
mampu membuat kesimpulan sederhana berdasarkan
pengalamanpengalaman serupa yang dilihat ada hubungannya.
Pengertian pertama bagi bayi tentang objek diperoleh melalui
penjelasan sensori (penginderaan) nya. (Yusuf, Syamsu, 2019)
G). Perkembangan Kepribadian
Masa bayi sering disebut sebagai periode kritis dalam
perkembangan kepribadian karena pada saat ini diletakkan
dasar dimana struktur kepribadian dewasa akan dibangun.
Karena lingkungan terbatas hanya pada rumah dan karena ibu
merupakan tempat yang paling dekat, maka kepribadian ibu
dan jenis hudungan ibu bayi akan sangat mempengaruhi
kepribadian bayi. Ada bukti yang menunjukkan bahwa
fungsifungsi yang telah berkembang sangat mudah terkenal
bila terjadi hal-hal yang tidak menyenangkan dalam
lingkungan. Perbedaan seks dalam kepribadian mulai tampak
dalam tahun pertama. Temperamen anak tidaklah kekal, dalam
perkembanganya keadaan-keadaan lingkungan dapat
memperbesar, menghilangkan atau merubah reaksi dan
perilaku.(Elfi, 2020)
H). Perkembangan Moral
Seorang anak yang dilahirkan belum memiliki
pengertian tentang apa yang baik atau tidak baik. Pada masa ini
(bayi) tingkah laku anak hampir semuanya didominasi oleh
dorongan naluriah belaka (impulsif). Oleh karena itu, tingkah
24
laku anak belum bisa dinilai sebagai tingkah laku bermoral
atau tidak bermoral.
Pada masa ini anak cenderung suka mengulangi
perbuatan yang menyenangkan dan tidak mengulangi
perbuatan yang menyakitkan (tidak menyenangkan). Dengan
melihat kecenderungan perilaku anak tersebut maka untuk
menanamkan konsep-konsep moral pada anak, sebaiknya
dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Berilah pujian, ganjaran atau sesuatu yang menyenangkan
anak apabila ia melakukan perbuatan yang baik. Ganjaran
ini akan menjadi faktor penguat (reinforcement) bagi
anak untuk mengulangi perbuatan yang baik itu.
b. Berilah hukuman, atau sesuatu yang mendatangkan
perasaan tidak senang apabila dia melakukan perbuatan
yang tidak baik. Hukuman ini akan menjadi
reinforcement bagi anak untuk tidak mengulangi
perbuatan yang tidak baik itu. Apabila perlakuan kepada
anak itu dilakukan secara teratur maka akan tertanam
pada diri anak tentang pengertian atau konsep moral.
Anak akan mengerti bahwa suatu perbuatan yang
mendapat pujian atau diperbolehkan itu adalah sebagai
perbuatan yang baik, sedangkan yang mendatangkan
hukuman atau tidak diperbolehkan itu merupakan
perbuatan yang tidak baik. (Ajhuri, Kayyis Fithri, 2019).
25
Usia anak prasekolah atau biasa disebut dengan masa anak-anak awal
adalah pada usia sekitar 3-6 tahun dan umumnya anak prasekolah mengikuti
program penitipan, kelompok bermain (play groups), serta program Taman
Kanak-kanak. (Andi Thahir, 2019)
1. Perkembangan Anak Pra Sekolah
a. Perkembangan Fisik
Pertumbuhan fisik anak pra sekolah dengan masa bayi sangat
berbeda, tingkat pertumbuhan anak-anak awal lebih lambat dibanding
selama masa bayi. Namun keterampilan-keterampilan motorik kasar dan
motorik halus justru berkembang pesat.Selama masa anak-anak awal,
rata-rata anak bertumbuh 2,5 inci dan berat antara 2,5-3,5 kg setiap
tahunnya. Ketika anak pra sekolah bertumbuh semakin besar,
persentasenya pertumbuhan dalam tinggi dan berat berkurang setiap
tahun. Selama masa ini anak terlihat semakin langsing sementara batang
tubuh mereka semakin panjang. Pertumbuhan gigi selama 4-6 buln
pertama dari awal masa anak pra sekolah, 4 gigi bayi yang terakhir –
geraham belakang akan muncul atau mencapai 20 buah, dimana gigi
susu akan tanggal pada akhir usia pra sekolah dan digantikan oleh gigi
tetap yang tidak akan tumbuh sebelum anak berusia 6 tahun. (Ajhuri,
Kayyis Fithri, 2019).
Diantara perkembangan fisik yang sangat penting selama masa
anak-anak awal ialah perkembangan otak dan sistem saraf yang
berkelanjutan. Pada saat bayi pertumbuhan otak mencapai usia 2 tahun,
ukuran otaknya rata-rata 75% dari otak orang dewasa, dan pada usia 5
tahun, ukuran otaknya mencpai 90% otak orang dewasa. Ini disebabkan
karena pertambahan jumlah dan ukuran urat saraf yang berujung di
dalam dan di antara daerah-daerah otak. Ujung-ujung urat saraf terus
26
bertumbuh setidaknya hingga masa remaja. Pertambahan ukuran otak
disebabkan oleh pertambahan myelination, yaitu proses di mana sel-sel
urat saraf ditutup dan disekat dengan lapisan sel-sel lemak. Proes ini
berdampak terhadap peningkatan kecepatan informasi yang berjalan
melalui sistem urat saraf. Perkembangan fisik motorik baik kasar
maupun halus adalah tanda perkembangan anak di usia pra sekolah.
(Ajhuri, Kayyis Fithri, 2019).
b. Perkembangan Kognitif
Kemampuan anak untuk mengeksplorasi lingkungan, kognitif
dapat berarti kecerdasan, berfikir, dan mengamati. Bertambah besarnya
koordinasi dan pengendalian motorik serta bertambahnya kemampuan
bertanya. Menurut psikolog Piaget, perkembangan kognitif pada pra
sekolah disebut dengan periode preoperasional, yaitu tahapan dimana
anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis ataupun
keterbatasan pemikiran anak. Yang dimaksud operasi yaitu kegiatan-
kegiatan yang diselesikan secara mental (berfikir) bukan fisik.
Dengan demikian anak mampu berfikir kreatif, bebas dan
imajinatif anak meningkat, anak-anak mampu berfantasi atau
berimajinasi tentang berbagai hal. Seperti contoh, anak bermain dengan
kursi yang dilambangkan dengan mobil, kereta ataupun, kuda
sungguhan atau bermain peran seperti, sekolah-sekolahan,
masakmasakan, perang-peranan ataupun yang lain. (Elfi, 2020)
c. Perkembangan Emosional
Pada usia 4 tahun, anak sudah mulai menyadari dirinya sendiri.
Serta berkembang pula perasaan harga diri yang menuntut pengakuan
27
dari lingkungan. Jika lingkungan terutama orang tua tidak mengakui dan
memperlakukan secara keras, maka pada anak akan berkembang sikap-
sikap keras kepala, menentang, pemalu, dan menyerah. Beberapa emosi
yang berkembang antara lain:
Takut, ketika merasa terancam.
Cemas, takut yang bersifat khayalan.
Marah, tidak senang atau suatu hal yang dibenci.
Cemburu, perasaan tidak senang terhadap kasih sayang
seseorang.
Kegembiraan
Kasih sayang
Phobia,
Ingin tahu. (Ajhuri, Kayyis Fithri, 2019).
d. Perkembangan Bahasa
Pada masa ini, perkembangan bahasa terus berlanjut.
Pembedaharaan kosakata meningkat dari berbagai pelajaran di taman
kanak-kanak, bacaan, pembicaraan orang tua dan teman sebaya, serta
melalui radio dan televisi. Dimasa usia 2,0-2,6 anak sudah mampu
menyusun kalimat tunggal, memahami perbandingan, dan sering
bertanya, serta menggunakan kata-kata berawalan dan berakhiran.
Sedangkan di masa usia 2,6-6,0 anak sudah dapat menggunakan kalimat
majemuk dan anak kalimat serta tingkat berfikir lebih maju dan lebih
sering banyak bertanya. (Ajhuri, Kayyis Fithri, 2019).
e. Perkembangan Kepribadian
Merupakan masa krisis pertama, yaitu ia mulai sadar akan
Aku˗nya, dengan kesadaran ini anak mampu memahami bahwa ada dua
pihak yang berhadapan, yaitu Aku (diri sendiri) dan orang lain (orang
28
tua, saudara, teman dsb). Pada usia ini anak membandek adalah suatu
kewajaran, karena perkembangan pribadi mereka sedang bergerak dari
dependen ke sikap independen.
Pada masa ini pun, kemampuan dan kesadaran untuk
memenuhi tuntunan dan tanggung jawab sudah berkembang. Sikap
membandek dapat dikontrol dari orang tua untuk menghadapinya
dengan kasih sayang, bijaksana, dan tidak bersikap keras terhadap anak
pada usia pra sekolah. (Elfi, 2020)
f. Perkembangan Moral
Pada masa ini, anak sudah memiliki dasar tentang sikap
moralitas terhadap kelompok sosialnya (orang tua, saudara, dan teman
sebaya). Melaluipengalaman berinteraksi dengan orang lain anak belajar
memahami tentang kegiatan atau perilaku mana yang baik atau yang
buruk. Berdasarkan pemahannya maka pada masa ini anak harus dilatih
mengenai bagaimana dia harus bertingkah laku. Pada usia pra sekolah
berkembang kesadaran sosial anak, yang meliputi sikap simpati, murah
hati, dan sikap kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain. Sikap ini
merupakan egosentris (mementingkan diri sendiri). (Elfi, 2020)
29
Anak memiliki kemampuan yang lebih dalam memahami dan
menginterpretasikan komunakasi lisan dan tulis. Pada masa perkembangan
bahasa nampak pada perubahan perbendaharaan kata dan tata bahasa.
Anak semakin banyak menggunakan kata kerja yang tepat untuk
menjelaskan satu tindakan seperti makan, minum, tidur dan mandi.
Mereka belajar tidak hanya untuk menggunakan banyak kata lagi, tetapi
juga memilih kata yang tepat untuk penggunaan tertentu. Area utama
dalam pertumbuhan bahasa adalah pragmatis, yaitu penggunaan praktis
dari bahasa komunikasi. (Ajhuri, Kayyis Fithri, 2019).
2. Perkembangan berpikir
Istilah yang biasa digunakan dalam psikologi ialah intelek dan
intelegensi. Yang dimaksud intelek adalah kemampuan berpikir,
sedangkan yang dimaksud intelegensi adalah kemampuan kecerdasan.
Perbedaannya hanya terletak dalam waktu saja. Di dalam kata berpikir
terkandung perbuatan menimbangnimbang, menguraikan, menghubung-
hubungkan sampai akhirnya mengambil keputusan, sedangkan dalam kata
kecerdasan terkandung kemampuan seseorang dalam memecahkan
masalahnya dengan cepat. Dalam fase ini anak tidak lagi bersifat
egosentris, artinya anak tidak lagi memandang diri sendiri sebagai pusat
lingkungannya. Anak mulai memperhatikan keadaan sekelilingnya dengan
objektif. Karena timbul keinginannya untuk mengetahui kenyataan,
keinginan itu akan mendorongnya untuk menyelidiki segala sesuatu yang
ada dilingkungannya. (Elfi, 2019)
3. Perkembangan Emosi
Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan
latihan atau pembiasaan. Emosi-emosi yang secara umum dialami pada
tahap perkembangan usia sekolah adalah marah, takut, cemburu, irihati,
30
kasih sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan. (Ajhuri, Kayyis Fithri,
2019).
4. Perkembangan Moral
Anak mulai mengenal konsep moral (mengenal benar, salah, baik atau
buruk) pertama kali dari lingkungan keluarga. Usaha menanamkan konsep
moral sejak dini (prasekolah) merupakan hal yang seharusnya, karena
informasi yang diterima anak mengenai benar, salah, atau baik buruk akan
menjadi pedoman pada tingkah lakunya dikemudian hari. (Ajhuri, Kayyis
Fithri, 2019).
5. Perkembangan Motorik dan Fisik
Pada masa ini ditandai dengan kelebihan gerak atau aktifitas motorik
yang lincah, oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk
belajar keterampilan, seperti menulis, menggambar, melukis, berenang,
dan lain-lain. (Elfi, 2019)
6. Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana kemampuan
berpikiran berkembang dan berfungsi. Kemampuan kognitif dapat
dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks, serta
kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah. Kemampuan
berpikir anak berkembang dari tingkat yang sederhana dan kongkrit ke
tingkat yang lebih rumit dan abstrak. (Ajhuri, Kayyis Fithri, 2019).
31
orang dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas
reproduktif. Selain itu remaja juga berubah secara kognitif dan mulai mampu
berpikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini pula remaja mulai
melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan
peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa. (Mariyati, Lely Ika dkk,
2021)
Selain perubahan yang terjadi dalam diri remaja, terdapat pula
perubahan dalam lingkungan seperti sikap orang tua atau anggota keluarga
lain, guru, teman sebaya, maupun masyarakat pada umumnya. Kondisi ini
merupakan reaksi terhadap pertumbuhan remaja. Remaja dituntut untuk
mampu menampilkan tingkah laku yang dianggap pantas atau sesuai bagi
orang-orang seusianya. Untuk memenuhi kebutuhan sosial dan psikologisnya,
remaja memperluas lingkungan sosialnya di luar lingkungan keluarga, seperti
lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat lain. (Elfi, 2019)
Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian (Ajhuri, Kayyis
Fithri, 2019), yaitu sebagai berikut :
a) Masa remaja awal (12-15 tahun)
Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak
dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak
tergantung pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah penerimaaan
terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat
dengan teman sebaya.
b) Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)
Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang
baru. Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun
individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri (selfdirected).
Pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku,
32
belajar mengendalikan impulsivitas, dan membuat keputusan-keputusan
awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin dicapai.
Selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.
c) Masa remaja akhir (19-22 tahun)
Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran
orang dewasa. Selama periode ini remaja berusaha memantapkan tujuan
vokasional dan mengembangkan sense of personal identity. Keinginan
yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman
sebaya dan orang dewasa, juga menjadi ciri dari tahap ini
Berikut merupakan proses perubahan pada masa remaja.
a) Perubahan Fisik
Rangkaian perubahan yang paling jelas yang nampak dialami oleh
remaja adalah perubahan biologis dan fisiologis yang berlangsung pada
awal masa remaja, yaitu sekitar umur 11-15 tahun pada wanita dan 12-16
tahun pada pria. Hormon-hormon baru di produksi oleh kelenjar endokrin,
dan ini membawa perubahan dalam ciri-ciri seks primer dan memunculkan
ciri-ciri seks sekunder. Gejala ini memberi isyarat bahwa fungsi
reproduksi untuk menghasilkan keturunan sudah mulai bekerja. Seiring
dengan itu, berlangsung pula pertumbuhan yang pesat pada tubuh dan
anggotaanggota tubuh untuk mencapai proporsi seperti orang dewasa.
Seorang individu lalu mulai terlihat berbeda, dan sebagai konsekuensi dari
hormon yang baru, dia sendiri mulai merasa adanya perbedaan. (Ajhuri,
Kayyis Fithri, 2019).
b) Perubahan Emosionalitas
Akibat langsung dari perubahan fisik dan hormonal adalah perubahan
dalam aspek emosionalitas pada remaja sebagai akibat dari perubahan fisik
dan hormonal, dan juga pengaruh lingkungan yang terkait dengan
33
perubahan badaniah tersebut. Hormonal menyebabkan perubahan seksual
dan menimbulkan dorongan-dorongan dan perasaan-perasaan baru.
Keseimbangan hormonal yang baru menyebabkan individu merasakan hal-
hal yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Keterbatasannya untuk
secara kognitif mengolah perubahan-perubahan baru tersebut bisa
membawa perubahan besar dalam fluktuasi emosinya. Dikombinasikan
dengan pengaruh-pengaruh sosial yang juga senantiasa berubah, seperti
tekanan dari teman sebaya, media massa, dan minat pada seks lain, remaja
menjadi lebih terorientasi secara seksual. Ini semua menuntut kemampuan
pengendalian dan pengaturan baru atas perilakunya. (Elfi, 2019)
c) Perubahan Kognitif
Semua perubahan fisik yang membawa implikasi perubahan emosional
tersebut makin dirumitkan oleh fakta bahwa individu juga sedang
mengalami perubahan kognitif. Perubahan dalam kemampuan berpikir ini
diungkapkan oleh Piaget (1972) sebagai tahap terakhir yang disebut
sebagai tahap formal operation dalam perkembangan kognitifnya. Dalam
tahapan yang bermula pada umur 11 atau 12 tahun ini, remaja tidak lagi
terikat pada realitas fisik yang konkrit dari apa yang ada, remaja mulai
mampu berhadapan dengan aspek-aspek yang hipotesis dan abstrak dari
realitas. Misalnya aturan-aturan dari orang tua, status remaja dalam
kelompok sebayanya, dan aturan-aturan yang diberlakukan padanya tidak
lagi dipandang sebagai hal-hal yang tak mungkin berubah. Kemampuan-
kemampuan berpikir yang baru ini memungkinkan individu untuk berpikir
secara abstrak, hipotesis dan kontrafaktual, yang pada gilirannya
kemudian memberikan peluang bagi individu untuk mengimajinasikan
kemungkinan lain untuk segala hal. Imajinasi ini bisa terkait pada kondisi
masyarakat, diri sendiri, aturan-aturan orang tua, atau apa yang akan dia
34
lakukan dalam hidupnya. Singkatnya, segala sesuatu menjadi fokus dari
kemampuan berpikir hipotesis, kontrafaktual, dan imajinatif remaja.
(Ajhuri, Kayyis Fithri, 2019).
35
Seperti halnya sulit untuk menentukan kapan dimulainya fase dewasa,
begitu pula dirasa sulit untuk menunjukan kapan dimulainya proses menjadi
tua. Hal itu sebetulnya tidak terlalu penting bila pendapat mengenai orang
lanjut usia tidak diwarnai oleh gambaran citra yang begitu negatif seperti yang
ada pada masyarakat pada umumnya. Dilihat dari aspek perkembangan fisik,
pada awalnya masa dewasa kemampuan fisik mencapai puncaknya, dan
sekaligus mengalami penurunan selama periode ini.
Tahap perkembangan pada usia dewasa ini dapat di bagi atas beberapa
bagian (Ajhuri, Kayyis Fithri, 2019), antara lain :
1. Perkembangan dewasa dini (18-40 tahun)
a) Perkembangan Fisik
Berkurangnya tingkat metabolisme dan menurunnya kekuatan
otot-otot juga mengakibatkan pengaturan suhu badan menjadi sulit.
Selain itu, pada usia lanjut terjadi penurunan dalam jumlah waktu tidur
yang diperlukan dan kenyenyakan tidurnya. Orang usia lanjut pada
umumnya menderita gangguan susah tidur (insomnia). Lalu,
perubahan dalam pencernaan mungkin merupakan perubahan yang
paling kelihatan dalam fungsi pengaturan pencernaan. Kesulitan dalam
makan sebagian diakibatkan pada gigi yang tanggal yang merupakan
gejala umum bagi orang usia lanjut dan juga karena daya penciman
dan perasa yang menjadi kurang tajam.
Akibat perubahan Fisik yang semakin menua maka perubahan
ini akan sangat berpengaruh terhadap peran dan hubungan dirinya
dengan lingkunganya. Dengan semakin lanjut usia seseorang secara
berangsur-angsur ia mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya
karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial para lansia menurun, baik secara
36
kualitas maupun kuantitasnya sehingga hal ini secara perlahan
mengakibatkan terjadinya kehilangan dalam berbagai hal yaitu:
kehilangan peran ditengah masyarakat, hambatan kontak fisik dan
berkurangnya komitmen.
b) Perkembangan Kognitif
Kecepatan memproses informasi mengalami penurunan pada
masa dewasa akhir. Ada beberapa bukti bahwa orang-orang dewasa
lanjut kurang mampu mengeluarkan kembali informasi yang telah
disimpan dalam ingatannya. Meskipun kecepatan tersebut perlahan-
lahan menurun, namun terdapat variasi individual di dalam kecakapan
ini. Dan ketika penurunan itu terjadi hal ini tidak secara jelas
menunjukkan perngaruhnya terhadap kehidupan kita dalam beberapa
segi substansial.
c) Perkembangan Emosional
Memasuki masa tua, sebagian besar lanjut usia kurang siap
menghadapi dan menyikapi masa tua tersebut, sehingga menyebabkan
para lanjut usia kurang dapat menyesuaikan diri dan memecahkan
masalah yang dihadapi. Munculnya rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi,
ketidakikhlasan menerima kenyataan baru seperti penyakit yang tidak
kunjung sembuh, kematian pasangan, merupakan sebagian kecil dari
keseluruhan perasaan yang tidak enak yang harus dihadapi lanjut usia.
Sejalan dengan bertambahnya usia, terjadinya gangguan
fungsional, keadaan depresi dan ketakutan akan mengakibatkan lanjut
usia semakin sulit melakukan penyelesaian suatu masalah. Sehingga
lanjut usia yang masa lalunya sulit dalam menyesuaikan diri
cenderung menjadi semakin sulit penyesuaian diri pada masa-masa
selanjutnya.
37
Yang dimaksud dengan penyesuaian diri pada lanjut usia
adalah kemampuan orang yang berusia lanjut untuk menghadapi
tekanan akibat perubahan perubahan fisik, maupun sosial psikologis
yang dialaminya dan kemampuan untuk mencapai keselarasan antara
tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari lingkungan, yang disertai
dengan kemampuan mengembangkan mekanisme psikologis yang
tepat sehingga dapat memenuhi kebutuhan–kebutuhan dirinya tanpa
menimbulkan masalah baru.
2. Dewasa Madya
Usia madya berusia sekitar 35-40 tahun & berakhir sekitar 60 tahun. Masa
tersebut pada akhirnya ditandai dengan adanya perubahan-perubahan
jasmani dan mental. Pada usia 60 tahun biasanya terjadi penurunan
kekuatan fisik, sering pula diiringi oleh penurunan daya ingat. Usia madya
merupakan periode yang panjang dalam rentang kehidupan manusia,
biasanya usia tersebut dibagi dalam dua sub bagian, yaitu:
(1) Usia madya dini dari usia sekitar 35-50 tahun, dan
(2) Usia madya lanjut dari 50-60 tahun. Pada periode usia madya lanjut,
perubahan fisik dan psikologis menjadi lebih kelihatan. Ciri- ciri dari masa
dewasa madya yaitu:
Bahasa : Keterampilan berbahasa lebih sopan, agak bijak dan lebih
dewasa
Intelegensi : Kemampuan berfikir masih realistis.
Emosional : Stabilitas emosi masih sudah seimabang, terkontrol.
Sosial : Masa dewasa madya awal biasanya lebih giat bermasyarakat
3. Dewasa Akhir (Usia Lanjut)
Usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu.
Efek-efek tersebut menentukan apakah pria atau wanita usia lanjut akan
38
melakuan penyesuaian diri secara baik atau buruk. Akan tetapi, ciri-ciri
usia lanjut cendrung menuju dan membawa penyesuaian diri yang buruk
daripada yang baik dan kepada kesengsaraan dari pada kebahagiaan. Ciri-
ciri usia lanjut yaitu:
a) Perbedaan Individual Pada Efek Menua
Sebagai kebiasaan hukum umum bahwa penuaan fisik lebih
cepat dibandingkan dengan penuaan mental, walaupun hal yang
sebaliknya juga kadang-kadang terjadi, terutama apabila seseorang
sangat memikirkan proses ketuannya dan membiarkan saja penuaan
mentalnya terjadnya terjadi apabila tanda-tanda pertama ketuaan fisik
tampak.
b) Perubahan fungsi inderawi
Terjadi perubahan umum fungsi inderawi pada usia lanjut,
mulai dari terjadi kemunduran atau berkurang fungsinya, hingga
kehilangan fungsi inderawi, yaitu: indra penglihatan, indera
pendengaran, indera perasa, indera penciuman, indra perabaan dan
indera sensitivitas terhadap rasa sakit.
c) Perubahan Kemampuan Motorik
Kelenturan otot-otot tangan bagian depan dan otot-otot yang
menopang tegaknya tubuh. Penurunan kecepatan dalam bergerak
mulai melemah kekuatan orang usia lanjut cendrung menjadi
canggung dan kagok.
39
puncak kualitas, yang dapat dipertahankan dalam beberapa waktu, kemudian
akan mengalami penurunan kualitas yang berakibat menurunkan kemampuan
fisik Kualitas fungsifungsi yang mengalami penurunan antara lain :
a) Integritas sistem syaraf yang berakibat menurunkan kualitas koordinasi
gerak.
b) Kecepatan reaksi dan kecepatan gerak.
c) Kepekaan kinestetik atau rasa gerak.
d) Adaptasi kardiorespiratori pada saat melakukan aktivitas dan saat istirahat
atau pemulihan.
e) Kepekaan panca indera.
f) Daya kontraksi dan elestisitas otot.
g) Fleksibilitas persendian. (Ajhuri, Kayyis Fithri, 2019).
40
Ginjal orang-orang yang berumur 80 tahun hanya ½ nya yang sebaik ketika
mereka berumur 20 tahunnan. Nutrisi juga memberi pengaruh yang sangat
penting pada “biological aging”. (Elfi, 2019)
Pola asuh merupakan pola interaksi antara orang tua dan anak yaitu
bagaimana cara, sikap, atau perilaku orang tua saat berinteraksi dengan
anak termasuk cara penerapan aturan, mengajarkan nilai/norma,
memberikan perhatian dan kasih sayang serta menunjukkan sikap dan
perilaku baik sehingga dijadikan panutan atau contoh bagi anaknya. Dari
pola asuh yang orang tua berikan kepada anak akan membentuk ciri khas
karakter yang akan dimiliki anak hingga ia tumbuh dewasa.
Karakter sendiri merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama
manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap
perasaan, perkataan, dan perbuatan, berdasarkan norma-norma agama,
41
hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat. Oleh karena itu orang tua
harus memahami pola asuh seperti apa yang sesuai dengan kepribadian
anak. (Melky Maldini, 2020)
Terdapat beberapa hubungan pola asuh yang membentuk karakter
anak antara lain adalah sebagai berikut :
Setiap orang tua memiliki pola asuh yang berbeda-beda dalam mengasuh
anak-anaknya. Ada yang mengekang, ada yang memanjakan serta ada pula
yang acuh tak acuh terhadap perkembangan anak-anaknya. Dalam Isni
Agustiawati, Beberapa ahli mengemukakan pendapat yang berbeda-beda
tentang macam- macam pola asuh yakni sebagai berikut.
Menurut Hourlock mengemukakan ada tiga jenis pola asuh orang tua
terhadap anaknya, yakni:
a. Pola asuh otoriter.
Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan
aturan- aturan yang ketat, seringkali memaksa anak untuk
berperilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak
atas nama diri sendiri dibatasi.
b. Pola asuh demokratis
Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua
terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak
selalu bergantung kepada orang tua.
c. Pola asuh permisif
Pola asuh ini ditandai dengan cara orang tua mendidik anak yang
cenderung bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa atau muda,
ia diberi kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang
dikehendaki.
42
Sedangkan Baumrind, membagi pola asuh menjadi 4 macam,
menurutnya pola asuh adalah sebagai berikut, yaitu:
a. Pola asuh otoroter (Parent Oriented)
Pola asuh ini menekankan bahwa segala aturan aturan orang tua
harus ditaati oleh anak. Orang tua bertindak semena-mena tanpa
dapat dikontrol oleh anak. Anak harus menurut dan tidak boleh
membantah terhadap apa yang diperintahkan oleh orang tua.
Dalam pola asuh ini kedudukan antara orang tua dan anak sejajar.
Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan
kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab,
artinya apa yang dilakukan oleh anak tetap harus berada dibawah
pengawasan orang tua dan dapat dipertanggung jawabkan secara
moral.
d. Pola asuh situasional
Orang tua yang menerapkan pola asuh ini, tidak berdasarkan pada
pola asuh tertentu, tetapi semua pola asuh diterapkan secara luwes
disesuaikan dengan situasi yang berlangsung saat itu.
43
Pola asuh ini ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari
orang tua dan kebebasan anak sangat dibatasi.
b. Demokratis
Pola asun ini ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua
dengan anak.
c. Permisif
Pola asuh ini ditandai dengan adanya kebebasan kepada anak untuk
berprilaku sesuai dengan keinginannya sendiri.
d. Laissez faire
Pola asuh ini ditandai dengan sikap acuh tak acuh orang tua terhadap
anaknya.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas mengenai pola asuh orang
tua dalam keluarga, dapat disimpulan bahwa dimulai dari pendapat Hourlock,
Baumrind, serta Hardy dan Heyes pada intinya semua hampir sama. Pada
umunya pola asuh yang sering diterapkan dalam kehidupan sehari-hari ada
tiga jenis yaitu:
a. Pola asuh otoriter
44
b. Pola asuh demokratis.
Pada pola asuh ini orang tua memberikan kebebasan serta
bimbingan kepada anak. Dalam artian anak diberikan kebebasan yang
bertanggung jawab. Anak dapat berkembang secara wajar dan mampu
berhubungan secara harmonis dengan orang tuanya. Anak akan bersifat
terbuka, bijaksana karena adanya komunikasi dua arah. Sedangkan orang
tua bersikap objektif, perhatian dan memberikan dorongan positif kepada
anaknya.
c. Pola asuh permisif
46
Kelebihan pola asuh ini adalah orang tua mampu menerapkan
peraturan apapun di rumah dan orang tua pun dapat bersifat
fleksibel terhadap anak.
Kekurangan pola asuh situasional yaitu dengan penerapan
campuran pola asuh demoratis, otoriter, dan permisif akan
membuat anak memilki pendirian yang tidak stabil.
48
6) Bioritme. Anak yang belum lahir dapat dikatakan senada dengan
ritme alamiah ibunya. Untuk itu, salah satu tugas bayi baru lahir
adalah membentuk ritme personal (bioritme). Orangtua dapat
membantu proses ini dengan memberi kasih sayang yang konsisten
dan dengan memanfaatkan waktu saat bayi mengembangkan
perilaku yang responsive. Hal ini dapat meningkatkan interaksi
social dan kesempatan bayi untuk belajar.
7) Kontak dini. Saat ini, tidak ada bukti alamiah yang menunjukkan
bahwa kontak dini setelah lahir merupakan hal yang penting untuk
hubungan orangtua-anak.
49
7) Adaptasi.
8) Tingkat kemampuan, komunikasi dan keterampilan untuk merawat
anak.
9) Kontak sedini mungkin sehingga dapat membantu dalam memberi
kehangatan pada bayi, menurunkan rasa sakit ibu, serta memberi
rasa nyaman.
10) Fasilitas untuk kontak lebih lama.
11) Penekanan hal-hal positif.
12) Perawat maternitas khusus (bidan).
13) Libatkan anggota keluarga lainnya/dukungan social dari keluarga,
teman, dan pasangan.
14) Informasi bertahap mengenai bonding attachment.
5. Keuntungan Bonding Attachment
1) Bayi merasa dicintai, diperhatikan, mempercayai, menumbuhkan
sikap social.
2) Bayi merasa aman, berani mengadakan eksplorasi.
6. Hambatan Bonding Attachmen
1) Kurangnya support system.
2) Ibu dengan resiko (ibu sakit).
3) Bayi dengan resiko (bayi premature, bayi sakit, bayi dengan cacat
fisik).
4) Kehadiran bayi yang tidak diinginkan.
B. Bonding Attunement
“Attunement is the ability of a child (or adult) to sync their nervous
systems with another person’s nervous system. It is what children learn
when they cry out of their discomfort and mother picks them up and they
50
feel soothed. Their heartbeat feels the calmness of the caregiver’s
heartbeat and the two nervous systems begin to sync. Baby is able to
regulate” dengan kata lain Bonding Attunement merupakan kemampuan
seorang anak untuk mensinkronsasikan system syaraf nya dengan system
syaraf orangtua/orang dewasa lainnya. (Stefanie Milenia dkk, 2020)
Attunement dimulai antar anak dan ibu sejak dalam Rahim, saat ibu
mendengarkan detak jantung anak. Setelah lahir, terjadi kontak mata
dengan ibu, interaksi verbal dan perilaku non verbal yang positif, hal
tersebut yang akan memungkinkan otak bayi bertumbuh pada kecepatan
yang optimal. Berkomunikasi dengan kelemah lembutan membuat anak
merasa diterima di dunia.(Gebby golsa, 2020).
Sebagai contoh saat bayi menangis, orangtua perlu mengetahui
apakah ia lapar atau ingin diganti popoknya, karena ia merasa tak
nyaman. Hal ini disebut Attunement, yaitu respons bayi yang terjadi,
karena ia tahu bisa mengandalkan orangtua. Ketika orangtua merespons
dan hadir saat bayinya membutuhkan, artinya orangtua sudah meyakinkan
Si Kecil dan membuatnya merasa aman. Itu artinya, cara orangtua
merespons 'permintaan tolong' Si Kecil bisa memengaruhi bonding.
(Stefanie Milenia dkk, 2020).
51
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Psikologi Perkembangan merupakan bagian dari ilmu psikologi yang
mempelajari tentang perkembangan setiap individu selama rentang
kehidupan. kedudukan psikologi perkembangan sebagai salah satu bidang
psikologi yang memfokuskan kajian atau pembahasannya mengenai
perubahan tingkah laku dan proses perkembangan dari masa
konsepsi/mengandung (pra-natal) sampai mati. Mengenali Tahap
perkembangan dapat diartikan sebagai fase atau pembabakan rentang
perjalanan kehidupan individu yang diwarnai ciri-ciri khusus atau pola-pola
tingkah laku tertentu.
Pola asuh merupakan pola interaksi antara orang tua dan anak yaitu
bagaimana cara, sikap atau prilaku orang tua saat berinteraksi dengan anak
termasuk cara penerapan aturan, mengajarkan nilai atau norma, memberikan
perhatian dan kasih saying serta menunjukkan sikap dan prilaku baik sehingga
dijadikan panutan atau contoh bagi anaknya.
52
Bonding Attachment adalah kontak dini secara langsung antara ibu
dan bayi setelah proses persalinan, dimulai pada kala III sampai dengan post
partum. Sedangkan Bonding Attunement adalah kemampuan seorang anak
untuk mensinkronsasikan system syaraf nya dengan system syaraf
orangtua/orang dewasa lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dzafirah, Anizar Ahmad, dan Fitrian. 2019. Pendidikan Kesehatan Keluarga. Pola
Pengasuhan Orangtua Dalam Membona Perilaku Anak Dalam Keluarga Di
Kabupaten Aceh Besar. 4(4) hal 9-22.
Mansur, Herawati. 2020. Psikologi Ibu dan Anak untuk Kebidanan edisi 2. Jakarta :
Salemba Medika
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2019), 151
53
Elfi Yuliana Rochmah, Psikologi Perkembangan (Sepanjang Rentang Hidup),
(Ponorogo: Stain Po Press, 2020)
Rauf Ira 2020.Pola Asuh Orang Tua Di Desa Nggele Terhadap Pembentukan
Karakter Anak
https://www.scribd.com/document/500423272/Attunement-Dimulai-Aantar-Anak-
Dan-Ibu-Sejak-Dalam-Rahim
54