Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

“DAMPAK DAN UPAYA ADAPTASI PSIKOLOGIS PADA KELUARGA”


Tugas Ini Disusun Untuk Melengkapi Tugas Psikologi Perkembangan

Yang dibimbing Oleh :


Ida Prijatni, S.Pd., M.Kes

Disusun Oleh :
1. Disa Yongki Dwi Fatma (P17331215025)
2. Radhiyah Syabita Rahmah (P17331215027)
3. Muzdalifah S. Abd Djalil (P17331215033)
4. Iftitah Shafira Hana (P17331215036)
5. Anissa Adrilianingsih (P17331215041)
6. Hidayatul Mubtadi’ah (P17331215050)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN JEMBER
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat, petunjuk, dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Dampak Dan Upaya Adaptasi Psikologis pada Keluarga”.
Tugas ini ditulis sesuai dengan literatur yang kami dapatkan dari buku
penunjang dan sumber-sumber lain. Dalam penyusunan makalah ini, kami
mendapatkan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Sehubungan dengan
hal tersebut,kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Ida Prijatni, S.Pd.,
M.Kes yang telah memberikan bimbingan dalam menyelesaikan makalah ini
serta kepada semua pihak yang turut membantu dan memberikan dorongan
pemikiran, materi, waktu, dan tenaga.

Penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk lebih
menyempurnakan makalah ini. Namun demikian, kami berharap semoga
makalah ini bermanfaat.

Jember, 21 Februari 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Cover.............................................................................................................................
Kata Pengantar..............................................................................................................
DaftarIsi.........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................

1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Psikologi dan komunikasi ........................................................................

2.1.1 Pskilogi Komunikasi.....................................................................................

2.1.2 Perkembangan Bahasa...................................................................................

2.1.3 Psikologi dan komunikasi ibu dan bayi.........................................................

2.2 Adaptasi menjadi seorang ibu..............................................................................

2.3 Bounding Attathment dan Bounding Attunement ...............................................

2.3.1 Pengertian Bounding Attachment ..............................................................

2.3.2 Tahap-tahap Bounding Attachment.............................................................

2.3.3 Mempraktikkan Bounding Attachment ......................................................

2.3.4 Prinsip-prinsip dan Upaya Meningkatkan Bounding Attachment .............

2.3.5 Bonding Attunement ..................................................................................

2.4 Sibling Rivalry ....................................................................................................

2.4.1 Pengertian Sibling Rivalry .........................................................................

2.4.2 Penyebab Sibling Rivalry............................................................................

2.4.3 Segi Positif Sibling Rivalry .......................................................................

3
2.4.4 Cara Mengatasi Sibling Rivalry.................................................................

2.5 Eksplorasi Dampak Adaptasi Psikologis Dalam Ikatan Kasih Sayang


(Bounding Attachment) Pola Pengasuhan Sejak Dini dan Keluarga...................

2.5.1 Prakondisi Yang Mempengaruhi Ikatan/Bounding Attachment................

2.5.2 Dampak Positif Bounding Attachment......................................................

2.5.3 Dampak Tidak Terjalinnya Bounding Attachment Dengan Aegera..........

2.5.4 Hambatan Bounding Attachment...............................................................

2.5.5 Pola Pengaruh Sejak Dini dan Keluarga....................................................

2.5.6 Faktor Yang Mmepengaruhi Pola Asuh Anak...........................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan............................................................................................................

3.2 Saran........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA 34

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Individu dalam masyarakat akan mengalami proses sosialisasi agar ia
dapat hidup dan bertingkah laku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku
dalam masyarakat dimana individu itu berada. Tanpa sosialisasi suatu
masyarakat tidak dapat berlanjut pada generasi berikutnya. Sosialisasi sebagai
proses belajar seorang individu merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi bagaimana keberlangsungan proses kehidupan masyarakat,
baik dengan keluarga, teman sebaya, sekolah maupun media massa.
Keluarga merupakan cikal bakal wajah peradaban. Baik buruknya
masyarakat bisa dinilai dari profil-profil keluarga didalamnya. Belakangan ini
kita dapat mengamati apa yang membuat sebuah keluarga itu retak. Jika kita
pikirkan, keluarga merupakan ikatan yang sangat kuat. Orang-orang
didalamnya telah dipertemukan oleh Tuhan bukan tanpa sebab, sudah ada
pertimbangan menurut ukuran-Nya. Komposisinya tidak bisa digantikan oleh
yang lain. Pernikahan yang menjadi awal sebuah keluarga pun selalu
direalisasikan dalam perhelatan yang agung nan meriah. Akan tetapi, saat ini
banyak sekali terdengar cerita perceraian atau keluarga yang ‘berantakan’ tapi
belum masuk tahap perpisahan.
Hal ini disebabkan karena banyak manusia yang tidak memahami arti
sebuah keluarga. Padahal arti sebuah keluarga adalah saling memiliki, saling
percaya, saling menghormati, saling melindungi dan saling berbagi rasa,
saling menjaga kehormatan serta saling menjaga rahasia diantara anggota
keluarga. Maka dari itu, karena pentingnya sebuah keluarga, di dalam
makalah ini penulis akan menyajikan materi yang berkaitan dengan keluarga,
dimulai dari konsep dasar, cara mempersiapkan diri untuk pernikahan,
cara menanggapi dinamika masalah keluarga, cara mengelola dan
manajemen keuangan hingga cara mencapai keluarga yang sehat dan
bahagia.

5
1.2 RumusanMasalah
1. Bagaimana psikologi dan komunikasi yang terjadi antara ibu dengan
bayi?
2. Bagaimanakah proses adaptasi menjadi orang tua?
3. Apakah bedanya bonding attachment dengan bonding attunement?
4. Apakah yang dimaksud dengan sibling rivalry?
5. Bagaimanakah eksplorasi dampak adaptasi psikologi dalam ikatan kasih
sayang, pola pengasuhan sejak dini dan keluarga?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui psikologi dan komunikasi yang terjadi antara ibu
dengan bayi.
2. Untuk mengetahui proses adaptasi menjadi orangtua.
3. Untuk mengetahui perbedaan bonding attachment dan bonding
attunement.
4. Untuk mengetahui pengertian dan maksud dari sibling rivalry.
5. Untuk mengetahui eksplorasi dampak adaptasi dalam ikatan kasih saying,
pola pengasuhan sejak dini dan keluarga.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Psikologi dan Komunikasi


2.1.1 Psikologi komunikasi
Istilah psikologi sebagai ilmu digunakan lagi sejak tahun
1878 yang dipelopori oleh J.B. Watson. Psikologi dianggap sebagai
ilmu yang mempelajari perilaku karena ilmu pengetahuan psikologi
menghendaki adanya objek yang diamati, dicatat dan diukur. Jiwa
dipandang terlalu abstrak dan jiwa hanyalah salah satu aspek
kehidupan Kata Psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno: psyche
yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi
psikologi diartikan sebagai studi yang mempelajari jiwa. Psikologi
ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari jiwa manusia yang
dimanifestasikan ke dalam bentuk sekumpulan tingkah laku,
perbuatan, aktivitasnya, atau interaksinya di dalam lingkungan
Ilmu komunikasi berkaitan erat dengan ilmu yang
mepelajari tingkah laku manusia yaitu psikologi. Karena komunikasi
erat kaitannya denagn perilaku dan pengalaman kesadaran manusia.
2.1.2 Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa atau komunikasi pada anak merupakan salah
satu aspek dari tahapan perkembangan anak yang seharusnya tidak
luput juga dari perhatian para pendidik pada umumnya dan orang tua
pada khususnya. Pemerolehan bahasa oleh anak-anak merupakan
prestasi manusia yang paling hebat dan menakjubkan.Oleh sebab
itulah masalah ini mendapat perhatian besar. Pemerolehan bahasa
telah ditelaah secara intensif sejak lama. Pada saat itu kita telah
mempelajari banyak hal mengenai bagaimana anak-anak berbicara,
mengerti, dan menggunakan bahasa, tetapi sangat sedikit hal yang
kita ketahui mengenai proses aktual perkembangan Bahasa. Bahasa

7
mencakup segala bentuk komunikasi, baik yang diutarakan dalam
bentuk lisan, tulisan, bahasa isyarat, bahasa gerak tubuh ekspresi
wajah pantomim atau seni. Sedangkan bicara adalah bahasa lisan
yang merupakan bentuk yang paling efektif untuk berkomunikasi,
dan paling penting serta paling banyak dipergunakan. Perkembangan
bahasa tersebut selalu meningkat sesuai dengan meningkatnya usia
anak.
1. Tahapan perkembangan Bahasa pada anak seacra umum
Manusia berinteraksi satu dengan yang lain melalui komunikasi
dalam bentuk bahasa. Komunikasi tersebut terjadi baik secara
verbal maupun non verbal yaitu dengan tulisan, bacaan dan tanda
atau symbol. Manusia berkomunikasi lewat bahasa memerlukan
proses yang berkembang dalam tahap-tahap usianya. Bahasa
adalah simbolisasi dari sesuatu idea atau suatu pemikiran yang
ingin dikomunikasikan oleh pengirim pesan dan diterima oleh
penerima pesan melalui kode-kode tertentu baik secara verbal
maupun nonverbal. Bahasa digunakan anak dalam
berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang
dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi.
2.1.3 Psikologi Dan Komunikasi Ibu Dan Bayi
Istilah komunikasi dari Bahasa lain yaitu “communicatus” artinya
“berbagi” atau “milik Bersama” banyak pakar komunikasi yang
berupaya mengdefenisikan komunikasi. Salah satunya komunikasi
menurut (Marhaeni,2006) yang memandang komunikasi sebagai
suatu proses “siapa” mengatakan “apa” “dengan saluran apa”,
“kepada siapa” dan “dengan akibat apa” atau “hasil apa”.
Komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan sesuatu (pesan) dari
satu pihak ke pihak yang lain melalui suatu media sehingga pesan
yang dimaksud dapat dipahami.
a. Perkembangan Bahasa dan Bicara
Pengetahuan tentang perkembangan bahasa anak usia dini sangat
membantu tercapainya pembelajaran keterampilan dasar bahasa
yang baik. Bagi orang tua pemahaman tentang perkembangan
bahasa anak usia dini sangat membantu dalam meningkatkan
perkembangan kemampuan bahasa anak. Segala bentuk
komunikasi seperti lisan, tulisan (tanda atau coding, huruf atau
alphabetic, bilangan atau digital), bunyi (sinar atau cahaya yang

8
dapat merupakan kata-kata atau kalimat, gambar atau lukisan),
isyarat, gerak-gerik tubuh (gestures), ekspresi wajah, pantomin
atau seni. Perkembangan Bahasa dimulai sejak tangisan pertama
sampai anak mampu bertutur kata.
1. Periode Prelinguistik (Usia 0-1 tahun)
a) Dimulai sejak tangisan pertama sampai anak pada selesai
fase meraban atau mengoceh.
b) Individu berinteraksi dan berkomunikasi dengan
lingkungan secara spontan, instintif, reflexive-bahasa
sensori motoric.
c) Bahasa Gerakan positif : menerima, meraih, mendekat
benda-benda atau suara (botol susu, suara ibu)
d) Gerakan negative : menolak benda
Contoh Bahasa mimik yaitu senyum dan tawa.
Contoh basa emosional dan ekspresi yaitu menangis
Ketika lapar.
e) Meraban atau mengoceh (babling) pada minggu ke 6-7
suara mirip serangan untuk kesenangan atau kepuasan.
Suara tersebut berasal dari gerakalan alat-alat atau suara.
Suara itu tergantung bentuk rongga mulut yang merubah
aliran suara dari paru-paru ketali suara. Proses ini tidak
dipelajari dan berlaku universal.
f) Bulan ke 3-4 suara-suara rendah sering di ucapkan pada
saat terbangun rasa merasa puas.
g) Akhir bulan ke 4 dapat diajak bermain, tertawa keras.
h) Umur 5-6 bulan dapat membedakan bicara merasa senang
atau tidak bereaksi terhadap tinggi rendahnya nada dan
perubahan mimik.
i) Pada masa 6 bulan ke 2 bahasa sensori motorik bekurang,
memberikan Bahasa meraban.
j) Mulai terarah dan berbentuk dengan dapat meniru kata-
kata tertentu(belum tahu artinya).
k) Umur 9 bulan keluar suku kata yang di ulang “wa- wa,
pa- pa, ma- ma” dsb.
l) Umur 10-11 bulan kemampuan dapat mengerti, ditanya
dimana ibu atau dimana mainannya sehingga dapat
mencari atau dengan memalingkan kepalanya.
m) Umur 11-12 bulan melikat makanan “mam- mam”.
2. Baby Talk (Bahasa Bayi)
Bahasa khas digunakan anak-anak yang belum mampu
mengekspresikan dirinya dalam ungkapan kata-kata yang

9
benar. Beguna untuk membantu anak dalam komunikasi
(anak menciptakan suatu kata yang berarti, misalnya cu-cu
untuk susu, guk-guk untuk anjing). Orang tua berbicara
dengan Bahasa baik dan benar sehingga aak terangsang untuk
terus memperbaiki Bahasa bayinya dan berbicara sempurna.
3. Bahasa Tubuh Pada Bayi
Bentuk komunikasi lewat gerak isyarat, ekspresi wajah, sikap
tubuh, Langkah dan gaya dilakukan tanpa disadari. Ungkapan
komunikasi yang paling nyata bagi anak yang belum bisa
berbicara adalah ekspresi pikiran, perasaan dan keinginan.
Misalnya menangis karena lapar keseiapan atau bosan.
Contoh Bahasa tubuh pada bayi:
a) Kenyang, contoh dengan mendorong putting keluar dari
mulut, memalingkan kepala dari puttig, menyemburkan
makanan dari mulut.
b) Tidak mau, contoh Menolak benda yang diacungkan
kepadanya.
c) Ingin digendong, contoh menjangkau orang, tersenyum
dan angkat tangan.
d) Basah dan dingin contoh bersin terus-menerus.
e) Kedinginan, contoh menggeliat dan menggigil.
f) Merasa tidak bebas atau terikat, contoh menggeliat dan
menangis, Ketika dimanikan atau digantikan pakaian.
g) Lapar contoh ber-decap-decap mengeluarkan lidah.
h) Ingin tahu, contoh memasukkan benda-benda ke mulutya.
i) Tidak senang, contoh menangis, menggerutkan dahi,
menggepalkan tangan.
4. Bahasa Tubuh Pada Balita
a) Merasa aman, contoh mendekat lalu menyentuh,
menyandarkan badannya keorang lain, berdiri atau duduk
sejajar Bersama orang lain.

10
b) Takut dan cemas, contoh membelalak mata dan alis
berkerut. Garis mulut kebawah, beberapa otot tegang.
c) Kecewa, contoh garis mulut kebawah.
d) Ingin tahu suatu kejadian orang lain, contoh
membelalakkan mata.
e) Tidak senang, contoh alis berkerut, memukul atau
menendang, menutup telinga atau muka.
f) Frustasi, contoh mengamuk cemberut.
g) Cemburu terhadap anak yang digendog orang tua, contoh
berlaku kasar terhadap anak tersebut.
h) Bosan, contoh menarik-narik rambut, mencubit hidung,
menggaruk-garuk.
5. Periode Linguistik (Usia 1-5 tahun)
1) Fase Satu Kata (Holofrase)
Satu kata untuk menyatakan suatu pikiran keinginan,
perasaan temuan tanpa perbedaan yang jelas, misalnya
“duduk” bisa berarti “saya mau duduk” atau “mama
sedang duduk”.
2) Fase lebih satu kata
Usia 18 bulan mampu membuat kaliat 2 kata , 3 kata, 4
kata, dst (pokok kalimat, predikat).
3) Fase diferensiasi (usia 2,5-5 tahun)
Pengucapan kosa kata mampu mengucapkan kata demi
kata. Pada usia 2 tahun kalimat 2-3 kata diucapkan
menggunakan gaya telegram. Pada usia 3-4 tahun fase
bertanya.
6. Masa Anak Usia Sekolah
Pada usia 6-7 tahun mencapai 2.500 kata, dikuasi keterangan
membaca dan berkomntar dengan orang lain, usia ini anak
senang membaca dan mendengar dongeng fantasi.
Penggunaan Bahasa lebih kompleks dan maju dengan
menggunakan “Reasoning” pada kelas 4-5 SD. Usia 8-10

11
tahun terdapat variasi Bahasa memberikan kode atau Bahasa
rahasia. Usia 10-12 tahun gemar cerita bersifat kritis.
7. Pola Urutan Perkembangan Bahasa Universal
a) Meraban atau babling : belajar memanipulasi denggan
tenggorokan, mulut, bibir, sel suara lembut sehingga
dapat membentuk bunyi tertentu.
b) Bicara menolong (bicara sendiri dengan mainannya)
c) Gemar bertanya (apa, mengapa, bagaimana)
d) Membuat kalimat sederhana (satu, dua, tiga kata)
e) Bahasa ekspresif : belajar, membaca, menggambar.
b. Aspek Yang Diperhatikan Dalam Berkomunikas Dengan Anak
1. Usia.
a) Komunikasi pada bayi usia 0-1 tahun
Gerakan-gerakan bayi komunikasi yang efekif dimulai usia 8
minngu dengan kemampuan bayi melihat objek atau cahaya.
Jika bayi digerkkan akan merespon untuk keluar suara bayi,
sehingga bayi tersenyum. Menoleh pada suara yang asing, aka
bereaksi pada panggilan Namanya dan mampu mengucpakan
kata spesifik 2-3 kata. Komunikasi nonverbal yaitu sentuhan,
usap, gendong.
b) Masa toddler dan prasekolah
Komunikasi egsentris (mengapa-apa-kapan, dsb) rasa ingin
tahu lebih besar, inisiatif mningkat, mudah kecewa, merasa
bersalah karena tuntutan tinggi. Jangan sentuh anak tanpa
disetujui.
c) Masa usia sekolah
Menggunakan kata-kata sederhana yang spesifik. Menjelaskan
sesuatu yang tidak diketahui anak , keingintahuan pada ospek
fungsional dan prosedual dan objek tertentu sangat tinggi.
Menjelaskan arti, fungsi, dan prosedurnya maksud dan tujuan
dari sesuatu yang ditanyakan.
d) Masa remaja

12
Masa peralihan anak menjadi dewasa, dapat berdiskusi dan
berdebat, mulai berpikir secara konseptual, dan rasa malu. Pola
piker kea rah positif, cara komunikasi secara berdiskusi
pendapat pada teman sebaya.
2. Tumbuh kembang.
3. Cara berkomunikasi.
4. Metode dalam komunikasi.
5. Tahapan atau Langkah dalam melakukan komunikasi.
6. Peran orang tua dalam membant proses komunikasi.
c. Cara berkomunikasi dengan anak
1. Melalui orang lain atau pihak ketiga (menumbuhkan kepercayaan,
melibatkan orang tua)
2. Bercerita (sesuai pesan yang akan disampaikan)
3. Meminta untuk menyebutkan keinginan.
4. Pilihan pro dan kontra (pikiran dan perasaan anak sesuai pendapat
anak)
5. Penggunaa skala atau peningkat (mengungkapkan perasaan sakit,
nyeri, cemas, sedih).
6. Menulis.
7. Menggambar.
8. Bermain
d. Komunikasi verbal dan non verbal dengan anak
1. Bicara pada anak sejajar dengan mata anak.
2. Gunakan Bahasa yang mudah dan dapat dikenal.
3. Gunakan kalimat singkat.
4. Gunakan Bahasa yang positif. Misalnya “ayo, ikut ibu..” bukannya
“apakah kamu ingin..”
5. Jangan marah atau membentak anak.
6. Anak cuiga pada orang tidak dikenal.
7. Gunakan sentuhan sebagai alat komunikasi. Anak akan merespon
terhadap penanganan yang lembut dan melindungi, dipeluk dan

13
dipangku, usapan wajah dan rambut, saya pada mainnya. Pada remaja
sentuhan tangan pada lengan dan bahunya.
8. Berkomunikasi melalui mainan anak (boneka).
9. Perhatikan komunikasi nonverbal (anak akan memperhatikan
senyuman dan kerutan seperti sikap marah, sedih, dan gembira).
10. Jujur.
e. Komunikasi efektif dengan anak
1. Jadilah pendengar yang baik bagi anak.
a. Perhatian penuh Ketika anak mencoba mengatakan sesuatu.
b. Tataplah langsung dimatanya, berilah kesan siap
mendengarkan ceritanya.
c. Mengulangi cerita anak dan memeberikan kenyamanan
pengertian.
d. Tidak menginterupsi ceritanya, biarkan sampai selesai.
e. Buat kesimpulan hasil ceritanya.
2. Menggali pendapat anak akan masalah yang akan dihadapi
a. Hindari penilaian subjektif atas diri anak, seperti kata-kata “ah,
kamu pasti takut..” atau “ah, kamu pasti menangis..” dsb. Penilaian
tersebut menjadikan anak frustasi atau menarik diri untuk tidak
menceritakan perasaan yang sebenarnya.
b. Bertanyalah pada anak, seperti “bagaimana, perasaan adek waktu
itu..”cara ini jauh lebih baik dan anak akan menceritakan
perasaannya.
3. Motivasi anak mengambil keputusan yang tepat
a. Membantu anak menghadapi masalahnya, sebaiknya kita tidak
mengambil alih keputusan seperti mengatakan “yasudah, besok
kamu tidak usah..”dsb.
b. Hadirkan beberapa alernatif yang membuat mereka berpikir dan
memilih manakah solusi terbaik sambal membicarakan akibat-
akibat yang bisa dirasakan baik oleh anak atau oleh orang lain.
c. Jika sedang emosi, tunggu reda emosi anak.
4. Hindari kalimat negative dan berkesan mendikte anak.

14
Contoh kalimat negative seperti, “kamu ngerti gak sih..”, “kamu harus
jadi anak pintar”, “ dsb.
Ganti dengan kalimat seperti, “kakak/adik mengerti kan..”,
“kakak/adik anak pintar..”, “ibu percaya kamu bisa berbicara lebih
baik daripada yang baru kamu ucapkan..”, dsb.
5. Bahasa tubuh saat komunikasi
a. Posisikan tubuh kita berhadapan denan anak (kalua perlu jongkok
agar tinggi badan kita membuat anak nyaman).
b. Apa yang kita katakana bertentangan dengan apa yang kita lakukan
atau dengan Bahasa tubuh kita akan membuat aak salah faham atau
bingung, contoh wajah ibu cemberut dan berkata “ wah, kamu
hebat..”
6. Bahasa yang mudah dipahami anak
a. Hindari istilah-istilah yang terlalu berat bagi anak, atau kata-kata
yang terlalu kaku.
b. Berbicara dengan Bahasa anak tidak berarti jika anak mengalami
kesalahan dalam pelafalan kata.
c. Orang dewasa bertugas untuk memberi contoh pengucapan yang
baik dan benar pada anak.
7. Gunakan metode yang tepat dalam memberikan informasi pada anak
a. Cara belajar anak-anak biasanya efektif melalui gambar,
pendengaran, dan Gerakan.
b. Dalam memberikan materi atau informasi pada anak, sebaiknya
meibatkan ketiga unsur tersebut.
c. Metode dan media yang bisa digunakan untuk memfasilitasi unsur-
unsur diatas adalah bernyanyi, bercerita, bermain tepuk, gerak, dan
lagu, melakukan tanya jawab, melakukan eksperimen, dan lain-
lain.
8. Tehnik komunikasi pada anak (tidak baik)
a. Memerintah “jangan lari-larian dong!”
b. Menyalahkan “tuh kn jatuh, gak bisa diam sih!”
c. Meremehkan “masa gitu saja nangis”

15
d. Membandingkan “tuh ihat si a gak nangis!”
e. Mencap/memberikan label “kamu nakal sih!”
f. Mengancam “kalau nangis terus ibu panggil dokter biar disuntik”
g. Menasehati “makanya omongan orang tua didengerin”
h. Membohongi “sini pakein obat ini gak sakit kok”
i. Menghibur “gapapa kok besok lukanya sembuh”
j. Mengkritik “kamu pakai sandal itu sih, jadi jatuh kan”
k. Menyindir “ini akibatnya kalau ga dengerin orang tua, kualat kan”
2.2 Adaptasi Menjadi Orang Tua
Menurut Reva Rubin (1991), terdapat tiga fase dalam masa adaptasi
peran pada masa nifas, yaitu:
1. Periode “Taking In” atau “Fase Dependent”
Karkteristik periode Taking In digambarkan sebagai berikut:
a. Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan.
b. Ia mungkin akan mengulang-mengulang menceritakan
pengalamannya waktu melahirkan.
c. Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mengurangi gangguan
kesehatan akibat kurang istirahat.
d. Peningkataan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan dan
penyembuhan luka, serta persiapan proses laktasi aktif.
e. Dalam memberi asuhan, bidan harus dapat memfasilitasi kebutuhan
psikologis ibu.
2. Periode “Taking Hold” atau fase “Independent”
Pada ibu-ibu yang mendapat asuhan yang memadai pada hari-hari
pertama setelah melahirkan, maka pada hari kedua sampai keempat mulai
muncul kembali keinginan untuk melakukan berbagai aktivitas sendiri.
Pada fase taking hold, ibu berusaha keras untuk menguasai tentang
ketrampilan perawatan bayi, misalnya menggendong, menyusui,
memandikan dan memasang popok.
Karakteristik periode Taking Hold dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Periode ini berlangsung pada hari ke 2-4 post partum.

16
b. Ibu menjadi perhatian pada kemampuannya menjadi orang tua yang
sukses dan meningkatkan tanggung jawab terhadap bayi.
c. Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, BAB, BAK,
serta kekuatan dan ketahanan tubuhnya.
d. Ibu berusaha keras untuk menguasai keterampilan perawatan bayi,
misalnya menggendong, memandikan, memasang popok, dan
sebagainya.
e. Pada masa ini, ibu biasanya agak sensitif dan merasa tidak mahir
dalam melakukan halhal tersebut.
f. Pada tahap ini, bidan harus tanggap terhadap kemungkinan perubahan
yang terjadi.
3. Periode “Letting go” atau “ Fase Mandiri” atau “Fase
Interdependen”
Periode ini biasanya terjadi “after back to home” dan sangat
dipengaruhi oleh waktu dan perhatian yang diberikan keluarga. Pada fase
ini harus dimulai fase mandiri (letting go), dimana masing-masing ibu
mempunyai kebutuhan sendiri-sendiri, namun tetap dapat menjalankan
perannya dan masing-masing harus berusaha memperkuat relasi sebagai
orang dewasa yang menjadi unit dasar dari sebuah keluarga.
Karkteristik periode Letting go digambarkan sebagai berikut:
a. Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang ke rumah.
b. Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan ia harus
beradaptasi dengan segala kebutuhan bayi yang sangat tergantung
padanya.
c. Depresi post partum umumnya terjadi pada periode ini.
2.3 Bonding Attachment dan Bonding Attunement
2.3.1 Pengertian Bounding Attachment
Bounding adalah proses pembentukan sedangkan attachment
(membangun ikatan) jadi bounding attachment adalah sebuah
peningkatan hubungan kasih sayang dengan keterikatan batin antara
orangtua dan bayi. Hal ini merupakan proses dimana sebagai hasil dari
suatu interaksi terus-menerus antara bayi dan orang tua yang bersifat

17
saling mencintai memberikan keduanya pemenuhan emosional dan
saling membutuhkan.
Bounding attachment terjadi pada kala IV, dimana diadakan
kontak antara ibu-ayah-anak dan berada dalam ikatan kasih. Menurut
Brazelton (1978), bonding merupakan suatu ketertarikan mutual
pertama antar individu, misalnya antara orang tua don anak, saat
pertama kali mereka bertemu. Attachment adalah suatu perasaan
menyayangi atau loyalitas yang mengikat individu dengan individu
lain. Sedangkan menurut Nelson & May (1996). Attachment
merupakan ikatan antara individu meliputi pencurahan perhatian serta
adanya hubungan emosi dan fisik yang akrab.
Menurut Klaus, Kenell (1992). Bonding attachment bersifat
unik, spesifik, dan bertahan lama. Mereka juga menambahkan bahwa
ikatan orang tua terhadap anaknya dapat terus berlanjut bahkan
selamanya walau dipisah oleh jarak dan waktu dan tanda-tanda
keberadaan secara fisik tidak terlihat.
Menurut Saxton adn Pelikan, 1995 :
1. Bounding adalah suatu langkah untuk mengungkapkan perasaan
afeksi (kasih sayang) oleh ibu kepada bayinya segera setelah lahir.
2. Attachment adalah interaksi antara ibu dan bayi secara spesifik
sepanjang waktu.
3. Maternal Neonatal Health : 
Bounding attachment adalah kontak dini secara langsung antara ibu
dan bayi setelah proses persalinan, dimulai pada kala III sampai
dengan post partum.
4. Prakondisi yang mempengaruhi ikatan (Mercer, 1996), yaitu :  
a. Kesehatan emosional orang tua.
b. Sistem dukungan sosial yang meliputi pasangan hidup, teman,
dan keluarga.
c. Suatu tingkat keterampilan dalam berkomunikasi dan dala
memberi asuhan yang kompeten.
d. Kedekatan orang tua dengan bayi.

18
e. Kecocokan orang tua-bayi (termasuk keadaan, temperamen, dan
jenis kelamin).
2.3.2 Tahap-Tahap Bounding Attachment
Menurut Klaus, Kenell 1982, bagian penting dari bounding attachment
adalah:
1. Perkenalan (acquaintance), dengan melakukan kontak mata,
menyentuh, berbicara, dan mengeksplorasi segera setelah mengenal
bayinya.
2. Bounding (keterikatan)
3. Attachment, perasaan kasih sayang yang mengikat individu dengan
individu lain
2.3.3 Mempraktikkan Bounding Attachment
Cara untuk melakukan bounding ada bermacam-macam antara lain :
1. Pemberian ASI ekslusif
Dengan dilakukannya pemberian ASI secara ekslusif segera setelah
lahir, secara langsung bayi akan mengalami kontak kulit dengan
ibunya yang menjadikan ibu merasa bangga dan diperlukan , rasa
yang dibutuhkan oleh semua manusia.
2. Rawat gabung
Rawat gabung merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan
agar antara ibu dan bayi terjalin proses lekat (early infant mother
bounding) akibat sentuhan badan antara ibu dan bayinya. Hal ini
sangat mempengaruhi perkembangan psikologis bayi selanjutnya,
karena kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang
mutlak dibutuhkan oleh bayi. Bayi yang merasa aman dan
terlindung, merupakan dasar terbentuknya rasa percaya diri
dikemudian hari. Dengan memberikan ASI ekslusif, ibu merasakan
kepuasan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bayinya, dan tidak
dapat digantikan oleh orang lain. Keadaan ini juga memperlancar
produksi ASI, karena refleks let-down bersifat psikosomatis. Ibu
akan merasa bangga karena dapat menyusui dan merawat bayinya

19
sendiri dan bila ayah bayi berkunjung akan terasa adanya suatu
kesatuan keluarga.
3. Kontak mata
Beberapa ibu berkata begitu bayinya bisa memandang mereka,
mereka merasa lebih dekat dengan bayinya. Orang tua dan bayi
akan menggunakan lebih banyak waktu untuk saling memandang.
Seringkali dalam posisi bertatapan. Bayi baru lahir dapat diletakkan
lebih dekat untuk dapat melihat pada orang tuanya.
4. Suara
Mendengar dan merenspon suara antara orang tua dan bayinya
sangat penting. orang tua menunggu tangisan pertama bayi mereka
dengan tegang. Suara tersebut membuat mereka yakin bahwa
bayinya dalam keadaan sehat. Tangis tersebut membuat mereka
melakukan tindakan menghibur. Sewaktu orang tua berbicara
dengan nada suara tinggi, bayi akan menjadi tenang dan berpaling
kearah mereka.
5. Aroma
Setiap anak memiliki aroma yang unik dan bayi belajar dengan
cepat untuk mengenali aroma susu ibunya.
6. Entrainment
Bayi mengembangkan irama akibat kebiasaan. Bayi baru lahir
bergerak-gerak sesuai dengan struktur pembicaraan orang dewasa.
Mereka menggoyangkan tangan, mengangkat kepala, menendang-
nendangkan kaki. Entrainment terjadi pada saat anak mulai bicara.
7. Bioritme
Salah satu tugas bayi baru lahir adalah membentuk ritme personal
(bioritme). Orang tua dapat membantu proses ini dengan memberi
kasih sayang yang konsisten dan dengan memanfaatkan waktu saat
bayi mengembangkan perilaku yang responsif.
8. Inisiasi Dini
Setelah bayi lahir, dengan segera bayi ditempatkan diatas ibu. Ia
akan merangkak dan mencari puting susu ibunya. Dengan

20
demikian, bayi dapat melakukan reflek suckling dengan
segera.Berhasil atau tidaknya proses bounding attachment ini
sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi sebagai berikut :
a. Kesehatan emosional orang tua
Orang tua yang mengharapkan kehadiran si anak dalam
kehidupannya tentu akan memberikan respon emosi yang berbeda
dengan orang tua yang tidak menginginkan kelahiran bayi tersebut.
Respon emosi yang positif dapat membantu tercapainya proses
bounding attachment ini.
b. Tingkat kemampuan, komunikasi dan ketrampilan untuk
merawat anak
Dalam berkomunikasi dan ketrampilan dalam merawat anak, orang
tua satu dengan yang lain tentu tidak sama tergantung pada
kemampuan yang dimiliki masing-masing. Semakin cakap orang
tua dalam merawat bayinya maka akan semakin mudah pula
bounding attachment terwujud.
c. Dukungan sosial seperti keluarga, teman dan pasangan
Dukungan dari keluarga, teman, terutama pasangan merupakan
faktor yang juga penting untuk diperhatikan karena dengan adanya
dukungan dari orang-orang terdekat akan memberikan suatu
semangat / dorongan positif yang kuat bagi ibu untuk memberikan
kasih sayang yang penuh kepada bayinya.
d. Kedekatan orang tua ke anak
Dengan metode rooming in kedekatan antara orang tua dan anak
dapat terjalin secara langsung dan menjadikan cepatnya ikatan
batin terwujud diantara keduanya.
e. Kesesuaian antara orang tua dan anak (keadaan anak, jenis
kelamin)
Anak akan lebih mudah diterima oleh anggota keluarga yang lain
ketika keadaan anak sehat/normal dan jenis kelamin sesuai dengan
yang diharapkan.

21
Pada awal kehidupan, hubungan ibu dan bayi lebih dekat
dibanding dengan anggota keluarga yang lain karena setelah melewati
sembilan bulan bersama, dan melewati saat-saat kritis dalam proses
kelahiran membuat keduanya memiliki hubungan yang unik.
2.3.4 Prinsip-Prinsip dan Upaya Meningkatkan Bounding Attachment
1. Menit pertama jam pertama.
2. Sentuhan orang tua pertama kali.
3. Adanya ikatan yang baik dan sistematis.
4. Terlibat proses persalinan.
5. Persiapan PNC sebelumnya.
6. Adaptasi.
7. Kontak sedini mungkin sehingga dapat membantu dalam memberi
kehangatan pada bayi, menurunkan rasa sakit ibu, serta memberi
rasa nyaman.
8. Fasilitas untuk kontak lebih lama.
9. Penekanan pada hal-hal positif.
10.Perawat maternitas khusus (bidan).
11.Libatkan anggota keluarga lainnya.
12.Infromasi bertahap mengenai bounding attachment.
2.3.5 Bounding Attunement
“Attunement is the ability of a child (or adult) to sync their
nervous systems with another person’s nervous system. It is what
children learn when they cry out of their discomfort and mother
picks them up and they feel soothed. Their heartbeat feels the
calmness of the caregiver’s heartbeat and the two nervous systems
begin to sync. Baby is able to regulate” dengan kata lain Bonding
Attunement merupakan kemampuan seorang anak untuk
mensinkronsasikan system syaraf nya dengan system syaraf
orangtua/orang dewasa lainnya.
Sebagai contoh saat bayi menangis, orangtua perlu mengetahui
apakah ia lapar atau ingin diganti popoknya, karena ia merasa tak
nyaman. Hal ini disebut Attunement, yaitu respons bayi yang terjadi,

22
karena ia tahu bisa mengandalkan orangtua. Ketika orangtua
merespons dan hadir saat bayinya membutuhkan, artinya orangtua
sudah meyakinkan Si Kecil dan membuatnya merasa aman. Itu
artinya, cara orangtua merespons 'permintaan tolong' Si Kecil bisa
memengaruhi bonding.
2.4 Sibling Rivalry
2.4.1 Pengertian Sibling Rivalry
Sibling rivalry adalah kecemburuan, persaingan antara saudara,
hal ini biasanya terjadi pada orang tua yang mempunyai dua anak atau
lebih. Sibling rivalry terjadi karena orang tua memberikan perlakuan
yang berbeda pada anak-anak mereka atau karena kehadiran anak baru
dalam keluarga.
Sibling rivalry biasanya muncul ketika selisih usia saudara
kandung terlalu dekat, karena kehadiran anak baru dianggap menyita
waktu dan perhatian terlalu banyak orang tua (Setiawati, 2008). Jarak
usia yang lazim memicu munculnya sibling rivalry adalah jarak usia
antara 1-3 tahun dan muncul pada usia 3-5 tahun kemudian muncul
kembali pada usia 8–12 tahun. Pada umumnya sibling rivalry lebih
sering terjadi pada anak yang berjenis kelamin sama dan khususnya
perempuan (Millman & Schaefer, 1981). Ciri khas yang sering
muncul pada sibling rivalry, yaitu: egois, susah diatur, suka berkelahi
dan perilaku yang kadang tidak spesifik. Sibling rivalry keadaan
kompetisi atau antagonisme antara saudara kandung untuk
mendapatkan cinta kasih, afeksi dan perhatian dari satu kedua orang
tuanya, atau untuk mendapatkan pengakuan atau suatu yang lebih.
2.4.2 Penyebab Sibling Rivalry
Banyak faktor yang menyebabkan sibling rivalry, antara lain:
1. Masing-masing anak bersaing untuk menentukan pribadi mereka,
sehingga ingin menunjukkan pada saudara mereka.
2. Anak merasa kurang mendapatkan perhatian, disiplin dan mau
mendengarkan dari orang tua mereka.

23
3. Anak-anak merasa hubungan dengan orang tua mereka terancam
oleh kedatangan anggota keluarga baru/ bayi.
4. Tahap perkembangan anak baik fisik maupun emosi yang dapat
mempengaruhi proses kedewasaan dan perhatian terhadap satu
sama lain.
5. Anak frustasi karena merasa lapar, bosan atau letih sehingga
memulai pertengkaran.
6. Kemungkinan, anak tidak tahu cara untuk mendapatkan perhatian
atau memulai permainan dengan saudara mereka.
7. Dinamika keluarga dalam memainkan peran.
8. Pemikiran orang tua tentang agresi dan pertengkaran anak yang
berlebihan dalam keluarga adalah normal.
9. Tidak memiliki waktu untuk berbagi, berkumpul bersama dengan
anggota keluarga.
10.Orang tua mengalami stres dalam menjalani kehidupannya.
11.Anak-anak mengalami stres dalam kehidupannya.
12.Cara orang tua memperlakukan anak dan menangani konflik yang
terjadi pada mereka.
2.4.3 Segi Positif Sibling Rivalry
Meskipun sibling rivalry mempunyai pengertian yang negatif tetapi
ada segi positifnya, antara lain:
1. Mendorong anak untuk mengatasi perbedaan dengan
mengembangkan beberapa keterampilan penting.
2. Cara cepat untuk berkompromi dan bernegosiasi.
3. Mengontrol dorongan untuk bertindak agresif.
Oleh karena itu agar segi positif tersebut dapat dicapai, maka orang
tua harus menjadi fasilitator.
2.4.4 Cara Mengatasi Sibling Rivalry
Beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua untuk
mengatasi sibling rivalry, sehingga anak dapat bergaul dengan baik,
antara lain:
1. Tidak membandingkan antara anak satu sama lain.

24
2. Membiarkan anak menjadi diri pribadi mereka sendiri.
3. Menyukai bakat dan keberhasilan anak-anak Anda.
4. Membuat anak-anak mampu bekerja sama daripada bersaing antara
satu sama lain.
5. Memberikan perhatian setiap waktu atau pola lain ketika konflik
biasa terjadi.
6. Mengajarkan anak-anak Anda cara-cara positif untuk mendapatkan
perhatian dari satu sama lain.
7. Bersikap adil sangat penting, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan
anak. Sehingga adil bagi anak satu dengan yang lain berbeda.
8. Merencanakan kegiatan keluarga yang menyenangkan bagi semua
orang.
9. Meyakinkan setiap anak mendapatkan waktu yang cukup dan
kebebasan mereka sendiri.
10.Orang tua tidak perlu langsung campur tangan kecuali saat tanda-
tanda akan kekerasan fisik.
11.Orang tua harus dapat berperan memberikan otoritas kepada anak-
anak, bukan untuk anak-anak.
12.Orang tua dalam memisahkan anak-anak dari konflik tidak
menyalahkan satu sama lain.
13.Jangan memberi tuduhan tertentu tentang negatifnya sifat anak.
14.Kesabaran dan keuletan serta contoh-contoh yang baik dari
perilaku orang tua sehari-hari adalah cara pendidikan anak-anak
untuk menghindari sibling rivalry yang paling bagus.
2.5 Eksplorasi Dampak Adaptasi Psikologis Dalam Ikatan Kasih Sayang
(Bonding Attachment), Pola Pengasuhan Sejak Dini dan Keluarga
2.5.1 Prakondisi yang Mempengaruhi Ikatan / Bounding Attachment
Bounding adalah proses pembentukan sedangkan attachment (membangun
ikatan), jadi bounding attachment adalah sebuah peningkatan hubungan
kasih sayang dengan keterikatan batin antara orangtua dan bayi. Hal ini
merupakan proses dimana sebagai hasil dari suatu interaksi terus-menerus

25
antara bayi dan orang tua yang bersifat saling mencintai memberikan
keduanya pemenuhan emosional dan saling membutuhkan.
Prakondisi yang mempengaruhi ikatan / Bounding Attachment menurut
(Mercer, 1996) yaitu :
a. Kesehatan Emosional Orangtua
Orang tua yang mengharapkan kehadiran si anak dalam kehidupannya
tentu akan memberikan respon emosi yang berbeda dengan orang tua
yang tidak menginginkan kelahiran bayi tersebut. Respon emosi yang
positif dapat membantu tercapainya proses bounding attachment ini.
b. Suatu tingkat ketrampilan dalam berkomunikasi dan dalam memberi
asuhan yang kompeten
Dalam berkomunikasi dan ketrampilan dalam merawat anak, orang tua
satu dengan yang lain tentu tidak sama tergantung pada kemampuan
yang dimiliki masing-masing. Semakin cakap orang tua dalam merawat
bayinya maka akan semakin mudah pula bounding attachment
terwujud.
c. Dukungan sosial seperti keluarga, teman dan pasangan
Dukungan dari keluarga, teman, terutama pasangan merupakan faktor
yang juga penting untuk diperhatikan karena dengan adanya dukungan
dari orang-orang terdekat akan memberikan suatu semangat / dorongan
positif yang kuat bagi ibu untuk memberikan kasih sayang yang penuh
kepada bayinya.
d. Kedekatan orangtua dengan bayi
Dengan metode rooming in kedekatan antara orang tua dan anak dapat
terjalin secara langsung dan menjadikan cepatnya ikatan batin terwujud
diantara keduanya.
e. Kecocokan orangtua dengan bayi
Anak akan lebih mudah diterima oleh anggota keluarga yang lain ketika
keadaan anak sehat / normal dan jenis kelamin sesuai dengan yang
diharapkan. Pada awal kehidupan, hubungan ibu dan bayi lebih dekat
dibanding dengan anggota keluarga yang lain karena setelah melewati

26
sembilan bulan bersama, dan melewati saat-saat kritis dalam proses
kelahiran membuat keduanya memiliki hubungan yang unik.
2.5.2 Dampak Positif Bounding Attachment
a. Bayi merasa dicintai, diperhatikan, mempercayai, menumbuhkan sikap
social
b. Bayi merasa aman, berani mengadakan eksplorasi
c. Merupakan awal menciptakan kepribadian positif seperti perasaan
besar hati dan sikap positif terhadap orang lain.
2.5.3 Dampak Tidak Terjalinnya Bounding Attachment dengan Segera

Tertundanya perkembangan tingkah laku yang ditandai dengan:


1. Tingkah laku sterictip
a. Tidur dilantai
b. Menghisap jari
c. Membenturkan badan
2. Sosial abnormal
a. Ketakutan
b. Cari perhatian pada orang dewasa
3. Kemunduran motorik, kognitif dan verbal
4. Sikap apatis
2.5.4 Hambatan Bounding Attachment
1. Kurangnya support system.
2. Ibu dengan resiko.
3. Bayi dengan resiko.
4. Kehadiran bayi yang tidak diinginkan.

2.5.5 Pola Pengasuh Sejak Dini dan Keluarga


Karakter seorang anak dibentuk melalui pendidikan karakter. Pendidikan
karakter yang utama dan pertama bagi anak adalah lingkungan keluarga. Di
dalam lingkungan keluarga, seorang anak akan mempelajari dasar -dasar
perilaku yang penting bagi kehidupannya. Karakter dipelajari anak melalui
model para anggota keluarga terutama orang tua. Model orang tua secara
tidak langsung akan dipelajari dan ditiru oleh anak.

27
Adapun salah satu upaya membentuk karakter yang baik dengan
pendampingan orang tua yang berbentuk pola asuh. Hendaknya orang tua
mempersiapkan dengan pengetahuan untuk menemukan pola asuh yang
tepat dalam mendidik anak. Sedangkan pola asuh sendiri terdapat 2 Tipe
yaitu :
1. Gaya Pelatihan Emosional
a. Gaya Pelatihan Emosi (Coaching)
Pola asuh orang tua yang berperan membantu anak untuk
menangani emosi terutama emosi negative sebagai kesempatan
untuk menciptakan keakraban tanpa kehilangan kesabaran. Dalam
hal ini gaya pelatihan emosi sangat berkaitan dengan kepercayaan
orang tua terhadap anak untuk mengatur emosi dan menyelesaikan
suatu masalah sehingga orang tua bersedia meluangkan waktu saat
anak sedih, marah dan takut serta mengajarkan cara
mengungkapkan emosi yang dapat diterima orang lain.
b. Gaya Pengabai Emosi (Dimissing Parenting Style)
Pola asuh orang tua yang tidak mempunyai kesadaran dan
kemapuan untuk mengatasi emosi anak dan percaya bahwa emosi
negative sebagai cerminan buruknya ketrampilan pengasuhan.
Orang tua tipe ini menganggap bahwa anakterlalu cengeng saat
anak sedih sehingga orang tua tidak menyelesaikan masalah anak
dan beranggapan bahwa emosi anaka akan hilang dengan
sendirinya.
2. Gaya Pendisiplinan
Secara umum Pola asuh orang tua dibedakan menjadi tiga jenis yaitu :
a. Pola Asuh Otoriter
pola asuh orang tua yang lebih mengutamakan membentuk
kepribadian anak dengan cara menetapkan standar mutlak harus
dituruti , biasanya dibarengi dengan ancaman- ancaman. Dampak
yang ditimbulkan dari pola asuh otoriter, anak memliki sifat dan
sikap seperti : mudah tersinggung, penakut, pemurung dan merasa

28
tidak bahagia, mudah terpengaruh, mudah stress, tidak mempunyai
arah masa depan yang jelas, dan tidak bersahabat.
b. Pola Asuh Permisif
Adalah pola asuh orang tua pada anak dalam rangka membentuk
kepribadian anak dengna cara memberikan pengawasan yang
sangat longgar dan memeberikan kesempatan pada anaknya untuk
melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang sangat longgar dan
memberikan pengawasan yang sangat longgar dan memberikan
kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa
pengawasan yang cukup. Dampak yang ditimbulkan dari pola asuh
ini membawa pengaruh atas sifat-sifat pengaruh atas anak seperti :
suka memberontak, kurang memiliki rasa percaya diri, suka
mendominasi dan tidak jelas arah hidupnya.
c. Pola Asuh Demokrasi
Pola asuh orang tua yang menerapkn perlakuan kepada anak dalam
rangka membentuk kepribadian anak dengan cara memprioritaskan
kepentingan anak yang bersikap rasional atau pemikiran –
pimikiran. Dampak dari pola asuh demokrasi adalah membentuk
perilaku anak yang memiliki rasa percaya diri, bersikap bersahabat,
bersikap sopan, mau bekerja sama, serta memiliki rasa
keingintahuan yang tinggi.
d. Pola Asuh Anak dalam Islam
Memberikan pendidikan agama kepada anak, terutama ‘aqidah
yang akan menjadi pondasi ke-Islamannya. Membiasakan anak-
anak untuk berakhlak baik dan menasihatinya ketika melakukan
kesalahan serta mengajarkan adab dan etika kepada anak.
Metode pendidikan yang dilakukan untuk anak usia dini yaitu metode pendidikan:
1. Menggunakan bahan yang sederhana dan mudah dipahami
2. Metode keteladanan
Guru dan semua pengelola sekolah harus bisa memberi contoh. Juga
ditampilkan contoh-contoh dalam bentuk photo pahlawan,cerita
kepahlawanan, cerita keluhuran ahklak Nabi, Sahabat dan lain-lain

29
3. Metode pengalaman keagamaan
Anak diajak shalat berjamaah, tadabur alam, menolongfakir miskin,
berkurban, mengumpulkan infaq,membantu korban bencana alam dan lain-
lain
4. Metode bermain peran
Misalnya berperan tentang hidup orang kaya yangdermawan, pemuda yang
menolong orang kenamusibah dan lain-lain
5. Metode observasi
Anak diajak melihat musium, pameran keagamaan,ikut shalat berjamaah
tarawih, shalat ied, melihat danmembantu panti asuhan dan lain-lain.
2.5.6 Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Anak

1. Usia orang tua


Apabila umur orang tua terlalu muda atau terlalu tua, maka tidak akan
dapat menjalankan peran – peran tersebut secara optimal dikarenakan
kekuatan fisik dan psikososial.
2. Keterlibatan orang tua
Kedekatan hubungan antara orang tua dengan anaknya akan memiliki
makan penting. Karna semakin dekat dan mengertinya orang tua akan
perilaku anak, semakin mudah memberikan pengaruh kepada anaknya.
3. Pendidikan orang Tua
Agar lebih siap menjalanakan peran pengasuhan orang tua sebaiknya
memiliki pengetahuan yang luas agar nantinya dapat mengajarkan dan
mendidik anaknya lebih baik serta dapat mengatasi segala permasalhan
anak tersebut

30
31
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Psikologi ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari jiwa manusia
yang dimanifestasikan ke dalam bentuk sekumpulan tingkah laku,
perbuatan, aktivitasnya, atau interaksinya di dalam lingkungan. Ilmu
komunikasi berkaitan erat dengan ilmu yang mepelajari tingkah laku
manusia yaitu psikologi. Karena komunikasi erat kaitannya denagn perilaku
dan pengalaman kesadaran manusia. Perkembangan bahasa atau komunikasi
pada anak merupakan salah satu aspek dari tahapan perkembangan anak
yang seharusnya tidak luput juga dari perhatian para pendidik pada
umumnya dan orang tua pada khususnya. Segala bentuk komunikasi seperti
lisan, tulisan (tanda atau coding, huruf atau alphabetic, bilangan atau
digital), bunyi (sinar atau cahaya yang dapat merupakan kata-kata atau
kalimat, gambar atau lukisan), isyarat, gerak-gerik tubuh (gestures), ekspresi
wajah.
Terdapat tiga fase masa adaptasi peran masa nifas yaitu periode
taking in / fase depedent, taking hold / fase independent, letting go / fase
mandiri. Bounding adalah proses pembentukan sedangkan attachment
(membangun ikatan) jadi bounding attachment adalah sebuah peningkatan
hubungan kasih sayang dengan keterikatan batin antara orangtua dan bayi.
Tahap – tahapnya yaitu perkenalan, bounding, attachment. Cara melakukan
bounding ada bermacam-macam antara lain pemberian ASI Eksklusif, rawat
gabung, kontak mata, suara, aroma, enterainment, bioritme, inisiasi dini.
Sibling rivalry adalah kecemburuan, persaingan antara saudara, hal
ini biasanya terjadi pada orang tua yang mempunyai dua anak atau lebih.
Cara sibling rivalry dapat bergaul dengan baik antara lain tidak
membandingkan antara anak satu sama lain dll. Dampak positif dari
bounding attachment yaitu bayi merasa dicintai, aman dan merupakan awal
menciptkakan kepribadian positif. Pola pengasuh sejak dini dan keluarga Di
dalam lingkungan keluarga, seorang anak akan mempelajari dasar -dasar

32
perilaku yang penting bagi kehidupannya. Karakter dipelajari anak melalui
model para anggota keluarga terutama orang tua. Model orang tua secara
tidak langsung akan dipelajari dan ditiru oleh anak.
3.2 Saran
Kami penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan yang diharapkan, karena masih terbatasnya pengetahuan.
Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun.

33
DAFTAR PUSTAKA

https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=krbWDgAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR6&dq=pengertian+komunikasi&ots=KqnL
DgQq3w&sig=aAkm1k1q3MFt4DE1legRWQDuQOc&redir_esc=y#v=onepage&q=pengerti
an%20komunikasi&f=false

Erisa Kurniati. (2017). Perkembangan Bahasa Pada Anak Dalam Psikologi Serta
Implikasinya Dalam Pembelajaran. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi,
17(3).

Tim. (2013). Modul pembelajaran dan praktikum psikologi ibu dan anak.

Kurniarum, Ari. 2016. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta : Pusdik SDM

Mansur, Herawati. 2014. Psikologi Ibu dan Anak untuk Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika

Sujianti dkk. 2012. BUKU AJAR PSIKOLOGI KEBIDANAN. Jakarta : CV Trans Info Media

34

Anda mungkin juga menyukai