OLEH:
Anissa Adrilianingsih
NIM. P1733215041
1
ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF GYNEKOLOGI
NY S 59 TAHUN P5A0 DENGAN SUSPECT PROLAPS UTERI
DI PMB ENOK LILIES WASIAT, S.ST
Disusun Oleh :
Anissa Adrilianingsih
NIM. P17331215041
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kemudahan sehingga laporan komprehensif yang berjudul “Asuhan Kebidanan
Komprehensif pada Ny. S 59 Tahun P5A0 Dengan Suspect Prolaps Uteri Di PMB
Enok Lilies Wasiat, S.ST dapat diselesaikan. Laporan ini disusun untuk
memenuhi tugas Asuhan Kebidanan Kasus Gynekologi.
Dalam proses pembuatan laporan ini tentunya kami mendapatkan arahan dan
mendapat materi dari literatur yang ada. Semoga makalah kami bisa menjadi
pedoman, reverensi, tuntunan untuk lebih baik lagi di hari esok baik bagi diri
sendiri maupun orang lain. Penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
lebih menyempurnakan makalah ini.
Penulis
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
pesarium dengan fungsi seksual sangat terbatas dan jarang ada penelitian
yang membandingkan tentang perbedaan outcome pada kedua terapi
tersebut
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi prolaps uteri
2. Mengetahui klasifikasi prolaps uteri
3. Mengetahui etiologic prolaps uteri
4. Mengetahui patofisiologi prolaps uteri
5. Mengetahui manifestasi klinik prolaps uteri
6. Mengetahui komplikasi prolaps uteri
7. Mengetahui pemeriksaaan penunjang prolaps uteri
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
(1) Definisi
Prolaps uteri adalah kondisi klinis yang sering terjadi pada wanita.
Angka prevalensinya meningkat seiring dengan usia dan POP sering
terjadi pada berjuta-juta wanita. Di Amerika Serikat 200.000 Kondisi ini
terjadi akibat adanya kelemahan pada struktur penyangga dasar panggul,
sehingga isi panggul mengalami penurunan. operasi setiap tahunnya
disebabkan oleh POP. Resiko seorang wanita akan menjalani operasi
karena prolaps uteri atau inkontinensia urin adalah sebesar 11%. Jika
sudah pernah terkena POP, maka resiko untuk memerlukan operasi ulang
adalah sebesar 29%. Dengan bertumbuhnya populasi, pasien prolaps juga
semakin bertambah. Defek dalam struktur penyokong panggul
menimbulkan berbagai macam relaksasi panggul yang abnormal. Struktur
penyokong panggul dapat dengan mudah diklasifikasikan berdasarkan
lokasi anatominya (Pribakti, 2019).
(2) Klasifikasi
Turunnya uterus dari tempat yang biasa disebut desensus uteri dan ini
dibagi dalam 3 tingkat yaitu (Pribakti, 2019) :
a. Tingkat I apabila serviks belum keluar dari vulva atau bagian
prolapsus masih di atas introitus vagina.
b. Tingkat II apabila serviks sudah keluar dari vulva, akan tetapi korpus
uteri belum
6
c. Tingkat III apabila korpus uteri atau bagian prolapsus sudah berada
diluar vulva atau introitus vagina
(3) Etiologi
Prolaps uteri terjadi karena kelemahan otot ligamen endopelvik,
terutama ligamentum transversal dapat dilihat pada nulipara dimana terjadi
elongatio colli disertai prolapsus uteri. Faktor penyebab lain yang sering
adalah melahirkan dan menopause. Persalinan lama yang sulit, meneran
sebelum pembukaan lengkap Penyebab prolaps uteri adalah multifaktoral,
secara umum antara lain: frekuensi partus yang tinggi, partus dengan
penyulit, asites atau tumor- tumor daerah pelvis, usia tua, defisiensi
hormonal (hipoestrogen) akibat menopause, batuk kronis, obesitas,
aktivitas angkat berat, konstipasi kronis dan disfungsi neuromuskuler.
Serta ibu yang banyak anak sehingga jaringan ikat di bawah panggul
kendor. Hal lain yang menyebabkan prolaps pada sejumlah kecil wanita
nulipara adalah gagalnya jaringan penunjang berkembang dengan baik
(4) Patofisiologi
Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkat, dari yang paling
ringan sampai prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan,
khususnya persalinan pervagina yang susah dan terdapatnya kelemahan-
kelemahan ligament yang tergolong dalam fasia endopelviks dan otot-otot
serta fasia-fasia dasar panggul. Juga dalam keadaan tekanan intra
abdominal yang meningkat dan kronik akan memudahkan penurunan
7
uterus, terutama apabila tonus otot-otot mengurang seperti pada penderita
dalam menopause.
Serviks uteri terletak diluar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita dan
lambat laun menimbulkan ulkus yang dinamakan ulkus dekubitus. Jika
fasia di bagian depan dinding vagina kendor biasanya trauma obstetric, ia
akan terdorong oleh kandung kencing sehingga menyebabkan penonjolan
dinding depan vagina kebelakang yang dinamakan sistokel. Sistokel yang
pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar karena persalinan
berikutnya yang kurang lancar, atau yang diselesaikan dalam penurunan
dan menyebabkan urethrokel. Urethrokel harus dibedakan dari
divertikulum urethra. Pada divertikulum keadaan urethra dan kandung
kencing normal hanya dibelakang urethra ada lubang yang membuat
kantong antara urethra dan vagina.kekendoran fasia dibagian belakang
dinding vagina oleh trauma obstetric atau sebab-sebab lain dapat
menyebabkan turunnya rectum kedepan dan menyebabkan dinding
belakang vagina menonjol kelumen vagina yang dinamakan retrokel.
Enterokel adalah hernia dari kavum Douglasi. Dinding vagina bagian
belakang turun dan menonjol ke depan. Kantong hernia ini dapat berisi
usus atau omentum.
(5) Manifestasi klinis
Gejala dan tanda-tanda sangat berbeda dan bersifat individual.
Kadangkala penderita yang satu dengan prolaps uteri yang cukup berat
tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan
prolaps ringan mempunyai banyak keluhan.
8
2) Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan
seluruhnya.
3) Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika
batuk,mengejan. Kadang-kadang dapat terjadi retensio urine pada
sistokel yang besar sekali.
d. Retokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:
1) Obstipasi karena feces berkumpul dalam rongga retrokel.
2) Baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada retrokel dan
vagina.
e. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
1) Pengeluaran serviks uteri dari vulva menggangu penderita waktu
berjalan dan bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan
lecet sampai luka dan dekubitus pada portio uteri.
2) Lekores karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan
karena infeksi serta luka pada portio uteri.
f. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan
rasa penuh di vagina.
(6) Komplikasi
a. Kreatinisasi mukos vagina dan portio uteri
Mukosa vagina dan serivks uteri menjadi tebal serta berkerut, dan
berwarna keputih-putihan
b. Decubitus
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan
paha dan pakaian dalam, hal itu dapat menyebabkan luka dan radang,
lambat laun timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian, perlu
dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita berusia
lanjut. Pemeriksaan sitologi/biopsi perlu dilakukan untuk mendapat
kepastian akan adanya karsinoma.
c. Hipertropi serviks uteri dan elongasioa koli
Jika serviks uteri turun dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan
penyokong uterus masih kuat, maka karena tarikan ke bawah di
bagian uterus yang turun serta pembendungan pembuluh darah –
9
serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang dengan
periksa lihat dan periksa raba. Pada elangasio kolli serviks uteri pada
periksa raba lebih panjang dari biasa.
d. Gangguan miksi dan stress inkontinensia
Pada sistokel berat- miksi kadang-kadang terhalang, sehingga
kandung kencing tidak dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya
uterus bisa juga menyempitkan ureter, sehingga bisa menyebabkan
hidroureter dan hidronefrosis. Adanya sistokel dapat pula mengubah
bentuk sudut antara kandung kencing dan uretra yang dapat
menimbulkan stress incontinence
e. Infeksi saluran kencing
Adanya retensi air kencing mudah menimbulkan infeksi. Sistitis yang
terjadi dapat meluas ke atas dan dapat menyebabkan pielitis dan
pielonefritis. Sehingga hal tersebut dapat menyebabkan gagal ginjal.
f. Inkarserasi usus
Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit dengan
kemungkinan tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu
dilakukan laparotomi untuk membebaskan usus yang terjepit itu.
(7) Pemeriksaan Penunjang
a. Penderita pada posisi jongkok diminta untuk mengejan dan ditemukan
dengan pemeriksaan jari, apakah portio pada normal atau portio
sampai introitus vagina atau apakah serviks uteri sudah keluar dari
vagina.
b. Penderita berbaring pada posisi litotomi, ditentukan pula panjangnya
serviks uteri. Serviks uteri yang lebih panjang dari biasanya
dinamakan Elongasio kolli.
c. Pada sistokel dijumpai di dinding vagina depan benjolan kistik lembek
dan tidak nyeri tekan. Benjolan ini bertambah besar jika penderita
mengejan. Jika dimasukkan kedalam kandung kencing kateter logam,
kateter itu diarahkan kedalam sitokel, dapat diraba kateter tersebut
dekat sekali pada dinding vagina. Uretrokel letaknya lebih kebawah
dari sistokel.
10
Menegakkan diagnosis retrokel dapat dilihat dari menonjolnya rectum
kelumen vagina 1/3 bagian bawah. Penonjolan ini berbentuk lonjong,
memanjang dari proksimal kedistal, kistik dan tidak nyeri.
Untuk memastikan diagnosis, jari dimasukkan kedalam rectum, dan
selanjutnya dapat diraba dinding retrokel yang menonjol kelumen vagina.
Enterokel menonjol kelumen vagina lebih keatas dari retrokel. Pada
pemeriksaan rectal, dinding rectum lurus, ada benjolan ke vagina terdapat
di atas rectum.
8 Penatalaksanaan Medis
Faktor-faktor yang harus diperhatikan: keadaan umum pasien,
umur, masih bersuami atau tidak, tingkat prolapsus, beratnya keluhan,
keinginan memiliki anak lagi dan ingin mempertahankan haid.
11
Selain cara di atas, terapi non bedah lainnya adalah dengan
penggunaan pesarium. Pesarium adalah suatu alat yang terbuat dari
silikon, dipasang di bawah atau di sekeliling serviks. Alat ini
membantu menahan uterus untuk turun dari tempatnya. Bagi sebagian
ahli ureginokologi, pesarium digunakan sebagai terapi lini pertama
sebelum mereka menawarkan untuk terapi pembedahan (Doster
2012).
Pesarium dapat dipasang pada hampir seluruh wanita dengan
prolapsus tanpa melihat stadium ataupun lokasi dari prolapsus.
Pesarium digunakan oleh 75-77% ahli ginekologi sebagai
penatalaksanaan lini pertama prolapsus. Alat ini tersedia dalam
berbagai bentuk dan ukuran, serta mempunyai indikasi tertentu (Cipta
2015).
9 Asuhan Kebidanan
A. Pengkajian
1) Data Subyektif
12
a) Adanya benjolan diselangkangan/kemaluan.
b) Nyeri di daerah benjolan.
c) Nyeri pinggang dan punggung
d) Konstipasi.
e) Tidak nafsu makan.
2) Data Obyektif
Sebelum operasi
a) Nyeri bila benjolan tersentuh.
b) Pucat, gelisah.
c) Spasme otot.
d) Demam.
e) Dehidrasi
Setelah Operasi
a) Terdapat luka pada selangkangan.
b) Puasa.
c) Selaput mukosa mulut kering.
B. Diagnosa
a) Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra
abdominal
b) Resiko tinggi infeksi akibat luka akibat pergeseran massa
uterus
c) Resiko dekubitus akibat pergeseran massa uterus
d) Gangguan eliminasi uri akibat adanya desakan uterus
13
c) Pasien dan keluarga dapat melakukan tekhnik distraksi-relaksasi
Rencana tindakan :
a) Observasi tanda-tanda vital
b) Observasi keluhan nyeri, lokasi, jenis dan intensitas nyeri
c) Jelaskan penyebab rasa sakit, cara menguranginya.
d) Beri posisi senyaman mungkin untuk pasien.
e) Ajarkan tehnik-tehnik relaksasi/ nafas dalam.
f) Beri obat-obat analgetik sesuai pesanan dokter.
g) Ciptakan lingkungan yang tenang.
2) Resiko tinggi infeksi akibat luka akibat pergeseran massa uterus
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam diharapkan infeksi
tidak terjadi
Hasil yang diharapkan :
a) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi ( kalor, rubor, tumor, dolor,
fungsiolesa )
b) Luka tampak bersih
Rencana tindakan :
a) Kaji TTV, perhatikan peningkatan suhu.
b) Kaji tanda-tanda infeksi (tumor kalor rubor, dolor, fungsileisa).
c) Lakukan tehnik perawatan luka secara steril 1x/hari
d) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan luka.
e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antibiotic.
f) Lakukan Health Education kepada keluarga tentang pentingnya
mencuci tangan sebelum dan sesudah bersentuhan dengan pasien.
14
BAB 3
MANAJEMEN TEORI KEBIDANAN
teori ilmiah, penemu ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis
untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien (Varney, 2007).
a. Langkah 1 : Pengkajian
Wulandari, 2009).
1) Data Subjektif
15
maka pengkajan ditujukan
a) Identitas Pasien
(2) Umur
(3) Suku/Bangsa
(4) Agama
(5) Pendidikan
16
sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai
2010).
(6) Pekerjaan
(7) Alamat
b) Keluhan Utama
(Siswadi, 2006).
c) Riwayat Haid
17
mengalami mestruasi (Sulistyawati, 2009).
d) Status Perkawinan
(Anggraini, 2010).
f) Riwayat KB
g) Riwayat Kesehatan
18
mellitus, hipertensi, asma yang dapat mempengaruhi
(Prawirohardjo, 2006).
(3) Istirahat
19
berapa jam pasien tidur, kebiasaan sebelum tidur
(Prawirohardjo, 2011).
i) Data Psikologis
2) Data Objektif
20
2008).
a) Status generalis
(2) Kesadaran
(a) Tensi
Untuk mengetahui faktor resiko hipertensi
21
(Norma & Dwi, 2013).
(b) Suhu
Untuk mengetahui suhu badan apakah ada
Dwi, 2013).
(c) Nadi
Untuk mengetahui nadi pasien yang dihitung
60 – 80 x / menit (Ambarwati&Wulandari,
(d) Respirasi
Untuk mengetahui frekuensi pernafasan pasien
22
(Saifuddin, 2007). Tinggi badan wanita normal 150
cm (Ambarwati&Wulandari, 2009).
b) Pemeriksaan Sistematis
(1) Kepala
(a) Rambut
Untuk mengetahui apakah rambutnya bersih,
(b) Muka
(c) Mata
2009).
(d) Hidung
(e) Telinga
(2) Leher
23
Adakah pembesaran kelenjar gondok atau thyroid,
2008).
(4) Axilla
(5) Abdomen
(Chapman, 2006).
(6) Anogenital
(a) Vulva vagina
24
(b) Inspekulo
uteri
2007).
(d) Anus
(Nursalam, 2008).
(7) Ekstremitas
25
Bagaimana keadaanya odema atau tidak, varices
2007).
c) Pemeriksaan Penunjang
1) Diagnosa Kebidanan
2007).
Data Subjektif :
26
c) Ibu mengatakan merasakan nyeri pada bagian bawah
perut
Data Objektif :
(Wong, 2011).
2) Masalah
27
pengalaman pasien yang ditemukan dari hasil pengkajian
(Norma&Dwi, 2013).
3) Kebutuhan
d. Langkah 4 : Antipasi
28
mengantisipasi diagnosa potensial yang berkembang lebih
2006).
e. Langkah 5 : Perencanaan
(Varney, 2007).
Santoso (2013)
f. Langkah 6 : Pelaksanaan
29
asuhan yang menyeluruh ditentukan dengan langkah-langkah
g. Langkah 7 : Evaluasi
SOAP :
S : Subyektif
30
O : Obyektif
A : Assesment
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan
P : Planning
langkah 5, 6, 7 Vamey.
31
B. Landasan Hukum
praktek bidan. Dalam kasus ini pelayanan kebidanan sesuai dengan pasal 12
yang isinya :
32
BAB 4
TINJAUAN KASUS
4.1 Pengkajian
4.1.1 Data Subyektif
1. Identitas
6. Riwayat KB
Ibu mengatakan sampai saat ini belum pernah menggunakan
kontrasepsi apapun
7. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu mengatakan saat ini sedang mengalami nyeri perut bagian bawah
dan pinggang, serta teraba benjolan pada kemaluannya yang
dirasakan sejak 2 tahun yang lalu
8. Riwayat penyakit sistemik
Ibu memiliki Riwayat penyakit diabetes melitus dan hipertensi. Ibu
tidak memiliki penyakit asma, hepatitis serta penyakit jantung
9. Riwayat penyakit keluarga
34
ibu mengatakan dalam keluarga ibu memiliki Riwayat penyakit
diabetes melitus dan hipertensi, keluarga suami tidak memiliki
Riwayat keturunan dan Riwayat penyakit menular seperti TBC dan
hepatitis.
10. Pola Kebiasaan Sehari-hari
A. Pola Nutrisi
1) Sebelum sakit
Ibu mengatakan makan 3 x sehari porsi sedang, menu nasi,
sayur, lauk pauk dan kadang ditambah buah. Minum 7 – 8
gelas per hari jenis air putih dan teh
2) Selama sakit
Ibu mengatakan makan 2 x sehari porsi sedang,, jenis nasi
sayur, lauk tahu dan minum 1 gelas air putih dan 1 gelas air
teh.
B. Pola Eliminasi
1) Sebelum sakit
Ibu mengatakan BAB 1 x sehari, konsistensi lunak, warna
kuning, bau khas feces. BAK 6- 7 kali sehari, warna kuning
jernih
2) Selama sakit
Ibu mengatakan BAB 1 x/hari terkadang disertai nyeri,
konsistensi lunak, warna kuning, bauk has feces. BAK 6-7
x/hari, warna kuning jernih
C. Pola Istirahat
1) Sebelum sakit
Ibu mengatakan tidur siang + 1 jam dan tidur malam + 7 –
8 jam sehari.
2) Selama sakit
Ibu mengatakan tidur siang + 1 jam dan tidur malam 5-6
jam/hari ibu terkadang merasa sulit tidur karena merasakan
nyeri dibagian bawah perut
D. Personal Hygiene
1) Sebelum sakit
35
Ibu mengatakan mandi 2 kali sehari, ganti pakaian 2 kali
sehari, gosok gigi 1 kali sehari dan keramas 2 kali seminggu
2) Selama sakit
Ibu mengatakan mandi 2 kali sehari ganti pakaian dalam 3
kali sehari dan keramas 2 kali seminggu
E. Pola Aktivitas
1) Sebelum sakit
Ibu mengatakan mengerjakan pekerjaan rumah seperti
menyapu, memasak, mencuci dan melakukan aktivitas
lainnya dan kadang juga pergi kerumah anaknya yang
tidak jauh dari rumahnya.
2) Selama sakit
Ibu masih mengerjakan pekerjaan rumah, terkadang masih
mengangkat barang berat sendiri
F. Pola seksual
ibu sudah tidak lagi melakukan hubungan seksual sejak 4 tahun
terakhir saat ibu memasuki masa menopause dan sejak suami ibu
meninggal dunia 2 tahun yang lalu.
4.1.2 Data Obyektif
1. Status Generalis
2. Antropometri
3. Pemeriksaan Fisik
4.3 Planning
1. Melakukan informed consent
2. Berkolaborasi dengan dokter SpOG untuk melakukan pemeriksaan
3. Memberitahu hasil pemeriksaan
4. Memberi dukungan moral
5. Menganjurkan ibu untuk tidak Melakukan aktivitas yang berat
6. Menganjurkan ibu untuk periksa ke fasilitas Kesehatan runah sakit
dan Kolaborasi dengan dokter spesialis kandungan untuk mengajukan
pesarium
4.4 Implementasi
37
2022/08.00
WIB 2. Melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG untuk
melakukan pemeriksaan
3. Memberitahu hasil pemeriksaan kepada ibu bahwa ibu
mengalami prolaps uteri derajat IV. Ibu mengerti
4. Memberikan dukukan kepada ibu. Telah dilakukan
5. Menganjurkan ibu untuk tidak Melakukan aktivitas
berat, dan jangan terlalu lelah. Ibu mengerti
6. Menganjurkan ibu untuk periksa kefasilitas rumah
sakit dan Melakukan kolaborasi dengan dokter
spesialis kandungan. Ibu mengerti
38
BAB 5
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
6.2 1. Angka kejadian prolapsus alat genitalia cenderung meningkat
seiring
6.3 dengan bertambahnya usia harapan hidup penduduk di Indonesia.
6.4 2. Penyebab prolapsus genitalia multifaktorial dan semakin
berkembang
6.5 dari tahun ke tahun namun pada dasarnya disebabkan oleh kelemahan
6.6 “pelvic floor” yang terdiri dari otot-otot, fascia endopelvik
dan
6.7 ligamentum-ligamentum yang menyokong organ-organ genitalia.
6.8 Penyebab yang paling sering adalah karena multiparitas.
6.9 3. Gejala klinik dari prolapsus itu sendiri berbeda-beda dan
berifat
6.10 individual. Bisanya gejala yang dirasakan penderita adalah adanya
6.11 suatu benda yang menonjol atau mengganjal di genitali eksterna,
rasa
6.12 sakit di pinggang, miksi yang sedikit tapi sering.
6.13 4. Penatalaksanan pada prolapsus genitalis pada umumnya
adalah
6.14 konservatif, sedangkan tindakan operatif baru dilakukan jika secara
6.15 konservatif tidak berhasil dan jika tidak ada kontraindikasi
6.16 1. Angka kejadian prolapsus alat genitalia cenderung meningkat
seiring
6.17 dengan bertambahnya usia harapan hidup penduduk di Indonesia.
6.18 2. Penyebab prolapsus genitalia multifaktorial dan semakin
berkembang
6.19 dari tahun ke tahun namun pada dasarnya disebabkan oleh
kelemahan
6.20 “pelvic floor” yang terdiri dari otot-otot, fascia endopelvik
dan
6.21 ligamentum-ligamentum yang menyokong organ-organ
genitalia.
6.22 Penyebab yang paling sering adalah karena multiparitas.
6.23 3. Gejala klinik dari prolapsus itu sendiri berbeda-beda
dan berifat
6.24 individual. Bisanya gejala yang dirasakan penderita adalah adanya
6.25 suatu benda yang menonjol atau mengganjal di genitali eksterna,
rasa
39
6.26 sakit di pinggang, miksi yang sedikit tapi sering.
6.27 4. Penatalaksanan pada prolapsus genitalis pada umumnya
adalah
6.28 konservatif, sedangkan tindakan operatif baru dilakukan jika secara
6.29 konservatif tidak berhasil dan jika tidak ada kontraindikasi
Gejala klinik dari prolapsus itu sendiri berbeda-beda dan bersifat individual.
Biasanya gejala yang dirasakan penderita adalah adanya suatu benda yang
menonjol atau mengganjal di genitalia eksterna, rasa sakit di pinggang, miksi
yang sedikit tapi sering. Penatalaksanaan pada prolapsus umunya adalah
konservatif, sedangkan Tindakan operatif baru dilakukan jika secara konservatif
tidak berhasil dan jika tidak ada kontraindikasi
6.2 Saran
Semoga lapoan pendahuluan mengenai prolaps uteri dapat bermanfaat
khususnya untuk penulis dan umumnya untuk pembaca serta semoga dapat
menambah ilmu pengetahuan / sebagai referensi bagi pembaca.
40
DAFTAR PUSTAKA
Iglesia, C., & Smithling, K. R. (2017). Pelvic organ prolapse. American Family Physician,
96(3), 179–185.
Indarti, M., Kurniawati, E. M., Sari, G. M., & Hardianto, G. (2021). DIFFERENT SEXUAL
FUNCTION OF UTERIC PROLAPSE PATIENTS BETWEEN OPERATIVE AND
NON-OPERATIVE. Indonesian Midwifery and Health Sciences Journal, 5(3), 317–324.
Kim-Fine, S., Antosh, D. D., Balk, E. M., Meriwether, K. V, Kanter, G., Dieter, A. A.,
Mamik, M. M., Good, M., Singh, R., & Alas, A. (2021). Relationship of postoperative
vaginal anatomy and sexual function: a systematic review with meta-analysis.
International Urogynecology Journal, 32(8), 2125–2134.
Mekonnen, B. D. (2020). Prevalence and Factors Associated with Uterine Prolapse among
Gynecologic Patients at University of Gondar Comprehensive Specialized Hospital.
Women’s Health Medicine, 16(1).
Pribakti. (2019). Kapita Selekta 2 Uroginekologi. In Physics Education (Vol. 23, Issue 4). PT
Grafika Wangi Kalimantan. https://www.proquest.com/scholarly-journals/discerns-
special-education-teachers-about-access/docview/2477168620/se-2?
accountid=17260%0Ahttp://lenketjener.uit.no/?url_ver=Z39.88-
2004&rft_val_fmt=info:ofi/fmt:kev:mtx:journal&genre=article&sid=ProQ:ProQ%3Aed
Saimin, J., Hafizah, I., Indriyani, N., & Wicaksono, S. (2020). Uterine Prolapse in
Postmenopausal Women in the Coastal Areas. Indonesian Journal of Obstetrics and
Gynecology, 203–206.
Sayko, S. K., Kurniawati, E. M., & Lestari, P. (2018). Age as the risk factor that affected the
increased degree of uterine prolapse. Biomolecular Nad Health Science Journal, 1(1),
20–24.
Tafonao, J. (2018). ASUHAN KEBIDANAN PADA Ny. DUSIA 74TAHUN DENGAN
PROLAPSUS UTERI TINGKAT II DI RUANGAN SANTA ELISABETH DI RUMAH
SAKITSANTA ELISABETH MEDANTAHUN 201. Elisabeth Health Jurnal, 2(2),
2016. https://doi.org/10.1016/j.gecco.2019.e00539%0Ahttps://doi.org/10.1016/
j.foreco.2018.06.029%0Ahttp://www.cpsg.org/sites/cbsg.org/files/documents/Sunda
Pangolin National Conservation Strategy and Action Plan %28LoRes%29.pdf
%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.foreco.2018
Tsuraya FL, Inas; Ridlo N, I. B. P. (2020). Profil Kasus Penderita Prolapsus Uteri Di
Poliklinik Obstetri Dan Ginekologi Rsup Sanglah Denpasar Periode. Jurnal Kedokteran
Indonesia, 9(7), 4–6. https://www.jurnalmedika.com/blog/124-Retensio-Urine-Post-
Partum
Umachanger, J. K., Marcussen, M. L., Bøggild, H., Kjærgaard, N., & Glavind, K. (2020).
First-line treatment of pelvic organ prolapse and discontinuation of pessary treatment.
International Urogynecology Journal, 31(9), 1813–1819.
41