Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF GYNEKOLOGI

NY S 59 TAHUN P5A0 DENGAN SUSPECT PROLAPS UTERI


DI PMB ENOK LILIES WASIAT, S.ST

OLEH:
Anissa Adrilianingsih
NIM. P1733215041

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI
KEBIDANAN JEMBER
2022

1
ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF GYNEKOLOGI
NY S 59 TAHUN P5A0 DENGAN SUSPECT PROLAPS UTERI
DI PMB ENOK LILIES WASIAT, S.ST

Disusun Oleh :

Anissa Adrilianingsih
NIM. P17331215041

Pembimbing Praktek Pembimbing Akademik

Enok Lilies Wasiat, S.ST Eni Subiastutik, S.Kep., Ns., M.Sc


NIP. 196805281991032001

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kemudahan sehingga laporan komprehensif yang berjudul “Asuhan Kebidanan
Komprehensif pada Ny. S 59 Tahun P5A0 Dengan Suspect Prolaps Uteri Di PMB
Enok Lilies Wasiat, S.ST dapat diselesaikan. Laporan ini disusun untuk
memenuhi tugas Asuhan Kebidanan Kasus Gynekologi.
Dalam proses pembuatan laporan ini tentunya kami mendapatkan arahan dan
mendapat materi dari literatur yang ada. Semoga makalah kami bisa menjadi
pedoman, reverensi, tuntunan untuk lebih baik lagi di hari esok baik bagi diri
sendiri maupun orang lain. Penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
lebih menyempurnakan makalah ini.

Jember, 03 Juli 2022

Penulis

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Prolaps uteri merupakan kasus paling banyak nomor 2 setelah
sistourethtrokel (Indarti et al., 2021). Prolapsus menimpa jutaan wanita di
seluruh dunia6,7, tetapi jarang dilaporkan dan kurang terdiagnosis karena
kebanyakan penderita yang tidak mencari pelayanan kesehatan lebih awal
sampai gejala menjadi berat dan berdampak pada kehidupan sosial mereka
(Tsuraya et all, 2020). Meskipun prolaps uteri bukan merupakan kondisi
yang mengancam nyawa, tetapi prolaps dapat mempengaruhi kualitas
hidup wanita, baik secara fisik, psikologis bahkan seksual (Mekonnen,
2020).
Di Indonesia, data prevalensi POP belum banyak ditemukan dan
tidak ada data baku tentang kasus prolaps uteri sendiri, akan tetapi
penelitian (Sayko et al., 2018) menyebutkan bahwa 66,03% dari seluruh
kasus POP adalah kasus prolaps uteri. Prevalensi POP meningkat sesuai
dengan bertambahnya usia, puncaknya pada usia 60-69 tahun dengan
prevalensi tertinggi mencapai 5%. Hingga tahun 2050 diperkirakan angka
kejadian wanita yang mengalami POP akan meningkat 46 % hingga
mencapai 4,9 juta (Umachanger et al., 2020)
Upaya yang dapat dilakukan dalam tatalaksana prolaps uteri ri terdiri
atas terapi operatif dan terapi non-operatif yang bertujuan untuk
mengurangi keluhan dan memperlambat progresi penyakit (Iglesia et all,
2017). Namun, selain POP itu sendiri, pengobatan atau tatalaksana yang
dilakukan untuk mengatasi prolaps organ panggul (dalam hal ini prolaps
uteri) juga dapat mempengaruhi fungsi reporoduksi atau hubungan
seksual. Umumnya, terapi atau pengobatan prolaps uteri bukan bertujuan
untuk memperbaiki fungsi seksual pasien akan tetapi lebih fokus untuk
mengurangi keluhan seperti menonjolnya uterus ke luar vagina dan lain-
lain (Kim-Fine et al., 2021). Terapi non-operatif yang banyak digunakan
adalah pemakaian pesarium. Akan tetapi penelitian tentang hubungan

4
pesarium dengan fungsi seksual sangat terbatas dan jarang ada penelitian
yang membandingkan tentang perbedaan outcome pada kedua terapi
tersebut

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana prolaps uteri dapat terjadi?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi prolaps uteri
2. Mengetahui klasifikasi prolaps uteri
3. Mengetahui etiologic prolaps uteri
4. Mengetahui patofisiologi prolaps uteri
5. Mengetahui manifestasi klinik prolaps uteri
6. Mengetahui komplikasi prolaps uteri
7. Mengetahui pemeriksaaan penunjang prolaps uteri

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
(1) Definisi
Prolaps uteri adalah kondisi klinis yang sering terjadi pada wanita.
Angka prevalensinya meningkat seiring dengan usia dan POP sering
terjadi pada berjuta-juta wanita. Di Amerika Serikat 200.000 Kondisi ini
terjadi akibat adanya kelemahan pada struktur penyangga dasar panggul,
sehingga isi panggul mengalami penurunan. operasi setiap tahunnya
disebabkan oleh POP. Resiko seorang wanita akan menjalani operasi
karena prolaps uteri atau inkontinensia urin adalah sebesar 11%. Jika
sudah pernah terkena POP, maka resiko untuk memerlukan operasi ulang
adalah sebesar 29%. Dengan bertumbuhnya populasi, pasien prolaps juga
semakin bertambah. Defek dalam struktur penyokong panggul
menimbulkan berbagai macam relaksasi panggul yang abnormal. Struktur
penyokong panggul dapat dengan mudah diklasifikasikan berdasarkan
lokasi anatominya (Pribakti, 2019).
(2) Klasifikasi
Turunnya uterus dari tempat yang biasa disebut desensus uteri dan ini
dibagi dalam 3 tingkat yaitu (Pribakti, 2019) :
a. Tingkat I apabila serviks belum keluar dari vulva atau bagian
prolapsus masih di atas introitus vagina.

b. Tingkat II apabila serviks sudah keluar dari vulva, akan tetapi korpus
uteri belum

6
c. Tingkat III apabila korpus uteri atau bagian prolapsus sudah berada
diluar vulva atau introitus vagina

(3) Etiologi
Prolaps uteri terjadi karena kelemahan otot ligamen endopelvik,
terutama ligamentum transversal dapat dilihat pada nulipara dimana terjadi
elongatio colli disertai prolapsus uteri. Faktor penyebab lain yang sering
adalah melahirkan dan menopause. Persalinan lama yang sulit, meneran
sebelum pembukaan lengkap Penyebab prolaps uteri adalah multifaktoral,
secara umum antara lain: frekuensi partus yang tinggi, partus dengan
penyulit, asites atau tumor- tumor daerah pelvis, usia tua, defisiensi
hormonal (hipoestrogen) akibat menopause, batuk kronis, obesitas,
aktivitas angkat berat, konstipasi kronis dan disfungsi neuromuskuler.
Serta ibu yang banyak anak sehingga jaringan ikat di bawah panggul
kendor. Hal lain yang menyebabkan prolaps pada sejumlah kecil wanita
nulipara adalah gagalnya jaringan penunjang berkembang dengan baik
(4) Patofisiologi
Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkat, dari yang paling
ringan sampai prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan,
khususnya persalinan pervagina yang susah dan terdapatnya kelemahan-
kelemahan ligament yang tergolong dalam fasia endopelviks dan otot-otot
serta fasia-fasia dasar panggul. Juga dalam keadaan tekanan intra
abdominal yang meningkat dan kronik akan memudahkan penurunan

7
uterus, terutama apabila tonus otot-otot mengurang seperti pada penderita
dalam menopause.
Serviks uteri terletak diluar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita dan
lambat laun menimbulkan ulkus yang dinamakan ulkus dekubitus. Jika
fasia di bagian depan dinding vagina kendor biasanya trauma obstetric, ia
akan terdorong oleh kandung kencing sehingga menyebabkan penonjolan
dinding depan vagina kebelakang yang dinamakan sistokel. Sistokel yang
pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar karena persalinan
berikutnya yang kurang lancar, atau yang diselesaikan dalam penurunan
dan menyebabkan urethrokel. Urethrokel harus dibedakan dari
divertikulum urethra. Pada divertikulum keadaan urethra dan kandung
kencing normal hanya dibelakang urethra ada lubang yang membuat
kantong antara urethra dan vagina.kekendoran fasia dibagian belakang
dinding vagina oleh trauma obstetric atau sebab-sebab lain dapat
menyebabkan turunnya rectum kedepan dan menyebabkan dinding
belakang vagina menonjol kelumen vagina yang dinamakan retrokel.
Enterokel adalah hernia dari kavum Douglasi. Dinding vagina bagian
belakang turun dan menonjol ke depan. Kantong hernia ini dapat berisi
usus atau omentum.
(5) Manifestasi klinis
Gejala dan tanda-tanda sangat berbeda dan bersifat individual.
Kadangkala penderita yang satu dengan prolaps uteri yang cukup berat
tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan
prolaps ringan mempunyai banyak keluhan.

Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai:


a.       Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di
genetalia eksterna.
b.     Rasa sakit di pinggul dan pinggang (Backache). Biasanya jika
penderita berbaring, keluhan menghilang atau menjadi kurang.
c.       Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:
1) Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula –mula pada siang hari,
kemudian lebih berat juga pada malam hari

8
2) Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan
seluruhnya.
3) Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika
batuk,mengejan. Kadang-kadang dapat terjadi retensio urine pada
sistokel yang besar sekali.
d.      Retokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:
1)      Obstipasi karena feces berkumpul dalam rongga retrokel.
2)      Baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada retrokel dan
vagina.
e.       Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
1) Pengeluaran serviks uteri dari vulva menggangu penderita waktu
berjalan dan bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan
lecet sampai luka dan dekubitus pada portio uteri.
2) Lekores karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan
karena infeksi serta luka pada portio uteri.
f.       Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan
rasa penuh di vagina.
(6) Komplikasi
a. Kreatinisasi mukos vagina dan portio uteri
Mukosa vagina dan serivks uteri menjadi tebal serta berkerut, dan
berwarna keputih-putihan
b. Decubitus
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan
paha dan pakaian dalam, hal itu dapat menyebabkan luka dan radang,
lambat laun timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian, perlu
dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita berusia
lanjut. Pemeriksaan sitologi/biopsi perlu dilakukan untuk mendapat
kepastian akan adanya karsinoma.
c. Hipertropi serviks uteri dan elongasioa koli
Jika serviks uteri turun dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan
penyokong uterus masih kuat, maka karena tarikan ke bawah di
bagian uterus yang turun serta pembendungan pembuluh darah –

9
serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang dengan
periksa lihat dan periksa raba. Pada elangasio kolli serviks uteri pada
periksa raba lebih panjang dari biasa.
d. Gangguan miksi dan stress inkontinensia
Pada sistokel berat- miksi kadang-kadang terhalang, sehingga
kandung kencing tidak dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya
uterus bisa juga menyempitkan ureter, sehingga bisa menyebabkan
hidroureter dan hidronefrosis. Adanya sistokel dapat pula mengubah
bentuk sudut antara kandung kencing dan uretra yang dapat
menimbulkan stress incontinence
e. Infeksi saluran kencing
Adanya retensi air kencing mudah menimbulkan infeksi. Sistitis yang
terjadi dapat meluas ke atas dan dapat menyebabkan pielitis dan
pielonefritis. Sehingga hal tersebut dapat menyebabkan gagal ginjal.
f. Inkarserasi usus
Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit dengan
kemungkinan tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu
dilakukan laparotomi untuk membebaskan usus yang terjepit itu.
(7) Pemeriksaan Penunjang
a. Penderita pada posisi jongkok diminta untuk mengejan dan ditemukan
dengan pemeriksaan jari, apakah portio pada normal atau portio
sampai introitus vagina atau apakah serviks uteri sudah keluar dari
vagina.
b. Penderita berbaring pada posisi litotomi, ditentukan pula panjangnya
serviks uteri. Serviks uteri yang lebih panjang dari biasanya
dinamakan Elongasio kolli.
c. Pada sistokel dijumpai di dinding vagina depan benjolan kistik lembek
dan tidak nyeri tekan. Benjolan ini bertambah besar jika penderita
mengejan. Jika dimasukkan kedalam kandung kencing kateter logam,
kateter itu diarahkan kedalam sitokel, dapat diraba kateter tersebut
dekat sekali pada dinding vagina. Uretrokel letaknya lebih kebawah
dari sistokel.

10
Menegakkan diagnosis retrokel dapat dilihat dari menonjolnya rectum
kelumen vagina 1/3 bagian bawah. Penonjolan ini berbentuk lonjong,
memanjang dari proksimal kedistal, kistik dan tidak nyeri.
Untuk memastikan diagnosis, jari dimasukkan kedalam rectum, dan
selanjutnya dapat diraba dinding retrokel yang menonjol kelumen vagina.
Enterokel menonjol kelumen vagina lebih keatas dari retrokel. Pada
pemeriksaan rectal, dinding rectum lurus, ada benjolan ke vagina terdapat
di atas rectum.
8 Penatalaksanaan Medis
Faktor-faktor yang harus diperhatikan: keadaan umum pasien,
umur, masih bersuami atau tidak, tingkat prolapsus, beratnya keluhan,
keinginan memiliki anak lagi dan ingin mempertahankan haid.

Penanganan dibagi atas :


a.       Pencegahan
Faktor-faktor yang mempermudah prolapsus uteri dan dengan anjuran:
1) Istirahat yang cukup, hindari kerja yang berat dan melelahkan gizi
cukup
2) Pimpin yang benar waktu persalinan, seperti : Tidak mengedan
sebelum waktunya, Kala II jangan terlalu lama, Kandung kemih
kosongkan, episiotomi agar dijahit dengan baik, Episiotomi jika ada
indikasi, Bantu kala II dengan FE atau VE
b.      Pengobatan
1)    Pengobatan Tanpa Operasi
Caranya : Latihan otot dasar panggul, Stimulasi otot dasar panggul
dengan alat listrik, Pemasangan pesarium, Hanya bersifat paliatif,
Pesarium dari cincin plastik.
Prinsipnya : alat ini mengadakan tekanan pada dinding atas vagina
sehingga uterus tak dapat turun melewati vagina bagian bawah.
Biasanya dipakai pada keadaan: Prolapsus uteri dengan kehamilan,
Prolapsus uteri dalam masa nifas, Prolapsus uteri dengan
dekubitus/ulkus, Prolapsus uteri yang tak mungkin dioperasi: keadaan
umum yang jelek

11
Selain cara di atas, terapi non bedah lainnya adalah dengan
penggunaan pesarium. Pesarium adalah suatu alat yang terbuat dari
silikon, dipasang di bawah atau di sekeliling serviks. Alat ini
membantu menahan uterus untuk turun dari tempatnya. Bagi sebagian
ahli ureginokologi, pesarium digunakan sebagai terapi lini pertama
sebelum mereka menawarkan untuk terapi pembedahan (Doster
2012).
Pesarium dapat dipasang pada hampir seluruh wanita dengan
prolapsus tanpa melihat stadium ataupun lokasi dari prolapsus.
Pesarium digunakan oleh 75-77% ahli ginekologi sebagai
penatalaksanaan lini pertama prolapsus. Alat ini tersedia dalam
berbagai bentuk dan ukuran, serta mempunyai indikasi tertentu (Cipta
2015).

2)      Pengobatan dengan Operasi


Prolapsus uteri biasanya disertai dengan prolapsus vagina. Maka, jika
dilakukan pembedahan untuk prolapsus uteri, prolapsus vagina perlu
ditangani juga. ada kemungkinan terjadi prolapsus vagina yang
membutuhkan pembedahan,padahal tidak ada prolapsus uteri,atau
prolapsus uteri yang tidak ada belum perlu dioperasi.Indikasi untuk
melakukan operasi pada prolapsus vagina adalah adanya keluhan.

9 Asuhan Kebidanan
A. Pengkajian
1) Data Subyektif

12
a) Adanya benjolan diselangkangan/kemaluan.
b) Nyeri di daerah benjolan.
c) Nyeri pinggang dan punggung
d) Konstipasi.
e) Tidak nafsu makan.
2) Data Obyektif
Sebelum operasi
a) Nyeri bila benjolan tersentuh.
b) Pucat, gelisah.
c) Spasme otot.
d) Demam.
e) Dehidrasi

Setelah Operasi
a) Terdapat luka pada selangkangan.
b) Puasa.
c) Selaput mukosa mulut kering.
B. Diagnosa
a) Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra
abdominal
b) Resiko tinggi infeksi akibat luka akibat pergeseran massa
uterus
c) Resiko dekubitus akibat pergeseran massa uterus
d) Gangguan eliminasi uri akibat adanya desakan uterus

C. Intervensi dan implementasi

1)      Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdominal


Tujuan: Nyeri hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1
x 24 jam.
Hasil yang diharapkan :
a) Nyeri berkurang sampai hilang secara bertahap.
b) Pasien dapat beradaptasi dengan nyerinya

13
c) Pasien dan keluarga dapat melakukan tekhnik distraksi-relaksasi
Rencana tindakan :
a)      Observasi tanda-tanda vital
b)      Observasi keluhan nyeri, lokasi, jenis dan intensitas nyeri
c)      Jelaskan penyebab rasa sakit, cara menguranginya.
d)     Beri posisi senyaman mungkin untuk pasien.
e)      Ajarkan tehnik-tehnik relaksasi/ nafas dalam.
f)       Beri obat-obat analgetik sesuai pesanan dokter.
g)      Ciptakan lingkungan yang tenang.

2)      Resiko tinggi infeksi akibat luka akibat pergeseran massa uterus
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam diharapkan infeksi
tidak terjadi
Hasil yang diharapkan :
a) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi ( kalor, rubor, tumor, dolor,
fungsiolesa )
b) Luka tampak bersih
Rencana tindakan :
a) Kaji TTV, perhatikan peningkatan suhu.
b) Kaji tanda-tanda infeksi (tumor kalor rubor, dolor, fungsileisa).
c) Lakukan tehnik perawatan luka secara steril 1x/hari
d) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan luka.
e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antibiotic.
f) Lakukan Health Education kepada keluarga tentang pentingnya
mencuci tangan sebelum dan sesudah bersentuhan dengan pasien.

14
BAB 3
MANAJEMEN TEORI KEBIDANAN

3.1 Pengertian Teori Manajemen Kebidanan


Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan

sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan

teori ilmiah, penemu ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis

untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien (Varney, 2007).

3.2 Langkah-langkah Manajemen Kebidanan


Manajemen kebidanan terdiri dari 7 langkah yang berurutan

membentuk kerangka yang lengkap yang bias diamplikasikan dalam

situasi. Akan tetapi langkah-langkah tersebut dipecahkan ke dalam

tugas tertentu dan semuanya bervariasi sesuai kondisi pasien.

Menurut Varney (2007) ada 7 antara lain :

a. Langkah 1 : Pengkajian

Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah

mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk

mengevaluasi keadaan pasien. Merupakan langkah pertama

untuk mengumpulkan semua informasi yang akurat dari semua

sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien (Ambarwati &

Wulandari, 2009).

1) Data Subjektif

Data subjektif adalah data yang didapatkan dari klien

sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian.

Pada kasus yang diambil penulis yaitu prolaps uteri,

15
maka pengkajan ditujukan

pada pemeriksaan ginekologis (Nursalam, 2008).

Pengkajian pasien antara lain :

a) Identitas Pasien

(1) Nama Pasien

Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan

sehari- hari agar tidak keliru dalam memberikan

penanganan (Ambarwati & Wulandari, 2010).

(2) Umur

Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya

resiko seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat

reproduksi belum matang, mental dan psikisnya

belum siap. Sedangkan umur lebih dari

35 tahun rentan sekali untuk terjadi prolaps uteri

(Ambarwati & Wulandari, 2010).

(3) Suku/Bangsa

Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan

sehari-hari (Ambarwati & Wulandari, 2010).

(4) Agama

Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk

membimbing atau mengarahkan pasien dalam doa

(Ambarwati & Wulandari, 2010).

(5) Pendidikan

Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk

mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya,

16
sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai

dengan pendidikannya (Ambarwati & Wulandari,

2010).

(6) Pekerjaan

Gunanya untuk mengetahui dan mengukur tingkat

sosial ekonominya, karena ini juga mempengaruhi

dalam gizi pasien (Ambarwati & Wulandari, 2010).

(7) Alamat

Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah

bila diperlukan (Ambarwati & Wulandari, 2010).

b) Keluhan Utama

Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang

berkaitan dengan prolaps uteri, misalnya mengalami rasa

berat atau rasa penuh pada vagina (Ambarwati &

Wulandari, 2010). Pada kasus prolaps uteri pasien

merasa ada sesuatu yang keluar dari vaginanya. Prolaps

uteri yang berat bisa disertai dengan perdarahan per

vaginam, infeksi, leukorea, atau menometroraghia

(Siswadi, 2006).

c) Riwayat Haid

Untuk mengetahui usia berapa pertama kali

mengalami menstruasi, jarak antara menstruasi yang

dialami dengan menstruasi berikutnya dalam hitungan

hari, seberapa banyak darah menstruasi yang

dikeluarkan dan keluhan yang dirasakan ketika

17
mengalami mestruasi (Sulistyawati, 2009).

d) Status Perkawinan

Untuk mengetahui status perkawinan, lama

perkawinan syah atau tidak, sudah berapa kali menikah,

pada umur berapa menikah, berapa jumlah anak

(Anggraini, 2010).

e) Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas

Dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu hamil,

apakah pernah abortus, jumlah anak, cara persalinan

yang lalu, penolong persalinan, keadaan nifas yang lalu

(Anggraini, 2010). Prolaps uteri sering dijumpai pada

wanita sesudah melahirkan lebih dari 3 kali atau grande

multipara (Wiknjosastro, 2006).

f) Riwayat KB

Untuk mengetahui apakah pernah ikut KB, dengan

kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah keluhan

selama menggunakan kontrasepsi (Anggraini, 2010).

g) Riwayat Kesehatan

(1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Untuk mengetahui kemungkinan penyakit yang

diderita pada saat ini yang ada hubungannya dengan

prolaps uteri (Anggraini, 2010).

(2) Riwayat Kesehatan yang Lalu

Untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat

atau penyakit akut, kronis seperti : jantung, diabetes

18
mellitus, hipertensi, asma yang dapat mempengaruhi

prolaps uteri (Anggraini, 2010).

(3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang

menderita penyakit menular seperti : AIDS,

Hepatitis, TBC, dan penyakit menurun seperti :

Asma, Jantung, DM, maupun keturunan kembar

(Prawirohardjo, 2006).

h) Pola Kebiasaan Sehari-hari

(1) Pola Nutrisi

Menggambarkan tentang pola makan dan minum,

frekuensi, banyaknya, jenis makanan, dan makanan

pantangan (Ambarwati & Wulandari, 2010).

(2) Pola Eliminasi

Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu

kebiasaan buang air besar meliputi frekuensi, jumlah

konsistensi, dan bau serta kebiasaan buang air kecil

meliputi frekuensi, warna dan jumlah (Anggraini,

2010). Pada pasien dengan prolaps uteri pasien

merasakan kesulitan atau rasa tidak enak waktu

kencing, kesulitan atau rasa tidak enak waktu

defikasi dan kadang mengalami inkontinesia ringan

(Norma & Dwi, 2013)

(3) Istirahat

Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien,

19
berapa jam pasien tidur, kebiasaan sebelum tidur

misalnya membaca, mendengarkan musik,

kebiasaan mengkonsumsi obat tidur, kebiasaan

tidur siang, penggunaan waktu luang (Ambarwati

& Wulandari, 2010).

(4) Personal Hygine

Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga

kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia

(Ambarwati & Wulandari, 2010).

(5) Kehidupan Seksual

Berapa kali dalam seminggu ibu melakukan

hubungan sexsual karena pada penderita prolaps

uteri teraba massa yang lembek di vagina

(Prawirohardjo, 2011).

i) Data Psikologis

Dikaji untuk mengetahui kondisi psikologi ibu sedih,

takut, cemas, menerima atau menolak kondisinya dan

kondisi sosial ibu bagaimana hubungan ibu dengan

suami, keluarga dan tetangga (Norma & Dwi, 2013).

Pada kasus prolaps uteri kondisi psikologi ibu takut dan

cemas dengan keadaannya (Norma & Dwi, 2013).

2) Data Objektif

Data objektif adalah data yang sesungguhnya dapat

diobservasi dan dilihat oleh tenaga kesehatan (Nursalam,

20
2008).

a) Status generalis

(1) Keadaan Umum

Untuk mengetahui keadaan umum apakah baik,

sedang, jelek. Pada kasus prolaps uteri

keadaan umum baik (Norma & Dwi, 2013).

(2) Kesadaran

Untuk mengetahuai tingkat kesaran pasien apakah

composmentis (sadar penuh : memberikan respon yang

cukup terhadap stimulus yang diberikan), apatis (acuh

tak acuh terhadap keadaan sekitarnya), somnolen

(gelisah : tidak responsive terhadap rangsangan ringan

dan masih memberikan respon terhadap rangsangan

yang kuat), delirium, semi koma dan koma (tidak dapat

bereaksi terhadap stimulus atau rangsangan apapun),

gerakan yang ekstrem dan ketegangan otot (Alimul,

2009). Pada kasus prolaps uteri kesadaran

composmentis (Norma & Dwi, 2013).

(2) Tanda-tanda vital

(a) Tensi
Untuk mengetahui faktor resiko hipertensi

(Saifuddin, 2007). Batas normal 110/60 –

140/90 mmHg (Lynn, 2008). Pada kasus

prolaps uteri tekanan darah 130/90 mmHg

21
(Norma & Dwi, 2013).

(b) Suhu
Untuk mengetahui suhu badan apakah ada

peningkatan atau tidak jika ada dan lebih dari

38oC kemungkinan terjadi infeksi. Batas normal

37,5 - 38oC (Ambarwati&Wulandari, 2010).

Pada kasus prolaps uteri suhu 36,50C (Norma &

Dwi, 2013).

(c) Nadi
Untuk mengetahui nadi pasien yang dihitung

dalam 1 menit (Saifuddin, 2007). Batas normal

60 – 80 x / menit (Ambarwati&Wulandari,

2010). Pada kasus prolaps uteri nadi 88 x/menit

(Norma & Dwi, 2013).

(d) Respirasi
Untuk mengetahui frekuensi pernafasan pasien

yang dihitung dalam 1 menit (Saifuddin, 2007).

Batas normal 20-30 x/menit

(Ambarwati&Wulandari, 2010). Pada kasus

prolaps uteri respirasi 20 x/menit

(Norma & Dwi, 2013).

(3) Berat Badan

Untuk mengetahui faktor risiko obesitas (Saifuddin,


2007).

(4) Tinggi Badan

Untuk mengetahui faktor resiko kesempitan panggul

22
(Saifuddin, 2007). Tinggi badan wanita normal 150

cm (Ambarwati&Wulandari, 2009).

b) Pemeriksaan Sistematis
(1) Kepala

(a) Rambut
Untuk mengetahui apakah rambutnya bersih,

rontok dan berketombe (Nursalam, 2008).

(b) Muka

Keadaan muka pucat atau tidak, adakah

kelainan, adakah oedema (Nursalam, 2008).

(c) Mata

Untuk mengetahui apakah konjungtiva warna

merah muda dan sklera warna putih (Yulaikah,

2009).

(d) Hidung

Adakah pernafasan cuping hidung, adakah

pengeluaran sekret (Yulaikah, 2009).

(e) Telinga

Untuk mengetahui apakah didalamnya ada

serumen (Alimul, 2006).

(f) Mulut, gigi, gusi

Untuk mengetahui mulutnya bersih apa tidak,

ada caries dan karang gigi tidak, serta ada

stomatitis atau tidak (Nursalam, 2008).

(2) Leher

23
Adakah pembesaran kelenjar gondok atau thyroid,

tumor dan pembesaran getah bening (Nursalam,

2008).

(3) Dada dan axilla

Ada ronchi dan wheezing atau tidak (Norma & Dwi,


2013).

(4) Axilla

Adakah tumor, adakah nyeri tekan (Nursalam 2008).

(5) Abdomen

Apakah ada pembesaran hati, adakah tumor atau

benjolan, ada nyeri atau tidak, ada luka bekas

operasi atau tidak (Varney, 2007). Pada kasus

prolaps uteri terdapat nyeri abdomen bawah berat

(Chapman, 2006).

(6) Anogenital
(a) Vulva vagina

Untuk mengetahui keadaan vulva adakah tanda-

tanda infeksi, ada tidaknya kemerahan, varices,

nyeri, pembesaran kelenjar bartolini dan

perdarahan (Prihardjo, 2007). Pada kasus

prolaps uteri yang berat bisa disertai dengan

perdarahan pervaginam (Siswadi, 2006),

terdapat pembengkakan pada introitus vagina

ketika diperiksa dapat ditemukan sistokel

rektokel atau enterokel (Andra, 2007).

24
(b) Inspekulo

Pemeriksaan dalam yang dilakukan untuk

mengetahui keadaan portio / serviks dan

pengeluaran pervaginam serta untuk

mengetahui derajat prolaps (Widjanarko,

2011). Pada kasus prolaps ditemukan adanya

pembengkakan pada introitus vagina ketika

diperiksa dapat ditemukan sistokel rektokel

atau enterokel (Andra, 2007).

(c) Pemeriksaan dalam

Dikaji untuk mengetahui kondisi vagina urethra,

dinding vagina, portio, orifisium urethra

eksterna, korpus uteri, pengeluaran dan

discharge (Essawibawa, 2011). Pada kasus

prolaps saat pemeriksaan dalam pada grade I

ditemukan inversio uteri hanya sampai osteum

uteri

internum, grade II seluruh endometrium

terbalik, grade III seluruh endometrium terbalik

sampai tampak di luar perineum (Manuaba,

2007).

(d) Anus

Untuk mengetahui ada haemoroid atau tidak

(Nursalam, 2008).

(7) Ekstremitas

25
Bagaimana keadaanya odema atau tidak, varices

atau tidak, reflek patella (+) atau (-), (Saifuddin,

2007).

c) Pemeriksaan Penunjang

Data penunjang dilakukan sebagai pendukung diagnosa,

apabila diperlukan misalnya pemeriksaan laboratorium

(Varney, 2007). Pada kasus prolaps uteri dilakukan

pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan Hb, darah

lengkap dan USG (Norma&Dwi, 2013).

b. Langkah 2 : Interprestasi Data

Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan

sehingga dapat merumuskan diagnosa kebidanan, masalah dan

kebutuhan yang spesifik. Rumus dan diagnosa tujuannya

digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti

diagnosa tetapi membutuhkan penanganan (Varney, 2007).

1) Diagnosa Kebidanan

Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan

dalam lingkungan praktek kebidanan dan memenuhi standar

nomenklatur diagnosa kebidanan yang dikemukakan dari

hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosa (Varney,

2007).

Diagnosa kebidanan yang ditegakkan adalah : Ny.XP…A…

umur … tahun dengan prolaps uteri tingkat II.

Data Subjektif :

a) Ibu mengatakan ada sesuatu yang keluar dari vaginanya.

b) Ibu mengatakan mengeluarkan darah lewat jalan lahir

26
c) Ibu mengatakan merasakan nyeri pada bagian bawah
perut

d) Ibu mengatakan saat BAK merasakan kesulitan dan

rasa tidak enak dan saat BAB mengalami konstipasi

(susah buang air besar)

Data Objektif :

a) Keadaan umum baik, kesadaran composmentis

b) Nyeri tekan pada abdomen bawah, pada saat palpasi

fundus uteri hilang saat perabaan

c) Pada pemeriksaan anogenital terdapat pengeluaran per

vaginam (Siswadi, 2006).

d) Pada vagina terdapat pembengkakan pada introitus

vagina ketika diperiksa dapat ditemukan sistokel

rektokel atau enterokel (Andra, 2007).

e) Pemeriksaan dalam : Pada kasus prolaps pada grade I

ditemukan inversio uteri hanya sampai osteum uteri

internum, grade II seluruh endometrium terbalik, grade

III seluruh endometrium terbalik sampai tampak di luar

perineum (Manuaba, 2007).

f) USG : USG pelvis dapat berguna untuk memastikan

prolaps ketika anamnesis dan pemeriksaan fisik

meragukan, UGS juga dapat mengeksklusi hidronefrosis

(Wong, 2011).

g) Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan Hb dan darah

lengkap (Norma & Dwi, 2013).

2) Masalah

Masalah adalah masalah yang berkaitan dengan

27
pengalaman pasien yang ditemukan dari hasil pengkajian

atau yang menyertai diagnosa sesuai dengan kesadaan

pasien (Varney, 2007).

Pada kasus prolaps uteri masalah yang dihadapi pasien

yaitu ibu merasa cemas dengan kondisi penyakitnya

(Norma&Dwi, 2013).

3) Kebutuhan

Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan pasien sebelum

tendentifikasi dalam diagnosa atau masalah yang

didapatkan dengan melakukan analisa data (Varney, 2007).

Pada kasus prolaps uteri kebutuhan yang diberikan yaitu

berikan informasi tentang kondisi penyakitnya dan berikan

dukungna moril kepada ibu (Norma&Dwi, 2013).

c. Langkah 3 : Diagnosa / Masalah potensial

Pada langkah ini mengidentifikasi masalah atau

diagnosa potensial berdasarkan diagnosa masalah yang sudah

diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila

memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati

klien. Bidan diharapkan dapat bersiap- siap bila diagnosa atau

masalah potensial ini benar-benar terjadi (Varney, 2004).

Diagnosa potensial yang sering muncul pada kasus prolaps

uteri adalah perdarahan dan syok berat (Chapman, 2006).

d. Langkah 4 : Antipasi

Pada langkah ini perlu diambil segera untuk

28
mengantisipasi diagnosa potensial yang berkembang lebih

lanjut dan menimbulkan komplikasi, sehingga dapat segera

dapat segera dilakukan tindakan yang sesuai dengan diagnosa

potensial yang muncul (Varney, 2007).

Pada kasus prolaps uteri antisipasi yang diberikan yaitu

berikan analgesia kuat, oksigen fasial untuk mengatasi syok

dan berikan relaksan uterus misalnya ritodrin (Chapman,

2006).

e. Langkah 5 : Perencanaan

Tahap ini merupakan tahap penyusunan rencana asuhan

kebidanan secara menyeluruh dengan tepat dan nasional

berdasarkan keputusan yang dibuat pada langkah sebelumnya

(Varney, 2007).

Perencanaan yang dilakukan pada klien dengan

gangguan reproduksi dengan prolaps uteri menurut Norma &

Dwi (2013), yaitu :

1) Persiapan secara umum

a) Beritahu ibu dan keluarga tentang penyakitnya

b) Berikan dukungan moril kepada ibu

c) Berikan lingkungan yang aman dan nyaman

d) Kolaborasi dengan dokter SpOG untuk pemberian

analgesik metronidazol 1 x 500 mg.

e) Berikan informed consent pada keluarga

2) Kolaborasi dengan dr. SpOG untuk laparotomi menurut

Santoso (2013)

f. Langkah 6 : Pelaksanaan

Menurut Varney (2007), pada langkah ini merencanakan

29
asuhan yang menyeluruh ditentukan dengan langkah-langkah

sebelumnya. Semua keputusan yang dikembalikan dalam

asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar valid

berdasarkan pengetahuan, serta sesuai dengan asumsi tentang

apa yang dilakukan pasien. Sehingga setiap rencana asuhan

haruslah disetujui oleh ke dua belah pihak yaitu bidan dan

pasien, agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena pasien

juga akan melaksanakan rencana tersebut.

g. Langkah 7 : Evaluasi

Langkah ini merupakan evaluasi rencana tindakan yang

meliputi kebutuhan pada pasien telah terpenuhi secara efektif

dengan melakukan kolaborasi dengan petugas kesehatan

lainnya (Varney, 2007).

Evalusi yang diharapkan setelah dilakukan tindakan

menurut Norma & Dwi (2013), adalah :

1) Keadaan umum baik, tanda-tanda vital normal

2) Tidak terjadi syok dan perdarahan

3) Uterus dapat dikembalikan

4) Ibu dan keluarga paham dengan konseling yang telah


diberikan

2. Data Perkembangan dengan menggunakan SOAP

Menurut Varney (2007), data perkembangan menggunakan

SOAP :

S : Subyektif

Menggambarkan pendokumentasian, hasil pengumpulan data

pasien melalui anamnesa sebagai langkah I Varney.

30
O : Obyektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik

pasien, hasil laboratorium dan tes diagnostik lain yang

dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan

kebidanan langkah I Varney.

A : Assesment
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan

interprestasi data subyektif dan obyektjf suatu identifikasi

a. Diagnosa suatu masalah

b. Antisipasi diagriosa atau masalah potensial

c. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter,

konsultasi atau kolaborasi

P : Planning

Menggambarkan pendokumentasian dari tindakan (I) dan

evaluasi, perencanaan (E) berdasarkan assessment sebagai

langkah 5, 6, 7 Vamey.

31
B. Landasan Hukum

Kewenangan bidan pengelolaan oleh bidan sesuai dengan kompetensi

bidan di Indonesia dalam kasus gangguan reproduksi dengan prolaps uteri

bidan memiliki kemandirian untuk melakukan asuhannya dalam Permenkes

NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010. Tentang ijin dan penyelenggaraan

praktek bidan. Dalam kasus ini pelayanan kebidanan sesuai dengan pasal 12

yang isinya :

Pasal 9 : Bidan dalam menjalankan praktek, berwenang untuk memberikan

pelayanan yang meliputi :

1. Pelayanan kesehatan ibu

2. Pelayanan kesehatan anak

3. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana


Pasal 12 : Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi

perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 9

huruf c, berwenang untuk :

1. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan

dan keluarga berencana

2. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom (Permenkes RI, 2010)

32
BAB 4
TINJAUAN KASUS

Hari/Tanggal : Selasa, 03 Juli 2022


Tempat Pengkajian : PMB Enok Lilies Wasiat,S.ST
Waktu : 08.00 WIB
Nama Pengkaji : Anissa Adrilianingsih

4.1 Pengkajian
4.1.1 Data Subyektif
1. Identitas

Nama : Ny. S Tn. J


Usia : 59 Th 70 Th
Agama : Islam Islam
Suku/Bangsa : Betawi/Indonesia Betawi/Indonesia
Pendidikan : SMP SMP
Pekerjaan : IRT IRT
Alamat :Kp. Rawa Bojong

2. Keluhan utama/ Alasan datang


Ibu mengatakan ada benjolan pada kemaluannya sejak 3 tahun yang
lalu mulai bulan februari 2019 terasa nyeri perut bagian bawah. Ibu
sebelumnya belum pernah periksa kerumah sakit
3. Riwayat Menstruasi

Menarche : Ibu mengatakan mengalami haid pertama


kali saat kelas 1 SMP
Siklus : Ibu mengatakan lupa dengan siklus
haidnya
Teratur/tidak : Teratur seriap bulan
Lamanya : 5-7 hari
Sifat darah : Encer, berwarma merah, tidak berbau
Dismenore : Tidak selalu merasakan dismenore, hanya
beberapa kali saja merasakan dismenore
33
4. Riwayat Perkawinan
Ibu mengatakan perkawinanya sah, menikah 1 kali pada usia 19
tahun dengan suami usia 30 tahun, lama menikah 40 tahun dan sudah
memiliki 5 orang anak
5. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas
Keadaan
Anak Nifas anak
Th Temp Penolo
No UK Jenis Sekarang
Partus at ng
Keadaa Lakt
JK BB PB
n asi
2
Ruma Spo
1 1983 - Dukun P - - Baik tahu Hidup
h ntan
n
2
Ruma Spo
2 1985 - Dukun L - - Baik tahu Hidup
h ntan
n
2
Spo
3 1986 PMB - Bidan L - - Baik tahu Hidup
ntan
n
2
Spo
4 1988 PMB - Bidan P - - Baik tahu Hidup
ntan
n
2
27
5 2004 RS 36 SC Dokter L 51 Baik tahu Hidup
00
n

6. Riwayat KB
Ibu mengatakan sampai saat ini belum pernah menggunakan
kontrasepsi apapun
7. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu mengatakan saat ini sedang mengalami nyeri perut bagian bawah
dan pinggang, serta teraba benjolan pada kemaluannya yang
dirasakan sejak 2 tahun yang lalu
8. Riwayat penyakit sistemik
Ibu memiliki Riwayat penyakit diabetes melitus dan hipertensi. Ibu
tidak memiliki penyakit asma, hepatitis serta penyakit jantung
9. Riwayat penyakit keluarga

34
ibu mengatakan dalam keluarga ibu memiliki Riwayat penyakit
diabetes melitus dan hipertensi, keluarga suami tidak memiliki
Riwayat keturunan dan Riwayat penyakit menular seperti TBC dan
hepatitis.
10. Pola Kebiasaan Sehari-hari
A. Pola Nutrisi
1) Sebelum sakit
Ibu mengatakan makan 3 x sehari porsi sedang, menu nasi,
sayur, lauk pauk dan kadang ditambah buah. Minum 7 – 8
gelas per hari jenis air putih dan teh
2) Selama sakit
Ibu mengatakan makan 2 x sehari porsi sedang,, jenis nasi
sayur, lauk tahu dan minum 1 gelas air putih dan 1 gelas air
teh.
B. Pola Eliminasi
1) Sebelum sakit
Ibu mengatakan BAB 1 x sehari, konsistensi lunak, warna
kuning, bau khas feces. BAK 6- 7 kali sehari, warna kuning
jernih
2) Selama sakit
Ibu mengatakan BAB 1 x/hari terkadang disertai nyeri,
konsistensi lunak, warna kuning, bauk has feces. BAK 6-7
x/hari, warna kuning jernih
C. Pola Istirahat
1) Sebelum sakit
Ibu mengatakan tidur siang + 1 jam dan tidur malam + 7 –
8 jam sehari.
2) Selama sakit
Ibu mengatakan tidur siang + 1 jam dan tidur malam 5-6
jam/hari ibu terkadang merasa sulit tidur karena merasakan
nyeri dibagian bawah perut
D. Personal Hygiene
1) Sebelum sakit

35
Ibu mengatakan mandi 2 kali sehari, ganti pakaian 2 kali
sehari, gosok gigi 1 kali sehari dan keramas 2 kali seminggu
2) Selama sakit
Ibu mengatakan mandi 2 kali sehari ganti pakaian dalam 3
kali sehari dan keramas 2 kali seminggu
E. Pola Aktivitas
1) Sebelum sakit
Ibu mengatakan mengerjakan pekerjaan rumah seperti
menyapu, memasak, mencuci dan melakukan aktivitas
lainnya dan kadang juga pergi kerumah anaknya yang
tidak jauh dari rumahnya.
2) Selama sakit
Ibu masih mengerjakan pekerjaan rumah, terkadang masih
mengangkat barang berat sendiri
F. Pola seksual
ibu sudah tidak lagi melakukan hubungan seksual sejak 4 tahun
terakhir saat ibu memasuki masa menopause dan sejak suami ibu
meninggal dunia 2 tahun yang lalu.
4.1.2 Data Obyektif
1. Status Generalis

a) Keadaan Umum : Baik


b) Kesadaran : Composmentis
c) TTV TD: 140/100
N : 88x/menit
S : 36,5 0C.
R : 20x/menit

2. Antropometri

a) Tinggi Badan : 150 cm


b) Berat Badan : 49 Kg

3. Pemeriksaan Fisik

Kepala : Rambut berwarna putih, bersih, simetris


36
Wajah : Tidak oedema dan simetris
Mata : Konjungtiva tidka pucat, sklera berwarna putih
Hidung : Simetris dan bersih
Telinga : Simetris, bersih dan tidak ada pengeluaran cairan
Mulut/gigi/gusi : Simetris, bersih, terdapat caries gigi
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar gondok, tidak ada
pembesaran kelenjar limfe, tidak ada pembesaran vena
jugularis
Dada : Simetris dan normal
Abdomen : Terdapat luka bekas operasi, terdapat nyeri tekan pada perut
bagian bawah
Genitalia : Terdapat benjolan pada vagina yang sudah melewati
vulva,terdapat nyeri
Anus : Tidak ada hemoroid
Extremitas atas : Simetris, tidak oedema, tidak ada varices.
dan bawah
4.2 Asessment
Ny S 59 Tahun P5A0 dengan Prolaps Uteri Grade IV

4.3 Planning
1. Melakukan informed consent
2. Berkolaborasi dengan dokter SpOG untuk melakukan pemeriksaan
3. Memberitahu hasil pemeriksaan
4. Memberi dukungan moral
5. Menganjurkan ibu untuk tidak Melakukan aktivitas yang berat
6. Menganjurkan ibu untuk periksa ke fasilitas Kesehatan runah sakit
dan Kolaborasi dengan dokter spesialis kandungan untuk mengajukan
pesarium
4.4 Implementasi

Tanggal/ Penatalaksanaan Paraf


Waktu
03 Juli 1. Melakukan informed consent

37
2022/08.00
WIB 2. Melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG untuk
melakukan pemeriksaan
3. Memberitahu hasil pemeriksaan kepada ibu bahwa ibu
mengalami prolaps uteri derajat IV. Ibu mengerti
4. Memberikan dukukan kepada ibu. Telah dilakukan
5. Menganjurkan ibu untuk tidak Melakukan aktivitas
berat, dan jangan terlalu lelah. Ibu mengerti
6. Menganjurkan ibu untuk periksa kefasilitas rumah
sakit dan Melakukan kolaborasi dengan dokter
spesialis kandungan. Ibu mengerti

38
BAB 5
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
6.2 1. Angka kejadian prolapsus alat genitalia cenderung meningkat
seiring
6.3 dengan bertambahnya usia harapan hidup penduduk di Indonesia.
6.4 2. Penyebab prolapsus genitalia multifaktorial dan semakin
berkembang
6.5 dari tahun ke tahun namun pada dasarnya disebabkan oleh kelemahan
6.6 “pelvic floor” yang terdiri dari otot-otot, fascia endopelvik
dan
6.7 ligamentum-ligamentum yang menyokong organ-organ genitalia.
6.8 Penyebab yang paling sering adalah karena multiparitas.
6.9 3. Gejala klinik dari prolapsus itu sendiri berbeda-beda dan
berifat
6.10 individual. Bisanya gejala yang dirasakan penderita adalah adanya
6.11 suatu benda yang menonjol atau mengganjal di genitali eksterna,
rasa
6.12 sakit di pinggang, miksi yang sedikit tapi sering.
6.13 4. Penatalaksanan pada prolapsus genitalis pada umumnya
adalah
6.14 konservatif, sedangkan tindakan operatif baru dilakukan jika secara
6.15 konservatif tidak berhasil dan jika tidak ada kontraindikasi
6.16 1. Angka kejadian prolapsus alat genitalia cenderung meningkat
seiring
6.17 dengan bertambahnya usia harapan hidup penduduk di Indonesia.
6.18 2. Penyebab prolapsus genitalia multifaktorial dan semakin
berkembang
6.19 dari tahun ke tahun namun pada dasarnya disebabkan oleh
kelemahan
6.20 “pelvic floor” yang terdiri dari otot-otot, fascia endopelvik
dan
6.21 ligamentum-ligamentum yang menyokong organ-organ
genitalia.
6.22 Penyebab yang paling sering adalah karena multiparitas.
6.23 3. Gejala klinik dari prolapsus itu sendiri berbeda-beda
dan berifat
6.24 individual. Bisanya gejala yang dirasakan penderita adalah adanya
6.25 suatu benda yang menonjol atau mengganjal di genitali eksterna,
rasa
39
6.26 sakit di pinggang, miksi yang sedikit tapi sering.
6.27 4. Penatalaksanan pada prolapsus genitalis pada umumnya
adalah
6.28 konservatif, sedangkan tindakan operatif baru dilakukan jika secara
6.29 konservatif tidak berhasil dan jika tidak ada kontraindikasi
Gejala klinik dari prolapsus itu sendiri berbeda-beda dan bersifat individual.
Biasanya gejala yang dirasakan penderita adalah adanya suatu benda yang
menonjol atau mengganjal di genitalia eksterna, rasa sakit di pinggang, miksi
yang sedikit tapi sering. Penatalaksanaan pada prolapsus umunya adalah
konservatif, sedangkan Tindakan operatif baru dilakukan jika secara konservatif
tidak berhasil dan jika tidak ada kontraindikasi
6.2 Saran
Semoga lapoan pendahuluan mengenai prolaps uteri dapat bermanfaat
khususnya untuk penulis dan umumnya untuk pembaca serta semoga dapat
menambah ilmu pengetahuan / sebagai referensi bagi pembaca.

40
DAFTAR PUSTAKA
Iglesia, C., & Smithling, K. R. (2017). Pelvic organ prolapse. American Family Physician,
96(3), 179–185.
Indarti, M., Kurniawati, E. M., Sari, G. M., & Hardianto, G. (2021). DIFFERENT SEXUAL
FUNCTION OF UTERIC PROLAPSE PATIENTS BETWEEN OPERATIVE AND
NON-OPERATIVE. Indonesian Midwifery and Health Sciences Journal, 5(3), 317–324.
Kim-Fine, S., Antosh, D. D., Balk, E. M., Meriwether, K. V, Kanter, G., Dieter, A. A.,
Mamik, M. M., Good, M., Singh, R., & Alas, A. (2021). Relationship of postoperative
vaginal anatomy and sexual function: a systematic review with meta-analysis.
International Urogynecology Journal, 32(8), 2125–2134.
Mekonnen, B. D. (2020). Prevalence and Factors Associated with Uterine Prolapse among
Gynecologic Patients at University of Gondar Comprehensive Specialized Hospital.
Women’s Health Medicine, 16(1).
Pribakti. (2019). Kapita Selekta 2 Uroginekologi. In Physics Education (Vol. 23, Issue 4). PT
Grafika Wangi Kalimantan. https://www.proquest.com/scholarly-journals/discerns-
special-education-teachers-about-access/docview/2477168620/se-2?
accountid=17260%0Ahttp://lenketjener.uit.no/?url_ver=Z39.88-
2004&rft_val_fmt=info:ofi/fmt:kev:mtx:journal&genre=article&sid=ProQ:ProQ%3Aed
Saimin, J., Hafizah, I., Indriyani, N., & Wicaksono, S. (2020). Uterine Prolapse in
Postmenopausal Women in the Coastal Areas. Indonesian Journal of Obstetrics and
Gynecology, 203–206.
Sayko, S. K., Kurniawati, E. M., & Lestari, P. (2018). Age as the risk factor that affected the
increased degree of uterine prolapse. Biomolecular Nad Health Science Journal, 1(1),
20–24.
Tafonao, J. (2018). ASUHAN KEBIDANAN PADA Ny. DUSIA 74TAHUN DENGAN
PROLAPSUS UTERI TINGKAT II DI RUANGAN SANTA ELISABETH DI RUMAH
SAKITSANTA ELISABETH MEDANTAHUN 201. Elisabeth Health Jurnal, 2(2),
2016. https://doi.org/10.1016/j.gecco.2019.e00539%0Ahttps://doi.org/10.1016/
j.foreco.2018.06.029%0Ahttp://www.cpsg.org/sites/cbsg.org/files/documents/Sunda
Pangolin National Conservation Strategy and Action Plan %28LoRes%29.pdf
%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.foreco.2018
Tsuraya FL, Inas; Ridlo N, I. B. P. (2020). Profil Kasus Penderita Prolapsus Uteri Di
Poliklinik Obstetri Dan Ginekologi Rsup Sanglah Denpasar Periode. Jurnal Kedokteran
Indonesia, 9(7), 4–6. https://www.jurnalmedika.com/blog/124-Retensio-Urine-Post-
Partum
Umachanger, J. K., Marcussen, M. L., Bøggild, H., Kjærgaard, N., & Glavind, K. (2020).
First-line treatment of pelvic organ prolapse and discontinuation of pessary treatment.
International Urogynecology Journal, 31(9), 1813–1819.

41

Anda mungkin juga menyukai