Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KOMPREHENSIF

ASUHAN KEBIDANAN PADA MENOPAUSE DENGAN


PROLAPS UTERI DI POLI KANDUNGAN RSU HAJI
SURABAYA

Oleh :
ROSMIATI
011813243063

PROGRAM PROFESI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan kebidanan pada ibu dengan prolaps uteri di Poli Kandungan RSU
Haji Surabaya, telah disahkan oleh pembimbing pada :

Hari :
Tanggal :

Surabaya, November 2018


Mahasiswa,

Rosmiati
011813243063

Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik
Program Studi Pendidikan Bidan Poli Kandungan RSU Haji Surabaya
Fakultas Kedokteran UNAIR

Euvanggelia Dwilda., S.Keb.,Bd. Aminul Holky, SST


NIP. 198602242016087201 NIP. 196410251991032005
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Prolapsus uteri merupakan suatu keadaan dimana turunnya uterus melalui
hiatus genitalis yang disebabkan kelemahan ligamen-ligamen (penggantung), fasia
(sarung) dan otot dasar panggul yang menyokong uterus. Sehingga dinding vagina
depan jadi tipis dan disertai penonjolan kedalam lumen vagina. Sistokel yang
besar akan menarik utero vesical junction dan ujung ureter kebawah dan keluar
vagina, sehingga kadang-kadang dapat menyebabkan penyumbatan dan kerusakan
ureter. Normalnya uterus tertahan pada tempatnya oleh ikatan sendi dan otot yang
membentuk dasar panggul. Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan
dan menopause, persalinan lama dan sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap,
laserasi dinding vagina bawah pada kala II, penatalaksanaan pengeluaran plasenta,
reparasi otot-otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah. Oleh karena itu
prolapsus uteri tersebut akan terjadi bertingkat-tingkat (Winkjosastro, 2011).
Menurut penelitian yang dilakukan WHO tentang pola formasi keluarga dan
kesehatan, ditemukan kejadian prolapsus uteri lebih tinggi pada wanita yang
mempunyai anak lebih dari tujuh daripada wanita yang mempunyai satu atau dua
anak. Prolapsus uteri lebih berpengaruh pada perempuan di negaranegara
berkembang yang perkawinan dan kelahiran anaknya dimulai pada usia muda dan
saat fertilitasnya masih tinggi. Frekuensi prolapsus genitalia di beberapa negara
berlainan, seperti dilaporkan di klinik d’Gynecologie et Obstetrique Geneva
insidensinya 5,7%, dan pada periode yang sama di Hamburg 5,4%, Roma 6,7%.
Dilaporkan di Mesir, India, dan Jepang kejadiannya tinggi, sedangkan pada orang
Negro Amerika dan Indonesia kurang. Frekuensi prolapsus uteri di Indonesia
hanya 1,5% dan lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita
tua dan wanita dengan pekerja berat. Jarang sekali prolapsus uteri dapat
ditemukan pada seorang nullipara (Winkjosastro, 2011).
Hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Soetomo pada tahun 2010
menunjukkan bahwa angka kejadian tertinggi prolaps uteri pada umur lebih dari
65 tahun sebanyak 49 kasus. Pada pasien prolaps uteri tersebut, 35,44% memiliki
enam sampai delapan kali persalinan sepanjang hidupnya. Ini merupakan angka
tertinggi untuk variable kelahiran. Sebanyak 100% pasien prolaps uteri memiliki
riwayat persalinan pervaginam, dan tidak ditemukan adanya pasien prolaps uteri
yang melahirkan bayinya dengan metode seksio caesarea (Ulya, 2010). Di poli
kandungan RSU Haji Surabaya sendiri dalam tiga bulan terakhir sejak Agustus
sampai Oktober 2018 tercatat sebanyak 29 kasus prolap uteri.
Dengan demikian, pengetahuan dan pemahaman bidan tentang prolaps uteri
merupakan hal yang penting untuk dapat melaksanakan asuhan kebidanan yang
maksimal, dan pengetahuan tentang prolaps uteri merupakan dasar penting yang
harus diketahui untuk melakukan asuhan kebidanan guna menjamin kesejahteraan
ibu yang pada akhirnya dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu di
Indonesia.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan dan mengimplementasikan asuhan
kebidanan pada ibu dengan prolapse uteri menggunakan pola pikir
manajemen kebidanan serta mendokumentasikan hasil asuhannya dalam
bentuk SOAP.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu dengan benar :
1) Menjelaskan mengenai teori dan konsep dasar prolaps uteri
2) Mengintegrasikan teori dan manajemen asuhan kebidanan serta
mengimplementasikannya pada kasus yang dihadapi, yang meliputi:
(1) Melakukan pengkajian data subjektif dan data objektif pada ibu
dengan prolaps uteri.
(2) Mengidentifikasi diagnosa dan masalah aktual pada ibu dengan
prolaps uteri.
(3) Mengidentifikasi diagnosa potensial dan masalah potensial yang
mungkin muncul pada ibu dengan prolaps uteri.
(4) Mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera pada ibu dengan prolaps
uteri.
(5) Mengembangkan rencana tindakan asuhan kebidanan secara
menyeluruh pada ibu dengan prolaps uteri.
(6) Melaksanakan rencana tindakan asuhan kebidanan yang menyeluruh
sesuai kebutuhan pada ibu dengan prolaps uteri.
(7) Melakukan evaluasi terhadap asuhan yang diberikan pada ibu dengan
prolaps uteri.
(8) Melakukan dokumentasi asuhan kebidanan yang telah diberikan pada
ibu dengan prolaps uteri.
(9) Menganalisis asuhan kebidanan pada ibu dengan prolaps uteri yang
telah dilaksanakan dengan teori yang ada.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Prolapsus Uteri


2.1.1 Definisi
Prolaps uteri adalah turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus
genitalis yang disebabkan oleh melemahnya otot-otot dasar panggul, terutama
otot-otot levator ani, ligamentum-ligamentum dan fasia yang menyokong uterus,
sehingga uterus turun kedalam vagina dan mungkin keluar dari vagina. Hal ini
dapat mempengaruhi kualitas hidup yang merupakan akibat dari penekanan dan
ketidaknyamanan dari prolaps uteri tersebut. (Faraj R, Broome J. 2009). Prolaps
uteri merupakan salah satu dari prolaps organ pelvis dan menjadi kasus nomor dua
tersering setelah cystourethrocele (bladder and urethral prolapse)( Barsoom RS,
Dyne PL. 2011).
Prolaps uteri atau prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang
biasa oleh karena kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal
menyokongnya. Atau turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus genitalis
(Wiknjosastro, 2008). Prolapsus adalah jatuh atau tenggelamnya suatu bagian atau
viskus. Prolapsus uteri adalah rahim keluar atau menonjol di vagina. Prolapsus
uteri adalah pergeseran letak uterus ke bawah sehingga serviks berada di dalam
orifisium vagina (prolapsus derajat 1), serviks berada di luar orifisium (prolapsus
derajat 2) atau seluruh uterus berada di luar orifisium (Wiknjosastro, 2011).
Prinsip terjadinya prolaps uteri adalah terjadinya defek pada dasar pelvik
yang disebabkan oleh proses melahirkan akibat regangan dan robekan fasia
endopelvik, muskulus levator serta perineal body. Neuropati perineal dan parsial
pudenda juga terlibat dalam proses persalinan. Sehingga wanita multipara sangat
rentan terhadap faktor risiko terjadinya prolaps uteri (Lazarou, 2010)
2.1.2 Etiologi prolaps uteri
Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan
penyulit merupakan penyebab prolapsus genitalis dan memperburuk prolaps yang
sudah ada. Faktor-faktor lain adalah tarikan pada janin pada pembukaan belum
lengkap, prasat Crede yang berlebihan untuk mengeluarkan plasenta, dan
sebagainya. Jadi, tidaklah mengherankan bila prolapsus genitalis terjadi segera
sesudah partus atau dalam masa nifas. Bila prolapse uteri dijumpai pada nullipara,
faktor penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan
penunjang uterus (Wiknjosastro, 2011).
Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause.
Persalinan yang lama dan sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi
dinding vagina bawah pada kala II, penataksanaan pengeluaran plasenta, reparasi
otot-otot dasar panggul yang tidak baik. Pada Menopause, hormon esterogen telah
berkurang sehingga otot-otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah
(Wiknjosastro, 2011).
Adapun faktor-faktor lain yang dapat mendasari terjadinya prolapsus uteri
adalah :
- Kelemahan jaringan ikat pada daerah rongga panggul, terutama jaringan ikat
tranversal.
- Pertolongan persalinan yang tak terampil sehingga meneran terjadi pada saat
pembukaan belum lengkap.
- Terjadi perlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan lemahnya jaringan ikat
penyangga vagina.
- Serta ibu yang banyak anak sehingga jaringan ikat di bawah panggul kendor.
- Menopause juga dapat menyebabkan turunnya rahim karena produksi hormon
estrogen berkurang sehingga elastisitas dari jaringan ikat berkurang dan otot-
otot panggul mengecil yang menyebabkan melemahnya sokongan pada
rahim.
- Melahirkan bayi yang besar
- Usia yang semakin bertambah
- Sering mengangkat sesuatu yang berat
- Dan beberapa kondisi-kondisi lainnya seperti Obesitas, konstipasi kronik, dan
penyakit-penyakit paru obstruktif kronik serta tumor panggul meskipun ini
jarang terjadi
2.1.3 Klasifikasi
Terdapat perbedaan pendapat antara ahli ginekologi. Friedman dan Little
(1961) mengemukakan beberapa macam klasifikasi, tapi klasifikasi yang
dianjurkan adalah sebagai berikut:
- Desensus uteri,uterus turun, tapi serviks masih dalam vagina
- Prolapsus uteri tingkat I, uterus turun dengan serviks uteri turun paling rendah
sampai introitus vagina
- Prolapsus uteri tingkat II, sebagian uterus keluar dari vagina
- Prolaps uteri tingkat III atau prosidensia uteri , uterus keluar seluruhnya dari
vagina, disertai dengan inversio vagina.
Klasifikasi prolapsus uteri menurut Sjamsuhidajat dan Jong (2004):
- Prolapsus uteri tingkat I, yaitu serviks tetap di dalam vagina. Pada sebagian
pasien keadaan ini biasanya tanpa disertai keluhan, pasien akan memeriksakan
keadaannya jika terdapat keluhan dan derajat prolaps bertambah.
- Prolapsus uteri tingkat II, yaitu porsio kelihatan di introitus (pintu masuk)
vagina. Keadaan ini disebabkan karena otot-otot yang menopang rahim
menjadi lemah dan biasanya terjadi pada wanita yang menginjak usia tua dan
mempunyai banyak anak. Gejala-gejala sering timbul setelah menopause ketika
otot menjadi lemah, gejala yang dirasakan pasien adalah punggung bagian
bawah terasa nyeri dan ada perasaan yang mengganjal pada vagina, bahkan
pada sebagian wanita keadaan ini tidak ada keluhan.
- Prolapsus uteri tingkat III, disebut juga prosidensia uteri (seluruh rahim keluar
dari vulva), dikarenakan otot dasar panggul sangat lemah dan kendor sehingga
tidak mampu menopang uterus. Keadaan ini juga terjadi pada wanita dalam
masa menopause dikarenakan menurunnya hormon estrogen. Pada kasus ini
prolapsus uteri dapat disertai sistokel, enterokel atau rektokel. Keadaan ini juga
mengganggu kegiatan sehari-hari penderita karena keluhan yang dirasakan dan
komplikasi yang terjadi.
“Communittee of the International Continence Society” membagi
prolapsus ueri menjadi 4 yaitu :
- Derajat I : pada posisi berdiri atau mengedan posisi servik pada bagian distal
berada pada 1 cm diatas ring hymen
- Derajat II: pada posisi berdiri atau mengedan posisi servik berada pada level
1 cm diatas atau 1 cm di bawah ring hymen
- Derajat III: pada posisi berdiri atau mengedan posisi servik distal melewati
lebih dari 1 cm ring hymen tetapi penonjolannya tidak lebih dari panjang
vagina di kurangi 2 cm.
- Derajat IV: seluruh organ uterus berada di luar vaginan

Gambar 2.1. Klassifikasi prolapse uteri

Bentuk-bentuk prolapsus vagina adalah sebagai berikut :

- Sistokel : turunnya kandung kemih melalui fasia puboservikalis, sehingga


dinding vagina depan jadi tipis disertai penonjolan ke dalam lumen vagina.
Pada sisitokel yang besar akan menarik utero vesical junction dan ujung ureter
ke penyumbatan dan kerusakan ureter bila tidak dikenal.
- Urethrokel ; hilangnya penyokong dari fasia puboservikalis dan fasia
pubourethralis.
- Enterokel : enterokel biasanya berisi usus halus atau omentum dan mungkin
menyertai uterus turun ke dalam vagina.
- Rektokel : kelemahan dari dinding vagina belakang yang menyebabkan
penonjolan dari rektum ke dalam vagina. Rektum turun melalui septum
rektovaginal dan menyebabkan dinding vagina menonjol ke depannya.
- Kolpokel pasca histerektomia : penurunan vagina pasca histerektomia.
Gambar 2.2 Cystocele (prolapsus kandung kemih) .Rectocele (prolapsus
dinding belakang vagina) dan Enterocele (prolapsus dinding belakang
vagina) yang sering menyertai prolapsus uteri tingkat III.

2.1.4 Patofisiologi prolaps uteri

Prolaps uteri diakibatkan oleh kelemahan jaringan penyokong pelvis,


meliputi otot, ligament, dan fasia. Pada dewasa, kondisi ini biasanya disebabkan
oleh trauma obstetrical dan laserasi selama persalinan. Proses persalinan per
vaginam menyebabkan peregangan pada dasar pelvis, dan hal ini merupakan
penyebab paling signifikan dari prolaps uteri. Selain itu, seiring proses penuaan,
terdapat penurunan kadar estrogen sehingga jaringan pelvis kehilangan elastisitas
dan kekuatannya.
Prolapsus uteri terdapat dalam beberapa tingkat dari yang paling ringan
sampai prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya peralinan
per vaginam yang susah, dan terdapat kelemahan-kelemahatan pada ligamen-
ligamen yang tergolong faaia endopelvik, dan otot-otot serta fasia –fasia dasar
panggul. Juga dalam keadaan tekanan intraabdominal yang meningkat dan kronik
akan memudahkan penurunan uterus, terutama apabila tonus otot-otot mengurang
seperti pada menopouse.
Ligamentum penyangga uterus diantaranya :
1. Ligamentum latum
Berupa lipatan peritoneum sebelah lateral kanan dan kiri dari uterus,
meluas sampai ke dinding panggul dan dasar panggul, sehingga seolah-
olah menggantung pada tubae.
Ruangan antara lembar dari lipatan ini terisi oleh jaringan yang longgar,
disebut:parametrium, dimana berjalan arteria, vena arterina, pembuluh
lympha dan ureter.
2. Ligamentum rotundum
Terdapat di bagian atas lateral dari uterus, caudal dari insertei tuba, kedua
ligament ini melalui canalis inguinalis ke bagian cranial labia majus.
Terdiri dari otot polos (identik dengan myometrium) dan jaringan ikat dan
menahan uterus dalam anteflexie.
Pada waktu kehamilan mengalami hypertrophied an dapat diraba dengan
pemeriksaan luar.
3. Ligamentum infundibulo pelvicum
Dua buah kiri dan kanan infundibulum dan ovarium ke dinding panggul.
Ligamentum ini menggantungkan uterus pada dinding panggul. Antara
sudut tuba dan ovarium terdapat ligamentum ovarii proprium.
4. Ligamentum cardinale
Kiri kanan dari serviks ostium uteri internum ke dinding panggu;
Menghalangi pergerakan ke kiri atau ke kanan.
5. Ligamentum sacro uterinum
Kiri kanan dari serviks sebelah belakang ke sacrum mengelilingi rectum.
6. Ligamentum vesico uterium
Dari uterus ke kantong kemih.
2.1.5 Tanda dan gejala prolaps uteri
Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadangkala penderita
yang satu dengan prolaps yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun,
sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan.
Menurut Rini dan Kumala (2016) gejala yang dirasakan wanita yang
menderita prolapse uterus antara lain : merasakan ada sesuatu yang turun ke
bawah (pada saat berdiri), nyeri punggung dan sensasi tarikan yang kuat.
Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai:
1). Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia
eksterna.
2). Rasa sakit di panggul dan pinggang (Backache). Biasanya jika penderita
berbaring, keluhan menghilang atau menjadi kurang.
3). Pada sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:
- Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, ke mudian
lebih berat juga pada malam hari.
- Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya.
- Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk,
mengejan. Kadang-kadang dapat terjadi retensio urine pada sistokel yang
besar sekali.
4). Recrokel dapat menjadi gangguan pada defakasi:
- Obstipasi karena feces berkumpul dalam rongga recrokel.
- Baru dapat defakasi setelah diadakan tekanan pada recrokel dan vagina.
5). Prolapsus uteri dapat menyababkan gejala sebagai berikut:
- Pengeluaran servik uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan
dan bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai
luka dan dekubitus pada portio uteri.
- Lekores karena kongesti pembuluh darah di daerah servik dan karena infeksi
serta luka pada portio uteri.
6). Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa penuh
di vagina.
7). Servisitis dapat menyebabkan infertilitas dan menoragia karena bendungan.
2.1.6 Diagnosis
Prolapsus uteri didiagnosis berdasarkan pemeriksaan klinis dan ginekologis.
Perlu ditentukan adanya perlekatan pada genetalia interna. Pemeriksaan prolapsus uteri
tidak hanya ditujukan pada uterus saja tetapi juga meliputi seluruh bagian yang
menyokong organ pelvic.
Cara Pemeriksaan lain dapat dilakukan dengan beberapa posisi (Wiknjosastro,
2011):
- Posisi berdiri: penderita diminta untuk berdiri di lantai dan salahsatu kaki berada pada
bangku (tinggi 20 cm). Pada prolapsus uteri derajat dua atau lebih tonjolan servik akan
tampak menonjol. Dilakukan pemeriksaan rektovaginal untuk mendeteksi adanya
enterokel.
- Pada posisi jongkok : klien disuruh untuk mengejan dan ditentukan dengan
pemeriksaan dengan jari, apakah porsio uteri pada posisi normal, atau portio sampai
pada introitus vagina, atau apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina.
- Pada posisi litotomi: dilakukan pemeriksaan rutin ginekologi, dan dilakukan
inspekulo untuk mengevaluasi dinding vagina anterior, posterior, dan lateral.
Diagnosis Banding
- Pemanjangan servik
- Systokel
- Enterokel
- Rektokel
- Kelemahandinding vagina lateral
Kriteria diagnosis prolaps uteri menurut POGI adalah:
1). Anamnesis
Mencari faktor predisposisi, termasuk trauma persalinan, penyakit paru-paru
obstruktif menahun, perokok, batuk kronik, obesitas, jumlah persalinan dan
besar anak yang dilahirkan.
2). Pemeriksaan Fisik
Memeriksa kesehatan umum, adakah kelainan medis lain yang merupakan
faktor predisposisi
3) Pemeriksaan Ginekologi
- Nilai Derajat Prolapsus; perhatikan keadaan introitus vagina, besarnya
keadaaan perimenal, apakah ada robek lama
- Adakah sistokel atau rektokel
- Nilai keadaan serviks dan uterus adakah lesi
- Ukur panjang serviks dengan sondase
- Bila perlu lakukan test Valsava, untuk mengetahui bagian yang prolaps
4) Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa prolaps uteri adalah:
- Bila ditemukan kelainan medis lainnya lakukan pemeriksaan laboratorium
lengkap dan radiologis untuk menegakkan diagnosis
- Pemeriksaan pap smear/biopsi bila terdapat lesi pada serviks ( erosi porsio,
suspek keganasan )
- Pemeriksaan IVP bila prolapsus uteri yang besar sekali
2.1.7 Komplikasi
Menurut Wiknjosastro (2011), komplikasi yang dapat menyertai prolapsus
uteri ialah:
1). Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri.
Prosidensia uteri disertai dengan keluarnya dinding vagina (inversio); karena
itu mukosa vagina dan serviks uteri menjadi tebal serta berkerut, dan
berwarna keputih-putihan.
2). Dekubitus
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha dan
pakaian dalam, hal itu dapat menyebabkan luka dan radang, dan lambat laun
timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian, perlu dipikirkan
kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita berusia lanjut.
Pemeriksaan sitologi/biopsi perlu dilakukan untuk mendapat kepastian akan
adanya karsinoma.
3). Hipertrofi serviks dan elangasio kolli
Jika serviks uteri turun dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan
penyokong uterus masih kuat, maka karena tarikan ke bawah di bagian uterus
yang turun serta pembendungan pembuluh darah – serviks uteri mengalami
hipertrofi dan menjadi panjang dengan periksa lihat dan periksa raba. Pada
elangasio kolli serviks uteri pada periksa raba lebih panjang dari biasa.
4). Gangguan miksi dan stress incontinence
Pada sistokel berat- miksi kadang-kadang terhalang, sehingga kandung
kencing tidak dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga
menyempitkan ureter, sehingga bisa menyebabkan hidroureter dan
hidronefrosis. Adanya sistokel dapat pula mengubah bentuk sudut antara
kandung kencing dan uretra yang dapat menimbulkan stress incontinence.
5). Infeksi jalan kencing
Adanya retensi air kencing mudah menimbulkan infeksi. Sistitis yang terjadi
dapat meluas ke atas dan dapat menyebabkan pielitis dan pielonefritis.
Akhirnya, hal itu dapat menyebabkan gagal ginjal.
6). Kemandulan
Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae atau sama
sekali keluar dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.
7). Kesulitan pada waktu partus
Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu persalinan dapat
timbul kesulitan di kala pembukaan, sehingga kemajuan persalinan terhalang.
8). Hemoroid
Feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan adanya obstipasi dan timbul
hemoroid.
9). Inkarserasi usus halus
Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit dengan
kemungkinan tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan
laparotomi untuk membebaskan usus yang terjepit itu.
2.1.8 Penanganan
1) Pencegahan
Faktor-faktor yang mempermudah prolapsus uteri dan dengan anjuran:
a. Istirahat yang cukup, hindari kerja yang berat dan melelahkan gizi cukup.
b. Menganjurkan penderita agar tidak terlalu mempunyai banyak anak atau sering
melahirkan.
c. Pimpin yang benar waktu persalinan, seperti:
- Tidak mengedan sebelum pembukaan lengkap
- Pemendekan wakyu persalinan, terutama kala II dan kalau perlu dilakukan
dengan efektif (dengan FE atau VE)
- Membuat episotomi.
- Mereparasi dan memperbaiki luka jalan lahir dengan baik.
- Menghindari paksaan dalam pengeluaran plasenta (perasat Crede)
- Mengawasi involusi uterus pasca persalinan tetap terjadi dengan baik dan
cepat.
- Mengosongkan kandung kemih.
d. Mencegah atau mengobati hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan
intraabdominal yang kronik.
2) Pengobatan
(1). Terapi Kuratif atau Non Operatif
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu.
Cara ini dilakukan pada prolapsus uteri ringan tanpa keluhan, atau penderita
masih ingin mendapatkan anak lagi, atau penderita menolak untuk dioperasi, atau
kondisinya tidak mengizinkan untuk dioperasi (Wiknjosastro, 2011).
a. Latihan-latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolapsus uteri ringan, terutama yang
terjadi pada pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk
menguatkan otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi.
Latihan ini dilakukan selama beberapa bulan.
b. Stimulasi otot-otot dengan alat listrik
Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat pula ditimbulkan dengan alat listrik,
elektrodenya dapat dipasang dalam pessarium yang dimasukkan ke dalam vagina.
c. Pemasangan alat untuk menahan prolaps uteri (pemasangan pessarium)
Pemasangan pessarium sebenarnya hanya bersifat paliatif, yakni menahan
uterus ditempatnya selama dipakai. Oleh karena itu jika pessarium diangkat,
timbul prolapsus lagi. Adapun ukuran pessarium bervariasi, sesuai ukuran vagina,
yaitu 60-80. Prinsip pemakaian pessarium ialah bahwa alat tersebut mengadakan
tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga bagian dari vagina tersebut
beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah. Pessarium
yang paling baik untuk prolapsus genitalia adalah pessarium cincin, terbuat dari
plastik. Jika dasar panggul terlalu lemah dapat digunkan pessarium Napier.
Pessarium ini terdiri atas suatu gagang (steam) dengan ujung atas suatu mangkok
(cup) dengan beberapa lubang, dan ujung bawah 4 tali. Mangkok ditempatkan
dibawah serviks dengan tali-tali dihubungkan dengan sabuk pinggang untuk
memberi sokongan kepada pessarium.
Pessarium diberi zat pelicin dan dimasukkan miring sedikit ke dalam
vagina. Setelah bagian atas masuk ke dalam vagina, bagian tersebut diletakkan ke
forniks vagina posterior. Apabila pessarium tidak dapat dimasukkan, sebaiknya
dipakai pessarium dari karet dengan per di dalamnya. Pessarium ini dapat
dikecilkan dengan menjepit pinggir kanan dan kiri antara 2 jari, dan dengan
demikian lebih mudak dimasukkan ke dalam vagina. Untuk mengetahui setelah
dipasang, apakah ukurannya cocok, penderita disuruh batuk dan mengejan. Jika
pessarium tidak keluar, penderita disuruh jalan-jalan, apabila tidak merasa nyeri,
pessarium dapat dipakai terus.
Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asal saja penderita diawasi
secara teratur. Periksa ulang sebaiknya dilakukan 2-3 bulan sekali. Vagina
diperiksa dengan inspekulo untuk menentukan ada tidaknya perlukaan, pessarium
dibersihkan dan disucihamakan, dan kemudian dipasang kembali. Kontraindikasi
terhadap pemasangan pessarium adalah adanya radang pelvis akut atau sub akut,
dan karsinoma.

Gambar 2.2 Macam-macam pesarium.


2) Pengobatan Operatif
Prolapsus uteri biasanya disertai prolapsus vagina. Maka, jika dilakukan
pembedahan untuk prolapsus uteri, prolapsus vagina perlu ditangani pula. Ada
kemungkinan terdapat prolapsus vagina yang membutuhkan pembedahan, padahal
tidak ada prolapsus uteri, atau prolapsus uteri yang ada belum perlu dioperasi.
Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus vagina ialah adanya keluhan.
Tujuan tindakan pembedahan yaitu untuk mengatasi keluhan, restorasi anatomi,
restorasi fungsi organ visera, memulihkan fungsi seksual
2.2 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Dengan Prolaps Uteri
2.2.1 Pengkajian Data
1) Data Subjektif
Adalah data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan klien/
keluarga dan tim kesehatan berupa keluhan-keluhan tentang masalah kesehatan.
(1). Biodata
 Umur
Prolapsus lebih banyak terjadi pada wanita usia ≥ 50 tahun (Hardianti dan
Pramono, 2015). Kemunduran usia merupakan salah satu faktor yang
terlibat dalam terjadinya prolapsus, yang mana kemunduran usia tersebut
menyebabkan hilangnya kekuatan jaringan penyangga dasar panggul (Scott
dkk, 2002). Pada penelitian yang dilakukan oleh Tegrstedt dan kawan-
kawan menunjukkan bahwa risiko terjadinya prolapsus uteri lebih tinggi
pada usia 60-69 tahun, yaitu 2,3 kali dibandingkan dengan usia 30-39 tahun,
sedangkan pada usia 40-49 tahun prolapsus terjadi 2,2 kali dibandingkan
dengan usia 30-39 tahun (Kasiati, dkk, 2011).
 Pekerjaan
Pekerjaan yang menyebabkan tekanan intraabdominal meningkatkan
frekuensi terjadinya prolaps uteri, dan berdasarkan penelitian Djafar Siddik
mengatakan bahwa 31,74% penderita prolapsus uteri mempunyai pekerjaan
sebagai petani.
(2). Keluhan Utama
 Gejala yang dirasakan wanita yang menderita prolapse uterus antara lain :
merasakan ada sesuatu yang turun ke bawah (pada saat berdiri), nyeri
punggung dan sensasi tarikan yang kuat (Rini dan Kumala ,2016)
 Sedangkan keluhan yang sering terjadi pada pasien prolapsus uteri yang
telah dipasangkan pessarium diantaranya adalah keputihan, pengeluaran
pessarium spontan, perlukaan atau lecer pada dinding vagina.
(3). Riwayat Menstruasi
Prolap uteri biasanya terjadi pada wanita yang telah mengalami menopause
(Wiknjosastro, 2011). Prolapsus lebih umum terjadi setelah menopause
karena alat penyangga organ panggul yang sudah rusak atau melemah
sebelumnya misalnya karena trauma persalinan atau kelainan bawaan lain
maka pada usia pascamenopause akan menjadi lebih lemah sehingga dapat
menyebabkan terjadinya prolapses (Kasiati, dkk, 2011). Menopause dapat
menyebabkan turunnya rahim karena produksi hormon estrogen berkurang
sehingga elastisitas dari jaringan ikat berkurang dan otot-otot panggul
mengecil yang menyebabkan melemahnya sokongan pada rahim
(Wiknjosastro, 2011).
(4). Riwayat Obstetri
Prolap uterus dapat terjadi pada ibu dengan riwayat obstetri sebagai berikut
(Prawiroharjo, , 2010).:
 Persalinan pervaginam
Sebanyak 100% pasien prolaps uteri memiliki riwayat persalinan
pervaginam, dan tidak ditemukan adanya pasien prolaps uteri yang
melahirkan bayinya dengan metode seksio caesarea (Ulya, 2008).
 Pertolongan persalinan yang tak terampil sehingga meneran terjadi pada
saat pembukaan belum lengkap.
 Terjadi perlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan lemahnya jaringan
ikat penyangga vagina. Wanita dengan laserasi perineum dalam dua atau
lebih persalinan beresiko lebih tinggi secara signifikan terhadap prolapsus.
 Multiparitas
Ibu multipara untuk mengalami prolapsus uteri sebesar 2,22 kali lebih
besar dibandingkan dengan ibu yang bukan multipara (Kasiati, dkk, 2011).
ibu dengan multiparitas berisiko 73,8 kali terkena prolapsus dibandingkan
dengan ibu yang bukan multipara. (Hardianti dan Pramono, 2015). status
paritas yang semakin meningkat dapat meningkatkan terjadinya prolapsus,
selain itu prolapsus juga dapat menjadi semakin parah atau derajatnya
semakin bertambah (Doshani, dkk, 2007 )
 Melahirkan bayi yang besar
 Partus dengan penyulit, merupakan penyebab prolapsus uteri dan
memperburuk prolaps yang sudah ada.
 Prasat Crede yang berlebihan untuk mengeluarkan plasenta dan
sebagainya.
 Bila prolapsus uteri dijumpai pada nullipara, faktor penyebabnya adalah
kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan penunjang uterus.
prolapsus juga dapat terjadi pada wanita yang tidak memiliki anak karena
adanya kelemahan bawaan atau kelemahan perkembangan dari jaringan
penyambung pelvis13. Selain itu, faktor genetik juga memainkan peran
terhadap terjadinya prolapsus uteri (Doshani, dkk, 2007 )
(5). Riwayat Kesehatan Ibu
Melakukan pengkajian terhadap penyakit-penyakit yang pernah diderita ibu
yang akan mempengaruhi terhadap kejadian prolap uterus, penyakit yang
dapat mempengaruhi prolaps uteri diantaranya adalah asites, tumor pada
pelvis. Penyakit lain seperti konstipasi kronik, dan penyakit-penyakit paru
obstruktif kronik serta tumor panggul meskipun ini jarang terjadi
(Wiknjosastro, 2011)
(6). Riwayat Kesehatan Keluarga
Faktor genetik juga memainkan peran terhadap terjadinya prolapsus uteri.
(Doshani, dkk, 2007 )
(7). Pola Fungsi Kesehatan
 Eliminasi
Prolaps uteri dengan sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:
- Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudian
bila lebih berat juga pada malam hari
- Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya
- Stress incontinence, yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk
mengejan. Kadang- kadang dapat terjadi retensio uriena pada sistokel
yang besar sekali.
Prolaps uteri dengan rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:
- Obstipasi karena faeses berkumpul dalam rongga rektokel; Baru dapat
defeksi, setelah diadakan tekanan pada rektokel dari vagina
 Aktivitas
- Wanita dengan pekerjaan berat bisa menjadi meningkatkan resiko
prolapsus uteri. Berdasarkan hasil penelitian djakfar bahwa dari 63
kasus prolapsus uteri, 31,74% adalah wanita yang bekerja sebagai
petani.Hampir semua ibu prolaps uteri dengan pekerja berat dan ada
beberapa yang bekerja ringan, namun semua di dasari dengan fator lain
sehingga prolaps uteri mudah terjadi pada ibu yang sering bekerja berat.
Dari 45 responden 71,1% yang memiliki riwayat dengan pekerjaan
berat. Menurut teori faktor resiko lain yang dapat memicu terjadinya
prolaps uteri adalah penyakit yang diderita sperti batuk menahun, dan
faktor umur yang semakin tua (Ilmiyah A, 2013)
- Pada pasien dengan prolapsus uteri dapat dikaji bagaimana kegiatan
pasien tersebut selama menderita penyakit ini, mengganggu pola
aktivitas, cara berjalan atau tidak. Juga pada pasien dengan prolapsus
uteri yang telah dipasangkan pessarium, dikaji kembali bagaimana pola
aktivitas setelah dipasang pessarium, mengganggu aktivitas ataukah
tidak mengganggu.
2) Data Objektif
Data ini diperoleh melalui pemeriksaan umum, pemeriksaan fisik secara
inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, maupun pemeriksaan penunjang.
(1). Pemereiksaan umum
 Berat badan
Berat badan merupakan salah satu faktor risiko terjadinya prolapsus.
(Datta, 2008). Risiko untuk terjadinya prolapsus dengan BMI ≥ 25 sebesar
1,33 kali. Obesitas menyebabkan memberikan beban tambahan pada otot-
otot pendukung panggul, sehingga terjadi kelemahan otot-otot dasar
panggul (Milton, 2013). Pada studi Women’s Health Initiative (WHI),
kelebihan berat badan (BMI 25 – 30 kg/m2 ) dikaitkan dengan peningkatan
kejadian prolapsus dari 31-39%, dan obesitas (BMI > 30 kg/m2 )
meningkat 40-75%. (Nizomy, 2013).
(2). Pemeriksaan Fisik
 Abdomen
Asites dan tumor-tumor di daerah pelvis pada nullipara, faktor
penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan
penunjang uterus
 Genetalia
Prolapsus uteri adalah rahim keluar atau menonjol di vagina. Prolapsus
uteri adalah pergeseran letak uterus ke bawah sehingga serviks berada di
dalam orifisium vagina (prolapsus derajat 1), serviks berada di luar
orifisium (prolapsus derajat 2) atau seluruh uterus berada di luar orifisium
(Wiknjosastro, 2011).
2.2.2 Identifikasi Diagnosa Dan Masalah
1) Diagnosa: Ibu.....dengan prolapsus uteri.
Ibu.....post insersi pessarium dengan prolaps uteri
2) Masalah:
- Pada grade I ; rasa penuh dalam vagina, tpi tidak nyeri dan tidak
mengganggu aktifitas, nyeri pinggang namun berkurang saat berbaring.
- Pada Grade II ; rasa penuh pada vagina, nyeri jika portio yang menonjol
keluar vagina bergesekan dengan pakaian, nyeri pinggang namun
berkurang saat berbaring, gangguan miksi sampai defekasi jika bersamaan
dengan rektokel dan enterokel.
- Pada grade III ; gangguan aktifitas karena uterus keluar seluruhnya, nyeri
pinggang namun berkurang saat berbaring, gangguan miksi sampai
defekasi jika bersamaan dengan rektokel dan enterokel.
3) Kebutuhan : tergantung pada masalah yang dihadapi ibu.
2.2.3 Identifikasi Diagnosa Dan Masalah Potensial
Langkah ini diambil berdasarkan diagnosa atau masalah yang telah
ditemukan berdasarkan data yang ada kemungkinan menimbulkan keadaan yang
gawat. Komplikasi yang dapat timbul adalah (Wiknjosastro, 2011).:
1) Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri.
2) Dekubitus
3) Hipertrofi serviks dan elangasio kolli
4) Gangguan miksi dan stress incontinence
5) Infeksi jalan kencing
6) Kemandulan
7) Kesulitan pada waktu partus
8) Hemoroid
9) Inkarserasi usus halus
2.2.4 Identifikasi Kebutuhan Tindakan Segera
Mencakup tentang tindakan segera untuk menangani diagnosa/masalah
potensial yang dapat berupa mandiri, kolaborasi dan rujukan.Pada kasus prolaps
uteri, bidan dapat menjalankan tugasnya secara mandiri, kolaborasi dan rujukan.
Secara mandiri, bidan dapat menganamnesa pasien, melakukan deteksi dini
adanya prolaps uteri, melepas, mencuci, mensteril pessareum hingga siap pakai,
member KIE pada pasien. Secara kolaborasi, bidan dapat melakukan pemasangan
pessareum sesuai SOP, pemberian terapi, dan tatalaksana pada pasien. Secara
rujukan dilakukan untuk merujuk pasien ke tempat pelayanan kesehatan yang
lebih memadai.
2.2.5 Perencanaan
1) Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien dan keluarga mengenai hasil
pemeriksaan dan tindakan yang mungkin akan dilakukan (informed consent)
R/ klien berhak mengetahui semua informasi tentang diri dan kondisinya.
2) Melakukan kolaborasi dengan dokter saat melakukan pemeriksaan.
R/ pada kasus patologis bidan melakukan asuhan sesuai dengan advis
dokter.
3) Mensupport dan menjaga kenyamanan klien.
R/ agar klien merasa nyaman dan aman.
4) Melakukan tatalaksana prolapse uteri :
- Melaksanakan advis dokter untuk mempersiapkan tindakan, seperti
melepas pessarium, mensteril pessarium, dan memasangnya kembali pada
pasien
R/ mempersiapkan klien, melakukan tindakan, dan menjadi asisten dr.
SpOG dalam memasang pessarium.
- Melakukan inform concent untuk pengobatan operatif seperti histrektomi
5) Memberikan KIE tentang vulva hygene, menganjurkan ibu untuk tidak
mengangkat beban berat, bekerja keras, dan mengejan. Menganjurkan pada
ibu untuk sering istirahat dan makan makanan bergizi.
R/ dengan kebersihan daerah genitalia tidak memungkinkan berkembang
biaknya kuman penyebab infeksi. Ibu yang tidak bekerja berat, menghindari
mengejan, dan istirahat teratur akan dapat mempertahankan kondisi ibu
(prolaps uteri tidak semakin parah). Makan makanan bergizi dapat
meningktakan daya tahan tubuh ibu.
6) Meminta ibu untuk kontrol ulang dengan menyebutkan tanggal (kontrol
pemasangan pessarium dilakukan 2-3 bulan sekali)
R/ diharapkan ibu akan datang untuk kontrol/kunjungan ulang tepat waktu.
2.2.6 Pelaksanaan
Pelaksanaan disesuaikan dengan rencana tindakan dan mengacu pada
masalah klien. Dalam tahap ini bidan melukukan observasi sesuai dengan evaluasi
yang telah direncanakan.

2.2.7 Evaluasi
Dilakukan untuk menilai kondisi klien, apakah sesuai dengan intervensi
yang diharapkan. Terdiri dari evaluasi tindakan dan evaluasi tujuan.
BAB 3
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA Ny. “S” P50004 MENOPAUSE


DENGAN PROLAPS UTERI GRADE III

Hari/Tanggal : Selasa, 06 November 2018


Jam : 10.00 wib
Tempat : Poli Kandungan RSU Haji Surabaya
Oleh : Rosmiati

3.1 Data Subjektif


3.1.1 Identitas
Nama Ibu : Ny. S Nama Suami : Tn. Y
Umur : 77 tahun Umur : 81 tahun
Suku : Jawa Suku : Jawa
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMP
Pekerjaan : - Pekerjaan : -
Alamat : Banyu Urip, Surabaya
3.1.2 Alasan Kunjungan
Ingin cuci dan pasang pessarium.
3.1.3 Keluhan utama.
Tidak ada keluhan.
3.1.4 Riwayat menstruasi
Menopause 26 tahun yang lalu.
3.1.5 Riwayat Obstetri yang Lalu

Kehamilan Persalinan Anak


Suami Anak
UK Pylt Penol Jenis Tem Pylt JK BB H/M
ke ke
1 1 9 bln - Bidan Spt B RS - L 3000 gr M/8bln

2 9 bln - Bidan Spt B RS - p 3200 gr H/52 th

3 9 bln - Bidan Spt B RS - P 3200 gr H/51 th

4 9 bln - Dukun Spt B rumah - L 3400 gr H/48 th

5 9 bln - Dukun Spt B rumah - P 3000 gr H/45 th

3.1.5 Riwayat Penyakit


Pada tahun 2008 ibu mulai merasakan ada yang mengganjal divaginanya
dan serasa tidak nyaman. Tahun 2009 ibu baru di pasang pessarium, tahun
2014 pesarrium ibu sempat dilepas selama seminggu lalu di pasang
kembali sampai dengan sekarang. Ibu mengaku rutin setiap 3 bulan sekali
datang untuk kontrol.
3.1.6 Riwayat kesehatan ibu
Ibu memiliki diabetes melitus, dan mengatakan tidak memilki riwayat
penyakit batuk menahun, hipertensi dan tidak mempunyai riwayat tumor
pada pelviks
3.1.7 Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada keluarga yang memilki riwayat penyakit batuk menahun,
hipertensi dan tidak mempunyai riwayat tumor pada pelviks
3.1.8 Riwayat Psikososial Spiritual
Respon ibu terhadap keadaan yang ibu alami: ibu tabah dan tenang dalam
menerima kondisinya.
3.1.9 Pola Fungsi Kesehatan
- Pola nutrisi
Ibu makan 3 kali sehari, porsi sedang, meliputi: nasi, lauk pauk, sayur. Ibu
minum air putih ± 2 liter per hari.
- Pola istirahat
Ibu tidur malam selama ± 7-8 jam, dan tidur siang kadang kadang ± 1jam.
Ibu tidak mengalami keluhan yang mengganggu istirahatnya
- Pola eliminasi
Ibu BAK sebanyak ± 9 kali sehari, dan BAB ± 1 kali sehari. Ibu tidak
mempunyai keluahan apapun yang berhubungan dengan pola eliminasi.
- Pola aktivitas
Ibu melaksanakan aktivitas seperti biasa (menyapu, mengepel, memasak),
terkadang ibu merasa terganggu dengan prolaps uteri yang dideritanya saat
ibu beraktivitas .
- Pola personal hygiene
Ibu lebih berhati-hati dalam membersihkan daerah kemaluannya, terutama
pada daerah jalan lahir. Ibu tetap berupaya untuk menjaga kebersihan
daerah kemaluannya.
- Pola kebiasaan
Ibu tidak memiliki kebiasaan minum jamu tradisional, obat maupun
minuman beralkohol.
- Pola hubungan seksual
Ibu sudah tidak pernah hubungan seksual karena sudah tua.
3.2 Data Objektif
3.2.1 Pemeriksaan Umum
- Keadaan umum : baik
- Kesadaran : Composmentis
- Tanda-tanda vital
TD : 130/70 mmhg
BB : 52 Kg
3.2.2 Pemeriksaan Fisik
- Abdomen
Tidak ada kekakuan dan nyeri tekan saat palpasi.
- Genetalia
Tidak ada edema, tidak ada varises, fluxus (-), Flour albus (-), Tampak
adanya bagian uterus pada introitus vagina + 2 cm
- Anus
Tidak ada hemoroid
3.3 Analisa
- Diagnosa : P50004 Menopause dengan prolaps uteri grade III pro aff
pasang pessarium.
3.4 Penatalaksanaan
Jam Pelaksanaan Pelaksa
na
10.05 1. Menjelaskan kepada ibu bahwa untuk keadaan Bidan
umumnya dalam keadaan normal. dan
2. Menganjurkan ibu untuk pipis dan membersihkan Rosmiati
vaginanya di kamar mandi, ibu sudah pipis dan sudah
mencuci vaginanya.
3. Meminta ibu untuk membuka celana dalamnya dan
membantu untuk naik ke tempat tidur gynekologi dan
memposisikan litotomi, ibu sudah melepas celana dan
sudah naik ke tempat tidur, dan sudah posisi litotomi
10.10 4. Melakukan pencopotan pessarium, pesarium ibu sudah
di lepas.
5. Melakukan pencucian pesarium dengan cara di
rendam dalam larutan aniosym dengan perbandingan
1,25: 250 ml air selama10 menit, kemudian di bilas
dan direndam kembali di air DTT selama 5 menit,
10.25 pessarium sudah di cuci.
6. Melakukan pemasangan pessarium, pesarium telah
dipasang.
7. Memberika KIE pada ibu tentang
- Tanda bahaya post pemasangan pessarium,
(seperti perdarahan, pesarium terlepas, dll),
- Vulva hygine, untuk mencegah berkembang
biaknya kuman penyebab infeksi
- Istirahat teratur, agar dapat mempertahankan
kondisi ibu (prolaps uteri tidak semakin parah).
- Nutrisi, dengan makan makanan bergizi untuk
meningktakan daya tahan tubuh ibu.
Ibu mengerti penjelasan yang diberikan.
8. Menganjurkan ibu untuk tidak mengangkat beban
berat, bekerja keras, dan mengejan., ibu bersedia
mengikuti anjuran
9. Menganjurkan ibu untuk kontol ulang 3 bulan
kemudian yaitu pada bulan Februari 2019, ibu
bersedia.
BAB 4
PEMBAHASAN

Pada kasus Ny. “S” dengan P50004 Menopause dengan prolaps uteri Grade III
didapatkan keadaan umum ibu baik, dan Ibu datang ke poli kandungan RSU Haji
Surabaya untuk kontrol ulang dan bongkar pasang pessarium.
Pada data subjektif didapatkan beberapa faktor resiko yterjadinya prolap
uteri pada Ny. S diantaranya : usia ibu sudah 76 tahun, sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa prolapsus lebih banyak terjadi pada wanita usia ≥ 50 tahun
(Hardianti dan Pramono, 2015). Ny S juga sudah tidak menstruasi atau
menopouse sejak 26 tahun terakhir, hal ini juga sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa prolap uteri biasanya terjadi pada wanita yang telah
mengalami menopause (Wiknjosastro, 2011). Prolapsus lebih umum terjadi
setelah menopause karena alat penyangga organ panggul yang sudah rusak atau
melemah sebelumnya misalnya karena trauma persalinan atau kelainan bawaan
lain maka pada usia pascamenopause akan menjadi lebih lemah sehingga dapat
menyebabkan terjadinya prolapses (Kasiati, dkk, 2011). Pada riwayat obstetrik
ditemukan bahwa ibu pernah melakukan persalinan dengan dukun dan dari jumlah
paritas didapat ibu mempunyai 5 orang anak. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa faktor penyebab prolaps uteri yang sering adalah jumlah
paritas, usia, dan menopause, serta pertolongan persalinan yang tidak baik, seperti
pimpinan meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi dinding vagina bawah
pada kala II, penatalaksanaan pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot dasar
panggul yang tidak baik. (Wiknjosastro, 2011).
Pada riwayat penyakit, keluhan saat pertama kontrol ditemukan bahwa ibu
mengalami perasaan mengganjal pada vagina, ini sesuai dengan teori
(Wiknjosastro, 2011) yang mengatakan bahwa salah satu keluhan yang dijumpai
pada pasien dengan prolapsus uteri adalah perasaan adanya suatu benda yang
mengganjal atau menonjol di genitalia eksterna.
Pada pemeriksaan objektif, penegakan diagnosis prolapsus uteri dilakukan
dengan melakukan pemeriksaan pada genetalia untuk melihat posisi seviks uteri,
kemudian ibu dianjurkan untuk meneran untuk menentukan posisi serviks uteri,
ini sesuai dengan teoti Friedman dan Little ( 1961) yang menganjurkan
pemeriksaan penderita dalam keadaan jongkok disuruh mengajan, dan ditentukan
dengan pemeriksaan jari apakah portio uteri berada pada tempatnya, atau portio
sampai ke introitus vagina. Pada kasus Ny.S penegakan diagnosis ditentukan
berdasarkan besarnya atau banyaknya uterus yang keluar dari introitus vagina,
pada Ny. S uterus yang keluar yang tampak pada vulva + 2 cm maka digolongkan
sebagai prolapsus derajad III, ini sesuai dengan klasifikasi yang ditetapkan oleh
“Communittee of the International Continence Society”yang menyatakan bahwa
prolapse uteri derajat III yaitu pada posisi berdiri atau mengedan posisi servik
distal melewati lebih dari 1 cm ring hymen tetapi penonjolannya tidak lebih dari
panjang vagina di kurangi 2 cm.
Penatalaksanaan yang dilakukan untuk kasus Ny.S ini yaitu melakukan
pemncabutan dan pemasangan kembali pessarium dengan langkah sebagai
berikut, Menjelaskan kepada ibu bahwa untuk keadaan umumnya dalam keadaan
normal. Menganjurkan ibu untuk pipis dan membersihkan vaginanya di kamar
mandi, ibu sudah pipis dan sudah mencuci vaginanya. Meminta ibu untuk
membuka celana dalamnya dan membantu untuk naik ke tempat tidur gynekologi
dan memposisikan litotomi, ibu sudah melepas celana dan sudah naik ke tempat
tidur, dan sudah posisi litotomi Melakukan pencopotan pessarium, pesarium ibu
sudah di lepas. Melakukan pencucian pesarium dengan cara di rendam dalam
larutan 10 menit, kemudian di bilas dan direndam kembali di air DTT selama 5
menit, pessarium sudah di cuci. Melakukan pemasangan pessarium, pesarium
telah dipasang. Merapihkan ibu dan alat alat, ibu sudah memakai celana
dalamnya. Menganjurkan ibu untuk kontol ulang 3 bulan kemudian yaitu pada
bulan Februari 2019, ibu bersedia. Sesuai dengan teori (Wiknjosastro, 2011) yang
menyatakan bahwa penatalaksanaan prolapsus uteri dapat dilakukan dengan
berbagai cara diantaranya latihan otot panggul, stimulasi otot-otot dengan alat
listrik, pengobatan dengan pessarium dan pengobatan operatif.
BAB 5
PENUTUP

5.1 Simpulan
Prolap uteri merupakan suatu penyakit ginekologi yang dapat terjadi pada
wanita dalam siklus hidupnya. Bidan sebagai orang yang bertugas dalam
menemani wanita dalam setiap siklusnya harus mampu melakukan penangan dan
pelayanan yang tepat pada ibu dengan prolaps uteri. Pada Kasus prolap uteri yang
dialami oleh Ny.S telah dilakukan pengkajian data, faktor penyebab terjadinya
prolap uteri dikarenakan usia yang sudah lebih dari > 50 tahun, paritas yang > 2,
persalinan dengan dukun, dan faktor menopause. penegakan diagnosa pada Ny. S
diperoleh pada saat pemeriksaan genitalia, di dapatkan uterus tampat keluar dari
vagina + 2 cm, sehingga Ny. S didiagnosa dengan prolapse uteri grade III.
perencanaan dan pelaksanaan asuhan kebidanan telah dilakukan dengan baik
sesuai dengan kebutuhan dan standar yang ada.

5.2 Saran
Mahasiswa kebidanan harus menambah pengetahuan tentang prolaps uteri
agar mampu memberikan asuhan pelayanan kebidanan yang baik dan tepat kepada
ibu yang menderita prolaps uteri.

Wanita dengan usia lebih dari 50 tahun tau telah memasuki masa menopause
bisa melakukan latihan Kegel untuk menguatkan otot-otot panggul. Mengurangi
mengejan atau tidak berlebihan mengejan saat buang air besar akan
meminimalkan tekanan intraabdominal sehingga diharapkan akan mengurangi
angka kejadian dari prolaps uteri.
DAFTAR PUSTAKA

Barsoom R, S., Dyne P, L. 2011. “Uterine Prolapse in Emergency Medicine”.


Medscape Article.
Datta M, Randall L, Holmes N, Kamnaharan N. 2008. Rujukan Cepat Obstetri &
Ginekologi. Jakarta: EGC
Doshani A, Teo R, E., Mayne C, J., Tincello D, G. 2007. “Uterine prolapse”. BMJ:
British Medical Journal. 335:819-823.
Faraj R, Broome J. 2009 “Laparoscopic Sacrohysteropexy and Myomectomy for
Uterine Prolapse: A Case Report and Review of the Literature”. Journal of
Medical Case Report; 3:99.
Hardianti, B.C., Pramono, B. A. 2015. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Prolapsus Uteri Di Rsup Dr. Kariadi Semarang”. Media Medika
Muda , 4;4
Ilmiyah, A. 2013. “Hubungan Jenis Persalinan, Pekerjaan, Paritas Terhadap
Prolaps Uteri Pada Ibu Menopause Di RSUD Ibnu Sina Gresik Tahun 2010-
2012”. Skripsi. Universitas Airlangga.
Kasiati K, Lestari D, Hardianto G.2011. “ Analisis Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Prolaps Uteri pada Pasien Kunjungan Baru di Poli Kandungan
RSUD Dr. Soetomo Surabaya” Wahana Riset Kesehatan.
Milton S. 2013. “Uterine Prolapse” . Hershey Medical Center
Nizomy I, R., Prabowo R, P., Hardianto G. 2013. “Correlation between Risk Factors
and Pelvic Organ Prolapse in Gynecology Outpatient Clinic, Dr. Soetomo
Hospital Surabaya, 2007- 2011”. Department of Obstetric & Gynecology
Faculty of Medicine, Airlangga University (2):61-66
Rini, S. Kumala, F. 2016. Panduan Asuhan Nifas dan Evidence Based Practice.
Yogyakarta : Deepublish. Scott J, Disaia Pj, Hammond CB, Spellacy N,
Gordon JD. 2002. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya
Medika.
Ulya, Mardikasanti. 2008. “Faktor Resiko Terjadinya Prolaps Uteri Pada Pasien
Rawat Jalan Kandungan RSUD Dr.Soetomo Surabaya”. Skripsi. Universitas
Airlangga .
Wiknjosastro, Hanifa. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai