Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN INDIVIDU

KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN


MASALAH AMENORE SEKUNDER
DI SMP N 05 KOTA BENGKULU

Disusun Oleh :
Wahyuni Kaila Wulandari
P05140120041

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU DIPLOMA
TIGA KEBIDANAN TAHUN AJARAN
2022/2023
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
LAPORAN KELOMPOK

KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN


MASALAH AMENORE SEKUNDER
DI SMP N 05 KOTA BENGKULU

Yang di susun oleh :


Wahyuni Kaila Wulandari
P05140120041

Laporan kelompok ini telah di periksa dan setujui untuk di presentasikan dihadapkan
Tim Penguji Poltekkes Kemenkes Bengkulu Jurusan Kebidananpada tanggal 18
September 2022

Oleh Pembimbing

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Yuniarti ,SST,M.Kes Letri Novrianti,S.Pd


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada allah SWT. Karena berkat rahmat
dan hidayahnya akhirnya saya dapat menyelesaikan laporan dengan judul kesehatan
reproduksi remaja dengan amenore sekunder dalam rangka untuk memenuhi
tugas mata kuliah konseling kesehatan reproduksi remaja.
Dalam penyusunan laporan ini tidak terlepas bantuan banyak pihak, saya
menyampaikam banyak terimakasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini. Saya menyadari bahwa laporan ini
masih terdapat banyak kekurangan mengingat kemampuan dan keterbatasan saya oleh
sebab itu saya sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca sebagai masukan bagi saya.
Akhir kata saya berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umunya dan saya sebagai penulis pada khususnya atas segala perhatiannya saya
mengucapkan banyak terimakasih.
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kesehatan reproduksi merupakan aspek yang menjadi perhatian setelah
upaya kesehatan pada umumnya tercapai. Kesehatan reproduksi menurut
WHO adalah kesejahteraan fisik, mental social yang utuh bukan hanya bebas
dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan
sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya (Yanti, 2011).
Wanita rentan terhadap penyakit yang menyerang organ reproduksinya.
Kebanyakan wanita, sangat malu dan tertutup untuk berkonsultasi secara
langsung mengenai kesehatan pribadinya. Faktor lain pun di karenakan biaya
untuk pmeriksaan kedokter spesialis cenderung mahal. Ada juga yang tidak
mempedulikan gejala yang muncul, dan ketika kondisi sudah memburuk dan
memerlukan penanganan yang ekstra, dokter spesialis menjadi tujuan akhir
(Revina dan Susanti, 2014).
Wanita dalam kehidupannya tidak luput dari siklus menstruasi normal
yang terjadi secara periodik. Wanita akan merasa terganggu bila menstruasi
menjadi lebih lama dan atau banyak, tidak teratur, lebih sering atau tidak
menstruasi sama sekali, bahkan bisa di sertai oleh nyeri. Di harapkan semua
wanita mengalami siklus menstruasi yang teratur, namun hampir semua
wanita pernah mengalami gangguan menstrruasi selama masa hidupnya.
Gangguan ini dapat berupa kelainan siklus atau perdarahan. Masalah ini
dihadapi oleh wanita remaja, reproduksi dan klimakterium (Sari, 2014).
Banyak faktor yang mempengaruhi menstruasi, baik faktor internal
maupun faktor eksternal. Beberapa studi menunjukan bahwa prevalensi pada
populasi wanita usia 18-50 tahun mengalami gangguan pada siklus
menstruasinya. Menurut hasil penelitian, pelajar lebih sering mengalami
gangguan siklus menstruasi (Oktavia, 2010).
Menstruasi normal terjadi setiap 22-35 hari selama 2-7 hari. Terdapat
gangguan menstruasi yang sering muncul, yaitu amenore (tidak menstruasi)
dan dismenore (nyeri menstruasi) dan sindrom pra menstruasi (Syafrudin,
dkk, 2011). Angka kejadian amenore sekunder berkisar antara 1-5%
(Proverawati dan Misaroh, 2009). Penyebab amenore dapat di kategorikan
sebagai berikut yaitu cacat fungsional atau anatomi hipotamalus atau
hipofisis, cacat anatomis atau fungsional dari uterus atau ovarium atau cacat
genetic (Merin dkk, 2012).
Amenore sekunder adalah ketiadaan menstruasi selama > 6 bulan atau
selama ≥ 3 siklus menstruasi pada wanita yang sebelumnya memiliki siklus
menstruasi teratur (Norwitz, 208).
Peran bidan dalam upaya meningkatkan kesehatan reproduksi yaitu
melakukan penyuluhan mengenai cara untuk mengurangi keluhan tersebut
pada remaja, dengan berprilaku hidup sehat, memperbaiki keadaan kesehatan
seperti perbaikan gizi, kehidupan dalam lingkungan yang sehat dan tenang,
mengurangi berat badan pada wanita dengan obesitas, olah raga, dan
konsumsi nutrisi yang seimbang. Selain itu khususnya sebagai remaja juga
harus dapat menerapkan perilaku hidup sehat untuk menjaga kesehatan
reproduksi, karena wanita sebagai tonggak kehidupan yang akan melahirkan
generasi kehidupan (Syarifudin, dkk, 2011).
Data yang penulis peroleh dari siswa-siswi SMP NEGERI 5 KOTA
BENGKULU terdapat 1300 murid dan sebanyak 2,6% siswi yang mengalami
amenore sekunder yaitu sebanyak 35 orang. Jika amenore tidak di tangani
dengan baik dapat berdampak serius, menstruasi yang tidak teratur menjadi
pertanda bahwa sesorang kurang subur.
B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Untuk melaksanakan Asuhan Kebidanan gangguan reproduksi pada Nn. A
umur 14 tahun dengan amenore sekunder di SMP NEGERI 5 KOTA
BENGKULU secara komprehensif.
2. Tujuan khusus
Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian data yang terdiri dari data
subjektif dan objektif secara lengkap yang berkaitan dengan gangguan
reproduksi dengan amenore sekunder.

C. MANFAAT
Dapat menambah pengalaman dan pengetahuan dalam menerapkan asuhan
kebidanan pada gangguan reproduksi dengan amenore sekunder menggunakan
manajemen varney, memberi wawasan pengetahuan serta menjadi referensi
dan sumber bacaan yang bermanfaat bagi institusi pendidikan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Amenore Sekunder
1. Pengertian
Amenore sekunder adalah ketiadaan menstruasi selama > 6 bulan atau
selama ≥ 3 siklus menstruasi pada wanita yang sebelumnya memiliki
siklus menstruasi teratur (Norwitz, 208).
Amenore sekunder yaitu pernah mengalami menstruasi dan selanjutnya
berhenti lebih dari tiga bulan (Manuaba, 2007).
Amenore sekunder (SA) secara klinis didefenisikan sebagai tidak adanya
menstruasi selama lebih dari 3 interval siklus atau 6 bulan berturut-turut
pada wanita yang sebelumnya mengalami menstruasi (Merin dkk, 2012).
2. Tanda dan gejala
Menurut Nugroho dan Utama (2014), gejala amenore bervariasi
tergantung kepada penyebabnya. Jika penyebabnya adalah kegagalan
mengalami pubertas, maka tidak akan di temukan tanda-tanda pubertas
seperti pembesaran payudara, pertumbuhan rambut ketiak serta perubahan
bentuk tubuh. Jika penyebabnya adalah kehamilan akan di temukan
morning sickness dan pembesaran perut. Jika penyebabnya adalah kadar
hormone tiroid yang tinggi maka gejalanya adalah denyut jantung yang
cepat, kecemasan, kulit yang hangat dan lembab. Sindroma cushing
menyebabkan wajah bulat (moon face), perut buncit dan lengan serta
tungkai yang kurus. Gejala lain yang mungkin ditemukan, yaitu:
a. Sakit kepala
b. Galaktore (pembekuan air susu pada wanita yang tidak hamil dan tidak
sedang menyusui.
c. Gangguan penglihatan (pada tumor hipofisia)
d. Penurunan atau penambahan berat badan yang berarti
e. Vagina yang kering
f. Hirsutisme (pertumbuhan rambut yang berlebihan yang mengikuti
pola pria), perubahan suara dan perubahan ukuran payudara.
3. Penyebab
Benson (2009) menyebutkan ada 3 penyebab amenore sekunder yaitu :
a. Disfungsi ovarium
Penyebab disfungsi ovarium yang paling sering menyebabkan
amenore sekunder adalah sindrom ovarium polikistik (policistic ovary
syndrome, PCOS). Kelainan ini akibat dari peningkatan androgen
(baik dari ovarium maupun kelenjar adrenal) di ikuti perubahan
menjadi estrogen dalam jaringan lemak. Peningkatan estrogen
memacu hipofisis untuk meningkatkan LH dan menekan FSH yang
menyebabkan penyimpangan perkembangan folikel, anovulasi, dan
peningkatan produksi androgen ovarium. Menurut Norwitz E. (2008)
kelainan ini merupakan kerusakan yang di sebabkan pengiriman sinyal
yang “tidak seharusnya” ke hipotalamus dan hipofisis.
b. Gagal ovarium
Gagal ovarium primer ditandai dengan adanya peningkatan
gonadotropin dan rendahnya estradiol (hipogonadisme
hipergonadotropik), gagal ovarium sekunder ditandai dengan kadar
gonadotropin normal atau rendah dan rendahnya estradiol
(hipogonadisme hipergonadotropik).
Akibat yang ditimbulkan dari penyebab ini adalah kegagalan ovarium
premature (premature ovarium failure, POF), yaitu hilangnya semua
folikel ovarium disertai berhentinya menstruasi sebelum usia 40 tahun.
Penyebab tersering dari kasus ini adalah proses autoimun, kemotrapi,
radiasi, infeksi (Norwitz, 2008).
c. Penyebab sistemik
Selain penyebab yang disebutkan diatas, ada beberapa penyebab
lain yang sudah terbukti menyebabkan terjadinya amenore sekunder,
antara lain ketidakseimbangan hormone yang disebabkan stress hingga
mengganggu fungsi dari hipotalamus.
Sedangkan menurut Baziad (2008) penyebab amenore sekunder
dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
a. Penyebab umum (keadaan umum pasien)
Malnutrisi, obesitas, stress, dan aktifitas berlebihan dapat
mengganggu kerja hipotalamus dalam sistem reproduksi. Keadaan-
keadaan tersebut menyebabkan penurunan frekuensi dan amplitude
denyut GnRH secara berkesinambungan.
b. Penyebab pada uterus
Kerusakan uterus yang paling sering menyebabkan amenore
sekunder adalah sinekia atau perlekatan intrauterine menutup rongga
uterus dan pembentukan jaringan perut yang dapat menutupi seluruh
rongga uterus. Keadaan ini juga disebut sebagai sindrom asherman.
Penyebab dari kasus ini adalah tindakan kuretase yang berlebihan yang
dapat mengangkat lapisan dalam endometrium dan merusak kriptus
dan kelenjar basal yang penting untuk regenerasi endometrium. Selain
itu infeksi tuberculosis endometrium juga dapat menyebabkan
kerusakan endometrium yang dapat menyebabkan amenore sekunder.
c. Penyebab hipofisis
1) Sindrom Sheehan
Suatu keadaan yang di temukan sesudah persalinan dan yang
disertai dengan banyak perdarahan dan/atau syok. Hal ini
menyebabkan nekrosis karena spasme atau thrombosis arteriola
pada hipofisis. Dengan adanya nekrosis fungsi dari hipofisis
terganggu dan menyebabkan menurunnya pembuatan hormone-
hormon gonadotropin sehingga dapat menyebabkan amenore
sekunder.
2) Tumor hipofisis
Diantara sebab-sebab amenore sekunder, tumor hipofisis
merupakan sebab yang jarang ditemui. Gejala yang mungkin
timbul pada wanita amenore dengan tumor hipofisis adalah sakit
kepala dan gangguan penglihatan. Potret roentgen dari sella turiska
dan virus perifer akan memperkuat diagnosis.
d. Obat-obatan
Pengguanaan steroid seks dan obat yang meningkatkan kadar
prolactin dapat menyebabkan amenore sekunder.
4. Faktor resiko
a. Aktivitas fisik yang terlalu berat.
b. Terlalu kurus (lemak tubuh kurang dari 15-17%). Keadaan ini
mempengaruhi proses pembentukan hormone. Jika seorang perempuan
mengalami kelainan makan, seperti anoreksia atau bulimia, dapat
menyebabkan perubahan hormonal yang berujung pada berhentinya
menstruasi.
c. Obesitas. Adanya jaringan lemak yang berlebih pada seorang yang
mengalami obesitas juga mempengaruhi proses ovulasi (pengeluaran
sel telur dari indung telur).
d. Stress psikis. Stress dapat mempengaruhi fungsi hipotalamus sehingga
menstruasi berhenti. Karena itu jika stress berkurang, menstruasi
muncul kembali.
e. Pengguanaan obat-obatan tertentu seperti antidepresan, antipsikotik,
obat kemotrapi, dan kortikosteroid oral (Baziad, 2008).
5. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat amenore
sekunder tergantung dari penyebabnya. Misalnya : penyebab dari amenore
sekunder adalah kelainan pada Rahim, maka kemungkinan dapat
menyebabkan kanker Rahim.
6. Pencegahan

7. Penatalaksanaan
Untuk pengobatan, jika diperkirakan penyebabnya karena neoplasma,
gangguan pembekuan darah, atau penyakit kronis, klien perlu dirujuk ke
spesialis. Selain menggunakan terapi obat, tindakan pembedahan juga
merupakan suatu kemungkinan bergantung pada masalah dan keberhasilan
penanganan medis. Jika penyebab metroragia diperkirakan bersifat
hormonal, kontrasepsi hormonal kombinasi yang mengandung estrogen
dan progesterone bisa menjadi pilihan. Kontrasepsi yang mengandung
estrogen dan progesterone, dapat menurunkan kehilangan darah
menstruasi dengan menimbulkan pelepasan regular lapisan endometrium.
Kontrasepsi hormonal kombinasi untuk remaja yang lazim digunakan
adalah dalam bentuk kontrasepsi oral kombinasi/combined oral
contraceptive (COC) (9).

B. Konsep Dasar Teori Konseling


1. Pengertian
Secara etimologis istilah konseling berasal dari kata counsed yang
diambil dari bahasa latin yaitu counsellum artinya “bersama” atau “bicara
bersama-sama”yang di rangkai dengan “menerima” atau “memahami”.
Counseling dalam kamus bahasa inggris berkaitan dengan kata counsel,
yang mempunyai arti sebagai berikut : nasihat (to obtion counsel); anjuran
(to give counsel); pembicaraan (to aks counsel). Dengan demikian,
counseling diartikan sebagai pemberian nasihat, pemberian anjuran, dan
pembicaraan dengan bertukar pikiran.
Menurut ASCA (American school counselor association) konseling
adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap
penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien.
Konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk
membantu klien mengatasi masalah-masalahnya.
2. Tujuan
Tujuan konseling menurut Willis (2014: 36-37) adalah untuk
memudahkan perkembangan individu. Sementara itu, Menurut Byrne
dalam (Syamsu Yusuf : 2016: 52) tujuan konseling individual terdapat tiga
kategori, yaitu :
a. Tujuan ultimate, tujuan konseling yang sesuai dengan nilai-nilai
kemanusiaan yang universal dan hakikat kehidupan. Hal ini
merupakan tujuan filosofis konseling.
b. Tujuan intermediate, tujuan konseling yang berhubungan dengan
tujuan utama individu datang melakukan konseling. Dalam hal ini,
proses konseling harus sesuai dengan tujuan konseli melakukan
konseling. Seperti, membantu konseli agar berkembang menjadi
individu yang kostruktif, dan sehat mentalnya, serta konseli dapat
memahami dan mengembangkan potensi dirinya.
c. Tujuan immediate, adalah tujuan dari setiap sesi atau peristiwa dalam
konseling.
3. Langkah-langkah
Prosedur konseling

No Langkah-langkah konseling pendekatan realita


1. Prakonseling
a. Kesiapan konselor (fisik, psikis)
b. Penyiapan instrument
c. Data awal tentang konseli
2. Opening
a. Penyambutan konseli (salam, menyambut dengan senyuman)
b. Penciptaan hubungan baik (seperti menanyakan kabar,
kesibukan yang sedang di lakukan)
c. Transisi pembicaraan
3. Inti
1. Tahap pertama : konselor menunjukkan keterlibatan dengan
konseli (be friend) pada tahap ini, konselor mengawali
pertemuan dengan bersikap otentik, hangat, dan menaruh
perhatian pada hubungan yang sedang di bangun]], konselor
harus dapat melibatkan dari pada konseli dengan
memperlibatkan sikap hangat dan ramah, menunjukkan
keterlibatan dengan konseli dapat di tunjukan dengan perilaku
attending serta menunjukkan sikap bersahabat.
2. Tahap kedua : fokus pada perilaku sekarang Setelah konseli
dapat melibatkan diri kepada konselor, maka konselor
menanyakan pada konseli apa yang akan dilakukannya
sekarang. Tahap kedua ini merupakan eksplorasi diri bagi
konseli. Konseli mengungkapkan ketidaknyamanan yang ia
rasakan dalam menghadapi permasalahannya. Lalu konselor
meminta konseli mendeskripsikan hal-hal apa saja yang telah
dilakukan dalam menghadapi kondisi tersebut, dalam tahap ini
adanya keinginan (Want) yang disampaikan konseli.
Sedangkan konselor melalukan konfrontasi atas kesenjangan
antara keinginan dan tindakan konseli.
3. Tahap ketiga : Mengeksplorasi Total Behavior Konseli
Menanyakan apa yang dilakukan konseli (doing), yaitu
konselor menanyakan secara spesifik apa saja yang dilakukan
konseli; cara pandang dalam Konseling Realita; akar
permasalahan konseli bersumber pada perilakunya (doing),
bukan pada perasaannya. Konselor dapat menolak dalih
tindakan maladatif konseli
4. Tahap keempat: Konseli Menilai Diri Sendiri atau Melakukan
Evaluasi Memasuki tahap keempat, konselor menanyakan
kepada konseli apakah pilihan perilakunya tidak untuk menilai
benar atau salah perilaku konseli, tetapi membimbing konseli
untuk menilai perilakunya saat ini. Beri kesempatan kepada
konseli untuk mengevaluasi (Evaluating), apakah ia cukup
terbantu dengan pilihannya tersebut. Konseling dapat
mendorong konseli membayangkan hal yang buruk jika
berhenti dan memilih bekerja, dan di ajak melihat jauh ke
depan.
5. Tahap kelima: Merencanakan Tindakan yang Bertanggung
jawab Tahap ketika konseli mulai menyadari bahwa
perilakunya tidak meyelesaikan masalah, dan tidak cukup
menolong keadaan dirinya, dilanjutkan dengan membuat
perencanaan (Planning) tindakan yang lebih bertanggung
jawab. Rencana yang disusun sifatnya spesifik dan konkret.
6. Tahap keenam: Membuat komitmen (kontrak perilaku)
Konselor mendorong konseli untuk merealisasikan rencana
yang telah disusunnya bersama konselor sesuai dengan jangka
waktu yang ditetapkan. (leaflet)
7. Tahap ketujuh: Tidak Menerima Permintaan Maaf atau Alasan
Konseli Konseli akan bertemu kembali dengan konselor pada
batas waktu yang telah disepakati bersama. Pada tahap ini
konselor menanyakan perkembangan perubahan perilaku
konseli. Apabila konseli tidak atau belum berhasil melakukan
apa yang telah direncanaknnya, permintaan maaf konseli atas
kegagalannya tidak untuk dipenuhi konselor. Sebaliknya,
konselor mengajak konseli untuk melihat kembali rencana
tersebut dan mengevaluasinya mengapa konseli tidak berhasil.
Konselor selanjutnya membantu konseli merencanakan
kembali hal-hal yang belum berhasil ia lakukan.
8. Tahap kedelapan: Tindak lanjut Merupakan tahap terakhir
dalam konseling. Konselor dan konseli mengevaluasi
perkembangan yang dicapai, konseling dapat berakhir atau
dilanjutkan jika tujuan yang telah ditetapkan belum tercapai.

4. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan konseling


Keberhasilan proses konseling terkait erat dengan dua hal utama yaitu
karakteristik konselor dan karakteristik klien. Karakteristik konselor yang
dimaksudkan adalah konselor memiliki pengetahuan dan praktik
konseling. Gelard D., (2011) menjelaskan bahwa konselor yang
berkualitas memiliki ciri umum seperti bersikap tulus (kongruen);
berempati: bersikap hangat; dan menunjukkan kepekaan dalam hubungan
harmonis yang dilandasi saling pengertian; tidak menghakimi dengan
penerimaan positif tanpa syarat; menunjukkan perhatian, pengertian dan
dukungan; bersikap kolaboratif di samping juga menunjukkan
penghargaan terhadap kompetensi klien; dan menunjukkan kemampuan
dalam menggunakan keterampilan-keterampilan konseling sesuai dengan
maksud dan tujuannya.
C. Konsep Dasar Teori Media Leafleat
1. Pengertian Leafleat
Leaflet adalah selebaran kertas cetak yang berlipat 2-3 halaman.
Leaflet merupakan media penyampai informasi dan himbauan.
Penggunaan gambar, warna, layout, dan informasi yang di sampaikan
merupakan hal-hal yang perlu di perhatikan dalam leaflet (Fitriah, 2018).
Leaflet merupakan bentuk media komunikasi yang termasuk salah satu
publikasi singkat berupa selebaran. Leaflet berisi keterangan atau
informasi tentang perusahaan, produk, organisasi dan jasa yang bertujuan
untuk informasi umum. Leaflet juga merupakan suatu informasi yang
dapat berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang (Kawuriansari,
Fajarsari, & Mulidah, 2010). Leaflet juga dapat menjadi sebuah media
pembelaajaran di dalam dunia pendidikan.
2. Manfaat leaflet
Penggunaan leaflet sebagai media pembelajaran di harapkan dapat
membantu siswa dalam memahami materi pelajaran. Leaflet di susun dari
berbagai sumber belajar, dengan bahasa yang sederhana dan mudah di
mengerti siswa, serta di tambahkan ilustrasi yang mendukung materi
pembelajaran, sehingga dalam proses pembelajaran siswa dapat tertarik
untuk membacanya. Siswa diharapkan akan termotivasi untuk belajar dan
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (Futriyah, Achmad, & Marpaung,
2013).
3. Kelebihan leaflet
Kelebihan leaflet menurut Notoatmojo yaitu tahan lama, menjangkau
banyak orang, dalam segi biaya terbilang rendah, mudah di bawa kemana-
mana, menampilkan estetika keindahan, mempermudah pemahaman
dengan bahasa yang singkat, dan juga dapat meningkatkan minat
(Kawuriansari et al., 2010).
4. Sayarat pembuatan leaflet
a. Leaflet harus di buat menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah
dimengerti pembaca
b. Pemberian judul harus di buat semenarik mungkin untuk menarik
minat pembaca
c. Tidak banyak tulisan yang nantinya akan membuat bosan pembaca
d. Mengkombinasikan antara tulisan, gambar, dan tampilan agar
menimbulkan kesan menarik bagi pembaca
e. Materi harus sesuai target sasaran yang di tuju (Kawuriansari et al.,
2010)
BAB III
HASIL KEGIATAN

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN


(SAP)
Pokok Bahasan           : Perawatan Kesehatan Maternitas
Sub pokok bahasan     : Amenorea
Sasaran                        : Siswi SMP N 12 Tangerang
Waktu                          : 09.00 s/d selesai
Tempat                        : Aula SMP N 12 Tangerang
Hari/tanggal                 : Senin, 04 November 2013
Penyuluh                      : Nurul Fatimah

A.    Tujuan instruksional umum


Setelah dilakukan penyuluhan selama 20 menit, siswi diharapkan dapat
mengetahui mengenai Amenorea.

B.     Tujuan instruksional khusus


Setelah dilakukan penyuluhan tentang amenorea, siswi dapat :
1.      Menjelaskan pengertian amenorea dengan benar.
2.      Menyebutkan penyebab amenorea dengan benar.
3.      Menjelaskan tanda dan gejala amenorea dengan benar.
4.      Menjelaskan  pemeriksaan penunjang amenorea dengan benar.
5.      Menjelaskan terapi amenorea dengan benar.

C.    Materi Pembelajaran
1.      Pengertian  amenorea.
2.      Penyebab amenorea.
3.       Tanda dan gejala amenorea.
4.      Pemeriksaan penunjang amenorea
5.       Terapi amenorea.

D.    Metode
         Ceramah
         Tanya Jawab

E.     Media
         Laptop/LCD
         PPT
         Leaflet
F.     Kegiatan Penyuluhan
No. Waktu Kegiatan penyuluh Kegiatan peserta
1. 3 menit Pembukaan :
Membuka kegiatan dengan
             Menjawab salam
mengucapkan salam.       Mendengarkan
      Memperkenalkan diri      Memperhatikan
      Menjelaskan tujuan dari       Bertanya
penyuluhan
      Menyebutkan materi yang akan
diberikan
      Memberikan pertanyaan
apersepsi
2. 15 menit Inti :
 Menjelaskan tentang pengertian       Memperhatikan
amenorea.       Menyimak
      Menyebutkan penyebab       Mendengarkan
amenorea.       Bertanya
      Menjelaskan tanda dan gejala       Menjawab
amenorea.
      Menjelaskan pemeriksaan
penunjang amenorea.           
      Menjelaskan terapi amenorea.
      Penyuluh memberi kesempatan
kepada peserta untuk bertanya
      Penyuluh menjawab pertanyaan
dari peserta
      Penyuluh memberi pertanyaan
kepada peserta
3. 2  menit Penutup :
Menyimpulkan isi materi       Membalas ucapan
      Mengucapkan terimakasih atas terimakasih.
peran serta peserta.       Menjawab salam
      Mengucapkan salam penutup. penutup.

G.    Sumber bacaan
http://www.klikdokter.com/kesehatankewanitaan/read/2010/07/05/4/amenorea
Ayu Candranita, Ida. 2006. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita edisi 2. Jakarta :
EGC

H.    Evaluasi
         Cara           : Lisan
         Jenis          : Pertanyaan terbuka
         Waktu       : Setelah penyuluhan
         Soal           :
1.      Jelaskan pengertian amenorea?
2.      Sebutkan penyebab amenorea ( min 3 )?
3.      Jelaskan tanda dan gejala amenorea?
4.      Jelaskan pemeriksaan penunjang amenorea?
5.      Jelaskan terapi amenorea?

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Amenore adalah kondisi di mana seorang wanita tidak mengalami
menstruasi, meskipun berdasarkan periode menstruasi seharusnya wanita
tersebut mengalami menstruasi. Amenore dapat diklasifikasikan menjadi 2
yaitu : amenore sekunder ; ketika wanita yang pernah mendapatkan
menstruasi, namun setelah itu mengalami ketidakteraturan siklus menstruasi
sampai dengan ≥ 6 bulan. Sedangkan amenore primer ; katika wanita 16 tahun
dengan pertumbuhan seksual sekunder normal atau 14 tahun tanpa adanya
pertumbuhan seksual sekunder.
B. Saran
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas diharapkan pembaca
dapat memahami benar apa itu amenore, mengenali tanda dan gejala, serta
penatalaksanaan medis supaya angka kejadian yang disebabkan amenore
dapat di tekan/cegah.

DAFTAR PUSTAKA

Kawuriansari R, Fajarsari D, Dan Mulidah S. (2010). Studi Efektivitas Leaflet


Terhadap Skor Pengetahuan Remaja Putri Tentang Amenorea Di SMP
Kristen 01 Purwokerto Kabupaten Banyumas. Jurnal Ilmih Kebidanan, Vol. 1
No. 1 Edisi Desember 2010

Yusuf, Syamsu. 2016. Konseling Individual Konsep Dasar Dan Pendekatan.


Bandung: Remaja Rosdakarya.

Benson, Ralp C & Martin L Pernol. 2009. Buku Saku Obstetric & Ginekologi. Edisi
9. Jakarta : EGC

Baziad A., 2008b. Endokrinologi Ginekologi. Edisi Ketiga. Jakarta : PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo Hal 163-71

Norwitz. 2008. At a Glance Obstetric Dan Ginekologi. Edisi 2. Jakarta : Erlangga.

L
A
M
P
I
R
A
N

LEAFLET
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai