Dosen Pembimbing :
Yuniasih Purwaningrum, S. SiT, M. Kes
Disusun Oleh :
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN
................................
NIM...............................
Mengetahui,
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………... ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. iii
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………… 1
BAB 2 TINJAUAN TEORI…………………………………………………. 3
BAB 3 TINJAUAN KASUS…………………………………………………
BAB 4 TELAAH ARTIKEL ILMIAH……………………………………….
BAB 5 PEMBAHASAN……………………………………………………...
BAB 6 PENUTUP……………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
4
2015-2030 yang didalamnya mencakup sasaran pokok pada tahun 2030
angka kematian ibu hingga dibawah 306 per 100.000 kelahiran hidup.
Menurut kemenkes RI dalam program SDGs bahwa target sistem
kesehatan nasional yaitu goals ke 3 menerangkan bahwa pada 2030
mengurangi angka kematian ibu hingga dibawah 70 per 100.000
kelahiran hidup(Kemenkes, 2015 Berdasarkan Profil Kesehatan
Indonesia hingga tahun 2018/2019 AKI Indonesia masih tetap tinggi di
305 per 1000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2019 angka kematian ibu
diseluruh Indonesia mencapai angka 4221 orang jumlah kematian ibu
tersebut terdiri dari jumlah kematian ibu hamil, jumlah kematian ibu
bersalin, jumlah kematian ibu nifas. (Profil Kesehatan Indonesia 2019).
Di Provinsi Jawa Timur sendiri AKI mencapai 520 kematian ibu
sehingga menduduki posisi kedua secara nasional setelah provinsi Jawa
Barat. Adapun penyebab tertinggi dari kematian kematian ibu pada tahun
2019 yaitu Pre Eklamsi/Eklamsi yaitu sebanyak 162 orang, perdarahan
125 orang, dan penyebab lainnya sebanyak 233 (Profil Kesehatan
Indonesia, 2019). Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu
indikator untuk melihat derajat kesehatan masyarakat. Angka kematian ibu
adalah jumlah kematian ibu selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas
yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan nifas atau
pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan,
terjatuh, di setiap 100.000 kelahiran hidup. SDKI tahun 2012
menunjukkan peningkatan AKI yang signifikan yaitu menjadi 359
kematian per 100.000 kelahiran hidup. AKI kembali menunjukkan
penurunan menjadi 305 kematian ibu per100.000 kelahiran hidup
berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015
(Kemenkes, 2015). Data Kementrian Kesehatan Tahun 2016 di Indonesia
angka kematian ibu tercatat 305 per 1000.000 kelahiran, penyebab
tertinggi kematian ibu di akibatkan karena perdarahan yaitu 32 %.
Sedangkan di Jember kasus Angka kematian ibu (AKI) terus
meningkat di Kabupaten Jember. Jember menempati peringkat pertama
sejawa timur yaitu AkI sebanyak 61 dari total 565 kasus di jawa timur
5
(Gubernur Jatim 2021). Dirumah Sakit Kaliwates Jember pada tahun 2020
terdapat 25 kasus dengan Late HPP yang semuanya ada 5 kasus
melahirkan di Rumah Sakit dan 20 kasus melahirkan di luar RSU
Kaliwates.
Selain perdarahan, penyebab kematian ibu tertinggi lainnya adalah
hipertensi dalam kehamilan, infeksi, partus lama dan abortus (Kemenkes,
2015). Berdasarkan analisis WHO, 27,1% penyebab kematian maternal
terutama disebabkan karena perdarahan, lebih dari 2/3-nya merupakan
kematian akibat perdarahan postpartum(Satriyandari 2017)
Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah guna
meningkatkan pelayanan kesehatan dan antisipasi terjadinya masalah
khususnya untuk ibu adalah adanya PONED dan PONEK yang
diharapkan danpat menurunkan derajat kesakitan dan meminimalkan
jumlah Angka kemtian Ibu ( AKI) di Indonesia ( Depkes RI,2011)
Masyarakat telah memberi perhatian terhadap permasalahan pada
ibu hamil dan bayi. Hal ini terbukti dengan adanya kerjasama dengan
keluarga, tokoh masyarakat termasuk dengan forum peduli KIA,
Kelompok Kerja (POKJA) Posyandu dan P4K (Program Perencanaan
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi) yang berfungsi untuk membantu
keluarga dalam membuat perencanaan persalinan yang baik dan
menigkatkan kesiapsiagaan keluarga dalam menghadapi tanda bahaya
kehamilan, persalinan, dan nifas agar dapat mengambil tindakan yang
tepat (Kemenkes RI, 2015).
Selain itu, pemerintah juga membuat program terkait dengan
kesehatan ibu dan anak yang meliputi program kehamilan dengan
kunjungan ANC minimal 4 kali yaitu 1 kali pada trimester pertama; 1 kali
pada trimester kedua; dan 2 kali pada trimester ketiga yang dilakukan
dengan asuhan kehamilan terpadu menggunakan 10T (Kemenkes RI,
2017).
Sedangkan program yang di jalankan di Jember untuk menekan
AKI dan AKB yaitu Gerakan Serentak Peduli Ibu, Bayi dan Anak (Gerak
Berlian) yang dimulai dari tahun 2015 berisi tentang persalinan harus di
6
tenaga kesehatan (bidan atau dokter), pemeriksaan kehamilan minimal 4
kali, pendampingan ibu hamil risiko tinggi, rujukan dini terencana dan
kelas ibu hamil, tersedianya calon pendonor untuk mengantisipasi hal-hal
yang tidak diinginkan dan suami harus siaga mendampingi ibu hamil serta
ibu hamil diharapkan telah terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan untuk
melindungi hal-hal yang diluar dugaan (Bambang, 2015).
Untuk menjalankan program-program tersebut agar bisa berjalan
sesuai dengan tujuannya, kualitas pelayanan yang diberikan harus lebih
ditingkatkan lagi khususnya untuk kabupaten jember yang memiliki
masalah di pencapaian pelayanan kesehatan ibu dan anak. Salah satu cara
yang bisa ditempuh dengan menganjurkan bidan untuk melakukan
kunjungan rumah yang lebih intensif diwilayah kerjanya, serta kemitraan
bidan dan dukun perlu untuk lebih ditingkatkan sehingga bisa memantau
ibu mulai kehamilan sampai ibu menggunakan alat kontrasepsi (Dinkes
Jatim, 2017). Untuk itu dengan memberikan asuhan kebidanan secara
komprehensif diharapkan bisa membantu menangani kasus Haemoragic
Post Partum dengan cepat dan tepat di RSU Kaliwates Jember dan
diharapkan bisa membantu menurunkan AKI di Jember.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melakukan Asuhan Kebidanan Komprehensif pada ibu
nifas dengan perdarahan post partum sekunder di RSU Kaliwates.
7
c. Mahasiswa dapat menentukan analisa data pada pasien dengan
perdarahan post partum sekunder (Late HPP) diruang rawat
inap kebidanan RSU Kaliwates Jember
d. Mahasiswa dapat menegakkan diagnose kebidanan dari
masalah Kebidanan pada pasien dengan perdarahan post
partum sekunder (Late HPP) diruang rawat inap kebidanan
RSU Kaliwates Jember
e. Mahasiswa dapat menentukan intervensi dan implementasi
kebidanan pada pasien dengan perdarahan post partum
sekunder (Late HPP) diruang rawat inap kebidanan RSU
Kaliwates Jember.
f. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi pada pasien dengan
perdarahan post partum sekunder (late HPP) diruang rawat inap
kebidanan RSU Kaliwates Jember
8
1.3.5 Pembahasan
Pembahasan berisi tentang pemaparan dari kasus yang didapat dan
dibandingkan dengan teori atau hasil telaah artikel ilmiah dan membahas
secara diagnosis serta penatalaksanaannya.
1.3.6 Penutup
Penutup berisikan kesimpulan dan juga saran
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
10
Yaitu masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ genital,
kira-kira antara 6-8 minggu.
3) Remote Puerperium (Periode Late postpartum, 1 minggu- 5 minggu)
Yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai
komplikasi (Maryunani, 2017).
11
perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal yang
telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh
lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperapnea, tekanan darah
sistolik < 90 mmHg, denyut nadi > 100x/ menit, kadar Hb < 8 g/dL
(Joseph dan Nugroho, 2011:164).
Jenis Perdarahan postpartum :
Perdarahan postpartum dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan postpartum
primer/dini dan perdarahan postpartum sekunder/lanjut.
1) Perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan postpartum yang
terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan
postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta,
robekan jalan lahir, dan inversio uteri.
2) Perdarahan postpartum sekunder yaitu perdarahan postpartum yang
terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum
sekunder disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik,
atau sisa plasenta yang tertinggal (Manuaba, 2014).
2.2.2 ETIOLOGI
Perdarahan postpartum disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor.
12
Pencegahan atonia uteri adalah dengan melakukan manajemen aktif kala
III dengan sebenar-benarnya dan memberikan misoprostol peroral 2-3
tablet (400-600 mcg) segera setelah bayi lahir (Oxorn, 2010).
13
thromboplastik yang timbul dari degenerasi dan autolysis decidua
serta placenta dapat memasuki sirkulasi maternal dan menimbulkan
koagulasi intravaskuler serta penurunan fibrinogen yang beredar (Oxorn,
2010).
14
baik akan tetapi bila kejadiannya cukup lama, maka jepitan serviks
yang mengecil akan membuat uterus mengalami iskemia, nekrosis dan
infeksi.
2) Penanganan
a) Memanggil bantuan anestesi dan memasang infus untuk cairan/darah
pengganti dan pemberian obat-obatan.
b) Beberapa serter memberikan tokolitik /MgSO4 untuk melemaskan
uterus yang terbalik sebelum dilakukan reposisi manual yaitu
mendorong endometrium ke atas masuk ke dalam vagina dan terus
melewati serviks sampai tangan masuk kedalam uterus pada posisi
24 normalnya. Hal ini dapat dilakukan sewaktu plasenta sudah
terlepas atau belum terlepas.
c) Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil
dikeluarkan dari rahim dan sambil memberikan uterotonika lewat
infus atau IM (intra muskular), tangan tetap dipertahankan untuk
konfigurasi uterus kembali normal dan tangan operator baru
dilepaskan.
d) Pemberian antibiotika dan transfusi darah sesuai dengan
kebutuhannya.
e) Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras
menyebabkan manuver diatas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan
laparotomi untuk reposisi dan kalau terpaksa dilakukan histerektomi
bila uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis.
c. Endometritis
15
lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu yang segera hilang
setelah diatasi. Tanda yang sering muncul adalah uterus agak
membesar, nyeri pada perabaan, uterus lembek, pada endometritis tidak
meluas pada hari pertama penderita merasa kurang sehat, nyeri perut,
mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi cepat, lokia kadang-kadang
berbau.
2) Penanganan Jika bidan menemukan kasus di tempat praktek lakukan
kolaborasi dengan dokter untuk dilakukan rujukan yang paling penting
stabilkan dulu kondisi ibu dengan pemberian cairan jika kondisi tidak
terlalu parah beri minum lewat mulut kemudian lakukan pemasangan
infus sebelum dirujuk ke rumah sakit. Di rumah sakit setelah kolaborasi
dengan dokter segera siapkan transfusi darah jika ada perdarahan,
berikan antibiotik kombinasi sampai ibu bebas demam selama 48 jam
berupa Ampisilin 2gr IV setiap 6 jam, gentamisin 5mg/lg berat badan
lewat IV tiap 24 jam, metronidazol 26 500mg IV tiap 8 jam, jika
demam masih ada 72 jam setelah terapi, kaji ulang diagnosis. Jika
diduga ada sisa plasenta, lakukan ekplorasi digital, keluarkan bekuan
serta sisa kotiledon, gunakan foseps ovum atau kuret besar bila
diperlukan, jika tidak ada kemajuan dengan terapi konservatif, dan ada
peritonitis (demam, nyeri lepas, dan nyeri abdomen), lakukan
laparatomi dan drain abdomen, jika uterus terinfeksi dan nekrotik,
lakukan histerektomi subtotal.
d. Hematoma
Pengertian Hematoma adalah didapatkannya gumpalan darah sebagai
akibat cidera atau robeknya pembuluh darah wanita hamil aterm tanpa
cidera mutlak pada lapisan jaringan luar.
Penyebab terutama karena gerakan kepala janin selama persalinan
(spontan), akibat pertolongan persalinan, karena tusukan pembuluh darah
selama anestesi lokal atau penjahitan dan dapat juga karena penjahitan
luka episiotomi atau ruptur perinei yang kurang sempurna.
1) Tanda dan gejala Terdapat nyeri yang tidak dapat hilang walaupun
diberi analgesik, terdapat pembengkakan pada vulva dan vagina,
16
perubahan warna, nyeri tekan, tekanan rectal dan massa 27 fluktuan
yang bisa diraba per rektum atau pervaginam. Apabila darah yang
hilang dari sirkulasi umum berjumlah banyak, terdapat gejala pucat
takikardia, hipotensi bahkan syok.
2) Penanganan
a) Hematoma yang kecil tidak memerlukan tindakan aktif namun
hematoma harus dijaga agar tetap bersih dan karena nekrosis
jaringan bisa diikuti oleh infeksi, pasien harus menerima
preparat antibiotika.
b) Hematoma yang besar memerlukan terapi pembedahan. Luka
tersebut dibuka, bekuan darah dikosongkan, dan jika
ditemukan titik perdarahan daerah ini diikat, daerah bekas
hematoma ditampon menggunakan kassa steril sementara di
dalam vagina juga ditempatkan tampon untuk menekan.
Tampon ini dibiarkan selama 24 jam hingga 48 jam.
Antibiotika diberikan, transfusi darah dilakukan kalau perlu,
dan pasien diobservasi dengan cermat untuk menjaga apabila
sewaktu-waktu terjadi perdarahan yang baru.
c) Insidensi Berdasarkan dari laporan-laporan baik di negara
maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar
antara 5% sampai 28 15%. Berdasarkan penyebabnya
diperoleh sebaran sebagai berikut: (Joseph dan Nugroho,
2011:165) 1) Atonia uteri 50-60% 2) Sisa plasenta 23-24% 3)
Retensio plasenta 16-17% 4) Laserasi jalan lahir 4-5% 5)
Kelainan darah 0,5-0,8%
d) Gejala Klinis Penyebab terjadinya perdarahan post partum,
secara mudah adalah 4-T:
(a) Tonus : atonia uteri, kandung kemih yang over distensi.
(b) Tissue : retensi plasenta (sisa plasenta) dan bekuan darah.
(c) Trauma : perlukaan pada vagina, serviks atau uterus.
(d) Trombin : gangguan pembekuan darah (bawaan atau
didapat).
17
e) Kriteria Diagnosis
(a) Pemeriksaan fisik: pucat, dapat disertai dengan tanda-tanda
syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, ekstermitas
dingin serta nampak darah keluar dari vagina terus
menerus.
(b) Pemeriksaan obstetri: mungkin kontraksi usus lembek,
uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus
baik, perdarahan mungkin disebabkan karena laserasi jalan
lahir.
(c) Pemeriksaan ginekologi: dilakukan dalam keadaan baik
atau telah diperbaiki, dapat diketahui kontraksi uterus, luka
jalan lahir, dan retensi sisa plasenta (Joseph dan Nugroho,
2011:167).
18
1000-1500 mL 80-100 Bradikardi (<100 kali per Ringan
(20- mmHg menit)
25%) Berkeringat
Lemah
1500-2000 mL 70-80 mmHg Takikardi (100-120 Sedang
(25- kali/menit) Oliguria
35%) Gelisah
2000-3000 mL 50-70 mmHg Takikardi (>120 Berat
(35- kali/menit)
50%) Anuria
19
2.3 PREDIPOSISI
2.3.1 Usia
Wanita yang melahirkan anak pada usia lebih dari 35 tahun
merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum yang
dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia
diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami
penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal (Saifuddin, 2014).
2.3.2 Paritas
Paritas Salah satu penyebab perdarahan postpartum adalah
multiparitas. Paritas menunjukan jumlah kehamilan terdahulu yang telah
mencapai batas viabilitas dan telah dilahirkan. Primipara adalah seorang
yang telah pernah melahirkan satu kali satu janin atau lebih yang telah
mencapai batas viabilitas, oleh karena itu berakhirnya setiap kehamilan
melewati tahap abortus memberikan paritas pada ibu. Seorang multipara
adalah seorang wanita yang telah menyelesaikan dua atau lebih
kehamilan hingga viabilitas. Hal yang menentukan paritas adalah jumlah
kehamilan yang mencapai viabilitas, bukan jumlah janin yang dilahirkan.
Paritas tidak lebih besar jika wanita yang 23 bersangkutan melahirkan
satu janin, janin kembar, atau janin kembar lima, juga tidak lebih rendah
jika janinnya lahir mati. Uterus yang telah melahirkan banyak anak,
cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan (Saifuddin,
2014).
Paritas adalah banyaknya persalinan yang dialami seorang wanita
yang melahirkan bayi yang dapat hidup. Kehamilan lebih dari satu kali
atau yang termasuk multiparitas memiliki risiko lebih tinggi terjadi
perdarahan pasca persalinan dibandingkan dengan ibu-ibu primigravida
(Rifdiani, 2016).Ibu yang paritas >3 beresiko mengalami perdarahan
pasca persalinan dibandingkan ibu yang paritasnya 2-3. Ibu dengan
paritas >3 diyakini mendahului terjadinya perdarahan pasca persalinan.
Paritas mempunyai pengaruh terhadap kejadian perdarahan pasca
persalinan karena pada setiap kehamilan dan persalinan terjadi perubahan
pada serabut otot di uterus yang dapat menurunkan kemampuan uterus
untuk berkontraksi sehingga sulit untuk melakukan penekanan pada
pembuluh-pembuluh darah yang membuka setelah lepasnya plasenta.
Risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan akan meningkat setelah
20
persalinan ketiga atau lebih yang mengakibatkan terjadinya perdarahan
pasca persalinan (Megasari, 2013).
Dengan bertambahnya paritas, akan semakin banyak jaringan ikat
pada uterus sehingga kemampuan untuk berkontraksi semakin menurun
akibatnya sulit melakukan penekanan pada pembuluh-pembuluh darah
yang terbuka setelah terlepasnya plasenta. Selain itu, juga terjadi
kemunduran dan cacat pada endometrium yang mengakibatkan
terjadinya fibrosis pada bekas implantasi plasenta sehingga vaskularisasi
dapat berkurang. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan janin, plasenta
mengadakan perluasan implantasi dan vili khorialis menembus dinding
uterus lebih dalam lagi sehingga dapat terjadi retensio plasenta adesiva
hingga perkreta (Friyandini, 2015).
Pada grande multiparitas, terjadi involusi endometrium berulang,
sehingga memungkinkan untuk terjadinya defek minor medium, yang
berakibat pada berkurangnya serabut miometrium sehingga persalinan
pada grandemultiparitas cenderung mengalami atonia uteri. Selain itu
akibat berkurangnya serabut miometrium maka pada grandemultiparitas
elatisitas miometrium akan berkurang sehingga memudahkan untuk
terjadinya ruptura uteri (Friyandini, 2015).
Multiparitas dan grandemultiparitas merupakan faktor
predisposisi terjadinya perdarahan pasca persalinan, akibat kelemahan
dan kelelahan endometrium. Namun apabila dalam pertolongan
persalinan diberikan uterutonika segera setelah persalinan atau pada saat
awal kala III sehingga persalinan plasenta dipercepat dan terjadi
kontraksi uterus, maka perdarahan postpartum tidak akan terjadi
(Friyandini, 2015).
Berdasarkan jumlahnya, maka paritas seorang perempuan dapat
dibedakan menjadi:
1) Nullipara Nullipara adalah perempuan yang belum pernah
melahirkan anak sama sekali.
2) PrimiparaPrimipara adalah perempuan yang telah melahirkan
seorang anak yang cukup besar untuk hidup didunia luar.
3) Multipara Multipara adalah perempuan yang telah melahirkan anak
lebih dari satu kali yang cukup besar untuk hidup didunia luar.d.
Grande multiparaGrande multipara adalah perempuan yang telah
21
melahirkan 5 orang anak atau lebih dari biasanya mengalami
penyulit dalam kehamilan dan persalinan (Manuaba, 2014).
2.3.3 Anemia dalam kehamilan
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan
nilai hemoglobin dibawah nilai normal, dikatakan anemia jika kadar
hemoglobin kurang dari 11g/dL. Kekurangan hemoglobin dalam darah
dapat menyebabkan komplikasi lebih serius bagi ibu baik dalam
kehamilan, persalinan, dannifas. Oksigen yang kurang pada uterus akan
menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi dengan adekuat
sehingga dapat timbul atonia uteri yang mengakibatkan perdarahan post
partum (Manuaba, 2014).
2.3.4 Riwayat persalinan
Riwayat persalinan dimasa lampau sangat berhubungan dengan
hasil kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang
lalu buruk petugas harus waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam
persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini dapat
berupa abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio
caesarea, persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah
mengalami perdarahan antepartum dan postpartum.
2.3.5 Bayi macrosomia
Bayi besar adalah bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000 gram.
Menurut kepustakaan bayi yang besar baru dapat menimbulkan dystosia
kalau beratnya melebihi 4500 gram. Kesukaran yang ditimbulkan dalam
persalinan adalah karena besarnya kepala atau besarnya bahu.Karena
regangan dinding rahim oleh anak yang sangat besar dapat menimbulkan
inertia dan kemungkinan perdarahan postpartum lebih besar.
2.3.6 Kehamilan ganda
Kehamilan ganda dapat menyebabkan uterus terlalu meregang,
dengan overdistensi tersebut dapat menyebabkan uterus atonik atau
perdarahan yang berasal dari letak plasenta akibat ketidak mampuan
uterus berkontraksi dengan baik.
22
2.4 DIAGNOSIS
2.4.1 Diagnosis Perdarahan Postpartum
24
25
25
26
2.6 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani
dalam 2 komponen yaitu :
Penanganan pasien dengan PPP memiliki dua komponen utama yaitu
resusitasi dan pengelolaan perdarahan obstetri yang mungkin disertai
syok hipovolemik dan identifikasi serta pengelolaan penyebab dari
perdarahan. Keberhasilan pengelolaan perdarahan postpartum
mengharuskan kedua komponen secara simultan dan sistematis ditangani
(Edhi, 2013).
Penggunaan uterotonika (oksitosin saja sebagai pilihan pertama)
memainkan peran sentral dalam penatalaksanaan perdarahan postpartum.
Pijat rahim disarankan segera setelah diagnosis dan resusitasi cairan
kristaloid isotonik juga dianjurkan. Penggunaan asam traneksamat
disarankan pada kasus perdarahan yang sulit diatasi atau perdarahan tetap
terkait trauma. Jika terdapat perdarahan yang terusmenerus dan sumber
perdarahan diketahui, embolisasi arteri uterus harus dipertimbangkan.
Jika kala tiga berlangsung lebih dari 30 menit, peregangan tali pusat
terkendali dan pemberian oksitosin (10 IU) IV/IM dapat digunakan untuk
menangani retensio plasenta. Jika perdarahan berlanjut, meskipun
penanganan dengan uterotonika dan intervensi konservatif lainnya telah
dilakukan, intervensi bedah harus dilakukan tanpa penundaan lebih lanjut
(WHO, 2012).
26
27
27
28
28
29
29
30
30
31
2.8 Pencegahan
31
32
32
33
33
34
34
35
BAB 3
TINJAUAN KASUS
35
36
e. Menstruasi :
HPHT : 24-09-2020
Siklus : 30 hari
Lama : 7 hari
Dismenore : Tidak ada
Menarche : Umur 13 tahun
f. Riwayat Pernikahan
Status : Menikah
Menikah Usia : 25 tahun
Lama Pernikahan : 1 Tahun
36
37
37
38
38
39
Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-), Pembesaran vena jugularis (-) dan
Pembesaran kelenjar limfe (-)
Dada : Wheezing (-), ronchi (-), retraksi dada(-),
3.1.3 Assessment
Data fokus : Ny. U usia 26 th mengatakan melahirkan normal di PMB
tgl 20/6/2021 jam 11.15WIB. mengeluarkan darah banyak stosel tgl 21 jam
12.00 WIB. Pemeriksaan TTV dalam batas normal, pada pemeriksaan fisik
pada mata tampak konjungtiva anemis, pada pemeriksaan abdoment, palpasi
setinggi pusat dan masase UC teraba lembek, sedangkan pada pemeriksaan
39
40
dalam ada bekuan darah menggumpal dan portio membuka. Hasil pemeriksaan
Lab Hb 10,8 gr%
Dx : Ny “U” P1A0 dengan perdarahan post partum sekunder (Late HPP) di
Ruang Rawat Inap RSU Kaliwates Jember
3.1.4 Plan
Tanggal 21 Juni 2021 jam 12.30 WIB
Tangga/ Plan Paraf
Jam
21/06/21 (1) Beritahu ibu mengenai hasil pemeriksaan saat ini
Jam (2) Berikan dukungan psikologis kepada ibu
12.30 (3) Observasi Keadaan Umum
WIB (4) Observasi tanda-tanda vital
(5) Observasi pengeluaran pervag dan kontraksi uterus
(6) Kolaborasi dengan dr SPOG
Cek DL,KGA.HB,Hbs Ag, Golongan Darah,Swab
Antigen, Foto Thorax,
Infus RL grojok, selanjutnya maintenance RL +
Oksitosin 20 IU dengan tetesan 20 tts/mnt,
Pasang Dower Catheter menetap
Injeksi Anbacim 2x1 gram,
Misoprostol 3 tb perektal
Rencana USG
(7) Informed Consen untuk pemberian terapi,
kuretase, dan pembiusan
(8) Kolaborasi dengan petugas laboratorium
(9) Kolaborasi dengan petugas radiologi
(10) Pasang infus
(11) Berikan injeksi
(12) Masukkan misoprostol perektal 3 tablet
(13) Pasang Dower Catheter
(14) Beritahu ibu rencana akan dilakukan kuretase tgl
22 jam 11 WIB
40
41
3.1.5 Implementasi
Tanggal/ Implementasi Paraf
Jam
21/06/2021 (1) Memberitahu ibu mengenai hasil pemeriksaan
Jam 12.30 dan kondisi kehamilan saat ini, ibu mengetahui
WIB hasil pemeriksaan dan kondisi nya saat ini
(2) Memberikan dukungan psikologi kepada ibu
(3) Mengobservasi keadaan umum : Cukup
(4) Mengobservasi TTV
TD :110/70 mmHg
Suhu : 36,7 O C
Nadi : 80 x/mnt
Rr : 20 x/mnt
Spo2 : 98 %
(5) Mengobservasi pengeluaran pervag dan
kontraksi uterus
1 Softek penuh, Kontraksi uterus lemah
(6) Melakukan kolaborasi dengan dokter SPOG
(7) Melakukan kolaborasi dengan petugas
laboratorium untuk pemeriksaan laboratorium
( Cek HB DL,KGA.HB,Hbs Ag, Golongan
Darah,Swab Antigen)
(8) Melakukan Kolaborasi dengan petugas radiologi
(Foto Thorax, USG)
(9) Melkukan informed Consent untuk pemberian
terapi. Kuretase, dan pembiusan.
(10) Pasang infus Infus RL grojok, selanjutnya
maintenance RL + Oksitosin 20 IU dengan
tetesan 20 tts/mnt,
(11) Berikan injeksi ( Anbacim 2x1 gram)
41
42
Catatan Perkembangan
Assasement :
Data fokus: Ibu mengatakan cemas dengan kondisinya saat ini ,
pengeluaran pervaginah ½ softek . Keadaan umum ibu cukup, kesadaran :
composmentis, TTV dalam batas normal
Dx : Ny “U” P1A0 dengan perdarahan post partum sekunder (Late HPP)
di ruang Rawat Inap RSU Kaliwates Jember
Plan :
Waktu Plan Paraf
11.00 1. Berikan informasi dan edukasi kepada pasien
tentang tindakan yang akan dilakukan supaya ibu
tidak cemas
42
43
Lembar Implementasi
Waktu Implementasi Paraf
11.00 1. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien
tentang tindakan yang akan dilakukan supaya ibu
tidak cemas
2. Mengajak ibu untuk berdoa sebelum dilakukan
tindakan kuretase
3. Menyiapkan
lingkungan ; menutup pintu ruang tindakan,
menyalakan lampu, mendekatkan alat kuretase
ke dekat bed gynekologi
pasien : membantu pasien naik ditempat bed
gynekologi dan memposisikan pasien litotomi
Penolong : memakai APD lengkap
4. Membantu dokter anasthesi saat dilakukan
pembiusan ( pembiusan dilakukan oleh dokter
anasthesi )
5. Membantu dokter SPOG saat tindakan kuretase
sebagai asisten
6. Mengobservasi tanda-tanda vital
TD : 110/70 mmhg
Rr : 19 x/menit
Nadi : 80 x/ menit
43
44
Spo2 : 98 %
7. Mengobservasi perdarahan pervagina setelah selesai
kuretase (pervag ¼ softek)
8. Memberitahu keluarga bahwa tindakan kuretase
sudah selesai
9. Suami mendampingi ibu setelah selesai dilakukan
kuretase
Catatan Perkembangan
Assasement :
Data fokus: Ibu mengatakan sudah lega karena sudah diperbolehkan
pulang,TTV dalam batas normal
Dx : Ny “U” P1 A0 dengan perdarahan post partum sekunder (Late HPP)
di Ruang Rawat Inap RSU Kaliwates Jember
Plan :
Waktu Plan Paraf
08.00 1. Beritahu ibu dan keluarga kalau sudah
diperbolehkan pulang
2. Siapkan administrasi ibu dan memberitahu ibu
kalau sudah menyelesaikan administrasi untuk
segera lapor
3. Ajarkan pada ibu cara perawatan bayi sehari hari
yang akan di lakukan dirumah
4. Ajarkan pada ibu cara menyusui dengan benar
dan tentang pentingnya ASI Eksklusif
44
45
Lembar Implementasi
45
46
3.1.6 EVALUASI
1. Pasien mengalami perdarahan pada tanggal 21/6/2021 jam 12.00
WIB
2. Pasien dilakukan pemeriksaan darah HB 10,8 gr % , hasil yang lain
dalam batas normal.
3. TTV : T: 120/80 mmhg, Nadi: 80 x/mnt, Suhu 36.5 oC, Rr : 20
x/mnt,Spo2 : 99 %
4. Hasil USG terdapat sisa jaringan placenta
5. Pada tgl 22/6/2021 jam 11.00 WIB telah dilakukan kuretase
6. Pada tgl 23/6/2021 jam 08.00 WIB pasien diperbolehkan pulang dan
dianjurkan kontrol ulang pada tgl 30/6/2021 jam 09.00 WIB di Poli
Spesialis RSU Kaliwates.
7. Memberikan KIE pada ibu tentang cara perawatan bayi sehari hari,
cara menyusui dengan benar, pentingnya ASI Eklusif dan
menganjurkan pada ibu makan dengan menu gizi seimbang.
46
47
BAB 4
TELAAH JURNAL
2. Nama Jurnal
Medikes (media informasi kesehatan), volume 7, nomor 2 November
3. Nama Penulis
Erina Windiany, Musdalifa
4. Tanggal Publikasi
2 November 2020
47
48
48
49
49
50
50
51
BAB 5
PEMBAHASAN
51
52
petugas Lab dan juga petugas radiologi untuk dilakukan pemeriksaan penunjang,
memberikan informed consent untuk pelaksanaan tindakan kuretase dan
pembiusan, melakukan pemasangan dower cateter dan memberikan terapi sesuai
dengan advice dokter.
Dari data diatas, ada beberapa pembahasan yang bisa kita amati bersama.
Menurut Sarifuddin (2014) mengatakan bahwa Perdarahan post partum adalah
perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala III persalinan selesai.
Menurut Manuaba (2014) Ada 2 jenis perdarahan postpartum yaitu perdarahan
postpartum primer/dini dan perdarahan postpartum sekunder/lanjut. Perdarahan
postpartum sekunder yaitu perdarahan postpartum yang terjadi setelah 24 jam
pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi,
penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal. Pada kasus
Ny. U mengatakan telah melahirkan bayinya pada tanggal 20 Juni 2021 Jam 11.15
wib mengatakan keluar darah banyak stolsel sejak tanggal 21 Juni 2021 jam 12.00
wib. Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa jumlah yang darah yang dikeluarkan
adalah sebanyak ± 700 cc, dan setelah dilakukan masase UC teraba lembek. Dari
data tersebut diatas dapat diketahui bahwa Ny. U mengalami perdarahan post
partum sekunder karena terjadi perdarahan setelah 24 jam setelah melahirkan
dengan jumlah perdarahan lebih dari 500 cc. Hal ini sesuai dengan teori yang
dijelaskan diatas bahwa Ny. U mengalami perdarahan post partum jenis sekunder
(late hpp sekunder) yang membutuhkan penanganan segera agar masalah
perdarahan segera teratasi demi keselamatan ibu.
Menurut Joseph dan Nugroho (2011) menjelaskan beberapa penyebab dari
perdarahan post partum sekunder ini, salah satu diantaranya adalah adanya
retensio sisa plasenta (rest placenta) yaitu tertinggalnya bagian plasenta dalam
rongga rahim sehingga membuat rahim tidak berkontraksi dengan baik dan
menimbulkan perdarahan, bisa terjadi perdarahan post partum primer (early
postpartum hemorrhage) atau perdarahan post partum sekunder (late postpartum
hemorrhage) yang biasanya terjadi pasca persalinan. Pada kasus Ny. U hasil
pemeriksaan fisik pada abdomen palpasi teraba setinggi pusat dan masase UC
lembek, sedangkan pada pemeriksaan dalam diketahui bahwa portio masih
membuka dan terdapat bekuan darah (stolsel), maka ada kesesuaian antara teori
dan kasus. Pada proses persalinan seorang bidan harus memantau perdarahan yang
52
53
terjadi setelah kala 3 persalinan, karena pada kala 3 terdapat proses MAK 3 yang
harus dilakukan bidan dengan tepat. Hal ini sangat penting agar pelepasan
plasenta dilakukan secara benar dan memastikan bahwa tidak terdapat sisa
plasenta yang masih tertinggal di dalam uterus. Plasenta yang masih ada sisa atau
tertinggal didalam uterus bisa mengakibatkan perdarahan post partum primer
ataupun perdarahan post partum sekunder. Pada perdarhan post partum sekunder
selain bisa mengakibatkan perdarahan juga bisa terjadi infeksi pada ibu sehingga
akan mengancam keselamatan ibu pada masa nifas.
Pada pembahasan diatas dapat kita ketahui jenis perdarahan dan juga
penyebab perdarahan pada ibu. Selain hal tersebut, ada hal yang juga tidak kalah
penting. Pada kasus Ny. U diketahui keadaan umum ibu tampak lemah, hasil
pemeriksaan fisik ibu konjungtiva mata tampak anemis, dan pemeriksaan
penunjang diketahui bahwa kadar Hb ibu adalah 10, 8 gr %. Menurut Astutik dan
Ertiana (2018) mengatakan bahwa derajat anemia terdiri dari tidak anemia (lebih
dari 11,5gr%), anemia ringan (9 sampai < 11 gr%), anemia sedang (7 sampai < 9
gr%), dan anemia berat (< 7 gr%), sedangkan menurut Proverawati (2011) bahaya
yang bisa ditimbulkan karena anemia selama masa nifas yaitu dapat menimbulkan
adanya risiko terjadinya sub-involusi uteri yang mengakibatkan perdarahan
postpartum, risiko terjadinya dekompensasi jantung segera setelah persalinan,
risiko infeksi selama masa nifas, penurunan produksi ASI, dan peningkatan risiko
terjadinya infeksi payudara. Dari data tersebut diatas terdapat kesesuaian antara
teori dengan kasus bahwa ibu mengalami anemia ringan yang juga perlu
dilakukan pemantauan kepada ibu, untuk itu masalah perdarahan post partum
sekunder ini harus bisa teratasi dengan baik agar tidak semakin memperparah
kondisi anemia yang terjadi pada ibu karena anemia yang terjadi pada ibu selama
masa nifas juga akan menimbulkan permasalahan yang lain seperti penurunan
produksi ASI, dan bisa terjadi peningkatan risiko terjadinya infeksi payudara pada
ibu.
Untuk identifikasi dan penanganan terjadinya perdarahan post partum
sekunder di RS ini adalah melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG untuk
tindakan lebih lanjut yaitu dilakukan tindakan kuretase. Pada penanganan kasus
Ny. U ini salah satu nya penanganannya adalah kolaborasi dengan dokter Sp.OG
53
54
dan dokter anastesi untuk dilakukan tindakan kuretase pada ibu sehingga
perdarahan pada ibu bisa segera teratasi dengan baik.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan studi kasus pada ibu nifas setelah dilakukan asuhan
kebidanan secara komprehensif dengan melakukan pengkajian secara
menyeluruh terhadap ibu, meliputi data subyektif dan data obyektif, dan
melakukan analisa data bahwa ibu telah melahirkan bayi nya lebih dari 24 jam
dan mengeluh keluar darah banyak dari kemaluan, setelah dilakukan
pemeriksaan secara menyeluruh kepada ibu kemudian menentukan diagnosa
pada ibu yakni Ny. U P1A0 dengan perdarahan post partum sekunder (late
HPP) dengan rencana tindakan dan implementasi yaitu memberitahu ibu
mengenai hasil pemeriksaan dan kondisi nya saat ini, memberikan dukungan
psikologi pada ibu, melakukan observasi TTV, melakukan observasi
pengeluaran darah pervaginam, melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG
untuk rencana tindak lanjut, melakukan kolaborasi dengan petugas Lab dan
juga petugas radiologi untuk dilakukan pemeriksaan penunjang, memberikan
informed consent untuk pelaksanaan tindakan kuretase dan pembiusan,
melakukan pemasangan dower cateter dan memberikan terapi sesuai dengan
54
55
advice dokter, dan juga melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG dan
dokter anastesi untuk dilakukan tindakan kuretase pada ibu.
Setelah dilakukan tindak lanjut terhadap kasus Ny. U P1A0 dengan
perdarahan post partum sekunder (late HPP) yaitu tindakan kuretase yang
dilakukan oleh Dokter Sp.Og dan dengan dokter anastesi kemudian
melakukan evaluasi setelah tindakan bahwa ibu dalam kondisi baik, hasil
pemeriksaan TTV dalam batas normal, dan masalah sudah teratasi dengan
baik. Selanjutnya ibu diberikan edukasi bagaiamana cara merawat bayi dengan
baik, memberikan motivasi kepada ibu untuk memberikan ASI secara
eksklusif, mengajarkan pada ibu cara menyusui dengan benar, kemudian
menganjurkan ibu untuk makan dengan menu gizi seimbang.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa lebih menguasai teori sehingga mampu
meningkatkan ketrampilan dalam memberikan asuhan kebidanan
patologi pada ibu nifas. Serta diharapkan dapat menjadi bahan
pembelajaran bagi mahasiswa sehingga dapat menerapkannya tidak
hanya di lahan praktek yang ditempati saja melainkan juga mampu
menerapkannya di masyarakat umum.
5.2.2 Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat dapat mengetahui tentang tanda bahaya pada
masa nifas sehingga keluarga maupun masyarakat dapat memberikan
dukungan kepada ibu setelah melahirkan untuk bisa berhati hati
meskipun bayi sudah lahir dan proses persalinan berjalan dengan
lancar.
5.2.3 Bagi Pelayanan Kesehatan
Perlu dilakukan penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat tentang
bahaya pada masa nifas juga diharapkan mampu meningkatkan mutu
pelayanan asuhan kebidanan sesuai dengan prosedur tindakan
sehingga dapat melaksanakan asuhan kebidanan secara komprehensif.
55
56
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, R.Y. dan D. Ertiana. 2018. Anemia dalam Kehamilan. Jawa Timur:
CV Pustaka Abadi.
Badr Safaa, Bilkasem Amenh, Elkhwsky Fayek. 2015. “Risk Factor For
Primary Postpartum Hemorrage in Benghazi, Libya: A Case
Control Study”. Scholar Journal of Applied Medical Sciences.
56
57
57