Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN KOMPREHENSIF

PADA NY “ U” P1 A0 DENGAN PERDARAHAN POSTPARTUM


SEKUNDER (LATE HPP ) DI RUANG RAWAT INAP RSU KALIWATES
JEMBER
PERIODE 21 JUNI – 03 JULI 2021

Dosen Pembimbing :
Yuniasih Purwaningrum, S. SiT, M. Kes

Disusun Oleh :

1. Arini Amalia (P17312205069)


2. Agustin Dianawati (PI7312205070)
3. Arie Alfina M. (P173122050 78)
4. Aulia Indah W. (P17312205105)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Stase Kegawatdaruratan Maternal Neonatal dan


Kolaborasi pada Kasus Patologi dan Komplikasi dengan Judul
Ny. “U” P1 A0 dengan Late Haemoragic Post Partum di Ruang rawat Inap RSU Kaliwates
Jember
Periode 21 Juni – 03 Juli 2021

Telah disetujui dan disahkan pada tanggal :


Mahasiswa

................................
NIM...............................

Mengetahui,

Perseptor Akademik Perseptor Klinik

Yuniasih Purwaningrum, S. SiT, M. Kes Nuril Fitrotun Nur Rohmah, SST


NIP. 197906052002122002 NIP. 02019123

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………... ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. iii
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………… 1
BAB 2 TINJAUAN TEORI…………………………………………………. 3
BAB 3 TINJAUAN KASUS…………………………………………………
BAB 4 TELAAH ARTIKEL ILMIAH……………………………………….
BAB 5 PEMBAHASAN……………………………………………………...
BAB 6 PENUTUP……………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Postpartum / masa nifas merupakan masa pulih kembali mulai dari
persalinan sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil, yaitu
kira kira 6-8 minggu. Pada masa post partum ibu banyak mengalami
kejadian seperti perubahan fisik, psikologis untuk menghadapi masa nifas
yang bila tidak ditangani segera, akan dapat membahayakan kesehatan
atau mendatangkan kematian bagi ibu di waktu masa nifas/masa
peurperium (Indriyani, 2013).
Masa peurperium/masa nifas merupakan masa mengembalikan alat
genitalia interna kedalam keadaan normal, dengan tenggang waktu sekitar
42 hari atau enam minggu dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Puerperium dibagi menjadi 3 yaitu puerperium dini, pueperium
intermedial, dan remote puerpuerium (Indriyani, 2013). Potensial bahaya
yang sering terjadi adalah pada immediate 24 jam pertama dan early
postpartum period (minggu pertama) sedangkan perubahan secara bertahap
kebanyakan terjadi pada late postpartum period (minggu kedua-minggu ke
enam). Bahaya yang paling sering terjadi itu adalah perdarahan paska
persalinan atau HPP (Haemorrhage Postpartum) (Indriyani, 2013).
Perdarahan paska persalinan biasanya terjadi pada masa
postpartum yang lebih dari 500 cc segera setelah bayi lahir. Menentukan
jumlah perdarahan pada saat persalinan sulit karena bercampurnya darah
dengan air ketuban serta rembesan di kain pada alas tidur. Manifestasi
klinis pada perdarahan adalah klien mengeluh lemah, limbung, berkeringat
dingin, dalam pemeriksaan fisik hiperpnea, sistolik < 90 mmHg, nadi >
100 x/menit dan kadar HB < 8 gr (Purwoastuti & Walyani, 2015). Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah
satu indikator pembangunan kesehatan seperti yang tertera pada program
WHO Sustainable Development Goals (SDGs) yang dimulai dari tahun

4
2015-2030 yang didalamnya mencakup sasaran pokok pada tahun 2030
angka kematian ibu hingga dibawah 306 per 100.000 kelahiran hidup.
Menurut kemenkes RI dalam program SDGs bahwa target sistem
kesehatan nasional yaitu goals ke 3 menerangkan bahwa pada 2030
mengurangi angka kematian ibu hingga dibawah 70 per 100.000
kelahiran hidup(Kemenkes, 2015 Berdasarkan Profil Kesehatan
Indonesia hingga tahun 2018/2019 AKI Indonesia masih tetap tinggi di
305 per 1000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2019 angka kematian ibu
diseluruh Indonesia mencapai angka 4221 orang jumlah kematian ibu
tersebut terdiri dari jumlah kematian ibu hamil, jumlah kematian ibu
bersalin, jumlah kematian ibu nifas. (Profil Kesehatan Indonesia 2019).
Di Provinsi Jawa Timur sendiri AKI mencapai 520 kematian ibu
sehingga menduduki posisi kedua secara nasional setelah provinsi Jawa
Barat. Adapun penyebab tertinggi dari kematian kematian ibu pada tahun
2019 yaitu Pre Eklamsi/Eklamsi yaitu sebanyak 162 orang, perdarahan
125 orang, dan penyebab lainnya sebanyak 233 (Profil Kesehatan
Indonesia, 2019). Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu
indikator untuk melihat derajat kesehatan masyarakat. Angka kematian ibu
adalah jumlah kematian ibu selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas
yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan nifas atau
pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan,
terjatuh, di setiap 100.000 kelahiran hidup. SDKI tahun 2012
menunjukkan peningkatan AKI yang signifikan yaitu menjadi 359
kematian per 100.000 kelahiran hidup. AKI kembali menunjukkan
penurunan menjadi 305 kematian ibu per100.000 kelahiran hidup
berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015
(Kemenkes, 2015). Data Kementrian Kesehatan Tahun 2016 di Indonesia
angka kematian ibu tercatat 305 per 1000.000 kelahiran, penyebab
tertinggi kematian ibu di akibatkan karena perdarahan yaitu 32 %.
Sedangkan di Jember kasus Angka kematian ibu (AKI) terus
meningkat di Kabupaten Jember. Jember menempati peringkat pertama
sejawa timur yaitu AkI sebanyak 61 dari total 565 kasus di jawa timur

5
(Gubernur Jatim 2021). Dirumah Sakit Kaliwates Jember pada tahun 2020
terdapat 25 kasus dengan Late HPP yang semuanya ada 5 kasus
melahirkan di Rumah Sakit dan 20 kasus melahirkan di luar RSU
Kaliwates.
Selain perdarahan, penyebab kematian ibu tertinggi lainnya adalah
hipertensi dalam kehamilan, infeksi, partus lama dan abortus (Kemenkes,
2015). Berdasarkan analisis WHO, 27,1% penyebab kematian maternal
terutama disebabkan karena perdarahan, lebih dari 2/3-nya merupakan
kematian akibat perdarahan postpartum(Satriyandari 2017)
Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah guna
meningkatkan pelayanan kesehatan dan antisipasi terjadinya masalah
khususnya untuk ibu adalah adanya PONED dan PONEK yang
diharapkan danpat menurunkan derajat kesakitan dan meminimalkan
jumlah Angka kemtian Ibu ( AKI) di Indonesia ( Depkes RI,2011)
Masyarakat telah memberi perhatian terhadap permasalahan pada
ibu hamil dan bayi. Hal ini terbukti dengan adanya kerjasama dengan
keluarga, tokoh masyarakat termasuk dengan forum peduli KIA,
Kelompok Kerja (POKJA) Posyandu dan P4K (Program Perencanaan
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi) yang berfungsi untuk membantu
keluarga dalam membuat perencanaan persalinan yang baik dan
menigkatkan kesiapsiagaan keluarga dalam menghadapi tanda bahaya
kehamilan, persalinan, dan nifas agar dapat mengambil tindakan yang
tepat (Kemenkes RI, 2015).
Selain itu, pemerintah juga membuat program terkait dengan
kesehatan ibu dan anak yang meliputi program kehamilan dengan
kunjungan ANC minimal 4 kali yaitu 1 kali pada trimester pertama; 1 kali
pada trimester kedua; dan 2 kali pada trimester ketiga yang dilakukan
dengan asuhan kehamilan terpadu menggunakan 10T (Kemenkes RI,
2017).
Sedangkan program yang di jalankan di Jember untuk menekan
AKI dan AKB yaitu Gerakan Serentak Peduli Ibu, Bayi dan Anak (Gerak
Berlian) yang dimulai dari tahun 2015 berisi tentang persalinan harus di

6
tenaga kesehatan (bidan atau dokter), pemeriksaan kehamilan minimal 4
kali, pendampingan ibu hamil risiko tinggi, rujukan dini terencana dan
kelas ibu hamil, tersedianya calon pendonor untuk mengantisipasi hal-hal
yang tidak diinginkan dan suami harus siaga mendampingi ibu hamil serta
ibu hamil diharapkan telah terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan untuk
melindungi hal-hal yang diluar dugaan (Bambang, 2015).
Untuk menjalankan program-program tersebut agar bisa berjalan
sesuai dengan tujuannya, kualitas pelayanan yang diberikan harus lebih
ditingkatkan lagi khususnya untuk kabupaten jember yang memiliki
masalah di pencapaian pelayanan kesehatan ibu dan anak. Salah satu cara
yang bisa ditempuh dengan menganjurkan bidan untuk melakukan
kunjungan rumah yang lebih intensif diwilayah kerjanya, serta kemitraan
bidan dan dukun perlu untuk lebih ditingkatkan sehingga bisa memantau
ibu mulai kehamilan sampai ibu menggunakan alat kontrasepsi (Dinkes
Jatim, 2017). Untuk itu dengan memberikan asuhan kebidanan secara
komprehensif diharapkan bisa membantu menangani kasus Haemoragic
Post Partum dengan cepat dan tepat di RSU Kaliwates Jember dan
diharapkan bisa membantu menurunkan AKI di Jember.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melakukan Asuhan Kebidanan Komprehensif pada ibu
nifas dengan perdarahan post partum sekunder di RSU Kaliwates.

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Mampu memahami konsep dasar perdarahan post partum
sekunder (late HPP)
b. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan
perdarahan post partum sekunder (Late HPP) diruang rawat
inap kebidanan RSU Kaliwates Jember.

7
c. Mahasiswa dapat menentukan analisa data pada pasien dengan
perdarahan post partum sekunder (Late HPP) diruang rawat
inap kebidanan RSU Kaliwates Jember
d. Mahasiswa dapat menegakkan diagnose kebidanan dari
masalah Kebidanan pada pasien dengan perdarahan post
partum sekunder (Late HPP) diruang rawat inap kebidanan
RSU Kaliwates Jember
e. Mahasiswa dapat menentukan intervensi dan implementasi
kebidanan pada pasien dengan perdarahan post partum
sekunder (Late HPP) diruang rawat inap kebidanan RSU
Kaliwates Jember.
f. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi pada pasien dengan
perdarahan post partum sekunder (late HPP) diruang rawat inap
kebidanan RSU Kaliwates Jember

1.3 Metode Penulisan


Penulisan laporan yang digunakan dalam pembuatan asuhan kebidanan
komprehensif ini dibagi menjadi 6 Bab sebagai berikut :
1.3.1 BAB 1 Pendahuluan
Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan.
1.3.2 BAB 2 Tinjauan Teori
Tinjauan teori menjelaskan tentang konsep teori nifas fisiologis dan
perdarahan pada masa nifas
1.3.3 BAB 3 Tinjauan Kasus
Tinjauan kasus berisi tentang pengkajian/ pengumpulan data, identifikasi
masalah, perencanaan, implementasi, evaluasi.
1.3.4 BAB 4 Telaah Artikel Ilmiah
Telaah artikel ilmiah ini berisikan tentang identitas artikel, dan hasil
telaah kritis

8
1.3.5 Pembahasan
Pembahasan berisi tentang pemaparan dari kasus yang didapat dan
dibandingkan dengan teori atau hasil telaah artikel ilmiah dan membahas
secara diagnosis serta penatalaksanaannya.
1.3.6 Penutup
Penutup berisikan kesimpulan dan juga saran

1.4 Manfaat Penulis


1.4.1 Bagi Penulis
Dapat meningkatkan pengetahuan penulis tentang perdarahan Post
partum dan dapat menambah pengalaman bagi penulis dalam
menyusun dan mengaplikasikan asuhan kebidanan secara langsung pada
pasien dengan perdarahan Post Partum.
1.4.2 Bagi Institusi
Sebagai bahan referensi institusi dalam memahami asuhan kebidanan
pada klien dengan perdarahan Post Partum, sehingga dapat menambah
pengetahuan dalam memahami asuhan kebidanan dengan Perdarahan
Post Partum.
1.4.3 Bagi Instusi Rumah Sakit
Memberikan laporan dalam bentuk dokumentasi asuhan kebidanan
kepada tim kesehatan Rumah Sakit dalam memberikan asuhan
kebidanan pada klien dengan perdarahan post Partum

9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Masa Nifas


2.1.1 Pengertian Masa Nifas
Masa nifas disebut juga post partum atau puerperium adalah masa
atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim
sampai 6 minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-
organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan
seperti perlukaan dan lain sebagainya yang berkaitan saat melahirkan.
Periode masa nifas selama 6-8 minggu setelah persalinan, proses ini
dimulai setelah selesainya persalinan dan berakhir setalah alat-alat
reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil atau tidak
hamilsebagai akibatdari adanya perubahan fisiologis dan psikologis
karena proses persalinan (Astuti, dkk. 2015).

2.1.2 Tujuan Asuhan Masa Nifas


1) Menjaga kesehatan ibu dan bayi, baik fisik maupun psikologis
2) Mendeteksi masalah, megobati atau merujuk bila terjadi komplikasi,
baik pada ibu maupun bayi
3) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, cara dan manfaat menyusui, imunisasi, serta perawatan bayi
sehari-hari
4) Memberikan pelayanan KB (Astuti, dkk. 2015).

2.1.3 Tahapan Masa Nifas


Adapun tahapan masa nifas:
1) Puerperium dini (Periode immediate postpartum)
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam, masa
kepulihan yakni saat-saat ibu dibolehkan berdiri dan berjalan.
2) Puerperium intermedial (Periode Early postpartum 24 jam- 1
minggu)

10
Yaitu masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ genital,
kira-kira antara 6-8 minggu.
3) Remote Puerperium (Periode Late postpartum, 1 minggu- 5 minggu)
Yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai
komplikasi (Maryunani, 2017).

2.2 Konsep perdarhan pada masa nifas


2.2.1 Definisi
Perdarahan post partum adalah perdarahan pervagina 500 cc atau lebih
setelah kala III yaitu serviks membuka kurang dari 4 cm sampai
penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah
membuka lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak,
kemudian dilanjutkan dengan kala III persalinan yang dimulai dengan
lahirnya bayi dan berakhir dengan pengeluaran plasenta. Perdarahan
postpartum terjadi setelah kala III persalinan selesai (Saifuddin, 2014).
Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat
dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam
syok, ataupun merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi
terus menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan
menjadi banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh
dalam syok (Saifuddin, 2014)
Perdarahan postpartum adalah Perdarahan yang volumenya melebihi
400-500 cc, kondisi dalam persalinan menyebabkan sulit untuk
menentukan jumlah Perdarahan yang terjadi Pada periode pasca
persalinan, sulit untuk menentukan terminologi berdasarkan batasan kala
persalinan yang terdiri dari kala I hingga kala IV (Prawirohardjo,
2009:523)
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500cc yang
terjadi setelah bayi lahir per vaginam atau lebih dari 1000 ml setelah
persalinan abdominal. Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan
untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah

11
perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal yang
telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh
lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperapnea, tekanan darah
sistolik < 90 mmHg, denyut nadi > 100x/ menit, kadar Hb < 8 g/dL
(Joseph dan Nugroho, 2011:164).
Jenis Perdarahan postpartum :
Perdarahan postpartum dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan postpartum
primer/dini dan perdarahan postpartum sekunder/lanjut.
1) Perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan postpartum yang
terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan
postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta,
robekan jalan lahir, dan inversio uteri.
2) Perdarahan postpartum sekunder yaitu perdarahan postpartum yang
terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum
sekunder disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik,
atau sisa plasenta yang tertinggal (Manuaba, 2014).

2.2.2 ETIOLOGI
Perdarahan postpartum disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor.

Sebab-sebab perdarahan postpartum primer dibagi menjadi empat kelompok


utama

1) Tone (Atonia Uteri)


Atonia uteri menjadi penyebab pertama perdarahan postpartum.
Perdarahan postpartum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi
serat-serat miometrium. Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan
terlipatnya pembuluh-pembuluh darah sehingga aliran darah ke tempat
plasenta menjadi terhenti. Kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi
miometrium dinamakan atonia uteri (Oxorn, 2010).
Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir
perdarahan masih ada dan mencapai 500-1000 cc, tinggi fundus uteri
masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek (Saifuddin,
2014).

12
Pencegahan atonia uteri adalah dengan melakukan manajemen aktif kala
III dengan sebenar-benarnya dan memberikan misoprostol peroral 2-3
tablet (400-600 mcg) segera setelah bayi lahir (Oxorn, 2010).

2) Trauma dan Laserasi


Perdarahan yang cukup banyak dapat terjadi karena robekan pada saat
proses persalinan baik normal maupun dengan tindakan, sehingga inspeksi
harus selalu dilakukan sesudah proses persalinan selesai sehingga sumber
perdarahan dapat dikendalikan. Tempat-tempat perdarahan dapat terjadi di
vulva, vagina, servik, porsio dan uterus (Oxorn, 2010).

3) Tissue (Retensio Plasenta)


Retensio sebagian atau seluruh plasenta dalam rahim akan
mengganggu kontraksi dan retraksi, sinus-sinus darah tetap terbuka,
sehingga menimbulkan perdarahan postpartum. Perdarahan terjadi pada
bagian plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Bagian plasenta yang
masih melekat merintangi retraksi miometrium dan perdarahan
berlangsung terus sampai sisa organ tersebut terlepas serta dikeluarkan
(Oxorn, 2010).
Retensio plasenta, seluruh atau sebagian, lobus succenturiata,
sebuah kotiledon, atau suatu fragmen plasenta dapat menyebabkan
perdarahan plasenta akpostpartum. Retensio plasenta dapat disebabkan
adanya plasenta akreta, perkreta dan inkreta. Faktor predisposisi terjadinya
plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas seksio sesarea, pernah kuret
berulang, dan multiparitas (Saifuddin, 2014).

4) Thrombophilia (Kelainan Perdarahan)


Afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia dapat terjadi setelah abruption
placenta, retensio janin-mati yang lama di dalam rahim, dan pada emboli
cairan ketuban. Kegagalan mekanisme pembekuan darah menyebabkan
perdarahan yang tidak dapat dihentikan dengan tindakan yang biasanya
dipakai untuk mengendalikan perdarahan. Secara etiologi bahan

13
thromboplastik yang timbul dari degenerasi dan autolysis decidua
serta placenta dapat memasuki sirkulasi maternal dan menimbulkan
koagulasi intravaskuler serta penurunan fibrinogen yang beredar (Oxorn,
2010).

2.2.2 Penyebab perdarahan post partum sekunder menurut (Joseph dan


Nugroho, 2011) , (Harry dan William, 2011) dan (Prawirohardjo, 2013)
a. Retensio sisa plasenta
Pengertian Sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya
bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan
postpartum dini (early postpartum hemorrhage) atau perdarahan post
partum lambat (late postpartum hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam
6-10 hari pasca persalinan. Plasenta harus dikeluarkan karena dapat
menimbulkan banyak perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat
terjadi plasenta inkarserata, polip plasenta dan terjadi degenerasi ganas
korio karsinoma.
1) Tanda dan gejalanya Plasenta atau sebagian selaput (mengandung
pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan segera. Gejala yang
kadang-kadang timbul adalah uterus berkontraksi baik yang ditandai
dengan perut di bagian fundus teraba keras dan ibu merasakan mules
pada bagian perut tersebut tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang.
2) Penanganan Lakukan eksplorasi digital (bidan boleh melakukan bila
serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah/jaringan. Bila serviks
hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan 23 evakuasi sisa plasenta
dengan dilatasi dan kuretase (dilakukan oleh dokter obsgyn).
b. Inversio uteri

Pengertian Inversio uteri adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus


(endometrium) turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat
bersifat inkomplit sampai komplit.

1) Tanda dan gejala Syok karena kesakitan, perdarahan banyak


bergumpal, di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa
plasenta yang masih melekat, bila baru terjadi maka prognosis cukup

14
baik akan tetapi bila kejadiannya cukup lama, maka jepitan serviks
yang mengecil akan membuat uterus mengalami iskemia, nekrosis dan
infeksi.
2) Penanganan
a) Memanggil bantuan anestesi dan memasang infus untuk cairan/darah
pengganti dan pemberian obat-obatan.
b) Beberapa serter memberikan tokolitik /MgSO4 untuk melemaskan
uterus yang terbalik sebelum dilakukan reposisi manual yaitu
mendorong endometrium ke atas masuk ke dalam vagina dan terus
melewati serviks sampai tangan masuk kedalam uterus pada posisi
24 normalnya. Hal ini dapat dilakukan sewaktu plasenta sudah
terlepas atau belum terlepas.
c) Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil
dikeluarkan dari rahim dan sambil memberikan uterotonika lewat
infus atau IM (intra muskular), tangan tetap dipertahankan untuk
konfigurasi uterus kembali normal dan tangan operator baru
dilepaskan.
d) Pemberian antibiotika dan transfusi darah sesuai dengan
kebutuhannya.
e) Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras
menyebabkan manuver diatas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan
laparotomi untuk reposisi dan kalau terpaksa dilakukan histerektomi
bila uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis.
c. Endometritis

Pengertian Endometritis adalah radang pada endometrium, kumankuman


memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas insertio plasenta dan
dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium. Pada infeksi
dengan kuman yang tidak seberapa patogen, radang terbatas pada
endometrium.

1) Tanda dan gejala tergantung pada virulensi kuman, daya tahan


penderita dan derajat trauma jalan lahir. Kadang lokhia tertahan oleh
darah, sisa-sisa plasenta, dan selaput ketuban, keadaan ini dinamakan

15
lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu yang segera hilang
setelah diatasi. Tanda yang sering muncul adalah uterus agak
membesar, nyeri pada perabaan, uterus lembek, pada endometritis tidak
meluas pada hari pertama penderita merasa kurang sehat, nyeri perut,
mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi cepat, lokia kadang-kadang
berbau.
2) Penanganan Jika bidan menemukan kasus di tempat praktek lakukan
kolaborasi dengan dokter untuk dilakukan rujukan yang paling penting
stabilkan dulu kondisi ibu dengan pemberian cairan jika kondisi tidak
terlalu parah beri minum lewat mulut kemudian lakukan pemasangan
infus sebelum dirujuk ke rumah sakit. Di rumah sakit setelah kolaborasi
dengan dokter segera siapkan transfusi darah jika ada perdarahan,
berikan antibiotik kombinasi sampai ibu bebas demam selama 48 jam
berupa Ampisilin 2gr IV setiap 6 jam, gentamisin 5mg/lg berat badan
lewat IV tiap 24 jam, metronidazol 26 500mg IV tiap 8 jam, jika
demam masih ada 72 jam setelah terapi, kaji ulang diagnosis. Jika
diduga ada sisa plasenta, lakukan ekplorasi digital, keluarkan bekuan
serta sisa kotiledon, gunakan foseps ovum atau kuret besar bila
diperlukan, jika tidak ada kemajuan dengan terapi konservatif, dan ada
peritonitis (demam, nyeri lepas, dan nyeri abdomen), lakukan
laparatomi dan drain abdomen, jika uterus terinfeksi dan nekrotik,
lakukan histerektomi subtotal.
d. Hematoma
Pengertian Hematoma adalah didapatkannya gumpalan darah sebagai
akibat cidera atau robeknya pembuluh darah wanita hamil aterm tanpa
cidera mutlak pada lapisan jaringan luar.
Penyebab terutama karena gerakan kepala janin selama persalinan
(spontan), akibat pertolongan persalinan, karena tusukan pembuluh darah
selama anestesi lokal atau penjahitan dan dapat juga karena penjahitan
luka episiotomi atau ruptur perinei yang kurang sempurna.
1) Tanda dan gejala Terdapat nyeri yang tidak dapat hilang walaupun
diberi analgesik, terdapat pembengkakan pada vulva dan vagina,

16
perubahan warna, nyeri tekan, tekanan rectal dan massa 27 fluktuan
yang bisa diraba per rektum atau pervaginam. Apabila darah yang
hilang dari sirkulasi umum berjumlah banyak, terdapat gejala pucat
takikardia, hipotensi bahkan syok.
2) Penanganan
a) Hematoma yang kecil tidak memerlukan tindakan aktif namun
hematoma harus dijaga agar tetap bersih dan karena nekrosis
jaringan bisa diikuti oleh infeksi, pasien harus menerima
preparat antibiotika.
b) Hematoma yang besar memerlukan terapi pembedahan. Luka
tersebut dibuka, bekuan darah dikosongkan, dan jika
ditemukan titik perdarahan daerah ini diikat, daerah bekas
hematoma ditampon menggunakan kassa steril sementara di
dalam vagina juga ditempatkan tampon untuk menekan.
Tampon ini dibiarkan selama 24 jam hingga 48 jam.
Antibiotika diberikan, transfusi darah dilakukan kalau perlu,
dan pasien diobservasi dengan cermat untuk menjaga apabila
sewaktu-waktu terjadi perdarahan yang baru.
c) Insidensi Berdasarkan dari laporan-laporan baik di negara
maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar
antara 5% sampai 28 15%. Berdasarkan penyebabnya
diperoleh sebaran sebagai berikut: (Joseph dan Nugroho,
2011:165) 1) Atonia uteri 50-60% 2) Sisa plasenta 23-24% 3)
Retensio plasenta 16-17% 4) Laserasi jalan lahir 4-5% 5)
Kelainan darah 0,5-0,8%
d) Gejala Klinis Penyebab terjadinya perdarahan post partum,
secara mudah adalah 4-T:
(a) Tonus : atonia uteri, kandung kemih yang over distensi.
(b) Tissue : retensi plasenta (sisa plasenta) dan bekuan darah.
(c) Trauma : perlukaan pada vagina, serviks atau uterus.
(d) Trombin : gangguan pembekuan darah (bawaan atau
didapat).

17
e) Kriteria Diagnosis
(a) Pemeriksaan fisik: pucat, dapat disertai dengan tanda-tanda
syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, ekstermitas
dingin serta nampak darah keluar dari vagina terus
menerus.
(b) Pemeriksaan obstetri: mungkin kontraksi usus lembek,
uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus
baik, perdarahan mungkin disebabkan karena laserasi jalan
lahir.
(c) Pemeriksaan ginekologi: dilakukan dalam keadaan baik
atau telah diperbaiki, dapat diketahui kontraksi uterus, luka
jalan lahir, dan retensi sisa plasenta (Joseph dan Nugroho,
2011:167).

2.2.3 TANDA DAN GEJALA


Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah sebelum hamil,
derajat hipervolemia-terinduksi kehamilan, dan derajat anemia saat
persalinan. Gambaran PPP yang dapat mengecohkan adalah kegagalan nadi
dan tekanan darah untuk mengalami perubahan besar sampai terjadi
kehilangan darah sangat banyak. Kehilangan banyak darah tersebut
menimbulkan tanda- tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah,
denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain (Wiknjosastro,
2012).

Gambaran klinis pada hipovolemia dapat dilihat pada tabel berikut:


Tabel 1. Gambaran klinis perdarahan obstetric

Volume Tekanan Tanda dan gejala Deraj


darah at
darah yang
(sistolik) syok
hilang
500-1000 mL Normal Tidak ditemukan -
(<15-
20%)

18
1000-1500 mL 80-100 Bradikardi (<100 kali per Ringan
(20- mmHg menit)
25%) Berkeringat
Lemah
1500-2000 mL 70-80 mmHg Takikardi (100-120 Sedang
(25- kali/menit) Oliguria
35%) Gelisah
2000-3000 mL 50-70 mmHg Takikardi (>120 Berat
(35- kali/menit)
50%) Anuria

19
2.3 PREDIPOSISI
2.3.1 Usia
Wanita yang melahirkan anak pada usia lebih dari 35 tahun
merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum yang
dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia
diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami
penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal (Saifuddin, 2014).
2.3.2 Paritas
Paritas Salah satu penyebab perdarahan postpartum adalah
multiparitas. Paritas menunjukan jumlah kehamilan terdahulu yang telah
mencapai batas viabilitas dan telah dilahirkan. Primipara adalah seorang
yang telah pernah melahirkan satu kali satu janin atau lebih yang telah
mencapai batas viabilitas, oleh karena itu berakhirnya setiap kehamilan
melewati tahap abortus memberikan paritas pada ibu. Seorang multipara
adalah seorang wanita yang telah menyelesaikan dua atau lebih
kehamilan hingga viabilitas. Hal yang menentukan paritas adalah jumlah
kehamilan yang mencapai viabilitas, bukan jumlah janin yang dilahirkan.
Paritas tidak lebih besar jika wanita yang 23 bersangkutan melahirkan
satu janin, janin kembar, atau janin kembar lima, juga tidak lebih rendah
jika janinnya lahir mati. Uterus yang telah melahirkan banyak anak,
cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan (Saifuddin,
2014).
Paritas adalah banyaknya persalinan yang dialami seorang wanita
yang melahirkan bayi yang dapat hidup. Kehamilan lebih dari satu kali
atau yang termasuk multiparitas memiliki risiko lebih tinggi terjadi
perdarahan pasca persalinan dibandingkan dengan ibu-ibu primigravida
(Rifdiani, 2016).Ibu yang paritas >3 beresiko mengalami perdarahan
pasca persalinan dibandingkan ibu yang paritasnya 2-3. Ibu dengan
paritas >3 diyakini mendahului terjadinya perdarahan pasca persalinan.
Paritas mempunyai pengaruh terhadap kejadian perdarahan pasca
persalinan karena pada setiap kehamilan dan persalinan terjadi perubahan
pada serabut otot di uterus yang dapat menurunkan kemampuan uterus
untuk berkontraksi sehingga sulit untuk melakukan penekanan pada
pembuluh-pembuluh darah yang membuka setelah lepasnya plasenta.
Risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan akan meningkat setelah

20
persalinan ketiga atau lebih yang mengakibatkan terjadinya perdarahan
pasca persalinan (Megasari, 2013).
Dengan bertambahnya paritas, akan semakin banyak jaringan ikat
pada uterus sehingga kemampuan untuk berkontraksi semakin menurun
akibatnya sulit melakukan penekanan pada pembuluh-pembuluh darah
yang terbuka setelah terlepasnya plasenta. Selain itu, juga terjadi
kemunduran dan cacat pada endometrium yang mengakibatkan
terjadinya fibrosis pada bekas implantasi plasenta sehingga vaskularisasi
dapat berkurang. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan janin, plasenta
mengadakan perluasan implantasi dan vili khorialis menembus dinding
uterus lebih dalam lagi sehingga dapat terjadi retensio plasenta adesiva
hingga perkreta (Friyandini, 2015).
Pada grande multiparitas, terjadi involusi endometrium berulang,
sehingga memungkinkan untuk terjadinya defek minor medium, yang
berakibat pada berkurangnya serabut miometrium sehingga persalinan
pada grandemultiparitas cenderung mengalami atonia uteri. Selain itu
akibat berkurangnya serabut miometrium maka pada grandemultiparitas
elatisitas miometrium akan berkurang sehingga memudahkan untuk
terjadinya ruptura uteri (Friyandini, 2015).
Multiparitas dan grandemultiparitas merupakan faktor
predisposisi terjadinya perdarahan pasca persalinan, akibat kelemahan
dan kelelahan endometrium. Namun apabila dalam pertolongan
persalinan diberikan uterutonika segera setelah persalinan atau pada saat
awal kala III sehingga persalinan plasenta dipercepat dan terjadi
kontraksi uterus, maka perdarahan postpartum tidak akan terjadi
(Friyandini, 2015).
Berdasarkan jumlahnya, maka paritas seorang perempuan dapat
dibedakan menjadi:
1) Nullipara Nullipara adalah perempuan yang belum pernah
melahirkan anak sama sekali.
2) PrimiparaPrimipara adalah perempuan yang telah melahirkan
seorang anak yang cukup besar untuk hidup didunia luar.
3) Multipara Multipara adalah perempuan yang telah melahirkan anak
lebih dari satu kali yang cukup besar untuk hidup didunia luar.d.
Grande multiparaGrande multipara adalah perempuan yang telah

21
melahirkan 5 orang anak atau lebih dari biasanya mengalami
penyulit dalam kehamilan dan persalinan (Manuaba, 2014).
2.3.3 Anemia dalam kehamilan
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan
nilai hemoglobin dibawah nilai normal, dikatakan anemia jika kadar
hemoglobin kurang dari 11g/dL. Kekurangan hemoglobin dalam darah
dapat menyebabkan komplikasi lebih serius bagi ibu baik dalam
kehamilan, persalinan, dannifas. Oksigen yang kurang pada uterus akan
menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi dengan adekuat
sehingga dapat timbul atonia uteri yang mengakibatkan perdarahan post
partum (Manuaba, 2014).
2.3.4 Riwayat persalinan
Riwayat persalinan dimasa lampau sangat berhubungan dengan
hasil kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang
lalu buruk petugas harus waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam
persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini dapat
berupa abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio
caesarea, persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah
mengalami perdarahan antepartum dan postpartum.
2.3.5 Bayi macrosomia
Bayi besar adalah bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000 gram.
Menurut kepustakaan bayi yang besar baru dapat menimbulkan dystosia
kalau beratnya melebihi 4500 gram. Kesukaran yang ditimbulkan dalam
persalinan adalah karena besarnya kepala atau besarnya bahu.Karena
regangan dinding rahim oleh anak yang sangat besar dapat menimbulkan
inertia dan kemungkinan perdarahan postpartum lebih besar.
2.3.6 Kehamilan ganda
Kehamilan ganda dapat menyebabkan uterus terlalu meregang,
dengan overdistensi tersebut dapat menyebabkan uterus atonik atau
perdarahan yang berasal dari letak plasenta akibat ketidak mampuan
uterus berkontraksi dengan baik.

22
2.4 DIAGNOSIS
2.4.1 Diagnosis Perdarahan Postpartum

Tabel 2. Diagnosis perdarahan postpartum

Gejala dan tanda yang Gejala dan Diagnosis


No. selalu ada tanda yang kemungkinan
kadang- kadang
ada
- Uterus tidak - Syok - Atonia Uteri
berkontraksi dan
lembek
1. - Perdarahan segera
setelah anak lahir
(Perdarahan
Pascapersalinan
Primer atau P3)
- Perdarahan segera - Pucat - Robekan jalan
(P3) - Lemah lahir
2. - Darah segar yang - Menggigil
mengalir segera
setelah bayi lahir
(P3)
- Uterus kontraksi baik
- Plasenta lengkap
- Plasenta belum lahir - Tali pusat - Retensio Plasenta
setelah 30 menit putus akibat
- Perdarahan segera traksi
3. (P3) berlebihan
- Uterus kontraksi baik - Inversio
uteri akibat
tarikan
- Perdarahan
lanjutan
- Plasenta atau - Uterus - Tertinggalnya
sebagian selaput berkontraksi sebagian plasenta
4. (mengandung tetapi tinggi
23
pembuluh darah) fundus
tidak lengkap tidak
- Perdarahan segera berkurang
(P3)
- Uterus tidak teraba - Syok - Inversio uteri
- Lumen vagina neurogenik
terisi massa - Pucat dan
5. - Tampak tali limbung
pusat (jika
plasenta belum
lahir)
- Perdarahan segera
(P3)
- Nyeri sedikit atau
berat
- Sub-involusi uterus - Anemia - Perdarahan
- Nyeri tekan - Demam terlambat
perut bawah - Endometritis atau
- Perdarahan lebih sisa plasenta
6. dari 24 jam setelah (terinfeksi atau
persalinan. tidak)
Perdarahan
sekunder atau P2S.
- Perdarahan
bervariasi (ringan
atau berat, terus

24
25

menerus atau tidak


teratur) dan berbau
(jika disertai
infeksi)
- Perdarahan segera - Syok - Robekan

(P3) (Perdarahan - Nyeri dinding


7. intraabdominal dan tekan uterus
atau vaginum) perut (ruptura
- Nyeri perut berat - Denyut nadi uteri)
ibu cepat
Sumber : Saifuddin, 2014

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


2.5.1 Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak dalam
periode antenatal. Kadar hemoglobin dibawah 10 g/dL
berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk. 30
2) Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan
sejak periode antenatal.
3) Perlu melakukan pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu
perdarahan dan waktu pembekuan.
2.5.2 Pemeriksaan Radiologi
1) Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan
diagnosis dan penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi
sebelum pemeriksaan laboratorium atau radiologis dapat
dilakukan. Berdasarkan pengalaman pemeriksaan USG dapat
membantu untuk melihat adanya jendalan darah dan retensi
sisa plasenta.
2) USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi
pasien dengan resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi
terjadinya perdarahan post partum seperti plasenta previa.

25
26

Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas dan


spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya
(Joseph dan Nugroho, 2011)

2.6 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani
dalam 2 komponen yaitu :
Penanganan pasien dengan PPP memiliki dua komponen utama yaitu
resusitasi dan pengelolaan perdarahan obstetri yang mungkin disertai
syok hipovolemik dan identifikasi serta pengelolaan penyebab dari
perdarahan. Keberhasilan pengelolaan perdarahan postpartum
mengharuskan kedua komponen secara simultan dan sistematis ditangani
(Edhi, 2013).
Penggunaan uterotonika (oksitosin saja sebagai pilihan pertama)
memainkan peran sentral dalam penatalaksanaan perdarahan postpartum.
Pijat rahim disarankan segera setelah diagnosis dan resusitasi cairan
kristaloid isotonik juga dianjurkan. Penggunaan asam traneksamat
disarankan pada kasus perdarahan yang sulit diatasi atau perdarahan tetap
terkait trauma. Jika terdapat perdarahan yang terusmenerus dan sumber
perdarahan diketahui, embolisasi arteri uterus harus dipertimbangkan.
Jika kala tiga berlangsung lebih dari 30 menit, peregangan tali pusat
terkendali dan pemberian oksitosin (10 IU) IV/IM dapat digunakan untuk
menangani retensio plasenta. Jika perdarahan berlanjut, meskipun
penanganan dengan uterotonika dan intervensi konservatif lainnya telah
dilakukan, intervensi bedah harus dilakukan tanpa penundaan lebih lanjut
(WHO, 2012).

2.6.1 Resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok


hipovolemik
1) Resusitasi cairan
a) Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena
sehingga dapat memberi waktu untuk menegakan diagnosa dan
menangani penyebab perdarahan.

26
27

b) Perlu dilakukan pemberian oksigen dan akses intravena. Selama


persalinan perlu dipasang paling tidak 1 jalur intravena pada
wanita dengan resiko perdarahan post partum dan
dipertimbangkan jalur kedua pada pasien dengan resiko sangat
tinggi.
c) Berikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam volume yang
besar, baik normal salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat
melalui akses intravena periver. NS merupakan cairan yang
cocok pada saat persalinan karena biaya yang ringan dan
kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi
darah. Resiko terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah
dalam hubungan dengan perdarahan post partum.
2.6.2 Identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum
(Joseph dan Nugroho, 2011)
1) Pengelolaan Perdarahan
a) Post partum primer
(1) Mintalah bantuan apabila menghadapi kejadian ini (perlu
pendekatan multidisipliner). Pasanglah infus dengan jarum
besar (jika belum terpasang) untuk menjamin sirkulasi yang
adekuat dan untuk memudahkan memasukkan obat-obatan,
sebelum sirkulasi menjadi kolaps.
(2) Lakukan pijat uterus (masase uterus) sampai berkontraksi
baik. Banyak bukti yang mendukung bahwa “masase
uterus” dapat mencegah terjadinya perdarahan post partum
akibat atonia uterus.
(3) Identifikasi adanya laserasi jalan lahir dan lakukan
perbaikan. Tempatkan jahitan pertama kali setidaknya 1 cm
di atas ujung luka. Lakukan pengamatan daerah yang akan
dijahit dengan adekuat, jika perlu penjahitan dilakukan di
kamar operasi.
(4) Lakukan eksplorasi rongga rahim untuk memastikan tidak
adanya laserasi uterus dan menjamin tidak adanya sisa
plasenta dan bekuan darah dalam rongga rahim.

27
28

(5) Ambilah contoh darah untuk pemeriksaan darah lengkap


dan jumlah trombosit, golongan darah, fibrinogen, produk-
produk pemecahan fibrin, prothrombin time dan partial
prothrombin time.
(6) Berikan uterotonika Tabel.2.1. Jenis uterotonika dan cara
pemberiannya Jenis dan cara Oksitosin ergometrin
Misoprostol Dosis dan cara pemberian awal IV : 20 IU
dalam larutan 1 L larutan garam fisiologis dengan tetesan
cepat IM: 10 IU IM atau IV (lambat): 0,2 mg Oral atau
rektal 400 mg Dosis lanjutan IV: 20 IU dalam 1L larutan
garam fisiologis dengan 40 tetes/menit Ulangi 0,2 mg IM
setelah 15 menit bila masih diperlukan beri IM/IV setiap 2-
4 jam 400 mg 2-4 jam setelah dosis awal Dosis maksimal
per hari Tidak lebih dari 3L larutan fisiologis Total 1 mg (5
dosis) Total 1200 mg atau 3 dosis Kontraindikasi atau hati-
hati Pemberian IV secara cepat atau bolus Preeklamsia,
vitium kordis, hipertensi Nyeri kontraksi, asma Sumber :
Joseph dan Nugroho, (2011).
b) Post Partum Sekunder Pada pasien perdarahan post partum
sekunder penanganan awal dan segera adalah :
(1) Prioritas dalam penatalaksanaan hemoragi postpartum
sekunder
(a) Minta pertolongan (untuk membantu mengontrol
perdarahan).
(b) Kaji kondisi pasien (tekanan darah, nadi, warna kulit,
kesadaran dan tonus uterus)
(c) Temukan penyebab perdarahan.
(d) Hentikan perdarahan.
(e) Stabilkan/meresusitasi maternal.
(f) Cegah perdarahan lanjutan.
 Rujuk pasien ke rumah sakit sebagai salah satu
kasus kedaruratan.

28
29

 Percepatan kontraksi dengan cara melakukan


massage uterus, jika uterus masih teraba.
 Kaji kondisi pasien, jika pasien di daerah terpencil
mulailah sebelum dilakukan rujukan.
 Berikan oksitosin (oksitosin 10 IU dan ergometrin
0,2 mg secara IV). Berikan melalui IM apabila
tidak bisa melalui IV. f) Siapkan donor untuk
transfusi, ambil darah untuk cross cek, berikan
NaCl tiap 15 menit apabila pasien mengalami syok
(pemberian infus sampai sekitar 3 liter untuk
mengatasi syok), awasi agar uterus tetap
berkontraksi dengan baik.
 Jika terjadi perdarahan berlebih tambahkan 40 IU
oksitosin dalam 1 liter cairan infus RL atau NaCl
dengan tetesan 40 tetes/menit
 Pada kasus syok yang parah gunakan plasma
ekspander/transfusi darah.
 Berikan antibiotik berspektrum luas. 35 j) Lakukan
pemasangan kateter menetap untuk memantau
produksi urine.
 Pada kasus yang tetap tidak memberikan respon
terapi dengan langkah-langkah di atas,
pertimbangkan untuk melakukan intervensi
pembedahan. Tindakan yang dapat dilakukan:
mengikat arteria uterina, mengikat arteria iliaka
interna, melakukan kompresi uterus dengan tehnik
BLynch, penggunaan tampon uterus atau dengan
mempergunakan Foley kateter 24F yang kemudian
diisi dengan 60 – 80 NaCl (pada penderita yang
menginginkan fertilitasnya dipertahankan).
Tindakan tersebut dapat dikombinasikan sebelum
memutuskan untuk melakukan histerektomi.

29
30

2.7 PENYULIT PERDARAHAN POST PARTUM


2.7.1 Penyulit - Penyulit yang dapat terjadi pada perdarahan post
partum adalah:
1) Syok hipovolemik
Syok hipovolemik adalah suatu keadaan akut dimana tubuh
kehilangan cairan tubuh, cairan ini dapat berupa darah,
plasma, dan elektrolit. Syok hipovolemik adalah suatu
keadaan dimana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat
sehingga dapat mengakibatkan multiple organ failure akibat
perfusi yang tidak adekuat. Perdarahan merupakan penyebab
tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh
karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang
tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka,
atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak
terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak
duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah
tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk (Grace,
2006). 2)
2) DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu
keadaan dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar di
seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada
pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan
yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan.
Disseminated intravascular coagulation (DIC) adalah suatu
keadaan hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan oleh
bermacam penyakit atau keadaan, dimana pada suatu saat
darah merah bergumpal didalam kapiler diseluruh tubuh.
Penggumpalan darah dapat terjadi dalam waktu singkat,
beberapa jam sampai satu sampai dua hari (acute DIC) dan
dapat juga dalam waktu yang lama, berminggu-minggu
sampai berbulan-bulan (chronic DIC). Pada DIC akut terjadi

30
31

penggumpalan darah dalam waktu singkat, hal ini


mengakibatkan sebagian besar bahan-bahan koagulasi,
seperti trombosit, fibrinogen dan lain faktor pembekuan (I
sampai XIII) dipergunakan dalam proses penggumpalan
tersebut, oleh karena itu, keadaan ini disebut juga
consumption coagulapathy atau defibrinolysis syndrome.
Kesemuanya ini berakibat terjadinya perdarahan dari yang
ringan sampai berat. Penyebab Keadaan ini diawali dengan
pembekuan darah yang berlebihan, yang biasanya dirangsang
oleh suatu zat racun di dalam darah. Karena jumlah faktor
pembekuan berkurang, maka terjadi perdarahan yang
berlebihan. Orang-orang yang memiliki resiko paling tinggi
untuk menderita DIC yaitu Wanita yang telah menjalani
pembedahan kandungan atau persalinan disertai komplikasi,
dimana jaringan rahim masuk ke dalam aliran darah,
Penderita infeksi berat, dimana bakteri melepaskan
endotoksin (suatu zat yang menyebabkan terjadinya aktivasi
pembekuan), Penderita leukemia tertentu atau penderita
kanker lambung, pankreas maupun prostat (Joseph dan
Nugroho, 2011).
3) Amenorhea sekunder
Amenorhea sekunder adalah keadaan dimana seorang wanita
pernah mengalami menstruasi / haid, kemudian berhenti
selama 3 siklus atau selama 6 bulan. Penyebabnya yaitu
karena hipotensi, anemia, infeksi, kelainan organ reproduksi,
terdapat jaringan parut di dinding rahim atau kelemahan
kondisi tubuh ecara umum dan stres psikologis (Joseph dan
Nugroho, 2011).

2.8 Pencegahan

31
32

Bukti dan penelitian menunjukan bahwa penanganan aktif pada


persalinan kala III dapat menurunkan insidensi dan tingkat keparahan
perdarahan postpartum.
Penanganan aktif merupakan kombinasi dari hal-hal berikut:
2.8.1 Klasifikasi kehamilan risiko rendah dan risiko tinggi akan
memudahkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk menata
strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan
melahirkan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua
kehamilan mempunyai risiko untuk terjadinya patologi persalinan,
salah satunya adalah PPP (Prawirohardjo, 2014).
2.8.2 Pencegahan PPP dapat dilakukan dengan manajemen aktif kala III.
Manajemen aktif kala III adalah kombinasi dari pemberian
uterotonika segera setelah bayi lahir, peregangan tali pusat
terkendali, dan melahirkan plasenta. Setiap komponen dalam
manajemen aktif kala III mempunyai peran dalam pencegahan
perdarahan postpartum (Edhi, 2013).
2.8.3 Semua wanita melahirkan harus diberikan uterotonika selama kala
III persalinan untuk mencegah perdarahan postpartum. Oksitosin
(IM/IV 10 IU) direkomendasikan sebagai uterotonika pilihan.
Uterotonika injeksi lainnya dan misoprostol direkomendasikan
sebagai alternatif untuk pencegahan perdarahan postpartum ketika
oksitosin tidak tersedia. Peregangan tali pusat terkendali harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dalam menangani
persalinan. Penarikan tali pusat lebih awal yaitu kurang dari satu
menit setelah bayi lahir tidak disarankan (WHO, 2012).
2.9 Penalaksanaan manajemen aktif kala III (pengeluaran aktif
plasenta)
Penalaksanaan manajemen aktif kala III (pengeluaran aktif plasenta)
membantu menghindarkan terjadinya perdarahan pasca persalinan yang
meliputi:
2.9.1 Memberikan oksitosin untuk merangsang uterus berkontraksi
yang juga mempercepat pelepasan plasenta. Oksitosin dapat
diberikan dalam segera setelah kelahiran bayi. Jika oksitosin

32
33

tidak tersedia, rangsang putting susu atau susukan bayi guna


menghasilkan oksitosin alamiah memberikan ergometrin 0,2 mg
IM.
2.9.2 Lakukan Peregangan Tali pusat terkendali ( PTT ) dengan cara:
1) Satu tangan diletakkan pada korpus uteri tepat di atas
simpisis pubis. Selama kontraksi tangan mendorong
korpus uteri dengan gerakan dorso cranial – kearah
belakang dan ke arah kepala ibu.
2) Tangan yang satu memegang tali pusat dengan klem 5 – 6
cm di depan vulva.
3) Jaga tahanan ringan pada tali pusat dan tunggu adanya
kontraksi kuat (2 - 3 menit ).
4) Selama kontraksi, lakukan tarikan terkendali pada tali
pusat yang terus – menerus, dalam, tegangan yang sama
dengan tangan ke uterus.
5) PTT dilakukan hanya selama uterus berkontraksi. Tangan
pada uterus merasakan kontraksi, ibu dapat juga memberi
tahu petugas ketika ia merasakan kontraksi.
6) Begitu plasenta lepas, keluarkan dengan menggerakkan
tangan atau klem pada tali pusat mendekati plasenta,
keluarkan plasenta dengan gerakan ke bawah dan ke atas
sesuai dengan sumbu jalan lahir. Kedua tangan dapat
memegang plasenta dan perlahan memutar plasenta kearah
jarum jam untuk mengeluarkan selaput ketuban.
2.9.3 Segera setelah plasenta dan selaputnya dikeluarkan, masase
fundus agar menimbulkan kontraksi. Hal ini dapat mengurangi
pengeluaran darah dan dapat mencegah perdarahan
pascapersalinan.
Jika uterus tidak berkontraksi kuat selama 10 – 15 detik, atau
jika perdarahan hebat terjadi, segera lakukan kompresi bimanual
internal . Jika atonia uteri tidak teratasi dalam 1 – 2 menit, ikuti
protocol untuk perdarahan pascapersalinan.

33
34

a. Jika menggunakan manajemen aktif kala III dan palsenta


belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan oksitosin 10
unit I.M dosis kedua, dalam jarak 15 menit dari pemberian
oksotosin dosis pertama.
b. Jika menggunakan manajemen aktif kala III dan plasenta
belum juga lahir dalam waktu 30 menit:
1) Periksa kandung kemih dan lakukan kateterisasi jika
kandung kemih penuh.
2) Periksa adanya tanda – tanda pelepasan plasenta
3) Berikan oksitosin 10 unit I.M dosis ketiga, dalam jarak
waktu 15 menit dari pemberian oksitosin dosis pertama.
4) Periksa wanita tersebut secara seksama dan jahit semua
robekan pada serviks atau vagina atau perbaiki episiotomi.
(Depkes RI, 2016)

34
35

BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1 Asuhan Kebidanan kegawatdaruratan Nifas

Asuhan Kebidanan Ibu Nifas


Pada Ny. “U” P1A0 dengan post partum sekunder (Late HPP )
di Ruang Rawat Inap RSU Kaliwates Jember

Hari / tanggal : Senin 21 Juni 2021


Jam : 11.10 WIB
Tanggal MRS : Senin 21 Juni 2021
Jam : 12.00 WIB
Tempat : RSU Kaliwates
Pengkaji : Agustin Dianawati
RM : 168277

3.1.1 Data Subjektif


a. Biodata
Nama : Ny. U Nama Suami : Tn. A
Umur : 26 th Umur : 27 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Jawa
Pendidika : SMU Pendidikan : SMU
n
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : PT KAI
Alamat : Perumahan Gran Puri Bunga Nirwana California I/64
Jember
HP : 085655023050
b. Alasan kunjungan/Keluhan Utama
Ibu mengatakan telah melahirkan pada tanggal 20-6-2021 pukul 11.15 WIB,
melahirkan anak pertama. Ibu mengeluh mengeluarkan darah banyak stosel tgl
21/6/2021 pukul 12.00 WIB

35
36

c. Riwayat Kesehatan Lalu dan Sekarang


Ibu mengatakan tidak sedang atau pernah menderita penyakit sistematik
(Jantung, Ginjal), penyakit menular (HIV/AIDS, Hepatitis, TBC), maupun
penyakit menurun (Hipertensi, Asma, dan DM).

d. Riwayat Keshatan Keluarga


Ibu mengatakan dari keluarga tidak ada atau pernah menderita penyakit
sistematik (Jantung, Ginjal), penyakit menular (HIV/AIDS, Hepatitis, TBC),
maupun penyakit menurun (Hipertensi, Asma, dan DM).

e. Menstruasi :
HPHT : 24-09-2020
Siklus : 30 hari
Lama : 7 hari
Dismenore : Tidak ada
Menarche : Umur 13 tahun

f. Riwayat Pernikahan
Status : Menikah
Menikah Usia : 25 tahun
Lama Pernikahan : 1 Tahun

g. Riwayat Kehamilan Sekarang


 Hamil :1
 Status imunisasi : TT5
Frekuensi ANC
Frekw Keluhan UK Terapi Pemeriksaan/Laborat/
USG/KIE
2 2 kali Kenceng 18-19 Momilen 1x1 Kontrol tgl 8/3/21
2,mual mg
Flek 22-23 Kalk 1x1 Istirahat cukup
mg Vitamin minum rutin

36
37

3 3 kali Nyeri 32-33 Fe 1x1 Cek lab protein urine hasil


ulu hati mg Vit C 1x1 negative
Istirahat cukup
Olah raga ringan
Kurangi pedas
Taa 34-35 Fe 1x1 Persiapan persalinan
mg Vit C 1x1
Taa 36-37 Cek Lab Hb 14,5 gr %
mg Tanda persalinan
.
h. Riwayat Obstetri ( kehamilan,persalinan,nifas,anak)yang lalu
Kehamilan Persalinan Anak Nifas
Ke UK Kom Cara Pnlg Tmp Kom JK BB Usia Ko Lakts kom
m
1 H A M I L I N I

i. Riwayat dan Rencana Kontrasepsi


Metode yang pernah dipakai : Tidak pernah
Lama : Tidak pernah
Keluhan dari KB : Tidak pernah
Rencana KB selanjutnya : Suntik 3 bulan

j. Pola Pemenuhan Kebutuhan dasar


Kriteria Selama kehamilan
Nutrisi Makan : 3 kali sehari
Menu : nasi, sayur, buah
buahan,lauk(telur,tahu,tempe,ikan laut,dll)
Porsi : sedang + 1 piring
Minum : + 9 gelas sehari
Jenis minuman : air putih, teh, terkadang susu
Eliminasi BAB : 1x / hari, Keluhan : tidak ada
BAK : 5-6 x / hari, Keluhan : tidak ada
Aktivitas Mengerjakan pekerjaan rumah sehari-hari
Istirahat Kegiatan istirahat berupa :tidur,menonton TV dll
Tidur dalam sehari berapa jam (Siang: 2 jam / hari
Malam 7 jam / hari)

37
38

Seksual : + 3 kali dalam seminggu


Pola Minum Jamu : tidak
Kebiasaan Minum obat : tidak
Minum-minuma berakohol : tidak, Psikotropika :
tidak
Merokok : tidak
Seksual Seminggu 2-3 kali

k. Riwayat Psikologis, Sosial, Ekonomi dan Budaya (termasuk P4K)


a. Psikologi
Ibu dan keluarga cemas dengan kondisi saat ini
b. Sosial
 Hubungan dengan pasangan dan keluarga : baik
 Pembuat keputusan dalam keluarga : suami
c. Ekonomi
Persiapan pendanaan bila ada kegawatdaruratan : tersedia
d. Budaya : tidak ada

3.1.2 Data Objektif


a. Pemeriksaan Umum :
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda vital
1. Tekanan Darah : 100/60 mmHg
2. Suhu : 36,5oC
3. Nadi : 80x/menit
4. Pernapasan : 19 x/menit
5. BB sebelum hamil : 49 kg
6. BB setelah hamil : 58 kg
7. TB : 154
b. Pemeriksaan Fisik :

Wajah : Oedema (-), pucat (+)

38
39

Mata : Konjungtiva anemis (+), sklera putih (-),

Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-), Pembesaran vena jugularis (-) dan
Pembesaran kelenjar limfe (-)
Dada : Wheezing (-), ronchi (-), retraksi dada(-),

Payudara : Simetris, massa(-)


Abdomen : tidak ada luka bekas operasi
Palp : setinggi pusat, masase : uc lembek
Genetalia : Tidak ada kelainan, tidak ada varises, tidak oedema, tampak
pengeluaran darah pervaginam
VT: portio membuka (+), darah stosel (+)
Perdarahan ± 700 cc
Ekstremitas : Atas : Oedema (-/-),Varises (-/-)
Bawah : Oedema (-/-), Varises (-/-)

c. Pemeriksaan penunjang tanggal 21-6-2021


1. Foto thorak : normal, kesan : tidak ada kelainan
2. Pemeriksaan laborat
3. HB : 10,8 (11,4 – 15,0 gr%)
4. Leukosit : 12.490 (4700 – 11.300 /cmm)
5. Thrombosit : 235.000 (150.000-400.000/cmm)
6. PCV : 31,9 (35 -45%)
7. Eritrosit : 3.130.000 (3,99-4,82 Juta )
8. KGA : 107 (70-125 mg %)
9. HBS Ag : Non reaktif
10. Rapid Swab antigen : SARS-Cov 2 Antigen tes : Negatif

3.1.3 Assessment
Data fokus : Ny. U usia 26 th mengatakan melahirkan normal di PMB
tgl 20/6/2021 jam 11.15WIB. mengeluarkan darah banyak stosel tgl 21 jam
12.00 WIB. Pemeriksaan TTV dalam batas normal, pada pemeriksaan fisik
pada mata tampak konjungtiva anemis, pada pemeriksaan abdoment, palpasi
setinggi pusat dan masase UC teraba lembek, sedangkan pada pemeriksaan

39
40

dalam ada bekuan darah menggumpal dan portio membuka. Hasil pemeriksaan
Lab Hb 10,8 gr%
Dx : Ny “U” P1A0 dengan perdarahan post partum sekunder (Late HPP) di
Ruang Rawat Inap RSU Kaliwates Jember

3.1.4 Plan
Tanggal 21 Juni 2021 jam 12.30 WIB
Tangga/ Plan Paraf
Jam
21/06/21 (1) Beritahu ibu mengenai hasil pemeriksaan saat ini
Jam (2) Berikan dukungan psikologis kepada ibu
12.30 (3) Observasi Keadaan Umum
WIB (4) Observasi tanda-tanda vital
(5) Observasi pengeluaran pervag dan kontraksi uterus
(6) Kolaborasi dengan dr SPOG
 Cek DL,KGA.HB,Hbs Ag, Golongan Darah,Swab
Antigen, Foto Thorax,
 Infus RL grojok, selanjutnya maintenance RL +
Oksitosin 20 IU dengan tetesan 20 tts/mnt,
 Pasang Dower Catheter menetap
 Injeksi Anbacim 2x1 gram,
 Misoprostol 3 tb perektal
 Rencana USG
(7) Informed Consen untuk pemberian terapi,
kuretase, dan pembiusan
(8) Kolaborasi dengan petugas laboratorium
(9) Kolaborasi dengan petugas radiologi
(10) Pasang infus
(11) Berikan injeksi
(12) Masukkan misoprostol perektal 3 tablet
(13) Pasang Dower Catheter
(14) Beritahu ibu rencana akan dilakukan kuretase tgl
22 jam 11 WIB

40
41

(15) Beritahu ibu untuk puasa pada tgl 22/6/2021 jam


05.00 WIB

3.1.5 Implementasi
Tanggal/ Implementasi Paraf
Jam
21/06/2021 (1) Memberitahu ibu mengenai hasil pemeriksaan
Jam 12.30 dan kondisi kehamilan saat ini, ibu mengetahui
WIB hasil pemeriksaan dan kondisi nya saat ini
(2) Memberikan dukungan psikologi kepada ibu
(3) Mengobservasi keadaan umum : Cukup
(4) Mengobservasi TTV
TD :110/70 mmHg
Suhu : 36,7 O C
Nadi : 80 x/mnt
Rr : 20 x/mnt
Spo2 : 98 %
(5) Mengobservasi pengeluaran pervag dan
kontraksi uterus
1 Softek penuh, Kontraksi uterus lemah
(6) Melakukan kolaborasi dengan dokter SPOG
(7) Melakukan kolaborasi dengan petugas
laboratorium untuk pemeriksaan laboratorium
( Cek HB DL,KGA.HB,Hbs Ag, Golongan
Darah,Swab Antigen)
(8) Melakukan Kolaborasi dengan petugas radiologi
(Foto Thorax, USG)
(9) Melkukan informed Consent untuk pemberian
terapi. Kuretase, dan pembiusan.
(10) Pasang infus Infus RL grojok, selanjutnya
maintenance RL + Oksitosin 20 IU dengan
tetesan 20 tts/mnt,
(11) Berikan injeksi ( Anbacim 2x1 gram)

41
42

(12) Masukkan misoprostol perektal 3 tablet


(13) Memasang Dower Catheter
(14) Memberitahu ibu rencana akan dilakukan
kuretase tgl 22 jam 11 WIB
(15) Memberitahu ibu untuk puasa pada tgl
22/6/2021 jam 05.00 WIB
-

Catatan Perkembangan

Tanggal 22/6/2021 jam 11.00 WIB


S: Ibu mengatakan cemas dengan kondisinya saat ini
O: Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Composmentis
N : 84 x/menit
TD : 110/80 mmhg
Suhu : 36,8 oC
Rr : 20 x / menit
Spo2 : 99 %
Pengeluaran pervagina + ½ softek

Assasement :
Data fokus: Ibu mengatakan cemas dengan kondisinya saat ini ,
pengeluaran pervaginah ½ softek . Keadaan umum ibu cukup, kesadaran :
composmentis, TTV dalam batas normal
Dx : Ny “U” P1A0 dengan perdarahan post partum sekunder (Late HPP)
di ruang Rawat Inap RSU Kaliwates Jember

Plan :
Waktu Plan Paraf
11.00 1. Berikan informasi dan edukasi kepada pasien
tentang tindakan yang akan dilakukan supaya ibu
tidak cemas

42
43

2. Ajak ibu untuk berdoa sebelum tindakan dilakukan


3. Persiapan lingkungan, alat, pasien dan penolong
4. Bantu dokter anasthesi saat melakukan pembiusan
5. Bantu dokter SPOG saat melakukan tindakan
kuretase ( sebagai Asisten)
6. Observasi tanda- tanda vital selama tindakan
kuretase
7. Observasi perdarahan setelah pasien selesai
kuretase
8. Beritahu keluarga apabila tindakan kuretase sudah
selesai dilakukan
9. Dampingi ibu oleh suami setelah selesai dilakukan
kuretase

Lembar Implementasi
Waktu Implementasi Paraf
11.00 1. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien
tentang tindakan yang akan dilakukan supaya ibu
tidak cemas
2. Mengajak ibu untuk berdoa sebelum dilakukan
tindakan kuretase
3. Menyiapkan
 lingkungan ; menutup pintu ruang tindakan,
menyalakan lampu, mendekatkan alat kuretase
ke dekat bed gynekologi
 pasien : membantu pasien naik ditempat bed
gynekologi dan memposisikan pasien litotomi
 Penolong : memakai APD lengkap
4. Membantu dokter anasthesi saat dilakukan
pembiusan ( pembiusan dilakukan oleh dokter
anasthesi )
5. Membantu dokter SPOG saat tindakan kuretase
sebagai asisten
6. Mengobservasi tanda-tanda vital
 TD : 110/70 mmhg
 Rr : 19 x/menit
 Nadi : 80 x/ menit

43
44

 Spo2 : 98 %
7. Mengobservasi perdarahan pervagina setelah selesai
kuretase (pervag ¼ softek)
8. Memberitahu keluarga bahwa tindakan kuretase
sudah selesai
9. Suami mendampingi ibu setelah selesai dilakukan
kuretase

Catatan Perkembangan

Tanggal 23/6/2021 jam 08.00 WIB


S: Ibu mengatakan sudah lega karena sudah diperbolehkan pulang
O: N : 80 x/menit
TD : 120/80 mmhg
Suhu : 36,5 oC
Rr : 20 x / menit
Spo2 : 99 %
Pengeluaran pervag sedikit

Assasement :
Data fokus: Ibu mengatakan sudah lega karena sudah diperbolehkan
pulang,TTV dalam batas normal
Dx : Ny “U” P1 A0 dengan perdarahan post partum sekunder (Late HPP)
di Ruang Rawat Inap RSU Kaliwates Jember

Plan :
Waktu Plan Paraf
08.00 1. Beritahu ibu dan keluarga kalau sudah
diperbolehkan pulang
2. Siapkan administrasi ibu dan memberitahu ibu
kalau sudah menyelesaikan administrasi untuk
segera lapor
3. Ajarkan pada ibu cara perawatan bayi sehari hari
yang akan di lakukan dirumah
4. Ajarkan pada ibu cara menyusui dengan benar
dan tentang pentingnya ASI Eksklusif

44
45

5. Anjurkan pada ibu untuk makan dengan menu


gizi seimbang
6. Beritahu ibu untuk kontrol ulang tgl 30/6/2021
jam 09.00 WIB di Poli Spesialis RSU Kaliwates

Lembar Implementasi

Waktu Implementasi Paraf


08.00 1. Memberitahu ibu dan keluarga jika ibu dalam kondisi
sehat dan sudah diperbolehkan pulang
2. Menyiapkan administrasi ibu dan memberitahu ibu
kalau sudah menyelesaikan administrasi untuk
segera lapor ke ruang nurse station
3. Mengajarkan pada ibu cara perawatan bayi sehari
hari yakni bayi diletakkan di tempat yang hangat,
dan jika bayi BAK atau BAB segera diganti agar
bayi tidak merasa kedinginan dan tetap merasa
nyaman
4. Mengajarkan pada ibu cara menyusui yang benar
yaitu dengan berbaring disalah satu sisi menghadap
bayi atau bisa duduk, memposisikan tubuh bayi agar
bibirnya mendekati puting, memiringkan tubuh bayi
dengan posisi perut bayi menempel perut ibu dan
tangan ibu menyanggah bayi dan bisa diberikan
bantal, posisi menyusui sambil melihat hidung bayi
tidak tertutup payuda, sebelum dan sesudah
menyusukan sebaiknya mengeluarkan sedikit ASI
dan mengoleskan ke puting untuk menghindari lecet
pada payudara.
5. Menganjurkan pada ibu untuk makan dengan menu
gizi seimbang dengan porsi nasi, lauk pauk,
sayuran, buah-buahan dan susu ibu menyusui
6. Memberitahu ibu untuk control ulang setelah 1
minggu yaitu tgl 30/6/2021 jam 09.00 WIB di Poli
Spesialis RSU Kaliwates, ibu mengerti dan akan

45
46

control ke dokter SPOG sesuai dengan tanggal yang


dianjurkan

3.1.6 EVALUASI
1. Pasien mengalami perdarahan pada tanggal 21/6/2021 jam 12.00
WIB
2. Pasien dilakukan pemeriksaan darah HB 10,8 gr % , hasil yang lain
dalam batas normal.
3. TTV : T: 120/80 mmhg, Nadi: 80 x/mnt, Suhu 36.5 oC, Rr : 20
x/mnt,Spo2 : 99 %
4. Hasil USG terdapat sisa jaringan placenta
5. Pada tgl 22/6/2021 jam 11.00 WIB telah dilakukan kuretase
6. Pada tgl 23/6/2021 jam 08.00 WIB pasien diperbolehkan pulang dan
dianjurkan kontrol ulang pada tgl 30/6/2021 jam 09.00 WIB di Poli
Spesialis RSU Kaliwates.
7. Memberikan KIE pada ibu tentang cara perawatan bayi sehari hari,
cara menyusui dengan benar, pentingnya ASI Eklusif dan
menganjurkan pada ibu makan dengan menu gizi seimbang.

46
47

BAB 4
TELAAH JURNAL

4.1 Identitas Artikel


1. Judul Artikel
” THE RELATIONSHIP OF MATERNAL’S CHARACTERISTICS IN
LABOR WITH THE INCIDENCE OF POSTPARTUM HEMORRHAGE
AT BUDI KEMULIAAN GENERAL HOSPITAL IN 2019 “
HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU INPARTU TERHADAP
KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSU BUDI
KEMULIAAN PERIODE TAHUN 2019

2. Nama Jurnal
Medikes (media informasi kesehatan), volume 7, nomor 2 November

3. Nama Penulis
Erina Windiany, Musdalifa

4. Tanggal Publikasi
2 November 2020

5. Gambaran Umum Penelitian


Latar Belakang :

47
48

Perdarahan postpartum (pasca persalinan) adalah perdarahan


sebanyak 500 ml atau lebih selama 24 jam pertama yang terjadi setelah bayi
lahir dimana perdarahan tersebut lebih dari normal, dan menyebabkan
perubahan tanda vital seperti kesadaran menurun, pucat, berkeringat dingin,
serta tensi <90 mmHg dan nadi >100/menit. Setelah 24 jam, keadaan ini
dinamakan perdarahan postpartum lanjut atau late postpartum hemorrhage.
Perdarahan pasca persalinan adalah perdararahan yang masif yang
berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan
jaringan sekitarnya. Perdarahan dini terjadi dalam waktu 24 jam pertama.
Perdarahan lambat terjadi dalam waktu setelah 24 jam pertama Faktor-
faktor yang mempengaruhi kejadian perdarahan postpartum yaitu usia,
jumlah paritas, jarak antar kelahiran, riwayat persalinan dan kehamilan
sebelumnya, anemia, dan pengetahuan ibu terhadap tanda-tanda perdarahan
postpartum. Faktor lain yang berhubungan dengan perdarahan postpartum
yaitu pada keadaan preeklamsia berat dimana bisa ditemukan defek
koagulasi dan volume darah ibu yang kecil yang akan memperberat
penyebab perdarahan postpartum. Etiologi tersering perdarahan postpartum
adalah Atonia uteri (60%) dan komplikasi plasenta (36%), risiko terbesar
adalah riwayat perdarahan postpartum sebelumnya, obat antikoagulan,
anemia, preeklampsia berat atau sindrome HELLP, fibroma uterin,
kehamilan multipel.

4.2 Hasil Telaah Kritis


Untuk Artikel Uji Diagnosis :
Jawaban
No
Pertanyaan Ya Tidak Tidak
.
Diketahui
1. Apakah ada kesamaan dengan baku Ya
emas?
Penjelasan : Terdapat kesamaan baku
emas dengan uji klinis penelitian.
2. Apakah sampel subyek penelitian Tidak

48
49

meliputi spektrum penyakit dari yang


ringan sampai yang berat, penyakit yang
terobati dan tidak dapat terobati?
Penjelasan : didalam penelitian ini tidak
terdapat penyakit tetapi menjelaskan
tentang perdarahan postpartum dan faktor
faktor yang mempengaruhi kejadian
perdarahan pada ibu nifas

3. Apakah lokasi penelitian disebut dengan Ya


jelas?
Penjelasan : penelitian ini dilakukan di
RS Budi Kemuliaan
4. Apakah presesi uji diagnostik dan variasi Ya
pengamatan dijelaskan?

Penjelasan : dalam artikel dijelaskan


beberapa faktor atau karakteristik yang
bisa mengakibatkan terjadinya
perdarahan

5. Apakah istilah “normal” dijelaskan? Ya


Penjelasan : Iya, Pada jurnal ini
penulisan bahasa dan kata mudah
dipahami dan menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti dan dibaca
6. Apabila uji diagnostik yang diteliti Tidak
merupakan bagian dari suatu kelompok
uji diagnostik, apakah konstribusinya
pada kelompok uji diagnostik tersebut
dijelaskan?
Penjelasan : dalam artikel ini tidak
menjelaskan hal tersebut.

49
50

7. Apakah cara dan teknik melakukan uji Ya


diagnostik yang sedang diteliti dijelaskan,
sehingga dapat direplikasi?

Penjelasan : Iya, pada penelitian ini


dijelaskan dan untuk penulis selanjutnya
bisa membuat penelitian dengan judul
dan pembahasan yang lebih komplek lagi

8. Apakah kegunaan uji diagnostik yang Ya


sedang diteliti disebutkan?

Penjelasan : Iya, Pada penelitian ini uji


diagnostik disebutkan dengan jelas untuk
mengetahui hasil uji diagnostik
berdasarkan karakteristik ibu inpartu
yang dhubungkan dengan faktor faktor
yang mempengaruhi kejadian perdarahan
postpartum.

50
51

BAB 5
PEMBAHASAN

Asuhan kebidanan secara komprehensif pada Ny. U di RSU Kaliwates


Kabupaten Jember pada tahun 2021. Pada pemeriksaan tanggal 21 Juni 2021 Ny.
U mengatakan telah melahirkan bayinya pada tanggal 20 Juni 2021 jam 11.15
wib, melahirkan anak pertama, ibu mengeluh mengeluarkan darah banyak stosel
tanggal 21 Juni 2021 jam 12.00 wib. Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan
didapatkan hasil TTV dalam batas normal, hasil pemeriksaan fisik diketahui
bahwa keadaan umum ibu lemah, pada mata konjungtiva anemis, dan pada
pemeriksaan abdomen setinggi pusat, UC teraba lembek, sedangkan pada
pemeriksaan genetalia tampak pengeluaran darah pervaginam, dilakukan
pemeriksaan dalam VT portio membuka, dan teraba bekuan darah (stolsel), dan
jumlah darah ± 700 cc. Pada pemeriksaan penunjang (lab) didapatkan hasil Hb
10,8 gr%, HBS Ag non reaktif dan rapid swab antigen SARS-Cov 2 antigen tes
negatif. Untuk penatalaksanaan yang dilakukan adalah memberitahu ibu mengenai
hasil pemeriksaan dan kondisi nya saat ini, memberikan dukungan paikologi pada
ibu, melakukan observasi TTV, melakukan observasi pengeluaran darah
pervaginam yaitu ± 700 cc, dan kontraksi uterus lembek, melakukan kolaborasi
dengan dokter SpOG untuk rencana tindak lanjut, melakukan kolaborasi dengan

51
52

petugas Lab dan juga petugas radiologi untuk dilakukan pemeriksaan penunjang,
memberikan informed consent untuk pelaksanaan tindakan kuretase dan
pembiusan, melakukan pemasangan dower cateter dan memberikan terapi sesuai
dengan advice dokter.
Dari data diatas, ada beberapa pembahasan yang bisa kita amati bersama.
Menurut Sarifuddin (2014) mengatakan bahwa Perdarahan post partum adalah
perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala III persalinan selesai.
Menurut Manuaba (2014) Ada 2 jenis perdarahan postpartum yaitu perdarahan
postpartum primer/dini dan perdarahan postpartum sekunder/lanjut. Perdarahan
postpartum sekunder yaitu perdarahan postpartum yang terjadi setelah 24 jam
pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi,
penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal. Pada kasus
Ny. U mengatakan telah melahirkan bayinya pada tanggal 20 Juni 2021 Jam 11.15
wib mengatakan keluar darah banyak stolsel sejak tanggal 21 Juni 2021 jam 12.00
wib. Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa jumlah yang darah yang dikeluarkan
adalah sebanyak ± 700 cc, dan setelah dilakukan masase UC teraba lembek. Dari
data tersebut diatas dapat diketahui bahwa Ny. U mengalami perdarahan post
partum sekunder karena terjadi perdarahan setelah 24 jam setelah melahirkan
dengan jumlah perdarahan lebih dari 500 cc. Hal ini sesuai dengan teori yang
dijelaskan diatas bahwa Ny. U mengalami perdarahan post partum jenis sekunder
(late hpp sekunder) yang membutuhkan penanganan segera agar masalah
perdarahan segera teratasi demi keselamatan ibu.
Menurut Joseph dan Nugroho (2011) menjelaskan beberapa penyebab dari
perdarahan post partum sekunder ini, salah satu diantaranya adalah adanya
retensio sisa plasenta (rest placenta) yaitu tertinggalnya bagian plasenta dalam
rongga rahim sehingga membuat rahim tidak berkontraksi dengan baik dan
menimbulkan perdarahan, bisa terjadi perdarahan post partum primer (early
postpartum hemorrhage) atau perdarahan post partum sekunder (late postpartum
hemorrhage) yang biasanya terjadi pasca persalinan. Pada kasus Ny. U hasil
pemeriksaan fisik pada abdomen palpasi teraba setinggi pusat dan masase UC
lembek, sedangkan pada pemeriksaan dalam diketahui bahwa portio masih
membuka dan terdapat bekuan darah (stolsel), maka ada kesesuaian antara teori
dan kasus. Pada proses persalinan seorang bidan harus memantau perdarahan yang

52
53

terjadi setelah kala 3 persalinan, karena pada kala 3 terdapat proses MAK 3 yang
harus dilakukan bidan dengan tepat. Hal ini sangat penting agar pelepasan
plasenta dilakukan secara benar dan memastikan bahwa tidak terdapat sisa
plasenta yang masih tertinggal di dalam uterus. Plasenta yang masih ada sisa atau
tertinggal didalam uterus bisa mengakibatkan perdarahan post partum primer
ataupun perdarahan post partum sekunder. Pada perdarhan post partum sekunder
selain bisa mengakibatkan perdarahan juga bisa terjadi infeksi pada ibu sehingga
akan mengancam keselamatan ibu pada masa nifas.
Pada pembahasan diatas dapat kita ketahui jenis perdarahan dan juga
penyebab perdarahan pada ibu. Selain hal tersebut, ada hal yang juga tidak kalah
penting. Pada kasus Ny. U diketahui keadaan umum ibu tampak lemah, hasil
pemeriksaan fisik ibu konjungtiva mata tampak anemis, dan pemeriksaan
penunjang diketahui bahwa kadar Hb ibu adalah 10, 8 gr %. Menurut Astutik dan
Ertiana (2018) mengatakan bahwa derajat anemia terdiri dari tidak anemia (lebih
dari 11,5gr%), anemia ringan (9 sampai < 11 gr%), anemia sedang (7 sampai < 9
gr%), dan anemia berat (< 7 gr%), sedangkan menurut Proverawati (2011) bahaya
yang bisa ditimbulkan karena anemia selama masa nifas yaitu dapat menimbulkan
adanya risiko terjadinya sub-involusi uteri yang mengakibatkan perdarahan
postpartum, risiko terjadinya dekompensasi jantung segera setelah persalinan,
risiko infeksi selama masa nifas, penurunan produksi ASI, dan peningkatan risiko
terjadinya infeksi payudara. Dari data tersebut diatas terdapat kesesuaian antara
teori dengan kasus bahwa ibu mengalami anemia ringan yang juga perlu
dilakukan pemantauan kepada ibu, untuk itu masalah perdarahan post partum
sekunder ini harus bisa teratasi dengan baik agar tidak semakin memperparah
kondisi anemia yang terjadi pada ibu karena anemia yang terjadi pada ibu selama
masa nifas juga akan menimbulkan permasalahan yang lain seperti penurunan
produksi ASI, dan bisa terjadi peningkatan risiko terjadinya infeksi payudara pada
ibu.
Untuk identifikasi dan penanganan terjadinya perdarahan post partum
sekunder di RS ini adalah melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG untuk
tindakan lebih lanjut yaitu dilakukan tindakan kuretase. Pada penanganan kasus
Ny. U ini salah satu nya penanganannya adalah kolaborasi dengan dokter Sp.OG

53
54

dan dokter anastesi untuk dilakukan tindakan kuretase pada ibu sehingga
perdarahan pada ibu bisa segera teratasi dengan baik.

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan studi kasus pada ibu nifas setelah dilakukan asuhan
kebidanan secara komprehensif dengan melakukan pengkajian secara
menyeluruh terhadap ibu, meliputi data subyektif dan data obyektif, dan
melakukan analisa data bahwa ibu telah melahirkan bayi nya lebih dari 24 jam
dan mengeluh keluar darah banyak dari kemaluan, setelah dilakukan
pemeriksaan secara menyeluruh kepada ibu kemudian menentukan diagnosa
pada ibu yakni Ny. U P1A0 dengan perdarahan post partum sekunder (late
HPP) dengan rencana tindakan dan implementasi yaitu memberitahu ibu
mengenai hasil pemeriksaan dan kondisi nya saat ini, memberikan dukungan
psikologi pada ibu, melakukan observasi TTV, melakukan observasi
pengeluaran darah pervaginam, melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG
untuk rencana tindak lanjut, melakukan kolaborasi dengan petugas Lab dan
juga petugas radiologi untuk dilakukan pemeriksaan penunjang, memberikan
informed consent untuk pelaksanaan tindakan kuretase dan pembiusan,
melakukan pemasangan dower cateter dan memberikan terapi sesuai dengan

54
55

advice dokter, dan juga melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG dan
dokter anastesi untuk dilakukan tindakan kuretase pada ibu.
Setelah dilakukan tindak lanjut terhadap kasus Ny. U P1A0 dengan
perdarahan post partum sekunder (late HPP) yaitu tindakan kuretase yang
dilakukan oleh Dokter Sp.Og dan dengan dokter anastesi kemudian
melakukan evaluasi setelah tindakan bahwa ibu dalam kondisi baik, hasil
pemeriksaan TTV dalam batas normal, dan masalah sudah teratasi dengan
baik. Selanjutnya ibu diberikan edukasi bagaiamana cara merawat bayi dengan
baik, memberikan motivasi kepada ibu untuk memberikan ASI secara
eksklusif, mengajarkan pada ibu cara menyusui dengan benar, kemudian
menganjurkan ibu untuk makan dengan menu gizi seimbang.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa lebih menguasai teori sehingga mampu
meningkatkan ketrampilan dalam memberikan asuhan kebidanan
patologi pada ibu nifas. Serta diharapkan dapat menjadi bahan
pembelajaran bagi mahasiswa sehingga dapat menerapkannya tidak
hanya di lahan praktek yang ditempati saja melainkan juga mampu
menerapkannya di masyarakat umum.
5.2.2 Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat dapat mengetahui tentang tanda bahaya pada
masa nifas sehingga keluarga maupun masyarakat dapat memberikan
dukungan kepada ibu setelah melahirkan untuk bisa berhati hati
meskipun bayi sudah lahir dan proses persalinan berjalan dengan
lancar.
5.2.3 Bagi Pelayanan Kesehatan
Perlu dilakukan penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat tentang
bahaya pada masa nifas juga diharapkan mampu meningkatkan mutu
pelayanan asuhan kebidanan sesuai dengan prosedur tindakan
sehingga dapat melaksanakan asuhan kebidanan secara komprehensif.

55
56

5.2.4 Bagi Institusi Pendidikan


Sebagai sumber informasi untuk kemajuan perkembangan ilmu
kebidanan dan refrensi untuk mengetahui perbandingan antara lahan
praktik
.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, E & Wulandari, D. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas.


Jogjakarta: Medika.
Astuti, dkk. 2015. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Jakarta :
Erlangga

Astuti, R.Y. dan D. Ertiana. 2018. Anemia dalam Kehamilan. Jawa Timur:
CV Pustaka Abadi.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Badan Pusat


Statistik, Kementerian Kesehatan RI, dan ICF International. 2017.
Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI). Jakarta: BKKBN,
BPS, Kementerian Kesehatan, dan ICF International.

Badr Safaa, Bilkasem Amenh, Elkhwsky Fayek. 2015. “Risk Factor For
Primary Postpartum Hemorrage in Benghazi, Libya: A Case
Control Study”. Scholar Journal of Applied Medical Sciences.

56
57

Diyan, Indriyani. 2013. Keperawatan Maternitas Pada Area Perawatan


Antenatal. Yogyakarta: Graha Ilmu

Ediyanti, DB dan Rachmah I. 2014. “Faktor Pada Ibu yang Berhubungan


dengan Kejadian Komplikasi Kebidanan”. Jurnal Biometrika dan
Kependudukan. Vol. 3, No. 1 Juli 2014: 1–7. Surabaya.

Joseph & Nugroho. 2011. Ginekologi & Obstetri (Obsgyn). Yogyakarta :


Nuha Medika
Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta:
Kemenkes RI.
Manuaba, I.B.G. 2014. Pengantar Kuliah Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:
EGC.

Prawirohardjo S. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Profil Kesehatan Indonesia. 2017. Jakarta: Kemenkes RI.

Saifuddin, A.B. 2014. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Wiknjosastro, H. 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC

57

Anda mungkin juga menyukai