Anda di halaman 1dari 29

Dosen Pengampu : Sutrani Syarif, S.ST.,M.

Keb
Mata Kuliah : Psikologi Dalam Pelayanan Kebidanan

KESEHATAN MATERNAL DAN PRENATAL

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 6

CITRA RESKI ( A1A221241)


SURTINA (A1A221243 )

PROGRAM STUDI S1 DAN PROFESI KEBIDANAN


UNUVERSITAS MEGA REZKY MAKASSAR
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul  "Kesehatan Maternal Dan
Perinatal" dengan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran
Psikologi Dalam Pelayanan Kebidanan. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah
wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Sutrani Syarif, S.ST.,M.Keb selaku Dosen mata kulia Psikologi Dalam
Pelayanan Kebidanan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang
telah membantu diselesaikannya makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh
dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 13 April 2022

Kelompok 6
DAFTAR ISI

Sampul................................................................................................................................i

Kata pengantar....................................................................................................................ii

Daftar Isi............................................................................................................................iii

Bab 1 Pendahuluan.............................................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................3
C. Manfaat Penulisan..................................................................................................3
Bab II Pembahasan.............................................................................................................4

A. Defenisi Kesehatan Maternal..................................................................................4


B. Pengertian Kematian Ibu .......................................................................................5
C. Penyebab Kematian Ibu..........................................................................................5
D. Epidemiologi Kematian Ibu....................................................................................6
E. Faktor-Faktor Risiko Kematian Ibu........................................................................8
F. Penangan Gangguan mental perinatal...................................................................21
Bab III Penutup..................................................................................................................24

A. Kesimpulan............................................................................................................24
Bab IV Daftar Pustaka ......................................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan maternal merupakan salah satu unsur penentu status kesehatan.
Kesehatan ibu pada masa kehamilan, persalinan, pasca salin (Nifas), neonatus dan
juga pada pemakaian alat kontrasepsi yang akan menentukan kualitas generasi yang
akan datang (Saifuddin,2013) . Kehamilan dan persalinan merupakan proses yang
alamiah atau normal oleh sebab itu dalam melakukan Asuhan tidak diperlukan
intervensi kecuali ada indikasi medis (Jannah,2012). Namun dalam prosesnya dapat
berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat dan dapat membahayakan
nyawa ibu dan bayinya. Komplikasi yang mungkin saja terjadi seperti Pre-eklamsia,
eklamsia, anemia, hipertensi (Marmi, 2011). Apabila komplikasi tersebut tidak
tertangani dengan baik dapat mempengaruhi Angka Kematian Ibu dan Angka
Kematian Bayi menjadi meningkat. Dari Abdullah bin Mas‟ud Radhiallahu „Anhu ia
bersabda : “Sesungguhnya salah seorang diantara kalian dipadukan bentuk ciptaanya
dalam perut ibunya selama empat puluh hari (dalam bentuk mani) lalu menjadi
segumpal darah selama itu pula (selama 40 hari), lalu menjadi segumpal daging
selama itu pula, kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh pada janin
tersebut”
Angka Kematian Ibu atau AKI adalah jumlah kematian selama kehamilan dengan
periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan. AKI di Provinsi Jawa Timur mencapai
91,92 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab terbesar kematian ibu secara langsung
berturut-turut adalah Preeklamsi berat/eklamsi (PEB) sebesar 28,92% atau 153 orang;
perdarahan 26,28% atau 139 orang; infeksi 3,59% atau sebanyak 19 orang; dan
penyebab lain-lain 29,11% atau 154 orang (Dinkes jatim, 2018). Sedangkan Angka
Kematian Ibu di Kabupaten Ponorogo sebesar 89 per 100.000 kelahiran hidup
penyebab tingginya AKI di Ponorogo karena KTD (Kehamilan Tidak Diingingkan),
dan faktor kesehatan misalnya seorang ibu menderita penyakit tertentu dan ketika
hamil mempunyai resiko tinggi. Sebagian besar kematian ibu terjadi pada sia
reproduktif, atau usia yang lanjut tapi tetap meneruskan kehamilannya. Pada (ibu
berusia) remaja atau usia di bawah 25 tahun tidak jadi penyumbang AKI (Dinkes
Kabupaten Ponorogo, 2018). Sedangkan pada tahun 2017 AKI di Kabupaten
Ponorogo sebesar 63 per 100.000 (Dinkes Kabupaten Ponorogo, 2017) jika
dibandingkan AKI dari tahun 2017 sampai dengan 2018 mengalami peningkatan
sebesar 26 per 100.000 kelahiran hidup. Kemudian Angka Kematian Bayi atau AKB
adalah jumlah kematian bayi dalam 1 tahun pertama kehidupan per 1000 kelahiran
hidup (BPS, 2013). Angka Kematian bayi di Provinsi Jawa Timur mencapai 13,4 %
per 1.000 kelahiran hidup sedangkan Angka Kematian Bayi di Kabupaten Ponorogo
sebesar 13,25 per 1000 kelahiran hidup. Penyebab utama kematian pada bayi yaitu
karena Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), gangguan pernafasan pada bayi, asfiksia
berat maupun sedang (Dinkes Kabupaten Ponorogo, 2018). Sedangkan pada tahun
2017 Angka Kematian Bayi di Ponorogo sebesar 13,7 per 1000 kelahiran hidup
(Dinkes Kabupaten Ponorogo, 2017). Jika dibandingkan AKB dari tahun 2017 sampai
dengan 2018 mengalami peningkatan. Dari data bisa kita tentukan sebagian besar
angka kematian ib dan bayi masih sangat membuthkan pengawasan antenatal yang
memadai, sehingga penyulit dalam kehamilan tidak terlambat untuk diketahui.
Apabila asuhan kehamilan tidak dilakukan dengan baik akan menimbulkan dampak
dalam persalinan seperti perdarahan yang disebabkan oleh antonia teri, retensio
plassenta, inversio uteri, robekan jalan lahir. Sedangkan dampak yng mungkin timbul
pada bayinya adalah asfiksia, bayi berat lahir rendah, kelainan bawaan trauma
kelahiran (Manuaba, 2010)
Angka Kematian Bayi maupun Angka Kematian Ibu di Kabupaten Ponorogo bisa
dibilang cukup tinggi, upaya yang dilakukan Pemerintah Ponorogo yaitu mendirikan
Yayasan Ipas, pendirian yayasan ini diharapkan dapat mendorong warga untuk lebih
menyadari berbagai faktor yang menyebabkan kematian ibu akibat melahirkan juga
dapat meningkatkan kemampuan teknis tenaga medisnya, untuk itu Yayasan Ipas
merangkul Kabupaten Ponorogo untuk menurunkan AKI dan AKB dengan
melaksanakan program yang fokus pada penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi,
program yang akan dijalankan diantaranya yaitu meningkatkan cakupan dan kualitas
pelayanan antenatal sesuai dengan standar termasuk antenatal terpadu, kemudian
setelah itu mengupayakan untuk peningkatan pemanfaatan buku KIA dan
melaksanakan kelas ibu hamil. Sedangkan program yang lainnya untuk mengatur
strategi guna menurunkan Angka Kematian Ibu hamil yaitu dengan mengadakan
Rumah Tunggu Kelahiran (RTK), dalam RTK ibu hamil diberikan pendampingan
pelayanan kesehatan serta kebutuhan lainnya hingga persalinan, tapi layanan ini
khusus untuk ibu hamil yang persalinannya memerlukan pertolongan spesifik (Dinkes
Kabupaten Ponorogo,2019). Selain program diatas dapat ditingkatkan dengan
melakukan asuhan secara berkelanjutan atau Continuity of care yang berkaitan dengan
kualitas pelayanan kesehatan dari waktu ke waktu yang sangat berkaitan satu dengan
yang lainnya antara pasien dengan tenaga kesehatan. Asuhan Continuity of care yang
diberikan mulai dari kehamilan, melahirkan sampai dengan 6 minggu pascasalin serta
KB (Pratami,2014).

B. Rumusan Masalah
1. Apa defenisi Kesehatan Maternal ?
2. Apa gangguang kesehatan maternal perinatal ?
3. Bagaimana penanganan gangguang maternal perinatal ?

C. Manfaat Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu kesehatan maternal.
2. Untuk mengetahui gangguan kesehatan maternal perinatal.
3. Untuk mengatahui penanganan gangguan maternal perinatal.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kesehatan Maternal
Kesehatan maternal adalah segala upaya peningkatan kesehatan yang bertujuan
tidak sekedar menghindari kematian akibat kehamilan dan persalinan, tetapi termasuk
peningkatan kualitas kehidupan selama dan setelah kurun waktu reproduksi.
Berkaitan dengan masa kehamilan maka pelayanan kesehatan yang harus
dimanfaatkan ibu hamil adalah pemeriksaan kehamilan. Pemeriksaan kehamilan
mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya menurunkan angka kematian
yang terkait dengan ibu, janin, dan bayi. Di negara berkembang melakukan
pemeriksaan kehamilan sebanyak 4 kali sudah cukup sebagai kasus tercatat. Riskesdas
2013 melaporkan secara nasional sekitar 70,4 persen yang melakukan pemeriksaan
kehamilan minimal 1 kali pada trimester pertama, minimal 1 kali pada trimester kedua
dan minimal 2 kali pada trimester 3 (Kemkes, 2013). Pemeriksaan kehamilan umum
dan bidan) mencapai 87,1 persen (Kemkes, 2013). Penolong persalinan dapat dijadikan
sebagai salah satu indikator kesehatan, terutama dalam hubungannya dengan
kesejahteraan ibu dan pelayanan kesehatan secara umum. Penolong persalinan dapat
dijadikan sebagai salah satu indikator kesehatan, terutama dalam hubungannya dengan
kesejahteraan ibu dan pelayanan kesehatan secara umum.
Pelayanan kesehatan maternal yang terakhir adalah asuhan masa nifas. Masa nifas
adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi. Periode masa nifas merupakan
masa kritis baik ibu maupun bayi, dan bila tidak ditangani segera dengan efektif dapat
membahayakan kesehatan atau kematian bagi ibu. Proses perubahan secara fisik pada
masa nifas seharusnya berjalan normal, namun jika tidak diperhatikan oleh ibu nifas
untuk ditangani secara efektif dapat membahayakan kesehatan seperti pendarahan
sebagai komplikasi nifas, bahkan bisa berakibat fatal menyebabkan kematian ibu.
Pelayanan kesehatan masa nifas dimulai dari 6 jam sampai 42 hari setelah melahirkan.
Pemerintah telah menyusun rencana strategi yang meliputi setiap persalinan ditolong
oleh tenaga kesehatan terlatih; setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat
pelayanan profesional; setiap wanita subur terakses dengan upaya pencegahan
kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
Berbagai faktor dapat berperan mempengaruhi kehamilan, persalinan, dan nifas
seperti status kesehatan ibu (kesehatan maternal), status reproduksi (kesehatan
reproduksi), atau akses pada pelayanan kesehatan. Kesehatan reproduksi diartikan
sebagai kemampuan untuk melakukan reproduksi dan mengatur fertilitasnya,
menjalani kehamilan dan persalinannya secara aman, serta dapat memperoleh bayi
yang sehat tanpa risiko yang membahayakan diri dan bayinya. Kesehatan maternal
meliputi segala upaya peningkatan kesehatan yang bertujuan tidak sekedar
menghindari kematian akibat kehamilan dan persalinan, tetapi termasuk peningkatan
kualitas kehidupan selama dan setelah kurun waktu reproduksi. Kesehatan reproduksi
dan kesehatan maternal saling berkaitan untuk melahirkan bayi hidup dan sehat, serta
mencegah terjadinya kematian maternal dan bayi.

B. Pengertian Kematian Ibu

Kematian maternal atau kematian ibu menurut batasan dari The Tenth Revision
of International Cassification of Diseases (ICD-10) adalah kematian wanita yang
terjadi pada saat kehamilan atau dalam 42 hari setelah kehamilan, tidak tergantung dari
lama dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan
kehamilan, atau yang diperberat oleh kehamilan tersebut, atau penanganannya, akan
tetapi bukan kematian yang disebabkan oleh kecelakaan atau kebetulan (WHO, 2015).

Tabel 2.1
Definisi Alternatif Kematian Ibu pada ICD-10

Kematian seorang wanita selama kehamilan


Pregnancy-
atau 42 hari setelah terminasi kehamilan, tanpa
related
mempedulikan penyebab kematiannya.
death
Kematian seorang wanita karena penyebab
Late maternal death langsung atau tidak langsung yang lebih dari 42
hari, namun kurang dari setahun setelah
terminasi kehamilan.
Sumber : WHO, UNICEF, UNFPA and The World Bank

Indikator yang umum digunakan dalam kematian ibu adalah angka kematian ibu
(Maternal Mortality Ratio) yaitu jumlah kematian ibu dalam 100.000 kelahiran
hidup. Angka ini mencerminkan risiko obstetrik yang dihadapi oleh seorang ibu
sewaktu ia hamil (Saifudin, 2010).

C. Penyebab Kematian Ibu


Kematian ibu dibagi menjadi kematian langsung dan tidak langsung.
Kematian ibu langsung adalah sebagai akibat komplikasi kehamilan, persalinan, atau
masa nifas, dan segala intervensi atau penanganan tidak tepat dari komplikasi tersebut.
Kematian ibu tidak langsung merupakan akibat dari penyakit yang sudah ada atau
penyakit yang timbul sewaktu kehamilan yang berpengaruh terhadap kehamilan,
misalnya malaria, anemia, HIV/AIDS, dan penyakit kardiovaskular (Saifudin, 2010).
Penyebab kematian langsung ibu di Indonesia didominasi oleh perdarahan
pasca persalinan, hipertensi/eklamsia, dan infeksi. Penyebab tidak langsung kematian
ibu adalah masih banyaknya kasus 3 terlambat dan 4 terlalu (GKIA, 2016).

Kasus 3 terlambat, meliputi :


1. Terlambat mengenali tanda bahaya persalinan dan mengambil
keputusan.
2. Terlambat dirujuk ke fasilitas kesehatan.
3. Terlambat ditangani oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Kasus 4 terlalu, meluputi :


1. Terlalu tua hamil (diatas usia 35 tahun)
2. Terlalu muda hamil (dibawah usia 20 tahun)
3. Terlalu banyak (jumlah anak lebih dari 4)
4. Terlalu dekat jarak antar kelahiran (kurang dari 2 tahun)

D. Epidemiologi Kematian Ibu

Menurut WHO, sekitar 830 wanita meninggal karena komplikasi kehamilan atau
persalinan di seluruh dunia setiap harinya. Diperkirakan pada tahun 2015, sekitar 303.000
wanita meninggal selama dan setelah kehamilan dan persalinan, dimana sebagian besar
dari kematian dapat dicegah (WHO, 2018).

Tingginya jumlah kematian ibu di beberapa daerah di dunia mencerminkan


ketidakadilan dalam akses menuju layanan kesehatan, dan menyoroti kesenjangan antara
kaya dan miskin. Kematian ibu (99%) terjadi di negara berkembang. Rasio kematian ibu
di negara berkembang pada 2015 adalah 239 per 100.000 kelahiran hidup berbanding 12
per 100.000 kelahiran hidup di negara maju. Ada perbedaan besar antara negara, tetapi
juga di dalam negara, dan antara wanita dengan pendapatan tinggi dan rendah dan wanita
yang tinggal di daerah pedesaan versus perkotaan (WHO, 2018).

Risiko kematian ibu tertinggi terjadi pada gadis remaja di bawah 15 tahun dan
komplikasi dalam kehamilan dan persalinan merupakan penyebab utama kematian
diantara remaja perempuan di negara berkembang (WHO, 2018).

Di wilayah Asia Tenggara diperkirakan terdapat 240.000 kematian maternal setiap


tahunnya, sehingga diperoleh angka kematian maternal sebesar 210 per 100.000 KH.
Angka kematian maternal ini merupakan ukuran yang mencerminkan risiko obstetrik
yang dihadapi oleh seorang wanita setiap kali wanita tersebut menjadi hamil. Risiko ini
semakin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah kehamilan yang dialami (WHO
dalam Fibriana, 2007).

Melihat adanya kemungkinan untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu,


negara-negara kini telah berkomitmen melalui target baru untuk mengurangi kematian ibu
lebih jauh. Salah satu tujuan Sustainable Development Goal (SDGs) 3 adalah untuk
mengurangi rasio kematian ibu bersalin menjadi kurang dari 70 per 100.000 kelahiran
(WHO, 2018).

Penurunan AKI di Indonesia terjadi sejak tahun 1991 sampai dengan 2007, yaitu
dari 390 menjadi 228. SDKI tahun 2012 menunjukkan peningkatan AKI yang signifikan
yaitu menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. AKI kembali menujukkan
penurunan menjadi 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil
Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 (Profil Kesehatan Indonesia, 2016).

Kematian ibu merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia. Berdasarkan


angka-angka hasil survei nasional hingga tahun 2012. Angka Kematian Ibu (AKI) belum
menunjukkan perbaikan (GKIA, 2016).

Angka sebesar 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup ini setara dengan 17
ribu kejadian kematian ibu setiap tahunnya. Hasil analisis dan studi lanjutan Sensus
Penduduk (SP) 2010 menunjukkan bahwa proporsi kematian ibu terbesar terjadi pada saat
persalinan dan 48 jam pertama setelahnya. Kematian yang terjadi pada masa kehamilan
sebagian besar terjadi saat ibu tersebut kandungannya berumur kurang dari 20 minggu
(GKIA, 2016).

Di Indonesia 1 dari 10 kehamilan terjadi pada remaja berusia 15-19 tahun.


Kehamilan remaja berusia dibawah 18 tahun berdampak negatif pada kesehatan. Risiko
kesakitan dan kematian yang terjadi 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan kehamilan pada
usia yang lebih matang (WHO. 2018 dan GKIA, 2016).

Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia didominasi oleh pendarahan pasca


persalinan, hipertensi/eklamsia, dan infeksi. Penyebab tidak langsung kematian ibu adalah
masih banyaknya kasus 3 terlambat dan 4 terlalu (GKIA, 2016).
Keadaan ibu pra–hamil dapat berpengaruh terhadap kehamilannya. Penyebab
tidak langsung kematian maternal ini antara lain adalah anemia, kurang energi kronis
(KEK) dan keadaan 4 terlalu (terlalu muda / tua, terlalu sering dan terlalu banyak)
(Saifudin, 2000).
Tahun 1992 McGarthy dan Maine mengembangkan suatu kerangka konseptual
kematian ibu. Terdapat 3 komponen dalam proses kematian ibu, yang paling dekat
dengan kematian dan kesakitan adalah kehamilan, persalinan atau komplikasinya.
Komponen kehamilan, komplikasi, atau kematian secara lengkap dipengaruhi oleh 5
determinan antara, yaitu status kesehatan, status reproduksi, akses terhadap pelayanan
kesehatan, perilaku kesehatan dan faktor lain yang tidak diketahui. Determinan antara
dipengaruhi oleh determinan jauh yang digolongkan sebagai komponen sosioekonomi
dan budaya (Saifudin, 2010).

E. Faktor-Faktor Risiko Kematian Ibu


Menurut Mcarthy dan Maine (1992) kematian maternal dipengaruhi oleh 3
determinan, yaitu determinan dekat, determinan antara dan determinan jauh. Determinan
dekat merupakan penyebab kematian ibu, yaitu kehamilan itu sendiri dan gangguan
obstetrik yang berupa perdarahan, infeksi, eklampsia/preeklampsia, dan lainnya.
Determinan dekat secara langsung dipengaruhi oleh determinan antara yaitu status
kesehatan, status
reproduksi, akses ke pelayanan kesehatan, dan perilaku penggunaan pelayanan
kesehatan. Determinan jauh merupakan determinan yang berhubungan dengan faktor
demografi dan sosiokultural, yaitu status wanita dalam keluarga dan masyarakat, status
keluarga dalam masyarakat, dan status masyarakat.
1. Determinan Dekat
Determinan dekat merupakan proses yang paling dekat terhadap kejadian
kematian maternal, yang meliputi kehamilan itu sendiri dan komplikasi dalam
kehamilan, persalinan dan masa nifas. Tiap wanita hamil memiliki risiko komplikasi
yang berbeda, dibedakan menjadi ibu hamil risiko rendah dan ibu hamil risiko tinggi.
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain :
a. Perdarahan
Perdarahan yang dapat menyebabkan kematian ibu antara lain adalah
perdarahan karena abortus, perdarahan ektopik terganggu, perdarahan
antepartum, dan perdarahan postpartum.
Perdarahan karena abortus dapat disebabkan karena abortus yang tidak
lengkap atau cedera pada organ panggul atau usus. Abortus sendiri adalah
berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat- akibat tertentu) pada atau sebelum
kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk
hidup di luar kandungan (Saifudin dkk, 2009).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana setelah fertilisasi, implantasi
terjadi di luar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik dapat mengalami
abortus atau ruptura apabila masa kehamilan berkembang melebihi kapasitas
ruang implantasi dan peristiwa ini disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu
(Saifudin, 2009). Kehamilan ektopik yang mengalami penyulit atau terjadi ruptur
pada tuba tempat lokasi nidasi kehamilan ini akan memberikan gejala dan tanda
yang khas yaitu timbulnya sakit perut mendadak yang kemudian disusul dengan
syok atau pingsan (Hadijanto, 2010).
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan pervaginam pada kehamilan
diatas 28 minggu atau lebih. Pendarahan antepartum terjadi pada usia kehamilan
lebih dari 28 minggu maka sering disebut atau digolongkan perdarahan pada
trimester ketiga. Pendarahan antepartum pada umumnya disebabkan oleh
kelainan implantasi plasenta (letak rendah dan previa), dan separasi plasenta
sebelum bayi lahir. Faktor yang meningkatkan kejadian plasenta previa yaitu
umur penderita yang masih muda atau berumur diatas 35 tahun, paritas penderita
yang tinggi dan endometrium yang cacat (Manuaba, 2010).
Perdarahan postpartum adalah hilangnya darah 500 ml atau lebih dari
organ-organ reproduksi setelah selesainya kala tiga persalinan (setelah plasenta
lahir). Perdarahan postpartum dibagi menjadi dua yaitu, perdarahan postpartum
primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama
kelahiran penyebab utamanya adalah atona uteri, retensio plasenta, robekan jalan
lahir dan inversio uteri. Perdarahan postpartum sekunder yaitu perdarahan pasca
persalinan yang terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama
perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim
yang tidak baik atau sisa plasenta yang tertinggal (Astuti dkk, 2015).
Perdarahan postpartum merupakan penyebab penting kematian maternal
khususnya di negara berkembang. Faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan
postpartum adalah grandemultipara, jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun,
persalinan dilakukan dengan tindakan (Manuaba, 2010).
b. Infeksi

Infeksi adalah invasi jaringan oleh mikroorganisme patogen hingga


menyebabkan kondisi sakit karena virulensi dan jumlah mikroorganisme patogen
tersebut. Infeksi dapat terjadi pada masa kehamilan, selama persalinan (inpartu)
maupun masa nifas. Infeksi pada kehamilan adalah infeksi jalan lahir pada masa
kehamilan, baik kehamilan muda maupun tua. Keadaan infeksi ini berbahaya
karena dapat mengakibatkan sepsis, yang mungkin menyebabkan kematian ibu
(Leveno dkk. 2013). Infeksi nifas adalah infeksi bakteri yang berasal dari saluran
reproduksi selama persalinan. Penyebab terbesar dari infeksi nifas adalah
penolong persalinan yang membawa kuman ke dalam rahim ibu dengan
membawa kuman yang telah ada di dalam vagina ke atas (Astuti dkk, 2015).

c. Pre-eklamsia dan eklamsia


Pre-eklamsia adalah tekanan darah tinggi yang disertai dengan
proteinuria (protein dalam kemih) atau edema (penimbunan cairan) yang
terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah
persalinan. Kelanjutan pre-eklamsia berat menjadi eklamsia dengan tambahan
gejala kejang dan/atau koma (Astuti dkk, 2015 dan Manuaba, 2010).
Kehamilan dapat menyebabkan terjadinya hipertensi pada wanita yang
sebelum kehamilannya memiliki tekanan darah normal (normotensi) atau
dapat memperberat keadaan hipertensi yang sebelumnya telah ada. Hipertensi
dalam kehamilan atau yang dikenal sebagai pre-eklamsi, dan jika hipertensi
ini disertai kejang maka disebut sebagai eklamsia merupakan salah satu
penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Pre-eklamsia dan eklamsia ini juga
dapat terjadi pada masa nifas (Astuti dkk, 2015).
Hipertensi didiagnosis jika tekanan darah mencapai 140/90 mmHg atau
lebih. Edema sudah tidak lagi digunakan sebagai kriteria diagnostik karena
juga terjadi pada banyak wanita hamil normal. Dahulu dianjurkan bahwa
digunakan parameter peningkatan tekanan darah sistolik 30 mmHg atau
diastolik 15 mmHg sebagai diagnostik, meskipun nilai absolut masih dibawah
140/90 mmHg. Kriteria ini tidak lagi dianjurkan karena bukti-bukti
memperlihatkan bahwa wanita dalam kelompok ini kecil kemungkinannya
mengalami gangguan pada hasil akhir kehamilan mereka. Tetapi, wanita yang
mengalami peningkatan tekanan darah sistolik 30 mmHg atau diastolik 15
mmHg perlu diawasi secara ketat (Leveno dkk, 2013).
Pre-eklamsia dan eklamsia merupakan penyebab kematian ibu dan
perinatal yang tinggi terutama di negara berkembang. Kematian akibat
eklamsia meningkat lebih tajam dibandingkan pada tingkat pre-eklamsia
berat. Kejadian pre-eklamsia dan eklamsia bervariasi di setiap negara bahkan
pada setiap daerah. Dijumpai beberapa faktor yang mempengaruhi
diantaranya jumlah primigravida, terutama primigravida muda, distensi hamil
berlebihan, penyakit yang menyertai kehamilan dan jumlah usia ibu lebih dari
35 tahun (Manuaba, 2010).
d. Partus macet atau partus lama
Partus lama terjadi sejak ibu mulai merasa mulas sampai melahirkan bayi,
biasanya berlangsung kurang dari 12 jam. Kasus bayi belum lahir lebih dari 12
jam sejak mulas, persalinan tersebut tergolong lama (Syafrudin dan Hamidah,
2009).
Partus lama disebabkan oleh adanya kemungkinan kelainan yang terjadi
pada jalan lahir seperti terjadi kesempitan jalan lahir, mengubah posisi dan
kebutuhan janin intrauterin, ada penghalang jalan lahir, ukuran janin terlalu besar
sedangkan pelvis normal sehingga terjadi disproporsi sefalopelvik dan serviks
kaku. Keadaan janin yang dapat menyebabkan partus lama adalah letak janin
yang membujur sehingga letak sungsang, ukuran janin terlalu besar, lilitan tali
pusat, dan bagian terendah belum masuk disproporsi sefalopelvik, serta adanya
kelainan pada janin yaitu tumor abdomen, anensefali, dan hidrosefalus
(Manuaba, 2010).
e. Ruptura uterus
Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat
dilampauinya daya regang miometrium. Penyebab ruptura uteri adalah
disproporsi janin dan panggul, partus macet atau traumatik. Ruptura uteri
termasuk salah satu diagnosis banding apabila wanita dalam persalinan lama
mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan syok dan perdarahan
pervaginam (Saifudin, 2010).
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang
bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus
dievaluasi, yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber
perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks dan robekan uterus
(ruptur uteri) (Manuaba. 2010).

2. Determinan antara
Determinan antara merupakan keadaan atau hal-hal yang melatarbelakangi dan
menjadi penyebab langsung serta tidak langsung dari kematian ibu meliputi status
kesehatan ibu, status reproduksi, akses terhadap pelayanan kesehatan dan perilaku
penggunaan pelayanan kesehatan.
a. Status kesehatan ibu
Menurut McCarthy dan Maine status kesehatan ibu yang berpengaruh
terhadap kejadian kematian maternal meliputi status gizi, anemia, riwayat
penyakit yang diderita ibu, dan riwayat komplikasi pada kehamilan dan
persalinan sebelumnya.
b. Status gizi
Status gizi merupakan hal yang penting diperhatikan pada masa
kehamilan, karena faktor gizi sangat berpengaruh terhadap status kesehatan ibu
selama hamil serta berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan janin.
Hubungan antara gizi ibu hamil dan kesejahteraan janin merupakan hal yang
sangat penting untuk diperhatikan. Keterbatasan gizi selama hamil sering
berhubungan dengan faktor ekonomi, pendidikan, sosial atau keadaan lain yang
meningkatkan kebutuhan gizi ibu hamil dengan penyakit infeksi tertentu
termasuk persiapan fisik untuk persalinan. (Jannah, 2012)
Status gizi ibu hamil dapat dilihat dari hasil pengukuran terhadap
lingkar lengan atas (LILA). Pengukuran LILA bertujuan untuk mendeteksi
apakah ibu hamil termasuk kategori kurang energi kronis (KEK) atau tidak. Ibu
dengan status gizi buruk memiliki risiko untuk terjadinya perdarahan dan infeksi
pada masa nifas. Keadaan kurang gizi sebelum dan selama kehamilan
memberikan kontribusi terhadap rendahnya kesehatan ibu, masalah dalam
persalinan dan masalah pada bayi yang dilahirkan (Andriani dan Wirjatmadi,
2012)
Standar minimal ukuran LILA pada wanita dewasa atau usia reproduksi
adalah 23,5 cm. Ukuran LILA < 23,5 cm maka interpretasinya adalah Kurang
Energi Kronik (KEK). (Jannah, 2012).
c. Status Anemia
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi.
Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan
nilai kesejateraan sosial ekonomi masyarakat, dan pengaruhnya sangat besar
terhadap kualitas sumberdaya manusia. Anemia kehamilan disebut “potential
danger mother and child” (potensi membahayakan ibu dan anak).
Menurut WHO, kejadian anemia kehamilan berkisar antara 20% dan 89%
dengan menetapkan Hb 11 g% (g/dl) sebagai dasarnya (Manuaba, 2010).
Ibu yang anemia tidak dapat mentoleransi kehilangan darah seperti
perempuan sehat tanpa anemia. Pada waktu persalinan, kehilangan darah 1.000
ml tidak mengakibatkan kematian pada ibu sehat, tetapi pada ibu anemia,
kehilangan darah kurang dari itu dapat berakibat fatal. Ibu anemia juga
meningkatkan risiko operasi atau penyembuhan luka tidak segera sehingga luka
terbuka seluruhnya (Saifudin, 2010).
Pengaruh anemia selama kehamilan yaitu dapat terjadi abortus,
persalinan prematiritas, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah
terjadi infeksi, ancaman dekompensasi kordis (Hb <6g%) mola hidatosa,
hiperemesis gravidarum, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Bahaya
saat persalinan yaitu his (kekuatan mengejan) kala pertama dapat berlangsung
lama dan terjadi partus terlantar, kala dua berlangsung lama (Manuaba, 2010).
1) Riwayat penyakit
Kematian ibu tidak langsung merupakan akibat dari penyakit yang
sudah ada atau penyakit yang timbul sewaktu kehamilan yang berpengaruh
terhadap kehamilan, misalnya malaria, anemia, HIV/AIDS, dan penyakit
kardiovaskular (Saifudin, 2010).
Kehamilan dengan penyakit jantung selalu saling mempengaruhi karena
kehamilan memberatkan penyakit jantung dapat mempengaruhi petumbuhan
dan perkembangan janin dalam rahim. Jantung yang normal dapat
menyesuaikan diri terhadap segala perubahan sistem jantung dan pembuluh
darah yang disebabkan oleh kehamilan (Manuaba, 2010).
Hipertensi yang menyertai kehamilan adalah hipertensi yang telah ada
sebelum kehamilan. Hipertensi dalam kehamilan yang disertai proteinuria
dan edema maka disebut pre-eklamsi. Penyebab utama hipertensi pada
kehamilan adalah hipertensi esensial dan penyakit ginjal (Manuaba, 2010).
Diabetes dalam kehamilan telah lama diketahui sebagai masalah serius
baik bagi ibu dan janin. Pada masa sebelum ditemukan insulin, ibu
mengidap diabetes jarang menjadi hamil. mereka yang hamil jarang
mencapai kehamilan cukup bulan. Penanganan Pengidap penyakit diabetes
telah membaik selama 50 tahun terakhir. Lindsay dalam Wylie (2010)
menyimpulkan bahwa lahir mati, mortalitas perinatal, dan abnormalitas
kongenital tetap 2-5 kali lebih sering dibandingkan kehamilan yang tidak
diperumit oleh diabetes (Wylie dan Bryce, 2010).
Malaria meningkatkan risiko anemia ibu, prematuritas, dan berat badan
lahir rendah pada kehamilan pertama. Infeksi HIV juga meningkatkan risiko
komplikasi malaria. Hepatitis virus dalam kehamilan merupakan keadaan
yang meningkatkan case fatality rate 35 kali daripada ibu tidak hamil.
Hepatitis virus umumnya terjadi pada trimester ketiga kehamilan, dapat
menyebabkan persalinan prematur, gagal hati, perdarahan dan janin pada
umumnya sulit diselamatkan. (Saifudin, 2010)
2) Riwayat komplikasi kehamilan dan persalinan sebelumnya Menurut
Manuaba, ibu hamil yang memiliki risiko tinggi
adalah ibu hamil dengan riwayat komplikasi kehamilan seperti
keguguran berulang, sering mengalami perdarahan saat hamil dan
terjadi infeksi saat hamil serta ibu hamil dengan riwayat komplikasi
persalinan seperti persalinan prematur, persalinan dengan berat bayi
lahir rendah, persalinan lahir mati, persalinan dengan perdarahan
postpartum dan persalinan dengan tindakan (ekstraksi forseps,
ekstraksi vakum letak sungsang, operasi sesar). (Manuaba, 2010)
f. Status Reproduksi
Status reproduksi yang berperan penting terhadap kejadian kematian ibu
adalah umur ibu hamil, jumlah kelahiran, jarak kehamilan dan status perkawinan
ibu (McCharty dan Maine, 1992)
1. Umur
Faktor tidak langsung kematian ibu diantaranya adalah faktor usia
terlalu tua yaitu usia diatas 35 tahun dan usia terlalu muda yaitu usia
dibawah 20 tahun. Di Indonesia 1 dari 10 kehamilan terjadi pada remaja
berusia 15-19 tahun. Kehamilan remaja berusia dibawah 18 tahun
berdampak negatif pada kesehatan. Risiko kesakitan dan kematian yang
terjadi 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan kehamilan pada usia yang lebih
matang. (WHO. 2018 dan GKIA, 2016)
Usia diatas 20 tahun dan dibawah 35 tahun adalah usia yang ideal bagi
wanita untuk hamil. Wanita usia dibawah 20 tahun memiliki risiko yang
tinggi apabila hamil karena organ reproduksi untuk gadis dibawah 20 tahun
belum siap untuk berhubungan seks atau mengandung sehingga jika terjadi
kehamilan berisiko mengalami tekanan darah tinggi (karena tubuhnya tidak
kuat), kelahiran prematur, berat bayi lahir rendah, dan berisiko terkena
penyakit kanker serviks. (Dewi, 2016)
Kehamilan pada usia diatas 35 tahun juga merupakan risiko tinggi
untuk hamil, karena organ reproduksi wanita yang sudah mengendur,
banyak penyakit yang menghampiri seperti penyakit jantung, tekanan darah
tinggi, diabetes mellitus sehingga wanita harus berhati-hati ketika
memutuskan melahirkan diatas usia 35 tahun. Wanita hamil usia diatas 35
tahun biasanya dokter menyarankan untuk sering check up kehamilan atau
menjalani serangkaian test, konseling genetik dan skrining kendala-kendala
yang mungkin terjadi pada wanita hamil usia diatas 35 tahun. (Dewi, 2016)
2. Paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian
maternal. Paritas < 1 (belum pernah melahirkan/baru melahirkan pertama kali) dan
paritas > 4 memiliki angka kematian maternal lebih tinggi. (Saifudin, 2010). Paritas
≤ 1 dan usia muda berisiko karena ibu belum siap secara medis maupun secara
mental, sedangkan paritas di atas 4 dan usia tua, secara fisik ibu mengalami
kemunduran untuk menjalani kehamilan. (Fibriana, 2007) Kehamilan kedua atau
ketigapun jika kehamilannya terjadi pada keadaan yang tidak diharapkan (gagal KB,
ekonomi tidak baik, interval terlalu pendek), dapat meningkatkan risiko kematian
maternal. Paritas lebih dari 4 juga merupakan faktor tidak langsung penyebab
kematian ibu di Indonesia (GKIA, 2016)
3. Jarak kehamilan
Jarak kehamilan terlalu dekat (kurang dari 2 tahun) merupakan faktor
tidak langsung penyebab kematian ibu di Indonesia. Jarak antar kehamilan yang
disarankan pada umumnya adalah paling sedikit dua tahun, untuk memungkinkan
tubuh wanita dapat pulih dari kebutuhan ekstra pada masa kehamilan dan laktasi.
(GKIA, 2016)
4. Status perkawinan
Status perkawinan yang mendukung terjadinya kematian maternal
adalah status tidak menikah. Status ini merupakan indikator dari suatu kehamilan
yang tidak diharapkan atau direncanakan. Wanita dengan status perkawinan tidak
menikah pada umumnya cenderung kurang memperhatikan kesehatan diri dan
janinnya selama kehamilan dengan tidak melakukan pemeriksaan antenatal, yang
mengakibatkan tidak terdeteksinya kelainan yang dapat mengakibatkan terjadinya
komplikasi. (WHO dalam Fibriana, 2007)

F. Akses terhadap Pelayanan Kesehatan


Hal ini meliputi antara lain keterjangkauan lokasi tempat pelayanan
kesehatan, dimana tempat pelayanan yang lokasinya tidak strategis/sulit dicapai oleh para
ibu menyebabkan berkurangnya akses ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan, jenis dan
kualitas pelayanan yang tersedia dan keterjangkauan terhadap informasi. Umumnya
kematian maternal di negara – negara berkembang, berkaitan dengan setidaknya satu dari
tiga keterlambatan (The Three Delay Models). Keterlambatan pertama sering dipengaruhi
lambatnya pengambilan keputusan dari pihak keluarga. Pengenalan tanda bahaya oleh
tenaga kesehatan juga memengaruhi ketepatan waktu pengambilan keputusan merujuk.
(GKIA, 2016)
Keterlambatan kedua sering dipengaruhi hambatan biaya dan transportasi
dalam mendapatkan pelayanan. Masyarakat di Indonesia belum semua memanfaatkan
program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) karena masih ada ketakutan bahwa petugas
akan meminta tambahan biaya serta akan adanya perlakuan serta kualitas pelayanan
kesehatan jika menggunakan JKN. (GKIA, 2016)
Keterlambatan ketiga terkait dengan lambatnya tenaga kesehatan di fasilitas
dalam menangani kasus-kasus rujukan. Ini menjadi indikator masih rendahnya kualitas
pelayanan kesehatan di Indonesia (Kemenkes dalam GKIA, 2016)

g. Perilaku Penggunaan Pelayanan Kesehatan


Perilaku penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan antara lain meliputi
perilaku penggunaan alat kontrasepsi, dimana ibu yang mengikuti program Keluarga
Berencana (KB) akan lebih jarang melahirkan dibandingkan dengan ibu yang tidak ber
KB, perilaku pemeriksaan antenatal, dimana ibu yang melakukan pemeriksaan antenatal
secara teratur akan terdeteksi masalah kesehatan dan komplikasinya, penolong persalinan,
dimana ibu yang ditolong oleh dukun berisiko lebih besar untuk mengalami kematian
dibandingkan dengan ibu yang melahirkan dibantu oleh tenaga kesehatan, serta tempat
persalinan, dimana persalinan yang dilakukan di rumah akan menghambat akses untuk
mendapatkan pelayanan rujukan secara cepat apabila sewaktu-waktu dibutuhkan. (WHO
dalam Fibriana, 2007).

Menurut Arsmstrong (1998) program KB memungkinkan wanita untuk


merencanakan kehamilan sedemikian rupa sehingga dapat menghindari kehamilan pada
usia tertentu atau jumlah persalinan yang membawa bahaya tambahan, dan dengan cara
menurunkan tingkat kesuburan secara umum, yaitu dengan mengurangi jumlah
kehamilan. Di samping itu, program KB dapat mengurangi jumlah kehamilan yang tidak
diinginkan sehingga mengurangi praktik pengguguran yang ilegal, berikut kematian yang
ditimbulkannya. Fibriana (2007) mengungkapkan bahwa ibu yang tidak pernah KB
memiliki risiko untuk mengalami kematian maternal 33,1 kali lebih besar bila
dibandingkan dengan ibu yang mengikuti program KB. Pemeriksaan antenatal adalah
pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu dan janinnya
secara berkala, yang diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan yang
ditemukan. Pemeriksaan antenatal dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan
terdidik dalam bidang kebidanan, yaitu bidan, dokter dan perawat yang sudah terlatih.
Tujuannya adalah untuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa kehamilan,
persalinan dan nifas dengan baik dan selamat. Pemeriksaan antenatal dilakukan minimal 4
kali selama kehamilan, dengan ketentuan satu kali pada trimester pertama (usia
kehamilan sebelum 14 minggu), satu kali selama trimester kedua (antara 14 sampai
dengan 28 minggu), dan dua kali selama trimester ketiga (antara minggu 28 s/d 36
minggu dan setelah 36 minggu). Pemeriksaan antenatal dilakukan dengan standar „5 T‟
yang meliputi : timbang berat badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri,
pemberian imunisasi tetanus toksoid, dan 5) pemberian tablet tambah darah 90 tablet
selama hamil (Depkes RI dalam Widaryatmo, 2010).

WHO (1999) menemukan bahwa sebagian besar komplikasi obstetri terjadi


pada saat persalinan berlangsung. Untuk itu diperlukan tenaga profesional yang dapat
secara cepat mengenali adanya komplikasi yang dapat mengancam jiwa ibu dan sekaligus
melakukan penanganan tepat waktu untuk menyelamatkan jiwa ibu. Angka kematian
maternal akan dapat diturunkan secara adekuat apabila 15% kelahiran ditangani oleh
dokter dan 85% ditangani oleh bidan. Rasio ini paling efektif bila bidan dapat
menangani persalinan normal, dan dapat secara efektif merujuk 15% persalinan yang
mengalami komplikasi kepada dokter.

3. Determinan jauh
Determinan jauh ini tidak secara langsung mempengaruhi kematian maternal,
akan tetapi faktor sosio kultural, ekonomi, dan faktor- faktor lain juga perlu
dipertimbangkan dan disatukan dalam pelaksanaan intervensi penanganan kematian
maternal.
a. Pendidikan
Termasuk dalam determinan jauh adalah status wanita dalam keluarga dan
masyarakat, yang meliputi tingkat pendidikan, dimana wanita yang berpendidikan
tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatan diri dan keluarganya, sedangkan
wanita dengan tingkat pendidikan yang rendah, menyebabkan kurangnya pengertian
mereka akan bahaya yang dapat menimpa ibu hamil maupun bayinya terutama dalam
hal kegawatdaruratan kehamilan dan persalinan. Ibu- ibu terutama di daerah
pedesaan atau daerah terpencil dengan pendidikan rendah, tingkat independensinya
untuk mengambil keputusanpun rendah. Pengambilan keputusan masih berdasarkan
pada budaya „berunding‟ yang berakibat pada keterlambatan merujuk.
Rendahnya pengetahuan ibu dan keluarga tentang tanda- tanda bahaya pada
kehamilan mendasari pemanfaatan sistem rujukan yang masih kurang. Ditemukan
bahwa faktor yang berpengaruh paling penting dalam perilaku mencari pelayanan
kesehatan antenatal adalah pendidikan. 90% wanita yang berpendidikan minimal
sekolah dasar telah mencari pelayanan kesehatan antenatal. (Saifudin, 2010)
Tingkat pendidikan ibu hamil sangat berperan dalam kualitas perawatan
bayinya. Penguasaan pengetahuan erat kaitannya dengan tingkat pendidikan
seseorang (Jannah, 2012). Penelitian yang dilakukan di RSUD DR. Soesilo Slawi
menemukan bahwa pendidikan ibu < SMP memiliki risiko 3,818 kali mengalami
kematian dibandingkan ibu yang memiliki pendidikan > SMP. (Ien dan Fibriana,
2017)
b. Pendapatan
Kemiskinan dapat menjadi sebab rendahnya peran serta masyarakat pada
upaya kesehatan. Kematian maternal sering terjadi pada kelompok miskin, tidak
berpendidikan, tinggal di tempat terpencil, dan mereka tidak memiliki kemampuan
untuk memperjuangkan kehidupannya sendiri. Wanita-wanita dari keluarga dengan
pendapatan rendah memiliki risiko kurang lebih 300 kali untuk menderita kesakitan
dan kematian maternal bila dibandingkan dengan mereka yang memiliki pendapatan
yang lebih baik.
Tingkat sosial ekonomi terbukti sangat berpengaruh terhadap kondisi
kesehatan fisik dan psikologis ibu hamil. Ibu hamil yang lebih tinggi sosial
ekonominya akan lebih fokus untuk mempersiapkan fisik dan mentalnya sebagai
seorang ibu. ibu hamil yang lebih rendah ekonominya maka ia akan mendapat
banyak kesulitan, terutama masalah pemenuhan kebutuhan primer. (Jannah, 2012)

c. Wilayah Tempat Tinggal

Letak geografis sangat menentukan terhadap pelayanan kesehatan dalam


pelaksanaan antenatal care. Ibu hamil yang tinggal di wilayah terpencil umumnya
desa-desa yang masih terisolisir dan transportasi yang sulit terjangkau, sehingga
untuk menempuh perjalanan ke tempat pelayanan kesehatan akan memerlukan waktu
yang lama, sementara ibu hamil harus memeriksakan kehamilannya (Meilani,dkk,
2009).

Kejadian kematian ibu lebih tinggi pada wanita yang tinggal di daerah
pedesaan dan di antara komunitas yang lebih miskin. (WHO. 2018)
d. Gangguan psikologis selama kehamilan yang dirasakan saat sedang hamil.
1) Gangguan Kesehatan Mental Perinatal
Gangguan kesehatan mental perinatal dapat menyerang perempuan hamil dan
ibu yang baru melahirkan dari segala usia, etnis, dan latar belakang sosial
ekonomi. Meski WHO mendefinisikan perinatal sebagai periode yang dimulai
dari pembuahan hingga setahun pascapersalinan.
a) Mood swing
Apakah itu murung atau mudah marah, kehamilan bisa membuat emosi
bak roller coaster.
"Kehamilan adalah titik transisi dalam kehidupan wanita dan selama
masa transisi, emosi bisa naik turun," kata Dr. Mary Kimmel, direktur medis
Unit Rawat Inap Psikiatri Perinatal dan asisten profesor psikiatri di University
of North Carolina School of Medicine di Chapel Hill, dilansir dari Live
Science. Tidak diketahui dengan jelas mengapa suasana hati tersebut naik
turun. Sejumlah perubahan yang terjadi pada tubuh, semua terkait dengan
emosinya. Dan salah satu alasan utama, mungkin karena membanjirnya
hormon.

b) Takut dan Cemas


Ketakutan adalah emosi umum selama kehamilan. Misalnya, pada
trimester pertama, mungkin takut mengalami keguguran atau melakukan
sesuatu yang akan mempengaruhi kesehatan bayinya; di trimester kedua,
mungkin dengan tanggung jawab besar merawat bayi yang baru lahir.
Pada akhir kehamilan, mungkin takut kesakitan selama persalinan atau
khawatir ada sesuatu yang salah selama persalinan.
Hal itu dapat memicu pemikiran menakutkan. Memiliki rasa takut merupakan
hal normal. Seringkali rasa takut dan cemas bisa berjalan beriringan. Menurut
Kimmel, ketakutan akan ketidakpastian yang sering terjadi saat kehamilan bisa
menyebabkan pikiran cemas.
Cemas adalah hal yang normal. Dia menjelaskan bahwa pada tingkat biologis,
sistem kecemasan dan ketakutan di otak meningkat selama kehamilan. Jika
seorang wanita pernah mengalami kecemasan di masa lalu, dia lebih berisiko
mengalaminya selama kehamilannya karena meningkatnya stres yang
mungkin dialami.
c) Depresi
Depresi adalah gangguan paling umum yang berhubungan dengan
kehamilan. Gejalanya seperti adanya perubahan jam tidur, nafsu makan
berkurang, panik, hingga obsesif-kompulsif.
Faktor-faktor risiko yang paling jelas diidentifikasi tersebut, termasuk
riwayat depresi sebelumnya, kurangnya dukungan sosial, stres terkait
pengalaman negatif, dan dengan adanya yang tidak menyenangi sang ibu
tengah hamil maupun setelah melahirkan.
d) Panik
mulai mempertanyakan apakah dia akan menjadi ibu yang baik dan
takut. Gangguan panik selama kehamilan terjadi bervariasi dan tidak jelas.
Selain itu, sekelompok wanita mungkin mengalami gangguan panik saat
pertama kali hamil.
Wanita mengalami serangan panik harus diskrining untuk mendeteksi
seberapa kekacauan tiroidnya yang terjadi. Kemungkinan efek kecemasan
dan panik pada kehamilan adalah ketidaktahuan menangani kehamilan itu
sendiri.
e) Gangguan selera makan
Prevalensi atau populasi yang mengalami gangguan makan bagi ibu
hamil di Indonesia, terdapat sekitar 4,9 persen. Sementara itu, penelitian
menyatakan bahwa tingkat keparahan gejala akan menurun selama
kehamilan tersebut.
f) Psikosis
Ibu hamil dan pasca persalinan diketahui memang banyak mengalami
masalah ini. Gangguan ini ditandai dengan terjadinya halusinasi, paranoid,
delusi, sulit konsentrasi, hingga mengalami kesulitan tidur.
g) Bipolar
Ini merupakan gangguan yang terjadi pada satu periode khusus, dalam
arti kambuhan. Meski sebagian besar terjadi saat ibu hamil telah melahirkan,
namun juga bisa terjadi selama masa kehamilan.
Pada wanita yang memiliki riwayat bipolar sebelum kehamilan, perlu
untuk dinilai seberapa tingkat keparahannya. Karena, pengawasan tersebut
sangat penting bagi kondisi kejiwaan dan perilaku ibu hamil.

h) Skizofrenia
Ini adalah gangguan yang dapat naik-turun selama masa kehamilan.
Sehingga sangat dibutuhkan pengawasan serta penanganan yang tepat dari
dokter.
Tidak hanya itu, gangguan ini juga dapat berdampak pada kesehatan ibu
maupun janin. Jika tidak mendapat perawatan yang tepat, maka bisa memicu
kelahiran prematur, berat badan kurang, hingga kematian ibu dan bayi.

F. Penangan Gangguan mental perinatal


Cara penangan mental perinatal adalah :
1. Latihan pernapasan bisa mendapatkan ketenangan di masa kehamilan
Rahim yang terus berkembang seiring berjalannya waktu akan membuat kondisi
perut menjadi lebih besar dari sebelumnya. Pertumbuhan ini memberi tekanan besar pada
diafragma dan kesehatan mental ibu hamil. Latihan pernapasan yang teratur di awal
kehamilan setiap hari bisa Mama lakukan untuk mendapatkan ketenangan dan kenyamanan
suasana hati, emosional ibu hamil pun bisa jauh lebih stabil. Caranya cukup mudah,
duduklah dan bernapaslah secara perlahan-lahan. Kemudian ambil napas dalam-dalam. Lalu
keluarkan napas secara perlahan melalui hidung, biarkan dada dan perut bawah Mama
mengembang hingga mencapai kapasitas paling maksimal. Ulangi proses ini selama
beberapa menit dengan rileks dan berirama. Melatih teknik pernapasan saat hamil setiap
hari akan membuat perasaan cemas, khawatir atau stres hilang secara perlahan-lahan di
masa kehamilan.
2. Mengkomsumsi maknan sehat untuk memperbaki suasana hati di masa kehamilan.

Pada umumnya stres saat hamil merupakan kondisi normal yang banyak dialami
para ibu hamil. Namun jika berlangsung secara terus-menerus akan berdampak pada
kesehatan janin. Oleh karena itu, Mama perlu mencegahnya dengan mengonsumsi
makanan sehat seperti:

 Alpukat

Ternyata daging tebal pada buah alpukat yang lezat ini mengandung banyak asam
lemak tak jenuh tunggal dan potasium, kedua nutrisi tersebut dapat menangkal
stres dan memperbaiki suasana hati di masa kehamilan. Tapi ingat, bijaklah dalam
mengatur porsinya.

 Berry

Berry merupakan buah-buahan yang kaya akan antioksidan, antosianin


magnesium, vitamin A, C dan E. Kandungan antosianin pada blueberry dan
stroberi bermanfaat mengurangi peradangan dan mengontrol suasana hati
yang dapat membantu melawan stres atau gangguan psikologis lainnya di masa
kehamilan.

 Yogurt

Tidak hanya membantu melancarkan pencernaan, yogurt juga bisa meningkatkan


kandungan serotonin dalam otak yang mampu gmenurunkan tingkat stres dan
membuat ibu hamil merasa tenang. Mengonsumsi probiotik dalam yogurt akan
mengurangi aktivitas otak di daerah yang menangani emosi atau gangguan
psikologis lainnya di masa kehamilan.

3. Mendengarkan music untuk membuat perasaan lebih bahagia.

Maslah kesehatan mental seperti gangguan mood di awal kehamilan dapat


bertahan hingga beberapa waktu setelah melahirkan. Akibatnya hal
tersebut memengaruhi kesehatan Mama dan berisiko lebih besar melahirkan bayi
prematur. Salah satu cara yang bisa ibu hamil lakukan untuk menghilangkan segala
macam gangguan psikologi adalah dengan mendengarkan musik. Mendengarkan
musik saat hamil dapat meminimalisirkan tingkat stres, membuat Mama lebih rileks
dan meningkatkan hormon bahagia. Ritme serta alunan musik pada sebuah lagu bisa
melemaskan otot-otot dan membantu ibu hamil jadi lebih tenang.

4. Melakukan senam untuk memperbaiki mood

Banyak ibu hamil yang lebih sensitif dan mudah tertekan ketika adanya perubahan
hormon dalam tubuh yang disebabkan oleh perkembangan janin.  Untuk mengatasi
gangguan psikologi di masa kehamilan, Mama bisa melakukan senam hamil sesuai
dengan anjuran dokter kandungan. Senam hamil membuat otak menghasilkan hormon
endorfin lebih banyak, sehingga dapat memperbaiki mood dan menormalkan kondisi
perubahan psikologis ibu hamil. Dengan melakukan senam hamil pada pagi atau sore
hari, otomatis tubuh Mama akan terasa lelah dan bisa segera terlelap tanpa harus
terjaga hingga dini hari. Di mana tidur lelap di masa kehamilan membuat perasaan
Mama jadi lebih baik ketika bangun, sehingga mengurangi kemungkinan timbulnya
gejala stres atau depresi.

5. Pemeriksaan psikiatri dan melakukan hipnoterapi untuk memberikan energy positif.

Pemeriksaan psikiatri atau pengobatan secara hipnoterapi adalah cara yang


tepat untuk dilakukan ibu hamil pada kondisi yang berisiko tinggi terhadap perubahan
psikologis. Kini hipnoterapi bisa digunakan untuk ibu hamil. Manfaat hipnoterapi itu
sendiri sangat dibutuhkan oleh ibu hamil dalam menghilangkan keletihan yang
berlebih dan meminimalisir rasa cemas atau depresi. Jadi tidak ada salahnya mencoba
hipnoterapi, karena metode ini akan membantu Mama.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Delapan indikator pembentuk indeks kesehatan maternal saling berkaitan dan dapat dimulai
penyelesaian masalahnya melalui pemeriksaan kehamilan. Pemeriksaan kehamilan adalah
kegiatan untuk mengetahui kesehatan ibu hamil dan perkembangan bayi intrauterin, sehingga
kesehatan yang optimal dalam menghadapi persalinan, nifas, dan laktasi dapat dicapai. Manfaat
pemeriksaan kehamilan sangat besar, karena dapat segera diketahui berbagai penyakit dan risiko
terjadinya komplikasi obstetri, sehingga dapat segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang
mempunyai fasilitas pertolongan lebih adekuat. Dengan demikian diharapkan angka kematian
dapat diturunkan. Kesenjangan yang terlalu lebar pada Provinsi Papua hams dipersempit dengan
meningkatkan cakupan pada delapan indikator terutama di kabupaten/ kota yang mempunyai nilai
indeks terendah.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan, (1997). Deteksi Dini Penatalaksanaan Kehamilan Risiko Tinggi. Pusat
Pendidikan dan Latihan Pegawai Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta:
Departemen Kesehatan.
Depkes.R.I, (2004). Pedoman Pengembangan Pelayanan Obstetri-Neonatal Emergensi Dasar
(PONED). Jakarta: Direktorat Kesehatan Keluarga Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.
Departemen Kesehatan, (2008). Panduan Pelaksanaan Strategi Making Pregnancy Safer dan Child
Survival. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI, (2013). Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Kementerian Kesehatan, (2010). Petunjuk Pelayanan Antenatal Terpadu. Jakarta: Direktur
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.
Kementerian Kesehatan, (2010). Indonesia Sehat 2010. Jakarta.
Mantra, Ida Bagus (1985). Pengantar studi demografi. Tersedia dari: [Accessed 1 Mei 2007].

Anda mungkin juga menyukai