Keb
Mata Kuliah : Psikologi Dalam Pelayanan Kebidanan
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 6
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Kesehatan Maternal Dan
Perinatal" dengan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran
Psikologi Dalam Pelayanan Kebidanan. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah
wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Sutrani Syarif, S.ST.,M.Keb selaku Dosen mata kulia Psikologi Dalam
Pelayanan Kebidanan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang
telah membantu diselesaikannya makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh
dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 6
DAFTAR ISI
Sampul................................................................................................................................i
Kata pengantar....................................................................................................................ii
Daftar Isi............................................................................................................................iii
Bab 1 Pendahuluan.............................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................3
C. Manfaat Penulisan..................................................................................................3
Bab II Pembahasan.............................................................................................................4
A. Kesimpulan............................................................................................................24
Bab IV Daftar Pustaka ......................................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan maternal merupakan salah satu unsur penentu status kesehatan.
Kesehatan ibu pada masa kehamilan, persalinan, pasca salin (Nifas), neonatus dan
juga pada pemakaian alat kontrasepsi yang akan menentukan kualitas generasi yang
akan datang (Saifuddin,2013) . Kehamilan dan persalinan merupakan proses yang
alamiah atau normal oleh sebab itu dalam melakukan Asuhan tidak diperlukan
intervensi kecuali ada indikasi medis (Jannah,2012). Namun dalam prosesnya dapat
berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat dan dapat membahayakan
nyawa ibu dan bayinya. Komplikasi yang mungkin saja terjadi seperti Pre-eklamsia,
eklamsia, anemia, hipertensi (Marmi, 2011). Apabila komplikasi tersebut tidak
tertangani dengan baik dapat mempengaruhi Angka Kematian Ibu dan Angka
Kematian Bayi menjadi meningkat. Dari Abdullah bin Mas‟ud Radhiallahu „Anhu ia
bersabda : “Sesungguhnya salah seorang diantara kalian dipadukan bentuk ciptaanya
dalam perut ibunya selama empat puluh hari (dalam bentuk mani) lalu menjadi
segumpal darah selama itu pula (selama 40 hari), lalu menjadi segumpal daging
selama itu pula, kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh pada janin
tersebut”
Angka Kematian Ibu atau AKI adalah jumlah kematian selama kehamilan dengan
periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan. AKI di Provinsi Jawa Timur mencapai
91,92 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab terbesar kematian ibu secara langsung
berturut-turut adalah Preeklamsi berat/eklamsi (PEB) sebesar 28,92% atau 153 orang;
perdarahan 26,28% atau 139 orang; infeksi 3,59% atau sebanyak 19 orang; dan
penyebab lain-lain 29,11% atau 154 orang (Dinkes jatim, 2018). Sedangkan Angka
Kematian Ibu di Kabupaten Ponorogo sebesar 89 per 100.000 kelahiran hidup
penyebab tingginya AKI di Ponorogo karena KTD (Kehamilan Tidak Diingingkan),
dan faktor kesehatan misalnya seorang ibu menderita penyakit tertentu dan ketika
hamil mempunyai resiko tinggi. Sebagian besar kematian ibu terjadi pada sia
reproduktif, atau usia yang lanjut tapi tetap meneruskan kehamilannya. Pada (ibu
berusia) remaja atau usia di bawah 25 tahun tidak jadi penyumbang AKI (Dinkes
Kabupaten Ponorogo, 2018). Sedangkan pada tahun 2017 AKI di Kabupaten
Ponorogo sebesar 63 per 100.000 (Dinkes Kabupaten Ponorogo, 2017) jika
dibandingkan AKI dari tahun 2017 sampai dengan 2018 mengalami peningkatan
sebesar 26 per 100.000 kelahiran hidup. Kemudian Angka Kematian Bayi atau AKB
adalah jumlah kematian bayi dalam 1 tahun pertama kehidupan per 1000 kelahiran
hidup (BPS, 2013). Angka Kematian bayi di Provinsi Jawa Timur mencapai 13,4 %
per 1.000 kelahiran hidup sedangkan Angka Kematian Bayi di Kabupaten Ponorogo
sebesar 13,25 per 1000 kelahiran hidup. Penyebab utama kematian pada bayi yaitu
karena Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), gangguan pernafasan pada bayi, asfiksia
berat maupun sedang (Dinkes Kabupaten Ponorogo, 2018). Sedangkan pada tahun
2017 Angka Kematian Bayi di Ponorogo sebesar 13,7 per 1000 kelahiran hidup
(Dinkes Kabupaten Ponorogo, 2017). Jika dibandingkan AKB dari tahun 2017 sampai
dengan 2018 mengalami peningkatan. Dari data bisa kita tentukan sebagian besar
angka kematian ib dan bayi masih sangat membuthkan pengawasan antenatal yang
memadai, sehingga penyulit dalam kehamilan tidak terlambat untuk diketahui.
Apabila asuhan kehamilan tidak dilakukan dengan baik akan menimbulkan dampak
dalam persalinan seperti perdarahan yang disebabkan oleh antonia teri, retensio
plassenta, inversio uteri, robekan jalan lahir. Sedangkan dampak yng mungkin timbul
pada bayinya adalah asfiksia, bayi berat lahir rendah, kelainan bawaan trauma
kelahiran (Manuaba, 2010)
Angka Kematian Bayi maupun Angka Kematian Ibu di Kabupaten Ponorogo bisa
dibilang cukup tinggi, upaya yang dilakukan Pemerintah Ponorogo yaitu mendirikan
Yayasan Ipas, pendirian yayasan ini diharapkan dapat mendorong warga untuk lebih
menyadari berbagai faktor yang menyebabkan kematian ibu akibat melahirkan juga
dapat meningkatkan kemampuan teknis tenaga medisnya, untuk itu Yayasan Ipas
merangkul Kabupaten Ponorogo untuk menurunkan AKI dan AKB dengan
melaksanakan program yang fokus pada penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi,
program yang akan dijalankan diantaranya yaitu meningkatkan cakupan dan kualitas
pelayanan antenatal sesuai dengan standar termasuk antenatal terpadu, kemudian
setelah itu mengupayakan untuk peningkatan pemanfaatan buku KIA dan
melaksanakan kelas ibu hamil. Sedangkan program yang lainnya untuk mengatur
strategi guna menurunkan Angka Kematian Ibu hamil yaitu dengan mengadakan
Rumah Tunggu Kelahiran (RTK), dalam RTK ibu hamil diberikan pendampingan
pelayanan kesehatan serta kebutuhan lainnya hingga persalinan, tapi layanan ini
khusus untuk ibu hamil yang persalinannya memerlukan pertolongan spesifik (Dinkes
Kabupaten Ponorogo,2019). Selain program diatas dapat ditingkatkan dengan
melakukan asuhan secara berkelanjutan atau Continuity of care yang berkaitan dengan
kualitas pelayanan kesehatan dari waktu ke waktu yang sangat berkaitan satu dengan
yang lainnya antara pasien dengan tenaga kesehatan. Asuhan Continuity of care yang
diberikan mulai dari kehamilan, melahirkan sampai dengan 6 minggu pascasalin serta
KB (Pratami,2014).
B. Rumusan Masalah
1. Apa defenisi Kesehatan Maternal ?
2. Apa gangguang kesehatan maternal perinatal ?
3. Bagaimana penanganan gangguang maternal perinatal ?
C. Manfaat Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu kesehatan maternal.
2. Untuk mengetahui gangguan kesehatan maternal perinatal.
3. Untuk mengatahui penanganan gangguan maternal perinatal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kesehatan Maternal
Kesehatan maternal adalah segala upaya peningkatan kesehatan yang bertujuan
tidak sekedar menghindari kematian akibat kehamilan dan persalinan, tetapi termasuk
peningkatan kualitas kehidupan selama dan setelah kurun waktu reproduksi.
Berkaitan dengan masa kehamilan maka pelayanan kesehatan yang harus
dimanfaatkan ibu hamil adalah pemeriksaan kehamilan. Pemeriksaan kehamilan
mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya menurunkan angka kematian
yang terkait dengan ibu, janin, dan bayi. Di negara berkembang melakukan
pemeriksaan kehamilan sebanyak 4 kali sudah cukup sebagai kasus tercatat. Riskesdas
2013 melaporkan secara nasional sekitar 70,4 persen yang melakukan pemeriksaan
kehamilan minimal 1 kali pada trimester pertama, minimal 1 kali pada trimester kedua
dan minimal 2 kali pada trimester 3 (Kemkes, 2013). Pemeriksaan kehamilan umum
dan bidan) mencapai 87,1 persen (Kemkes, 2013). Penolong persalinan dapat dijadikan
sebagai salah satu indikator kesehatan, terutama dalam hubungannya dengan
kesejahteraan ibu dan pelayanan kesehatan secara umum. Penolong persalinan dapat
dijadikan sebagai salah satu indikator kesehatan, terutama dalam hubungannya dengan
kesejahteraan ibu dan pelayanan kesehatan secara umum.
Pelayanan kesehatan maternal yang terakhir adalah asuhan masa nifas. Masa nifas
adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi. Periode masa nifas merupakan
masa kritis baik ibu maupun bayi, dan bila tidak ditangani segera dengan efektif dapat
membahayakan kesehatan atau kematian bagi ibu. Proses perubahan secara fisik pada
masa nifas seharusnya berjalan normal, namun jika tidak diperhatikan oleh ibu nifas
untuk ditangani secara efektif dapat membahayakan kesehatan seperti pendarahan
sebagai komplikasi nifas, bahkan bisa berakibat fatal menyebabkan kematian ibu.
Pelayanan kesehatan masa nifas dimulai dari 6 jam sampai 42 hari setelah melahirkan.
Pemerintah telah menyusun rencana strategi yang meliputi setiap persalinan ditolong
oleh tenaga kesehatan terlatih; setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat
pelayanan profesional; setiap wanita subur terakses dengan upaya pencegahan
kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
Berbagai faktor dapat berperan mempengaruhi kehamilan, persalinan, dan nifas
seperti status kesehatan ibu (kesehatan maternal), status reproduksi (kesehatan
reproduksi), atau akses pada pelayanan kesehatan. Kesehatan reproduksi diartikan
sebagai kemampuan untuk melakukan reproduksi dan mengatur fertilitasnya,
menjalani kehamilan dan persalinannya secara aman, serta dapat memperoleh bayi
yang sehat tanpa risiko yang membahayakan diri dan bayinya. Kesehatan maternal
meliputi segala upaya peningkatan kesehatan yang bertujuan tidak sekedar
menghindari kematian akibat kehamilan dan persalinan, tetapi termasuk peningkatan
kualitas kehidupan selama dan setelah kurun waktu reproduksi. Kesehatan reproduksi
dan kesehatan maternal saling berkaitan untuk melahirkan bayi hidup dan sehat, serta
mencegah terjadinya kematian maternal dan bayi.
Kematian maternal atau kematian ibu menurut batasan dari The Tenth Revision
of International Cassification of Diseases (ICD-10) adalah kematian wanita yang
terjadi pada saat kehamilan atau dalam 42 hari setelah kehamilan, tidak tergantung dari
lama dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan
kehamilan, atau yang diperberat oleh kehamilan tersebut, atau penanganannya, akan
tetapi bukan kematian yang disebabkan oleh kecelakaan atau kebetulan (WHO, 2015).
Tabel 2.1
Definisi Alternatif Kematian Ibu pada ICD-10
Indikator yang umum digunakan dalam kematian ibu adalah angka kematian ibu
(Maternal Mortality Ratio) yaitu jumlah kematian ibu dalam 100.000 kelahiran
hidup. Angka ini mencerminkan risiko obstetrik yang dihadapi oleh seorang ibu
sewaktu ia hamil (Saifudin, 2010).
Menurut WHO, sekitar 830 wanita meninggal karena komplikasi kehamilan atau
persalinan di seluruh dunia setiap harinya. Diperkirakan pada tahun 2015, sekitar 303.000
wanita meninggal selama dan setelah kehamilan dan persalinan, dimana sebagian besar
dari kematian dapat dicegah (WHO, 2018).
Risiko kematian ibu tertinggi terjadi pada gadis remaja di bawah 15 tahun dan
komplikasi dalam kehamilan dan persalinan merupakan penyebab utama kematian
diantara remaja perempuan di negara berkembang (WHO, 2018).
Penurunan AKI di Indonesia terjadi sejak tahun 1991 sampai dengan 2007, yaitu
dari 390 menjadi 228. SDKI tahun 2012 menunjukkan peningkatan AKI yang signifikan
yaitu menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. AKI kembali menujukkan
penurunan menjadi 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil
Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 (Profil Kesehatan Indonesia, 2016).
Angka sebesar 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup ini setara dengan 17
ribu kejadian kematian ibu setiap tahunnya. Hasil analisis dan studi lanjutan Sensus
Penduduk (SP) 2010 menunjukkan bahwa proporsi kematian ibu terbesar terjadi pada saat
persalinan dan 48 jam pertama setelahnya. Kematian yang terjadi pada masa kehamilan
sebagian besar terjadi saat ibu tersebut kandungannya berumur kurang dari 20 minggu
(GKIA, 2016).
2. Determinan antara
Determinan antara merupakan keadaan atau hal-hal yang melatarbelakangi dan
menjadi penyebab langsung serta tidak langsung dari kematian ibu meliputi status
kesehatan ibu, status reproduksi, akses terhadap pelayanan kesehatan dan perilaku
penggunaan pelayanan kesehatan.
a. Status kesehatan ibu
Menurut McCarthy dan Maine status kesehatan ibu yang berpengaruh
terhadap kejadian kematian maternal meliputi status gizi, anemia, riwayat
penyakit yang diderita ibu, dan riwayat komplikasi pada kehamilan dan
persalinan sebelumnya.
b. Status gizi
Status gizi merupakan hal yang penting diperhatikan pada masa
kehamilan, karena faktor gizi sangat berpengaruh terhadap status kesehatan ibu
selama hamil serta berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan janin.
Hubungan antara gizi ibu hamil dan kesejahteraan janin merupakan hal yang
sangat penting untuk diperhatikan. Keterbatasan gizi selama hamil sering
berhubungan dengan faktor ekonomi, pendidikan, sosial atau keadaan lain yang
meningkatkan kebutuhan gizi ibu hamil dengan penyakit infeksi tertentu
termasuk persiapan fisik untuk persalinan. (Jannah, 2012)
Status gizi ibu hamil dapat dilihat dari hasil pengukuran terhadap
lingkar lengan atas (LILA). Pengukuran LILA bertujuan untuk mendeteksi
apakah ibu hamil termasuk kategori kurang energi kronis (KEK) atau tidak. Ibu
dengan status gizi buruk memiliki risiko untuk terjadinya perdarahan dan infeksi
pada masa nifas. Keadaan kurang gizi sebelum dan selama kehamilan
memberikan kontribusi terhadap rendahnya kesehatan ibu, masalah dalam
persalinan dan masalah pada bayi yang dilahirkan (Andriani dan Wirjatmadi,
2012)
Standar minimal ukuran LILA pada wanita dewasa atau usia reproduksi
adalah 23,5 cm. Ukuran LILA < 23,5 cm maka interpretasinya adalah Kurang
Energi Kronik (KEK). (Jannah, 2012).
c. Status Anemia
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi.
Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan
nilai kesejateraan sosial ekonomi masyarakat, dan pengaruhnya sangat besar
terhadap kualitas sumberdaya manusia. Anemia kehamilan disebut “potential
danger mother and child” (potensi membahayakan ibu dan anak).
Menurut WHO, kejadian anemia kehamilan berkisar antara 20% dan 89%
dengan menetapkan Hb 11 g% (g/dl) sebagai dasarnya (Manuaba, 2010).
Ibu yang anemia tidak dapat mentoleransi kehilangan darah seperti
perempuan sehat tanpa anemia. Pada waktu persalinan, kehilangan darah 1.000
ml tidak mengakibatkan kematian pada ibu sehat, tetapi pada ibu anemia,
kehilangan darah kurang dari itu dapat berakibat fatal. Ibu anemia juga
meningkatkan risiko operasi atau penyembuhan luka tidak segera sehingga luka
terbuka seluruhnya (Saifudin, 2010).
Pengaruh anemia selama kehamilan yaitu dapat terjadi abortus,
persalinan prematiritas, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah
terjadi infeksi, ancaman dekompensasi kordis (Hb <6g%) mola hidatosa,
hiperemesis gravidarum, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Bahaya
saat persalinan yaitu his (kekuatan mengejan) kala pertama dapat berlangsung
lama dan terjadi partus terlantar, kala dua berlangsung lama (Manuaba, 2010).
1) Riwayat penyakit
Kematian ibu tidak langsung merupakan akibat dari penyakit yang
sudah ada atau penyakit yang timbul sewaktu kehamilan yang berpengaruh
terhadap kehamilan, misalnya malaria, anemia, HIV/AIDS, dan penyakit
kardiovaskular (Saifudin, 2010).
Kehamilan dengan penyakit jantung selalu saling mempengaruhi karena
kehamilan memberatkan penyakit jantung dapat mempengaruhi petumbuhan
dan perkembangan janin dalam rahim. Jantung yang normal dapat
menyesuaikan diri terhadap segala perubahan sistem jantung dan pembuluh
darah yang disebabkan oleh kehamilan (Manuaba, 2010).
Hipertensi yang menyertai kehamilan adalah hipertensi yang telah ada
sebelum kehamilan. Hipertensi dalam kehamilan yang disertai proteinuria
dan edema maka disebut pre-eklamsi. Penyebab utama hipertensi pada
kehamilan adalah hipertensi esensial dan penyakit ginjal (Manuaba, 2010).
Diabetes dalam kehamilan telah lama diketahui sebagai masalah serius
baik bagi ibu dan janin. Pada masa sebelum ditemukan insulin, ibu
mengidap diabetes jarang menjadi hamil. mereka yang hamil jarang
mencapai kehamilan cukup bulan. Penanganan Pengidap penyakit diabetes
telah membaik selama 50 tahun terakhir. Lindsay dalam Wylie (2010)
menyimpulkan bahwa lahir mati, mortalitas perinatal, dan abnormalitas
kongenital tetap 2-5 kali lebih sering dibandingkan kehamilan yang tidak
diperumit oleh diabetes (Wylie dan Bryce, 2010).
Malaria meningkatkan risiko anemia ibu, prematuritas, dan berat badan
lahir rendah pada kehamilan pertama. Infeksi HIV juga meningkatkan risiko
komplikasi malaria. Hepatitis virus dalam kehamilan merupakan keadaan
yang meningkatkan case fatality rate 35 kali daripada ibu tidak hamil.
Hepatitis virus umumnya terjadi pada trimester ketiga kehamilan, dapat
menyebabkan persalinan prematur, gagal hati, perdarahan dan janin pada
umumnya sulit diselamatkan. (Saifudin, 2010)
2) Riwayat komplikasi kehamilan dan persalinan sebelumnya Menurut
Manuaba, ibu hamil yang memiliki risiko tinggi
adalah ibu hamil dengan riwayat komplikasi kehamilan seperti
keguguran berulang, sering mengalami perdarahan saat hamil dan
terjadi infeksi saat hamil serta ibu hamil dengan riwayat komplikasi
persalinan seperti persalinan prematur, persalinan dengan berat bayi
lahir rendah, persalinan lahir mati, persalinan dengan perdarahan
postpartum dan persalinan dengan tindakan (ekstraksi forseps,
ekstraksi vakum letak sungsang, operasi sesar). (Manuaba, 2010)
f. Status Reproduksi
Status reproduksi yang berperan penting terhadap kejadian kematian ibu
adalah umur ibu hamil, jumlah kelahiran, jarak kehamilan dan status perkawinan
ibu (McCharty dan Maine, 1992)
1. Umur
Faktor tidak langsung kematian ibu diantaranya adalah faktor usia
terlalu tua yaitu usia diatas 35 tahun dan usia terlalu muda yaitu usia
dibawah 20 tahun. Di Indonesia 1 dari 10 kehamilan terjadi pada remaja
berusia 15-19 tahun. Kehamilan remaja berusia dibawah 18 tahun
berdampak negatif pada kesehatan. Risiko kesakitan dan kematian yang
terjadi 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan kehamilan pada usia yang lebih
matang. (WHO. 2018 dan GKIA, 2016)
Usia diatas 20 tahun dan dibawah 35 tahun adalah usia yang ideal bagi
wanita untuk hamil. Wanita usia dibawah 20 tahun memiliki risiko yang
tinggi apabila hamil karena organ reproduksi untuk gadis dibawah 20 tahun
belum siap untuk berhubungan seks atau mengandung sehingga jika terjadi
kehamilan berisiko mengalami tekanan darah tinggi (karena tubuhnya tidak
kuat), kelahiran prematur, berat bayi lahir rendah, dan berisiko terkena
penyakit kanker serviks. (Dewi, 2016)
Kehamilan pada usia diatas 35 tahun juga merupakan risiko tinggi
untuk hamil, karena organ reproduksi wanita yang sudah mengendur,
banyak penyakit yang menghampiri seperti penyakit jantung, tekanan darah
tinggi, diabetes mellitus sehingga wanita harus berhati-hati ketika
memutuskan melahirkan diatas usia 35 tahun. Wanita hamil usia diatas 35
tahun biasanya dokter menyarankan untuk sering check up kehamilan atau
menjalani serangkaian test, konseling genetik dan skrining kendala-kendala
yang mungkin terjadi pada wanita hamil usia diatas 35 tahun. (Dewi, 2016)
2. Paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian
maternal. Paritas < 1 (belum pernah melahirkan/baru melahirkan pertama kali) dan
paritas > 4 memiliki angka kematian maternal lebih tinggi. (Saifudin, 2010). Paritas
≤ 1 dan usia muda berisiko karena ibu belum siap secara medis maupun secara
mental, sedangkan paritas di atas 4 dan usia tua, secara fisik ibu mengalami
kemunduran untuk menjalani kehamilan. (Fibriana, 2007) Kehamilan kedua atau
ketigapun jika kehamilannya terjadi pada keadaan yang tidak diharapkan (gagal KB,
ekonomi tidak baik, interval terlalu pendek), dapat meningkatkan risiko kematian
maternal. Paritas lebih dari 4 juga merupakan faktor tidak langsung penyebab
kematian ibu di Indonesia (GKIA, 2016)
3. Jarak kehamilan
Jarak kehamilan terlalu dekat (kurang dari 2 tahun) merupakan faktor
tidak langsung penyebab kematian ibu di Indonesia. Jarak antar kehamilan yang
disarankan pada umumnya adalah paling sedikit dua tahun, untuk memungkinkan
tubuh wanita dapat pulih dari kebutuhan ekstra pada masa kehamilan dan laktasi.
(GKIA, 2016)
4. Status perkawinan
Status perkawinan yang mendukung terjadinya kematian maternal
adalah status tidak menikah. Status ini merupakan indikator dari suatu kehamilan
yang tidak diharapkan atau direncanakan. Wanita dengan status perkawinan tidak
menikah pada umumnya cenderung kurang memperhatikan kesehatan diri dan
janinnya selama kehamilan dengan tidak melakukan pemeriksaan antenatal, yang
mengakibatkan tidak terdeteksinya kelainan yang dapat mengakibatkan terjadinya
komplikasi. (WHO dalam Fibriana, 2007)
3. Determinan jauh
Determinan jauh ini tidak secara langsung mempengaruhi kematian maternal,
akan tetapi faktor sosio kultural, ekonomi, dan faktor- faktor lain juga perlu
dipertimbangkan dan disatukan dalam pelaksanaan intervensi penanganan kematian
maternal.
a. Pendidikan
Termasuk dalam determinan jauh adalah status wanita dalam keluarga dan
masyarakat, yang meliputi tingkat pendidikan, dimana wanita yang berpendidikan
tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatan diri dan keluarganya, sedangkan
wanita dengan tingkat pendidikan yang rendah, menyebabkan kurangnya pengertian
mereka akan bahaya yang dapat menimpa ibu hamil maupun bayinya terutama dalam
hal kegawatdaruratan kehamilan dan persalinan. Ibu- ibu terutama di daerah
pedesaan atau daerah terpencil dengan pendidikan rendah, tingkat independensinya
untuk mengambil keputusanpun rendah. Pengambilan keputusan masih berdasarkan
pada budaya „berunding‟ yang berakibat pada keterlambatan merujuk.
Rendahnya pengetahuan ibu dan keluarga tentang tanda- tanda bahaya pada
kehamilan mendasari pemanfaatan sistem rujukan yang masih kurang. Ditemukan
bahwa faktor yang berpengaruh paling penting dalam perilaku mencari pelayanan
kesehatan antenatal adalah pendidikan. 90% wanita yang berpendidikan minimal
sekolah dasar telah mencari pelayanan kesehatan antenatal. (Saifudin, 2010)
Tingkat pendidikan ibu hamil sangat berperan dalam kualitas perawatan
bayinya. Penguasaan pengetahuan erat kaitannya dengan tingkat pendidikan
seseorang (Jannah, 2012). Penelitian yang dilakukan di RSUD DR. Soesilo Slawi
menemukan bahwa pendidikan ibu < SMP memiliki risiko 3,818 kali mengalami
kematian dibandingkan ibu yang memiliki pendidikan > SMP. (Ien dan Fibriana,
2017)
b. Pendapatan
Kemiskinan dapat menjadi sebab rendahnya peran serta masyarakat pada
upaya kesehatan. Kematian maternal sering terjadi pada kelompok miskin, tidak
berpendidikan, tinggal di tempat terpencil, dan mereka tidak memiliki kemampuan
untuk memperjuangkan kehidupannya sendiri. Wanita-wanita dari keluarga dengan
pendapatan rendah memiliki risiko kurang lebih 300 kali untuk menderita kesakitan
dan kematian maternal bila dibandingkan dengan mereka yang memiliki pendapatan
yang lebih baik.
Tingkat sosial ekonomi terbukti sangat berpengaruh terhadap kondisi
kesehatan fisik dan psikologis ibu hamil. Ibu hamil yang lebih tinggi sosial
ekonominya akan lebih fokus untuk mempersiapkan fisik dan mentalnya sebagai
seorang ibu. ibu hamil yang lebih rendah ekonominya maka ia akan mendapat
banyak kesulitan, terutama masalah pemenuhan kebutuhan primer. (Jannah, 2012)
Kejadian kematian ibu lebih tinggi pada wanita yang tinggal di daerah
pedesaan dan di antara komunitas yang lebih miskin. (WHO. 2018)
d. Gangguan psikologis selama kehamilan yang dirasakan saat sedang hamil.
1) Gangguan Kesehatan Mental Perinatal
Gangguan kesehatan mental perinatal dapat menyerang perempuan hamil dan
ibu yang baru melahirkan dari segala usia, etnis, dan latar belakang sosial
ekonomi. Meski WHO mendefinisikan perinatal sebagai periode yang dimulai
dari pembuahan hingga setahun pascapersalinan.
a) Mood swing
Apakah itu murung atau mudah marah, kehamilan bisa membuat emosi
bak roller coaster.
"Kehamilan adalah titik transisi dalam kehidupan wanita dan selama
masa transisi, emosi bisa naik turun," kata Dr. Mary Kimmel, direktur medis
Unit Rawat Inap Psikiatri Perinatal dan asisten profesor psikiatri di University
of North Carolina School of Medicine di Chapel Hill, dilansir dari Live
Science. Tidak diketahui dengan jelas mengapa suasana hati tersebut naik
turun. Sejumlah perubahan yang terjadi pada tubuh, semua terkait dengan
emosinya. Dan salah satu alasan utama, mungkin karena membanjirnya
hormon.
h) Skizofrenia
Ini adalah gangguan yang dapat naik-turun selama masa kehamilan.
Sehingga sangat dibutuhkan pengawasan serta penanganan yang tepat dari
dokter.
Tidak hanya itu, gangguan ini juga dapat berdampak pada kesehatan ibu
maupun janin. Jika tidak mendapat perawatan yang tepat, maka bisa memicu
kelahiran prematur, berat badan kurang, hingga kematian ibu dan bayi.
Pada umumnya stres saat hamil merupakan kondisi normal yang banyak dialami
para ibu hamil. Namun jika berlangsung secara terus-menerus akan berdampak pada
kesehatan janin. Oleh karena itu, Mama perlu mencegahnya dengan mengonsumsi
makanan sehat seperti:
Alpukat
Ternyata daging tebal pada buah alpukat yang lezat ini mengandung banyak asam
lemak tak jenuh tunggal dan potasium, kedua nutrisi tersebut dapat menangkal
stres dan memperbaiki suasana hati di masa kehamilan. Tapi ingat, bijaklah dalam
mengatur porsinya.
Berry
Yogurt
Banyak ibu hamil yang lebih sensitif dan mudah tertekan ketika adanya perubahan
hormon dalam tubuh yang disebabkan oleh perkembangan janin. Untuk mengatasi
gangguan psikologi di masa kehamilan, Mama bisa melakukan senam hamil sesuai
dengan anjuran dokter kandungan. Senam hamil membuat otak menghasilkan hormon
endorfin lebih banyak, sehingga dapat memperbaiki mood dan menormalkan kondisi
perubahan psikologis ibu hamil. Dengan melakukan senam hamil pada pagi atau sore
hari, otomatis tubuh Mama akan terasa lelah dan bisa segera terlelap tanpa harus
terjaga hingga dini hari. Di mana tidur lelap di masa kehamilan membuat perasaan
Mama jadi lebih baik ketika bangun, sehingga mengurangi kemungkinan timbulnya
gejala stres atau depresi.
A. KESIMPULAN
Delapan indikator pembentuk indeks kesehatan maternal saling berkaitan dan dapat dimulai
penyelesaian masalahnya melalui pemeriksaan kehamilan. Pemeriksaan kehamilan adalah
kegiatan untuk mengetahui kesehatan ibu hamil dan perkembangan bayi intrauterin, sehingga
kesehatan yang optimal dalam menghadapi persalinan, nifas, dan laktasi dapat dicapai. Manfaat
pemeriksaan kehamilan sangat besar, karena dapat segera diketahui berbagai penyakit dan risiko
terjadinya komplikasi obstetri, sehingga dapat segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang
mempunyai fasilitas pertolongan lebih adekuat. Dengan demikian diharapkan angka kematian
dapat diturunkan. Kesenjangan yang terlalu lebar pada Provinsi Papua hams dipersempit dengan
meningkatkan cakupan pada delapan indikator terutama di kabupaten/ kota yang mempunyai nilai
indeks terendah.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan, (1997). Deteksi Dini Penatalaksanaan Kehamilan Risiko Tinggi. Pusat
Pendidikan dan Latihan Pegawai Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta:
Departemen Kesehatan.
Depkes.R.I, (2004). Pedoman Pengembangan Pelayanan Obstetri-Neonatal Emergensi Dasar
(PONED). Jakarta: Direktorat Kesehatan Keluarga Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.
Departemen Kesehatan, (2008). Panduan Pelaksanaan Strategi Making Pregnancy Safer dan Child
Survival. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI, (2013). Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Kementerian Kesehatan, (2010). Petunjuk Pelayanan Antenatal Terpadu. Jakarta: Direktur
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.
Kementerian Kesehatan, (2010). Indonesia Sehat 2010. Jakarta.
Mantra, Ida Bagus (1985). Pengantar studi demografi. Tersedia dari: [Accessed 1 Mei 2007].