DISABILITAS
(Tantangan dalam berkomunikasi dengan penyandang disabilitas, Perlindungan
bagi anak dan perempuan penyandang disabilitas)
Disusun Oleh:
Kelompok 4 :
Nur Aolia (A1A221242)
SuCIANTI NUR ()
Tim Penyusun
Kelompok 4
DAFTAR ISI
JUDUL UTAMA ...............................................................................................
KATA PENGANTAR........................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................
BAB 1 PENDAHULIAN ..................................................................................
I. LATAR BELAKANG......................................................................
II. TUJUAN PENULISAN...................................................................
BAB 11 PEMBAHASAN...................................................................................
A.TANTANGAN KOMUNIKASI DENGAN PENYANDANG DISABILITAS......
B. PERLINDUNGAN BAGI ANAK DAN PEREMPUAN PENYANDANG
DISABILITAS.....................................................................................
BAB III
A. KESIMPULAN........................................................................................
B. DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Semua orang sama di hadapan hukum, sosial, dan kesehatan serta berhak atas
perlindungan hukum serta pelayanan kesehatan yang sama tanpa diskriminasi apapun.
Jaminan terhadap hak tersebut dapat kita temui di dalam Pasal 7 Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia, dan dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Indonesia secara khusus
juga mengatur dan menjamin halini. Sebagai konsekuensi maka setiap orang harus
diperlakukan sama di hadapan hukum tanpa memandang ras, gender, kebangsaan, warna
kulit, etnis, agama, disabilitas, atau karakteristik lain, tanpa hak istimewa, diskriminasi, atau
bias (Ashar Dio, dkk, 2019). Perempuan adalah salah satu komponen pembangunan yang
selama ini masih dianggap belum memberikan kontribusi optimal dalam proses
pembangunan yang selama ini dilaksanakan terutama dalam konteks pembangunan secara
fisik. Padahal di sisi lain, komposisi kaum perempuan berdasarkan jumlah di Indonesia
menunjukkan jumlah yang besar bahkan lebih banyak daripada kaum laki-laki.
Pembangunan menuntut peran serta masyarakat dari semua kalangan dan tidak terkecuali
kaum perempuan dan para penyandang disabilitas. Peran serta mensyarakatkan tumbuh
kembangnya pemberdayaan karena kata kunci dalam peran serta adalah masyarakat dapat
berdaya, berupaya dan berperan serta dalam seluruh aktivitas pembangunan yang
dilaksanakan utamanya pembangunan sumberdaya manusia. Sehubungan dengan hal
tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi komunikasi yang
diterapkan dalam proses pemberdayaan perempuan penyandang disabilitas di Lembaga
Aliansi Perempuan Disabilitas dan Lansia (APDL) Jawa Barat. Metode yang digunakan
pada penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data dalam
penelitian ini diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, dan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan strategi komunikasi yang dilakukan di
APDL Jabar melalui kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Strategi komunikasi
dilakukan untuk memudahkan advokasi dan memudahkan komunikasi saat melakukan
koordinasi. Saran penelitian ini antara lain, APDL Jabar 2 dapat menerapkan strategi
komunikasi pemberdayaan kelompok serta evaluasi yang dilakukan secara tatap muka, tidak
hanya melalui aplikasi WhatssApp untuk menghindari salah persepsi komunikasi.
Permasalahan mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi bagi perempuan penyandang
disabilitas (different ability) hingga saat ini masih menyisakan berbagai perdebatan terutama
apabila dikaitkan dengan kebijakan negara dalam merespon isu ini. Di satu sisi, meskipun
negara telah meratifikasi konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas melalui UU
No.19 tahun 2011, namun implementasi dari regulasi ini masih jauh dari efektif. Masalah
Penelitian ini meliputi: 1). Apa saja persoalan seksualitas dan kesehatan reproduksi bagi
perempuan penyandang disabilitas? 2). Bagaimana akses dan informasi bagi perempuan
penyandang disabilitas dalam pelayanan seksualitas dan kesehatan reproduksi selama ini
bagi masyarakat? 3). Bagaimana peran puskesmas sebagai pelayanan kesehatan reproduksi
yang memberikan informasi tentang masalah seksualitas dan kesehatan reproduksi bagi
perempuan penyandang disabilitas? Serta program-program apa saja yang bisa dilayani di
puskesmas setempat. Keadaan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
karena kelainan neuro-maskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, penyakit kronis,
kecelakaan, perang, bencana dan sebagainya. Adanya ketidaksempurnaan atau kerbatasan
fisik dapat menimbulkan masalah mobilitas, atau seseorang tersebut akan mengalami
hambatan dalam menjalankan kegiatan sehari-hari. Hal itu tentu saja dapat mempengaruhi
tingkat pencapaian tujuan dalam hidup seseorang, terutama dalam hal pekerjaan (Pradika,
dkk. 2018). Bahwa sebagian besar penyandang disabilitas di Indonesia hidup dalam kondisi
rentan, terbelakang, dan/atau miskin disebabkan masih adanya pembatasan, hambatan,
kesulitan, dan pengurangan atau penghilangan hak penyandang disabilitas, untuk
mewujudkan kesamaan hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas menuju kehidupan
yang sejahtera, mandiri, dan tanpa diskriminasi diperlukan peraturan perundangundangan
yang dapat menjamin pelaksanaannya serta penyamarataan dalam pelayanan public
termasuk dalam kesehatan (Undang-undang nomor 8, 2016).
BAB II
PEMBAHASAN
Dinamakan penyandang disabilitas fisik karena fungsi gerak mereka terganggu. Orang-orang
yang menyandang disabilitas fisik umumnya merupakan orang yang diamputasi, lumpuh layu
atau kaku, paraplegi, celebral paisy (CP), stroke, kusta, atau cacat semenjak lahir.
Berikut adalah panduan etika mengenai interaksi dengan penyandang disabilitas yang tepat:
Etika Berinteraksi dengan Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara
Orang-orang yang menyandang disabilitas ini memiliki gangguan pendengaran dan bicara.
Alhasil, mereka akan kesulitan berbicara dengan suara atau kata-kata yang jelas. Komunikasi
dengan penyandang disabilitas ini umumnya menggunakan bahasa isyarat.
Inilah etika berinteraksi yang benar kepada penyandang disabilitas sensorik rungu wicara:
Definisi penyandang disabilitas mental adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku
yang disebabkan gangguan psikologis atau hambatan dalam interaksi sosial. Pada umumnya,
berinteraksi dengan orang yang mengalami disabilitas mental ini dianggap sebagai yang
tersulit dibanding interaksi dengan penyandang disabilitas jenis lainnya.
Berikut ini adalah etika berinteraksi dengan penyandang disabilitas mental secara tepat:
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uaraian yang telah dijelaskan Pada BAB sebelumnya penarikan
kesimpulan yang dilakukan oleh anggota kelompok disesuaikan dengan Tujuan
penulisan. Yaitu Apa saja Tantangan dalam berkomunikasi dengan penyandang
disabilitas dan Apa saja Perlindungan Bagi Anak dan perempuan penyandang
disabilitas. Dalam melakukan komunikasi dengan penyandang disabilitas perlu
diperhatikan etika dalam berkomunikasi sesuai dengan kebutuhan dari lawan bicara
yang berkebutuhan khusus agar tidak tejadi konflik atau rasa tersinggung dari
penyandang disabilitas tersebut.
B. SARAN
1. Dengan adanya makalah ini diharapkan agar setiap individu atau masyarakat dalam
melakukan komunikasi dengan penyandang disabilitas perlu memperhatikan etika
dalam berkomunikasi dengan penyandang disabilitas sesaui dengan kebutuhannya
2. Dengan adanya pembahasan mengenai undang – undang perlindungan pada makalah
ini diharapkan agar masyarakat tidak bertindak semena-mena terhadap penyandang
disabilitas
Daftar Pustaka
Diano Agus, Buletin Jendela Data Dan Informasi kesehatan “Situasi Penyandang Disabilitas” Jakarta :
Dewi, Rizki Nur Kumal, “Penerimaan Diri Remaja Penyandang Disabilitas” Jurnal Psikososial Vol.1
No.2 2015.
Indriani, Endah Septiningsih, “Aku Berkarya: Studi Kasus Ketahanan Banting Pada Difabel Yang