Anda di halaman 1dari 14

KOMUNIKASI DENGAN PEREMPUAN

DISABILITAS
(Tantangan dalam berkomunikasi dengan penyandang disabilitas, Perlindungan
bagi anak dan perempuan penyandang disabilitas)

Mata Kuliah : Psikologi dalam pelayanan kebidanan


Dosen : Sutrani Syarif, S.ST.,M.Keb

Disusun Oleh:

Kelompok 4 :
 Nur Aolia (A1A221242)
 SuCIANTI NUR ()

UNUVERSITAS MEGA REZKY MAKASSAR


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan lancar, penulisan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah “Psikologi dalam
pelayanan kebidanan” Saya harap dengan membaca makalah ini dapat
memberi manfaat bagi kita semua.

Saya menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak


kekurangan, maka saya mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca
demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Makassar, 13 April 2022

Tim Penyusun

Kelompok 4
DAFTAR ISI
JUDUL UTAMA ...............................................................................................
KATA PENGANTAR........................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................
BAB 1 PENDAHULIAN ..................................................................................
I. LATAR BELAKANG......................................................................
II. TUJUAN PENULISAN...................................................................
BAB 11 PEMBAHASAN...................................................................................
A.TANTANGAN KOMUNIKASI DENGAN PENYANDANG DISABILITAS......
B. PERLINDUNGAN BAGI ANAK DAN PEREMPUAN PENYANDANG
DISABILITAS.....................................................................................
BAB III
A. KESIMPULAN........................................................................................
B. DAFTAR PUSTAKA...............................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Semua orang sama di hadapan hukum, sosial, dan kesehatan serta berhak atas
perlindungan hukum serta pelayanan kesehatan yang sama tanpa diskriminasi apapun.
Jaminan terhadap hak tersebut dapat kita temui di dalam Pasal 7 Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia, dan dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Indonesia secara khusus
juga mengatur dan menjamin halini. Sebagai konsekuensi maka setiap orang harus
diperlakukan sama di hadapan hukum tanpa memandang ras, gender, kebangsaan, warna
kulit, etnis, agama, disabilitas, atau karakteristik lain, tanpa hak istimewa, diskriminasi, atau
bias (Ashar Dio, dkk, 2019). Perempuan adalah salah satu komponen pembangunan yang
selama ini masih dianggap belum memberikan kontribusi optimal dalam proses
pembangunan yang selama ini dilaksanakan terutama dalam konteks pembangunan secara
fisik. Padahal di sisi lain, komposisi kaum perempuan berdasarkan jumlah di Indonesia
menunjukkan jumlah yang besar bahkan lebih banyak daripada kaum laki-laki.
Pembangunan menuntut peran serta masyarakat dari semua kalangan dan tidak terkecuali
kaum perempuan dan para penyandang disabilitas. Peran serta mensyarakatkan tumbuh
kembangnya pemberdayaan karena kata kunci dalam peran serta adalah masyarakat dapat
berdaya, berupaya dan berperan serta dalam seluruh aktivitas pembangunan yang
dilaksanakan utamanya pembangunan sumberdaya manusia. Sehubungan dengan hal
tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi komunikasi yang
diterapkan dalam proses pemberdayaan perempuan penyandang disabilitas di Lembaga
Aliansi Perempuan Disabilitas dan Lansia (APDL) Jawa Barat. Metode yang digunakan
pada penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data dalam
penelitian ini diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, dan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan strategi komunikasi yang dilakukan di
APDL Jabar melalui kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Strategi komunikasi
dilakukan untuk memudahkan advokasi dan memudahkan komunikasi saat melakukan
koordinasi. Saran penelitian ini antara lain, APDL Jabar 2 dapat menerapkan strategi
komunikasi pemberdayaan kelompok serta evaluasi yang dilakukan secara tatap muka, tidak
hanya melalui aplikasi WhatssApp untuk menghindari salah persepsi komunikasi.
Permasalahan mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi bagi perempuan penyandang
disabilitas (different ability) hingga saat ini masih menyisakan berbagai perdebatan terutama
apabila dikaitkan dengan kebijakan negara dalam merespon isu ini. Di satu sisi, meskipun
negara telah meratifikasi konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas melalui UU
No.19 tahun 2011, namun implementasi dari regulasi ini masih jauh dari efektif. Masalah
Penelitian ini meliputi: 1). Apa saja persoalan seksualitas dan kesehatan reproduksi bagi
perempuan penyandang disabilitas? 2). Bagaimana akses dan informasi bagi perempuan
penyandang disabilitas dalam pelayanan seksualitas dan kesehatan reproduksi selama ini
bagi masyarakat? 3). Bagaimana peran puskesmas sebagai pelayanan kesehatan reproduksi
yang memberikan informasi tentang masalah seksualitas dan kesehatan reproduksi bagi
perempuan penyandang disabilitas? Serta program-program apa saja yang bisa dilayani di
puskesmas setempat. Keadaan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
karena kelainan neuro-maskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, penyakit kronis,
kecelakaan, perang, bencana dan sebagainya. Adanya ketidaksempurnaan atau kerbatasan
fisik dapat menimbulkan masalah mobilitas, atau seseorang tersebut akan mengalami
hambatan dalam menjalankan kegiatan sehari-hari. Hal itu tentu saja dapat mempengaruhi
tingkat pencapaian tujuan dalam hidup seseorang, terutama dalam hal pekerjaan (Pradika,
dkk. 2018). Bahwa sebagian besar penyandang disabilitas di Indonesia hidup dalam kondisi
rentan, terbelakang, dan/atau miskin disebabkan masih adanya pembatasan, hambatan,
kesulitan, dan pengurangan atau penghilangan hak penyandang disabilitas, untuk
mewujudkan kesamaan hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas menuju kehidupan
yang sejahtera, mandiri, dan tanpa diskriminasi diperlukan peraturan perundangundangan
yang dapat menjamin pelaksanaannya serta penyamarataan dalam pelayanan public
termasuk dalam kesehatan (Undang-undang nomor 8, 2016).

II. Tujuan Penulisan


1. Untuk Mengetahui Apa saja Tantangan dalam berkomunikasi dengan Penyandang
disabilitas
2. Untuk Mengetahui Perlindungan bagi anak dan perempuan penyandang disabilitas

BAB II
PEMBAHASAN

A. Tantangan dalam berkomunikasi dengan penyandang disabilitas


Tantangan adalah suatu hal/upaya/Cara yang bersifat/bertujuan menggugah kemampuan
(Jurnal Sosioteknologi Edisi 13, 7 April 2008). Tantangan dalam berkomunikasi
dengan penyandang disabilitas adalah suatu hal/upaya/cara yang besifat/bertujuan
menggugah kekmampuan berkomunikasi dengan penyandang disabilitas.
Cara memperlakukan Penyandang disabilitas yang benar
Jika dulu penyandang disabilitas lebih sering dikasihani dengan dibuatkan acara
penggalangan dana (charity) dan sebagainya, kini banyak penyandang disabilitas yang
justru menolak untuk dikasihani. Sebagaimana yang kita tahu, mereka juga berhak
memperoleh segala sesuatunya sama dengan orang-orang lain yang tidak memiliki
kecacatan fisik maupun mental.
Sebagai masyarakat awam, bagaimana cara kita memperlakukan penyandang
disabilitas agar mereka tidak tersinggung dan merasa ‘sama’ dengan diri kita? Berikut
adalah beberapa cara yang bisa kamu lakukan.
1. Bertanya Sebelum Memberikan Bantuan
Reaksi pertama sebagian orang kita menjumpai kaum difabel adalah berusaha
menolong, terutama ketika mereka sedang kesusahan melakukan sesuatu. Percayalah
bahwa tidak semua saudara-saudara kita yang mengalami disabilitas suka dikasihani.
Agar tidak menyinggung perasaan mereka, sebaiknya tanyakan dulu sebelum
memberikan bantuan. Pasalnya, bisa saja bantuan yang kita berikan justru semakin
mempersulit mereka.
2. Jaga Ucapan dan Tindakan
Sama seperti kita memperlakukan orang lain, terutama yang baru saja dikenal,
kita juga harus memperlakukan penyandang disabilitas dengan santun. Jagalah ucapan
dan tindakan kita agar tidak melukai perasaannya.
Memang tidak semua orang-orang difabel memiliki perasaan yang sensitif.
Akan tetapi, jika ingin memulai pergaulan dengan mereka, jagalah ucapan dan
tindakan. Lebih baik menunjukkan sikap yang ramah dibanding gesture atau sikap
yang justru menunjukkan rasa kasihanmu.
3. Mengajak untuk Terlibat dalam Kegiatan Sehari-hari
Bersosialisasi dengan penyandang disabilitas tidak susah, lho. Dewasa ini,
kaum difabel justru tidak ingin diperlakukan berbeda. Nah, agar kita bisa dengan
mudah bergaul dengan mereka, libatkan mereka dalam kegiatan sehari-hari.
Cara melibatkan penyandang disabilitas dalam kehidupan sehari-hari bisa
dengan cara mempekerjakan mereka sesuai bidang dan kemampuan atau justru
melibatkan mereka dalam kegiatan sosial. Dengan begitu, mereka akan merasa lebih
dihargai dan dibutuhkan oleh orang lain.
4. Sadari Hak Penyandang Disabilitas
Penyandang disabilitas memang memiliki keterbatasan beraktivitas karena
kekurangan fisik maupun mentalnya. Namun, ingatlah akan satu hal bahwa mereka
juga mendapatkan hak yang sama dengan diri kita sendiri.
Hargai penyandang disabilitas dengan cara menyadari hak mereka. Untuk
beberapa hal, penyandang disabilitas memang memperoleh hak yang lebih khusus.
Seperti ketersediaan aksesibilitas di fasilitas umum, contohnya lift di jembatan
penyeberangan. Kesadaran kita akan hak disabilitas bisa ditunjukkan dengan cara
memberikan tempat terlebih dahulu bagi mereka untuk mengakses aksesibilitas yang
memang menjadi haknya.

Etika Berinteraksi dengan Penyandang Disabilitas Sensorik atau Netra, yaitu :

1. Salam dan Sapa


Memperlakukan seseorang yang mengalami disabilitas sensorik atau netra
tidak bisa hanya dengan perkataan saja karena mereka tidak akan melihat orang yang
menjadi sumber suara yang mereka dengar. Salam dan sapa kepada penyandang
disabilitas sensorik atau netra bisa dilakukan dengan menyentuhkan bagian luar
telapak tanganmu ke tangan mereka sembari menyebutkan nama agar mereka bisa
langsung mengenalimu.
2. Tanyakan Terlebih Dahulu
Sebagaimana yang sudah dibahas sebelumnya, etika dalam berkomunikasi
dengan penyandang disabilitas adalah menanyakan terlebih dahulu apakah mereka
memerlukan bantuan atau dampinganmu. Ketika kamu hendak meninggalkan mereka,
kamu pun wajib menginformasikan atau pamit terlebih dahulu.

3. Biarkan Mereka Memegangmu Saat Berdampingan


Ketika hendak mendampingi pihak disabilitas sensorik atau netra, hindari
menuntunnya atau memegang tubuh mereka. Biarkan saja mereka memegangmu saat
berdampingan. Asalkan kamu menjaga kecepatan langkahmu, mereka tentu akan
baik-baik saja.
Meskipun maksudmu baik, jangan sesekali memindahkan barang yang sedang
digunakan penyandang disabilitas netra. Pasalnya, ingatan mereka lebih kuat sehingga
mereka pun terbiasa mengingat letak barang-barangnya sendiri.

Etika Berinteraksi dengan Penyandang Disabilitas Fisik

Dinamakan penyandang disabilitas fisik karena fungsi gerak mereka terganggu. Orang-orang
yang menyandang disabilitas fisik umumnya merupakan orang yang diamputasi, lumpuh layu
atau kaku, paraplegi, celebral paisy (CP), stroke, kusta, atau cacat semenjak lahir.

 Berikut adalah panduan etika mengenai interaksi dengan penyandang disabilitas yang tepat:

1. Komunikasikan Terlebih Dahulu Bentuk Pendampingan


Orang yang mengalami keterbatasan fisik umumnya tetap bisa berkomunikasi dengan
orang lain. Jadi, ketika kamu berencana untuk mendampingi mereka sebaiknya
komunikasikan terlebih dahulu segala bentuk pendampingan yang akan diberikan kepada
mereka.
Hindari berinisiatif mengambil tindakan tanpa komunikasi dengan penyandang
disabilitas. Pasalnya, hal tersebut bisa justru semakin membahayakan mereka.
2. Sejajarkan Posisi Mata Ketika Berbicara
Penyandang disabilitas fisik umumnya akan menggunakan alat bantu gerak, umumnya
adalah kursi roda. Etika berbicara yang baik kepada mereka adalah menyejajarkan posisi
matamu dengan mata mereka. Jika mereka berada di atas kursi roda, maka kamu lah yang
harus berjongkok atau membungkuk agar posisi mata kalian sejajar.
3. Tidak Memindahkan Barang-barang atau Alat Bantu Mereka
Mungkin kamu bermaksud untuk memindahkan barang-barang maupun alat bantu
penyandang disabilitas untuk tujuan yang baik. Namun, hindari kebiasaan seperti ini
karena justru akan semakin mempersulit mereka. Jika mereka hendak memakainya,
mereka bakal kesulitan memperoleh barang-barangnya karena keterbatasan gerak fisik.

 
Etika Berinteraksi dengan Penyandang Disabilitas Sensorik Rungu Wicara

Orang-orang yang menyandang disabilitas ini memiliki gangguan pendengaran dan bicara.
Alhasil, mereka akan kesulitan berbicara dengan suara atau kata-kata yang jelas. Komunikasi
dengan penyandang disabilitas ini umumnya menggunakan bahasa isyarat.

Inilah etika berinteraksi yang benar kepada penyandang disabilitas sensorik rungu wicara:

1. Sentuh, Salam, dan Sapa


Cara pertama sebelum memulai interaksi adalah dengan memberikan sentuhan, salam,
dan sapa. Sapalah mereka dengan menyentuhkan tanganmu ke tangan mereka dan jangan
merasa risih ketika mereka balas menyentuhmu. Mereka tidak akan mendengarmu
menyebutkan nama sehingga kamu tak perlu melakukannya.
2. Bicara Sembari Menjaga Kontak Mata
Etika yang benar ketika kita berbicara dengan penyandang disabilitas adalah menjaga
kedua mata agar tetap memperoleh kontak fisik dengan mereka. Kalau ada penerjemah,
jangan berbicara menghadap ke penerjemah tapi tetap fokuskan tatapan ke penyandang
disabilitas.
3. Gerakan Bibir dan Bahasa Tubuh Harus Jelas
Satu hal yang wajib kamu lakukan ketika berinteraksi dengan penyandang disabilitas
sensorik rungu wicara, yakni berbicara dengan gerakan bibir yang jelas. Hindari masker
atau penutup mulut apapun untuk menghalangi gerakan bibirmu. Bahasa tubuh juga harus
disesuaikan dengan perkataanmu agar tampak tidak berlebihan.

Etika Berinteraksi dengan Penyandang Disabilitas Mental

Definisi penyandang disabilitas mental adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku
yang disebabkan  gangguan psikologis atau hambatan dalam interaksi sosial. Pada umumnya,
berinteraksi dengan orang yang mengalami disabilitas mental ini dianggap sebagai yang
tersulit dibanding interaksi dengan penyandang disabilitas jenis lainnya.

Berikut ini adalah etika berinteraksi dengan penyandang disabilitas mental secara tepat:

1. Tanyakan Hal-hal yang Perlu Diketahui Sebagai Pendamping


Jika kamu akan menjadi pendamping bagi saudara kita yang menyandang disabilitas
mental, sebaiknya tanyakan dulu kepada dokter atau keluarganya mengenai hal-hal yang
perlu diketahui sebagai pendamping. Sebagai contoh, kamu harus mengetahui waktu
istirahat, makan, sampai dengan minum obat.
2. Ajak Penyandang Disabilitas Mental Berkomunikasi
Berkomunikasi dengan penyandang disabilitas mental tidak sesulit yang kamu
bayangkan kok. Kamu justru harus sering mengajak mereka berbicara langsung tanpa
melalui perantara atau pendampingnya.
3. Pakai Kata-kata yang Sederhana
Mengingat penyandang disabilitas mental ini umumnya memiliki keterbatasan dalam
berpikir, maka gunakan kata-kata yang sederhana saja ketika berkomunikasi. Bila perlu
kamu pun dapat menggunakan petunjuk berupa gambar atau isyarat untuk memudahkan
mereka memahamimu.

Etika Berinteraksi dengan Penyandang Disabilitas Intelektual

Disabilitas intelektual merupakan terganggunya fungsi pikir karena tingkat kecerdasan di


bawah rata-rata, lambat belajar, atau down syndrome. Saudara-saudara kita yang mengalami
disabilitas intelektual ini umumnya memiliki suasana hati yang dapat berubah-ubah.

Untuk menjalin interaksi dengan penyandang disabilitas intelektual, perhatikan beberapa


etikanya berikut ini:

1. Harus Selalu Ramah


Langkah awal untuk berkomunikasi dengan penyandang disabilitas intelektual
adalah menjaga tutur kata dan perilaku agar selalu ramah. Mungkin kamu akan
melakukan komunikasi pasif, tapi mereka lama-lama akan menjadi lebih bersahabat
jika kamu terus bersikap ramah.
2. Perbanyak Senyum
Walaupun memiliki keterbatasan berpikir, teman-teman disabilitas intelektual
tetap dapat merasakan sesuatu hal. Senyum yang kamu berikan kepada mereka akan
menunjukkan sinyal kehangatan sehingga mereka akan lebih terbuka untuk
berinteraksi.

B. Perlindungan bagi anak dan perempuan penyandang disabilitas


Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 11 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2022) :
KETENTUAN UMUM
1. Pasal 1 Ayat 3
Perlindungan Khusus Anak Penyandang Disabilitas adalah suatu bentuk perlindungan yang
diterima oleh anak penyandang disabilitas untuk memenuhi hakhaknya dan mendapatkan
jaminan rasa aman, terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh
kembangnya.
2. Pasal 2
Ketentuan mengenai Perlindungan Khusus bagi Anak Penyandang Disabilitas berupa
program kegiatan tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
3. Pasal 3
Perlindungan Khusus bagi Anak Penyandang Disabilitas menjadi acuan bagi
Kementerian/Lembaga terkait dan masyarakat dalam memenuhi hak anak penyandang
disabilitas.
PELAKSANAAN
1. Pasal 4
1) Pelaksanaan Perlindungan Khusus bagi Anak Penyandang Disabilitas dalam bentuk
program dan kegiatan dari Tahun 2017-2019.
2) Kegiatan Perlindungan Khusus bagi Anak Penyandang Disabilitas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dirumuskan sesuai dengan kebutuhan Anak Penyandang
Disabilitas.
2. Pasal 5
Pelaksanaan Perlindungan Khusus bagi Anak Penyandang Disabilitas dilakukan melalui
layanan yang bersifat promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif.
3. Pasal 6
Pelaksanaan program kegiatan perlindungan khusus bagi Anak Penyandang Disabilitas yang
dilakukan oleh Kementerian/Lembaga dilaksanakan secara bersamasama atau sendiri.
4. Pasal 7
1) Dalam melaksanakan Perlindungan Khusus bagi Anak Penyandang Disabilitas dibentuk
kelompok kerja anak penyandang disabilitas.
2) Kelompok kerja anak penyandang disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melaksanakan rapat koordinasi minimal 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun.
3) Kelompok kerja Anak Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a bertugas:
a. melaksanakan sosialisasi, advokasi, dan penyuluhan kepada Pemerintah Daerah
dan masyarakat tentang Perlindungan Khusus Anak Penyandang Disabilitas;
b. menyebarluaskan materi komunikasi, informasi, dan edukasi perlindungan khusus
bagi anak penyandang disabilitas;
c. membahas isu dan kasus Anak Penyandang Disabilitas yang terjadi di masyarakat
dan penyelesaiannya; dan
d. melakukan pemantauan, evaluasi dan pelaporan tentang pelaksanaan
Perlindungan Khusus bagi Anak Penyandang Disabilitas.
4) Keanggotaan kelompok kerja Anak Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a terdiri atas unsur Kementerian/Lembaga terkait dan masyarakat.
5) Rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bertujuan untuk
membahas masalah dan hambatan serta hal lain yang diperlukan dalam mensinergikan
pelaksanaan program dan kegiatan Perlindungan Khusus bagi Anak penyandang
disabilitas berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh kelompok
kerja anak penyandang disabilitas.
5. Pasal 8
Pelaksanaan Perlindungan khusus bagi anak penyandang disabilitas dalam bentuk program
kegiatan menjadi acuan bagi daerah dalam menyusun rencana aksi yang disesuaikan dengan
kondisi, situasi, kebutuhan, dan kemampuan daerah.
6. Pasal 9 Pelaksanaan Perlindungan khusus bagi anak penyandang disabilitas dalam bentuk
program kegiatan di daerah dilakukan dengan melibatkan dinas instansi terkait dan
masyarakat di daerah yang disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing.
BAB III

A. KESIMPULAN
Berdasarkan uaraian yang telah dijelaskan Pada BAB sebelumnya penarikan
kesimpulan yang dilakukan oleh anggota kelompok disesuaikan dengan Tujuan
penulisan. Yaitu Apa saja Tantangan dalam berkomunikasi dengan penyandang
disabilitas dan Apa saja Perlindungan Bagi Anak dan perempuan penyandang
disabilitas. Dalam melakukan komunikasi dengan penyandang disabilitas perlu
diperhatikan etika dalam berkomunikasi sesuai dengan kebutuhan dari lawan bicara
yang berkebutuhan khusus agar tidak tejadi konflik atau rasa tersinggung dari
penyandang disabilitas tersebut.

B. SARAN
1. Dengan adanya makalah ini diharapkan agar setiap individu atau masyarakat dalam
melakukan komunikasi dengan penyandang disabilitas perlu memperhatikan etika
dalam berkomunikasi dengan penyandang disabilitas sesaui dengan kebutuhannya
2. Dengan adanya pembahasan mengenai undang – undang perlindungan pada makalah
ini diharapkan agar masyarakat tidak bertindak semena-mena terhadap penyandang
disabilitas
Daftar Pustaka

Diano Agus, Buletin Jendela Data Dan Informasi kesehatan “Situasi Penyandang Disabilitas” Jakarta :

Kementrian Kesehata RI, Desember 2014 Diakses pada 10 Desember 2017.

Dewi, Rizki Nur Kumal, “Penerimaan Diri Remaja Penyandang Disabilitas” Jurnal Psikososial Vol.1

No.2 2015.

Djaman Satori, Et al. Metodologi Penelitian Kualitatif Bandung: Alfabeta, 2013

Ghony Djunaidi, At al. Metodologi Penelitian Kualitatif Jogjakarta: A-Ruzz Media,2016.

Indriani, Endah Septiningsih, “Aku Berkarya: Studi Kasus Ketahanan Banting Pada Difabel Yang

BerwiraUsaha” Jurnal Psikososial, Vol, 19 No. 2 Tahun 2014.

Anda mungkin juga menyukai