Anda di halaman 1dari 24

Dosen Pengampuh : Sutrani Syarif,.S.ST,.M.

Keb

Mata Kuliah : Psikologi Dalam Praktek Kebidanan

“KOMUNIKASI DENGAN PEREMPUAN DISABILITAS”

Kelompok 1 :

Herayanti Endah Sahrir (A1A222101)

Megawati (A1A222080)

Nurmusfita Sari (A1A222077)

Ramlah N (A1A222083)

Hasniar (A1A222029)

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN ALIH JENJANG

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS MEGAREZKY

2023/2024
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................i

KATA PENGANTAR...................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................2
C. Tujuan Penulisan................................................................................3
D. Manfaat penulisan..............................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

A. Defenisi Disabilitas............................................................................4
B. Bentuk Komunikasi Dengan Penyandang Disabilitas.......................5
C. Tantangan Dalam Berkomunikasi Dengan Penyandang Disabilitas. 10
D. Perlindungan Bagi Anak Dan Perempuan Penyandang Disabilitas...16

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................................20
B. Saran..................................................................................................20

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“KOMUNIKASI DENGAN PEREMPUAN DISABILITAS” untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah.Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari
bahwa masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.Penulis juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi
dalam penyelesaian makalah ini.Penulis berharap agar makalah ini dapat
bermanfaat dalam pembelajaran serta menambah wawasan pembaca.

Makassar, 27 Maret 2024

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengertian Disabilitas Istilah disabilitas difungsikan untuk
menunjukan kepada seseorang yang memiliki ketidakmampuan sejak lahir
yang disebut cacat dan sifatnya tetap. Yang dikenal masyarakat mengenai
disabilitas atau difabel adalah seseorang penyandang cacat. Hal ini yang
secara langsung menafsirkan bahwa penyandang disabilitas adalah
seseorang yang kehilangan sebagian anggota tubuhnya.
Dilansir dari artikel bahwasannya pada Convention on the Right of
Person with Disabilities ( CRPD ) di New York, Amerika Serikat pada
tahun 2007 telah menyepakati bahwasannya penyendang disabilitas
merupakan seseorang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, atau
intelektual dalam jangka waktu yang relatif lama dan memiliki kesulitan
dalam berbaur terhadap masyarakat.2 Namun istilah cacat digantikan oleh
disabilitas oleh akademisi dan masyarakat untuk tidak menyinggung
penyandang, karena hal ini harus diperhatikan saat berhadapan dengan
penyandang agar tidak merasa sakit hati atas perkataan.
Penyandang disabilitas merupakan seseorang yang lemah secara
fisik ataupun mental dibandingkan individu yang lain, sehingga perlakuan
khusus kami berikan dalam penanganan disabilitas sehingga payung
hukum yang diperoleh untuk disabilitas lebih terkhususkan. Realitanya,
dalam penanganan disabilitas masih belum terealisasi baik secara
sepenuhnya. Hal ini dikarenakan masih kurang kesadaran masyarakat
terkait regulasi yang telah dikeluarkan oleh pemerintah tentang disabilitas,
hak – hak disabilitas serta hal yang perlu dilakukan untuk disabilitas.
Disisi lain penyandang disabilitas tidak sedikit yang menjadi korban
kekerasan sehingga penyendang disabilitas mengalami ketakutan

1
tersendiri untuk bergerak dan memiliki kepercayaan diri yang minim.
(Muhammad Chodzirin,2019)
Definisi dari penyandang menurut penelitian Sarifah Arafah Nasir
(2021) disabilitas ialah kerusakan atau cacatdimana memperlihatkan
berkurangnya suatu fungsi secara objektif dapat diukur, dilihat yang mana
disebabkanoleh adanya kehilangan/kelainan dari salah satu bagian tubuh
seseorang. Contohnya, tidak memilikikaki dan kecacatan/lumpuh pada
bagian tertentu dari tubuh.8 Melihat dari hal tersebut, menjadikan mereka
sebagai penyandang disabilitas kesulitan memperoleh kesejahteraan sosial
sehingga mengakibatkan pula penghambatan kemampuan mereka untuk
melaksanakan fungsi sosialnya di masyarakat karena ketidaknormalan
tubuh yang mereka miliki. Cacat fisik atau kelainan fisik
merupakankelainan/cacat yang terjadi pada satu atau lebih organ tubuh
tertentu dan mengakibatkan adanya keterbatasan pada salah satu fungsi
tubuhnya untuk digunakan secara normal. Tidak berfungsinya anggota
fisik inidapat terjadi pada alat fisik indra, misalnya indra penglihatan (tuna
netra), pendengaran (tuna rungu), dan kelainan anggota badan akibat
pertumbuhan yang tidak sempurna (tuna daksa). Adapun Kartono
memberikan pengertian bahwa anak cacat adalah “anak-anak yang dinilai
dan di diagnosa sebagai keterbelakangan mental/tunagrahita, tunarungu,
sulit mendengar, bisu/tunawicara, tunadaksa, gangguan wicara, buta
(tunanetra, cacat, visual), gangguan emosional serius, hambatan
ortoredikal, gangguan kesehatan, buta-tuli, bisu-tuli, cacat ganda/multi
handicapped, ketidakmampuan belajar, yang disebabkan oleh gangguan
ketunaan yang memerlukan pendidikan khusus dan pelayanan perlakuan
yang berkaitan”.9 Penyandang disabilitas atau biasa kita sebut “orang
cacat” yang memiliki keterbatasan pada dirinya tak jarang mendapatkan
diskriminasi dalam lingkungan mereka, pemenuhan hak yang tak mereka
dapatkan secara utuh menjadi polemik yang tentu bukan hal tabuh lagi.

B. Rumusan Masalah

2
1. Apa defenisi dari Disabilitas ?
2. Bagaimana bentuk komunikasi dengan penyandang disabilitas ?
3. Defenisi tantangan dalam berkomunikasi dengan penyandang
disabilitas ?
4. Bagaimana perlindungan bagi anak dan Perempuan penyandang
disabilitas ?
C. Tujuan Penulisan
Menjelaskan tentang “Komunikasi Dengan Perempuan Disabilitas”
D. Manfaat Penulisan
Untuk menambah wawasan pembaca dan pengetahuan untuk penulis,
mendukung perkembangan konsep keilmuan maupun untuk pemecahan
masalah.

3
BAB II
PEMBAHASAN
Defenisi Disabilitas
A. Pengertian Disabilitas
Pengertian Disabilitas Istilah disabilitas difungsikan untuk
menunjukan kepada seseorang yang memiliki ketidakmampuan sejak lahir
yang disebut cacat dan sifatnya tetap. Yang dikenal masyarakat mengenai
disabilitas atau difabel adalah seseorang penyandang cacat. Hal ini yang
secara langsung menafsirkan bahwa penyandang disabilitas adalah
seseorang yang kehilangan sebagian anggota tubuhnya.
Penyandang disabilitas merupakan seseorang yang lemah secara
fisik ataupun mental dibandingkan individu yang lain, sehingga perlakuan
khusus kami berikan dalam penanganan disabilitas sehingga payung
hukum yang diperoleh untuk disabilitas lebih terkhususkan. Realitanya,
dalam penanganan disabilitas masih belum terealisasi baik secara
sepenuhnya. Hal ini dikarenakan masih kurang kesadaran masyarakat
terkait regulasi yang telah dikeluarkan oleh pemerintah tentang disabilitas,
hak – hak disabilitas serta hal yang perlu dilakukan untuk disabilitas.
Disisi lain penyandang disabilitas tidak sedikit yang menjadi korban
kekerasan sehingga penyendang disabilitas mengalami ketakutan
tersendiri untuk bergerak dan memiliki kepercayaan diri yang minim.
(Muhammad Chodzirin,2019)
Definisi dari penyandang menurut penelitian , Sarifah Arafah Nasir
(2021) disabilitas ialah kerusakan atau cacatdimana memperlihatkan
berkurangnya suatu fungsi secara objektif dapat diukur, dilihat yang mana
disebabkanoleh adanya kehilangan/kelainan dari salah satu bagian tubuh
seseorang. Contohnya, tidak memilikikaki dan kecacatan/lumpuh pada
bagian tertentu dari tubuh.8 Melihat dari hal tersebut, menjadikan mereka
sebagai penyandang disabilitas kesulitan memperoleh kesejahteraan sosial

4
sehingga mengakibatkan pula penghambatan kemampuan mereka untuk
melaksanakan fungsi sosialnya di masyarakat karena ketidaknormalan
tubuh yang mereka miliki. Cacat fisik atau kelainan fisik
merupakankelainan/cacat yang terjadi pada satu atau lebih organ tubuh
tertentu dan mengakibatkan adanya keterbatasan pada salah satu fungsi
tubuhnya untuk digunakan secara normal. Tidak berfungsinya anggota
fisik inidapat terjadi pada alat fisik indra, misalnya indra penglihatan (tuna
netra), pendengaran (tuna rungu), dan kelainan anggota badan akibat
pertumbuhan yang tidak sempurna (tuna daksa). Adapun Kartono
memberikan pengertian bahwa anak cacat adalah “anak-anak yang dinilai
dan di diagnosa sebagai keterbelakangan mental/tunagrahita, tunarungu,
sulit mendengar, bisu/tunawicara, tunadaksa, gangguan wicara, buta
(tunanetra, cacat, visual), gangguan emosional serius, hambatan
ortoredikal, gangguan kesehatan, buta-tuli, bisu-tuli, cacat ganda/multi
handicapped, ketidakmampuan belajar, yang disebabkan oleh gangguan
ketunaan yang memerlukan pendidikan khusus dan pelayanan perlakuan
yang berkaitan”.9 Penyandang disabilitas atau biasa kita sebut “orang
cacat” yang memiliki keterbatasan pada dirinya tak jarang mendapatkan
diskriminasi dalam lingkungan mereka, pemenuhan hak yang tak mereka
dapatkan secara utuh menjadi polemik yang tentu bukan hal tabuh lagi.
B. Bentuk Komunikasi Dengan Penyandang Disabilitas
Bentuk komunikasi secara umum dibagi menjadi dua, yaitu
komunikasi verbal dan non verbal. Penyandang disabilitas maupun
manusia normal semuanya juga melakukan bentuk komunikasi verbal dan
non verbal. Berikut jenis-jenis komunikasi tersebut:

1. Komunikasi verbal
Komunikasi verbal merupakan komunikasi dalam bentuk
kata-kata atau ucapan dan tulisan. Komunikasi verbal yang sering
digunakan adalah mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran,
gagasan, fakta, data dan informasi serta mampu menjelaskannya,

5
saling bertukar pesan atau pemikiran, saling berdebat ataupun
bertengkar.
Komunikasi verbal dapat dipahami dengan memperhatikan
bentuk karakteristik komunikasi verbal. Karakteristik tersebut
meliputi:
1) Jelas dan singkat, maksudnya berlangsung dengan sederhana,
pendek. Bila katakata yang digunakan sedikit dan tidak jelas maka
sulit dipahami. Jika kata-kata yang diucapkan jelas dan bebicara
dengan lambat maka mudah dipahami
2) Perbendaharaan kata, yaitu penggunaan kata-kata yang mudah
dimengerti oleh seseorang akan meningkatkan keberhasilan
komunikasi. Komunikasi akan gagal jika komunikator tidak
mampu menyampaikan pesan.
3) Arti konotatif dan denotatif. Makna konotatif adalah pikiran,
perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata, sedangkan arti
denotatif adalah memberikan pengertian yang sama terhadap kata
yang digunakan.
4) Intonasi. Seorang komunikator mampu mempengaruhi arti pesan
melalui nada suara yang dikirimkan. Emosi sangat berperan dalam
nada suara ini.
5) Kecepatan berbicara. Berhasil tidaknya komunikasi tergantung
pada kecepatan berbicara. Jika dalam berbicara terdapat hal yang
disembunyikan atau ingin mengalihkan suatu topik, maka
kecepatan berbicaranya dapat menjadi lebih cepat dari biasanya.
6) Humor. Humor dapat mengurangi adanya ketegangan dalam
komunikasi. Tertawa merupakan salah satu cara yang mampu
memberikan kesan positif dan dukungan emosional terhadap lawan
yang diajak berbicara.

2. Komunikasi non verbal

6
Komunikasi nonverbal adalah semua isyarat yang bukan
kata-kata. Pesanpesan non verbal sangat berpengaruh terhadap
komunikasi. Pesan atau simbolsimbol non verbal sangat sulit untuk
ditafsirkan dari pada simbol verbal. Bahasa verbal sejalur dengan
bahasa non verbal. Contoh ketika kita mengatakan “ya” kita akan
mengangguk. Komunikasi verbal lebih bersifat spontan dan tetap.
Komunikasi non verbal meliputi semua aspek komunikasi selain
kata-kata itu sendiri seperti bagaimana kita mengucapkan kata-kata
(volume), lingkungan yang mempengaruhi interaksi, dan benda-
benda yang mempengaruhi informasi, dapat berupa pakaian,
mebel, dan lain- lain.

Bentuk dari komunikasi non verbal bermacam-macam.Komunikasi


non verbal memiliki beberapa jenis yaitu:

a. Sentuhan (haptic)
Sentuhan atau tactile message, merupakan pesan
non verbal non visual dan non vokal. Alat penerima
sentuhan adalah kulit, yang mampu menerima dan
membedakan berbagai emosi yang disampaikan orang.
Melalui sentuhan, perasaan dapat diinformasikan.
Misalkan, orang yang merasa sayang akan melakukan
sentuhan dengan orang lain baik berupa pelukan.
Seperti sentuhan ibu pada anaknya.
b. Komunikasi Objek
Penggunaan komunikasi objek yang paling sering
adalah penggunaan pakaian. Orang sering dinilai dari
jenis pakaian yang digunakannya, walaupun ini
termasuk bentuk penilaian terhadap seseorang hanya
berdasarkan persepsi. Contohnya dapat dilihat pada
penggunaan seragam oleh pegawai sebuah perusahaan,
yang menyatakan identitas perusahaan tersebut.

7
c. Kronemik
Kronemik merupakan bagaimana komunikasi non
verbal yang dilakukan ketika menggunakan waktu,
yang berkaitan dengan peranan budaya dalam konteks
tertentu. Contohnya Mahasiswa menghargai waktu
secara efektif
d. Gerakan tubuh (kinestic)
Gerakan tubuh serig kali digunakan sebagai
pengganti kata. Beberapa bentuk dari kinestetik yaitu:
1) Emblem, yaitu gerakan tubuh yang secara
langsung dapat diterjemahkan ke dalam pesan
verbal tertentu. Biasanya berfungsi untuk
menggantikan sesuatu. Misalnya, menggangguk
sebagai tanda setuju; telunjuk di depan mulut
tanda jangan berisik.
2) Ilustrator, yaitu gerakan tubuh yang menyertai
pesan verbal untuk menggambarkan pesan
sekaligus melengkapi serta memperkuat pesan.
Biasanya dilakukan secara sengaja. Misalnya,
memberi tanda dengan tangan ketika
mengatakan seseorang gemuk/kurus.
3) Affect displays, yaitu gerakan tubuh khususnya
wajah yang memperlihatkan perasaan dan
emosi, Seperti misalnya sedih dan gembira,
lemah dan kuat, semangat dan kelelahan, marah
dan takut. Terkadang diungkapkan dengan sadar
atau tanpa sadar. Dapat mendukung atau
berlawanan dengan pesan verbal.
4) Regulator, yaitu gerakan non verbal yang
digunakan untuk mengatur, memantau,
memelihara atau mengendalikan pembicaraan

8
orang lain. Regulator terikat dengan kultur dan
tidak bersifat universal. Misalnya, ketika kita
mendengar orang berbicara, kita
menganggukkan kepala, mengkerutkan bibir,
dan fokus mata
5) Adaptor, yaitu gerakan tubuh yang digunakan
untuk memuaskan kebutuhan fisik dan
mengendalikan emosi. Dilakukan bila seseorang
sedang sendirian dan tanpa disengaja. Selain
gerakan tubuh, ada juga gerakan mata (gaze)
dalam komunikasi non verbal. Gaze adalah
penggunaan mata dalam proses komunikasi
untuk memberi informasi kepada pihak lain dan
menerima informasi pihak lain. Fungsi gaze
diantaranya mencari umpan balik antara
pembicara dan pendengar, menginformasikan
pihak lain untuk berbicara, mengisyarakatkan
sifat hubungan (hubungan positif bila
pandangan terfokus dan penuh perhatian.
Hubungan negatif bila terjadi penghindaran
kontak mata), dan berfungsi pengindraan.
Misalnya saat bertemu pasangan yang
bertengkar, pandangan mata kita alihkan untuk
menjaga privasi mereka.
e. Proxemik merupakan jarak, tempat atau lokasi yang
digunakan saat berkomunikasi dengan orang lain.
Pengaturan jarak menentukan seberapa dekat tingkat
keakraban seseorang dengan orang lain.
f. Lingkungan merupakan tempat yang digunakan untuk
menyampaikan pesanpesan tertentu. Diantaranya adalah

9
penggunaan ruang, jarak, temperatur, penerangan, dan
warna.
g. Vokalik (paralanguage) adalah unsur non verbal dalam
sebuah ucapan, yaitu cara berbicara. Misalnya adalah
nada bicara, nada suara, keras atau lemahnya suara
kecepatan berbicara, kualitas suara, intonasi, dan lain-
lain. 21Vokalik tidak sama dengan vokal pada bahasa
verbal. Pada bahasa non verbal vokalik lebih ke
bagaimana suara (vokal) itu disampaikan. Akhsan, F.,
Et Al (2020) .
C. Tantangan dalam Berkomunikasi dengan Penyandang Disabilitas
Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia, karena itu
dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berinteraksi dengan orang
lain. Hal itu yang menyebabkan komunikasi memegang peranan penting
dalam kehidupan manusia. komunikasi adalah proses penyampaian pesan
oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah sikap,
pendapat, atau perilaku, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Menurut Sifatnya menjadi dua macam yaitu komunikasi verbal dan


komunikasi nonverbal. Komunikasi verbal dilakukan dengan jelas dan arti
jelas sedangkan komunikasi nonverbal merupakan pesan-pesan yang
diekspresikan dengan sengaja atau tidak melaui gerakan-gerakan.
Disabilitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang
menyandang (menderita) sesuatu. Disabilitas merupakan kata bahasa
Indonesia yang berasal dari kata serapan bahasa Inggris disability yang
berarti cacat atau ketidak mampuan.Anak dengan disabilitas atau sering
disebut dengan anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam proses
pertumbuhan atau perkembangannya secara signifikan mengalami
kelainan atau penyimpangan dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya. Ada berbagai jenis disabilitas, salah satunya yaitu :

10
Tuna wicara , Tuna wicara merupakan ganguan atau hambatan dalam
berkomunikasi yang menyebabkan penyandangnya mengalami kesulitan
dalam berkomunikasi secara verbal. Hal ini disebabkan oleh tidak
berfunggsinya alat bicara, seperti rongga mulut, lidah, dan pita suara.
Sehinggga dalam berkomunikasi sehari-hari penyandang tuna wicara
biasanya menggunakan bahasa tubuh seperti menggerakan tangan ataupun
bahasa isyarat lainnya. Hal ini membuat orang yang berkomunikasi
dengan penyandang disabilitas jenis ini harus bisa mengerti dan
memahami bahasa isyarat dari penyandang disabilitas tuna wicara.

Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) pada hakikatnya


adalah interaksi antara seorang individu dan individu lainya tempat
lambang-lambang pesan secara afektif digunakan, terutama dalam hal
komunikasi anatar-manusia menggunakan bahasa (Nurani Soyomukti,
2016:5). Komunkasi antarpribadi merupakan bentuk khas dari komunikasi
manusia yang ditentukan tidak hanya oleh jumlah orang yang
berkomunikasi, tetapi juga oleh kualitas komunikasi. Komunikasi
antarpribadi terjadi bukan ketika Anda berinteraksi dengan seseorang,
tetapi ketika anda memperlakukan orang lain sebagai manusia yang unik,
menurut Bebe,Bebe,& Redmond (dalam liliweri, 2015:1

Adapun tujuan dari komunikasi antarpribadi menurut Griffin


dikutip (dalam Liliweri, 2015:88-91) yaitu :

1) Orang lain mengerti saya, dalam komunikasi antarpribadi kita


sering menghendaki atau bahkan memaksa agar orang lain mengerti saya,
hal orang lain mengerti saya dapat ditafsirkan, saya ingin agar orang lain
dapat mengerti pikiran atau pendapat yang saya tulis dan ucapkan kepada
mereka, atau saya ingin orang mengerti perasaan dan tindakan saya.

11
2) Saya mengerti orang lain, setiap orang harus berprinsip bahwa
apa pun jenis komunikasinya apalagi komunikasi antarpribadi, bertujuan
membantu orang lain untuk menemukan diri mereka, siapakah saya, siapa
anda. Kita masing-masing mempunyai identitas diri dengan kata lain jika
kita bertujuan agar orang lain memahami identitas dan diri kita maka
sebaliknya kita harus menjadikan identitas kita sebagai cara untuk
memahami orang lain

3) Kita bersama dapat melakukan sesuatu, salah satu tujuan


penting dari komunikasi

antarpribadi adalah bagaimana saya dan orang lain memperoleh sesuatu


harus dikerjakan

bersama.

Komunikasi Nonverbal

Komunikasi nonverbal dapat menjalankan sejumlah fungsi penting, ada


enam fungsi utama komunikasi nonverbal menurut Ekman dan Knaap
(dalam Devito 1997 : 177) yaitu :

1. Untuk menekankan
Kita menggunakan komunikasi nonverbal untuk menonjolkan
atau menekankan beberapa bagian dari pesan verbal. Misalnya
saja, anda mungkin tersenyum untuk menekankan kata atau
ungkpan tertentu
2. Untuk Melengkapi
Kita juga menggunakan komunikasi nonverbal untuk perkuat
warna atau sikap umumnya yang dikomunikasikan oleh pesan
verbal. Jadi anda mungkin tersenyum ketika menceritakan
kisah ucu
3. Untuk menunjukan kontradiksi

12
Kita juga dapat secara sengaja memper tetangkan pesan verbal
kita dengan gerakan nonverbal. Sebagai contoh anda dapat
menyilangkan jari anda atau mengedipkan mata untuk
menunjukan bahwa yang anda katakana adalah tidak benar.
4. Untuk mengatur
Gerak-gerik nonverbal dapat mengendalikan atau
mengisyaratkan keinginan anda untuk mengatur arus pesan
verbal. Mengerutkan bibir, mencodongkan badan ke depan atau
membuat gerakan tangan untuk menunjukan bahwa anda ingin
mengatakan sesuatu merupakan contoh dari fungsi mengatur.
5. Untuk mengulangi
Kita juga dapat mengulangi atau merumuskan –ulang makna
dari pesan verbal. Misalnya anda dapat menyertai pernyataan
verbal “Apa benar ?” dengan mengangkat alis mata anda, atau
dapat menggerakan kepala atau tangan untuk mengulangi pesan
verbal “Ayo kita pergi”.
Adapun pendapat menurut Asante dan Gunykust (dalam
Liliweri 1994 : 97) mengemukakan bahwa pemaknaan pesan
nonverbal maupun fungsi nonverbal memiliki perbedaan dalam
cara dan isi kajianya. Pemaknaan terhadap perilaku nonverbal
dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu ; immediacy,
status, dan
responsiveness. Untuk membahas gerakan tubuh, klasifikasi
yang ditawarkan oleh Paul Ekman dan Wallace V. Friesen di
kutip dalam ( Devito 1997 : 187) yaitu Emblim (emblems),
Ilustrator, Affect Display, Regulator, Adaptor, Menurut Ekman
(dalam Devito 1997 : 189), gerakan wajah mengkomunikasikan
macam-macam emosi selain juga kualitas atau dimensi emosi.
Dalam menyatakan bahwa pesan wajah dapat
mengkomunikasikan sedikitnya“kelompok emosi”
berikut:kebahagiaan, keterkejutan, ketakutan, kemarahan,

13
kesedihan, dan kemuakan/penghinaan. Menurut Knapp (dalam
Devito 1997 : 191-192) mengemukakan ada empat fungsi
utama komunikasi mata yaitu ,mencari umpan balik,
menginformasikan pihak lain untuk berbicara, mengisyaratkan
sifat hubungan, mengkompensasi bertambahnya jarak fisik.

Komponen SPEAKING

Komponen yang di kemukakan oleh Dell Hymes membagi komponen


tersebut kedalam delapan komponen yang dikenal dengan istilah
“SPEAKING”. Adapun kedelapan komponen tersebut meliputi:

1) Setting dan Scene ( Pengaturan Ruang dan Waktu )


merupakan komponen pertama yang dikemukakan oleh Hymes.
Settingdi sini berkaitan dengan waktu dan tempaat komunikasi
tersebut berjalan sedangkan Scene berkaitan dengan suasana
atau situasi yang melatar belakangi komunikasi yang terjadi
atau situasi psikologis dalam komunikasi tersebut. Komunikasi
antara perawat dan anak tuna wicara dalam penelitian ini dapat
dilihat pada dua setting yang berbeda yaitu di panti dan di
ruang kelas.
2) Partisipan (Peserta)
yaitu orang yang terlibat dalam peristiwa komunikasi. Hal ini
merujuk pada pihak-pihak yang terlibat dalam proses
komunikasi tersebut. Termaksuk di dalamnya berkaitan dengan
usia, jenis kelamin, status sosial, etnik, atau kategori yang
relevan, serta hubungannya satu sama lain. Dalam penelitian
ini yang dapat dikategorikan sebagai partisipan adalah orang-

14
orang yang terlibat dalam proses komunikasi dengan anak tuna
wicara di panti asuhan Bhakti Luhur.
3) Ends (Tujuan)
berkaitan dengan tujuan dari peristiwa komunikasi yang dapat
dipelajari. Jika melihat tujuan utama dari komunikasi anak tuna
wicara di panti asuhan maka jelas ada satu tujuan utama
terjadinya proses komunikasi anak tuna wicara dengan perawat
dan ibu guru yakni untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik
terutama untuk anak tuna wicara.
4) Act Sequence ( Urutan Tindak)
tindak tutur yang mencakup dan bentuk dan isi artinya tindakan
apapun bisa dianggap sebagai tindakan komunikatif jika ia
menyampikan arti bagi peserta. Bentuk penyampaian berkaitan
dengan kata yang digunakan dan bagaimana penggunanya.
Sedangkan isi berkenan dengan hubungn antara apa yang
dikatakan dengan topik pembicaraan.
5) Key (Nada)
kunci atau nada bicara misalnya bagaimana suara pembicaraan
atau cara penyampainnya. Key dikenal pula sebagai tone atau
spirit of act. Apakahpesan yang disampaikan dengan nada yang
santun, ataukah dengan nadah marah Ataukah pesan
disampaikan dengan intonasi suara tinggi atau rendah,
semuanya didukung oleh perilaku nonverbal atau bahasa
isyarat lainnya. Key di sini juga akan sangat dipengaruhi oleh
latar belakang dan keadaan emosi yang tidak stabil cenderung
menggunakan nada tinggi sedangkan jika berada dalam emosi
yang stabil maka cenderung menggunakan nada bicara yang
rendah.
6) Instrumentalities (Sarana atau Salurannyang dipakai)
media, saluran, atau perantara dalam perstiwa komunikasi.
Hymes mengatakan bahwa yang dimaksud dengan saluran

15
adalah cara pesan itu disampikan dari seseorang kepada yang
lain, sedangkan bentuk ujaran adalah bahasa dan bagian-
bagiannya seperti dialek, kode, variasi dan register.
7) Norm (Norma)
norma yaitu norma-norma interpretasi, termaksut pengetahuan
umum, kebiasaan, kebudayaan, nilai, dan norma yang dianut.
Norma mengacu pada aturan dalam berkomunikasi dan jga
mengacu pqda penafsiran terhadap ujaran dari lawan
bicara.Adapun norma yang berlaku di panti asuhan ini seperti
peraturan pada umumnya seperti jam berkunjung yang tidak
boleh pada saat jam sekolah di karenakan akan menggangu
kosentrasi anak pada saat proses belajar, peraturan kedua hari
berkunjung tidak boleh pada minggu pertama dan tidak boleh
lewat dari tanggal yang ditentukan. Selain kedua peraturan di
atas ada juga norma yang berlaku di panti asuhan seperti waktu
istrahat dan waktu jam makan yang harus diikuti oleh semua
anak panti asuhan.
8) Genre (Jenis)
Dalam kajian etnografi komunikasi, unsure terakir yang
dkemukakan oleh Dell Hymes adalah genre. Genre mengacu
pada jenis bentuk penyampaian. Apakah berbentuk narasi,
pepatah, doa nasehat dan sebagainya. Genre juga mengacu
pada kategori-kategori atau apa yang menjadi tipe peristiwa
komunikasi yang dialami atau dilakukan dalam komunikasi
anak tuna wicara di panti asuhan. Dengan demkian komunikasi
anak tuna wicara mengacu pada jenis bentuk penyampaian
yang terjadi pada saat perkenalan, pada saat kerja atau
pemberian asuhan keperawatan dan pada saat terminasi.
Bentuk penyampaian tersebut adalah dalam bentuk pertanyaan,
pemberitahuan, nasehat, dan permintaan. (SOP Olga, B
Konradu Jurusan Ilmu Komunikasi, 2019)

16
D. Perlindungan Bagi Anak dan Perempuan Penyandang Disabilitas
Korelasi prinsip negara hukum dengan perlindungan anak dan
perempuam disabilitas ialah hadirnya negara untuk memberikan suatu
jaminan perlindungan bagi anak penyandang disabilitas. Dalam hal ini
anak penyandang disabilitas mendapatkan suatu hak yang diberikan oleh
negara yaitu hak perlakuan yang sama dihadapan hukum, hak memperoleh
pendidikan, dan mendapatkan hak dalam perlindungan dari diskriminasi,
hal ini sesuai denganPasal 28 UUD 1945.
Terkait dengan Hak Asasi Manusia (HAM) Anak disabilitas, hak
penyandang disabilitas merupakan bagian dari HAM secara umum yang
terdapat dalam instrumen-instrumen HAM internasional dan HAM
nasional. Di dalam DUHAM serta International Convenant on Civil and
Political Rights (ICCPR/Konvensi Hak Sipil dan Politik) dan International
Convenant on Economic Social and Culture Rights (ICESCR/Konvenan
Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya) yang sebagai instrumen yang utama
tidak ada satupun klausul kesetaraan dan yang secara eksplisit
menyebutkan disabilitas sebagai kategori yang dilindungi, hak yang diatur
hanya hak secara umum. Meskipun tidak mengatur secara tegas tentang
penyandang disabilitas namun DUHAM ditunjukkan sekerangka bagi
perlindungan atas hak-hak yang berada di dalamnya, termasuk hak bagi
penyandang disabilitas dan didalam Konvenan Hak Sipil dan Politik, pada
dasarnya sangat mendorong partisipasi dan kebebasan yang lebih besar
bagi semua individu dan golongan yang ada. Perlindungan terhadap
ICESCR pun dapat ditemukan dalam Standart Rules 40 dimana Standart
Rules ini sangatlah penting dan merupakan bimbingan yang berharga
untuk mengidentifikasi secara tepat apa yang menjadi kewajiban para
negara peserta. Pengertian hak ini selaras dengan Konvenan Hak Atas
Perlakuan Non Diskriminatif , yang dimana hak ini meliputi penghapusan
atas berbagai bentuk diskriminatif yang meliputi penyandang disabilitas
(Apriliana, 2017).

17
Mengenai hak anak sebagai korban kekerasan seksual diatur dalam
UndangUndang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana
AnakPasal 90 ayat (1) Selain hak yang Terkait dengan Hak Asasi Manusia
(HAM) Anak disabilitas, hak penyandang disabilitas merupakan bagian
dari HAM secara umum yang terdapat dalam instrumen-instrumen HAM
internasional dan HAM nasional. Di dalam DUHAM serta International
Convenant on Civil and Political Rights (ICCPR/Konvensi Hak Sipil dan
Politik) dan International Convenant on Economic Social and Culture
Rights (ICESCR/Konvenan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya) yang
sebagi intrumen yang utama tidak ada satupun klausul kesetaraan dan
yang secara eksplisit menyebutkan disabilitas sebagai kategori yang
dilingdungi, hak yang diatur hanya hak secara umum. Meskipun tidak
mengatur secara tegas tentang penyandang disabilitas namun DUHAM
ditunjukkan sekerangka bagi perlindungan atas hak-hak yang berada di
dalamnya, termasuk hak bagi penyandang disabilitas dan di dalam
Konvenan Hak Sipil dan Politik, pada dasarnya sangat mendorong
partisipasi dan kebebasan yang lebih besar bagi semua individu dan
golongan yang ada. Perlindungan terhadap ICESCR pun dapat ditemukan
dalam Standart Rules dimana Standart Rulesini sangatlah penting dan
merupakan bimbingan yang 41 berharga untuk mengidentifikasi secara
tepat apa yang menjadi kewajiban para negara peserta. Pengertian hak ini
selaras dengan Konvenan Hak Atas Perlakuan Non Diskriminatif , yang
dimana hak ini meliputi penghapusan atas berbagai bentuk diskriminatif
yang meliputi penyandang disabilitas (Apriliana, 2017). Hal ini telah
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89, Anak Korban dan Anak Saksi berhak atas.
a. Upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik di dalam lembaga
maupun di luar lembaga;
b. Jaminan keselamatan, baik fisik, mental, maupun sosial; dan
c. Kemudahan dalam mendapatkan informasi mengenai perkembangan
perkara. “

18
Anak penyandang disabilitas juga mempunyai hak untuk
mendapatkan perlindungan atas kekerasan seksual dan mendapatkan
perlakuan yang sama tanpa adanya diskriminasi seperti yang diamanatkan
dalam Pasal 143 huruf q dijelaskan bahwa “Setiap orang dilarang
menghalang-halangi dan/atau melarang Penyandang disabilitas untuk
mendapatkan: hak bebas dari Diskriminasi, penelantaran, penyiksaan, dan
eksploitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, yang dalam Pasal 26
dijelaskan “Hak bebas dari diskriminasi, penelantaran, penyiksaan, dan
eksploitasi untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:
a. Bersosialisasi dan berinteraksi dalam kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, dan bernegaratanpa rasa takut
b. mendapatkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan fisik, psikis,
ekonomi, dan seksual.
Apabila hak penyandang disabilitas tersebut terenggut oleh seseorang
maka orang tersebut akan dikenakan sanksi pidana sesuai dengan
ketentuan pidana dalam Pasal 145 yang menjelaskan “Setiap orang yang
menghalang-halangi dan/atau melarang penyandang disabilitas untuk
mendapatkan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 dipidana
dengan pidana pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling
banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Anak penyandang disabilitas juga mempunyai kedudukan yang sama
dengan anak lainnya, yaitu mempunyai hak untuk hidup, tumbuh dan
berkembang serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi karena dalam hal ini anak memiliki kedudukan yang lemah
dan rentan terhadap kekerasan termasuk didalamnya adalah anak
penyandang disabilitas yang seharusnya mendapatkan perlindungan secara
khusus. Adapun pengaturan mengenai perlindungan hukum bagi anak
diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Jo Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 angka 2 bahwa
“perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,

19
berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi”. (Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, Volume 2 Nomor 2 Oktober 2020)

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setiap penyandang disabilitas memiliki cara berkomunikasi dan
berinteraksi yang berbeda. Bagi penyandang disabilitas sensorik seperti
tuli dan tunanetra, komunikasi yang dilakukan dengan organ sensorik lain
yang masih berfungsi, misalnya tunanetra, mereka terbiasa mengandalkan
suara untuk mengidentifikasi subjek atau objek. Sedangkan penderita tuli
dan tunarungu menggunakan organ penglihatan untuk mengidentifikasi
suatu subjek atau objek.
B. Saran
Tentunya penulis menyadari jika dalam penyusunan makalah diatas masih
banyak kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Semoga dengan adanya
makalah tentang Endometriosis dalam mata kuliah Asuhan Pada Kasus
Kompleks, baik untuk penulis sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu
kami mengharap saran maupun kritikan yang membangun.

20
DAFTAR PUSTAKA
Akhsan, F., & Ramadhana, M. R. (2020). Motif Komunikasi Bermedia
padaPenyandang Disabilitas (Studi pada Penyandang Disabilitas Netra
yangMenggunakan Instagram) Communication. E-Proceeding of
Management, 7(2), 4533–4546.

Muhammad Chodzirin, Aksesibilitas Pendidikan Tinggi Bagi Penyandang


Disabilitas, dalam laporan penelitian individual IAIN Walisongo 2019

SOP Olga, B Konradu Jurusan Ilmu Komunikasi, 2019 - ejurnal.undana.ac.id


https://ejurnal.undana.ac.id/index/index.php/JIKOM/article/view/2060
Zulhasari Mustafa, “PROBLEMATIKA PEMAKNAAN TEKS SYARIAT DAN DINAMIKA
MASLAHAT KEMANUSIAAN,” Mazahibuna; Jurnal Perbandingan Mazhab 2, no. 1 (2020).

21

Anda mungkin juga menyukai