Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

BELAJAR DAN DISABLITAS


Disusun untuk memenuhi tugas kuliah
Mata kuliah : Perkembangan Peserta Didik
Dosen Pembimbing :
Bapak Imron Rosadi ,M.Pd.I

Disusun Oleh :
Kelompok 8
Lady Indi Lamik (222101020016)
Nazela Hidayah (221101020038)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KYAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
2023

KATA PENGANTAR

i
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat-Nya dan karunia-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun tema dari makalah ini
adalah “ Belajar dan Disabilitas”.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dosen mata kuliah Perkembangan Peserta Didik yang telah memberikan tugas terhadap kami.
Kami juga ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihk yang turut membantu dalam
pembuatan makalah ini.

Semoga dengan dibuatnya makalah ini menjadi bekal yang bermanfaat bagi pembaca,
khususnya bagi penulis, untuk memperoleh berbagai kemudahan dalam mempelajari mata
kuliah Perkembangan Peserta Didik Amin.

Walaupun demikian, penulis menyadari masih banyak kekurangan serta keterbatasan


dalam pembahasan makalah ini. Untuk itu saran, kritik serta koreksi sangat penulis harapkan
untuk memperoleh sebuah kesempurnaan di masa depan kelak. Kesempurnaan hanyalah
milik Allah SWT semata. Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca dan khususnya
bagi penulis dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.

Jember, 11 Oktober 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER MAKALAH..........................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang .......................................................................................1
B. Rumusan masalah....................................................................................1
C. Tujuan.....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................2
A. Disabilitas................................................................................................2
B. Jenis jenis Disabilitas..............................................................................6
C. Implikasi penanganan pendidikan terhadap penyandang disabilitas......7
BAB III PENUTUP..........................................................................................9
A. Kesimpulan ............................................................................................9
B. Saran .......................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................10

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Disabilitas merupakan sebuah istilah yang sedang trend belakangan ini topik atau
salah satu yang baru-baru ini dibahas berarti anak atau orang yang cacat atau cacat dan
tidak sempurna rupanya. Dalam hal ini penyandang disabilitas membutuhkan bantuan
untuk menunjang segala aktivitasnya, sehingga penyandang disabilitas merupakan orang
yang berkebutuhan khusus.
Disabilitas tidak bisa dianggap sekedar masalah kesehatan. Disabilitas merupakan
fenomena yang kompleks, mencerminkan interaksi antar objek seseorang dan masyarakat
di mana dia tinggal. Mengatasi kesulitan yang dihadapi penyandang disabilitas berarti
memerlukan intervensi yang dapat menghilangkan hambatan lingkungan dan kehidupan
sosial yang mereka hadapi.
Salah satu aspek disabilitas yang bermasalah adalah perspektifPenelitian sosial
berkaitan dengan analisis fungsional kesehatan dan penyakit. dijelaskan oleh Talcott
Parson (1951), penyakit ini sangat dekat penyimpangan sosial, karena hal ini mengancam
kinerja orang-orang “normal” dan, lebih jauh lagi, legitimasi orang-orang yang sakit. Hal
ini dilakukan untuk mencapai keseimbangan antara mengakui “ketidakmampuan” dan
mencegah insentif atau kesalahan yang menyimpang.
Disabilitas merupakan sebuah istilah yang sedang trend belakangan ini Jumlah anak
berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia meningkat setiap tahunnya.PBB
memperkirakan hal itu memiliki setidaknya 10 persen anak usia sekolah adalah orang
cacat. Berdasarkan Data dikumpulkan dari administrasi sekolah Kebijakan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan diungkapkan sejumlah institusi pendidikan Pendidikan
inklusif (SPPPI) menyediakan data 17.134 pada tingkat dasar. Satuan pengajaran Ini
mencakup sekitar 57.155 siswa kebutuhan khusus. Selain itu, ada juga Alokasi SPPPI
pada tingkat dasar tersedia di 511 Dinas/Kota.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud disabilitas?
2. Apa saja jenis jenis disabilitas?
3. Bagaimana penanganan pendidikan bagi penyandng disabilitas?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai disabilitas
2. Untuk mengetahui berbagai macam jenis disabilitas
3. Untuk mengetahui implikasi penanganan pendidikan bagi penyandang
disabilitas

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Disabilitas
Penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik,mental,
intelektual atau sensorik, dalam jangka waktu yang lama, kapan menghadapi berbagai
kendala yang dapat menghambat partisipasi hak-hak mereka yang penuh dan efektif
dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan lainnya1.
Selain penyandang disabilitas, terdapat juga anak-anak yang mengalami kesulitan
belajar.butuh pengobatan dan dukungan dari konseling islami, jadi mempunyai
kemampuan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, mempunyai kemampuan
beradaptasi dengan lingkungan dan dapat melakukan segala sesuatunya sendiri untuk
menjadi manusia
Setiap peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial
atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berhak mengikuti
pendidikan secara inklusif pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuannya (Permendiknas No 70 tahun 2009 pasal 3). Peserta didik yang
memiliki kelainan dan hambatan diantaranya tunanetra, tunarungu, tunawicara,
tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan
Disabilitas tidak bisa dianggap sekedar masalah kesehatan. Disabilitas adalah
fenomena yang kompleks, yang mencerminkan interaksi dari tubuh seseorang dengan
masyarakat tempat ia tinggal. Mengatasi kesulitan yang dialami orang yang
mengalami disabilitas berarti membutuhkan intervensi yang bisa menghilangkan
penghalang dengan lingkungan dan kehidupan sosial yang dihadapi
Dalam hal ini, kita harus memikirkan bagaimana cara memperlakukan
penyandang disabilitas, pendekatan ini akan diterapkan beradaptasi dengan kondisi
dan kesulitan yang dihadapi anak-anak ketika mereka masih kecil Penyandang cacat.
Glosarium disabilitas ini dimaksudkan untuk menyempurnakan terminologi dan
Meningkatkan kehormatan dan harkat dan martabat penyandang disabilitas, demi
kebermaknaan Istilah-istilah ini mempengaruhi asumsi, perspektif, dan paradigma
seseorang berpikir tentang penyandang disabilitas.

2. Jenis – Jenis Disabilitas


Sebagai suatu keterbatasan yang dimiliki seseorang, disabilitas dianggap
sebagai ketidaksempurnaan kapasitas sehingga mereka akan tergantung kepada orang
lain yang sempurna dan produktif. Menurut Rothschild (1970: 12), bahwa
keterbatasan itu meliputi pendekatan medis; pertama, kecacatan dianggap sebagai
suatu masalah di ringkat individu (tubuh-pikiran); kedua, kecacatan disetarakan
dengan individu yang memiliki kemampuan terbatas atau kekurangan lainnya; dan
ketiga, pengetahuan dan praktek medis yang menunjukkan suatu pilihan perawatan.
Dari perspektif sosial, diasbilitas merupakan suatu ketidakberfungsian.

1
Kemensekneg RI, Lembaran Negara RI Tahun 2011 Nomor 107, Lampiran UU RI Nomor 19 Tahun 2011
tentang convention on the Right of Person with Diasbilities ( konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas) Pasal
1, hlm.3

2
Disabilitas memiliki beberapa jenis dan bisa terjadi selama masa hidup
seseorang atau sejak orang tersebut terlahir ke dunia 2. Jenis-jenis disabilitas tersebut
diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Disabilitas Fisik
Disabilitas fisik merupakan gangguan pada tubuh yang membatasi fungsi
fisik salah satu anggota badan bahkan lebih atau kemampuan motorik
seseorang. Disabilitas fisik lainnya termasuk sebuah gangguan yang
membatasi sisi lain dari kehidupan sehari-hari. Misalnya saja gangguan
pernapasan dan juga epilepsy.
Dalam disabilitas fisik terdapat beberapa jenis lagi di dalamnya seperti
a. Tunadaksa.adalah seseorang yang mengalami ketidakmampuan
secara fisik untuk menjalankan kegiatan dalam hidup karena anggota
tubuh yang tidak lengkap atau tidak sepenuhnya berfungsi, geraknya
terbatas, dan mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas
sehari-hari.
b. Tunanetra, yakni seseorang yang memiliki hambatan dalam
penglihatan. Ada dua macam, yaitu tunanetra total, yang tidak dapat
melihat apapun, serta jenis gangguan penglihatan sedang (low
vision). Untuk jenis kedua ini, seseorang masih ada sisa penglihatan,
dan agar fungsi penglihatannya bertambah, perlu alat bantu
penglihatan khusus.
c. Tunarungu dan Tunawicara, yaitu seseorang yang mengalami
gangguan pendengaran, baik sebagian atau menyeluruh. Gangguan
ini biasanya berdampak pada hambatan bicara dan bahasa.
Penyandang tunarungu ringan masih dapat mendengar sedikit. Akan
tetapi, gangguan pendengaran yang berat dapat mengakibatkan
ketidakmampuan dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun
tertulis. Dampak lebih lanjut, para penyandang tunarungu dan wicara
biasanya menggunakan bahasa isyarat dalam berkomunikasi.

2. Disabilitas Mental
Disabilitas Mental Istilah disabilitas mental biasanya sering digunakan pada
anak-anak yang memiliki kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Akan
tetapi tidak hanya itu saja, disabilitas mental juga merupakan sebuah istilah
yang menggambarkan berbagai kondisi emosional dan mental. Gangguan
kejiwaan adalah istilah yang digunakan pada saat disabilitas mental secara
signifikan mengganggu kinerja aktivitas hidup yang besar, misalnya saja
seperti mengganggu belajar, berkomunikasi dan bekerja serta lain
sebagainya.
Dalam disabilitas mental juga terdapat jenis disabilitas lainnya seperti.
a. Tunalaras, yaitu seseorang yang memiliki masalah atau hambatan
dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Ciri-ciri dari
2
Mubasyaroh, M. (2015). PENDIDIKAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS DAN ANAK
BERKESULITAN BELAJAR; ANALISIS PENANGANAN BERBASIS BIMBINGAN KONSELING
ISLAM. ELEMENTARY: Islamic Teacher Journal, 3(2). Halaman 5

3
tunalaras adalah berperilaku menyimpang dari norma atau aturan,
bersikap membangkang, mudah marah serta bertindak kasar.
b. Hiperaktivitas, yaitu suatu kondisi di mana seseorang mengalami
gangguan perhatian, pengendalian diri, emosi, dan perilaku. Ciri-ciri
seseorang yang hiperaktif adalah tidak bisa tenang, tidak kenal lelah,
tidak sabar, terlihat tidak bertanggung jawab, dan sering
menghabiskan waktu mengerjakan sesuatu yang menarik bagi
dirinya.
c. Autis adalah seseorang dengan gangguan perkembangan saraf yang
dapat mempengaruhi kemampuan dalam berkomunikasi, berinteraksi
sosial, dan berperilaku. Ciri-ciri seseorang dengan kondisi autis
adalah menghindari tatapan mata orang lain, mengalami kesulitan
dalam berteman, mengalami gangguan berbicara, melakukan gerakan
yang berulang-ulang, serta sering mengulangi kata-kata orang lain
(membeo).

3. Disabilitas Intelektual
Disabilitas intelektual merupakan suatu pengertian yang sangat luas
mencakup berbagai kekurangan intelektual, diantaranya juga adalah
keterbelakangan mental. Sebagai contohnya adalah seorang anak yang
mengalami ketidakmampuan dalam belajar. Dan disabilitas intelektual ini
bisa muncul pada seseorang dengan usia berapa pun.
4. Disabilitas Sensorik
Disabilitas Sensorik Disabilitas sensorik merupakan gangguan yang terjadi
pada salah satu indera. Istilah ini biasanya digunakan terutama pada
penyandang disabilitas yang mengacu pada gangguan pendengaran,
penglihatan dan indera lainnya juga bisa terganggu.
5. Disabilitas Perkembangan
Disabilitas perkembangan merupakan suatu disabilitas yang menyebabkan
suatu masalah dengan pertumbuhan dan juga perkembangan tubuh.
Meskipun istilah disabilitas perkembangan sering digunakan sebagai
ungkapan halus untuk disabilitas intelektual, itilah tersebut juga mencakup
berbagai kondisi kesehatan bawaan yang tidak mempunyai komponen
intelektual atau mental, contohnya spina bifida.

3. Disabilitas dan Kesulitan Belajar

Pada dasarnya, penyandang disabilitas membutuhkan intervensi agar bisa


menjalankan hidup yang normal dan layak serta menjalankan fungsinya sebagai
anggota masyarakat. Namun di sisi lain mereka juga ingin diperlakukan sebagai
individu yang setara dan mandiri, tanpa harus mengundang belas kasihan yang
berlebihan3.

3
Rofiah, N. H. (2015). Proses identifikasi: Mengenal anak kesulitan belajar tipe disleksia bagi
guru sekolah dasar. disabilitas, 2(1), 109-124.hal,2

4
Dalam hal pendidikan, penyandang disabilitas juga memerlukan bantuan maupun
intervensi orang lain, agar dapat mengikuti pendidikan sebagaimana orang lain yang
tidak mengalami kesulitan. Pemerintah sebenarnya sudah sejak lama memiliki
pegangan hukum dalam memperhatikan kesejahteraan dan kesetaraan bagi
penyandang disabilitas, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
1997 Mengenai Penyandang Disabilitas, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
19 Tahun 2011 mengenai Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang
Disabilitas , sehingga tidak ada lagi alasan untuk menunda.Bagaimanapun, kami
memahami bahwa pemenuhan cita-cita mulia tersebut adalah sebuah proses yang
membutuhkan waktu dan peran serta masyarakat. Kita semua harus lebih proaktif
bertindak dan menyuarakan aspirasi untuk mendukung kehidupan penyandang
disabilitas. Dalam hal ini penyandang diasbilitas dan anak yang berkesulitan belajar
akan coba ditangani, sehingga dengan perlakuan yang sama diharapkan akan
memperoleh kesetaraan dalam pendidikan yang ditempuhnya4.
kesulitan belajar merupakan terjemahan dari istilah learning disability. Kesulitan
belajar merupakan suatu konsep multidisipliner yang digunakan di lapangan ilmu
pendidikan, psikologi maupun ilmu kedokteran. Aktivitas belajar bagi setiap individu
tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar, kadang-kadang lamban
kadangkadang tidak demikian kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap anak
didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan aktivitas belajar. Kesulitan
belajar merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah. Ketidak mampuan
dalam belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda dengan orang yang
tidak mengalami kesulitan belajar
Munculnya kesulitan belajar, dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang datang dari
dalam maupun dari luar individu yang bersangkutan. Adapun penyebab kesulitan
belajar (learning diasbilities) terdiri dari dua faktor, yaitu; faktor internal yaitu
kemungkinan adnya disfungsi neurologis, sedangkan penyebab utama problema
belajar ( learning problems) adlah faktor eksternal, antara lain berupa strategi
pembelajaran yang keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan
motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan (reinforcement) yang tidak
tepat.
Dalam hal ini disfungsi neurologis juga dapat menyebabkan tunagrahita dan
gangguan emosional. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kesulitan belajar
antara lain; faktor genetik, luka pada otak karena trauma fisik atau karena kekurangan
oksigen, biokimia yang hilang, biokimia yang dapat merusak otak (misalnya zat
pewarna pada makanan, pencemaran lingkungan, gizi yang tidak memadai, serta
pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan perkembangan anak.
(Abdurrahman, 2012: 8).

4. Implikasi penanganan pendidikan terhadap penyandang disabilitas

4
Rofiah, N. H. (2015). Proses identifikasi: Mengenal anak kesulitan belajar tipe disleksia bagi
guru sekolah dasar. disabilitas, 2(1), 109-124. Hal.7

5
Penanganan anak berkebutuhan khusus dapat diberikan dengan melakukan diagnosa
terlebih dahulu bagi para klien. Menurut Samuel A. Kirk (1986: 265) prosedur
diagnosis mencakup lima langkah yaitu:
1. Menentukan potensi atau kapasitas anak,
2. Menentukan taraf kemampuan dalam suatu bidang studi yang memerlukan
pengajaran remedial,
3. Menentukan gejala kegagalan dalam suatu bidang studi,
4. Menganalisis faktor-faktor yang terakit serta
2. Menyusun rekomendasi untuk pengajaran remedial.
Disamping itu menurut Abdurrahman (2012: 14-15), terdapat tujuh langkah atau
prosedur diagnosis yaitu:
1) Identifikasi,
guru yang ingin mengadakan program remediasi hendaknya menentukan
anak-anak yang memerlukan pelayanan remedial. Identifikasi dapat
dilakukan dengan memperhatikan laporan guru kelas atau catatan
sebelumnya, hasil tes intelegensi yang dilakukan secara massal, individual
maupun instrumen informal.
2) Menentukan Prioritas,
tidak semua anak yang oleh sekolah dinyatakan sebagai berkesulitan belajar
memerlukan remediasi. Sehingga perlu menentukan prioritas, anak mana
yang diperkirakan dapat diberi pelayanan pengajaran remedial oleh guru
kelas serta anak mana yang perlu mendapat remedial secara khusus.
3) Menentukan Potensi
potensi anak dapat ditentukan dengan tes intelegensi. Jika dari tes tersebut,
hasil scor IQ 70 ke bawah, maka anak ini dapat digolongkan anak
tunagrahita. Anak dengan penyandang tunagrahita, tidak dapat dibimbing di
sekolah biasa, tetapi diberi bimbingan secara khusus.
4) Menentukan Penguasaan Bidang Studi
yang Perlu Remediasi Salah satu karakteristik anak berkesulitan belajar
adalah prestasi belajar yang jauh dari kapasitas intelegensinya. Oleh karena
itu guru remedial perlu memiliki data tentang prestasi belajar anak dan
membandingkan prestasi belajar tersebut dengan taraf intelegensinya.
5) Menentukan Gejala Kesulitan,
pada langkah ini guru remedial perlu melakukan observasi dan analisis cara
anak belajar. cara anak mempelajari suatu bidang studi sering dapat
memberikan informasi diagnostik tentang sumber penyebab yang orisinal
dari suatu kesulitan.
6) Analisis berbagai Gejala yang Terkait,
pada langkah ini guru 260 Mubasyaroh Pendidikan Bagi Penyandang
Disabilitas dan Anak Berkesulitan Belajar melakukan analisis terhadap hasil-
hasil pemeriksaan ahli-ahli lain seperti psikolog, dokter, konselot dan pekerja
sosial. Ini berarti bahwa seorang guru perlu memiliki pengetahuan dasar
tentang berbagai bidang ilmu yang terkait.
7) Menyusun Rekomendasi untuk Remediasi,

6
berdasarkan hasil diagnosis yang secara cermat ditegakkan, guru dapat
menyusun suatu rekomendasi penyelenggaraan program pengajaran remedial
bagi anak berkesulitan belajar.
Selain langkah-langkah tersebut, diagnosis harus dilakukan secara berkesinambungan
untuk memperbaiki atau meningkatkan efektifitas dan efisiensi program pengajaran
remidial.
A. Penanganan pendidik terhadap penyandang disabilitas di sekolah
Cara menangani anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah ini bisa diterapkan
oleh guru baik di sekolah inklusi, maupun di SLB. Cara ini dapat dilakukan supaya
pembelajaran efektif dan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak. Anak
berkebutuhan khusus merupakan anak yang mengalami hambatan seperti sensoris,
motorik, intelektual, perilaku dan emosi, dll sehingga memerlukan adanya layanan
khusus untuk mengembangkan potensinya. ABK didalamnya termasuk tunanetra,
tunagrahita, tunarungu, tunadaksa, autis, ABBS, tunalaras, hingga anak cerdas
istimewa. Banyak orang menyebut anak berkebutuhan khusus dengan disabilitas
ataupun difabel.
Cara pendidik menangani Anak penyandang disabilitas di sekolah:
1. Melakukan identifikasi dan asesmen
Cara guru menangani anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi ataupun SLB
yakni dengan melakukan identifikasi dan asesmen. Asesmen sendiri merupakan
kegiatan untuk menemukenali anak. Tujuan asesmen yakni untuk melihat kondisi,
karakteristik anak, hingga kemampuan awal anak untuk nantinya menjadi dasar
pembuatan program pembelajaran yang sesuai.
2. Menyusun program pembelajaran individual (PPI) dan RPS
Setelah mengetahui kemampuan awal anak melalui kegiatan identifikasi dan
asesmen, maka selanjutnya adalah menyusun program pembelajaran. Program ini
bisa disusun dalam wujud PPI maupun RPP.
PPI atau program pembelajaran individual merupakan program pembelajaran
yang didesain untuk individu. Sedangkan RPP adalah program yang dirancang
untuk satu kelas yang didalamnya memuat kopetensi, materi, metode, bahan ajar,
hingga evaluasi.
3. Pemilihan metode pembelajaran yang sesuai
Dalam menangani ABK atau anak berkebutuhan khusus, seorang guru harus bisa
memilih metode yang tepat. Nah metode untuk mengajar ABK ini akan lebih
efektif bila menggunakan metode dimana anak dapat mencoba secara langsung
atau mengalami pengalaman langsung.
Contoh metode yang bisa digunakan untuk ABK misalnya drill (latihan
berulang), eksperimen, demonstrasi, praktek, karya wisata, dll.
4. Pilih materi akademik fungsional
Sebaiknya dalam mendidik anak berkebutuhan khusus menggunakan meteri
akademik fungsional. Maksudnya adalah materi tersebut dapat diterapkan anak
dalam kehidupan sehari-hari. Materi akademik fungsional tersebut contohnya
penggunaan mata uang, mengenal waktu (jam), dll
5. Ajarkan keterampilan kompensatoris

7
Keterampilan kompensatoris merupakan kemampuan yang khusus diberikan pada
anak berkebutuhan khusus sesuai kebutuhannya. Misalnya keterampilan
kompensatoris untuk tunanetra yakni orintasi dan mobilitas, tunarugu yakni bina
persepsi bunyi dan irama, tunagrahita yakni bina diri, tunadaksa yakni bina gerak,
autis yakni bisa komunikasi, dll.
6. Bangun kedekatan dengan anak
Membangun kedekatan sangat penting dalam mendidik ABK, supaya anak
menjadi nyaman dalam belajar. Sehingga apa yang dipelajari lebih mudah diserap
anak.
7. Gunakan media dalam mengajar
Media merupakan hal yang penting dalam mengajar ABK. Dengan menggunakan
media bisa membuat siswa memahami materi dengan mudah. Media juga
memungkinkan anak mengalami pembelajaran dengan lebih nyata, jadi anak tidak
sekedar membayangkan.
8. Gunakan analisis tugas atau task analysis
Analisis tugas atau task analysis merupakan pemecahan suatu kegiatan besar
menjadi kegiatan kecil-kecil supaya anak lebih mudah dalam mempelajari
sesuatu. Dalam menangani ABK sangat cocok menggunakan analisis tugas.
Contonya yakni dalam mengajarkan sikat gigi pada anak bisa dimulai dari
mengambil alat, kemudian menaruh pasta gigi ke sikat gigi, hingga
menggosokkan di gigi dengan baik. Bila langkah satu belum dikuasai jangan
dilanjutkan ke langkah yang lebih rumit.
9. Terapkan reward dan punishment
Cara guru menangani anak berkebutuhan khusus selanjutnya yakni terapkan
reward (hadiah) dan punishment (hukuman). Dengan menerapkan cara tersebut
supaya anak memahami apa yang salah atau tidak dilakukan karena terdapat
berefek buruk, dan apa yang bagus dilakukan karena dapat berefek baik.
10. Latih dan ajari dengan sabar
Kesabaran perlu ditanamkan dalam diri seorang pendidik dalam mengajar ABK.
Karena tidak semua yang diajarkan dapat diserap dengan cepat sehingga
membutuhkan kesabaran yang tinggi.
11. Hindari ekspektasi yang terlalu tinggi
Seorang guru dalam mendidik ABK mempunyai ekspektasi boleh, namun
ekspektasi tersebut jangan terlalu tinggi. Ekspektasi yang terlalu tinggi bukannya
membuat guru lebih produktif, namun bisa malah membuat seorang guru
terbebani atau tidak maksimal karena materi yang telah dirancang malah tidak
kunjung dikuasai siswa.
12. Ulangi dan ulangi
Prinsip selanjutnya adalah ulangi dan ulangi agar materi yang telah dikuasai dan
dipahami anak dapat dipindah ke dalam ingatan jangka panjang di otak.

B. Peran Orangtua terhadap pendidikan Anak penyandang disabilitas


Saat mengetahui adanya keadaan disabilitas pada anaknya, orang tua, baik ayah
maupun ibu, rentan mengalami kegelisahan yang mendalam. Berbagai pertanyaan
muncul dalam dirinya, mengapa hal itu bisa terjadi dan bagaimana cara mengasuh

8
serta menangani masalah-masalahnya. Namun keadaan tersebut tidak boleh dibiarkan
terlalu lama.

Demi optimalisasi perkembangan anaknya, orang tua harus segera mampu


beradaptasi dengan keadaaan tersebut. Mereka harus segera mampu mengelola
hatinya untuk menerima takdir Allah swt. tentang keadaan anaknya, berusaha
menghadapi dengan tabah, dan berusaha membantu perkembangan anaknya menuju
kemandirian. Tidak kalah penting, anak dengan disabilitas memiliki hak yang sama
dengan anak-anak lain untuk tumbuh, berkembang, dan mengaktualisasikan potensi
yang dimilikinya (Undang-Undang Nomor 8 tahun 2026 tentang Penyandang
Disabilitas)5.

Orang tua dengan dibantu oleh keluarga dekatnya perlu segera membuka wawasan
diri dan mencari informasi kepada para ahli atau pihak yang berpengalaman tentang
cara pengasuhan anak dengan disabilitas agar mencapai perkembangan yang
maksimal. Hendaknya para orang tua tidak berputus asa dan tidak berlepas diri dari
rahmat Allah swt. Pasalnya, banyak contoh yang dapat diamati di masyarakat tentang
orang-orang dengan disabilitas yang berkembang dengan baik serta berhasil dalam
hidupnya.

Kita dapat menarik pelajaran dari event besar Asian Para Games yang menampilkan
prestasi hebat dari para penyandang disabilitas dalam berbagai macam bidang
olahraga. Prestasi tersebut tentu tidak terlepas dari adanya ketegaran dan usaha yang
sungguh-sungguh dari orang tua mereka.

a. Prinsip Dasar Pengasuhan Anak dengan Disabilitas

Dalam perjalanan proses pengasuhan anak dengan disabilitas tersebut,


orang tua dan anak sebenarnya sama-sama berada dalam proses belajar.
Pasalnya, meskipun orang tua mungkin sudah pernah mengasuh dan
membesarkan anak yang lain, mereka akan selalu menemukan hal baru pada
keadaan disabilitas yang akan mendorongnya untuk terus mencoba dan
mempelajari cara yang tepat dalam pengasuhan tersebut. Untuk itu, ada 5
(lima) prinsip dasar pengasuhan anak yang dapat dijadikan acuan untuk
mendampingi anak disabilitas.

a) Memenuhi kebutuhan psikologis anak.

Sebenarnya, kebutuhan psikologis anak disabilitas sama dengan anak-


anak yang normal, yaitu kebutuhan merasa dicintai dan mencintai, diterima
dan menerima, dihargai dan menghargai, serta kebutuhan psikologis yang
lain. Meskipun demikian, kadar kebutuhan tersebut relatif lebih tinggi
5
Normasari, E., Fitrianawati, M., & Rofiah, N. H. (2021). Akseptabilitas Orang Tua Terhadap
Anak Berkebutuhan Khusus di Kota Yogyakarta (Studi Kasus Pada Lembaga Federasi
Komunikasi Keluarga Penyandang Disabilitas). Hal.3

9
karena anak dengan disabilitas memiliki emosi yang lebih sensitif. Hal ini
menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan tersebut membutuhkan
kesabaran dan perjuangan yang lebih dari orang tua atau pengasuh yang
terkait. Anak-anak dengan disabilitas juga membutuhkan perasaan gembira
agar mereka terdorong untuk memiliki motivasi dalam hidup. Bergurau
bersama atau piknik bersama keluarga merupakan cara memperoleh rasa
gembira itu.

b) Mengarahkan, mendampingi, dan menjaga keamanan anak.

Kondisi disabilitas memiliki kerentanan yang lebih tinggi dari sisi


keamanan dibandingkan anak dengan kondisi normal. Oleh karena itu,
mereka memerlukan pendampingan dan penjagaan agar dapat terhindar dari
cedera ataupun ancaman keamanan yang lain. Namun dalam perkembangan
selanjutnya, proses pendampingan anak perlu diarahkan untuk melatih anak
agar mampu menjaga dirinya sendiri.

c) Membentuk rasa percaya diri pada anak.

Rasa percaya diri merupakan modal untuk mencapai kemandirian. Anak


dengan disabilitas memerlukan daya kemandirian lebih dari anak biasa
karena kondisi mereka mendorong untuk tergantung kepada orang lain.
Oleh karena itu, orang tua perlu sering mendengarkan dan merespons
pembicaraan dan pendapat anaknya, serta memberi kesempatan anak
melakukan sendiri hal-hal terkait keperluan pribadinya, sepanjang anak
mampu dan tidak mengancam keselamatan dirinya. Orang tua juga perlu
sering memberikan apresiasi pada tiap keberhasilan yang telah diperoleh
anak. Di samping itu, orang tua perlu membawa dan mendorong anak untuk
bergaul dan bermain dengan anak-anak normal seusia di lingkungannya
semenjak usia dini, khususnya ketika persepsi tentang perbedaan yang ada
belum terbentuk pada anak-anak.

d) Memberikan kemampuan anak untuk berkembang sesuai dengan potensinya


(lihat Branka Starc dalam Growing Up Together Plus. UNICEF).

Anak-anak dengan disabilitas memerlukan suatu kemampuan untuk


mengembangkan dan mewujudkan potensinya sehingga mereka memiliki
modal kemandirian. Untuk itu, orang tua perlu memberikan kesempatan
pada anak serta memfasilitasinya dengan hal-hal atau peralatan yang dapat
mendukung kemampuan agar ia dapat mengekspresikan kemampuannya.
Bagi anak yang sudah usia sekolah, orang tua dapat bekerja sama dengan
pihak sekolah. Anak dengan disabilitas yang kondisi kemampuannya dapat
digabungkan dengan sekolah umum, sebaiknya memang bersekolah di
sekolah umum tersebut. Orang tua perlu memberi informasi kepada sekolah
tentang kondisi anak serta kemampuan yang dimilikinya serta sering
berkomunikasi tentang perkembangan anaknya. Selanjutnya, orang tua
perlu mengajak anaknya untuk berkunjung kepada tempat atau orang yang
memiliki jenis disabilitas yang sama dan telah memiliki keberhasilan

10
tentang suatu keahlian agar anak dapat belajar dari tempat maupun orang
tersebut.

e) Mengembangkan religiusitas anak.

Religiusitas atau rasa keagamaan merupakan potensi manusia yang perlu


mendapat kesempatan untuk dikembangkan. Bagi anak disabilitas yang
beragama Islam, religiusitas perlu dikembangkan dan dibiasakan semenjak
usia dini, baik dari segi akidah, ibadah, muamalah, maupun akhlaknya.
Setelah sampai pada masa anak sadar akan kondisi diri yang berbeda dari
anak normal, keyakinan akan adanya takdir akan membantunya untuk
menerima dengan ikhlas kondisi dirinya. Hal lain yang perlu mendapat
perhatian adalah ajaran Islam yang terkait dengan kehidupan sebagai laki-
laki dan perempuan. Untuk usia menjelang remaja, perlu diberikan
bimbingan masalah menstruasi dan mimpi basah, serta cara membersihkan
dan mensucikannya. Demikian juga tentang pergaulan antara laki-laki dan
perempuan.

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik,mental,
intelektual atau sensorik, dalam jangka waktu yang lama, kapan menghadapi berbagai
kendala yang dapat menghambat partisipasi hak-hak mereka yang penuh dan efektif
dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan lainnya6.
Selain penyandang disabilitas, terdapat juga anak-anak yang mengalami
kesulitan belajar.butuh pengobatan dan dukungan dari konseling islami, jadi
mempunyai kemampuan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, mempunyai
kemampuan beradaptasi dengan lingkungan dan dapat melakukan segala sesuatunya
sendiri untuk menjadi manusia.
Cara menangani anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah ini bisa
diterapkan oleh guru baik di sekolah inklusi, maupun di SLB. Cara ini dapat
dilakukan supaya pembelajaran efektif dan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
6
Kemensekneg RI, Lembaran Negara RI Tahun 2011 Nomor 107, Lampiran UU RI Nomor 19 Tahun 2011
tentang convention on the Right of Person with Diasbilities ( konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas) Pasal
1, hlm.3

11
anak. Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang mengalami hambatan seperti
sensoris, motorik, intelektual, perilaku dan emosi, dll sehingga memerlukan adanya
layanan khusus untuk mengembangkan potensinya. ABK didalamnya termasuk
tunanetra, tunagrahita, tunarungu, tunadaksa, autis, ABBS, tunalaras, hingga anak
cerdas istimewa. Banyak orang menyebut anak berkebutuhan khusus dengan
disabilitas ataupun difabel.
Demi optimalisasi perkembangan anaknya, orang tua harus segera mampu
beradaptasi dengan keadaaan tersebut. Mereka harus segera mampu mengelola
hatinya untuk menerima takdir Allah swt. tentang keadaan anaknya, berusaha
menghadapi dengan tabah, dan berusaha membantu perkembangan anaknya menuju
kemandirian. Tidak kalah penting, anak dengan disabilitas memiliki hak yang sama
dengan anak-anak lain untuk tumbuh, berkembang, dan mengaktualisasikan potensi
yang dimilikinya (Undang-Undang Nomor 8 tahun 2026 tentang Penyandang
Disabilitas).

B. SARAN
Dari makalah ini, terdapat beberapa hal yang dapat kita ambil pelajarannya,
seperti yang disampaikan penulis di atas. Dengan adanya makalah ini penulis
memohon kritik dan sarannya juga berharap bagi pembaca mengambil hal-hal baik
yang sudah disampaikan penulis di atas

12
DAFTAR PUSTAKA

Mubasyaroh, M. (2015). PENDIDIKAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS DAN ANAK


BERKESULITAN BELAJAR; ANALISIS PENANGANAN BERBASIS BIMBINGAN KONSELING
ISLAM. ELEMENTARY: Islamic Teacher Journal, 3(2).
Usop, Dwi Sari, Suniati Suniati, and Dina Fariza Tryani Syarif. "Aspek Kognitif Penyandang
Disabilitas: Cognitive Aspects of Persons with Disabilities." Pedagogik: Jurnal Pendidikan 14.1
(2019): 1-17.
Rofiah, N. H. (2015). Proses identifikasi: Mengenal anak kesulitan belajar tipe disleksia bagi
guru sekolah dasar. disabilitas, 2(1), 109-124.
Fadillah, M. K. Dukungan Sosial Terhadap Anak Dengan Disabilitas Lamban Belajar Di SMA
Almubarak Pondok Aren Kota Tangerang Selatan (Bachelor's thesis, Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta).
Wati, N. W., & Wati, N. W. (2018). Peran Guru Pada Siswa Disabilitas di Sekolah Luar Biasa
Kota Surabaya. BioKultur VII, (1), 72-87.
Normasari, E., Fitrianawati, M., & Rofiah, N. H. (2021). Akseptabilitas Orang Tua Terhadap
Anak Berkebutuhan Khusus di Kota Yogyakarta (Studi Kasus Pada Lembaga Federasi
Komunikasi Keluarga Penyandang Disabilitas). WASIS: Jurnal Ilmiah Pendidikan, 2(2), 133-
139.

13

Anda mungkin juga menyukai