Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Pembelajaran PAI Inklusif yang diampu oleh:
Dr.Yayah Nurmaliyah, MA
oleh
oleh
Kelompok 7
Kautsar Barkah 11170110000027
Atma Faizahturrahmah 11170110000028
M. Kodri Kostolani 11170110000059
Lilis Hapipah 11170110000039
Kelompok 7
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 12
B. Saran ..................................................................................................... 12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sejalan dengan itu, pada tahun 1989 konvensi dunia tentang hak anak dan
konferensi dunia tentang pendidikan tahun 1991 di Bangkok, dilaksanakan yang
kemudian menghasilkan deklarasi ‘Education for All. Kemudian, pemerintah
republik Indonesia sendiri, sejak awal tahun 2000 mengembangkan program
pendidikan inklusif.
Ada banyak jenis kondisi siswa dan siswi yang telah diciptakan oleh Yang
Maha Kuasa, yang turut memberikan warna pada dunia pendidikan. Salah satu
diantara nya adalah kondisi siswa/i yang tergolong dalam tuna daksa. Kesemua
nya dari mereka butuh pengajaran atau treatment khusus dalam proses belajar.
Disini sekolah dan guru berperan penting dalam memberikan edukasi pada
mereka. Lalu, bagaimana cara pengajaran tersebut dan bagaimana karakter anak
yang tergolong tuna daksa tersebut akan dibahas pada makalah ini.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pengertian tuna daksa ?
2. Bagaimana klasifikasi/karakteristik tuna daksa ?
3. Bagaimana layanan tuna daksa ?
4. Bagaimana metode dan media pembelajaran tuna daksa ?
1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian tuna daksa
2. Untuk mengetahui klasifikasi/karakteristik tuna daksa
3. Untuk mengetahui layanan tuna daksa
4. Untuk mengetahui metode dan media pembelajaran tuna daksa
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
www.kbbi.web.id, diakses pada 01/04/2020 pukul 18.05 WIB
2
Mumpuniarti, Pendidikan Anak Tuna Daksa, (Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Luar
Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, 2001), hal. 32
3
Sutjihati Somantri,Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2007),
hal. 121
3
atau permasalahan yang dihadapi oleh mereka. Permasalahan ini terbagi
menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi
keadan jasmani penyandang tuna daksa itu sendiri yang membuatnya terbatas
dalam melakukan aktivitas, keadaan mental nya yang mungkin menjadi
pesimis karena dipandang sebelah mata, status ekonomi yang akan
dihadapinya, serta kedudukan atau peran yang akan diperoleh dari penyandang
tuna daksa di masyarakat. Adapun faktor eksternal nya adalah sulitya
mendapat fasilitas umum, adanya rasa malu pada keluarga karena memiliki
anak yang tuna daksa, serta akan dipandang sebagai beban masyarakat apabila
penyandang tuna daksa tersebut belum bisa berdiri sendiri dan selalu
bergantung pada orang lain.
Tuna Daksa juga dapat dipahami sebagai “Children with physical
disabilities or other health impairments are those whose physical limitations
or health problems interfere with school attendance or learning to such an
extent that special services, training, equipment, materials, or facilities are
require”.4 Pendapat tersebut menjelaskan bahwa anak yang memiliki kelainan
fisik atau gangguan kesehatan lainnya adalah mereka yang memiliki
keterbatasan fisik atau masalah kesehatan yang mengganggu sekolah atau
belajarnya sehingga perlu adanya layanan ,latihan, perlengkapan, bahan, atau
fasilitas khusus.
Sehingga dapat disimpulkan bahawa tuna daksa adalah anak atau
seseorang yang memiliki kelainan pada tubuhnya yang bukan termasuk panca
indra atau keterbatasan fungsi pada fisiknya , baik bawaan dari lahir atau
ditimbulkan karena suatu penyakit atau kecelakaan.
4
Hallahan, Kauffma, dan Pullen, Exceptional Learners : An Introduction to Special
Education,( USA : Pearson, 2009),p.495
4
B. Klasifikasi/Karakteristik Tuna Daksa
Klasifikasi tuna daksa dilihat dari sistem kelainannya yaitu:
1. Karakteristik akademik
Penyandang tuna daksa yang mengalami kelainan pada sistem otot dan
rangka adalah normal sehingga dapat mengikuti pelajaran sama dengan individu
normal, sedangkan penyandang tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem
cerebral, tingkat kecerdasannya berentang mulai dari tingkat idiocy sampai
dengan gifted.
5
Jurnal SPIRITS, Vol.5, No.1, 2014, h. 51
5
Karakteristik fisik atau kesehatan penyandang tunadaksa biasanya selain
mengalami cacat tubuh adalah kecenderungan mengalami gangguan lain,
seperti sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan, dan gangguan
bicara. Kelainan tambahan itu banyak ditemukan pada penyandang tuna daksa
sistem cerebral.6
6
Jurnal SPIRITS, Vol.5, No.1, 2014, h. 51-52
7
Bilqis. Lebih Dekat Dengan Anak Tuna Daksa. (Yogyakarta: Familia) 2012. Hal.17
8
ibid
6
melibatkan berbagai ahli terkait secara terpadu dalam rangka mengoptimalkan
memampuan yang dimiliki oleh anak. Beberapa ahli terkait memberikan layanan
rehabilitasi adalah ahli medis (dokter), dokter tulang, dokter syaraf, ahli
pendidikan, psikolog, pekerja sosial, konselor, ahli fisioterapi, ahli terapi okupasi,
ahli pendidikan khusus. Dalam program rehabilitasi dikenal empat stadium, yaitu
pertama, stadium akut antara 0 – 6 sejak menderita. Pada stadium ini merupakan
stadium “survival”, berjuang untuk bertahan hidup. Kedua, stadium sub acut: 6 –
12 minggu, merupakan stadium perawatan rutin, pemberian fisioterapi dan terapi
okupasi agar perkembangan otot dapat pulih dan tumbuh walaupun minimal.
Ketiga, stadium mandiri; pada stadium ini anak lebih diarahkan untuk
memperoleh keterampilan kerja untuk kehidupan mendatang. Keempat, stadium
“after care”; pada stadium ini anak dipersipkan kembali ke rumah atau ke sekolah
untuk mengikuti program pendidikan selanjutnya.
b.ProgramPendidikanSekolah
Program pendidikan sekolah bagai mereka yang tidak mengalami kelainan
mental relatif sama dengan anak normal, hanya bina gerak masih terus
dikembangkan melalui fisioterapi dan terapi okupasi, utamanya untuk perbaikan
motoriknya. Orientasi pembelajaran juga lebih bersifat individu, walaupun dapat
juga secara klasikal. Bagi anak cerebral palcy, binagerak masih terus diupayakan
agar anak memperoleh perkembangan yang optimal.
7
pilihan dan membantu orang tua dalam mengambil keputusan dalam memahami
anaknya pada kebutuhan sehari-hari.9
8
waktu yang cukup banyak, sehingga alokasi waktu yang digunakan
dalam pembelajaran tidak cukup untuk mencapai kompetensi yang
ditargetkan.
3) Kemudahan
Media pembelajaran yang digunakan atau dikembangkan guru dalam
pembelajaran bagi peserta didik tunadaksa, mudah dalam memperoleh
bahan-bahan yang digunakan, atau mudah dalam proses
pembuatannya.
4) Ketertarikan
Media pembelajaran yang digunakan atau dikembangkan guru dalam
pembelajaran bagi peserta didik tunadaksa, harus dapat meningkatkan
minat belajar bagi peserta didik tunadaksa.
5) Keamanan
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan media pembelajaran
harus bahan-bahan yang aman bagi peserta didik tunadaksa. Hal ini
mengingat bahwa peserta didik tunadaksa terkadang belum memiliki
kemampuan untuk menganalisis mana bahan yang berbahaya dan
mana bahan yang aman apabila mereka menyentuhnya atau bahkan
memakannya.11
2. Metode Pembelajaran Tuna Daksa
a. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah penerangan atau penuturan secara lisan
oleh guru terhadap kelas Metode ini menjadi metode yang dominan
dalam pembelajaran karena banyak digunakan oleh guru sejak dulu
sampai sekarang dan merupakan metode yang sangat mudah
diaksanakan.Penggunaan metode ceramah yang berlebihan dapat
membuat peserta didik cepat merasa bosan dan kurang menarik
perhatian, sehingga harus disesuaikan dengan kondisi pembelajaran.
Kondisi pembelajaran yang sesuai untuk penggunaan metode ceramah
di antaranya adalah apabila ukuran kelas besar dengan bnayak peserta
11
Ibid.
9
didik dan materi yang disampaikan masih sulit untuk ditemui pada
buku pedoman peserta didik. Pada upaya menanamkan pendidikan
akhlak pada pembelajaran, metode ceramah lebih banyak digunakan
karena mudah disesuaikan dengan materi pelajaran.12
b. Metode Tanya Jawab
Metode Tanya jawab adalah metode yang lebih banyak
menggunakan interaksi tanya jawab antara guru dengan siswa dalam
proses pembelajarannya. Pada penerapan metode ini pertanyaan
berasal dari guru untuk megukur pemahan siswa atau berasal dari
siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahami. Secara umum
tujuan penggunaan metode tanya jawab ini.13
c. Metode Demonstrasi
Metode demontrasi adalah suatu metode mengajar dimana seorang
guru atau orang lain yang sengaja diminta atau murid sendiri
memperlihatkan pada seluruh kelas tentang suatu proses atau suatu
harfiyah atau melakukan sesuatu.14
d. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara mempelajari materi pelajaran
dengan memperdebatkan masalah yang timbul dan saling mengadu
argumentasi secara rasional dan obyektif. Metode ini berfungsi untuk
merangsang murid berfikir atau yang kadang-kadang tidak dapat
dipecahkan oleh satu jawaban atau satu cara saja tetapi memerlukan
wawasan/ ilmu pengetahuan yang mampu mencari jalan terbaik.15
e. Metode Kerja kelompok
Metode kerja kelompok yaitu kerja dari keunggulan beberapa
individu yang bersifat pedagogis yang di dalamnya terdapat adanya
12
Abdurrahman, Strategi Belajar Mengajar dalam Pendidikan Luar Bisa, (Jakarta: Depdikbud
1995) , hal 37.
13
Ibid.
14
ibid
15
Ibid.
10
hubungan timbal balik (kerjasama) antara individu serta saling
mempercayai.16
Adapun dalam pembelajaran bagi siswa Anak Berkebutuhan
Khusus atau ABK yang juga termasuk di dalamnya tunadaksa, maka
guru dapat menggunakan metode pembelajaran sebagai berikut:
1) Communication, artinya berkomunikasi secara verbal dan non-
verbal dengan menggunakan berbagai jenis symbol (katr, faco,
gambar). Hal ini dilakukan karena dalam belajar siswa tidak mungkin
lepas dari komunikasi, baik komunikasi antar siswa, siswa dengan guru
maupun siswa dengan orang disekitarnya. Dengan adanya komunikasi
ini maka siswa diharapkan dapat meningkatkan proses dan hasil
belajarnya serta membentuk kepribadiaannya menjadi lebih baik.
2) Tasa analisis, artinya menganalisis kompetensi yang dimiliki oleh
anak tunadaksa, sehingga dalam pembelajarannya disesuaikan dengan
kemampuan anak untuk bertujuan meningkatkan kemampuan potensi
anak tunadaksa. Metode ini juga bermanfaat untuk mengetahui apakah
siswa telah mampu memenuhi kompetensi yang diajukan sebagai
tujuan dari pembelajarannya.
3) Direct instruction, yakni pembelajaran dengan melakukan orientasi,
presentasi, latihan terstruktur, terbimbing, refleksi, latihan mandiri dan
evaluasi. Metode ini berfungsi untuk memberikan pengalaman belajar
yang positif bagi siswa dan dapat meningkatkan kepercayaan diri dan
motivasi dalam berprestasi.
4) Prompts, yaitu pembelajaran yang dilakukan untuk memberikan
bantuan kepada anak, sehingga anak lebih leluasa menikmati dan
memahami proses pembelajaran. Dengan memberikan bantuan maka
anak cerebral palsy dapat menghasilkan respon yang positif dan
benar.17
16
Ibid.
17
Eva Dianidah, “METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) BAGI SISWA
TUNADAKSA DI SMPLB D-D1 YPAC JAKARTA”, Skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2019), h. 56.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tuna daksa adalah anak atau seseorang yang memiliki kelainan pada
tubuhnya atau keterbatasan fungsi pada tubuhnya, baik bawaan dari lahir atau
ditimbulkan karena suatu penyakit atau kecelakaan.
Klasifikasi tuna daksa meliputi kelainan pada celebral, kelainan pada
ortopedi karena bawaan, serta kelainan pada sistem otot dan rangka. Adapun
karakteristik anak dengan tuna daksa yang menjadi perhatian meliputi sisi
akademiknya, sisi emosional dan sosiologisnya, serta fisik atau kesehatan.
Layanan pendidikan bagi anak tunadaksa perlu memperhatikan tiga hal,
yaitu pendekatan multidisipliner dalam program rehabilitasi anak tunadaksa,
program pendidikan sekolah, serta layanan bimbingan dan konseling.
Dalam mengembangkan media pembelajaran bagi peserta didik tunadaksa,
ada beberapa aspek yang harus diperhatikan diantaranya keberfungsian,
kepraktiksan, ketertarikan, keamanan, dan kemudahan
Dalam pembelajaran bagi siswa Anak Berkebutuhan Khusus atau ABK
yang juga termasuk di dalamnya tunadaksa, maka guru dapat menggunakan
metode pembelajaran sebagai berikut 1) Communication, 2) Tasa Analisis, 3)
Direct instruction, 4) Prompts.
B. Saran
Demikianlah makalah ini disusun, dan diharapkan menjadi
tambahan pengetahuan bagi pembaca. Selamat membaca dan semoga
bermanfaat.
12
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. 1995. Strategi Belajar Mengajar dalam Pendidikan Luar Bisa.
(Jakarta: Depdikbud)
Agustiawati. 2009. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus, ( Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN) .
Hallahan, Kauffma, dan Pullen. 2009. Exceptional Learners : An Introduction to
Special Education,( USA : Pearson).
Harini, Nita. 2016. Modul Guru Pembelajar PLB Tuna Daksa Kelompok
Kompetensi C, ( Bandung: PPPPTK TK dan PLB).
Jurnal SPIRITS, Vol.5, No.1, 2014.
Mumpuniarti. 2001. Pendidikan Anak Tuna Daksa, (Yogyakarta: Jurusan
Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta).
Somantri,Sutjihati. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: PT. Refika
Aditama).
13