Anda di halaman 1dari 16

PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN BAGI TUNA DAKSA (D)

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Pembelajaran PAI Inklusif yang diampu oleh:

Dr.Yayah Nurmaliyah, MA

oleh

oleh
Kelompok 7
Kautsar Barkah 11170110000027
Atma Faizahturrahmah 11170110000028
M. Kodri Kostolani 11170110000059
Lilis Hapipah 11170110000039

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Penulis panjatkan puja dan puji syukur kepada Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat dan TaufikNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul “Pendidikan Dan Bimbingan Bagi Tuna
Daksa (D)”.

Penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih


banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa,
susunan kalimat, tanda baca maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan
hati, penulis menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Jakarta, 01 April 2020

Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2

C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Bagaimana Pengertian tuna Daksa....................................................3


B. Bagaimana Klasifikasi/karakteristik Tuna Daksa..............................5
C. Bagaimana Layanan Tuna Daksa...................................................6
D. Bagaimana Metode dan media pembelajaran Grahita......................8

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 12
B. Saran ..................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Semua orang memiliki kebutuhan terhadap pendidikan. Namun, tidak


semua orang yang membutuhkan pendidikan adalah mereka yang terlahir
sempurna, melainkan ada sebagian dari mereka yang terlahir kurang sempurna
dan mereka juga butuh pada pendidikan. Oleh sebab itu, dunia ini membutuhkan
pendidikan yang bisa menerima siswa dan siswi nya dari berbagai macam latar
belakang, yang dalam hal ini adalah kondisi fisik dan kejiwaan pada siswa dan
siswi. Pendidikan yang dapat menerima siswa dan siswi dengan keterbatasan
tersebut dinamakan dengan pendidikan inklusif.

Sejalan dengan itu, pada tahun 1989 konvensi dunia tentang hak anak dan
konferensi dunia tentang pendidikan tahun 1991 di Bangkok, dilaksanakan yang
kemudian menghasilkan deklarasi ‘Education for All. Kemudian, pemerintah
republik Indonesia sendiri, sejak awal tahun 2000 mengembangkan program
pendidikan inklusif.

Ada banyak jenis kondisi siswa dan siswi yang telah diciptakan oleh Yang
Maha Kuasa, yang turut memberikan warna pada dunia pendidikan. Salah satu
diantara nya adalah kondisi siswa/i yang tergolong dalam tuna daksa. Kesemua
nya dari mereka butuh pengajaran atau treatment khusus dalam proses belajar.
Disini sekolah dan guru berperan penting dalam memberikan edukasi pada
mereka. Lalu, bagaimana cara pengajaran tersebut dan bagaimana karakter anak
yang tergolong tuna daksa tersebut akan dibahas pada makalah ini.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pengertian tuna daksa ?
2. Bagaimana klasifikasi/karakteristik tuna daksa ?
3. Bagaimana layanan tuna daksa ?
4. Bagaimana metode dan media pembelajaran tuna daksa ?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian tuna daksa
2. Untuk mengetahui klasifikasi/karakteristik tuna daksa
3. Untuk mengetahui layanan tuna daksa
4. Untuk mengetahui metode dan media pembelajaran tuna daksa

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tuna Daksa


Tunadaksa disebut juga cacat tubuh atau cacat ortopedi. Tuna Daksa
terdiri dari dua kata yaitu “tuna” dan “daksa”, yang masing-masing memiliki
arti. “Tuna” berarti rusak atau cacat dan “daksa” yang berarti tubuh atau
badan.1 Sehingga bila digabungkan tuna daksa adalah cacat pada bagian
tubuh. Namun dibatasi pada bagian tubuh yang tidak termasuk panca indra.
Tuna daksa adalah kelainan yang terjadi bukan pada indera tetapi kelainan
yang terjadi pada anggota tubuh yang sehingga orang tersebut memerlukan
layanan, peralatan, serta program latihan yang spesifik. Meskipun memiliki
keterbatasan fisik, anak tersebut berhak memperoleh pendidikan seperti anak
normal lainnya.2 Oleh sebab itu, pendidikan harus bisa memberikan tempat
bagi anak-anak yang memiliki keterbatasan seperti tuna daksa ini. Dan
memberikan tempat bagi siswa tuna daksa di kelas bukan berarti lepas
tanggung jawab dari perlakuan khusus yang juga harus diberikan bagi anak-
anak dengan tuna daksa. Setiap anak yang memiliki kekurangan pasti juga ada
kelebihan.
Selain pendapat diatas, tuna daksa memiliki pengertian yakni suatu
keadaan rusak atau terganggu akibat gangguan yang terjadi pada sistem alat
gerak (tulang, otot dan sendi) yang menyebabkan kelainan fungsi.3 Tentunya
setiap anak atau setiap manusia yang diciptakan oleh Yang Maha Kuasa tidak
ingin memiliki keterbatasan atau kelainan fungsi pada dirinya. Dan kita
sebagai manusia yang normal sudah seharusnya tidak menghardik mereka
yang memiliki keterbatasan. Anak tuna daksa pasti memiliki pandangan hidup

1
www.kbbi.web.id, diakses pada 01/04/2020 pukul 18.05 WIB
2
Mumpuniarti, Pendidikan Anak Tuna Daksa, (Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Luar
Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, 2001), hal. 32
3
Sutjihati Somantri,Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2007),
hal. 121

3
atau permasalahan yang dihadapi oleh mereka. Permasalahan ini terbagi
menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi
keadan jasmani penyandang tuna daksa itu sendiri yang membuatnya terbatas
dalam melakukan aktivitas, keadaan mental nya yang mungkin menjadi
pesimis karena dipandang sebelah mata, status ekonomi yang akan
dihadapinya, serta kedudukan atau peran yang akan diperoleh dari penyandang
tuna daksa di masyarakat. Adapun faktor eksternal nya adalah sulitya
mendapat fasilitas umum, adanya rasa malu pada keluarga karena memiliki
anak yang tuna daksa, serta akan dipandang sebagai beban masyarakat apabila
penyandang tuna daksa tersebut belum bisa berdiri sendiri dan selalu
bergantung pada orang lain.
Tuna Daksa juga dapat dipahami sebagai “Children with physical
disabilities or other health impairments are those whose physical limitations
or health problems interfere with school attendance or learning to such an
extent that special services, training, equipment, materials, or facilities are
require”.4 Pendapat tersebut menjelaskan bahwa anak yang memiliki kelainan
fisik atau gangguan kesehatan lainnya adalah mereka yang memiliki
keterbatasan fisik atau masalah kesehatan yang mengganggu sekolah atau
belajarnya sehingga perlu adanya layanan ,latihan, perlengkapan, bahan, atau
fasilitas khusus.
Sehingga dapat disimpulkan bahawa tuna daksa adalah anak atau
seseorang yang memiliki kelainan pada tubuhnya yang bukan termasuk panca
indra atau keterbatasan fungsi pada fisiknya , baik bawaan dari lahir atau
ditimbulkan karena suatu penyakit atau kecelakaan.

4
Hallahan, Kauffma, dan Pullen, Exceptional Learners : An Introduction to Special
Education,( USA : Pearson, 2009),p.495

4
B. Klasifikasi/Karakteristik Tuna Daksa
Klasifikasi tuna daksa dilihat dari sistem kelainannya yaitu:

a. Kelainan pada sistem cerebral adalah suatu kelainan gerak,


postur, atau bentuk tubuh, gangguan koordinasi, dan kadang
disertai gangguan psikologis dan sensoris yang disebabkan oleh
adanya kerusakan pada masa perkembangan otak.
b. Kelainan pada sistem otot dan rangka ada beberapa macam
yaitu Poliomyelitis, Muscle Dystrophy, Spina Bifida.
c. Kelainan ortopedi karena bawaan5

Selain klasifikasi tuna daksa, ada karakteristik tuna daksa, karakteristik


tuna daksa meliputi:

1. Karakteristik akademik

Penyandang tuna daksa yang mengalami kelainan pada sistem otot dan
rangka adalah normal sehingga dapat mengikuti pelajaran sama dengan individu
normal, sedangkan penyandang tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem
cerebral, tingkat kecerdasannya berentang mulai dari tingkat idiocy sampai
dengan gifted.

2. Karakteristik Sosial atau emosional

Karakteristik sosial atau emosional penyandang tunadaksa bermula dari


konsep diri individu yang merasa dirinya cacat, tidak berguna, dan menjadi beban
orang lain yang mengakibatkan mereka malas belajar, bermain dan membentuk
perilaku yang salah. Kehadiran individu cacat yang tidak diterima oleh orang tua
dan disingkirkan dari masyarakat akan merusak perkembangan pribadi seseorang.
Kegiatan jasmani yang tidak dapat dilakukan oleh penyandang tunadaksa dapat
mengakibatkan timbulnya masalah emosi, seperti mudah tersinggung, mudah
marah, rendah diri, kurang dapat bergaul, pemalu, menyendiri, dan frustrasi.

3. Karakteristik Fisik atau Kesehatan

5
Jurnal SPIRITS, Vol.5, No.1, 2014, h. 51

5
Karakteristik fisik atau kesehatan penyandang tunadaksa biasanya selain
mengalami cacat tubuh adalah kecenderungan mengalami gangguan lain,
seperti sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan, dan gangguan
bicara. Kelainan tambahan itu banyak ditemukan pada penyandang tuna daksa
sistem cerebral.6

C. Layanan Tuna Daksa


Layanan pendidikan yang spesifik bagi anak tunadaksa adalah pada bina
gerak. Untuk memberikan layanan bina gerak yang tepat diperlukan dukungan
terapi, khususnya fisioterapi untuk memulihkan kondisi otot dan tulang anak agar
tidak semakin menurun kemampuannnya. Selain itu dukungan untuk bina diri
diperlukan terapi okupasi dan bermain. Dalam PMK No. 76 Tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Terapi Okupasi, Terapi Okupasi adalah bentuk pelayanan
kesehatan kepada klien dengan kelainan/kecacatan fisik dan/atau mental yang
mempunyai gangguan pada kinerja okupasional, dengan menggunakan aktivitas
bermakna(okupasi) untuk mengoptimalkan kemandirian individu pada area
aktivitas kehidupan sehari-hari, produktivitas dan pemanfaatan waktu luang.7

Tujuan terapi okupasi adalah mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan


ruang gerak sendi, kekuatan otot dan koordinasi gerakan, dan mengajarkan
aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan, berpakaian, belajar menggunakan
fasilitas umum (telpon, televisi, dan lain-lain baik dengan maupun tanpa alat
bantu), mandi yang bersih, dan lain-lain.8

Menurut Frieda Mangunsong, dkk (1998) layanan pendidikan bagi anak


tunadaksa perlu memperhatikan tiga hal, yaitu :

a. Pendekatan multidisipliner dalam program rehabilitasi anak tunadaksa

Pendekatan multidisipliner merupakan layanan pendidikan yang

6
Jurnal SPIRITS, Vol.5, No.1, 2014, h. 51-52
7
Bilqis. Lebih Dekat Dengan Anak Tuna Daksa. (Yogyakarta: Familia) 2012. Hal.17
8
ibid

6
melibatkan berbagai ahli terkait secara terpadu dalam rangka mengoptimalkan
memampuan yang dimiliki oleh anak. Beberapa ahli terkait memberikan layanan
rehabilitasi adalah ahli medis (dokter), dokter tulang, dokter syaraf, ahli
pendidikan, psikolog, pekerja sosial, konselor, ahli fisioterapi, ahli terapi okupasi,
ahli pendidikan khusus. Dalam program rehabilitasi dikenal empat stadium, yaitu
pertama, stadium akut antara 0 – 6 sejak menderita. Pada stadium ini merupakan
stadium “survival”, berjuang untuk bertahan hidup. Kedua, stadium sub acut: 6 –
12 minggu, merupakan stadium perawatan rutin, pemberian fisioterapi dan terapi
okupasi agar perkembangan otot dapat pulih dan tumbuh walaupun minimal.
Ketiga, stadium mandiri; pada stadium ini anak lebih diarahkan untuk
memperoleh keterampilan kerja untuk kehidupan mendatang. Keempat, stadium
“after care”; pada stadium ini anak dipersipkan kembali ke rumah atau ke sekolah
untuk mengikuti program pendidikan selanjutnya.

b.ProgramPendidikanSekolah
Program pendidikan sekolah bagai mereka yang tidak mengalami kelainan
mental relatif sama dengan anak normal, hanya bina gerak masih terus
dikembangkan melalui fisioterapi dan terapi okupasi, utamanya untuk perbaikan
motoriknya. Orientasi pembelajaran juga lebih bersifat individu, walaupun dapat
juga secara klasikal. Bagi anak cerebral palcy, binagerak masih terus diupayakan
agar anak memperoleh perkembangan yang optimal.

c.Layananbimbingan dan konseling


Layanan bimbingan dan konseling diarahkan untuk mengembangkan
“self-respect” (menghargai diri sendiri). Pendekatan layanan bimbingan dan
konseling yang paling tepat yang dilaksanakan pada anak tuna daksa adalah
bimbingan yang bersifat mengembangkan dengan pendekatan terpadu. Tujuan
dari layanan bimbingan dan konseling pada anak tuna daksa: membantu siswa
tuna daksa agar secara sosioemosional dapat memulai masa teransisi
dilingkungannya, membantu siswa mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi,
membantu siswa dalam memahami diri, membantu siswa dalam melakukan

7
pilihan dan membantu orang tua dalam mengambil keputusan dalam memahami
anaknya pada kebutuhan sehari-hari.9

D. Metode dan Media Pembelajaran Tuna Daksa


1. Media Pembelajaran Adaptif
Menurut pendapat Oemar Hamalik (1994:12), “Media pembelajaran
adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mengoptimalkan komunikasi
dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan
pengajaran (for teacher teaching)”. Jika kita tarik kesimpulan maka dapat
didefinisikan bahwa media pembelajaran adalah alat bantu yang mampu
menjadi alternatif proses pembelajaran. Sedangkan media pembelajaran
adaptif adalah media pembelajaran yang diadaptasikan sesuai dengan
karakteristik masing-masing kelainan peserta didik sehingga memenuhi
kebutuhan pendidikan Peserta didik Berkebutuhan Khusus, untuk
efektivitas dan keberhasilan pembelajarannya.10
Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam mengembangkan media
pembelajaran bagi peserta didik tunadaksa, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1) Keberfungsian
Media pembelajaran yang digunakan atau dikembangkan pada
pembelajaran peserta didik tunadaksa harus berfungsi dalam dua hal.
Pertama berfungsi bagi peserta didik tunadaksa dalam memahami
konsep yang diajarkan oleh guru. Kedua berfungsi bagi guru dalam
mempermudah penyampaian materi pembelajaran dan
mengkondisikan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran.
2) Kepraktisan
Media pembelajaran yang digunakan atau dikembangkan oleh guru
dalam pembelajaran bagi peserta didik tunadaksa harus mudah
digunakan dan tidak memperlambat, mempersulit atau menghabiskan
9
Supriyatna & Rendra Khaldun, Jurnal Al tazkiyah, Pendekatan Layanan Bimbingan Konseling
anak berkebutuhan khusus, Volume 7, No. 1, Juni 2018 hal. 89.
10
Nita harini, Modul Guru Pembelajar PLB Tuna Daksa Kelompok Kompetensi C, ( Bandung:
PPPPTK TK dan PLB, 2016). H. 75.

8
waktu yang cukup banyak, sehingga alokasi waktu yang digunakan
dalam pembelajaran tidak cukup untuk mencapai kompetensi yang
ditargetkan.
3) Kemudahan
Media pembelajaran yang digunakan atau dikembangkan guru dalam
pembelajaran bagi peserta didik tunadaksa, mudah dalam memperoleh
bahan-bahan yang digunakan, atau mudah dalam proses
pembuatannya.
4) Ketertarikan
Media pembelajaran yang digunakan atau dikembangkan guru dalam
pembelajaran bagi peserta didik tunadaksa, harus dapat meningkatkan
minat belajar bagi peserta didik tunadaksa.
5) Keamanan
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan media pembelajaran
harus bahan-bahan yang aman bagi peserta didik tunadaksa. Hal ini
mengingat bahwa peserta didik tunadaksa terkadang belum memiliki
kemampuan untuk menganalisis mana bahan yang berbahaya dan
mana bahan yang aman apabila mereka menyentuhnya atau bahkan
memakannya.11
2. Metode Pembelajaran Tuna Daksa
a. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah penerangan atau penuturan secara lisan
oleh guru terhadap kelas Metode ini menjadi metode yang dominan
dalam pembelajaran karena banyak digunakan oleh guru sejak dulu
sampai sekarang dan merupakan metode yang sangat mudah
diaksanakan.Penggunaan metode ceramah yang berlebihan dapat
membuat peserta didik cepat merasa bosan dan kurang menarik
perhatian, sehingga harus disesuaikan dengan kondisi pembelajaran.
Kondisi pembelajaran yang sesuai untuk penggunaan metode ceramah
di antaranya adalah apabila ukuran kelas besar dengan bnayak peserta

11
Ibid.

9
didik dan materi yang disampaikan masih sulit untuk ditemui pada
buku pedoman peserta didik. Pada upaya menanamkan pendidikan
akhlak pada pembelajaran, metode ceramah lebih banyak digunakan
karena mudah disesuaikan dengan materi pelajaran.12
b. Metode Tanya Jawab
Metode Tanya jawab adalah metode yang lebih banyak
menggunakan interaksi tanya jawab antara guru dengan siswa dalam
proses pembelajarannya. Pada penerapan metode ini pertanyaan
berasal dari guru untuk megukur pemahan siswa atau berasal dari
siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahami. Secara umum
tujuan penggunaan metode tanya jawab ini.13
c. Metode Demonstrasi
Metode demontrasi adalah suatu metode mengajar dimana seorang
guru atau orang lain yang sengaja diminta atau murid sendiri
memperlihatkan pada seluruh kelas tentang suatu proses atau suatu
harfiyah atau melakukan sesuatu.14
d. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara mempelajari materi pelajaran
dengan memperdebatkan masalah yang timbul dan saling mengadu
argumentasi secara rasional dan obyektif. Metode ini berfungsi untuk
merangsang murid berfikir atau yang kadang-kadang tidak dapat
dipecahkan oleh satu jawaban atau satu cara saja tetapi memerlukan
wawasan/ ilmu pengetahuan yang mampu mencari jalan terbaik.15
e. Metode Kerja kelompok
Metode kerja kelompok yaitu kerja dari keunggulan beberapa
individu yang bersifat pedagogis yang di dalamnya terdapat adanya

12
Abdurrahman, Strategi Belajar Mengajar dalam Pendidikan Luar Bisa, (Jakarta: Depdikbud
1995) , hal 37.
13
Ibid.
14
ibid
15
Ibid.

10
hubungan timbal balik (kerjasama) antara individu serta saling
mempercayai.16
Adapun dalam pembelajaran bagi siswa Anak Berkebutuhan
Khusus atau ABK yang juga termasuk di dalamnya tunadaksa, maka
guru dapat menggunakan metode pembelajaran sebagai berikut:
1) Communication, artinya berkomunikasi secara verbal dan non-
verbal dengan menggunakan berbagai jenis symbol (katr, faco,
gambar). Hal ini dilakukan karena dalam belajar siswa tidak mungkin
lepas dari komunikasi, baik komunikasi antar siswa, siswa dengan guru
maupun siswa dengan orang disekitarnya. Dengan adanya komunikasi
ini maka siswa diharapkan dapat meningkatkan proses dan hasil
belajarnya serta membentuk kepribadiaannya menjadi lebih baik.
2) Tasa analisis, artinya menganalisis kompetensi yang dimiliki oleh
anak tunadaksa, sehingga dalam pembelajarannya disesuaikan dengan
kemampuan anak untuk bertujuan meningkatkan kemampuan potensi
anak tunadaksa. Metode ini juga bermanfaat untuk mengetahui apakah
siswa telah mampu memenuhi kompetensi yang diajukan sebagai
tujuan dari pembelajarannya.
3) Direct instruction, yakni pembelajaran dengan melakukan orientasi,
presentasi, latihan terstruktur, terbimbing, refleksi, latihan mandiri dan
evaluasi. Metode ini berfungsi untuk memberikan pengalaman belajar
yang positif bagi siswa dan dapat meningkatkan kepercayaan diri dan
motivasi dalam berprestasi.
4) Prompts, yaitu pembelajaran yang dilakukan untuk memberikan
bantuan kepada anak, sehingga anak lebih leluasa menikmati dan
memahami proses pembelajaran. Dengan memberikan bantuan maka
anak cerebral palsy dapat menghasilkan respon yang positif dan
benar.17

16
Ibid.
17
Eva Dianidah, “METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) BAGI SISWA
TUNADAKSA DI SMPLB D-D1 YPAC JAKARTA”, Skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2019), h. 56.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tuna daksa adalah anak atau seseorang yang memiliki kelainan pada
tubuhnya atau keterbatasan fungsi pada tubuhnya, baik bawaan dari lahir atau
ditimbulkan karena suatu penyakit atau kecelakaan.
Klasifikasi tuna daksa meliputi kelainan pada celebral, kelainan pada
ortopedi karena bawaan, serta kelainan pada sistem otot dan rangka. Adapun
karakteristik anak dengan tuna daksa yang menjadi perhatian meliputi sisi
akademiknya, sisi emosional dan sosiologisnya, serta fisik atau kesehatan.
Layanan pendidikan bagi anak tunadaksa perlu memperhatikan tiga hal,
yaitu pendekatan multidisipliner dalam program rehabilitasi anak tunadaksa,
program pendidikan sekolah, serta layanan bimbingan dan konseling.
Dalam mengembangkan media pembelajaran bagi peserta didik tunadaksa,
ada beberapa aspek yang harus diperhatikan diantaranya keberfungsian,
kepraktiksan, ketertarikan, keamanan, dan kemudahan
Dalam pembelajaran bagi siswa Anak Berkebutuhan Khusus atau ABK
yang juga termasuk di dalamnya tunadaksa, maka guru dapat menggunakan
metode pembelajaran sebagai berikut 1) Communication, 2) Tasa Analisis, 3)
Direct instruction, 4) Prompts.

B. Saran
Demikianlah makalah ini disusun, dan diharapkan menjadi
tambahan pengetahuan bagi pembaca. Selamat membaca dan semoga
bermanfaat.

12
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. 1995. Strategi Belajar Mengajar dalam Pendidikan Luar Bisa.
(Jakarta: Depdikbud)
Agustiawati. 2009. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus, ( Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN) .
Hallahan, Kauffma, dan Pullen. 2009. Exceptional Learners : An Introduction to
Special Education,( USA : Pearson).

Harini, Nita. 2016. Modul Guru Pembelajar PLB Tuna Daksa Kelompok
Kompetensi C, ( Bandung: PPPPTK TK dan PLB).
Jurnal SPIRITS, Vol.5, No.1, 2014.
Mumpuniarti. 2001. Pendidikan Anak Tuna Daksa, (Yogyakarta: Jurusan
Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta).
Somantri,Sutjihati. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: PT. Refika
Aditama).

Supriyatna & Rendra Khaldun, Jurnal Al tazkiyah, Pendekatan Layanan


Bimbingan Konseling anak berkebutuhan khusus, Volume 7, No. 1, Juni
2018
www.kbbi.web.id, diakses pada 01/04/2020 pukul 18.05 WIB .

13

Anda mungkin juga menyukai