Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH MODUL 5 PROFIL KURIKULUM SEKOLAH DASAR

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah


Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran di SD

Disusun oleh :

Nama : Milah Muhayah 857438032

Nuraini 857437291

Kelas :A

Pokjar : Kota Bandung

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUADAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ BANDUNG
2020
MODUL 5
PROFIL KURIKULUM SEKOLAH DASAR

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Istilah kurikulum (curriculum) berasal dari kata curir (pelari) dan curere (tempat berpacu), dan pada
awalnya digunakan dalam dunia olahraga. Pada saat itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus
ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk memperoleh medali/penghargaan.
Kemudian, pengertian tersebut diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran
(subject) yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk
memperoleh penghargaan dalam bentuk ijazah.

Berbicara tentang sejarah perjalanan kurikulum pendidikan di Indonesia, maka hal itu tidak terlepas
dari sejarah perkembangan pendidikan bangsa Indonesia itu sendiri. Sejak zaman kolonialisme,
bangsa Indonesia sudah mengenal sekolah, yang tentu saja juga ada kurikulum. Setiap generasi
memiliki sejarah kurikulum yang berbeda antara satu dengan yang lain. Kurikulum pendidikan di
Indonesia senantiasa berubah sesuai dengan zamannya. Bahkan tak jarang juga terdapat keterkaitan
dengan unsur-unsur politis yang mengiringinya. Dalam pengertian bahwa kurikulum di Indonesia
kerapkali mengikuti kehendak pemimpin yang berkuasa ketika itu. Ketika masa kolonialisme, maka
kurikulum yang berkembang disesuaikan dengan tujuan melanggengkan imprialisme. Begitupula
dengan beberapa masa setelahnya.

Dalam perjalanan sejarah sejak Indonesia merdeka atau tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional
telah mengalami perubahan. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya
perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan
bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara
dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat.
Atas dasar inilah penulis akan membuat makalah sederhana yang mengupas tentang :

1. profil kurikulum sekolah dasar di Indonesia sebelum tahun 1968 sampai dengan tahun 1975
2. profil kurikulum sekolah dasar di Indonesia sejak tahun 1984 sampai dengan tahun 2004

1.2.Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah perkembangan kurikulum sebelum tahun 1968 sampai dengan tahun 1975?
2. Bagaimanakah perkembangan kurikulum sejak tahun 1984 sampai dengan tahun 2004?

1.3.Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui perkembangan kurikulum sebelum tahun 1968 sampai dengan tahun 1975

2. Untuk mengetahui perkembangan kurikulum sejak tahun 1984 sampai dengan tahun 2004
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Profil Kurikulum SD sebelum tahun 1968 sampai dengan tahun 1975

Pendidikan pada prakemerdekaan dipengaruhi oleh kolonialisme. Hasilnya bangsa ini dididik untuk
mengabdi kepada penjajah. Karena, pada saat penjajahan semua bentuk pendidikan dipusatkan untuk
membantu dan mendukung kepentingan penjajah. Pada mulanya, mereka tidak pernah terpikirkan
untuk memperhatikan pendidikan namun murni hanya mencari rempah-rempah. Meski demikian,
bangsa Eropa ini juga memiliki misi penyebaran agama. Karena itu pada abad ke-16 dan 17, mereka
mendirikan lembaga pendidikan dalam upaya penyebaran agama Kristen di Nusantara. Pendidikan
tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi mereka tapi juga penduduk pribumi yang beragama Kristen.

Selanjutnya, pihak penjajah yang merasakan perlu adanya pegawai rendahan yang dapat membaca
dan menulis guna membantu pengembangan usaha, khususnya tanam paksa, maka dibentuklah
lembaga-lembaga pendidikan. Namun kelas ini masih hanya diperuntukkan untuk kalangan terbatas,
yaitu anak-anak priyai. Konsep ideal pendidikan kolonialis adalah pendidikan yang mampu mencetak
para pekerja yang dapat dipekerjakan oleh penjajah pula. Tujuan pendidikan kolonial tidak terarah
pada pembentukan dan pendidikan orang muda untuk mengabdi pada bangsa dan tanah airnya
sendiri, akan tetapi dipakai untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat penjajah
agar dapat ditransfer oleh penduduk pribumi dan menggiring penduduk pribumi menjadi budak dari
pemerintahan kolonial. Pendidikan model bentukan Belanda pada masa ini terdapat dua macam.
Pertama, Sekolah Kelas Dua untuk anak pribumi dengan lama pendidikan 3 tahun. Sementara
kurikulum yang diajarkan meliputi berhitung, menulis dan membaca. Kedua, Sekolah Kelas Satu
yang diperuntukkan untuk anak pegawai pemerintah Hindia Belanda. Lama pendidikan ini awalnya 4
tahun, kemudian 5 tahun dan terakhir 7 tahun. Kurikulum yang diajarkan meliputi ilmu bumi,
sejarah, ilmu hayat/ menggambar dan ilmu mengukur tanah. Sementara bahasa pengantarnya
menggunakan Bahasa Melayu dan Bahasa Belanda.
Pada prinsipnya Undang-Undang Hindia Belanda membagi jenis penduduk menjadi 3 golongan,
yaitu Eropa, Timur Asing, dan Bumiputera. Klasifikasi ini berpengaruh pula terhadap sistem
pendidikan ketika itu, yaitu:

1. ELS (Europe Lagere School) yaitu sekolah untuk anak-anak Eropa, Tionghoa, dan Indonesia yang
menurut undang-undang disamakan haknya dengan bangsa Eropa.

2. HCS (Holand Chinese School) yaitu sekolah untuk golongan Tionghoa.

3. HIS (Holand Inlandse School) yaitu sekolah untuk rakyat pribumi atau bumiputra golongan atas.

Ini merupakan gambaran pendidikan rendah di Indonesia masa Belanda yang berlangsung sampai
dengan tahun 1942.

Sementara ketika kependudukan beralih dari Belanda ke Jepang, maka pendidikan yang berbau
Belanda disingkirkan dengan diganti pendidikan berciri khas Jepang dan sesuai dengan tujuan
mereka. Pada pendidikan tingkat rendahan Jepang menggantinya dengan sebutan Kokumin Gako
dengan lama pendidikan 6 tahun. Kurikulum pendidikan ini lebih menitik beratkan pada olahraga
kemiliteran yang memang bertujuan untuk membantu pertahanan Jepang. Anak-anak masa ini
diajarkan untuk mengumpulkan kerikil dan pasir untuk pertahanan, serta menanam pohon jarak
untuk membuat minyak sebagai kepentingan perang. Namun masa ini, bahasa pengantar yang
digunakan adalah bahasa Indonesia. Dengan demikian penggunaan bahasa Indonesia hampir merata
di semua sekolah. Materi yang dipelajari sebenarnya tidak jauh beda dengan masa pendudukan
Belanda, namun hanya saja yang awalnya semua hal yang berbau Belanda tergantikan dengan model-
model Jepang.

Jika melihat pada sejarah perjalanan bangsa Indonesia, dapat dikatakan bahwa kurikulum pendidikan
nasional telah beberapa kali mengalami perubahan. Perubahan kurikulum disesuaikan dengan tujuan
yang ingin dicapai oleh para penguasa. Tentu saja ada beberapa hal yang memang tujuannya
disesuaikan dengan tuntutan kondisi zaman.

Jika kita berbicara tentang kurikulum, maka sudah sepatutnya kita membicarakan seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
1) Kurikulum 1947

Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa Belanda “leer
plan”artinya rencana pelajaran. Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi
pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan, asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutan “Rencana Pelajaran 1947”, yang baru
dilaksanakan pada tahun 1950. Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan
pikiran. Yang diutamakan adalah: pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat.

Pada masa tersebut siswa lebih diarahkan bagaimana cara bersosialisasi dengan masyarakat. Proses
pendidikan sangat kental dengan kehidupan sehari-hari. Aspek afektif dan psikomotorik lebih
ditekankan dengan pengadaan pelajaran kesenian dan pendidikan jasmani. Oleh karena itu, yang
lebih penting adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran bela negara. Kemungkinan model ini
masih terkontamninasi dengan model pendidikan yang diterapkan oleh Jepang sebelumnya.

2) Kurikulum 1952-1964

Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut “Rencana Pelajaran Terurai 1952”.
Silabus mata pelajarannya jelas sekali, dan seorang guru mengajar satu mata pelajaran. Pada masa ini
memang kebutuhan peserta didik akan ilmu pengetahuan lebih diperhatikan, dan satuan mata
pelajaran lebih dirincikan. Namun, dalam kurikulum ini siswa masih diposisikan sebagai objek
karena guru menjadi subjek sentral dalam pentransferan ilmu pengetahuan. Guru yang menentukan
apa saja yang akan diperoleh siswa di kelas, dan guru pula yang menentukan standar-standar
keberhasilan siswa dalam proses pendidikan.

Menurut Ketetapan MPRS Nomor II tahun 1960 Dasar Pendidikan adalah Pancasila dan Manipol
Usdek dengan tujuan pendidikan membentuk manusia Pancasila. Sistem pendidikan masa ini dikenal
dengan Sistem Panca Wardana atau sistem lima aspek perkembangan yaitu

1. Perkembangan moral; pendidikan kemasyarakatan dan pendidikan agama/budi pekerti.


2. Perkembangan intelegensia; bahasa Indonesia, bahasa daerah, berhitung dan pengetahuan
alamiah.
3. Perkembangan emosional/artistik; seni sastra/musik, seni lukis/rupa, seni tari, seni drama.
4. Perkembangan keprigelan; pertanian/peternakan, industry kecil/pekerjaan tangan,
koperasi/tabungan dan keprigelan-keprigelan lain.
5. Perkembangan jasmaniah; pendidikan jasmaniah dan pendidikan kesehatan.

Fokus kurikulum 1964 ini lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis. Pada
kurikulum 1964 ini, arah pendidikan mulai merambah lingkup praksis. Dalam pengertian bahwa
setiap pelajaran yang diajarkan disekolah dapat berkorelasi positif dengan fungsional praksis siswa
dalam masyarakat. Kurikulum masa ini dapat pula dikategorikan sebagai Correlated Curriculum.

Rencana Pendidikan SD tahun 1964 membedakan dua macam struktur program yaitu untuk sekolah-
sekolah yang bahasa pengantarnya bahasa daerah dari kelas I – III, dan untuk sekolah-sekolah yang
bahasa pengantarnya Bahasa Indonesia dari kelas I.

3) Kurikulum 1968

Kurikulum 1968 merupakan tonggak awal pendidikan masa orde baru. Kelahiran Kurikulum 1968
bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama.
Dengan suatu pertimbangan untuk tujuan pada pembentukan manusia Pancasila sejati.

Dasar pendidikan masa ini adalah Falsafah Negara Pancasila sesuai dengan Ketetapan MPRS No.
XXVI/MPRS/1966. Sedang Tujuan pendidikan nasional adalah membentuk manusia pancasila sejati
berdasarkan ketentuan ketentuan seperti yang dikehendaki oleh pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 dan isi Undang-Undang Dasar 1945 ( Tap. MPRS No. XXVII/MPRS/1966). Untuk mencapai
dasar dan tujuan pendidikan tersebut maka isi pendidikan diarahkan untuk mempertinggi mental-
moral-budi pekerti dan memperkuat keyakinan agama, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan,
membina dan mempertimbangkan fisik yang kuat dan sehat ( Tap. MPRS No. XXVII/MPRS/1966).

Kurikulum pada tingkatan SD 1968 dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu :

1. Kelompok pembinaan Pancasila; pendidikan agama, pendidikan kwarganegaraan, pendidikan


bahasa Indonesia, bahasa daerah dan olahraga.
2. Kelompok pembinaan pengetahuan dasar; berhitung, ilmu pengetahuan alam, pendidikan
kesenian, pendidikan kesejahteraan keluarga (termasuk ilmu kesehatan).
3. Kelompok kecakapan khusus; kejuruan agragia (pertanian, peternakan, perikanan), kejuruan
teknik (pekerjaan tangan/perbekalan), kejuruan ketatalaksanaan/jasa (koperasi, tabungan).

Pada masa ini siswa hanya berperan sebagai pribadi yang masif, dengan hanya menghapal teori-teori
yang ada, tanpa ada pengaplikasian dari teori tersebut. Aspek afektif dan psikomotorik tidak
ditonjolkan pada kurikulum ini. Praktis, kurikulum ini hanya menekankan pembentukkan peserta
didik hanya dari segi intelektualnya saja.

4) Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien berdasar MBO
(management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan istilah “satuan pelajaran”, yaitu
rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi : tujuan instruksional
umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-
mengajar, dan evaluasi.

Pada kurikulum ini peran guru menjadi lebih penting, karena setiap guru wajib untuk membuat
rincian tujuan yang ingin dicapai selama proses belajar-mengajar berlangsung. Tiap guru harus detail
dalam perencanaan pelaksanaan program belajar mengajar. Setiap tatap muka telah diatur dan
dijadwalkan sedari awal. Dengan kurikulum ini semua proses belajar mengajar menjadi sistematis
dan bertahap.

Dasar pendidikan masa ini adalah KTPD, MPR-RI No. IV/MPR/1973, yaitu; pendidikan nasional
berdasarkan atas Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan
mempertebal semangat kebangsaan agar menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat
membangun diri sendiri dan bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

Sementara tujuan pendidikan dan pengajaran terbagi pada tujuan pendidikan umum, tujuan
institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum dan tuj uan instruksional khusus.
2.2. Profil Kurikulum SD tahun 1984 sampai dengan tahun 2004

1) Kurikulum 1984

Kurikulum 1984 mengusung “process skill approach”. Proses menjadi lebih penting dalam
pelaksanaan pendidikan. Peran siswa dalam kurikulum ini menjadi mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). CBSA memposisikan guru sebagai fasilitator, sehingga
bentuk kegiatan ceramah tidak lagi ditemukan dalam kurikulum ini. Pada kurikulum ini siswa
diposisikan sebagai subjek dalam proses belajar mengajar. Siswa juga diperankan dalam
pembentukkan suatu pengetahuan dengan diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat,
bertanya, dan mendiskusikan sesuatu. Sementara dasar dan tujuan pendidikan sama dengan
kurikulum 1975 dimana materinya tidak jauh dengan kurikulum 1975 kecuali dalam organisasi
pelaksanaannya. Program pendidikan yang dilaksanakan meliputi kegiatan intrakurikuler,
kokurikuler, dan ekstrakulikuler. Penilaian dilakukan secara bekesinambungan dan terus menerus
untuk keperluan peningkatan proses maupun hasil belajar. Prinsip-pinsip yang dikembangkan dalam
kurikulum ini yaitu pirnsip relevansi, prinsip kontinuitas, prinsip pendidikan seumur hidup, daan
pinsip fleksibilitas.

2) Kurikulum 1994

Kurikulum 1994 disusun dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan
tahap perkembangan isiwa dan kesesuaian dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional,
pekembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kesenian. Dalam ranah pendidikan dasar, isi
kurikulum sekurang-kurangnya wajib memuat bahan kajian dan pelajaran: pendidikan pancasila,
pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, membaca dan menulis,
matematika, pengantar sains dan teknologi, ilmu bumi, sejarah nasional dan sejarah umum, kerajinan
tangan dan kesenian, pendidikan jasmani dan kesehatan, menggambar, bahasa Inggris.(PP. No. 28
tahun 1990. Pasal 14:2). Sementara materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah
masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.

Sementara berkaitan dengan isi kurikulum tingkat pendidikan menengah, maka setidaknya wajib
memuat tiga aspek kajian dan pelajaran yaitu; Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan
Kewarganegaraan. Disamping itu, kurikulum sekolah menengah dapat menjabarkan dan
menambahkan mata pelajaran sesuai dengan keadaan lingkungan dan ciri khas sekolah menengah
yang bersangkutan dengan tidak mengurangi kurikulum yang berlaku secara nasional (Pasal 15:5)

Atas dasar inilah berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat mendesak agar isu-isu
tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super
padat. Siswa dihadapkan dengan banyaknya beban belajar yang harus mereka tuntaskan, dan mereka
tidak memiliki pilihan untuk menerima atau tidak terhadap banyaknya beban belajar yang harus
mereka hadapi.

Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut:

 Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.


 Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi
kepada materi pelajaran/isi).
 Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua
siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus
dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan
masyarakat sekitar.
 Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan
dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.

Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan


pemahaman.Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama
sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di
antaranya sebagai berikut:

 Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/
substansi setiap mata pelajaran.
 Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan
berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
3) Kurikulum Berbasis Kompetensi (2004)

Kurikulum tahun 2004 lebih difokuskan kepada penyempurnaan kurikulum yang berbasis
kompetensi peserta didik dan dikembangkan atas dua prinsip, yaitu :

 Prinsip pengembangan yang terdiri atas 9 prinsip yaitu

1. peningkatan keimanan, budi pekerti luhur, dan penghayatan nilai-nilai budaya


2. keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika
3. penguatan integritas nasional
4. perkembangan pengetahuan dan teknologi informasi
5. pengembangan kecakapan hidup
6. pilar pendidikan
7. komprehensif dan berkesinambungan
8. belajar sepanjang hayat
9. diversifikasi kurikulum

 Prinsip pelaksanaan berkaitan dengan 4 prinsip berikut

1. kesamaan memperoleh kesempatan


2. berpusat pada anak
3. pendekatan menyeluruh dan kemitraan
4. kesatuan dalam kebijakan dan keberagaman dalam pelaksanaan

Penyusununan kurikulum didasarkan pada standar nasional pendidikan, yaitu Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) yang merupakan seperangkat kompetensi yang dibakukkakn dan harus dicapai
peserta didik sebagai hasil belajarnya dalam setiap satuan pendidikan. SKL dijabarkan ke dalam
standar isi yangn memuat Bahan Kajian dan Mata Pelajaran, serta Kegiatan Belajar Pembiasaan.
Kompetensi dalam bahan kajian disajikan secara bertahap dan berkesinambungan dalam bentuk
pemeingkatan kelas dan level.

Pada pelaksanaan kurikulum ini, posisi siswa kembali ditempatkan sebagai subjek dalam proses
pendidikan dengan terbukanya ruang diskusi untuk memperoleh suatu pengetahuan. Siswa justru
dituntut untuk aktif dalam memperoleh informasi. Peran guru diposisikan kembali sebagai fasilitator
dalam perolehan suatu informasi. KBK berupaya untuk menekankan pada ketercapaian kompetensi
siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan
keberagaman.

Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, sumber belajar bukan
hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. Hal ini mutlak
diperlukan mengingat KBK juga memiliki visi untuk memperhatikan aspek afektif dan psikomotorik
siswa sebagai subjek pendidikan.

KBK merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang
harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya
pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah (Depdiknas, 2002). Kurikulum ini menitik
beratkan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar
performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan
terhadap serangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan,
pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam
bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggungjawab.

Diantara karakteristik utama KBK, yaitu:

1. Menekankan pencapaian kompetensi siswa, bukan tuntasnya materi.

2. Kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan potensi siswa (normal, sedang,
dan tinggi).

3. Berpusat pada siswa.

4. Orientasi pada proses dan hasil.

5. Pendekatan dan metode yang digunakan beragam dan bersifat kontekstual.

6. Guru bukan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.

7. Buku pelajaran bukan satu-satunya sumber belajar.


8. Belajar sepanjang hayat;

9. Belajar mengetahui (learning how to know),

10. Belajar melakukan (learning how to do),

11. Belajar menjadi diri sendiri (learning how to be),

12. Belajar hidup dalam keberagaman (learning how to live together).

Meski demikian, kurikulum 2004 merupakan kurikulum eksperimen yang diterapkan secara terbatas
di beberapa sekolah/madrasah. Ketentuan ini belum mendapatkan payung hukum dari peraturan
pemerintah. Namun demikian, pemerintah tetap menghargai terhadap sekolah/madrasah yang
menerapkan kurikulum KBK tersebut. Setidaknya ini tercermin dari Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional RI No. 20/2005 tentang ujian nasional tahun ajaran 2005/2006 yang menyatakan bahwa
bahan ujian nasional disusun berdasarkan kurikulum 1994 atau standar kompetensi lulusan
kurikulum 2004.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Perjalanan kurikulum pendidikan di Indonesia sejalan dengan sejarah perkembangan bangsa


Indonesia itu sendiri. Ketika Indonesia dalam cengkeraman kolonial, maka kurikulum pendidikan
yang dikembangkan adalah demi kepentingan penjajah itu sendiri, baik penjajahan Belanda maupun
Jepang. Masa kolonialisme yang panjang dan begitu mengakar dalam kebudayaan Indonesia, disadari
ataupun tidak, turut pula memberikan pengaruh terhadap pola pendidikan Indonesia ketika merdeka
meskipun dalam hal ini nuansanya lebih keindonesiaannya.

Pendidikan di Indonesia juga tidak jarang masuk dalam bidikan politisi. Ketika orde lama berkuasa,
pertentangan ideologi juga menyusupi dalam kurikulum pendidikan di Indonesia. Sekolah sempat
dijadikan wahana ideologisasi atau proses internalisasi sosial komunis. Begitu pula ketika orde baru
memimpin, maka pelanggengan kekuasaan juga dikoarkan dalam dunia pendidikan dengan
pendidikan Pancasilanya, dan menghilangkan hal-hal yang berbau orde lama.

Meski demikian, sejarah kurikulum pendidikan nasional senantiasa mencari formula sesuai dengan
perkembangan zaman. Ketika posisi sentralisasi pendidikan dianggap sudah usang dan kurang
relevan dengan otonomi daerah, maka pendidikan juga turut mengalami desentralisasi dengan
memberikan daerah otonomi sendiri. Bahkan terakhir, pemerintah pusat memberikan kebijakan
kepada masing-masing satuan pendidik untuk menentukan silabus yang sesuai dengan kondisi
peserta didik. Pemerintah pusat dalam hal ini hanya menentukan standar kompetensi dan kompetensi
dasarnya.
DAFTAR PUSTAKA

http://malikabdulkarim.blogspot.com/2011/05/sejarah-perkembangan-kurikulum.html

http://filsufgaul.wordpress.com/2009/08/30/sejarah-pendidikan-
indonesia/http://ebookbrowse.com/sejarah-pendidikan-dari-zaman-kolonial-belanda-sampai-
kurikulum-ktsp-pdf-d339796568

Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktik. Yogyakarta: Arruz Media. 2011

Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.1997.

Hernawan, Asep Herry dkk. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran di SD. Jakarta:Universitas
Terbuka. 2020

Anda mungkin juga menyukai